bahan kuliah ke 8: uu dan kebijakan pembangunan peternakan

24
Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Industri Persusuan Baca juga peraturan perundangan lainnya m isalnya: Permentan-55-06 Pedoman Pembibitan sapi P erah , SK Dirjen tentang Syarat2 Teknis Perusahaan Peternakan Sapi Perah)

Upload: maalik

Post on 23-Feb-2016

258 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan . Industri Persusuan. Baca juga peraturan perundangan lainnya misalnya: Permentan-55-06 Pedoman Pembibitan sapi Perah , SK Dirjen tentang Syarat2 Teknis Perusahaan Peternakan Sapi Perah). PENDAHULUAN - PowerPoint PPT Presentation

TRANSCRIPT

Page 1: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

Industri Persusuan

Baca juga peraturan perundangan lainnya misalnya:Permentan-55-06 Pedoman Pembibitan sapi Perah, SK Dirjen tentang Syarat2 Teknis Perusahaan Peternakan Sapi Perah)

Page 2: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

PENDAHULUAN

Indonesia (230 juta jiwa) pasar potenial. Ada ketidak pastian suplai dan kenaikan harga susu.

Indonesia termasuk lima negara importir terbesar skim milk powder (SMP) maupun Whole milk powder, baru memenuhi sekitar 30% dari kebutuhan nasional.

Menerapkan kebijakan pengembangan yang berkelanjutan pada sub sektor peternakan dewasa harus dari hulu-hilir

Dalam sistem ekonomi pasar, hubungan antar mata rantai sehingga berkembang sebagai suatu sistem agribisnis dibangun oleh suatu mekanisme yang saling membutuhkan dan memberi manfaat

banyak pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat dan pada dasarnya memiliki hak untuk hidup dan berkembang.

Page 3: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

Susu segar produk lokal

Whole milk Powder (impor)

Skim milk Powder (impor)

Pakan hijauan konsentrat

Industri pengolahan makanan/minuman

KejuSKM/Formula Susu tepungSusu UHT Mentega

IPS

Konsumen

Alat/mesinTernak bibit Obat/IB

Susu PasteurisasiKoperasi Primer

Home Industri

On farm

Yoghurt

Pohon Industri Sapi Perah

Page 4: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

Bidang/Sektor Usaha Aktivitas Utama Output yang dihasilkan Penyediaan input Penyediaan barang-barang modal

dan bahan yang akan digunakan peternak sapi perah untuk menghasilkan produk susu

a. Pakan konsentrat b. Peralatan peternakanc. Mesin/kendaraan d. bahan bangunan e. bahan bakar f. obat-obatan g. semen beku h. layanan kesehatan

Usaha ternak (dairying) Memelihara sapi perah dan memproduksi susu segar

a. Susu segar, b. ternak replacement, c. pedet jantan, d. bahan pupuk organis

Pasca panen: a. Penanganan susu segarb. Pengolahanc. Pengangkutand. Distribusie. Usaha perdagangan

a. Susu segar dingin/bahan IPSb. Kegunaan fisik,

makanan/minumanc. Kegunaan tempatd. Kegunaan tempat dan waktue. Kegunaan nilai

Konsumsi Pembelian dan penggunaan/konsumsi susu

Kegunaan susu sebagai:a. Minuman/makanan b. Pemenuhan kebutuhan nutrisi c. Kesukaan.

Page 5: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

OUTPUT

Culling

Susu, Daging, dllAnakan/bakalan

Sapi dewasa

Biaya IB dan kesehatan

Kandang

AlsinTenaga kerjaPupukPakan

INPUT

POPULASI SAPI PERAH

PROFIT

Pertumbuhan

Pembelian

PAKAN

Pupuk

POPULASI SAPI PERAH

Page 6: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat akibat bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan rata-rata pendapatan penduduk, dan penciptaan lapangan pekerjaan.

Hal ini juga sejalan dengan Kebijakan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang telah dicanangkan oleh pemerintah. Besarnya potensi sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia memungkinkan pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru perekonomian Indonesia.

