bahan k3

Upload: aldion-afif

Post on 19-Oct-2015

131 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IPENGERTIAN, HAKEKAT DAN SIFAT HUKUM PERBURUHAN

Manusia, agar dapat mempertahankan eksistensinya, diharuskan bekeja untuk memperoleh nafkah guna mebiayai segala kepentingan hidupnya. Dalam hal berjuang untuk memperoleh nafkah tersebut, terdapat :

a) orang yang bekerja tanpa mengikatkan diri kepada perintah orang lain yang artinya ia bekerja secara usaha sendiri, dengan tenaga dan modal sendiri dan hasilnya pun untuk kepentingan sendiri. Ia tidak tergantung kepada orang lain.b) Orang yang bekerja dengan mengikatkan diri kepada orang lain, dengan kata lain ia bekerja atas ketergantungan kepada orang lain yang memberi perintah dan mengaturnya dalam hal mencari nafkah itu, ia harus tunduk kepada segala peraturan dan atau ketentuan-ketentuan yang diadakan / diberikan oleh orang lain tersebut. Ia harus cukup senang menerima penghasilan yang lazim diberikan sesuai dengan tingkatan dan kemampuan kerjanya.

Yang akan dibahas dan yang ada sangkut pautnya denngan Hukum Peerburuhan adalah orang yang bekerja sebagai yang disebutkan pada ad, b) di atas, yaitu mengenai seseorang yang bekerja dibawah perintah orang lain.

A. APAKAH PENGERTIAN HUKUM PERBURUHAN ITU

Tentang pengertian hukum perburuhan, beberapa ahli mengemukakan pendapat yang berbeda-beda, akan tetapi pada umumnya mempunyai penngertian yang sama, yaitu :

a) Hukum Perburuhan, adalah bagian dari hukum yang berlaku (segala peraturan-peraturan) yang menjadi dasar dalam mengatur hubungan kerja, antara buruh (pekerja) dengan majikan atau perusahaannya, mengenai tata kehidupan dan tata kerja yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja tersebut.b) Molenaar berpendapat : Arbeidsrecht (Hukum Perburuhan) adalah bagian dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara buruh dengan buruh dan antara buruh dengan pengusaha.c) Mr. Soetikno (dalam bukunya yang berjudul Hukum Perburuhan) menyatakan : Hukum Perburuhan adalah keseluruhan peraturan-peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang mengakibatkan seseorang secara pribadi ditempatkan dibawah perintah/pimpinan orang

lain dan mengenai keadaan-keadaan penghidupan yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja tersebut.d) Mr.N.E.H. Van Esveld, menyatakan bahwa Arbeidsrecht (Hukum Perburuhan) meliputi pekerjaan tidak membatasi lapangan hukum perburuhan pada orang yang bekerja dibawah pimpinan saja, melainkan meliputi pula pekerjaan yang atas tanggungjawab dan resiko sendiri, hal ini dimaksudkan untuk menghapuskan akibat jelek (materiil dan idiil) yang timbul dari pertentangan antara idea yang luhur dengan perhitungan ekonomi, pertentangan mana dirasakan oleh orang-orang yang melakukan pekerjaan. e) Abdul Khakim, SH, menyatakan bahwa Hukum Perburuhan itu sekarang adalah Hukum Ketenagakerjaan adalah peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha/majikandengan segala konsekuensinya. Hal ini jelas bahwa Hukum Ketenagakerjaan tidak mencakup pengertian : 1. Swapekerja (kerja dengan tanggung jawab ridiko sendiri) 2. Kerja yang dilakukan untuk orang lain atas dasar kesukarelaan 3. Kerja seorang pengurus atau wakil suatu organisasi /perkumpulan.Oleh sebab itu, hukum ketenagakerjaan tidak hanya mengatur hubungan kerja, tetapi meliputi juga pengaturan di luar hubungan kerja,serta perlu diindahkan oleh semua pihak dan perlu adanya perlindungan pihak ketiga, yaitu penguasa (pemerintah) bila ada pihak-pihak yang dirugikan. 1.1. SIAPAKAH YANG DIMAKSUDKAN DENGAN BURUH ITU Yang dimaksud dengan buruh, menurut Undang-undang No. 22 Tahun 1957, yaitu : Barang siapa yang bekerja pada majikan dengan menerima upah.Dalam Buku Pedoman Undang-undang Kecelakaan 1947 yang disusun oleh Ngoemar Said, dijelaskan bahwa yang dimaksud denngan kata buruh ialah :

Menurut yang ditetapkan dalam pasal 6, ayat (1), buruh ialah tiap-tiap orang yang bekerja pada majikan/perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan dengan mendapat upah. Dalam hal ini terdapat dua hal yang menentukan arti kata buruh, yaitu :a) Bekerja pada majikan di perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan,b) Menerima upah sebagai ganti dari pekerjaan yang diberikannya.Bekerja pada majikan atau melakukan pekerjaan pada orang lain yang berarti orang tersebut harus tunduk kepada perintah-perintah kerja, ketentuan-ketentuan kerja yang tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan rasa kesusilaan, dimana orang yang mengerjakannya itu atau perusahaan dapat dianggap mempunyai derajad badan hukum.Dengan menerima upah artinya bahwa orang yang bekerja atau memburuh itu telah mengetahui atas jasa-jasa tenaga yang dikeluarkannya secara teratur dan tetap, ia akan menerima sejumlah upah imbalan yang umum yang berlaku sebagai umumnya orang yang setingkat/sederajat yang bekerja pada majikan atau perusahaan tersebut. Dengan demikian hukum perburuhan tidak dimaksudkan/tidak berlaku bagi pegawai negeri/pegawai daerah walaupun secara yuridis teknis pegawai negeri adalah buruh, karena untuk pegawai negeri terdapat peraturan-peraturan khusus, dan segala hal/masalah yang berhubungan dengan hal ini diatur secara bersama oleh Kantor Urusan Pegawai, jadi yuridis politis terhadap pegawai negeri tidak diperlakukan dengan peraturan-peraturan perburuhan.Berdasarkan Undang-undang No. 33 Tahun 1947 dapat pula dianggap sebagai buruh, ialah :a) Magang, murid dan sebagainya yang bekerja pada perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan, juga dalam hal mereka yang tidak menerima upah,b) Mereka yang memborong pekerjaan yang biasa dikerjakan di perusahaan yang diwajibkan memberikan tunjangan, kecuali jikalau mereka yang memborong itu sendiri menjalankan perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan,c) Mereka yang bekerja pada seorang yang memborong pekerjaan yang biasa dikerjakan di perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan, mereka itu dianggap bekerja diperusahaannya majikan yang memborong pekerjaan itu, kecuali jikalau perusahaan majikan yang memborong itu sendiri suatu perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan, bilamana pekerjaan yang diborong itu dikerjakan,d) Orang-orang hukuman yang bekerja di perusahaan yang diwajibkan menerima tunjangan, akan tetapi mereka tidaklah berhak mendapat ganti kerugian, karena kecelakaan selama mereka itu menjalankan hukuman.Berdasarkan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. 1.2. SIAPAKAH YANG DIANGGAP MAJIKAN ITU

Yang dianggap sebagai majikan , menurut Undang-undang No. 23 Tahun 1953, pasal 1 ayat (a) adalah : Orang atau badan hukum yang mempekerjakan buruh dengan memberi upah untuk menjalankan suatu perusahaan, jika orang atau badan hukum tersebut berkedudukan di luar negeri, maka wakilnya di Indonesia dianggap sebagi majikan.Menurut Prof. Imam Soepomo, SH, dalam bukunya yang berjudul Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja (Perlindungan Buruh), yang dimaksud dengan majikan adalah : Orang lain atau suatu Badan pada siapa atau dimana buruh itu bekerja, biasanya disebut majikan, berhubung dengan tanggung jawabnya atas benar-benar dilaksanakannya ketentuan-ketentuan yang telah dinyatakan berlaku dalam undang-undang tersebut, diperluas pengertiannya yaitu termasuk pula : kepala, pemimpin dan pengurus perusahaan atau bagian suatu perusahaan.Penegasan ini tidak lain, karena pada dewasa ini banyak sekali terdapat perusahaan-perusahaan asing yang berpusat di luar negeri dan mempunyai cabang-cabang di negeri kita, maka peraturan-peraturan atau hukum menekankan jika terjadi masalah antara buruh dengan pihak majikan, maka majikan yang ada di negeri kita ini (kepala cabang, perwakilan) yang harus bertanggungjawab mengatasi dan menyelesaikan sebaik mungkin masalah-masalah yang terjadi dalam perusahaannya, sebagai mana ia mempunyai hak dan wewenang penuh yang telah didelegasikan oleh pimpinan pusat kepadanya.Menurut Undang-undang no. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan bahwa majikan itu sekarang pengusaha adalah :1. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.2. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.3. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. B. HAKEKAT HUKUM PERBURUHAN Dibandingkan dengan hubungan antara pembeli dengan penjual barang, antara mereka yang tukar menukar barang, maka hubungan antara buruh dengan majikan adalah berlainan dalam dua hal.Pembali, penjual dan mereka yang tukar menukar barang, baik yuridis maupun sosiologis adalah merdeka, bebas untuk melakukan atau tidak melakukan jual-beli atau tukar menukar itu.Hubungan pembeli-penjual dan hubungan para penukar timbul dan lenyap segera setelah masing-masing melakukan pembayaran, penyerahan dan penukaran.Dalam hubungan antara buruh dengan majikan soalnya sangat berlainan. Yuridis buruh adalah memang bebas. Prinsip Negara kita adalah : tidak seorangpun boleh diperbudak, diperulur atau diperhamba, perbudakan, perdagangan budak dan perhambaan dan segala perbuatan berupa apapun yang bertujuan kepada itu dilarang.Sosiologis buruh tidak bebas. Sebagai orang yang tidak mempunyai bekal hidup lain daripada tenaganya itu, ia terpaksa untuk bekerja pada orang lain. Dan majikan inilah yang pada dasarnya menentukan syarat-syarat kerja itu.Tenaga buruh yang terutama menjadi kepentingan majikan, merupakan sesuatu yang sedemikian melekatnya pada pribadi buruh, sehingga buruh itu selalu harus mengikuti tenaganya ketempat dan pada saat majikan memerlukannya serta mengeluarkannya menurut kehendak majikan itu. Dengan demikian maka buruh juga jasmaniah dan rohaniah tidak bebas.Selama segala sesuatu mengenai hubungan antara buruh dengan majikan itu diserahkan kepada kebijaksanaan kedua belah pihak yang langsung berkepentingan itu, maka masih sukar tercapainya suatu keseimbangan antara kepentingan kedua belah pihak yang sedikit banyak memenuhi rasa keadilan social yang merupakan tujuan pokok juga di perburuhan.Karena itu penguasa baik dengan maupun tidak dengan bantuan organisasi buruh, mengadakan peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan yang bertujuan melindungi pihak yang lemah (menempatkan pada kedudukan yang layak bagi kemanusiaan).

