bahan bph & vesicolithiasis
DESCRIPTION
bph da vesikolitiasisTRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran,
baik jinak maupun ganas. Dengan bertambahnya usia, kelenjar prostat juga mengalami
pertumbuhan, sehingga menjadi lebih besar. Pada tahap usia tertentu banyak pria mengalami
pembesaran prostat yang disertai gangguan buang air kecil. Gejala ini merupakan tanda awal
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi pria lanjut usia. Hiperplasia prostat sering terjadi pada pria diatas usia 50 tahun (50-79tahun) dan menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang. Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian bermanifes dengan gejala klinik.Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI Benign Prostate Hyperplasia (BPH) sebenarnya adalah suatu keadaan dimana kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah1.
II. KELENJAR PROSTATA. AnatomiProstat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul fibromuskuler,yang terletak disebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm1.Pada bagian anterior disokong oleh ligamentum pubo-prostatika yang melekatkan prostat pada simpisis pubis. Pada bagian posterior prostat terdapat vesikula seminalis, vas deferen, fasia denonvilliers dan rectum. Fasia denonvilliers berasal dari fusi tonjolan dua lapisan peritoneum, fasia ini cukup keras dan biasanya dapat menahan invasi karsinoma prostat ke rectum sampai suatu stadium lanjut. Pada bagian posterior ini, prostat dimasuki oleh ductus ejakulatorius yang berjalan secara oblique dan bermuara pada veromentanum didasar uretra prostatika persis dibagian proksimal spingter eksterna. Pada permukaan superior, prostat melekat pada bladder
outlet dan spingter interna sedangkan dibagian inferiornya terdapat diafragama urogenitalis yang dibentuk oleh lapisan kuat fasia pelvis, dan perineal membungkus otot levator ani yang tebal. Diafragma urogenital ini pada wanita lebih lemah oleh karena ototnya lebih sedikit dan fasia lebih sedikit2.
Gambar 1. kelenjar prostat dan uretraMenurut klasifikasi Lowsley; prostat terdiri dari lima lobus: anterior, posterior, medial, lateral kanan dan lateral kiri. Sedangkan menurut Mc Neal, prostat dibagi atas 4 bagian utama2:
1. Bagian anterior atau ventral yang fibromuskular dan nonglandular. Ini merupakan
sepertiga dari keseluruhan prostat. Bagian prostat yang glandular dapat dibagi menjadi 3 zona (bagian 2,3 dan 4).2. Zona perifer, yang merupakan 70 % dari bagian prostat yang glandular,
membentuk bagian lateral dan posterior atau dorsal organ ini. Secara skematik zona ini dapat digambarkan seperti suatu corong yang bagian distalnya terdiri dari apex prostat dan bagian atasnya terbuka untuk menerima bagian distal zona sentral yang berbentuk baji. Saluran-saluran dari zona perifer ini bermuara pada uretra pars prostatika bagian distal.3. Zona sentral, yang merupakan 25 % dari bagian prostat yang glandular, dikenal
sebagai jaringan kelenjar yang berbentuk baji sekeliling duktus ejakulatorius dengan apexnya pada verumontanum dan basisnya pada leher buli-buli. Saluran-salurannya juga bermuara pada uretra prostatika bagian distal. Zona central dan perifer ini membentuk suatu corong yang berisikan segmen uretra proximal dan bagianventralnya tidak lengkap tertutup melainkan dihubungkan oieh stroma fibromuskular.4. Zona transisional, yang merupakan bagian prostat glandular yang terkecil (5 %),
terletak tepat pada batas distal sfinkter preprostatik yang berbentuk silinder dan dibentuk oleh bagian proximal uretra. Zona transisional dan kelenjar periuretral bersama-sama kadang-kadang disebut sebagai kelenjar preprostatik.
B. EpidemiologiHiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hyperplasia1.Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun3.
C. EtiologiBelum diketahui secara pasti, saat ini terdapat beberapa hipotesis yang diduga sebagai
penyebab timbulnya hiperplasia prostat antara lain1:Teori HormonalTeori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka tidak terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi. Selain androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH. Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat. Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan, bahwa dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.Teori Growth Factor (faktor pertumbuhan)Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu; basic transforming growth factor, transforming growth 1, transforming growth factor 2, dan epidermal growth factor.
Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-sel Prostat karena Berkurangnya Sel yang MatiTeori Sel (stem cell hypothesis)Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.Teori Dihidro Testosteron (DHT)
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam “target cell” yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dyhidro testosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi “hormone receptor complex”. Kemudian “hormone receptor complex” ini mengalami transformasi reseptor, menjadi “nuclear receptor” yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.
Teori ReawakeningMc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme “glandular budding” kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik. Persamaan epiteleal budding dan “glandular morphogenesis” yang terjadi pada embrio dengan perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya “reawakening” yaitu jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.
Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang penyebab terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial dan faktor sosial, teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori yang berhubungan dengan aktifitas hubungan seks, teori peningkatan kolesterol, dan Zn yang kesemuanya tersebut masih belum jelas hubungan sebab-akibatnya.D. Patofisiologi
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu komponen
mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan adanya
pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi
gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot
polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha
adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus.
Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari
beratnya obstruksi oleh komponen mekanik1.
Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi uretra. Selanjutnya hal ini
akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi resistensi uretra yang meningkat,
otot-otot detrusor akan berkontraksi untuk mengeluarkan urine. Kontraksi yang terus-menerus ini
menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase
kompensasi1.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran
kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan
gejala-gejala prostatismus1.Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal1.
E. Gambaran Klinis
Gejala KlinisGejala hyperplasia prostat menurut Boyarsky, dkk (1977) dibagi atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan karena penyempitan uretra pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala-gejalanya antara lain1:
1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)3. Miksi terputus (Intermittency)4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying)
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga factor, yaitu:
a. Volume kelenjar periuretralb. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostatc. Kekuatan kontraksi otot detrusor
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh., gejalanya ialah1 :
1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)2. Nokturia3. Miksi sulit ditahan (Urgency)4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)
Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan penentuan jenis
pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan BPH, dibuatlah suatu skoring
yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem skoring, di antaranya skorInternational
Prostate Skoring System (IPSS) yang diambil berdasarkan skorAmerican Urological
Association (AUA). Sistem skoring yang lain adalah skor Madsen-Iversen dan skor Boyarski.
Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan
obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-35. Skor 0-7
ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat3.
Skor Madsen-Iversen terdiri dari 6 pertanyaan yang berupa pertanyaan-pertanyaan untuk menilai
derajat obstruksi dan 3 pertanyaan untuk gejala iritatif. Total skor dapat berkisar antara 0-29.
Skor <> 20 berat. Perbedaannya dengan skor AUA adalah dalam skor Madsen Iversen penderita
tidak menilai sendiri derajat keluhannya. Perbedaan ini yang mendasari mengapa skor Madsen-
Iversen digunakan di Sub Bagian Urologi RSUPN Cipto Mangunkusumo3.
Pemeriksaan FisikPemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE) sangat penting. Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan pada di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan1:
a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)b. Simetris/ asimetrisc. Adakah nodul pada prostated. Apakah batas atas dapat dirabae. Sulcus medianus prostatef. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi1.
Kelenjar prostat Normal
Kelenjar prostat Hiperplasia, ada pendorongan prostat kearah rectum
Kelenjar prostat Karsinoma,teraba nodul keras
Gambar 4. Digital Rectal Examination , Kelenjar Prostat Normal, Hiperplasia, Karsinoma2.
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus1.F. pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Laboratorium1
DarahUreum, kreatinin, elektrolit, Blood urea nitrogen, Prostate Specific Antigen (PSA), Gula darah
UrineKultur urin dan test sensitifitas, urinalisis dan pemeriksaan mikroskopis, sedimen
Pemeriksaan pencitraan1
a. Foto polos abdomen (BNO)Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk menghetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat
b. Pielografi Intravena (IVP)Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai filling defect/indentasi prostat pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok keatas berbentuk seperti mata kail (hooked fish). Dapat pula mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa
hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit (trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli – buli). Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin.
c. Sistogram retrogradeMemberikan gambaran indentasi pada pasien yang telah dipasang kateter karena retensi urin.
d. Transrektal Ultrasonografi (TRUS)Deteksi pembesaran prostat dengan mengukur residu urin
e. MRI atau CT scanJarang dilakukan. Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam – macam potongan
Pemeriksaan lain1
UroflowmetriUntuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran ditentukan oleh daya kontraksi otot detrusor, tekanan intravesika, resistensi uretra. Angka normal laju pancaran urin ialah 12 ml/detik dengan puncak laju pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6 – 8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 – 15 ml/detik.
Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat diukur.
Pemeriksaan Volume Residu UrinVolume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin yang masih tinggal. Pemeriksaan sisa urin dapat juga diperiksa (meskipun kurang akurat) dengan membuat foto post voiding atau USG.
G. DiagnosisDiagnosis hiperplasia prostat dapat ditegakkan melalui1:
1. Anamnesis : adanya gejala obstruktif dan gejala iritatif2. Pemeriksaan fisik : terutama colok dubur ; hiperplasia prostat teraba sebagai prostat yang
membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, asimetri dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat batas atas semakin sulit untuk diraba.
3. Pemeriksaan laboratorium : berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasiH. Diagnosis Banding
Pada pasien dengan keluhan obstruksi saluran kemih di antaranya3:
1. Struktur uretra
2. Kontraktur leher vesika
3. Batu buli-buli kecil
4. Kanker prostat
5. Kelemahan detrusor, misalnya pada penderita asma kronik yang menggunakan obat-
obat parasimpatolitik.
Pada pasien dengan keluhan iritatif saluran kemih, dapat disebabkan oleh :
1. Instabilitas detrusor
2. Karsinoma in situ vesika
3. Infeksi saluran kemih
4. Prostatitis
5. Batu ureter distal
6. Batu vesika kecil.
I. Komplikasi
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat menimbulkan
komplikasi sebagai berikut1
a. Inkontinensia Paradoks
b. Batu Kandung Kemih
c. Hematuria
d. Sistitis
e. Pielonefritis
f. Retensi Urin Akut Atau Kronik
g. Refluks Vesiko-Ureter
h. Hidroureter
i. Hidronefrosis
j. Gagal Ginjal
J. Penatalaksanaan
Terapi BPH dapat berkisar dari watchful waiting di mana tidak diperlukan teknologi yang
canggih dan dapat dilakukan oleh dokter umum, hingga terapi bedah minimal invasif yang
memerlukan teknologi canggih serta tingkat keterampilan yang tinggi. Berikut ini akan dibahas
penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting, medikamentosa, terapi bedah konvensional, dan
terapi minimal invasif3.
