bab iiiamheru.staff.gunadarma.ac.id/downloads/files/14740/bab... · web viewdesain penelitian...

33
BAB III PENELITIAN KUALITATIF DAN STUDI KASUS Dalam Bab ini akan diuraikan pengertian dan ciri-ciri penelitian kualitatif, studi kasus dari beberapa ahli. 1. PENELITIAN KUALITATIF a. Pengertian Penelitian Kualitatif Creswell, J.W. dalam bukunya yang berjudul: “Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches.” Sage Publications, 1994, mengemukakan: Research that is guided by the qualitative paradigm is defined as: “an inquiry process of understanding a social or human problem based on building a complex, holistic picture, formed with words, reporting detailed views of informants, and conducted in a natural setting.” Kutipan tersebut mengandung makna penelitian yang dibimbing oleh paradigma kualitatif didefinisikan sebagai: “Suatu proses penelitian untuk memahami masalah-masalah manusia atau sosial dengan menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan dengan kata-kata, melaporkan pandangan terinci yang diperoleh dari para sumber informasi, serta dilakukan dalam latar (setting) yang alamiah.” Denzin & Lincoln, dalam bukunya yang berjudul: “Handbook of Qualitative Research,” Sage Publications, 1998, mengemukakan: “Qualitative research is many things to many people. Its essence is twofold: a commitment to some version of the naturalistic, interpretive approach to its subject matter, and an 77

Upload: others

Post on 23-Dec-2020

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IIIamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14740/BAB... · Web viewDesain penelitian kualitatif bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi latar

BAB III

PENELITIAN KUALITATIF DAN STUDI KASUS

Dalam Bab ini akan diuraikan pengertian dan ciri-ciri penelitian kualitatif, studi

kasus dari beberapa ahli.

1. PENELITIAN KUALITATIF

a. Pengertian Penelitian Kualitatif

Creswell, J.W. dalam bukunya yang berjudul: “Research Design:

Qualitative and Quantitative Approaches.” Sage Publications, 1994,

mengemukakan: Research that is guided by the qualitative paradigm is

defined as: “an inquiry process of understanding a social or human problem

based on building a complex, holistic picture, formed with words, reporting

detailed views of informants, and conducted in a natural setting.”

Kutipan tersebut mengandung makna penelitian yang dibimbing oleh

paradigma kualitatif didefinisikan sebagai: “Suatu proses penelitian untuk

memahami masalah-masalah manusia atau sosial dengan menciptakan

gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan dengan kata-kata,

melaporkan pandangan terinci yang diperoleh dari para sumber informasi,

serta dilakukan dalam latar (setting) yang alamiah.”

Denzin & Lincoln, dalam bukunya yang berjudul: “Handbook of

Qualitative Research,” Sage Publications, 1998, mengemukakan: “Qualitative

research is many things to many people. Its essence is twofold: a commitment

to some version of the naturalistic, interpretive approach to its subject matter,

and an ongoing critique of the politics and methods of positivism…Qualitative

researchers stress the socially constructed nature of reality, the intimate

relationship between the researcher and what is studied, and…value laden

nature inquiry.”

Kutipan tersebut mempunyai arti, penelitian kualitatif esensinya bersifat

ganda: suatu komitmen terhadap pandangan naturalistik-pendekatan

interpretatif terhadap pokok persoalan studi dan suatu kritik yang

berkelanjutan terhadap politik dan metode positivisme. …….Peneliti kualitatif

77

Page 2: BAB IIIamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14740/BAB... · Web viewDesain penelitian kualitatif bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi latar

menekankan realitas yang dibentuk secara sosial, hubungan yang erat antara

peneliti dan yang diteliti dan ……, ciri penelitian yang sarat nilai.

Selanjutnya, Denzin & Lincoln menjelaskan: “Qualitative research is

aimed at gaining a deep understanding of a specific organization or event,

rather than a surface description of a large sample of a population. It aims to

provide an explicit rendering of the structure order, and broad patterns found

among a group of participants. It is also called ethno-methodology or field

research. It generates data about human groups in social settings.”

Kutipan tersebut mempunyai arti: “Penelitian kualitatif lebih ditujukan untuk

mencapai pemahaman mendalam mengenai organisasi atau peristiwa khusus,

ketimbang mendeskripsikan bagian permukaan dari sampel besar dari sebuah

populasi. Penelitian ini juga bertujuan untuk menyediakan penjelasan tersurat

mengenai struktur, tatanan dan pola yang luas yang terdapat dalam suatu

kelompok partisipan. Penelitian kualitatif juga disebut etno-metodologi atau

penelitian lapangan. Penelitian ini juga menghasilkan data mengenai

kelompok manusia dalam latar/setting sosial.”