C. SIFAT HUKUM PERBURUHAN

Jika sudah jelas bahwa tujuan pokok hukum perburuhan adalah pelaksanaan keadilan social dalam perburuhan dan pelaksanaan itu diselenggarakan dengan jalan melindungi buruh terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari pihak majikan, maka jelas pulalah agaknya, bagaimanalah sifat hukum perburuhan itu.Menempatkan buruh pada suatu kedudukan yang terlindung terhadap kekuasaan majikan berarti menetapkan peraturan-peraturan yang memaksa majikan bertindak lain dari pada yang sudah-sudah.Walaupun kepada buruh dan majikan diberi kebebasan untuk mengadakan peraturan-peraturan yang tertentu (hukum perburuhan otonom),

namun peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan-peraturan dari penguasa yang bermaksud mengadakan perlindungan itu.Peraturan-peraturan ini pada umumnya merupakan perintah atau larangan dengan menggunakan kata-kata : harus, wajib dan tidak boleh atau dilarang.Sangsi terhadap pelanggaran atas peraturan ini biasanya ialah tidak sahnya atau batalnya tindakan yang melanggar itu, bahkan sering kali juga tindakan melanggar itu diancam pula dengan pidana kurungan atau denda.Kitab Undang-undang Hukum Pidana menetapkan bahwa jika upah yang berupa uang baru dapat ditetapkan sesudah mendapat keterangan-keterangan dari pembukuan perusahaan pembayarannya dapat dilakukan menunggu penetapan itu. Pembayaran ini sedikit-dikitnya harus dilakukan setahun sekali. Jika keterangan yang diperlukan tadi mengenai keuntungan perusahaan dan untuk penetapan keuntungan itu menurut sifat perusahaan atau kebiasaan diperlukan waktu yang lebih dari satu tahun maka dalam perjanjian tertulis atau dalam peraturan majikan dapat ditetapkan bahwa pembayaran upah itu akan dilakukan sesudah jumlah keuntungan itu dapat ditetapkan, jadi tidak usah setahun sekali.Peraturan Perburuhan di Perusahaan Perindustrian melarang majikan menetapkan upah lain daripada uang. Penyimpangan hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri Perburuhan.Berhubung dengan segala sesuatu itu, maka setengah orang mengatakan bahwa hukum perburuhan sifatnya bukan lagi privaatrechtelijk (= soal perdata) melainkan publiekrechtelijk.Campur tangan Negara dalam hubungan perorangan, yaitu antara buruh dan majikan, di dunia ekonomi liberal dengan laisser faire yang seluas-luasnya dan sebebas-bebasnya, memang merupakan suatu kekangan terhadap kebebasan itu, setidak-tidaknya suatu keistimewaan.Sudah tidak asing lagi agaknya, bahwa di jaman sekarang ini, laisser faire ini sudah lama ditinggalkan. Hak-hak mutlak perorangan yang tidak dapat diatur dan dibatasi, sudah tidak diakui. Kebebasan dalam masyarkat tidak dapat ditafsirkan sebagai kebebasan sesuka hati, tetapi suatu kebebasan yang diatur dan karena itu dengan sendirinya harus dibatasi.Pembatasan kebebasan terutama bagi pihak yang ekonominya kuat sebagai akibat dari perlindungan pihak yang ekonominya lemah terhadap mereka yang ekonominya kuat, adalah soal biasa dan bukan aneh, lebih-lebih dalam suasana cita-cita keadilan sosial.Pernah orang mengatakan bahwa perlindungan bagi buruh merupakan pelanggaran atas dan pengekangan hak setiap orang untuk mendapat perlakuan dan perlindungan yang sama oleh undang-undang. Tetapi sebaliknya tiada perlindungan bagi pihak yang lemah terhadap pihak yang kuat, berarti pula tiada perlindungan yang sama oleh undang-undang. Dalam hal ini, Commons dan Andrews mengatakan : Where the parties are unequal (and a public purpose is shown) then the state which refuses to redress the unequality is actually denying to the weaker party the equal protection of the laws.BAB IISUMBER HUKUM PERBURUHAN

Dengan sumber hukum perburuhan ini dimaksudkan segala sesuatu di mana kita dapat menemukan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan mengenai soal-soal perburuhan.Sumber hukum perburuhan yang dimaksudkan adalah sumber hukum dalam arti kata formil, yaitu kenyataan-kenyataan dari mana timbulnya hukum yang berlaku untuk semua warga Negara yang memburuh, adalah :a) Peraturan perundang-undanganb) Adat/kebiasaan c) Keputusan-keputusan pejabat-pejabat dan badan-badan pemerintahd) Perjanjian-perjanjian internasional (konvensi-konvensi, traktat-traktat dll)e) Peraturan-peraturan kerja, tata tertib kerja dan lain yang sejenisf) Perjanjian-perjanjian kerjag) Perjanjian perburuhan

ad. a) Yang dimaksud dengan Peraturan Perundang-undangan, ialah segala peraturan perundang-undangan yang diterbitkan/dikeluarkan pemerintah yang berlaku bagi setiap warga negara atau setiap penduduk yang harus tunduk kepada peraturan dan perundang-undangan tersebut (hukum obyektif). Undang-undang Dipandang dari sudut kekuatan hukum undang-undang adalah Sumber hukum yang terpenting, disamping undang-undang ada peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang mempunyai kedudukan sama dengan undang-undang.Mengenai peraturan perundang-undangan ini, demi untuk mencegah kekosongan hukum yang berhubungan dengan masalah perburuhan, setelah Indonesia merdeka, terpaksa masih mempergunakan pula beberapa peraturan yang berlaku pada jaman Hindia Belanda.Di antara peraturan-peraturan tersebut yang kedudukannya dapat disamakan dengan undang-undang, adalah sebagai berikut :1) Wet. Wet ini dalam bahasa Indonesia : Undangh-undang dibentuk di Nederland oleh Raja bersama-sama dengan Parlemen. Contoh dari wet ini ialah Burgerlijk Wetboek voor Indonesia. Sekarang disebut Kitab Undang-undang Hukum Perdata atau Wetboek van Koophadel voor Indonesia sekarang disebut Kitab Undang-undang Hukum Dagang.Dalam kedua wet boek ini terdapat pelbagai aturan mengenai perburuhan yang berlaku.

2) Algemeen Maatregel van Bestuur. Peraturan ini ditetapkan oleh Pemerintah Nederland sebagai peraturan pelaksanaan dari wet, misalnya Algemeen Maatregel van Bestuur tanggal 20 April 1939 (stbl 1939 nr 255) yang disebut : Ongevallenbesluit.

3) Ordonnantie. Peraturan ini ada dua macam, yaitu pertama yang ditetapkan oleh Gubernur Jenderal dahulu dengan atau tidak dengan mendengar Raad van Indie dan kedua yang ditetapkan oleh Gubernur Jenderal dengan persetujuan Volksraad dahulu.

4) Regeerings-Verodening ditetapkan oleh Gubernur Jenderal = Peraturan Pemerintah misalnya Stoomverordering yang merupakan peraturan pelaksana dari Stoom-ordonantie

5) Regeeringsbesluit, pada masa sekarang sama dengan keputusan Presiden, yang pada umumnya tidak mengatur sesuatu tetapi memutuskan sesuatu.

6) Besluit van de hofd van de afdeling arbeid = Keputusan Instansi Perburuhan.

Peraturan lain yang kedudukannya lebih rendah dari undang-undamg dan umumnya merupakan peraturan pelaksanaan dari undang-undang adalah :

1. Peraturan Pemerintah2. Keputusan Predsiden 3. Peraturan atau Keputusan instansi lain. Suatu keistimewaan dalam hukum perburuhan ialah bahwa suatu instansi atau seorang pejabat yang tertentu diberi kekuasaan untuk mengadakan peraturan atau keputusan yang berlaku bagi umum (mengikat umum). Misalnya menurut pasal 4 Arbeidsre.

ad. b) Kita mengenal dalam tata kehidupan adanya peraturan-peraturan adat dan kebiasaan, kalau peraturan adat ialah merupakan warisan dari nenek moyang kita dan secara turun temurun ditaati oleh masyarakat dalam lingkungannya, sedangkan kebiasaan merupakan perbuatan yang telah berulang-ulang dilakukan oleh para anggota masyarakat, jadi belum atau bukan menjadi tradisi.

Hukum adat dan hukum kebiasaan, norma-normanya akan ditaati sekalipun norma-norma tersebut tidak ditentukan oleh Badan Pembuat Undang-undang, disebabkan karena anggota masyarakat yakin bahwa norma-norma tersebut merupakan hukum.ad.c). Instansi-instansi Administratif dapat mengeluarkan keputusan-keputusan, yang mana keputusan - keputusan itu sama sekali tidak boleh bertentangan dengan undang-undang yang sedang berlaku, misalnya Arbeidsregeling Nijverheidsbedrijven, memberikan wewenang kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transkop untuk mengadakan ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat kesehatan dan kebersihan tempat kerja, dan lain-lain yang berhubungan dengan tempat kerja.

ad. d) Traktat, yaitu perjanjian kenegaraan tentang tenaga kerja antara Negara kita dengan Negara lain belum pernah diadakan (kecuali mungkin dalam Perjanjian KMB tentang bantuan tenaga keja sipil. Convention adalah ketentuan Internasional di bidang Hukum dalam hal ini perburuhan yang ditetapkan dalam Konperensi ILO (International Labour Organisation).

ad. e) Peraturan kerja ditetapkan oleh majikan yang lazimnya memuat tentang syarat-syarat kerja atau ketentuan-ketentuan kerja yang harus disepakati oleh setiap buruh yang bekerja pada perusahaannya.Walaupun Peraturan kerja itu dibuat oleh pihak majikan, hal tersebut sama sekali tidak boleh bertentangan dengan peraturan-peraturan kemanusiaan/kesusilaan dan harus sesuai dengan hak asasi manusia.

ad. f) Tentang perjanjian kerja pada umumnya merupakan suatu kesepakatan antara pihak buruh yang akan bekerja atau mengerjakan pekerjaan dengan pihak perusahaan/majikan. Perjanjian kerja memuat : hak-hak dan kewajiban buruh dan hak-hak kewajiban majikan, yang masing-masing harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, bila salah satu pihak melakukan ingkar janji, dapat :1. menggugurkan perjanjian tersebut, atau2. salah satu pihak yang merasa dirugikan, dapat mengajukan tuntutan ganti rugi, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

ad. g) Mengenai Perjanjian Perburuhan, perjanjian ini disepakati oleh pihak buruh dengan pihak majikan, jadi untuk kepentingan buruh pada umumnya dan kepentingan perusahaan pada khususnya, dimaksudkan agar kedua belah pihak tidak akan merasa dirugikan.