Watchful Waiting
Watchful waiting dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan (skor IPSS <>3.
1. Pasien diberi nasihat agar mengurangi minum setelah makan malam agar mengurangi
nokturia.
2. Menghindari obat-obat parasimpatolitik (mis: dekongestan).
3. Mengurangi kopi.
4. Melarang minum minuman alkohol agar tidak terlalu sering buang air kecil. Penderita
dianjurkan untuk kontrol setiap tiga bulan untuk diperiksa: skoring, uroflowmetri, dan
TRUS.
5. Bila terjadi kemunduran, segera diambil tindakan.
Terapi Medikamentosa
Pilihan terapi non-bedah adalah pengobatan dengan obat (medikamentosa). Terdapat tiga macam
terapi dengan obat yang sampai saat ini dianggap rasional, yaitu dengan penghambat adrenergik
a-1, penghambat enzim 5a reduktase, dan fitoterapi3.
Penghambat adrenergik a-1
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor a-1 yang banyak ditemukan pada otot polos
ditrigonum, leher buli-buli, prostat, dan kapsul prostat. Dengan demikian, akan terjadi relaksasi
di daerah prostat sehingga tekanan pada uretra pars prostatika menurun dan mengurangi derajat
obstruksi. Obat ini dapat memberikan perbaikan gejala obstruksi relatif cepat.
Efek samping dari obat ini adalah penurunan tekanan darah yang dapat menimbulkan keluhan
pusing (dizziness), lelah, sumbatan hidung, dan rasa lemah (fatique).
Pengobatan dengan penghambat reseptor a-1 masih menimbulkan beberapa pertanyaan, seperti
berapa lama akan diberikan dan apakah efektivitasnya akan tetap baik mengingat sumbatan oleh
prostat makin lama akan makin berat dengan tumbuhnya volume prostat. Contoh obat: prazosin,
terazosin dosis 1 mg/hari, dan dapat dinaikkan hingga 2-4 mg/hari. Tamsulosin dengan dosis 0.2-
0.4 mg/hari2.
Penghambat enzim 5a reduktase
Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim 5a reduktase, sehingga testosteron tidak
diubah menjadi dehidrotestosteron. Dengan demikian, konsentrasi DHT dalam jaringan prostat
menurun, sehingga tidak akan terjadi sintesis protein. Obat ini baru akan memberikan perbaikan
simptom setelah 6 bulan terapi.
Salah satu efek samping obat ini adalah menurunnya libido dan kadar serum PSA2. Contoh
obat : finasteride dosis 5 mg/hari.
Kombinasi penghambat adrenergik a- 1 dan penghambat enzim 5a reduktase
Terapi kombinasi penghambat adrenergik a-1 dan penghambat enzim 5a reduktase pertama kali
dilaporkan oleh Lepor dan kawan-kawan pada 1996. Terdapat penurunan skor dan peningkatan
Qmax pada kelompok yang menggunakan penghambat adrenergik a-1. Namun, masih terdapat
keraguan mengingat prostat pada kelompok tersebut lebih kecil dibandingkan kelompok lain.
Penggunaan terapi kombinasi masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Fitoterapi
Terapi dengan bahan dari tumbuh-tumbuhan poluler diberikan di Eropa dan baru-baru ini di
Amerika. Obat-obatan tersebut mengandung bahan dari tumbuhan sepertiHypoxis rooperis,
Pygeum africanum, Urtica sp, Sabal serulla, Curcubita pepo, Populus temula, Echinacea
purpurea, dan Secale cerelea. Masih diperlukan penelitian untuk mengetahui efektivitas dan
keamanannya3.
Terapi Bedah KonvensionalProstatektomi digolongkan dalam 2 golongan3:1. Prostatektomi terbuka :
a. Prostatektomi suprapubik transvesikalis (Freyer)b. Prostatektomi retropubik (Terence Millin)c. Prostatektomi perinealis (Young)
2. Prostatektomi tertutup :a. Reseksi transuretral.
b. Bedah beku
Open simple prostatectomy
Indikasi untuk melakukan tindakan ini adalah bila ukuran prostat terlalu besar, di atas 100 gram,
atau bila disertai divertikulum atau batu buli-buli. Dapat dilakukan dengan teknik transvesikal
atau retropubik. Operasi terbuka memberikan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi
daripada TUR-P1-23.
Terapi Invasif Minimal
Transurethral resection of the prostate (TUR-P)
Prinsip TUR-P adalah menghilangkan bagian adenomatosa dari prostat yang menimbulkan
obstruksi dengan menggunakan resektoskop dan elektrokauter. Sampai saat ini, TUR-P masih
merupakan baku emas dalam terapi BPH. Sembilan puluh lima persen prostatektomi dapat
dilakukan dengan endoskopi3.
Komplikasi jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia (sindrom TUR), dan retensi
karena bekuan darah. Komplikasi jangka panjang adalah struktur uretra, ejakulasi retrograd
(75%), inkontinensia (<1%),>3.
Transurethral incision of the prostate (TUIP)
Dilakukan terhadap penderita dengan gejala sedang sampai berat dan dengan ukuran prostat
kecil, yang sering terdapat hiperplasia komisura posterior (leher kandung kemih yang tinggi)3.
Teknik ini meliputi insisi pada arah jam 5 dan 7. Penyulit yang bisa terjadi adalah ejakulasi
retrograd3.
Terapi laser
Terdapat dua sumber energi yang digunakan, yaitu Nd YAG dan holmium YAG. Tekniknya
antara lain Transurethral laser induced prostatectomy (TULIP) yang dilakukan dengan bantuan
USG, Visual coagulative necrosis, Visual laser ablation of the prostate (VILAP), dan interstitial
laser therapy3.
Keuntungan terapi laser adalah perdarahan minimal, jarang terjadinya sindrom TUR, mungkin
dilakukan pada pasien yang menjalani terapi antikoagulan, dan dapat dilakukan tanpa perlu
dirawat di rumah sakit3.
Kerugiannya di antaranya tidak didapatkan jaringan untuk pemeriksaan histopatologi, diperlukan
waktu pemasangan kateter yang lebih lama, keluhan iritatif yang lebih banyak, dan harga yang
mahal1,2. Efek samping yang pernah dilaporkan di Indonesia adalah perdarahan (2%), nyeri
pasca operasi (3%), retensi (19%), ejakulasi retrograd (3%), dan disfungsi ereksi (1%)3.
.
Microwave hyperthermia
Memanaskan jaringan adenoma melalui alat yang dimasukkan melalui uretra atau rektum sampai
suhu 42-45oC sehingga diharapkan terjadi koagulasi3.
Trans urethral needle ablation (TUNA)
Alat yang dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat mengeluarkan 2
jarum yang dapat menusuk adenoma dan mengalirkan panas, sehingga terjadi koagulasi
sepanjang jarum yang menancap di jaringan prostat3.
High intensity focused ultrasound (HIFU)
Melalui probe yang ditempatkan di rektum yang memancarkan energi ultrasounddengan
intensitas tinggi dan terfokus3.
Intraurethral stent
Adalah alat yang secara endoskopik ditempatkan di fosa prostatika untuk mempertahankan
lumen uretra tetap terbuka. Dilakukan pada pasien dengan harapan hidup terbatas dan tidak dapat
dilakukan anestesi atau pembedahan3.
Transurethral baloon dilatation
Dilakukan dengan memasukkan kateter yang dapat mendilatasi fosa prostatika dan leher
kandung kemih. Prosedur ini hanya efektif bila ukuran prostat kurang dari 40 g, sifatnya
sementara, dan jarang dilakukan lagi3.
BAB IIIKESIMPULAN
Hiperplasia kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi pria lanjut usia. Dengan bertambah usia, ukuran kelenjar dapat bertambah karena terjadi hiperplasia jaringan fibromuskuler dan struktur epitel kelenjar (jaringan dalam kelenjar prostat). Gejala dari pembesaran prostat ini terdiri dari gejala obstruksi dan gejala iritatif.
Penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting, medikamentosa, terapi bedah konvensional, dan terapi minimal invasif.
DAFTAR PUSTAKA1. Mahummad A., 2008., Benigna Prostate Hiperplasia., http://ababar.blogspot
.com/2008/12/benigna-prostate-hyperplasia.html., 3 Maret 20092. Purnomo, Basuki B. Hiperplasia prostat dalam: Dasar – dasar urologi., Edisi ke – 2.
Jakarta: Sagung Seto. 2003. p. 69 – 853. McConnel JD. Epidemiology, etiology, pathophysiology and diagnosis of benign prostatic
hyperplasia. In :Wals PC, Retik AB, Vaughan ED, Wein AJ.Campbell’s urology. 7th ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 1998.p.1429-52.
turp
BENIGN PROSTATE HYPERPLASIAKamis, 31 Maret 2011
BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA
Ⅰ. PENDAHULUANHiperplasia prostat jinak adalah pembesaran kelenjar prostat yang bisa membuat sulit buang air kecil.Hipertrofi
prostat benigna / pembesaran prostat jinak merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan pada usia
sebelum 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai
pubertas,namun ada juga peningkatan yang cepat dan kontinyu sampai usia akhir 30an.1
Hipertrofi prostat benigna timbul dalam jaringan kelenjar periurethral, yang terlibat tanpa fungsi penting prostat atau
tanpa asal keganasan. Jaringan kelenjar periuretral meluas dan bagian prostat yang tertekan disebut kapsula bedah.
Jaringan hiperplastik bisa terdiri dari satu diantara lima pola histologi : stroma, fibromuskular, muskular,
fibroadenomatosa dan fibromioadenomatosa.
