lembaga k3

15
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan pekerja merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam dunia usaha baik itu pengusaha, pekerja itu sendiri maupun instansi- instansi pemerintah yang dalam tugas pokoknya mengelola sumber-sumber daya manusia dan pihak-pihak lain dari kelembagaan swasta. Sehingga kegiatan pemeliharaan (maintenance) karyawan harus mendapat perhatian yang sungguh- sungguh dari manajer. Sebagaimana pendapat yang dikemukan oleh Veithzal Rivai (2004:2) bahwa “Karyawan adalah kekayaan (asset) utama perusahaan, sehingga harus dipelihara dengan baik.” Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) hal yang sangat penting untuk diselenggarakan pada suatu perusahaan, karena mengingat perannya yang penting dalam upaya pemeliharaan karyawan, seperti yang di ungkapkan Harry Siregar (2005) dalam jurnal yang berjudul “Peranan Keselamatan Kerja di Tempat Kerja Sebagai Wujud Keberhasilan Perusahaan” menyatakan bahwa: Peranan K3 di tempat kerja sebagai wujud keberhasilan perusahaan dengan mengikuti dan mentaati ketentuan dan Undang-Undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja serta peraturannya. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja sangat perlu karena dapat memperbaiki kualitas hidup pekerja melalui jaminan keselamatan dan kesehatan kerja serta situasi kerja yang aman, tentram, dan sehat sehingga dapat mendorong pekerja untuk bekerja lebih produktif. Dalam salah satu artikel yang dimuat diharian Koran Jakarta pada 8 Februari 2011 mengenai pandangan penyelenggaraan K3, bahwa: Program K3 belum 100 persen diterapkan perusahaan karena masih dianggap beban oleh perusahaan dan saat ini banyak perusahaan yang

Upload: saivron21

Post on 12-Jul-2016

47 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

LEMBAGA K3

TRANSCRIPT

Page 1: LEMBAGA K3

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesejahteraan pekerja merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai

dalam dunia usaha baik itu pengusaha, pekerja itu sendiri maupun instansi-

instansi pemerintah yang dalam tugas pokoknya mengelola sumber-sumber daya

manusia dan pihak-pihak lain dari kelembagaan swasta. Sehingga kegiatan

pemeliharaan (maintenance) karyawan harus mendapat perhatian yang sungguh-

sungguh dari manajer. Sebagaimana pendapat yang dikemukan oleh Veithzal

Rivai (2004:2) bahwa “Karyawan adalah kekayaan (asset) utama perusahaan,

sehingga harus dipelihara dengan baik.”

Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) hal yang sangat penting

untuk diselenggarakan pada suatu perusahaan, karena mengingat perannya yang

penting dalam upaya pemeliharaan karyawan, seperti yang di ungkapkan Harry

Siregar (2005) dalam jurnal yang berjudul “Peranan Keselamatan Kerja di Tempat

Kerja Sebagai Wujud Keberhasilan Perusahaan” menyatakan bahwa:

Peranan K3 di tempat kerja sebagai wujud keberhasilan perusahaan dengan mengikuti dan mentaati ketentuan dan Undang-Undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja serta peraturannya. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja sangat perlu karena dapat memperbaiki kualitas hidup pekerja melalui jaminan keselamatan dan kesehatan kerja serta situasi kerja yang aman, tentram, dan sehat sehingga dapat mendorong pekerja untuk bekerja lebih produktif.

Dalam salah satu artikel yang dimuat diharian Koran Jakarta pada 8

Februari 2011 mengenai pandangan penyelenggaraan K3, bahwa:

Program K3 belum 100 persen diterapkan perusahaan karena masih dianggap beban oleh perusahaan dan saat ini banyak perusahaan yang

Page 2: LEMBAGA K3

2

menerapkan K3 hanya ketika akan dilakukan pengecekan oleh pemerintah dan pembeli, setelah usai pengecekan K3 tidak diperhatikan lagi.

Oleh sebab itu perusahaan perlu meningkatkan kesadarannya akan

program K3 yang sebenarnya menguntungkan bagi perusahaan dan pekerja,

namun masih banyak perusahaan yang belum menerapkannya karena

ketidaktahuan dan persoalan biaya. Padahal Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(K3) adalah suatu program yang dibuat pekerja maupun pengusaha sebagai upaya

mencegah timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan cara mengenali

hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta

tindakan antisipatif apabila terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Hal

tersebut diatur pula dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang

keselamatan kerja, “Pengusaha wajib melindungi tenaga kerja dari potensi bahaya

yang dihadapinya, dan mewujudkan kondisi kerja yang aman, sehat, bebas

kecelakaan serta terbebas dari pencemaran.”