A. PUTUSAN PENGADILAN

Di mana dan di masa aturan hukum masih kurang lengkap putusan pengadilan tidak hanya memberi bentuk hukum pada kebiasaan, tetapi juga bahkan dapat dikatakan untuk sebagian besar menentukan, menetapkan hukum itu sendiri. Terutama putusan dari Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan yang bersifat mengikat, sering kali memuat aturan-aturan yang ditetapkan atas kuasa dan tanggungjawab sendiri (zelfstandig).

Lain daripada itu, jika peraturan pada dasarnya mengatur sesuatu yang seharusnya berlaku, putusan menetapkan apa yang sebenarnya berlaku antara pihak-pihak yang bersangkutan.Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan tersebut mempunyai pengaruh besar, karena putusan itu mempunyai sanksi pidana, artinya putusan itu di samping mempunyai sanksi perdata, juga mempunyai sanksi pidana : barang siapa tidak tunduk pada putusan Panitia yang sifatnya mengikat, diancam dengan pidana.

BAB IIIRIWAYAT HUKUM PERBURUHAN

Kita tidak dapat memastikan pada tahun manalah riwayat hukum perburuhan ini dimulai. Kita hanya dapat mengatakan dimulai dengan jaman perbudakan, yaitu di jaman orang yang memiliki budak menyuruh budak ini melakukan pekerjaan untuk kepentingan dan di bawah pimpinan sipemilik tersebut. Mungkin mengatakan demikian itu secara umum adalah kurang tepat karena sosiologis para budak itu memang manusia, tetapi yuridis mereka itu adalah tidak lain daripada barang milik orang lain yang menguasainya secara penuh-mutlak-tak-terbatas baik dalam kehidupannya sosiologis maupun ekonomis, bahkan juga hidup-matinya.

A. PERBUDAKAN

Pada jaman perbudakan ini, orang yang melakukan pekerjaan di bawah pimpinan orang lain, yaitu para budak, tidak mempunyai hak apapun, bahkan hak atas hidupnya juga tidak. Yang mereka miliki hanyalah kewajiban melakukan pekerjaan, kewajiban menuruti segala perintah, menuruti semua petunjuk dan aturan dari pemilik budak. Pemilik budak ini adalah satu-satunya pihak dalam hubungan antara pekerja dan pemberi pekerja, yang mempunyai segala hak : hak minta pekerjaan, hak mengatur pekerjaan, hak memberi perintah dan semua hak lainnya. Pemeliharaan ya pemeliharaan bukan pengasuhan para budak ini berupa pemberian pemondokan dan makan, bukan merupakan kewajiban bagi pihak pemilik budak, melainkan kebijaksanaan yang timbul dari keluhuran budi, walaupun kebanyakan terdorong oleh kepentingan pribadi berupa tidak kehilangan pekerja yang bermanfaat baginya. Pemeliharaan para budak bukan kewajiban pemilik budak, karena baik sosiologis maupun yuridis tidak ada aturan yang menetapkan demikian.Gambaran yang disajikan diatas ini adalah tinjauan secara yuridis mengenai perburuhan dijaman perbudakan. Dalam praktek menurut kepustakaan, kedudukan para budak Indonesia, jika dibandingkan dengan negara-negara lain dulu, adalah agak lumayan, berkat aturan tata-susila masyarakat Indonesia yang tidak sekejam di negara lain itu.

B. PEKERJAAN RODI Selain bentuk kerja perbudakan, sebagai gambaran diatas ini, sejak dahulu kala dari para penduduk, anggota suku atau anggota desa, dimintakan pekerja-pekerja yang harus dilakukan untuk kepentingan mereka bersama dan untuk suku atau desa sebagai kesatuan. Dimana terdapat kerajaan, dilakukan pula pekerjaan untuk keperluan kerajaan itu atau untuk keperluan raja. BAB IV

PERUSAHAAN DAN TENAGA KERJA A. KEWAJIBAN MENDAFTARKAN PERUSAHAAN

Perusahaan merupakan wadah bagi para tenaga keerja/buruh dalam usaha-usahanya untuk :1. memperoleh nafkah atau imbalan atas pengerahan tenaganya secara teratur,2. turut mengembangkan perusahaan dalam mencapai tujuan usahanya.Bila ditinjau dari segi hukum tentang pendirian suatu perusahaan, maka soal-soal yang utama adalah yang berkaitan dengan hukum itu, adalah :1. pemilihan bentuk yuridis,2. berdasarkan peraturan pemerintah harus ada izin usaha,3. usaha-usahanya tidak boleh bertentangan dengan hukum dan kesusilaan,4. dalam penerimaan dan pengerjaan human component (tenaga kerja) harus mengikuti peraturan-peraturan hukum yang berlaku,5. dalam pengupahan dan pemberian jaminan - jaminan sosial harus berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, dan6. dalam pembubaran perusahaan itupun harus mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.

Jadi tentang pendirian, perkembangan dan usaha-usaha perusahaan selalu harus ada hubungan dengan Pemerintah, baik hubungan secara langsung maupun hubungan melalui segala peraturan dan perundang-undangan Pemerintah yang berlaku.Salah satu diantara aktivitas hubungan langsung itu adalah kewajiban untuk mendaftarkan perusahaan sebagai yang diwajibkan oleh Undang-undang Nomor 23 Tahun 1953 (LN. 1953 No. 70) dan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1953.

B. TUJUAN PENDAFTARAN

Hal ini tidak lain guna melaksanakan politik perburuhan Pemerintah, Pemerintah sangat perlu untuk mengetahui adanya dan jumlah perusahaan di seluruh Indonesia dan tersebarnya perusahaan-perusahaan itu di segala daerah, demikian pula tentang susunan buruh di perusahaan-perusahaan, pembagian pekerjaan dalam beberapa tingkat serta jumlah buruh di masing-masing tingkat.Di samping keterangan-keterangan di atas yang diperlukan, adalah juga keterangan mengenai beberapa hal lainnya, hingga pegawai-pegawai yang bersangkutan mempunyai suatu pendapat yang global mengenai perusahaan tersebut.Yang dibebankan memberikan laporan ialah majikan, atau jika pengurus maka pengurus itulah yang harus melaporkannya, atau bagian perusahaan dimana dilakukan pekerjaan denngan menerima upah. Yang dimaksud dengan perusahaan ialah : organisasi dari alat-alat produksi untuk menghasilkan barang-barang atau jasa guna kebutuhan masyarakat.

C. PROSEDUR PENDAFTARAN

Perusahaan yang terdiri dari beberapa bagian yang tersendiri, baik bagian-bagian ini tersebar di beberapa daerah atau bagian-bagian ini terletak bersama-sama di suatu kompleks, maka bagi tiap-tiap bagian tadi harus diberi laporan terpisah.Bagi perusahaan-perusahaan yang sudah ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku, majikan/pengurus dalam waktu 30 hari sesudah tangggal berlakunya Undang-undang ini harus memberi laporan tentang pendirian perusahaan. Dan bagi perusahaan yang didirikan sesudah berlakunya Undang-undang ini, dalam 30 hari sesudah pendiriannya. Kewajiban melaporkan diharuskan juga pada setiap dipindahkan, dihentikan atau dibubarkannya perusahaan tersebut.Majikan/pengurus setelah memenuhi kewajiban lapor perusahaannya itu, janganlah menganggap dirinya dibebaskan dari kewajiban melaporkan sesuatu mengenai perusahaannya kepada instansi-instansi pemerintah lainnya.Kewajiban melaporkan perusahaan harus secara tertulis, ditujukan kepada Kepala Resort Jawatan Pengawas Perburuhan (KA DINAS TENAGA KERJA) setempat, dalam laporan mana disebutkan :- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

- Nama dan alamat majikan : - Nama dan alamat pengurus perusahaan :- Nama dan alamat perusahaan atau bagian perusahaan :- Tanggal pendirian perusahaan :- Jenis perusahaan atau bagian perusahaan :- Jumlah buruh terbagi menurut : - Kewargaan Negara : Indonesia / Asing - Jenis kelamin :- Pembagian gelombang kerja :- Ada atau tidaknya pesawat tenaga, disertai keterangan tentang kekuatan tenaganya, yang digunakan di dalam perusahaan atau bagian perusahaan

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -Dikecualikan dari kewajiban melaporkan tersebut, yaitu perusahaan-perusahaan :

1. dimana dipekerjakan hanya anggota-anggota keluarga majikan,

2. yang dikecualikan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja (Direktorat Pembinaan Norma-norma Perlindungan Tenaga Kerja) berhubung dengan sifat atau kecilnya perusahaan tersebut.Majikan atau pengurus yang tidak memenuhi kewajiban untuk melaporkan dalam waktu yang ditentukan menurut keadaan yang sebenarnya, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh ribu rupiah (pasal 6 Undang-undang Wajib Lapor Perusahaan).

D. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK TENAGA KERJA

Sesungguhnya bekerja itu mempunyai makna yang luas di dalam tiap perikehidupan, hal ini dapat dikemukakan dari beberapa segi antara lain :1. Ditinjau dari segi individu : merupakan gerak daripada badan dan pikiran setiap orang guna memelihara kelangsungan hidup badaniah maupun rohaniah.2. Ditinjau dari segi sosial : adalah melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa guna memuaskan kebutuhan masyarakat.3. Ditinjau dari spiritual : merupakan hak dan kewajiban manusia dalam memulihkan dan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pengertian tenaga adalah :1. Meliputi tenaga kerja yang bekerja di dalam maupun di luar hubungan kerja dengan alat produksi yang merupakan tenaganya sendiri, baik dengan phisik maupun tenaga pikiran,2. Ciri khas dari hubungan kerja tersebut diatas adalah bekerja dibawah perintah orang lain dengan menerima upah,3. Salah satu dari tujuan masyarakat kita yang Pancasilais adalah memberikan kesempatan bagi tiap tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang memberikan kesejahteraan,4. Disamping jaminan hidup yang layak tenaga kerja juga menginginkan kepuasan yang datangnya dari pelaksanaan pekerjaan yang ia sukai dan yang dapat ia lakukan sebaik mungkin, untuk mana ia mendapatkan penghargaan. Berdasarkan prinsip inilah kepada tiap tenaga kerja diberikan kebebasan memilih pekerjaan yang sesuai.

Perusahaan biasanya membutuhkan tenaga kerja yang sudah siap dengan ketrampilan yang sesuai, yang menjadi persoalan adalah penyebaran tenaga kerja yang tidak seimbang dan tidak efisien.Hal-hal diatas dapat menimbulkan gejala-gejala demikian :1. Saling berebutan untuk mengisi formasi-formasi kerja yang lowong.2. Dalam keadaan demikian, maka setiap orang tidak memikirkan lagi keahliannya atau pendidikannya, asalkan dapat kerja walaupun tidak sesuai dengan pendidikan yang dimilikinyapun, akan diisi penuh kegembiraan.3. Hal demikian biasanya menimbulkan pelanggaran-pelanggaran hukum baik yang berhubungan dengan hukum pidana maupun hukum administrative (terjadinya penyuapan, uang semir, atau pendahuluan kerabat).4. Hal diatas menimbulkan pula efek terhadap pengelolaan kerja yang mengakibatkan pula kurang efektif dan efisiensi, dikarenakan asal mendapat kerja tersebut.5. Kurangnya daya produktivitas dan indisiplinair adalah pula akibat hal-hal diatas.

Untuk mengatasi semua ini, Pemerintah telah berdaya upaya membuka proyek-proyek besar baik pertanian maupun perindustrian di luar Pulau Jawa, dengan demikian maka sekaligus dua kebijaksanaan telah diberikan yaitu :1. Penempatan tenaga-tenaga kerja dari daerah yang padat ke daerah-daerah yang kurang tenaga kerjanya, dalam rangka penyebaran penduduk yang teratur.2. Pemberian lapangan-lapangan kerja baru bagi tenaga-tenaga kerja, dimana keahlian dan pengalamannya dapat dihargai sebagaimana mestinya.

Dengan telah diperolehnya lapangan-lapangan kerja bagi tenaga-tenaga kerja, sesuai dengan derajat pendidikan dan pengalamannya, maka efisiensi kerja dan efektivitas semua usaha pembangunan akan mencapai sasaran-sasarannya.

Untuk hal Pemerintah melakukan pembinaan tenaga kerja khususnya pembinaan perlindungan kerja yang mencakup :1. Norma keselamatan kerja : yang meliputi keselamatan kerja yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengerjaannya, keadaan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.2. Norma Kesehatan kerja dan hygiene perusahaan yang meliputi pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan tenaga kerja, dilakukan dengan mengatur pemberian obat-obatan, perawatan tenaga kerja yang sakit, mengatur persediaan tempat, cara dan syarat kerja yang memenuhi hygiene perusahaan dan kesehatan kerja untuk pencegahan penyakit, baik sebagai akibat pekerjaan maupun penyakit umum serta menetapkan syarat kesehatan perumahan bagi tenaga kerja.3. Norma kerja yang meliputi : perlindungan terhadap tenaga kerja yang bertalian dengan waktu kerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti, kerja wanitam, anak dan orang muda, tempat kerja, perumahan, kebersihan, kesusilaan, ibadah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing yang diakui pemerintah, kewajiban sosial/kemasyarakatan dan sebagainya guna memelihara kegairahan dan moril kerja yang menjamin daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang sesuai dengan martabat manuasia dan moral agama.

4. Kepada tenaga kerja yang mendapat kecelakaan dan atau menderita penyakit, akibat pekerjaan, berhak atas ganti rugi perawatan dan rehabilitasi. Dalam hal ini seorang tenaga kerja meninggal dunia akibat kecelakaan dan atau penyakit akibat pekerjaan, ahli warisnya berhak mendapat ganti kerugian.

Selanjutnya untuk menjamin tegaknya demokrasi dan tata tertib dalam hal berserikat (berorganisasi) bagi para buruh, tiap tenaga kerja berhak mendirikan dan menjadi anggota perserikatan tenaga kerja adalah :

1. Tujuan berdirinya Perserikatan Tenaga Kerja, adalah untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingan tenaga kerja. Perserikatan Tenaga Kerja merupakan kekuatan sosial yang mempunayi fungsi sosial dan ekonomi dalam usaha mencapai masyarakat pancasila. 2. Perserikatan Tenaga Kerja beerhak mengadakan perjanjian Perburuhan dengan Pemberi Kerja/Majikan.

Pasal 14 Undang-undang No. 14 Tahun 1969 menyatakan bahwa guna menjamin pelaksanaan pengaturan Ketenaga-kerjaan, diadakan suatu sistem pengawasan tenaga kerja. Sistem pengawasan tenaga kerja berfungsi :

1. Mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukum mengenai ketenaga-kerjaan.2. Memberi penerangan teknik serta nasehat kepada pengusaha dan tenaga kerja tentang hal-hal yang dapat menjamin pelaksanaan efektif daripada peraturan-peraturan ketenaga-kerjaan.3. Melaporkan kepada yang berwenang tentang kekurangan dan penyelewengan dalam bidang ketenagakerjaan yang tidak jelas diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Apabila ketentuan-ketentuan tersebut tidak diindahkan oleh pihak pemberi kerja/majikan, hal ini dianggap pelanggaran dan untuk itu dikenakan sanksi pidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan atau denda seratus ribu rupiah.

E. TENTANG TENAGA KERJA ANAK-ANAK Pengertian anak disini adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 tahun (Pasal 1 angka 26 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). 1. Pengusaha dilarang mempekerjakan anak (Pasal 68). 2. Ketentuan pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak berumur antara 13 - 15 tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosial (Pasal 69 ayat 1). 3. Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan harus memenuhi persyaratan (Pasal 69 ayat 2) sebagai berikut :a. ijin tertulis dari orang tua atau wali.b. perjaniian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali.c. waktu bekerja maksimum 3 jam sehari.d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah.e. keselamatan dan kesehatan kerja.f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.4. Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa (Pasal 72). 5. Anak dianggap bekerja bilamana berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya (Pasal 73).6. Siapa pun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk (Pasal 74 ayat 1), meliputi segala pekerjaan : a. dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;b. yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornogtafi, pertunjukan porno, atau perjudian; c. yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya, dan/ataud. yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak. F. KETENTUAN KERJA BAGI PEKERJA/BURUH PEREMPUAN

1. Pengusaha dilarang mempekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 terhadap pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 tahun (Pasal 76 ayat 1).2. Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya, apabila bekerja pada pukul 23.00 sampai dengan 07.00 (pasal 76 ayat 2).3. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 (Pasal 76 ayat 3) wajib :a. memberikan makanan dan minuman bergizi; danb. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja. 4. Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 05.00 (Pasal 76 ayat 4).

G. KETENTUAN KERJA BAGI PENYANDANG CACAT

Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib ,memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya (Pasal 67 ayat 1 Undang-undang No. 13 Tahun 2003). Bentuk perlindungan tersebut seperti penyediaan aksesibilitas, pemberian alat kerja, dan alat pelindung diri. H. KETENTUAN WAKTU KERJA

1. Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja (Pasal 77 ayat 1 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). 2. Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 meliputi : a. 7 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu; atau b. 8 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.3.Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dalam ayat 2 harus memenuhi syarat : a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; danb. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam satu hari dan 14 jam dalam 1 minggu. 4.Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 wajib membayar upah kerja lembur.5. Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.6.Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) meliputi;a.istirahat antara jam kerja sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus-menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;b.istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu;c.cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus;d.istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 bulan bagi pekerja/buruh yang bekerja selama 6 tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 tahun.7.Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) huruf c diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.8.Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.9.Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.10.Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.11.Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.12.Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.13.Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.14. Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) huruf b, c, d, ayat (8), ayat (11), dan ayat (12) berhak mendapat upah penuh.15. Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari libur resmi.16. Pengusaha dapat memperkerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus-menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.17.Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud dalam ayat (16) wajib membayar upah kerja lembur.

I. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Keaelamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu hak pekerja/buruh (Pasal 86 ayat 1 huruf a Undang-undang No. 13 tahun 2003. Untuk itu pengusaha wajib melaksanakan secara sistematis dan terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.Keselamatan kerja (Sumakmur, 1987; 1) ialah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat alat kerja, bahan dan proses pengelolaannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya, serta cara-cara melakukan pekerjaan. Obyek keselamatan kerja adalah segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara. Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental maupun sosial, sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal (Depnaker 1994/1995; 11).Upaya keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi. Dengan demikian, tujuan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja adalah :1. Melindungi pekerja dari resiko kecelakaan kerja.2. Meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh.3. Agar pekerja/buruh dan orang-orang di sekitarnya terjamin keselamatannya.4. Menjaga agar sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan berdaya guna. Keselamatan dan kesehatan kerja harus diterapkan dan dilaksanakan di setiap tempat kerja.