Istilah hipertrofi sendiri sebenarnya kurang tepat karena sebenarnya yang terjadi adalah hiperplasi kelenjar
periuretral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan kemudian menjadi simpai bedah /
kapsul bedah.Hiperplasia menyebabkan pembesaran prostat yang dapat membatasi aliran urin dari kandung
kemih. 1,5,9,12,13,18
Kegagalan berkemih hasil dari pembesaran kelenjar prostat dan obstruksi kandung kemih disebut gejala saluran kemih bawah(LUT).Tidak semua laki-laki dengan BPH memiliki gejala saluran kemih bawah, dan, juga, tidak semua laki-laki dengan LUT memiliki BPH. Sekitar setengah dari pria didiagnosis dengan BPH histopatologi menunjukkan LUT sedang sampai parah. Manifestasi klinis dari LUT meliputi frekuensi kencing, urgensi, nokturia (bangun di malam hari saat tidur untuk buang air kecil), memaksa penurunan atau sebentar-sebentar aliran, atau sensasi dari pengosongan lengkap kurang. Komplikasi jarang terjadi tetapi mungkin termasuk retensi urin akut ,gangguan pengosongan kandung kemih, atau kebutuhan untuk operasi korektif.9,10,12
Volume prostat dapat meningkat dari waktu ke waktu pada pria dengan BPH. Selain itu, aliran urin puncak, volume sisa urin , dan gejala-gejala dapat memburuk dari waktu ke waktu pada laki-laki dengan BPH tidak diobati. 12
Ⅱ. INSIDENS DAN EPIDEMOLOGIBPH dianggap sebagai bagian normal dari proses penuaan pada pria dan hormon tergantung pada testosteron dan dihidrotestosteron (DHT) yang diproduksi. Diperkirakan 50% laki-laki yang berumur 50 tahun dan 80-90% laki-laki yang berumur 80 tahun menunjukkan BPH histopatologi12.Dengan demikian, peningkatkan ukuran kelenjar dianggap normal dari proses penuaan. Di Amerika Serikat pada tahun 2000, ada 4,5 juta kunjungan ke dokter untuk BPH11,14.Ⅲ. ANATOMIProstat adalah kelenjar seukuran kenari yang merupakan bagian dari sistem reproduksi laki-laki. Kelenjar ini terbuat dari dua lobus, atau wilayah, tertutup oleh lapisan luar dari jaringan. Gambar menunjukkan, prostat terletak di depan rektum dan tepat di bawah kandung kemih, dimana urin disimpan. prostat juga mengelilingi uretra.3,13,14 Prostat adalah suatu organ kelenjar yang fibromuskular,yang terletak persis di bawah kandung kemih.Berat Prostat pada orang dewasa normal kira-kira 20 gram,didalamnya terdapat urethra posterior dengan panjangnya 2,5-3cm.Pada bahagian anterior disokong oleh ligamentum pubo prostatika yang melekatkan prostat pada simpisis pubis.Pada bagian posterior prostat terdapat vesikula seminalis,vas deferen,fasia denonvilliers dan rectum.Fasia denonvilliers berasal dari fusi tonjolan dua lapisan peritoneum,fasia ini cukup keras dan biasanya dapat menahan invasi karsinoma prostat ke rectum sampai
suatu stadium lanjut. Pada bahagian posterior ini, prostat dimasuki oleh ductus ejakulatorius yang berjalan secara oblique dan bermuara pada veromentanum didasar urethra prostatika persis dibahagian proksimal spingter eksterna. Pada permukaan superior, prostat melekat pada bladder outlet dan spingter interna sedangkan dibagian inferiornya terdapat diafragma urogenitalis yang dibentuk oleh lapisan kuat fasa pelvis, dan perineal membungkus otot levator ani yang tebal. Diafragma urogenital ini pada wanita lebih lemah oleh karena ototnya lebih sedikit dan fasia lebih sedikit.1
(Gambar menunjukkan perbedaan antara prostat yang normal dan yang mengalami pembesaran.22)
IV.HistologiProstat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat di tengah, bulat, dan kecil.V. ETIOLOGIPenyebab Benign prostate hyperplasia tidak di ketahui.BPH dianggap sebagai bagian normal dari proses penuaan pada pria dan hormon tergantung pada testosteron dan dihidrotestosteron (DHT) yang diproduksi.Salah satu teori ialah teori testosterone(T) iaitu T bebas yang dirubah menjadi Dehydrotestosterone(DHT) oleh enzim 5 a reduktase yang merupakan bentuk testosterone yang aktif yang dapat ditangkap oleh reseptor DHT didalam sitoplasma sel prostat yang kemudian bergabung dengan reseptor inti sehingga dapat masuk kedalam inti untuk mengadakan inskripsi pada RNA sehingga akan merangsang sintesis protein.Teori yang disebut diatas menjadi dasar pengobatan BPH dengan inhibitor 5a reduktase. 3,5,10,12
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH adalah:
Peranan dari faktor pertumbuhan sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
Meningkatkan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem
sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.1
ⅤI. PATOFISIOLOGIPenyebab BPH belum diketahui dengan pasti, ada beberapa pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dan proses yang rumit dari androgen dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal dan testosteron dengan bantuan enzim 5-α reduktase diperkirakan sebagai mediator utama pertumbuhan prostat. Dalam sitoplasma sel prostat ditemukan reseptor untuk dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini jumlahnya akan meningkat dengan bantuan estrogen. DHT yang dibentuk kemudian akan berikatan dengan reseptor membentuk DHT-Reseptor komplek. Kemudian masuk ke inti sel dan mempengaruhi RNA untuk menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi protiferasi sel. Adanya anggapan bahwa sebagai dasar adanya gangguan keseimbangan hormon androgen dan estrogen, dengan bertambahnya umur diketahui bahwa jumlah androgen berkurang sehingga terjadi peninggian estrogen secara retatif.Diketahui estrogen mempengaruhi prostat bagian dalam (bagian tengah, lobus lateralis dan lobus medius) hingga pada hiperestrinism, bagian inilah yang mengalami hiperplasia .Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan menghambat aliran urine.
Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.
Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding .
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau
lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya
tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan
diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter
ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal
ginjal5,14,19.
ⅥI. DIAGNOSIS
A.GAMBARAN KLINISObstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan diluar saluran kemih.
1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah
Disebut juga Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) atau Prostatismus. Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi.
a. Gejala Obstruksi
Hesitansi ketika menunggu saat permulaan miksi Pancaran miksi lemah Intermitensi atau pancaran miksi terputus-putus Miksi tidak puas Menetes setelah miksi
b. Gejala Iritasi
Frekuensi Nokturi Urgensi Disuri
Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi buli-buli untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat,
otot buli-buli mengalami kepayahan sehingga jatuh ke fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi
urine akut. Timbulnya dekompensasi buli-buli disebabkan oleh beberapa faktor yaitu volume buli-buli tiba-tiba terisi
penuh, massa prostat tiba-tiba membesar dan setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi
otot detrusor atau yang dapat mempersempit leher buli-buli.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhannya berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (merupakan tanda
hidronefrosis) atau demam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.
3. Gejala di luar saluran kemih
Kadang pasien datang ke dokter mengeluhkan adanya hernia inguinalis atau haemorrhoid. Timbulnya kedua
penyakit ini mungkin karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra
abdominal.
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa di daerah supra simfisis akibat
retensi urin. Kadang didapatkan urine yang selalu menetes tanpa disadari oleh penderita, yang merupakan pertanda
dari irikontinensia paradoksa.
Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti
benjolan di dalam rektum dan prostat.
Pada perabaan dengan colok dubur perlu diperhatikan
Konsistensi prostat (pada pembesaran jinak, konsistensinya kenyal) Adakah asimetri Adakah nodul pada prostat Apakah batas atas dapat diraba
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan
dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan
ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi
untuk melakukan intervensi pada hipertrofi prostat.
Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan pancaran menurun antara 6-8 ml/detik, sedangkan pancaran maksimal menjadi 15 ml/detik atau kurang. 2,5,6,10,13,14
,18
Derajat Berat BPB berdasarkan Gambaran Klinik
B. PEMERIKSAAN RADIOLOGIBNO-IVP
BNO-IVP adalah pemeriksaan radiologi dengan menggunakan kontras untuk menilai sistem urinarius. Pada pemeriksaan ini, kontras disuntikkan melalui vena dan kemudian difoto menggunakan sinar x. Kontras tersebut berguna agar urine menjadi terlihat pada sinar x dan bila ada halangan atau hambatan pada saluran kemih maka akan terdeteksi.Media kontras yang digunakan adalah yang berbahan iodium, dimana jumlahnya disesuaikan dengan berat badan pasien, yakni 1-2 cc/kg berat badan.Pada BPH dengan BNO-IVP ditemukan :a. Indentasi caudal buli-bulib. Elevasi pada intraureter menghasilkan bentuk J-ureter (fish-hook appearance)c. Divertikulasi dan trabekulasi vesika urinaria 7,19
Indikasi Pemeriksaan BNO-IVP adalah renal agenesis,polyuria,BPH(benign prostatic hyperplasia),congenital anomaly(duplication of ureter and pelvis,ectopic kidney,horseshoe kidney,malroration), hydroneprosis,pyelonepritis,dan hipertensi renal. Kontra Indikasi
Alergi terhadap media kontras Pasien yang mempunyai kelainan atau penyakit jantung Pasien dengan riwayat atau dalam serangan jantung Multi myeloma Neonatus Diabetes mellitus tidak terkontrol/parah Pasien yang sedang dalam keadaan kolik Hasil ureum dan creatinin tidak normal
Persiapan Pasien 1. Pasien makan bubur kecap saja sejak 2 hari (48 jam) sebelum
pemeriksaan BNO-IVP dilakukan.2. Pasien tidak boleh minum susu, makan telur serta sayur-sayuran yang
berserat.3. Jam 20.00 pasien minum garam inggris (magnesium sulfat), dicampur 1
gelas air matang untuk urus-urus, disertai minum air putih 1-2 gelas, terus puasa.4. Selama puasa pasien dianjurkan untuk tidak merokok dan banyak bicara
guna meminimalisir udara dalam usus. 5. Jam 08.00 pasien datang ke unit radiologi untuk dilakukan pemeriksaan,
dan sebelum pemeriksaan dimulai pasien diminta buang air kecil untuk mengosongkan blass.
6. Yang terakhir adalah penjelasan kepada keluarga pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan dan penandatanganan informed consent.20
7. Kriteria Gambar 1. Foto 5 menit post injeksi1. Tampak fungsi sekresi dan ekskresi ginjal2. Foto 15 menit post injeksi 1. Tampak kontras mengisi system pelviocalyseal.2. Foto 30 menit post injeksi (full blass)1. Tampak vesica urinaria terisi penuh oleh kontras 2. Foto Post Mixi 1. Tampak vesica urinaria yang telah kosong.
Gambar 1.Tampak pemeriksaan BNO-IVPdengan urogram normal20.