Tujuan dari dibuatnya program K3 selain untuk mencapai tingkat

kecelakaan kerja nihil (zero accident) adalah untuk mengurangi biaya perusahaan

apabila timbul kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Menurut Mangkunegara

(2002:165) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai

berikut:

1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.

2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.

3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.

4. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja. 5. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh

lingkungan atau kondisi kerja.

Page 3: LEMBAGA K3

3

6. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

Keperluan akan pencapaian efektivitas program K3 tentu sangat

diharapkan oleh perusahaan agar tujuan dan peran K3 dalam penyelenggaraan

pemeliharaan karyawan dapat tercapai. Namun sulit disangkal dalam

kenyataannya, bila peringatan ”Utamakan Keselamatan” yang dipasang di

pelbagai proyek pembangunan di Indonesia, masih sebatas jargon semata. Banyak

perusahaan di Indonesia, khususnya perusahaan menengah dan kecil masih

menilai program K3 merupakan beban yang harus dihindari karena untuk

menerapkannya dibutuhkan investasi yang tidak sedikit, sehingga sering terjadi

kecelakaan kerja yang kadang menyebabkan pekerja tewas. Jika terjadi kasus

kecelakaan kerja, terlebih hingga menyebabkan pekerja tewas akan menimbulkan

persoalan tidak hanya bagi keluarga pekerja tersebut tetapi juga bagi perusahaan

yang harus mengurus asuransi, ganti rugi dan juga harus menghadapi tuntutan dari

keluarga korban.

Setiap tahun di dunia terjadi 270 juta kecelakaan kerja, 160 juta pekerja

menderita penyakit akibat kerja, kematian 2.2 juta dan kerugian finansial sebesar

1.25 triliun USD. Sedangkan di Indonesia menurut data PT. Jamsostek (Persero)

dalam periode 2002-2005 terjadi lebih dari 300 ribu kecelakaan kerja, 5000

kematian, 500 cacat tetap dan kompensasi lebih dari Rp. 550 milyar. Kompensasi

ini adalah sebagian dari kerugian langsung dan 7.5 juta pekerja sektor formal yang

aktif sebagai peserta Jamsostek. Diperkirakan kerugian tidak langsung dari

seluruh sektor formal lebih dari Rp. 2 triliun, dimana sebagian besar merupakan

kerugian dunia usaha. (DK3N, 2007).

Page 4: LEMBAGA K3

4

Menurut data International Labor Organitation (ILO) pada yang

diterbitkan dalam peringatan Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Se-dunia

pada 28 April 2010, tercatat setiap tahunnya lebih dari 2 juta orang yang

meninggal akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sekitar 160 juta orang

menderita penyakit akibat kerja dan terjadi sekitar 270 juta kasus kecelakaan kerja

pertahun di seluruh dunia. Sedangkan pekerjaan-pekerjaan yang mendatangkan

resiko bahaya kerja tertentu dapat dijumpai pada beberapa sektor industri sebagai

berikut:

Tabel 1. 1 Jumlah Kecelakaan Kerja yang Dilaporkan ke JAMSOSTEK Menurut

Sektor Industri Selama Periode 2005-2008.

Industri Kasus Kecelakaan 2005 2006 2007 2008

Kehutanan 16.871 19.561 19.640 16.835 Pertambangan 4.429 14.487 8.658 7.803

Manufaktur 48.431 51.821 49.540 46.109 Konstruksi 7351 2.397 3.987 3.802

Pasokan listrik, gas,

dan air 725 2.057 1.663 1.463

Jasa 4232 5.438 4.848 4.530 Sumber: http://www.aseanoshnet. or.id/indonesia/osh%20statistic.htm.65342

Dari tabel di atas, maka sektor manufaktur yang merupakan bidang

industri yang paling banyak mengalami kasus kecelakaan kerja terparah yaitu

sebanyak (59,03%) kasus pada tahun 2005, (54,11%) kasus pada tahun 2006,

(56,08%) kasus pada tahun 2007, dan (70,56%) kasus pada tahun 2008. Hal ini

diindikasikan karena dalam kegiatan berproduksinya, perusahaan dalam bidang

manufaktur merupakan cabang industri yang mentransformasikan barang mentah

menjadi barang jadi sehingga rentan sekali menimbulkan bahaya kecelakaan kerja

pada kegiatan para pekerjanya.