Lebih lanjut, Denzin & Lincoln menjelaskan: “Qualitative research does

not introduce treatments or manipulate variables, or impose the researcher’s

operational definitions of variables on the participants. Rather, it lets the

meaning emerge from the participants. It is more flexible in that it can adjust

to the setting. Concepts, data collection tools, and data collections methods

can be adjusted as the research progresses.”

Kutipan tersebut mempunyai arti: “Penelitian kualitatif tidak memperkenalkan

perlakuan (treatment), atau memanipulasi variabel atau memaksakan definisi

operasional peneliti mengenai variabel-variabel pada peserta penelitian.

Sebaliknya, penelitian kualitatif membiarkan sebuah makna muncul dari

partisipan-partisipan itu sendiri. Penelitian ini sifatnya lebih fleksibel sehingga

dapat disesuaikan dengan latar yang ada. Konsep-konsep, alat-alat pengumpul

data, dan metoda pengumpulan data dapat disesuaikan dengan perkembangan

penelitian.”

Untuk memperjelas pandangan-pandangan tentang penelitian kualitatif,

Denzin & Lincoln menambahkan penjelasan sebagai berikut: “Qualitative

research aims to get a better understanding through first-hand experience,

78

Page 3: BAB IIIamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14740/BAB... · Web viewDesain penelitian kualitatif bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi latar

truthful reporting, and quotations of actual conversations. It aims to

understand how the participants derive meaning from their surroundings, and

how their meaning influences their behavior.”

Kutipan tersebut mempunyai arti: “Penelitian kualitatif ditujukan untuk

mendapatkan pemahaman yang mendasar melalui pengalaman tangan

pertama, laporan yang sebenar-benarnya, dan catatan-catatan percakapan yang

aktual. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana para

partisipan mengambil makna dari lingkungan sekitar dan bagaimana makna-

makna tersebut mempengaruhi perilaku mereka sendiri.

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian

kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan

pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah manusia dan

sosial, bukan mendeskripsikan bagian permukaan dari suatu realitas

sebagaimana dilakukan penelitian kuantitatif dengan positivismenya.

Peneliti menginterpretasikan bagaimana subjek memperoleh makna dari

lingkungan sekeliling, dan bagaimana makna tersebut mempengaruhi

perilaku mereka. Penelitian dilakukan dalam latar (setting) yang alamiah

(naturalistic) bukan hasil perlakuan (treatment) atau manipulasi variabel

yang dilibatkan.

Dari pandangan-pandangan yang telah dikemukakan oleh Creswell

maupun Denzin & Lincoln tersebut tidak saja dapat ditarik kesimpulan tentang

definisi penelitian kualitatif tetapi juga tentang ciri-cirinya. Untuk memperoleh

gambaran yang lebih lengkap tentang ciri-ciri penelitian kualitatif akan

diuraikan lebih lanjut tentang penelitian kualitatif menurut Denzin & Lincoln

sebagai berikut: “Qualitative research uses variety kinds of qualitative inquiry

in collecting data (such as: observation, interview, documenting, narrating,

publishing text, etc.). Observation is the selection and recording of behaviors

of people in their environment. Observation is useful for generating in-depth

descriptions of organization or events, for obtaining information that is

otherwise inaccessible, and for conducting research when other methods are

inadequate.”

Kutipan tersebut mempunyai arti: “Penelitian kualitatif menggunakan berbagai

jenis studi kualitatif dalam mengumpulkan data (seperti: observasi,

79

Page 4: BAB IIIamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14740/BAB... · Web viewDesain penelitian kualitatif bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi latar

wawancara, dokumentasi, narasi, publikasi teks, dll.). Observasi adalah

penyeleksian dan pencatatan perilaku manusia dalam lingkungannya.

Observasi digunakan untuk menghasilkan penjelasan yang sangat mendalam

mengenai organisasi dan peristiwa, untuk mendapatkan informasi yang tidak

dapat diperoleh dengan cara lain, dan untuk melakukan penelitian di saat

metode-metode lain tidak memadai.”