Gambar 2.Tampak “Fish Hook appearance”(di tandai dengan anak panah) pada gambar di atas.24
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN IVP
Kelebihan 1. Bersifat invasif.2. IVP memberikan gambaran dan informasi yang jelas, sehingga dokter
dapat mendiagnosa dan memberikan pengobatan yang tepat mulai dari adanya batu ginjal hingga kanker tanpa harus melakukan pembedahan
3. Diagnosa kelainan tentang kerusakan dan adanya batu pada ginjal dapat dilakukan.
4. Radiasi relative rendah 5. relative aman Kekurangan 1. Selalu ada kemungkinan terjadinya kanker akibat paparan radiasi yang
diperoleh.2. Dosis efektif pemeriksaan IVP adalah 3 mSv , sama dengan rata-rata
radiasi yang diterima dari alam dalam satu tahun.3. Penggunaan media kontras dalam IVP dapat menyebabkan efek alergi
pada pasien, yang menyebabkan pasien harus mendapatkan pengobatan lanjut. 4. Tidak dapat dilakukan pada wanita hamil.20
USGUSG dapat dilakukan secara transabdominal atau transrektal (trans rectal ultrasography = TRUS). Selain untuk mengetahui pembesaran prostat, pemeriksaan ini dapat pula menentukan volume vesika urinaria, mengukur sisa urin dan keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan batu. Dengan TRUS dapat diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Jika ada kecenderungan ke arah keganasan/kanker prostat maka pemeriksaan dengan USG ini dianjurkan.19
Pada USG :o Pembesaran kelenjar pada zona sentralo Nodul hipoechoid atau campuran echogenic o Kalsifikasi antara zona sentral o Volume prostat > 30 ml 8
Gambar 3.Tampak ukuran prostat membesar,tampak indentasi caudal ke buli-buli.23
CT scan
CT Scan adalah salah satu peralatan radiodiagnostik dengan menggunakan sinar-x. pada dasarnya gambar yang
dihasilkan merupakan pemetaan dari penyerapan objek terhadap sinar-x . Perbedaan mendasar dengan pemotretan
sinar-x biasa (konvensional) adalah gambar yang ditampilkan merupakan gambar potongan axial, sedangan dengan
pemotretan sinar-x konvensional gambar yang dihasilkan adalah gambaran AP,PA atau lateral. Dengan kata lain CT
Scan adalah alat yang dapat menghasilkan gambar potongan axial.
Pada CT-Scan pada BPH ditemukan gambaran ukuran prostat membesar di atas ramus superior simfisis pubis. 8
Gambar 4.Tampak ukuran prostat membesar di atas ramus superior simfisis pubis.16
C.PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Sedimen urin diperiksa karena kemungkinan adanya proses infeksi atau
inflamasi pada saluran kemih
Kultur urin untuk mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan
Pemeriksaan darah
elektrolit
ureum (blood urea nitrogen)
kreatinin3
Untuk mengetahui fungsi ginjal.
Prostate Specific Antigen (PSA) di periksa untuk mengetahui adanya keganasan
Pemeriksaan lain
Urine Flow Study
Cystoscopy2,5,6,13,14,15,18
ⅦI. DIAGNOSIS BANDINGKanker ProstatKanker prostat adalah penyakit kanker yang berkembang di prostat, sebuah kelenjar dalam sistem reproduksi lelaki. Hal ini terjadi ketika sel prostat mengalami mutasi dan mulai berkembang di luar kendali. Sel ini dapat menyebar secara metastasis dari prostat ke bagian tubuh lainnya, terutamatulang dan lymph node. Kanker prostat dapat menimbulkan rasa sakit, kesulitan buang air kecil, disfungsi erektil dan gejala lainnya17.
Jika pada pemeriksaan colok dubur ditemukan benjolan, maka dilakukan pemeriksaan
USG.Dengan melakukan rontgen atau skening tulang, bisa diketahui adanya
penyebaran kanker ke tulang.21
Aksial transrectal ultrasonografi (TRUS) scan menunjukkan area hypoechoic luas (panah) di daerah tepi kanan. Biopsi mengungkapkan adenokarsinoma prostat. 17
Aksial transrectal sonogram pada pasien dengan hasil normal selama pemeriksaan colok dubur dan antigen prostat-khusus (PSA) tingkat 9 ng / mL. Gambar menunjukkan daerah yang luas hypoechoic bilateral tetapi sebagian besar sisi kiri di daerah tepi (panah). Biopsi menegaskan Gleason kelas 8 kanker prostate.Ketidakteraturan Minor capsular hadir di sebelah kiri, ini adalah konsisten dengan tumor T3. 17
Metastasis kanker prostat (panah) melibatkan jaringan lunak di sisi kanan dasar tengkorak. Pasien disajikan dengan sisi kanan palsi saraf kranial XII. 17
ⅧI. PENGOBATANTerdapat 2 jenis obat yang di gunakan untuk mengobati BPH iaitu:
Alfa-blockers-obat ini membantu relaksasi fiber-fiber otot yang ada di prostat ini dapat menghalang dari terjadi obstruksi saluran kemih.Obat ini tidak mereduksi saiz prostat.Contohnya terazosin (Hytrin), alfuzosin (Xatral) dan tamsulosin (Flomax MR).
5-alpha-reductase inhibitors seperti finasteride (Proscar) menghalang pembesaran prostat dan mengurangi saiz kelenjar itu.15
PembedahanPembedahan merupakan “gold standard” untuk mengobati dan mengurangi simptom-simptom BPH.Jenis pembedahan yang tersering adalah TURP(Transurethral resection of the prostate) iaitu mengeluarkan bahagian yang mengalami pembesaran.Jika pembesarannya sedikit maka kaedah TUI(Transurethral incision) dijalankan.5,15
Contoh Pembedahan yang lain: Microwave thermotherapy
Dalam pengobatan ini, tisu-tisu prostat ini dipanaskan sehingga 45ºC.Ini mengurangi saiz prostat menyebabkan sel-sel di central prostat mati. Pengobatan ini dijalankan melalui urethra.
Electrovaporisation
Dalam prosedur ini tisu prostat yang bermasalah di keluarkan dengan cara
evaporasi dengan menggunakan arus listrik. Terapi ini di jalankan melalui
endoscopy. Laser-resection
Ini adalah pengobatan secara endoskopi, tisu –tisu prostat di keluarkan dengan laser.Satu saluran di bentuk dengan memasukkan satu tube yang di perbuat dari besi atau plastik yang menetap di tempat yang ada obstruksi di urethra yang disebabkan oleh prostat.Terapi ini jarang di jalankan.15
VIIIII.Komplikasi benign prostatic hiperplasia16:
Retensi urin hydronephrosis and hydroureter dan kegagalan ginjal
Infeksi saluran kemih yang sering Diverticula vesika urinaria Hematuri yang sering
BPH dan asuhan keperawatan:
Pengertian Benigne Prostat Hyperplasia
Benigne Prostat Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena
hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler
yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo, 1994
: 193).
Etiologi/Penyebabnya
Penyebab yang pasti dari terjadinya Benigne Prostat Hyperplasia sampai sekarang belum diketahui
secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benigne Prostat Hyperplasia yaitu
testis dan usia lanjut.
Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga timbulnya Benigne
Prostat Hyperplasia antara lain :
1. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari
kelenjar prostatmengalami hiperplasia.
2. Ketidak seimbangan estrogen – testoteron
Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan penurunan testosteron
sedangkan estradiol tetap. yang dapat menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.
3. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan penurunan transforming gorwth
faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.
4. Penurunan sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar
prostat.
5. Teori stem cell
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
(Roger Kirby, 1994 : 38).
Anatomi Dan Fisiologi Prostat
Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi / mengitari uretra posterior dan
disebelah proximalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini
menempel pada diafragma urogenital yang sering disebut sebagai otot dasar panggul. Kelenjar ini
pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah kemiri atau jeruk nipis. Ukuran, panjangnya sekitar 4
– 6 cm, lebar 3 – 4 cm, dan tebalnya kurang lebih 2 – 3 cm. Beratnya sekitar 20 gram.
Prostat terdiri dari :
50 – 70 %• Jaringan Kelenjar
• Jaringan Stroma (penyangga)
• Kapsul/Musculer
Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzym yang berfungsi untuk
pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi (penggumpalan) di dalam testis yang membawa
sel-sel sperma. Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar prostat akan bekerja memeras cairan prostat
keluar melalui uretra. Sel – sel sperma yang dibuat di dalam testis akan ikut keluar melalui uretra.
Jumlah cairan yang dihasilkan meliputi 10 – 30 % dari ejakulasi. Kelainan pada prostat yang dapat
mengganggu proses reproduksi adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain sepeti
pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak memegang peranan penting
pada proses reproduksi tetapi lebih berperanan pada terjadinya gangguan aliran kencing.
Kelainanyang disebut belakangan ini manifestasinya biasanya pada laki-laki usia lanjut.
Patofisiologi
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia, jika prostat
membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran uretra prostatica dan
menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi
terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk
dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari
buli-buli berupa : Hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-
buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian
bawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS (Basuki, 2000 : 76).
Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor berhasil dengan
sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah. Pada fase ini disebut Sebagai
Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan
pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi
tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat
Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra abdominal
(mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan
kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan
ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut
menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine
secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini
terjadi oleh karena buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan
kompensasi adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine.Retensi
urine yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal (Sunaryo, H. 1999 : 11)
TESTIS dan USIA LANJUT —>
PADA FASE AWAL PROSTAT HYPERPLASIA —>
POLA DAN KUALITAS MIKSI BERUBAH —>
KONTRAKSI MUSKULUS DESTRUSSOR TIDAK ADEKUAT (LEMAH) —>
1. RESIDUAL URINE
KOMPENSASI MENINGKATKAN TEKANAN INTRA ABDOMINAL—->HERNIA, HAEMOROID
2. RETENSIO URINE TOTAL (FASE DEKOMPENSASI)
a. NYERIOLEH TEKANAN TEKANAN INTRA VESIKA URINARIA
b. INKONTINENSIA PARADOKSA OVERFLOW INCONTINENSIA (TEKANAN INTRA VASKULER URINARIA
DARI PADA TEKANAN SPINKTER BERSIFAT KRONIS)
c.REFLUKS VESIKA URETRAL—>DILATASI URETER (HYDRO URETER)—-> PALVIO KALIKS GINJAL
(HYDRONEFROTIK)—-> KERUSAKAN GINJAL—–> GAGAL GINJAL
Proses Miksi
Fase pengisian
Pves : <> P up P Ves <> 60 tahun
• Pola urinari : frekuensi, nocturia, disuria.