Unsur tempat kerja ada 3 (tiga), yaitu :1. Adanya suatu usaha, bersifat ekonomis maupun sosial.2. Adanya sumber bahaya.3. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik terus-menerus maupun sewaktu-waktu.Penanggung jawab Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja ialah pengusaha atau pimpinan atau pengurus tempat kerja. Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja dilakukan secara bersama oleh pimpinan atau pengurus perusahaan dan seluruh pekerja/buruh.Pengawasan atas pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dilakukan oleh pejabat / petugas yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja, yaitu : 1. Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sebagai pegawai teknis berkeahlian khusus dari Depnaker.2. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), sebagai ahli teknis berkeahlian Khusus dari luar Depnaker. Sedangkan mengenai kewajiban pihak-pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sebagai berikut :1. Kewajiban Pengusahaa. Terhadap pekerja / buruh yang baru masuk, pengusaha wajib menunjukkan dan menjelaskan hal - hal : - Tentang kondisi dan bahaya yang dapat timbul di lingkungan kerja. - Semua alat pengaman dan pelindung yang digunakan. - Cara dan sikap yang aman dalam melakukan pekerjaan. - Memeriksakan kesehatan, baik fisik maupun mental pekerja yang bersangkutan b. Terhadap pekerja/buruh yang telah atau sedang dipekerjakan : - Melakukan pembinaan dalam hal pencegahan kecelakaan kerja, penggulangan kebakaran, pemberian P2K3 dan peningkatan usaha Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada umumnya. - Memeriksakan kesehatan pekerja secara berkala. c. Menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan untuk tempat kerja yang bersangkutan bagi seluruh pekerja/buruh.d. Memasang gambar dan Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta bahan pembinaan lainnyadi tempat kerja sesuai petunjuk pegawai pengawas atau ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).e. Melaporkan setiap peristiwa kecelakaan kerja termasuk peledakan, kebakaran, dan penyakit akibat kerja yang terjadi di tempat kerja kepada Dinas Tenaga Kerja. f. Membayar biaya pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ke Kantor Perbendaharaan Negara setempat setelah mendapat penetapan besarnya biaya oleh Dinas Tenaga Kerja setempat. g. Menaati semua persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), baik yang diatur dalam undang-undang maupun yang ditetapkan oleh pegawai pengawas.

2. Kewajiban dan Hak Pekerja/Buruh a. Kewajiban pekerja/buruh - Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas ahli Kselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). - Memakai alat pelindung diri yang diwajibkan. - Memenuhi dan menaati persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang berlaku di tempat kerja yang bersangkutan. b. Hak pekerja/buruh - Meminta kepada pimpinan atau pengurus perusahaan agar dilaksanakan semua syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang diwajibkan di perusahaan yang bersangkutan. - Menyatakan keberatan melakukan pekerjaan bila syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta alat pelindung diri yang diwajibkan tidak dipenuhi, kecuali dalam toleransi khusus yang ditetapkan lain oleh pegawai pengawas.

Beberapa peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah :1. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.2. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melaporkan Penyakit Akibat Kerja.4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-02/MEN/1983 tentang Instalasi Alam Kebakaran Otomatik.5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1978 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam Penebangan dan Pengangkutan Kayu.6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-03/MEN/1984 tentang Pengawasan Terpadu bidang Ketenagakerjaan.

J. PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJAPengertian Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992) adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunanberupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Berdasarkan uraian diatas jelas bahwa Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (=program Jamsostek) merupakan bentuk perlindungan ekonomis dan perlindungan sosial. Dikatakan demikian, karena program ini memberikan perlindungan dalam bentuk santunan berupa uang atas berkurangnya penghasilan dan perlindungan dalam bentuk pelayanan perawatan/pengobatan pada saat seorang pekerja tertimpa risiko-risiko tertentu. Progtam Jamsostek merupakan kelanjutan program Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) yang didirikan menurut Peraturan PemerintahNomor 33 Tahun 1977. Secara yuridis penyelenggaraan program Jamsostek dimaksudkan sebagai pelaksanaan Pasal 10 dan Pasal 15 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (yang sekarang sudah dicabut dan diganti dengan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Sebelum Tahun 1977 sebenarnya sudah terdapat beberapa ketentuan yang mewajibkan pengusaha untuk memberikan jaminan dan ganti rugi bila terjadi musibah atau risiko yang menimpa pekerjanya ( Budiono 1995; 235 ), antara lain :1. Peraturan Kecelakaan (Ongevallenregeling) 1939;2. Peraturan Kecelakaan Pelaut (Schepen Ongevallenregeling) 1940; dan3. Undang-undang Kecelakaan Nomor 33 tahun 1947.Namun pada kenyataannya masih banyak pengusaha yang tidak mematuhi, sehingga diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK). Mengingat pentingnya program jaminan dalam menjalankan fungsi perlindungan sosial dan ekonomis, maka program yang semula hanya mencakup 3 (tiga) jenis ditingkatkan menjadi 4 (empat) jenis, sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Perubahan jenis program jaminan dimaksud :

No.PP Nomor 33Tahun 1977 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992Keterangan

(1)(2)(3)(4)

1Asuransi Kecelakaan Kerja (AKK)Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

2Tabungan Hari Tua (THT)Jaminan Hari Tua (JHT)

3Asuransi Kematian (AKm)Jaminan Kematian (JKm)

4-Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)Bersifat wajib bagi perusahaan yang belum memberikan pelayanan kesehatan kepada pekerja / buruh

Dasar hukum pelaksanaan program Jamsostek ialah :1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.2. Undang-undang nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).3. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 83 tahun 2000 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1998.4. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja.5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-03/MEN/1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-04/MEN/1993 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja.

Beberapa hal penting berkenaan dengan pelaksanaan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) :1. Setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja (Pasal 3 ayat 2 Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek).2. Setiap perusahaan wajib melaksanakan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan berdasarkan hubungan kerja (Pasal 4 ayat 1 dan Pasal 17 Undang-undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jamsostek). Yang dimaksud perusahaan adalah perusahaan yang mempekerjakan 10 (sepuluh) orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000 000,00 (satu juta rupiah) sebulan (Pasal 2 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. 3. Setiap tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima Jaminan Kecelakaan Kerja (Pasal 8 ayat 1 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek) 4. Yang termasuk tenaga kerja dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja (Pasal 8 ayat 2 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek) ialah : a. Peserta magang atau siswa / murid yang bekerja di perusahaan, baik yang menerima upah atau tidak. b. Mereka yang memborong pekerjaan, kecuali jika yang memborong adalah perusahaan. c. Narapidana yang dipekerjakan di perusahaan.5. Setiap tenaga kerja yang menderita penyakit akibat hubungan kerja berhak menerima Jaminan Kecelakaan Kerja, baik selama atau setelah hubungan kerja (Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja).6. Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja keluarganya berhak atas Janinan Kematian (Pasal 12 ayat 1 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek.7. Setiap tenaga kerja atau keluarganya berhak atas Jaminan Hari Tua, karena faktor usia pensiun 55 (lima puluh lima) tahun, cacat total tetapatau beberapa alasan lainnya (Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek).8. Tenaga kerja dan keluarganya berhak memperoleh Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (Pasal 16 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek).9. Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha (Pasal 20 ayat 1 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek).10. Besarnya iuran Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) (Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek) : a. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) berkisar antara 0,24 % (nol koma dua puluh empat persen) sampai dengan 1,74 % (satu koma tujuh puluh empat persen) dari upah sebulan yang ditanggung oleh pengusaha; b. Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar 5,70 % (lima koma tujuh puluh persen) dari upah sebulan, ditanggung oleh pengusaha (3,70 % (tiga koma tujuh puluh persen)) dan pekerja (2 % (dua persen)). c. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar 0,30 % (nol koma tiga puluh persen) dari upah sebulan, yang ditanggung oleh pengusaha; dan d. Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar 6 % (enam persen) dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang berkeluarga dan 3 % (tiga persen) dari upah sebulan bagi tenaga kerja bujang, yang ditanggung oleh pengusaha.11. Penyelenggara program Jaminan Sosial Tenaga Karja (Jamsostek) dilakukan oleh Badan Penyelenggara sebagai BUMN yang dibentuk dengan undang-undang (pasal 25 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992).12. Badan Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2), wajib membayar jaminan sosial tenaga kerja dalam waktu tidak lebih dari 1 bulan (Pasal 26 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992).13. Pengendalian terhadap penyelenggaraan program Jamsostek oleh Badan Penyelenggara dilakukan oleh Pemerintah, sedangkan dalam pengawasannya melibatkan unsur pengusaha dan unsur tenaga kerja, melalui wadah yang menjalankan fungsi pengawasan sesuai ketentuan perundang-undangan (Pasal 27 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992).

Bagi setiap pelaku pelanggaranterhadap ketentuan program Jamsostek dikenakan sanksi:1. Diancam hukuman kurungan maksimal 6 bulan atau denda maksimal Rp 50.000.000,00 bagi setiap pelanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 atas Pasal 4 ayat (1); Pasal 10 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3); Pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5); Pasal 19 ayat (2); Pasal 22 ayat (1); dan Pasal 26.2. Pidana kurungan maksimal 8 bulan bagi pelanggar yang mengulangi tindak pidana pelanggaran dimaksud butir (1) di atas untuk kedua kalinya atau lebih, setelah adanya putusan tetap (inkracht).3. Sanksi administratif, ganti rugi atau denda bagi pengusaha dan badan penyelenggara yang tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan (Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993):a. Pencabutan izin usaha bagi pengusaha yang sudah diperingatkan, tetapi tetap tidak melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (3); Pasal 4; Pasal 5 ayat (1); Pasal 6 ayat (2); Pasal 8 ayat (2); Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3); Pasal 19 dan Pasal 20 ayat (1).b.Denda sebesar 2% per bulan bagi pengusaha yang terlambat membayar iuran kepesertaan separti diatur pada Pasal 10 ayat (3).c.Ganti rugi sebesar 1% per hari dari jumlah jaminan yang terhutang bagi Badan Penyelenggara yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 (Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993).