Page 7: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI PERSUSUAN DI INDONESIA Kondisi geografis, ekologi, dan kesuburan lahan di beberapa wilayah

Indonesia memiliki karakteristik yang cocok untuk pengembangan agribisnis persusuan.

Produksi susu DN baru dapat memenuhi 30% dari total permintaan. Permintaan. 70 % potensi pasar benefit bagi LN. karena impor susu

BEBERAPA KERUGIAN AKIBAT IMPOR SUSU Terkurasnya devisa nasional, Hilangnya kesempatan terbaik (opportunity loss) karena tidak

dimanfaatkannya potensi sumberdaya pengembangan agribisnis persusuan.

Hilangnya potensi revenue yang seharusnya diperoleh pemerintah dari pajak apabila agribisnis persusuan dikembangkan secara baik.

Pemerintah dan stakeholder lainnya perlu berupaya keras meningkatkan pangsa pasar (market share) para pelaku pasar domestik dalam agribisnis persusuan Indonesia.

Page 8: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

Kondisi Persusuan di Indonesia

Dalam peta perdagangan internasional produk-produk susu, saat ini Indonesia berada pada posisi sebagai net-consumer.

Sampai saat ini industri pengolahan susu nasional masih sangat bergantung pada impor bahan baku susu.

Jika kondisi tersebut tidak dibenahi dengan membangun sebuah sistem agribisnis yang berbasis peternakan, maka Indonesia akan terus menjadi negara pengimpor susu sapi.

Produksi Susu Kondisi produksi susu segar Indonesia saat ini, sebagian besar (91%)

dihasilkan oleh usaha rakyat dengan skala usaha 1-3 ekor sapi perah per peternak. (kurang ekonomis) Perlu peningkatan skala usaha (10-12 ekor)

Page 9: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

Konsumsi Susu Dibandingkan negara berkembang lainnya, konsumsi susu

masyarakat Indonesia sangat rendah bila dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. (8 liter/kapita/tahun itu pun sudah termasuk produk-produk olahan yang mengandung susu)

Konsumsi susu negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Singapura rata-rata mencapai 30 liter/kapita/tahun, sedangkan negara-negara Eropa sudah mencapai 100 liter/kapita/tahun.

Makin tingginya pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk Indonesia, dapat dipastikan bahwa konsumsi produk-produk susu oleh penduduk Indonesia akan meningkat POTENSI PASAR

Page 10: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

Kelembagaan Sebagian besar peternak sapi perah yang ada di Indonesia

merupakan anggota koperasi susu.

Koperasi bertindak sebagai mediator antara peternak dengan industri pengolahan susu.

Koperasi susu sangat menentukan posisi tawar peternak dalam menentukan jumlah penjualan susu, waktu penjualan, dan harga yang akan diterima peternak. Peranan koperasi sebagai mediator perlu dipertahankan.

Perlu peningkatan pelayanan koperasi dengan cara meningkatkan kualitas SDM , memperkuat networking dengan industri-industri pengolahan. Adaptasi kelembagaan contract farming akan sangat membatu terwujudnya upaya ini.

Page 11: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

Tahun 1983 -Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri ( Menteri Pertanian, Perindustrian, dan Perdagangan dan Koperasi). IPS wajib menyerap susu segar dalam negeri sebagai pendamping dari susu impor untuk bahan baku industrinya.

Perbandingan antara pemakaian susu segar dalam negeri dan susu impor harus dibuktikan dalam bentuk ”bukti serap” (BUSEP), untuk melindungi peternak dalam negeri dari persaingan terhadap susu impor.

Inpres No 4 Tahun 1998 yang merupakan bagian dari LoI yang ditetapkan oleh IMF ketentuan BUSEP menjadi tidak berlaku lagi, sehingga susu impor menjadi komoditi bebas masuk.

Persoalan di industri hilir, ada diskriminasi bea masuk : produk susu (5%); gula (35%) dan kemasan (5%-20%).