• Gejala obstruksi leher buli-buli : prostatisme (Hesitansi, pancaran, melemah, intermitensi, terminal
dribbling, terasa ada sisa) Jika frekuensi dan noctoria tak disertai gejala pembatasan aliran non
Obstruktive seperti infeksi.
hematuri• BPH
1. Pemeriksaan Fisik
• Perhatian khusus pada abdomen ; Defisiensi nutrisi, edema, pruritus, echymosis menunjukkan renal
insufisiensi dari obstruksi yang lama.
• Distensi kandung kemih
retensi urine• Inspeksi : Penonjolan pada daerah supra pubik
retensi urine• Palpasi : Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan pasien ingin
buang air kecil
residual urine• Perkusi : Redup
• Pemeriksaan penis : uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose meatus, striktur
uretra, batu uretra/femosis.
posisi knee chest• Pemeriksaan Rectal Toucher (Colok Dubur)
Syarat : buli-buli kosong/dikosongkan
Tujuan : Menentukan konsistensi prostat
Menentukan besar prostat
2. Pemeriksaan Radiologi
Pada Pemeriksaan Radiologi ditujukan untuk
a. Menentukan volume Benigne Prostat Hyperplasia
b. Menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residual urine
c. Mencari ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan dengan Benigne Prostat Hyperplasia atau
tidak
Beberapa Pemeriksaan Radiologi
a. Intra Vena Pyelografi ( IVP ) : Gambaran trabekulasi buli, residual urine post miksi, dipertikel buli.
Indikasi : disertai hematuria, gejala iritatif menonjol disertai urolithiasis
Tanda BPH : Impresi prostat, hockey stick ureter
b. BOF : Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal
c. Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada tidaknya refluk vesiko ureter/striktur
uretra.
d. USG : Untuk menentukan volume urine, volume residual urine dan menilai pembesaran prostat
jinak/ganas
3. Pemeriksaan Endoskopi.
4. Pemeriksaan Uroflowmetri
Berperan penting dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan obstruksi leher buli-buli
Q max : > non obstruksi15 ml/detik
border line10 – 15 ml/detik
<>2,5cm), multiple. Fasilitas TUR tak ada.
Mortalitas Pembedahan BPH
0 – 1 % KAUSA : Infark Miokatd
Septikemia dengan Syok
Perdarahan Massive
Kepuasan Klien : 66 – 95 %
Indikasi Pembedahan BPH
Retensi urine akut
Retensi urine kronis
Residual urine lebih dari 100 ml
BPH dengan penyulit
Hydroneprosis
Terbentuknya Batu Buli
Infeksi Saluran Kencing Berulang
Hematuri berat/berulang
Hernia/hemoroid
Menurunnya Kualitas Hidup
Retensio Urine
Gangguan Fungsi Ginjal
Terapi medikamentosa tak berhasil
Sindroma prostatisme yang progresif
Flow metri yang menunjukkan pola obstruktif
Flow. Max kurang dari 10 ml
Kurve berbentuk datar
Waktu miksi memanjang
Kontra Indikasi
• IMA
• CVA akut
Tujuan :
• Mengurangi gejala yang disertai dengan obstruksi leher buli-buli
• Memperbaiki kualitas hidup
90 – 95 %1) Trans Uretral Reseksi Prostat
Dilakukan bila pembesaran pada lobus medial.
Keuntungan :
• Lebih aman pada klien yang mengalami resiko tinggi pembedahan
• Tak perlu insisi pembedahan
• Hospitalisasi dan penyebuhan pendek
Kerugian :
• Jaringan prostat dapat tumbuh kembali
strictura urethra.• Kemungkinan trauma urethra
2) Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy
Prostat terlalu besar tetapi tak ada masalah kandung kemih
3) Perianal Prostatectomy
Pembesaran prostat disertai batu buli-buli
Mengobati abces prostat yang tak respon terhadap terapi conservatif
Memperbaiki komplikasi : laserasi kapsul prostat
4) Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy
PRE OPERATIF CARE
Mengkaji kecemasan klien, mengoreksi miskonsepsi tentang pembedahan dan memberikan informasi
yang akurat pada klien
• Type pembedahan
TUR – P, general / spina anesthesi• Jenis anesthesi
• Cateter : folly cateter, Continuous Bladder Irigation (CBI).
Persiapan orerasi lainnya yaitu :
• Pemeriksaan lab. Lengkap : DL, UL, RFT, LFT, pH, Gula darah, Elektrolit
• Pemeriksaan EKG
• Pemeriksaan Radiologi : BOF, IVP, USG, APG.
Bagi penderita yang tidak memakai kateter.• Pemeriksaan Uroflowmetri
• Pemasangan infus dan puasa
• Pencukuran rambut pubis dan lavemen.
• Pemberian Anti Biotik
• Surat Persetujuan Operasi (Informed Concern).
POST OPERATIF CARE
Post operatif care pada dasarnya sama seperti pasien lainnya yaitu monitoring terhadap respirasi,
sirkulasi dan kesadaran pasien :
1. Airway : Bebaskan jalan fafas
Posisi kepala ekstensi
Breathing : Memberikan O2 sesuai dengan kebutuhan
Observasi pernafasan
Cirkulasi : mengukur tensi, nadi, suhu tubuh, pernafasan, kesadaran dan produksi urine pada fase awal
(6jam) paska operasi harus dimonitor setiap jam dan harus dicatat.
Bila pada fase awal stabil, monitor/interval bisa 3 jam sekali
segera cek Hb dan lapor dokter.Bila tensi turun, nadi meningkat (kecil), produksi urine merah pekat
harus waspada terjadinya perdarahan
segera lapor dokter.Tensi meningkat dan nadi menurun (bradikardi), kadar natrium menurun,
gelisah atau delir harus waspada terjadinya syndroma TUR
lapor dokter, spoling dengan PZ tetesan tergantung dari warna urine yang keluar dari Urobag. Bila
urine sudah jernih tetesan spoling hanya maintennens/dilepas dan bila produksi urine masih merah
spoling diteruskan sampai urine jernih. terjadi retensi urine dalam buli-buli Bila produksi urine tidak
keluar (menurun) dicari penyebabnya apakah kateter buntu oleh bekuan darah
Bila perlu Analisa Gas Darah
Apakah terjadi kepucatan, kebiruan.
Cek lab : Hb, RFT, Na/K dan kultur urine.
2. Pemberian Anti Biotika
Antibiotika profilaksis, diberikan bila hasil kultur urine sebelum operasi steril. Antibiotik hanya
diberikan 1 X pre operasi + 3 – 4 jam sebelum operasi.
Antibiotik terapeutik, diberikanpada pasien memakai dower kateter dari hasil kultur urine positif.
Lama pemberian + 2 minggu, mula-mula diberikan parenteral diteruskan peroral. Setiap melepas
kateter harus diberikan antibiotik profilaksis untuk mencegah septicemia.
3. Perawatan Kateter
Kateter uretra yang dipasang pada pasca operasi prostat yaitu folley kateter 3 lubang (treeway
catheter) ukuran 24 Fr.
Ketiga lubang tersebut gunanya :
1. untuk mengisibalon, antara 30 – 40 ml cairan
2. untuk melakukan irigasi/spoling
3. untuk keluarnya cairan (urine dan cairan spoling).
Setelah 6 jam pertama sampai 24 jam kateter tadi biasanya ditraksi dengan merekatkan ke salah satu
paha pasien dengan tarikan berat beban antara 2 – 5 kg. Paha ini tidak boleh fleksi selama traksi
masih diperlukan.
Paling lambat pagi harinya traksi harus dilepas dan fiksasi kateter dipindahkan ke paha bagian
proximal/ke arah inguinal agar tidak terjadi penekanan pada uretra bagian penosskrotal. Guna dari
traksi adalah untuk mencegah perdarahan dari prostat yang diambil mengalir di dalam buli-buli,
membeku dan menyumbat pada kateter.
Bila terlambat melepas kateter traksi, dikemudian hari terjadi stenosis leher buli-buli karena
mengalami ischemia.
Tujuan pemberian spoling/irigasi :
1. Agar jalannya cairan dalam kateter tetap lancar.
2. Mencegah pembuntuan karena bekuan darah menyumbat kateter
3. Cairan yang digunakan spoling H2O / PZ
Kecepatan irigasi tergantung dari warna urine, bila urine merah spoling dipercepat dan warna urine
harus sering dilihat. Mobilisasi duduk dan berjalan urine tetap jernih, maka spoling dapat dihentikan
dan pipa spoling dilepas.
Kateter dilepas pada hari kelima. Setelah kateter dilepas maka harus diperhatikan miksi penderita.
Bisa atau tudak, bila bisa berapa jumlahnya harus diukur dan dicatat atau dilakukan uroflowmetri.
Sebab-sebab terjadinya retensio urine lagi setelah kateter dilepas :
1. Terbentuknya bekuan darah
2. Pengerokan prostat kurang bersih (pada TUR) sehingga masih terdapat obstruksi.
A. TUR – P
Setelah TUR – P klien dipasang tree way folley cateter dengan retensi balon 30 – 40 ml. Kateter di tarik
untuk membantu hemostasis
nyeri spasmeIntruksikan klien untuk tidak mencoba mengosongkan bladder Otot bladder kontraksi
mencegah obstruksi atau komplikasi lain CBI – P. Folley cateter diangkat 2 – 3 hari berikutnyaCBI
(Continuous Bladder Irigation) dengan normal salin
normalKetika kateter diangkat timbul keluhan : frekuensi, dribbling, kebocoran
membantu menurunkan disuria dan menjaga urine tetap jernih. intake cairan minimal 3000 ml/hari
meningkat Post TUR – P : urine bercampur bekuan darah, tissue debris
B. OPEN PROSTATECTOMY
Resiko post operative bleeding pada 24 jam pertama oleh karena bladder spsme atau pergerakan
Monitor out put urine tiap 2 jam dan tanda vital tiap 4 jam
urine kemerahan (saos) + clottingArterial bleeding
traction kateter urine seperti anggur Venous bleeding
Vetropubic prostatectomy
deep wound infection, pelvic abcessObservasi : drainage purulent, demam, nyeri meningkat
Suprapubic prostatectomy
klien diinstruksikan tetap tidur sampai Continuous Bladder Irigation dihentikan Perlu Continuous
Bladder Irigation via suprapubic
Kateter uretra diangkat hari 3 – 4 post op
Setelah kateter diangkat, kateter supra pubic di clamp dan klien disuruh miksi dan dicek residual
urine, jika residual urine ± 75 ml, kateter diangkat
EVALUASI
Kreteria yang diharapkan terhadap diagnosis yang berhubungan dengan obstruksi urinari adalah :
1. Mengatasi obstruksi urine tanpa infeksi atau komplikasi yang permanen
2. Tidak mengalami tekanan atau nyeri berkepanjangan
3. Mengungkapkan penurunan atau tak adanya kecemasan tentang retensio urine.
4. Menunjukan tingkat fungsi sexual kembali sebagaimana sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan (terjemahan). PT EGC.