BAB VKEWAJIBAN BURUHKewajiban buruh pada umumnya tersimpul dalam hak majikan, seperti juga hak buruh tersimpul dalam kewajiban majikan.Bekerja pada pihak lainnya itu dank arena itu kewajiban terpenting bagi buruh ialah melakukan pekerjaan menurut petunjuk dari majikan.Unsure bekerja di bawah pimpinan pihak lainnya dalam praktek menimbulkan banyak sekali kesukaran, karena terdapat berbagai hal yang meragukan, misalnya pada pimpinan-kantor perwakilan (filial-houder) pada pedagang keliling (handelsreiziger), pada agen pedagang (handles-agent) dan lain-lain.Perjanjian antara guru dengan sekolah swasta biasanya dipandang sebagai perjanjian kerja. Seorang guru yang memberikan pelajaran privat, sebaliknya bukanlah buruh.Lamanya waktu melakukan pekerjaan tidak menentukan.A. MELAKUKAN PEKERJAANApakah yang dimaksud dengan pekerjaan, pada umumnya tidak dijelaskan dalam peraturan yang kita kenal itu. Pada umumnya harus diartikan perbuatan untuk kepentingan majikan, baik langsung maupun tidak langsung dan bertujuan secara terus menerus meningkatkan produksi baik jumlahnya maupun mutunya.Pekerjaan yang harus dilakukan ialah terutama pekerjaan yang telah ditetapkan dalam perjanjian-kerja. KUHPa mengatakan: buruh wajib melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan. Jika sifat dan luas pekerjaan itu tidak ditetapkan dalam perjanjian atau dalam peraturan-majikan, maka kebiasaanlah yang akan menentukannya (ps. 1603). Berdasarkan kebiasaan adalah misalnya, seorang montir mobil dapat diwajibkan pula untuk membersihkan lantai tempat kerjanya.Wajibkah majikan menyediakan pekerjaan yang telah dijanjikan itu?`Menurut teori, kekurangan atau tidak adanya pekerjaan tidak akan menimbulkan keluh-kesah dari pihak buruh, asal upahnya tetap dibayarkan.Pekerjaan yang ditetapkan itu pada umumnya harus dilakukan oleh buruh itu sendiri lebih-lebih jika yang menjadi dasar perjanjian kerja adalah buruh tidak berhak dengan begitu saja mengirim seorang penggantinya.Demikianlah juga KUHPa pasal 1602b menetapkan sebagai asas bahwa majikan tidak wajib membayar upah untuk waktu buruh tidak melakukan pekerjaan.Mengenai waktu bilamana pekerjaan itu harus dilakukan, biasanya ditetapkan dalam perjanjian-kerja menurut kehendak majikan. Pada waktu yang telah ditetapkan itu, buruh harus sudah ada pada tempat kerja. Jika waktunya tidak ditetapkan dalam perjanjian-kerja, bilamana pekerjaan itu harus dilakukan ditentukan oleh kebiasaan.Bagaimanapun juga, buruh harus melakukan pekerjaan yang dijanjikan dengan iktikad yang baik. Dalam hubungan ini KUHPa pada pasal 1603 menetaopkan bahwa kewajiban buruh yang terpenting adalah melakukan pekerjaan yang dijanjikan itu dengan sebaik-baiknya. Selain itu KUHPa pasal 1603d mengatakan bahwa buruh pada umumnya wajib atau pun tidak melakukan segala sesuatu yang dalam keadaan yang sama, seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang buruh yang baik.Tentang tempat dimana buruh harus melakukan pekerjaan itu, dapat dikatakan sebagai berikut.Pada umumnya buruh harus melakukan pekerjaannya di tempat yang ditetapkan dalam perjanjian-kerja, sesusi dengan kehendak majikan.Jika tempat itu tidak ditetapkan dalam perjanjian, pekerjaan harus dilakukan di tempat di mana menurut keadaan dan sifat pekerjaan, pekerjaan itu haris dilakukan.B. Petunjuk MajikanPetunjuk-petunjuk yang diberikan oleh majikan terutama dimana buruh diterima untuk melakukan pekerjaan dengan upah jangka waktu.Dalam praktik acapkali terjadi bahwa buruh yang atas petunjuk majikan haqrus bekerja begini atau begitu, bekerja menurut kemauannya sendiri dengan tidak mengindahkan petunjuk yang telah diberikan oleh majikan itu. Penolakan petunjuk atau perintah dari majikan itu adalah menyalahi perjanjian dan karena itu adalah tidak sah.Biasanya sering timbul persoalan apakah buruh wajib melakukan kerja lembur yang diminta oleh majikan. Kerja lembur adalah melakukan pekerjaan lebih lama dari biasanya. Seperti biasanya dalam berbagai soal, juga disini terdapat dua pandangan.Pendapat yang kedua mengakui adanya kewajiban buruh melakukan kerja-lembur dalam hal-hal yang luar biasa, semuanya berdasarkan atas ketentuan, bahwa seorang buruh yang baik dalam keadaan yang mendesak harus melakukan pekerjaan ekstra.Penulis condong pada pendapat bahwa tiap perjanjian-kerja dengan sendirinya mengandung kewajiban untuk melakukan kerja-lembur. Jika perjanjian-kerja memang benar mengandung unsure kepemimpinan pihak majikan, maka majikan berhak untuk mengatur lamanya buruh melakukan pekerjaan, sesuai dengan keperluan usahanya. Dengan demikian buruh tidak boleh menolak kerja lembur tanpa alas an yang dapat diterima.C. Membayar Ganti-rugi dan DendaTanggung jawab buruh atas kerugian yang timbul Karena perbuatannya, pada umumnya terbatas pada kerugian yang terjadi karena perbuatannya yang disengaja atau karena kelalaiannya.Disengaja ialah jika perbuatannya atau tidak berbuatnya bermaksud untuk merugikan kepentingan orang lain. Kelalaian terjadi jika ia karena kurang berhati-hati merugikan kepentingan orang lain.Dengan demikian tidak termasuk kerugian yang terjadi karena kebetulan (toeval), misalnya tukang cat yang sedang mengecat rumah dengan naik tangga; karena gempa bumi ia jatuh dan catnya mengalir ke tanah. Lenyapnya cat itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada buruh. Jika kerugian dapat dipertanggungjawabkan kepada buruh, buruh harus membayar ganti rugi.Denda tersebut tidak boleh menjadi keuntungan pribadi bagi majikan sendiri atau bagi siapa saja yang diberi kuasa olehnya untuk menjatuhkan dendaada buruh. Majikan boleh menggunakan uang denda itu untuk kesejahteraan buruh atau menyetorkannya kepada dana untuk kepentingan buruh.Dalam satu minggu seorang buruh tidak boleh dikenakan denda-denda yang semua jumlahnya melebihi upahnya yang ditetapkan dalam uang untuk satu hari. Tidak satu denda sendiri pun boleh dijatuhkan lebih dari jumlah itu.

BAB VIKEWAJIBAN MAJIKAN

Kewajiban majikan yang terpenting sebagai akibat langsung dari perjanjian kerja yang sah, ialah membayar upah.Kewajiban-kewajiban pokok lain yang menurut peraturan yang ada, diletakkan pada majikan, ialah mengatur pekerjaan, mengatur tempat kerja, memberi surat keterangan dan sebagai kewajiban tambahan mengadakan buku-upah, buku pembayaran upah, daftar bahari dan lain-lain. Kewajiban umum yang terdapat pula pada pelbagai perjanjian lainnya ialah bahwa majikan pada umumnya wajib melakukan sesuatu yang dalam keadaan yang sama seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang majikan yang baik.Pembayaran tunjangan kepada buruh yang tidak melakukan pekerjaan karena menderita kecelakaan, tunjangan sakit, tunjangan hari tua (pensiun) dan jaminan sosial lainnya memang sangat erat hubungannya dengan upah sehingga dalam sementara kepustakaan zaman dahulu disebut upah yang ditangguhkan.Upah bagi buruh acapkali merupakan satu-satunya bekal hidup baginya dan keluarganya. Karena itu diadakan pelbagai ketentuan dalam perundang-undangan sebagai jaminan bahwa upah itu benar-benar akan dibayarkan oleh majikan dan terima oleh buruh sendiri.Pengupahan termasuk sebagai salah satu aspek penting dalam perlindungan pekerja/buruh. Hal ini secara tegas diamanatkan pada Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Maksud dari penghidupan yang layak, diman jumlah pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya mampu untuk memenuhi kebutuhanhidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar, yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua.Motivasi uatama seorang pekerja/buruh bekerja di perusahaan adalah mendapatkan nafkah (=upah), dan upah merupakan hak bagi pekerja buruh yang bersifat sensitif. Karenanya, tidak jarang pengupahan menimbulkan perselisihan.

A. PRINSIP PENGUPAHANa. Hak menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir pada saat hubungan kerja putus.b. Pengusaha tidak boleh mengadakan diskriminasi upah bagi pekerja/buruh laki-laki dan wanita untuk jenis pekerjaan yang sama.c. Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan(no work no pay)d. Komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap dengan formulasi upah pokok minimal 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.e. Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 2(dua) tahun sejak timbulnya hak.

B. BENTUK UPAHYang dimaksud bentuk upah adalah : a. Hak pekerja/buruhyang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan (Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003) b. Suatu pekerjaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan, dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan, baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya (Pasal 1 huruf a Peraturan Pemerintah Nomir 8 Tahun 1981).Dari uraian di atas jelas upah diberikan dalam bentuk uang, namun secara normatif masih ada kelonggaran bahwa upah dapat diberikan dalam bentuk lain berdasarkan perjanjian atau peraturan perundangan, dengan batasan nilainya tidak boleh melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari nilai upah yang seharusnya diterima (Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981).

C. UPAH MINIMUMSesuai Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum, pengertian upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap.

BerdasarkanPeraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-226/MEN/2000 jangkauan wilayah berlakunya Upah Minimum meliputi :a. Upah Minimum Provinsi (UMP) berlaku diseluruh kabupaten/kota dalam 1 (satu) wilayah provinsi;b. Upah Minimum kabupaten/kota (UMK) berlaku dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota.

Di samping itu, upah minimum berdasarkan Kelompok Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) disebut Upah Minimum Sektoral, yang terbagi menjadi Upah Minimum Sektoral Provisi (UMSP) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/kota (UMSK).

Sejalan dengan kewenangan Otonomi Daerah mekanisme penetapan upah minimum juga mengalami perubahan secara signifikan, yang ditetapkan oleh Gubernur:a. Upah MInimum Provinsi (UMP)/Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) berdasarkan usulan Komisi Penelitian Pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan Ketenagakerjaan Daerah, melalui Kanwil Depnaker setempat.b. Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP)/Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) atas kesepakatan Organisasi Pengusaha dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Penetapan upah minimum dilakukan dengan mempertimbangkan (Pasal 6 Per Menaker Nomor PER-01/MEN/1999):

a. Kebutuhan Hidup Minimum (KHM);b. Indeks Harga Konsumen (IHK);c. Kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan;d. Upah pada umumnya berlaku di daerah tertentu dan antar daerah;e. Kondisi pasar kerja; danf. Tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan per kapita.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-226/MEN/2000, dalam pelaksanaan upah minimum perlu memperhatikan beberapa hal :a. Besarnya Upah MInimum Sektoral Provinsi (UMSP) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) minimal 5% (lima persen) lebih besar dari Upah MInimum Provinsi (UMP)/Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) (Pasal 5);b. Persahaan dilarang membayar upah lebih rendah dari Upah MInimum Provinsi (UMP)/ Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) atau Upah MInimum Sektoral Provinsi (UMSP) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) (Pasal 13);c. Upah minimum berlaku untuk semua status pekerja, baik tetap,tidak tetap maupun percobaan (Pasal 14 ayat (1));d. Upah minimum hanya berlaku bagi pekerja yang memiliki masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun (Pasal 14 ayat (2));e. Peninjauan besarnya upah bagi pekerja di atas masa kerja 1 (satu) tahun dilakukan atas kesepakatan tertulis antara pekerja dan pengusaha (Pasal 14 ayat (3));f. Bagi pekerja borongan atau berdasarkan satuan hasil yang dilaksanakan 1(satu) builan atau lebih, upah rata-rata sebulan minimal upah minimum di perusahaan yang bersangkutan (Pasal 15 ayat (1));g. Pengusaha dilarang mengurangi atau menurunkan upah yang telah diberikan lebih tinggi dari upah minimum yang berlaku (Pasal 17).h. Bagi pengusaha yang melanggar Pasal 7, Pasal 13 dan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 dikenakan sanksi:1. Pidana kurungan maksimal 3 (tiga) bulan atau denda maksimal Rp 100.000,00(seratus ribu rupiah).2. Membayar upah pekerja sesuai dengan keputusan hakim.