Guna meningkatkan pangsa pelaku pasar domestik dalam pasar susu segar Indonesia, BUSEP perlu diberlakukan kembali dan tarif BM produk susu perlu peninjauan kembali.

Page 12: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

Permasalahan Teknis dan Kelembagaan

Kekurangan produksi susu segar sulit di respon peternak karena rendahnya kemampuan budidaya kesehatan ternak dan mutu bibit yang rendah.

Pertumbuhan produksi susu lambat, kualitas rendah

Sulitnya lahan untuk tanaman rumput (penyusutan lahan kebun rumput 15% per tahun (tidak konsisten dengan RTRW- alih fungsi lahan)

Tingginya biaya transportasi

Kecilnya skala usaha

Page 13: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

Inpres No 4/1998 mengakibatkan posisi IPS mempunyai posisi tawar yang tinggi:- lebih bebas memilih bahan baku- memberlakukan standar bahan baku susu yang ketat- IPS membangun struktur pasar oligopoli- lebih kuat dibandingkan peternak karena industri

besarnya ketergantungan peternak terhadap industri pengolahan susu dalam memasarkan susu segar yang dihasilkannya.

Retribusi yang dibebankan Pemda kepada peternak (otda)

Page 14: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

Peran Koperasi di Negara Lain

Di India, koperasi susu telah berkembang sedemikian rupa sehingga sampai saat ini kurang lebih telah berjumlah 57.000 unit dengan 6 juta anggota.

Di Uruguay, peternak domestiknya telah mampu memproduksi 90% dari total produksi susu nasional

Besarnya peran koperasi tersebut belum terlihat di Indonesia. Koperasi susu kita mempunyai posisi tawar yang sangat lemah ketika berhadapan dengan industri pengolahan susu, baik dalam hal jumlah penjualan susu, waktu penjualan, dan harga yang diperoleh.

Page 15: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

Mengapa Peran Koperasi di Indonesia Lemah

Proses pembentukan koperasi tersebut umumnya bersifat top-down dan intervensi pemerintah relatif besar dalam mengatur organisasi.

Pembentukan anggota koperasi bukanlah atas dasar akumulasi modal anggota tetapi lebih banyak bersifat pemberian kredit ternak sapi dalam rangka kemitraan dengan bantuan modal dari pemerintah.

Status anggota koperasi hanya berfungsi pada saat menjual susu segar dan pembayaran iuran wajib dan iuran pokok.

Koperasi sebagai lembaga ekonomi dalam menjalankan manajemen tanpa pengawasan yang ketat oleh anggota, justru sebaliknya koperasi cenderung berkuasa mengatur anggota.

Page 16: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

Arah Kebijakan

Revolusi putih harus dilaksanakan sejak saat ini, yaitu dengan meningkatkan produksi dan konsumsi susu nasional.

Harus ada kebijakan dalam upaya substitusi impor susu yang dapat diambil untuk mencapai kondisi tersebut

Page 17: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

Pemerintah perlu memberikan dukungan nyata untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil ternak (susu) kepada para peternak.

Penelitian dan pengembangan khususnya mengenai teknis dan manajemen produksi .

Gerakan nasional diikuti dengan aktivitas nyata bantuan pelatihan dan penyuluhan budidaya sapi perah yang baik, mendorong tersedianya bibit sapi unggul, kemudahan untuk pemanfaatan lahan, akses dan ketersediaan modal, serta pengembangan beragam industri pengolahan susu sehingga harga di tingkat peternak menjadi relatif lebih stabil.

Page 18: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

Perlu dibentuk wadah kemitraan yang jujur dan memperhatikan kepentingan bersama antara peternak, koperasi susu dan IPS

Semua pihak yang terkait haruslah saling membutuhkan dan saling menguntungkan.

Kerjasama sistem contract farming, dimana terdapat keterpaduan dari berbagai unsur baik peternak, koperasi, industri/pemodal maupun pemerintah.