Jakarta.
Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I (terjemahan). PT
EGC. Jakarta.
Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.
BAB IIISI
2.1 PENGERTIAN
Vesikolitiasis adalah penyumbatan saluran kemih khususnya pada vesika urinaria
atau kandung kemih oleh batu penyakit ini juga disebut batu kandung kemih.
( Smeltzer and Bare, 2000 ).
Vesikolitiasis adalah batu yang terjebak di vesika urinaria yang menyebabkan
gelombang nyeri yang luar biasa sakitnya yang menyebar ke paha, abdomen dan
daerah genetalia. Medikasi yang diketahui menyebabkan pada banyak klien mencakup
penggunaan antasid, diamox, vitamin D, laksatif dan aspirin dosis tinggi yang
berlebihan. Batu vesika urinaria terutama mengandung kalsium atau magnesium
dalam kombinasinya dengan fosfat, oksalat, dan zat-zat lainnya. (Brunner and
Suddarth, 2001)
Batu kandung kemih adalah batu yang tidak normal di dalam saluran kemih yang
mengandung komponen kristal dan matriks organik tepatnya pada vesika urinari atau
kandung kemih. Batu kandung kemih sebagian besar mengandung batu kalsium
oksalat atau fosfat ( Prof. Dr. Arjatm T. Ph.D. Sp. And dan dr. Hendra Utama, SPFK,
2001 ).
Vesikolitiasis merupakan batu yang menghalangi aliran air kemih akibat
penutupan leher kandung kemih, maka aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba
akan berhenti dan menetes disertai dengan rasa nyeri ( Sjamsuhidajat dan Wim de
Jong, 1998:1027).
Pernyataan lain menyebutkan bahwa vesikolitiasis adalah batu kandung kemih
yang merupakan keadaan tidak normal di kandung kemih, batu ini mengandung
komponen kristal dan matriks organik (Sjabani dalam Soeparman, 2001:377).
Vesikolitiasis adalah batu yang ada di vesika urinaria ketika terdapat defisiensi
substansi tertentu, seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat
atau ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal
mencegah terjadinya kristalisasi dalam urin (Smeltzer, 2002:1460).
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau kedua
ginjal akibat adanya obstruksi (Smeltzer, 2002:1442). Long, (1996:318) menyatakan
sumbatan saluran kemih yang bisa terjadi dimana saja pada bagian saluran dari mulai
kaliks renal sampai meatus uretra. Hidronefrosis adalah pelebaran/dilatasi pelvis ginjal
dan kaliks, disertai dengan atrofi parenkim ginjal, disebabkan oleh hambatan aliran
kemih. Hambatan ini dapat berlangsung mendadak atau perlahan-lahan, dan dapat
terjadi di semua aras ( level ) saluran kemih dari uretra sampai pelvis renalis (Wijaya
dan Miranti, 2001:61).
Vesikolithotomi adalah alternatif untuk membuka dan mengambil batu yang ada
di kandung kemih, sehingga pasien tersebut tidak mengalami ganguan pada aliran
perkemihannya Franzoni D.F dan Decter R.M ( http://www.medscape.com , 8 Juli 2006).
2.2 ETIOLOGI
Obstruksi kelenjar prostat yang membesar
Striktur uretra (penyempitan lumen dari uretra)
Neurogenik bladder (lumpuh kandung kemih karena lesi pada neuron yang menginervasi
bladder)
Benda asing , misalnya kateter
Divertikula,urin dapat tertampung pada suatu kantung didinding vesika urinaria
Shistomiasis, terutama oleh Shistoma haemotobium, lesi mengarah keganasan
Hal-hal yang disebutkan di atas dapat menimbulkan retensi urin, infeksi, maupun
radang. Statis, lithiasis, dan sistitis adalah peristiwa yang saling mempengaruhi. Statis
menyebabkan bakteri berkembang sistitis; urin semakin basa memberi suasana
yang tepat untuk terbentuknya batu MgNH4PO4 (batu infeksi/struvit). Batu yang
terbentuk bisa tunggal ataupun banyak.
Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi,
statis urin dan periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan
metabolisme kalsium).
Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut Soeparman (2001:378) batu kandung kemih (Vesikolitiasis) adalah
1. Hiperkalsiuria
Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan karena, hiperkalsiuria
idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan
protein), hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau
kelebihan kalsium.
2. Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih, khususnya
sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap),
minum Asetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi.
3. Hiperurikosuria
Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan batu
kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.
4. Penurunan jumlah air kemih
Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.
5. Jenis cairan yang diminum
Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus anggur.
6. Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan oleh
diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit usus kecil
atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi garam empedu.
7. Ginjal Spongiosa Medula
Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak dijumpai
predisposisi metabolik).
8. Batu Asan Urat
Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan hiperurikosuria
(primer dan sekunder).
9. Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan organisme yang
memproduksi urease.
Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :
1. 75 % kalsium.
2. 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).
3. 6 % batu asam urat.
4. 1-2 % sistin (cystine).
2.3 MANIFESTASI KLINIS / TANDA DAN GEJALA
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan
berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi
pada leher kandung kemih menyebabkan retensi urin atau bisa menyebabkan sepsis,
kondisi ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan pasien, dapat pula kita lihat
tanda seperti mual muntah, gelisah, nyeri dan perut kembung (Smeltzer, 2002:1461).
Dapat tanpa keluhan
Sakit berhubungan dengan kencing (terutama diakhir kencing)
Lokasi sakit terdapat di pangkal penis atau suprapubis kemudian dijalarkan ke ujung
penis (pada laki-laki) dan klitoris (pada wanita).
Terdapat hematuri pada akhir kencing
Disuria (sakit ketika kencing) dan frequensi (sering kebelet kencing walaupun VU belum
penuh).
Aliran urin berhenti mendadak bila batu menutup orificium uretra interna.
Bila batu mneyumbat muara ureter hidrouereter hidronefrosis gagal ginjal
Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya
tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan. Jika
penyumbatan timbul dengan cepat (Hidronefrosis akut) biasanya akan menyebabkan
koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah antara rusuk dan tulang punggung) pada
sisi ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (Hidronefrosis
kronis), biasanya tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang
rusuk dan tulang punggung.
Selain tanda diatas, tanda hidronefrosis yang lain menurut Samsuridjal
(http://www.medicastore.com, 26 Juni 2006) adalah:
1. Hematuri.
2. Sering ditemukan infeksi disaluran kemih.
3. Demam.
4. Rasa nyeri di daerah kandung kemih dan ginjal.
5. Mual.
6. Muntah.
7. Nyeri abdomen.
8. Disuria.
9. Menggigil.
2.4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM / DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi pemeriksaan:
1.Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap.
a pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme dapat berbentuk
batu magnesium amonium phosphat, pH yang rendah menyebabkan pengendapan batu
asam urat.
b Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan batu, bila
terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.
c Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi dalam proses
pembentukan batu saluran kemih.
d Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah terjadi
hiperekskresi.
2. Darah
a Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
b Lekosit terjadi karena infeksi.
c Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
d Kalsium, fosfat dan asam urat.
3. Radiologis
a. Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi bendungan atau
tidak.
b. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan ini dapat
dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi tidak
memberikan informasi yang memadai.
c. PV (Pem Postvoid) : mengetahui pengosongan kandung kemih
d. Sistokopi : Untuk menegakkan diagnosis batu kandung kencing.
e. Foto KUB
Menunjukkan ukuran ginjal ureter dan ureter, menunjukan adanya batu.
f. Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal, mengeluarkan batu yang kecil.
g. EKG
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
h. Foto Rontgen
Menunjukan adanya di dalam kandung kemih yang abnormal.
i. IVP ( intra venous pylografi ) :
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih,membedakan derajat obstruksi
kandung kemih divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung
kemih.
j. Vesikolitektomi ( sectio alta ):
Mengangkat batu vesika urinari atau kandung kemih.
k. Litotripsi bergelombang kejut ekstra korporeal.
Prosedur menghancurkan batu ginjal dengan gelombang kejut.
l. Pielogram retrograd
4. USG (Ultra Sono Grafi)
Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal.
Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung kemih.
Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih, urografi intravena
atau pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan urine dalam 24 jam untuk
mengukur kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, dan volume total merupakan upaya
dari diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya riwayat batu ginjal, ureter,
dan kandung kemih dalam keluarga di dapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang
mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih pada klien.(Tjokro,N.A, et al. 2001 )
2.5 TERAPI
Menurut Soeparman ( 2001:383) pengobatan dapat dilakukan dengan :
1. Mengatasi Simtom
Ajarkan dengan tirah baring dan cari penyebab utama dari vesikolitiasis, berikan
spasme analgetik atau inhibitor sintesis prostaglandin, bila terjadi koliks ginjal dan
tidak di kontra indikasikan pasang kateter.
2. Pengambilan Batu
a Batu dapat keluar sendiri
Batu tidak diharapkan keluar dengan spontan jika ukurannya melebihi 6 mm.
b Vesikolithotomi.
c Pengangkatan Batu
1. Lithotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal
Prosedur non invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu. Litotriptor adalah
alat yang digunakan untuk memecahkan batu tersebut, tetapi alat ini hanya dapat
memecahkan batu dalam batas ukuran 3 cm ke bawah. Bila batu di atas ukuran ini
dapat ditangani dengan gelombang kejut atau sistolitotomi melalui sayatan
prannenstiel. Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang terkecil seperti pasir, sisa
batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
2. Metode endourologi pengangkatan batu
Bidang endourologi mengabungkan ketrampilan ahli radiologi mengangkat batu renal
tanpa pembedahan mayor. Batu diangkat dengan forseps atau jarring, tergantung dari
ukurannya. Selain itu alat ultrasound dapat dimasukkan ke selang nefrostomi disertai
gelombang ultrasonik untuk menghancurkan batu.