Page 5: LEMBAGA K3

Dampak dari ketidakefektifan

hasil produksi yang tidak sesuai harapan, meningkatnya biaya pengeluaran

perusahaan, ketidakpuasan para serikat pekerja terhadap penanganan masalah K3,

dan tingginya angka kecelakaan kerja

perusahaan di Indonesia

yang merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur yang

menghasilkan kain Polyster yan

perusahaan itu sendiri yang ingin mencapai tingkat kecelakaan kerja nihil, namun

belum bisa dicapai. Seperti data di bawah ini yang masih menunjukkan tingkat

kecelakaan kerja yang terjadi

Sumber: Bagian HRD&GA PT.Shinta Budhrani Industries, 2010

Data Kecelakaan Kerja Lima Tahun Terakhir

Berdasarkan data yang penulis dapatkan, menunjukkan bahwa peningkatan

kecelakaan kerja terjadi sebanyak 18 kasus (20,22%) pada tahun 2006, 11 kasus

(12,35%) kasus pada tahun 2007 dan tahun 2008, 26 kasus (29,21%) pada tahun

2009 dan 23 kasus (25,84%) pada

Dampak dari ketidakefektifan program K3 biasanya akan mengakibatkan

hasil produksi yang tidak sesuai harapan, meningkatnya biaya pengeluaran

perusahaan, ketidakpuasan para serikat pekerja terhadap penanganan masalah K3,

an tingginya angka kecelakaan kerja. Hal ini sering terjadi pada

perusahaan di Indonesia, tidak terkecuali pada PT. Shinta Budhrani Industries

yang merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur yang

menghasilkan kain Polyster yang bermutu tinggi. Hal ini terbukti dari tujuan

perusahaan itu sendiri yang ingin mencapai tingkat kecelakaan kerja nihil, namun

belum bisa dicapai. Seperti data di bawah ini yang masih menunjukkan tingkat

kecelakaan kerja yang terjadi:

HRD&GA PT.Shinta Budhrani Industries, 2010

Gambar 1. 1 Data Kecelakaan Kerja Lima Tahun Terakhir

Berdasarkan data yang penulis dapatkan, menunjukkan bahwa peningkatan

kecelakaan kerja terjadi sebanyak 18 kasus (20,22%) pada tahun 2006, 11 kasus

(12,35%) kasus pada tahun 2007 dan tahun 2008, 26 kasus (29,21%) pada tahun

2009 dan 23 kasus (25,84%) pada tahun 2010.

5

biasanya akan mengakibatkan

hasil produksi yang tidak sesuai harapan, meningkatnya biaya pengeluaran

perusahaan, ketidakpuasan para serikat pekerja terhadap penanganan masalah K3,

. Hal ini sering terjadi pada banyak

Shinta Budhrani Industries

yang merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur yang

g bermutu tinggi. Hal ini terbukti dari tujuan

perusahaan itu sendiri yang ingin mencapai tingkat kecelakaan kerja nihil, namun

belum bisa dicapai. Seperti data di bawah ini yang masih menunjukkan tingkat

Data Kecelakaan Kerja Lima Tahun Terakhir

Berdasarkan data yang penulis dapatkan, menunjukkan bahwa peningkatan

kecelakaan kerja terjadi sebanyak 18 kasus (20,22%) pada tahun 2006, 11 kasus

(12,35%) kasus pada tahun 2007 dan tahun 2008, 26 kasus (29,21%) pada tahun

Page 6: LEMBAGA K3

6

Adapun mengenai rincian unit-unit kerja yang mengalami kecelakaan

kerja berdasarkan gambar diatas dapat dijabarkan pada tabel sebagai berikut:

Tabel 1. 2 Laporan Kecelakaan PT. Shinta Budhrani Industries Berdasarkan Unit

Kerja

TAHUN JUMLAH

KECELAKAAN UNIT KERJA

PRODUKSI GA SECURITY ISO STAFF MARKETING ACCOUNTING

2006 18 17 1

2007 11 10 1

2008 11 10 1

2009 26 24 1 1

2010 23 20 1 1 1 Sumber: Bagian HRD&GA PT.Shinta Budhrani Industries, 2010

Dari data tersebut, jika dipersentasekan unit kerja yang paling banyak

mendapatkan kasus kecelakaan kerja selama 5 tahun terakhir adalah unit bagian

produksi yaitu sebesar (91,01%) kasus kecelakaan. Sedangkan (2,24%) kasus

pada unit GA, (3,37%) kasus pada unit Security, dan masing-masing (1,12%)

kasus pada unit ISO Staff, Marketing dan Accounting.

Kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau kondisi

tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Berdasarkan definisi

kecelakaan kerja maka lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan

bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur

penyebab kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang ketat. (Silalahi,

1995).

Berdasarkan hasil pengamatan penulis dan wawancara pada bulan Januari

2011 dengan Bapak H, Setiarno, selaku Ketua Panitia Pembina Keselamatandan

Kesehatan Kerja (P2K3) serta wawancara dengan beberapa Staff HRD dan

Page 7: LEMBAGA K3

7

karyawan PT. Shinta Budhrani Industries Cikarang-Bekasi, bahwa yang menjadi

kendala utama pencapaian efektivitas Program K3 diantaranya yaitu pengawasan

yang dilakukan pihak intern perusahaan (P2K3) beserta anggota-anggotanya,

diantaranya yaitu anggaran biaya untuk pengawasan yang tidak mendapatkan

dukungan penuh dari perusahaan, pengelolaan makanan untuk tenaga kerja yang

tidak sesuai kebutuhan dan gizi yang cukup, serta efektivitas tindakan perbaikan

K3 yang perlu diawasi agar dapat ditinjau dan dievaluasi kembali. Hal ini tentu

sangat berpengaruh terhadap optimalisasi penyelenggaraan Program Keselamatan

dan Kesehatan Kerja Karyawan.

Menurut International Labor Organization (ILO) salah satu upaya dalam

menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja adalah

dengan penerapan peraturan perundangan, antara lain melalui:

1. Adanya ketentuan dan syarat-syarat K3 yang selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi (up to date).

2. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sejak tahap rekayasa.

3. Pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3 melalui pemeriksaan-pemeriksaan langsung ditempat kerja.

Untuk meningkatkan pelaksanaan program K3, maka fungsi pengawasan

harus juga ditingkatkan dan sudah saatnya pemerintah memasukkan unsur serikat

pekerja dalam fungsi pengawasan, karena dengan pengawasan dapat memudahkan

pelaporan, penindakan, serta pembinaan kepada pelanggar dari sistem dan UU

Ketenagakerjaan. Hal ini diperkuat oleh Sekjen Kemenakertrans (13 Januari 2010)

dalam artikel “Kecelakaan Kerja Masih Tinggi” mengungkapkan bahwa:

Upaya-upaya yang sedang dilakukan diantaranya menitikberatkan pada peningkatan kualitas dan kuantitas pengawas, penegakan hukum di bidang

Page 8: LEMBAGA K3

8

ketenagakerjaan, serta merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan pengawasan ketenagakerjaan.

Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang benar-benar menjaga

keselamatan dan kesehatan karyawannya dengan membuat aturan tentang

keselamatan dan kesehatan kerja yang dilaksanakan oleh seluruh karyawan dan

pimpinan perusahaan. Diharapkan dengan adanya pengawasan yang dilakukan

pihak perusahaan dapat menekan angka kecelakaan kerja yang terjadi.

Sebagaimana data dari Kemenakertrans pada situs web

(www.depnakertrans.go.id,2010). Bahwa dalam upaya mencanangkan kualitas

dan kuantitas pengawasan, dapat menekan kecelakaan kerja selama tahun 2010

menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Sampai akhir 2010 tercatat 65.000

kasus kecelakaan kerja, sedangkan pada 2009 tercatat 96,314 kasus dengan

rincian 87,035 sembuh total, 4,380 cacat fungsi, 2, 713 cacat sebagian, 42 cacat

total dan 2, 144 meninggal dunia.

Fungsi pengawasan terutama pada program P2K3 dijalankan sebagai

upaya pengendalian semua bentuk potensi bahaya yang ada dilingkungan kerja,

termasuk pengenalan bahan kerja dengan kualifikasi B3 ( Bahan Berbahaya dan

Beracun). Sependapat dengan yang diungkapkan oleh George R.Terry dan Leslie

W. Rue (1992:232) bahwa “Pengawasan yaitu mengevaluasikan pelaksanaan kerja

dan, jika pelu memperbaiki apa yang sedang dikerjakan untuk menjamin

tercapainya hasil-hasil menurut rencana.” Dengan demikian tujuan pelaksanaan

K3 dapat tercapai dengan menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, sehat

menuju nihil kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Page 9: LEMBAGA K3

9

Sementara Lembaga Administrasi Negara (1996:159) mengungkapkan

bahwa:

Pengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen, yang merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas. Tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku. Pengawasan sebagai fungsi manajemen sepenuhnya adalah tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat mana pun. Hakikat pengawasan adalah untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran serta pelaksanaan tugas organisasi.