Page 19: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

Koperasi sekunder

Industri pengolahan

susu

Koperasi primer

Koperasi primer

Koperasi primer

Page 20: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

Koperasi susu perlu didorong dan difasilitasi agar dapat melakukan pengolahan sederhana susu segar

Program promosi secara luas kepada masyarakat (national campaign), terutama anak-anak, tentang manfaat mengkonsumsi susu segar dan produk-produk olahannya.

Pemerintah Pusat/Daerah seyogianya mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mampu memperkuat posisi tawar peternak sapi perah

Hapuskan retribusi yang menyebabkan ongkos produksi bertambah mahal, menghapuskan pajak pertambahan nilai bila pengolahan masih dilakukan oleh peternak, serta pemberlakuan tarif bea masuk terhadap susu impor untuk melindungi produksi dalam negeri.

Page 21: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

PenerapanGood Dairyng

Practices

Input Output Outcomes

Kebijakan Kelompok (TPK) Peternak

Poskeswan dan ULIB yang memenuhi persyaratan

Penyediaan Obat, vaksin, hormon dll

Pelatihan dan Pendampingan: Biosekuriti

Susu Berkualitas ASUH

Pakan, Ternak, alsin, kandang, pemerah dll

PENERAPAN INOVASI: Biosekuriti Sistem Produksi Sapi Perah Rakyat Masalah Utama:

Mastitis, Helminthiasis, Hypocalsemia, Footrot, Bloat, Retensi Plasenta.

Pemanfaatan Teknologi Madya Fitofarmasetika

Biosekuriti

Quality Control

Problem lainnya: Biosekuriti, Manajemen Perkandangan dan Pakan

Page 22: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

Penetapan wilayah-wilayah pengembangan sapi perah

Pengembangan Kemitraan Sistem Penyediaan hijauan

Program identifikasi dan sertifikasi bibit sapi perah

Standarisasi/SOP Pengelolaan usaha & handling susu

Peningkatan kompetensi peternak dan koperasi.

Peningkatan Populasi Ternak

Sapi Perah

Pencapaian Target Produksi Susu

Target pencapaian 25% dari konsumsi susu dalam negeri

Pengembangan skala usaha peternak (spesialisasi usaha)

Pengembangan produk susu koperasi (diversifikasi usaha) Pengembangan kawasan terpadu berbasis sapi perah

Penguatan posisi tawar petanak sapi perah

Pengembangan Kelembagaan

Teknologi dan Pengembangan Wilayah Sapi

Perah

Pengembangan Model Industri

Sapi Perah

Page 23: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

Peternakan dan Subsektor lainnya Masalah fundamental yang menjadi faktor penghambat pertanian di

Indonesia secara umum yaitu meningkatnya kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global, ketersediaan infrastruktur, sarana prasarana, lahan, dan air.

Status dan luas kepemilikan lahan (9,55 juta KK < 0,5 Ha) sehingga membuat lemahnya sistem perbenihan dan perbibitan nasional.

Keterbatasan akse sumber permodalan (bunga tinggi) Untuk mengatasi beberapa masalah tersebut pemerintah membuat

langkah-langkah strategis yang dijabarkan dalam tujuh Gema Revitalisasi yang meliputi, revitalisasi lahan, revitalisasi pembenihan dan pembibitan, revitalisasi infrastruktur dan sarana, revitalisasi sumber daya manusia, revitalisasi pembiayaan petani, revitalisasi kelembagaan petani, dan revitalisasi teknologi dan industri hilir.

Page 24: Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan

Bagaimana dengan di Jawa barat?

Peternak kecil sapi perah harus tetap dipertahankan dengan pengembangan teknologi agar lebih efisien

Koperasi persusuan merupakan lembaga yang selama ini melayani masyarakat, banyak yang berguguran sebagai akibat dari kesalahan manajemen internal

Fenomena banyaknya kolektor susu yang meramaikan industri persusuan dewasa ini dianggap sebagai pesaing koperasi.

Sulit memberoleh bibit yang baik. Kepres No. 4 Tahun 1998 menunjukkan pemerintah tidak turut

campur lagi dengan industri persusuan.