Tentang observasi, Denzin & Lincoln menjelaskan lebih lanjut sebagai

berikut: “Observation is used extensively in studies by psychologists,

anthropologists, sociologists, and program evaluator. Direct observation

reduces distortion between the observer and what is observed that can be

produced by an instrument (e.g. questionnaire). It occurs in a natural setting,

not a laboratory or controlled experiment. The context or background of

behavior is included in observations of both people and their environment.

And it can be used with inarticulate subjects, such as children or others

unwilling to express themselves.”

Kutipan tersebut mempunyai arti: “Observasi digunakan secara luas dalam

studi oleh para psikolog, antropolog, sosiolog, dan penilai program. Observasi

secara langsung mengurangi distorsi antara pengamat dan apa yang diamati,

yang dapat diperoleh melalui sebuah instrumen (kuesioner). Observasi

langsung terjadi di dalam latar yang alami, bukan dalam laboratorium atau

eksperimen yang terkontrol. Konteks atau latar belakang perilaku juga

tercakup dalam pengamatan terhadap orang-orang dan lingkungannya.

Observasi ini dapat digunakan terhadap subjek yang tidak pandai berbicara,

seperti anak-anak atau mereka yang segan mengekspresikan dirinya sendiri.”

Sebelum diuraikan tentang ciri-ciri penelitian kualitatif, akan dikemukakan

pandangan Muluk (yang mengacu pada Guba & Lincoln, 1998) dalam

disertasinya (2004) bahwa dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora penelitian

kualitatif lebih tepat dibandingkan penelitian kuantitatif sebagai berikut: “…

Memang selama beberapa ratus tahun setelah revolusi ilmu pengetahuan,

positivisme seperti tidak terbantahkan dengan dasar objektivitas, kuantifikasi,

dan rasionalitas. Namun positivisme menjadi problematis ketika dihadapkan

dengan ilmu-ilmu sosial dan humaniora, mengingat bahwa realitas dan

fenomena dalam ilmu sosial kebanyakan tidak mempunyai batas yang jelas

80

Page 5: BAB IIIamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14740/BAB... · Web viewDesain penelitian kualitatif bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi latar

antara subjek dan objek. Realitas tunggal yang objektif dalam ilmu sosial dan

humaniora dipandang sebagai kemungkinan yang sukar dicapai dalam suatu

dinamika sosial. Sebaliknya, dalam ilmu sosial dan humaniora, realitas

dipandang sebagai suatu yang plural dan tidak pernah bebas konteks, bebas

nilai dan bebas ideologi, suatu hal yang sangat diagung-agungkan oleh

pendekatan positivisme. Kritik yang paling mendasar terhadap pendekatan

positivisme adalah pada kecenderungannya untuk memperlakukan data – demi

menjaga objektivitas – tanpa mempertimbangkan konteks, pada

kecenderungannya untuk menggeneralisasi data yang umum kepada kasus-

kasus yang spesifik. Kritik lainnya adalah pada pandangan positivistik yang

meyakini adanya realitas yang bebas nilai (value-free) serta mengabaikan

adanya dimensi interaksi dan hubungan timbal-balik (reciprocal) antara

pengamat (observer) dengan yang diamati (Guba & Lincoln, 1998 dalam

Malik, 2004:140). Dengan demikian, paradigma teoretik setelah era

positivisme menolak anggapan bahwa sesuatu yang ilmiah hanyalah sesuatu

yang dapat diukur secara kuantitatif. Dalam perkembangan berikutnya,

pandangan positivistik mendapat tantangan dari paradigma lainnya. Dengan

demikian, positivistik tidak lagi satu-satunya cara untuk sampai pada

kebenaran ilmiah. Makin disadari bahwa untuk gejala-gejala sosial, budaya

dan perilaku, pendekatan-pendekatan yang lebih berorientasi pada pandangan

naturalistik dan fenomenologis dianggap lebih mampu untuk menjelaskan

gejala secara keseluruhan”).

b. Ciri-ciri Penelitian Kualitatif

Dari pandangan Creswell, Denzin & Lincoln, serta pandangan Guba &

Lincoln yang dikemukakan Muluk, dapat dikemukakan ciri-ciri Penelitian

Kualitatif sebagai berikut:

1) Penelitian kualitatif merupakan penelitian dengan konteks dan setting apa

adanya atau alamiah (naturalistic), bukan melakukan eksperimen yang

dikontrol secara ketat atau memanipulasi variabel.

2) Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang

mendalam tentang masalah-masalah manusia dan sosial dengan

menginterpretasikan bagaimana subjek memperoleh makna dari

81

Page 6: BAB IIIamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14740/BAB... · Web viewDesain penelitian kualitatif bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi latar

lingkungan sekeliling dan bagaimana makna tersebut mempengaruhi

perilaku mereka, bukan mendeskripsikan bagian permukaan dari suatu

realitas seperti yang dilakukan peneliti kuantitatif dengan positivismenya.

3) Agar peneliti bisa mendapatkan pemahaman mendalam bagaimana subjek

memaknai realitas dan bagaimana makna tersebut mempengaruhi perilaku

subjek, peneliti perlu melakukan hubungan yang erat dengan subjek yang

diteliti. Untuk itu, bila perlu peneliti melakukan observasi terlibat

(participant observation).

4) Tidak seperti penelitian kuantitatif, penelitian kualitatif tidak membuat

perlakuan (treatment), memanipulasi variabel, dan menyusun definisi

operasional variabel. Untuk mencapai tujuan penelitian kualitatif, peneliti

menggunakan teknik pengumpulan data tidak terbatas pada observasi dan

wawancara saja, tetapi juga dokumen, riwayat hidup subjek, karya-karya

tulis subjek, publikasi teks, dan lain-lain.

5) Tidak seperti penelitian kuantitatif yang bebas nilai, penelitian kualitatif

justru menggali nilai yang terkandung dari suatu perilaku. Penelitian

kualitatif meyakini bahwa perilaku tidak mungkin bebas dari nilai yang

dihayati individu yang diteliti.

6) Penelitian kualitatif bersifat fleksibel, tidak terpaku pada konsep, fokus,

teknik pengumpulan data yang direncanakan pada awal penelitian, tetapi

dapat berubah di lapangan mengikuti situasi dan perkembangan penelitian.

7) Tidak seperti penelitian kuantitatif di mana untuk mencapai objektivitas

dengan melakukan pengukuran (measurement) secara kuantitatif,

penelitian kualitatif mendapatkan akurasi data dengan melakukan

hubungan yang erat dengan subjek yang diteliti dalam konteks dan setting

yang alamiah (naturalistic).

Sebagai bahan perbandingan dan sebagai upaya memperluas wawasan,

berikut ini pandangan Poerwandari (1998) yang mengacu pandangan Patton

(1990) tentang ciri-ciri penelitian kualitatif:

1) Studi dalam situasi alamiah (naturalistic inquiry)

Desain penelitian kualitatif bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak

berusaha untuk memanipulasi latar penelitian, melainkan melakukan studi

82

Page 7: BAB IIIamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14740/BAB... · Web viewDesain penelitian kualitatif bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi latar

terhadap suatu fenomena dalam situasi di mana fenomena tersebut ada.

Fokus penelitian dapat berupa orang, kelompok, program, pola hubungan

ataupun interaksi, dan kesemuanya dilihat dalam konteks alamiah (apa

adanya).

2) Analisis induktif

Penelitian kuantitatif-eksperimental menggunakan pendekatan analisis

deduktif, dengan menerapkan pendekatan hipotesis-deduktif. Peneliti

menetapkan variabel-variabel utama beserta dengan pernyataan-pernyataan

tentang variabel-variabel tersebut (definisi operasional variabel catatan ini

menurut penulis) sebelum pengumpulan data dilakukan, berdasarkan

kerangka teoretis yang secara eksplisit dipilih. Berbeda dengan pendekatan

kuantitatif, metode kualitatif secara khusus berorientasi pada eksplorasi,

penemuan, dan logika induktif. Dikatakan induktif karena peneliti tidak

memaksa diri untuk hanya membatasi penelitian pada upaya menerima

atau menolak dugaan-dugaannya, melainkan mencoba memahami situasi

(make sense of the situation) sesuai dengan bagaimana situasi tersebut

menampilkan diri. Analisis induktif dimulai dengan observasi khusus,

yang akan memunculkan tema-tema, kategori-kategori, pola hubungan di

antara kategori-kategori tersebut.

3) Kontak personal langsung peneliti di lapangan

Kegiatan lapangan merupakan aktivitas sentral dari sebagian besar

penelitian kualitatif. Mengunjungi lapangan berarti mengembangkan

hubungan personal langsung dengan orang-orang yang diteliti. Penelitian

kualitatif memang menekankan pentingnya kedekatan dengan orang-orang

dan situasi penelitian, agar peneliti memperoleh pemahaman jelas tentang

realitas dan kondisi nyata kehidupan sehari-hari.