Berdasarkan pendapat dari LAN di atas, tampak bahwa subjek yang

melakukan pengawasan adalah pimpinan. Hal senada juga ditegaskan oleh

Koontz, et. al. (dalam Hutauruk, 1986:195) bahwa :”Fungsi pengendalian harus

dilaksanakan oleh tiap-tiap manajer, mulai dari direktur sampai pengawas”.

Perwujudan dari upaya tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 1 tentang

keselamatan kerja tahun 1970, pasal 10 yang menyatakan bahwa:

(1) Menteri tenaga kerja berwenang membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) guna mengembangkan wujud kerja sama yang saling pengertian, partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja di tempat kerja. Untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dalam rangka usaha berproduksi.

(2) Susunan Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.

Dalam pelaksanaannya juga diperlukan pula koordinasi antara aliran kerja

dan P2K3 sebagai pihak intern perusahaan dalam menjalankan tugas dan

wewenangnya guna mengawasi pelaksanaaan Program K3 perusahaan.

Pembentukan Panitia Pembina K3 dimaksudkan untuk memperbaiki upaya

penegakan ketentuan-ketentuan K3 dan pelaksanaannya di perusahaan-

Page 10: LEMBAGA K3

10

perusahaan. Semua perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 50 karyawan

diwajibkan mempunyai komite K3 dan mendaftarkannya pada kantor dinas tenaga

kerja setempat. Namun, pada kenyataannya masih ada banyak perusahaan dengan

lebih dari 50 karyawan yang belum membentuk komite K3, dan kalau toh sudah,

komite tersebut sering kali tidak berfungsi sebagaimana seharusnya (Topobroto,

2002).

Untuk membantu fungsi manajemen, maka disetiap perusahaan diwajibkan

membentuk Panitia Pembina K3 (P2K3) yang mempunyai tugas membina dan

pengawasan intern perusahaan akan pelaksanaan Program K3. Termasuk

didalamnya usaha untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan keterampilan

karyawan melaksanakan program, upaya penyuluhan program pendidikan dan

pelatihan, baik bagi tenaga-tenaga khusus sebagai pelaksana fungsional K3,

maupun bagi pejabat teknis, operator atau pelaksana dibidang K3.

Berdasarkan data dan informasi tersebut, maka jelaslah sumber daya

manusia dalam hal ini (P2K3) menjadi salah satu faktor penentu kesuksesan

penyelenggaraan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja, meski tidak bisa

dipungkiri pula bahwa faktor penyebab lainnya dari ketidakefektifan Program K3

disebabkan oleh unsafe condition, dalam artian lingkungan kerja yang tidak

selamat, dan unsafe act, dalam artian tindak perbuatan manusianya yang tidak

selamat mulai dari kebiasaan kerja karyawan yang selalu menyepelekan setiap

potensi bahaya kerja, serta tindakan pengawas yang kurang teliti dalam

mengidentifikasi bahaya kerja dan memberikan prosedur kerja yang salah,

sehingga memungkinkan perilaku seseorang (khususnya Ketua P2K3) dalam

Page 11: LEMBAGA K3

11

melaksanakan dan menerapkan K3 sangat berpengaruh terhadap dan efektivitas

keberhasilan K3.

Atas dasar permasalahan di atas dan hasil kajian literatur selama ini,

penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan

Pengawasan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)

dengan Efektivitas Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Pada

Karyawan Bagian Produksi PT. Shinta Budhrani Industries Cikarang-

Bekasi)”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat

ditarik suatu indikasi bahwa efektivitas program keselamatan dan kesehatan kerja

sangat mempengaruhi terhadap pelaksanaan kegiatan kerja karyawan khususnya

dalam proses produksi. Demi mencapai derajat kesehatan fisik, mental, dan sosial

yang setinggi-tingginya baik dengan cara preventif maupun kuratif terhadap setiap

gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor pekerjaan, lingkungan kerja, dan

penyakit umum, diperlukan pengawasan terhadap salah satu program proteksi

perusahaan (keselamatan dan kesehatan kerja) untuk mendeteksi penyimpangan

dari standar tertentu dan memungkinkan perbaikan dilakukan sebelum seluruh

tahap kegiatan tertentu diselesaikan. Sehingga perusahaan dapat mengetahui

efektivitas program keselamatan dan kesehatan kerja yang sedang dilaksanakan.