D. UPAH LEMBURPengertian dari upah lembur adalah upah yang diberikan oleh pengusaha sebagai imbalan kepada pekerja karena telah melakukan pekerjaan atas permintaan pengusaha yang melebihi dari jam dan hari kerja (7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu) atau pada hari istirahat mingguan, hari-hari besar yang telah ditetapkan Pemerintah (Surat Edaran Dirjen Bina Hubungan Ketenagakerjaan dan Pengawasan Norma Kerja Nomor SE-02/M/BW/1987). Hal ini berarti bila seorang pekerja/buruh telah bekerja melebihi 40 (empat puluh) jam seminggu, maka ia berhak menerima upah lembur. kendatipun demikian, menurut ketentuan yang berlaku, terdapat pembatasan atau pengaturan khusus terhadap pekerja/buruh tertentu yang tidak berhak atas upah lembur. Mereka itu tergolong pekerja staf, yakni pekerja yang tercantum dalam struktur organisasi perusahaan yang menjabat suatu jabatan yang memiliki kewajiban, tanggung jawab, dan wewenang untuk membantu memikiran dan melaksanakan kebijaksanaan perusahaan dalam usaha mencapai dan melancarkan kemajuan perusahaan.

Adapun kriteria pekerja staf yang tidak berhak upah lembur ialah mereka:a. Yang menduduki jabatan struktural dalam organisasi perusahaan;b. Yang memiliki kewajiban, tanggung jawab dan wewenang terhadap kebijaksanaan perusahaan;c. Yang mendapat upah yang lebih besar daripada pekerja lainnya; dand. Yang mendapat fasilitas yang lebih baik daripada pekerja lainnya.

Untuk menetapkan perhitungan upah lembur harus diperhatikan nilai upah per jam bagi setiap pekerja/buruh, dengan formulasi:a. Upah sejam bagi pekerja bulanan-1/173 upah sebulan.b. Upah sejam bagi pekerja harian -3/20 upah sehari.c. upah sejam bagi pekerja borongan/ -1/7 rata-rata hasil kerja sehari. satuan hasil kerja

Sedangkan cara menghitung upah lembur menurut amar keempat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-72/MEN/1984 adalah:a. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari biasa: Untuk jam kerja lembur pertama harus dibayar sebesar 1,5 (satu setengah) kali upah sejam. Untuk jam kerja lembur berikutnya harus dibayar sebesar 2 (dua) kali upah sejam.

b. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan atau hari raya resmi: Untuk setiap jam dalam batas 7 (tujuh) jam atau 5(lima) jam apabila hari libur/istirahat/rayatersebut jatuh pada hari kerja terpendek pada salah satu hari dalam 6 (enam) hari kerja seminggu harus dibayar sebesar 2 (dua) kali upah sejam. Untuk jam kerja pertama selebihnya 7 (tujuh) jam atau 5(lima) jam apabila hari libur/istirahat/raya tersebut jatuh pada hari kerja terpendek pada salah satu hari dalam 6(enam)hari kerja seminggu harus dibayar sebesar 3 (tiga) kali upah sejam Untuk jam kerja kedua dan seterusnya setelah 7 (tujuh) jam atau 5 (lima) dan seterusnya apabila hari libur/istirahat/raya tersebut jatuh pada hari kerja terpendek pada salah satu hari dalam 6 (enam) hari kerja seminggu harus dibayar sebesar 4 (empat) kali upah sejam.

E. BEBERAPA ALASAN BAGI PEKERJA/BURUH UNTUK TETAP BERHAK MENERIMA UPAHWalaupun terdapat prinsip "no work no pay" dalam sistem pengupahan, namun karena alasan tertentu pekerja/buruh tetap berhak menerima upah dari pengusaha.Pengecualian prinsip "no work no pay" diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK) dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun1981 tentang Perlindungan Upah (PPPU), sebagai berikut:a. Jika pekerja/buruh sakit, termasuk pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan (Pasal 93 ayat (2) huruf a Undang-Undang Ketenagakerjaan).b. Jika pekerja/buruh sakit (maksudnya sakit biasa, bukan akibat kecelakaan kerja) terus-menerus sampai 12(dua belas) bulan, maka upah yang dibayarkan pengusaha (Pasal 93 ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan) diatur : 100% (seratus persen) dari upah untuk 3 (tiga) bulan pertama; 75% (tujuh puluh lima persen) dari upah untuk 3 (tiga) bulan kedua; 50% (lima puuh persen) dari upah untuk 3 (tiga) bulan ketiga; 25% (dua puluh lima popersen) dari upah untuk 3 (tiga) bulan keempat.c. jika pekerja/buruh tidak masuk kerja karena kepentingan khusus (Pasal 93 ayat (4) Undang-Undang Ketengakerjaan): Pernikahan pekerja buruh sendiri -3 hari Pernikahan anak -2 hari Khitanan anak atau baptis anak -2 hari Istri melahirkan atau keguguran kandungan -2 hari Meninggalnya anggota keluarga (suami / istri, orang tua/mertua, anak atau menantu) -2 hari Anggota keluarga dalam 1 rumah -1 harid. Jika pekerja/buruh menjalankan kewajiban terhadap negara (Pasal 93 ayat (2) huruf c Undang-Undang Ketenagakerjaan), maksimal 1 tahun (Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Pengganti Upah).e. Jika pekerja/buruh memenuhi kewajiban agama (Pasal 93 ayat (2) huruf d Undang-Undang Ketenagakerjaan), maksimal 3 bulan (Pasal 6 ayat (4) Peraturan Pemerintah Pengganti Upah).f. Jika pekerja/buruh tidak bekerja karena kesalahan pengusaha atau halangan lain (Pasal 93 ayat (2) huruf a Undang-Undang Ketenagakerjaan).g. JIka pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat (Pasal 93 ayat (2) huruf f Undang-Undang Ketenagakerjaan).h. Jika pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja serikat/serikat buruh atas persetujuan pengusaha (Pasal 93 ayat (2) huruf g Undang-Undang Ketenagakerjaan). i. Jika pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari pengusaha (Pasal 93 ayat (2) huruf h Undang-Undang Ketenagakerjaan).

F. KETERLAMBATAN PEMBAYARAN UPAHBerdasarkan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1981 menyatakan bahwa upah harus dibayar oleh pengusaha kepada pekerja secara tepat waktu sesuai kesepakatan. Bila pengusaha terlambat membayar upah, maka pengusaha wajib membayar denda sesuai dengan presentase tertentu dari upah pekerja/buruh (Pasal 95 ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan) atau tambahan upah (Pasal 19 Peraturan Pemerintah Pengganti Upah) kepada pekerja/buruh sebesar:a. 5 % per hari keterlambatan, untuk hari keempat sampai hari kedelapan.b. 1 % per hari keterlambatan, untuk hari kesembilan dan seterusnya. Dengan catatan tidak boleh melebihi 50 % dari upah keseluruhan yang seharusnya diterima oleh pkerja.

Dasar hukum perlindungan upah, antara lain:a. Undang-Undang Nomor 80 Tahun 1957 tentang Persetujuan Konvensi International Labour Organitation (ILO) Nomor 100 mengenai Pengupahan bagi Pekerja Laki-laki dan Wanita untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya.b. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.c. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah.d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum jo. Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-226/MEN/1999 tentang Perubahan Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 20 dan Pasal 21 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum.e. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE-01/MEN/1982 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981.

G. KEWAJIBAN LAINDi samping kewajiban pokok untuk membayar upah dan kewajiban pokok untuk memberikan surat keterangan atas permintaan buruh pada pengakhiran hubungan-kerja, majikan wajib pula untuk mengatur pekerjaan dan mengatur tempat kerja.Pasal 1602w mengatur kewajiban majikan untuk mengatur dan memelihara ruangan, perkakas dan alat, di mana atau dengan mana ia menyuruh melakukan pekerjaan sedekian rupa, begitu pula mengenai melakukannya pekerjaan mengadakan aturan serta memberi petunjuk sedemikian rupa, sehingga buruh terlindung dari bahaya yang mengancam badan, kehormatan dan harta-bendanya, sepanjang mengingat sifat pekerjaan selayaknya diperlukan. Pasal ini mewajibkan majikan supaya mengadakan usaha tertentu agar buruh terhindar dari bahaya kecelakaan yang timbul karena alat atau perkakas ataupun bahan yang dipakai dalam perusahaan.Di atas telah dikatakan bahwa majikan sebagai kewajiban umum, wajib melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang dalam keadaan yang sama seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang majikan yang baik. (ps 1602y), misalnya dengan memberikan pensiun bagi pekerjanya.

H. SURAT KETERANGAN Majikan wajib pada waktu berakhirnya hubungan-kerja, atas permintaan buruh, memberikan kepadanya surat keterangan (KUHPa ps. 1602). Dari keharusan ini tidak dapat diadakan penyimpangan. Surat keterangan ini harusmemuat keterangan yang sesungguhnya tentang pekerjaan yang telah dilakukan dan lamanya hubungan-kerja, yaitu tanggal mulainya dan tanggal berakhirnya. Surat keterangan itu harus dibubuhi tanggal dan tanda tangan majikan. Atas permintaan khusus dari buruh dalam surat keterangan dimuat cara bagaimana buruh telah menunaikan kewajibannya dan alasan hubungan-kerja diakhiri. Buruh dapat minta supaya salah satu saja yang dimuat dalam surat-keterangan. Atas permintaan itu majikan harus menyebutkan alasan untuk mengakhiri hubungan-kerja.