3. Ureteroskopi
Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan alat
ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser,
litotrips elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian diangkat.
d Pencegahan (batu kalsium kronik-kalsium oksalat)
1. Menurunkan konsentrasi reaktan (kalsium dan oksalat)
2. Meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentuk batu yaitu sitrat (kalium sitrat 20 mEq
tiap malam hari, minum jeruk nipis atau lemon malam hari), dan bila batu tunggal
dengan meningkatkan masukan cairan dan pemeriksaan berkala pembentukan batu
baru.
3. Pengaturan diet dengan meningkatkan masukan cairan, hindari masukan soft drinks,
kurangi masukan protein (sebesar 1 g/Kg BB /hari), membatasi masukan natrium, diet
rendah natrium (80-100 meq/hari), dan masukan kalsium.
4. Pemberian obat
Untuk mencegah presipitasi batu baru kalsium oksalat, disesuaikan kelainan metabolik
yang ada.
2.6 PENGKAJIAN DAN PEMERIKSAAN FISIK
a. Anamnesa
1). Identitas Klien
Meliputi nama klien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama/suku, warga negara,
bahasa yang digunakan, pendidikan, pekerjaan, alamat rumah.
2). Data Medik
Dikirim oleh siapa dan diagnosa medik saat masuk maupun saat pengkajian.
3). Keluhan Utama
Frekuensi berkemih yang meningkat, urine yang masih menetes setelah berkemih,
merasa tidak puas setelah berkemih, sering berkemih pada malam hari, penurunan
kekuatan, dan ukuran pancaran urine, mengedan saat berkemih, tidak dapat berkemih
sama sekali, nyeri saat berkemih, hematuria, nyeri pinggang, peningkatan suhu tubuh
disertai menggigil, penurunan fungsi seksual, keluhan gastrointestinal seperti nafsu
makan menurun, mual,muntah dan konstipasi.
b. Pemeriksaan Fisik
1). Status Kesehatan Umum
Meliputi kedaan penyakit, tingkat kesadaran,suara bicara dan tanda-tanda vital.
2). Kepala
Apakah klien terdapat nyeri kepala, bagaimana bentuknya, apakah terdapat masa
bekas terauma pada kepala, bagaimana keadaan rambut klien.
3). Muka
Bagaimana bentuk muka, apakah terdapat edema, apakah terdapat paralysis otot
muka dan otot rahang.
4). Mata
Apakah kedua mata memiliki bentuk yang berbeda, bentuk alis mata, kelopak mata,
kongjungtiva, sclera, bola mata apakah ada kelainan, apakah daya penglihatan klien
masih baik.
5). Telinga
Bentuk kedua telinga simetris atau tidak, apakah terdapat sekret, serumen dan benda
asing, membran timpani utuh atau tidak, apakah klien masih dapat mendengar dengan
baik.
6). Hidung
Apakah terjadi deformitas pada hidung klien, apakah settum terjadi diviasi, apakah
terdapat secret, perdarahan pada hidung, apakah daya penciuman masih baik.
7). Mulut Faring
Mulut dan Faring, apakah tampak kering dan pucat, gigi masih utuh, mukosa mulut
apakah terdapat ulkus, karies, karang gigi, otot lidah apakah masih baik, pada tonsil
dan palatum masih utuh atau tidak.
8). Leher
Bentuk leher simetis atau tidak, apakah terdapat kaku kuduk, kelenjar limfe terjadi
pembesaran atau tidak.
9). Dada
Apakah ada kelainan paru-paru dan jantung.
10). Abdomen
Bentuk abdomen apakah membuncit, datar, atau penonjolan setempat, peristaltic usus
meningkat atau menurun, hepar dan ginjal apakah teraba, apakah terdapat nyeri pada
abdomen.
11). Inguinal /Genetalia/ anus
Apakah terdapat hernia, pembesaran kelejar limfe, bagaimana bentuk penis dan
scrotum, apakah terpasang keteter atau tidak, pada anus apakah terdapat hemoroid,
pendarahan pistula maupun tumor, pada klien vesikollitiasis biasanya dilakukan
pemeriksaan rectal toucer untuk mengetahuan pembesaran prostat dan
konsistensinya.
12). Ekstermintas
Apakah pada ekstermitas bawah dan atas terdapat keterbatasan gerak, nyeri sendi
atau edema, bagaimana kekuatan otot dan refleknya
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan
fisik sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu dan penyulit yang
ditimbulkan.
Pemeriksaan fisik umum : hipertensi, febris, anemia, syok
Pemeriksan fisik khusus urologi
Sudut kosto vertebra : nyeri tekan , nyeri ketok, pembesaran ginjal
Supra simfisis : nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh
Genitalia eksterna : teraba batu di uretra
Colok dubur : teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)
2.7 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi (Carpenito,
2001:324).
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pernafasan akibat efek anestesi
(Perry dan Potter, 2002:911).
3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan penekanan saraf tepi akibat insisi
(Doenges, 1999:688).
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah (Doenges,
1999:691 ).
5. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan akibat
insisi (Doenges, 1999:808).
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi luka akibat operasi (Doenges, 1999 :
682).
7. Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan drainase luka (Carpenito,
2001:302).
2.8 INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi (Carpenito,
2001:324)
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pernafasan
Kriteria Hasil : Tidak tersedak, Sekret tidak menumpuk di jalan nafas dan tidak
ditemukan tanda cyanosis
Intervensi :
a. Kaji pola nafas klien.
b. Kaji perubahan tanda vital secara drastis.
c. Kaji adanya syanosis.
d. Bersihkan sekret dijalan nafas.
e. Ciptakan lingkungan yang nyaman.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pernafasan akibat efek anestesi
(Doenges, 1999:911).
Tujuan : pola nafas menjadi normal (vesikuler).
Kriteria Hasil : pola nafas efektif, bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia.
Intervensi :
a. Pertahankan jalan nafas dengan memiringkan kepala, hiperekstensi rahang, aliran
udara faringeal oral.
b. Observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan.
c. Posisikan klien dengan nyaman.
d. Observasi pengembalian fungsi otot pernafasan.
e. Lakukan pengisapan lendir jika diperlukan.
f. Berikan 0ksigen jika diperlukan.
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan penekanan saraf tepi akibat insisi
(Doenges, 1999:688).
Tujuan : klien merasa nyaman.
Kriteria Hasil : klien tidak gelisah, skala nyeri 1-2, tanda vital normal.
Intervensi :
a. Kaji tanda vital klien.
b. Catat lokasi dan lamanya intensitas nyeri.
c. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi.
d. Ciptakan lingkungan yang nyaman.
e. Kolaborasi pemberian analgesik (Narkotik), anti spasmodik dan kortikosteroid.
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah (Doenges,
1999 :691)
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil : Klien habis satu porsi dari rumah sakit, tidak mengeluh lemas,
membran mukosa lembab dan tanda vital normal.
Intervensi :
a. Kaji tanda vital klien.
b. Kaji kebutuhan nutrisi klien.
c. Timbang berat badan klien setiap hari.
d. Kaji turgor klien.
e. Awasi input dan output klien.
f. Cacat insiden muntah dan catat karakteristik dan frekuensi muntah.
g. Berikan makan sedikit tetapi sering.
h. Ciptakan lingkungan yang nyaman bagi klien.
5. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan akibat
insisi (Doenges, 1999:808).
Tujuan : Membaiknya keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria Hasil :
a. Monitor tanda vital.
b. Monitor urin meliputi warna hemates sesuai indikasi.
c. Pertahankan pencatatan komulatif jumlah dan tipe pemasukan cairan.
d. Monitor status mental klien.
e. Monitor berat badan tiap hari.
f. Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, dan natrium urin).
g. Kolaborasi pemberian diuretik.
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi luka operasi (Doenges, 1999 : 682).
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria Hasil: Limfosit dalam batas normal, tanda vital normal dan tidak ditemukan
tanda infeksi.
Intervensi :
a. Kaji lokasi dan luas luka.
b. Pantau jika terdapat tanda infeksi (rubor, dolor, kolor, tumor dan perubahan fungsi).
c. Pantau tanda vital klien.
d. Kolaborasi pemberian antibiotik.
e. Ganti balut dengan prinsip steril.
7. Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan drainase luka (Carpenito,
2001:302).
Tujuan : Tidak terjadi gangguan integritas kulit .
Kriteria Hasil: tidak ditemukan tanda infeksi, tidak ada luka tambahan
Intervensi :
a. Kaji drainase luka.
b. Monitor adanya tanda infeksi (rubor, dolor, kolor, tumor dan perubahan fungsi).
c. Kaji adanya luka tambahan pada klien.
d. Ganti balut dengan prinsip steril.
e. Kolaborasi pemberian antibiotik.
f. Himbau agar klien membatasi mobilitasnya.
Batu saluran kemihBatu saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di
sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu saluran kemih), ureter (ureterolithiasis) maupun di dalam kandung kemih (vesicolithiasis).
EpidemiologiInsidensi batu saluran kemih pada negara sedang berkembang dan negara sudah maju
berbeda. Banyak faktor yang mempengaruhi, antara lain industrialisasi, urbanisasi, derajat ekonomi dan social. Di samping itu faktor jenis kelamin, ras, pekerjaan, ildim juga mempengaruhi insidensi batu saluran kemih. Pernah dilaporkan bahwa pada musim panas kasus
batu saluran kemih, khususnya batu jenis kalsium dan oksalat, kasusnya meningkat di daerah Eropa. Pada musim itu kasus kolik ginjal meningkat.
Kasus ini lebih banyak diderita oleh laki-laki dari perempuan. Disebutkan ratio antara 3:1. Terdapat kecenderungan familier. Pada bangsa kulit hitam lebih sering terkena daripada bangsa kulit putih, hal ini ada hubungannya dengan faktor diet. Umur yang sering terdapat penyakit ini, pada anak-anak ldi bawah 5 tahun sedang pada dewasa sekitar umur 30 – 50 tahun. Batu saluran kemih lebih sering diketemukan pada ginjal sebelah kanan jika dibanding dengan ginjal sebelah kid, dimana 15 – 20% didapatkan bilateral.Patogenesis
Dengan pemeriksaan yang teliti pada penderita dengan batu akan dapat ditunjukkan faktor penyebabnya pada 40–50% kasus. Teori terjadinya batu saluran kemih masih belum dapat dipastikan. Pada urin normal sendiri dijumpai satu atau beberapa zat penghambat (fisiologis) yang mencegah terjadinya kristalisasi zat yang ada sehingga tak terbentuk batu. Diperkirakan dengan membentuk suatu komplek yang selalu larut dalam urin. Zat penghambat tersebut adalah magnesium pirofosfat, sitrat dan penghambat peptida. Zat-zat inilah yang mencegah perkembangan batu pada area kalsifikasi pada papilla ginjal (Randall's plaque) dari kristal tunggal atau agregatagregat kecil lain, yang umum terdapat pada urin, untuk kemudian berkembang menjadi besar dan menempatkan diri pada sistem pelvikalik ginjal untuk kemudian menjadi batu.