Page 12: LEMBAGA K3

12

C. Batasan dan Rumusan Masalah

Dari identifikasi masalah sebelumnya, terdapat faktor efektivitas yang

diteliti, yakni pengawasan yang merupakan salah satu fungsi manajemen.

Pengawasan yang dimaksud hanya sebatas pelaksanaan pengawasan yang

dilakukan P2K3 yang mencakup kriteria pengawasan yang efektif.

Adapun mengenai responden yang diteliti hanya difokuskan kepada

karyawan bagian produksi PT. Shinta Budhrani Industries. Fokus penelitian ini

tidak dilakukan pada seluruh anggota grup perusahaan namun hanya difokuskan

pada salah satu anggota dari perusahaan SHINTA GROUP, yakni PT.Shinta

Budhrani Industries Cikarang-Bekasi.

Dari pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah

tentang hubungan pengawasan P2K3 yang dikaitkan dengan efektivitas program

keselamatan dan kesehatan kerja, diantaranya sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran Pengawasan P2K3 pada karyawan bagian produksi PT.

Shinta Budhrani Industries?

2. Sejauhmana Efektivitas Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang

dicapai PT. Shinta Budhrani Industries?

3. Adakah hubungan Pengawasan P2K3 dengan Efektivitas Program

Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada karyawan Bagian Produksi PT. Shinta

Budhrani Industries?

Page 13: LEMBAGA K3

13

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan ruang lingkup permasalahan sebagaimana dirumuskan diatas,

penelitian ini memiliki tujuan untuk memperoleh gambaran empiris tentang

hubungan pengawasan P2K3 dengan efektivitas program keselamatan dan

kesehatan kerja. Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengkaji gambaran mengenai pengawasan P2K3 PT. Shinta Budhrani

Industries.

2. Untuk mengkaji tingkat efektivitas program K3 PT. Shinta Budhrani

Industries.

3. Untuk mengkaji hubungan pengawasan P2K3 dengan efektivitas program

keselamatan dan kesehatan kerja.

E. Manfaat Penelitian

Apabila tujuan penelitian dapat tercapai, dan rumusan masalah dapat

terjawab secara akurat, maka diharapkan penelitian ini akan memberikan manfaat,

baik secara teoritis maupun secara praktis. Manfaat tersebut antara lain :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian dan

pengembangan ilmu pengetahuan lebih lanjut terutama dalam disiplin ilmu

manajemen mengenai manajemen keselamatan dan kesehatan kerja,

memperluas pengetahuan penulis dalam masalah manajemen, khususnya

tentang pengawasan, dan juga dapat menjadi referensi untuk penelitian-

penelitian berikutnya yang relevan.

Page 14: LEMBAGA K3

14

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi sebagai

bahan informasi dan kegunaan bagi perusahaan, sebagai salah satu

pertimbangan bagi para pengusaha untuk mencapai efektivitas program K3

kaitannya dengan pengawasan P2K3.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang penulis susun dalam skripsi ini adalah sebagai

berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis mengemukakan latar belakang masalah,

identifikasi, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, dan diakhiri dengan sistematika penulisan.

BAB II KERANGKA TEORITIS

Pada bab ini penulis mengemukakan kajian pustaka dengan

menghimpun teori dan konsep dari berbagai literatur, kerangka

pemikiran, dan diakhiri dengan hipotesis yang merupakan dugaan

sementara dari hasil penelitian.

BAB III OBJEK, METODE, DAN DESAIN PENELITIAN

Pada bab ini penulis mengemukakan objek penelitian, metode

penelitian, dan desain penelitian yang terdiri dari: operasional

variabel penelitian, jenis dan sumber data, populasi dan sampel,

teknik dan alat pengumpulan data, pengujian instrument, teknik

Page 15: LEMBAGA K3

15

analisis data, pengujian hipotesis, dan diakhiri dengan jadwal dan

waktu penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis mengemukakan hasil penelitian yang terdiri

dari, profil perusahaan, tujuan perusahaan, visi dan misi

perusahaan, struktur organisasi perusahaan, gambaran responden,

pemantapan instrument penelitian, deskripsi variabel, dan teknik

analisis data. Sedangkan untuk pembahasan terdiri dari, analisa

mengenai pengawasan P2K3, efektivitas K3, dan hubungan

pengawasan P2K3 dengan efektivitas program K3.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada bab ini penulis mengemukakan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil penelitian yang didapat.