Sehubungan dengan kepentingan ini, Pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan LN 39/2003, yang antara lain memuat ketentuan-ketentuan hukum sebagai berikut : 1. Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk (pasal 42 ayat 1). Hal ini dimaksudkan agar penggunaan tenaga kerja asing dilakukan secara selektif dalam rangka normalisasi pendayagunaan tenaga kerja di Indonedia.2. Pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan tenaga kerja asing (Pasal 42 ayat 2).3. Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu (Pasal 42 ayat 4). Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu akan diatur melalui Keputusan Menteri.4. Tenaga kerja asing yang masa kerjanya habis dan tidak dapat diperpanjang, dapat digantikan oleh tenaga kerja asing lainnya (Pasal 42 ayat 6).5. Pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk (Pasal 43 ayat 1).6. Rencana penggunaan tenaga kerja asing (Pasaal 43 ayat 2) minimal ,memuat keterangan :a. Alasan penggunaan tenaga kerja asing;b. Jabatan dan/atau kedudukan tenaga kerja asing dalam struktur organisasi perusahaan yang bersangkutan;c. Jangka waktu penggunaan tenaga kerja asing; dand. Penunjukan tenaga kerja warga negara Indonesia (WNI) sebagai pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan.7. Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi yang berlaku (Pasal 44 ayat 1). Ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi akan diatur dengan Keputusan Menteri tenaga Kerja. Pengertian standar kompetensi adalah kualifikasi yang harus dimiliki oleh tenaga kerja asing, antara lain pengetahuan keahlian, keterampilan di bidang tertentu, dan pemahaman budaya Indonesia.8. Pemberi kerja tenaga kerja asing (Pasal 45 ayat 1) wajib :a. Menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia (WNI) sebagai tenaga pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian.b. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja warga negara Indonesia (WNI) pendamping sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki tenaga kerja asing.9. Ketentuan butir 8 tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang menduduki jabatan direksi dan/atau komisaris (Pasal 45 ayat 2).10. Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu (Pasal 46 ayat 1). Ketentuan mengenai jabatan-jabatan akan diatur melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja.11. Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib membayar kompensasi atas setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakan (Pasal 47 ayat 1) a. Kewajiban membayar kompensasi tersebut tidak berlaku bagi instansi pemerintah, perwakilan tenaga kerja asing, badan-badan internasional, lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan (Pasal 47 ayat (2)).b. Ketentuan mengenai jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan diatur dengan Keputusan Menteri (Pasal 47 ayat (3)).c. Ketentuan mengenai besarnya kompensasi dan penggunaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 47 ayat (4)).12. Pemberi kerja wajib memulangkan tenaga kerja asing ke negara asalnya setelah hubungan kerja berakhir (Pasal 48).

Pasal 2 ayat(3) butir 9 dan Pasal 3 ayat (5) butir 8 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom, menempatkan pemerintah dan pemerintah provinsi hanya memiliki kewenangan terbatas dalam bidang ketenagakerjaan. Dengan demikian, Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan yang sangat luas, termasuk di dalamnya kewenangan mengatur dan mengawasi penempatan tenaga kerja asing berdasarkan kebutuhan di daerah dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130-67 Tahun 2002 tentang Pengakuan Kewenangan Kabupaten dan Kota, disebutkan bahwa kewenangan Kabupaten/Kota dalam penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang ( TKWNAP) meliputi:1. Penelitian kelengkapan persyaratan perizinan;2. Analisis jabatan yang akan diduduki oleh Tenaga Kerja Asing (TKA);3. Pengecekan kesesuaian jabatan dengan position list Tenaga Kerja Asing (TKA) yang dikeluarkan oleh Depnaker;4. Pemberian perpanjangan izin;5. Pemantauan pelaksaan kerja Tenaga Kerja Asing (TKA); dan6. pemberian rekomendasi IKTA.

Dasar hukum pengaturan penempatan tenaga asing adalah:1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.2. Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 1968 tentang Pengawasan terhadap Kegiatan Warga Negara Asing yang Melakukan Pekerjaan Bebas di Indonesia.3. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang.4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-04/MEN/1984 tentang Rencana Penggunaan Tenaga Kerja dan dan izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang.5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-03/MEN/1990 tentang Pemberian izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang.6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-416/MEN/1990 tentang petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-03/MEN/1990 tentang Pemberian izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang.7. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE-04/MEN/ 1992 tentang Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang untuk Pekerjaan yang bersifat Semantara dan Mendesak.8. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-173/MEN/2000 tentang Jangka Waktu Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang.9. Keputusan Menteri dalam Negeri Nomor 130-67 Tahun2002 tentang Pengakuan Kewenangan Kabupaten dan Kota.

K. PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Pengawasan ketenagakerjaan merupakan unsur penting dalam perlindungan tenaga kerja, sekaligus sebagai upaya penegakan hukum ketenagakerjaan secara menyeluruh. Penegakan hukum ditempuh dalam 2 cara, yaitu preventif dan refresif. Pada dasarnya kedua cara itu ditempuh sangat bergantung dari tingkat kepatuhan masyarakat (= pengusaha, pekerja/buruh, dan serikat pekerja/serikat buruh) terhadap katentuan hukum ketenagakerjaan. Tindakan preventif dilakukan jika memungkinkan dan masih adanya kesadaran masyarakat untuk mematuhi hukum. Namun, bila tindakan preventif tidak efektif lagi, maka ditempuh tindakan refresif dengan maksud agar masyarakat mau melaksanakan hukum walaupun dengan keterpaksaan.

Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk menjamin pelaksanaan peraturan ketenagakerjaan (Pasal 176 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003). Dengan demikian, sasaran pengawasan ketenagakerjaan ialah meniadakan atau memperkecil adanya pelanggaran Undang-Undang Ketenagakerjaan, sehingga proses hubungan industrial dapat berjalan dengan baik dan harmonis.

Di samping sebagai upaya perlindungan tenaga, pengawasan ketenagakerjaan memiliki tujuan sosial, seperti peningkatan kesejahteraan dan jaminan sosial pekerja/buruh, mendorong kinerja dunia usaha, serta memperbaiki kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

Ruang lingkup pengawasan ketenagakerjaan menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1948 meliputi:1. Mengawasi berlakunya undang-undang dan peraturan ketenagakerjaan pada khususnya.2. Mengumpulkan bahan-bahan mengenai masalah ketenagakerjaan guna penyempurnaan atau pembuatan Undang-Undang Ketenagakerjaan .3. Menjalankan pekerjaan lain sesuai undang-undang.

Ketiga tugas tersebut dilaksanakan oleh Menteri Tenaga Kerja dengan menunjuk Pegawai Pengawas, yang memiliki kewajiban dan wewenang penuh dalam menjalankan fungsi pengawasan dengan baik (Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1948).

Pegawai pengawas yang ditunjuk harus mempunyai kompetensi dan independen. Hal ini berarti Pegawai Pengawas harus memiliki kecakapan dalam melaksanakan tugasnya dan tidak terpengaruh pihak lain dalam setiap mengambil keputusan. Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh unit kerja tersendiri pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota wajib menyampaikan pelaksanan pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri Tenaga Kerja.

Dalam melaksanakan tugasnya Pegawai Pengawas berhak dan wajib melakukan:1. Memasuki semua tempat dimana dijalankan atau biasa dijalankan pekerjaan atau dapat disangka bahwa disitu dijalankan pekerjaan dan juga segala rumah disewakan atau dipergunakan oleh pengusaha atau wakilnya untuk perumahan atau perawatan pekerja. 2. jika terjadi penolakan untuk memasuki tempat-tempat tersebut Pegawai Pengawas berhak meminta bantuan Polri.3. Mendapatkan keterangan sejelas-jelasnya dari pengusaha atau wakilnya dan pekerja/buruh mengenai kondisi hubungan kerja pada perusahaan yang bersangkutan.4. Menanyai pekerja/buruh tanpa dihadiri pihak ketiga.5. Harus melakukan koordinasi dengan serikat pekerja/serikat buruh.6. Wajib merahasiakan segala keterangan yang didapat dari pemeriksaan tersebut.7. Wajib mengusut pelanggaran.

Pasal 181 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menegaskan bahwa Pegawai Pengawas wajib:1. Merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan;2. Tidak menyalahgunakan kewenangannya.

Fungsi pengawasan ketenagakerjaan (Manulang, 1995: 125) adalah:1. mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Ketenagakerjaan.2. Memberikan penerangan teknis dan nasihat kepada pengusaha dan tenaga kerja agar tercapainya pelaksanaan Undang-Undang Ketenagakerjaan secara efektif.3. Melaporkan kepada pihak berwenang atas kecurangan dan penyelewengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Secara operasional pengawasan ketenagakerjaan meliputi:1. Sosialisasi Norma Ketenagakerjaan Sasaran kegiatan ini agar tercapai peningkatan pemahaman norma kerja masyarakat industri, sehingga tumbuh persepsi positif dan mendorong kesadaran untuk melaksanakan ketentuan ketenagakerjaan secara proporsional dan bertanggung jawab.2. Tahapan Pelaksanaan Pengawasana. Upaya pembinaan (preventive educative), yang ditempuh dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat industri, penyebarluasan informasi ketentuan ketenagakerjaan, pelayangan konsultasi dan lain-lain.b. Tindakan refresif nonyustisial, yang ditempuh dengan memberikan peringatan tertulis melalui nota pemeriksaan kepada pimpinan perusahaan apabila ditemui pelanggaran. Di samping juga memberikan petunjuk secara lisan pada saat pemeriksaan.c. Tindakan refresif yustisial, sebagai alternatif terakhir dan dilakukan melalui lembaga peradilan. Upaya ini ditempuh bila Pegawai Pengawas sudah melakukan pembinaan dan memberikan peringatan, tetapi pengusaha tetap tidak mengindahkan maksud pembinaan tersebut. dengan demikian, Pegawai Pengawas sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) berkewajiban melakukan penyidikan dan menindaklanjuti sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku (KUHP).3. Pengawasan KetenagakerjaanPengembangan pengawasan ketenagakerjaan ditempuh dengan memberdayakan kelembagaan yang ada, seperti LKS Bipartit di setiap perusahan. Dalam hal ini peranan serikat pekerja/serikat