Perubahan pH urin atau adanya kolloid lain akan menyebabkan terjadinya pengendapan. Asam urat, xanthine, sistin dapat larut lebih banyak di dalam urin alkalis. Kalsium oksalat hampir tak dapat larut pada pH urin berapa pun. Kalsium fosfat dantriple fosfat kurang larut jika pH urin alkalis.
Adanya infeksi, stasis urin, hipersekresi zat tertentu seperti kalsium, fosfor, oksalat, asam urat dan sistin juga bisa menyebabkan terjadinya pengendapan. Pada infeksi misalnya, akan dijumpai suatu ulserasi yang mana hal ini akan menjadi nidus dari batu. Keadaan seperti gumpalan atau jendalan darah dalam ginjal atau kelompokan bakteri, yang mana sering terjadi pada stasis urin atau infeksi, akan menjadi nidus dari batu.
Di samping itu, kelainan pada anatomis ginjal sendini seperti sponge kidney, horseshoe kidney ataupun adanya defek lokal dari kalik glnjal atau penyumbatan, bisa menyebabkan timbulnya nidusiatu karena kelainannya tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya batu:a. Faktor di luar urin
diet, misalnya diet yang banyak mengandung oksalat. – intake cairan ke dalam tubuh, sehingga diduga adanya dehidrasi berpengaruh terhadap pembentukan batu pada daerah tropis. – familier, khususnya untuk terbentuknya batu sistin.
ras. trauma.
b. Faktor dalam urin :
infeksi pada ginjal. kelainan aliran urin sehingga terjadi stasis. komposisi urin. kejenuhan urin. reaksi keasaman urin.
Jenis Batua. Menurut komposisi kimia
batu urat; radiolusen, mudah mengalir ke dalarn vesica urinaria, dijumpai pada urin dengan suasana asam. Serihg dijumpai pada pasien yang mendapat terapi zat uricosuric, intake purin yang tinggi baik sekunder atau idiopatik, pasien yang mendapat terapi antikanker yang menyebabkan perusakan jaringan/sel, sehingga terjadi kenaikan ekskresi asam urat, pada penyakitmyeloproliferative.
batu garam oksalat; kecil, keras, berlapis, bentuk seperti jarum dan dijumpai pada urin dengan suasana netral. Dijumpai pada pasien dengan oksaluria, baik kongenital maupun familier, pada reseksi ileum, anestesi dengan metoksifluran dan orang dengan diet oksalat yang tinggi.
batu fosfat; mudah pecah dan dijumpai pada urin dengan suasana basa.b. Menurut ada tidaknya kalsium :
batu yang mengandung kalsium, seperti batu kalsium oksa lat, kalsium fosfat. Biasa dijumpai 'pasien dengan hiperkalsiuria idiopatik, renal tubular acidosis,hiperparatiroid primer, intake vitamin D berlebihan, intake susu berlebihan, sarkoidosis, penyakit dengan kerusakan pada tulang (tiroksikosis, ekses dari kortikosteroid), immobilisasi yang lama.
batu tanpa kalsium, misalnya batu sistin yang biasanya dijumpai riwayat familier.c. Menurut asal batu :
batu endogen, yang terjadi karena hasil metabolisme. batu eksogen, yang akibat benda asing.
d. Menurut kejadian batu : batu primer, tak mempunyai nidus, terjadi pada urin yang steril dan berbentuk lapisan yang
radier. batu sekunder, mempunyai nidus, berlapis-lapis dan kebanyakan pada urin non steril.
GejalaBatu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam kandung
kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbatureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung ataukolik renalis (nyeri kolik yang hebat). Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut, daerah kemaluan dan paha sebelah dalam.
Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut menggelembung, demam, menggigil dan darah di dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi sering berkemih, terutama ketika batu melewati ureter. Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal.Diagnosis
Kadangkala batu saluran kemih ini tanpa keluhan sama sekali. Maka tak jarang kelainan ini ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin tahunan atau pada pembuatan, foto polos abdomen untuk keperluan lain. Kejelian seorang klinisi berperanan panting sekali apabila sudah timbul kecurigaan adanya kelainan ini.
Pada penderita kolik ginjal karena batu, maka kemungkinan hal ini terjadi sumbatan pada ureteropelvik dalam kalik ginjal, yang mana terjadi distensi parenkim dan kapsul ginjal. Hal ini menyebabkan hiperperistaltik dan mengejangnya otot-otot polos pada pelvik dan kalik ginjal yang akan menimbulkan rasa nyeri mendadak dan intermitten pada daerah angulus kostovertebralis, yang menjalar ke inguinal dan skrotal.
Anamnesis akan ditemui adanya sakit pinggang/pinggul, di mana rasa sakit pinggang yang menjalar ke inguinal dan skrotal atau riwayat pernah mengeluarkan batu. Atau riwayat kencing berdarah. Riwayat keluarga dengan batu saluran kemih dan pada usia berapa terdapat gejala batu saluran kemih mulai tampak. Riwayat sakit sebelumnya, apakah pernah mengalami patah tulang dan imobilisasi yang cukup lama. Riwayat sakit saluran kencing. Riwayat diet tinggi vitamin D, susu dan alkali.
Pemeriksaan fisik diagnostik biasanya tak dijumpai adanya kelainan yang khas. Terkecuali apabila ada infeksi pada ginjal, maka akan dijumpai adanya nyeri ketok pada daerah angulus kostovertebralis. Mungkin dijumpai adanya renal tenderness, atau mungkin ada pembengkakan dari abdomen.
Laboratoris yang paling sederhana adalah pemeriksaan urin midstream, yang kemudian dilakukan pengendapan dengan pemusingan. Dari hasil endapan ini akan dijumpai adanya kristal zat tertentu, butir darah baik leukosit atau eritrosit, dan kadangkala bakteri. Urin midstream ini sebaiknya dibiakkan. dan dilakukan sensitivitas tes untuk penanganan lebih lanjut.
Pemeriksaan kimia darah meliputi kandungan fosfor, fosfatase alkali, total protein dan albumin, asam urat, kreatinin, dan elektrolit. Semuanya itu dimaksudkan untuk mencari adanya penyakit yang menumpangi timbulnya batu saluran kemih, seperti hiperparatiroid, renal tubular asidosis tipe I, gout, myeloproliferative disease dan yang lainnya. Pemeriksaan lain yang tak kalah pentingnya adalah pemeriksaan rontgen, yaitu fotopolos abdomen danpielografi. Kadangkala perlu dilakukan retrograde urogram untuk mengetahui adanya sumbatan atau memastikan adanya batu yang radiolusen.
Diagnosis Banding
Penyakit ini perlu dibedakan dengan: pielonefritis akut tumor ginjal tuberkolosis ginjal infark ginjal.
PengobatanBatu kecil yang tidak menyebabkan gejala, penyumbatan atau infeksi, biasanya tidak
perlu diobati. Minum banyak cairan akan meningkatkan pembentukan air kemih dan membantu membuang beberapa batu; jika batu telah terbuang, maka tidak perlu lagi dilakukan pengobatan segera. Kolik renalis bisa dikurangi dengan obat pereda nyeri golongan narkotik.
Batu di dalam pelvis renalis atau bagian ureter paling atas yang berukuran 1 sentimeter atau kurang seringkali bisa dipecahkan oleh gelombang ultrasonik (extracorporeal shock wave lithotripsy, ESWL). Pecahan batu selanjutnya akan dibuang dalam air kemih. Kadang sebuah batu diangkat melalui suatu sayatan kecil di kulit (percutaneous nephrolithotomy, nefrolitotomi perkutaneus), yang diikuti dengan pengobatan ultrasonik.
Batu kecil di dalam ureter bagian bawah bisa diangkat dengan endoskopi yang dimasukkan melalui uretra dan masuk ke dalam kandung kemih. Batu asam urat kadang akan larut secara bertahap pada suasana air kemih yang basa (misalnya dengan memberikan kalium sitrat), tetapi batu lainnya tidak dapat diatasi dengan cara ini. Batu asam urat yang lebih besar, yang menyebabkan penyumbatan, perlu diangkat melalui pembedahan. Adanya batu struvit menunjukkan terjadinya infeksi saluran kemih, karena itu diberikan antibiotik.Pencegahan
Tindakan pencegahan pembentukan batu tergantung kepada komposisi batu yang ditemukan pada penderita. Batu tersebut dianalisa dan dilakukan pengukuran kadar bahan yang bisa menyebabkan terjadinya batu di dalam air kemih.Batu kalsium
Sebagian besar penderita batu kalsium mengalami hiperkalsiuria, dimana kadar kalsium di dalam air kemih sangat tinggi. Obat diuretik thiazid (misalnyatrichlormetazid) akan mengurangi pembentukan batu yang baru.
1. Dianjurkan untuk minum banyak air putih (8-10 gelas/hari).2. Diet rendah kalsium dan mengkonsumsi natrium selulosa fosfat.
Untuk meningkatkan kadar sitrat (zat penghambat pembentukan batu kalsium) di dalam air kemih, diberikan kalium sitrat. Kadar oksalat yang tinggi dalam air kemih, yang menyokong terbentuknya batu kalsium, merupakan akibat dari mengkonsumsi makanan yang kaya oksalat (misalnya bayam, coklat, kacang-kacangan, merica dan teh). Oleh karena itu sebaiknya asupan makanan tersebut dikurangi. Kadang batu kalsium terbentuk akibat penyakit lain, seperti hiperparatiroidisme, sarkoidosis, keracunan vitamin D, asidosis tubulus renalis atau kanker. Pada kasus ini sebaiknya dilakukan pengobatan terhadap penyakit-penyakit tersebut.
Batu asam uratDianjurkan untuk mengurangi asupan daging, ikan dan unggas, karena makanan tersebut
menyebabkan meningkatnya kadar asam urat di dalam air kemih. Untuk mengurangi pembentukan asam urat bisa diberikan allopurinol. Batu asam urat terbentuk jika keasaman air kemih bertambah, karena itu untuk menciptakan suasana air kemih yang alkalis (basa), bisa diberikan kalium sitrat. Dan sangat dianjurkan untuk banyak minum air putih.