4) Perspektif holistik

Satu tujuan penting penelitian kualitatif adalah diperolehnya pemahaman

menyeluruh dan utuh tentang fenomena yang diteliti. Pendekatan holistik

mengasumsikan bahwa keseluruhan fenomena perlu dimengerti sebagai

suatu sistem yang kompleks, dan bahwa yang menyeluruh tersebut lebih

besar dan lebih bermakna daripada penjumlahan bagian-bagian. Penekanan

pada pemahaman holistik ini kontras dengan tradisi kuantitatif-

83

Page 8: BAB IIIamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14740/BAB... · Web viewDesain penelitian kualitatif bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi latar

eksperimental, yang menuntut operasionalisasi variabel independen dan

variabel dependen. Pendekatan kuantitatif demikian tidak disetujui oleh

peneliti kualitatif karena dianggap: a) terlalu menyederhanakan realitas

hidup yang sesungguhnya amat kompleks, b) tidak mampu, atau

mengabaikan faktor-faktor penting yang sering sulit sekali untuk

dikuantifikasi, c) gagal memberikan gambaran terintegrasi tentang

fenomena yang diteliti.

5) Perspektif dinamis, perspektif “perkembangan”

Penelitian kualitatif melihat gejala sosial sebagai sesuatu yang dinamis dan

berkembang, bukan sebagai sesuatu yang statis dan tidak berubah dalam

perkembangan kondisi dan waktu. Minat peneliti kualitatif adalah

mendeskripsikan dan memahami proses dinamis yang terjadi berkenaan

dengan gejala yang diteliti. Perubahan dilihat sebagai suatu hal yang wajar,

sudah diduga sebelumnya, dan tidak dapat dihindari. Karenanya, daripada

mengendalikan atau membatasinya, peneliti kualitatif-alamiah justru

mengantisipasi kemungkinan perubahan itu, mengamati dan melaporkan

objek yang diteliti dalam konteks perubahan tersebut.

6) Orientasi pada kasus unik

Penelitian kualitatif yang baik akan menampilkan kedalaman dan rincian,

karena fokusnya memang penyelidikan yang mendalam pada sejumlah

kecil kasus. Kasus dipilih sesuai dengan minat dan tujuan khusus yang

diuraikan dalam tujuan penelitian. Studi kasus sangat bermanfaat ketika

peneliti merasa perlu memahami suatu kasus spesifik, orang-orang

tertentu, kelompok dengan karakteristik tertentu, ataupun situasi unik

secara mendalam.

7) Netralitas empatik

Penelitian kualitatif sering dikritik menghasilkan data yang subjektif, dan

karenanya dianggap kurang ilmiah. Memang ilmu sering didefinisikan

dalam kerangka objektivitas, yang dalam perspektif positivistik-kuantitatif

dicapai melalui distansi (jarak catatan penulis) peneliti dari objek yang

diteliti, karena peneliti kuantitatif-positivistik yakin bahwa distansi akan

mempertahankan sikap “bebas nilai.” Peneliti-peneliti kualitatif,

sebaliknya, menganggap bahwa objektivitas murni tidak pernah ada, hanya

84

Page 9: BAB IIIamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14740/BAB... · Web viewDesain penelitian kualitatif bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi latar

merupakan ilusi peneliti kuantitatif. Pilihan untuk meneliti topik tertentu

pun sudah diwarnai subjektivitas, sementara rancangan dan instrumen

penelitian adalah produk manusia, dan karenanya, selalu mungkin

mengandung bias.

8) Fleksibilitas rancangan

Penyelidikan yang bersifat kualitatif tidak dapat secara jelas, lengkap dan

pasti ditentukan di awal sebelum dilaksanakannya pekerjaan di lapangan.

Tentu saja, rancangan awal yang disusun sebaik mungkin, yang akan

menentukan fokus pertama, rencana-rencana pengamatan dan wawancara,

pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Meski demikian, sifat alamiah

dan induktif dari penelitian tidak memungkinkan peneliti menentukan

secara tegas variabel-variabel operasional, menetapkan hipotesis yang

akan diuji maupun menyelesaikan skema pengambilan sampel dan

instrumen yang akan dipakai sebelum ia sungguh-sungguh memasuki

pekerjaan lapangan. Desain kualitatif memiliki sifat luwes, akan

berkembang sejalan berkembangnya pekerjaan lapangan.

9) Peneliti sebagai instrumen kunci

Bila peneliti kuantitatif dapat berpegang pada rumus-rumus dan teknik

statistik, peneliti kualitatif tidak memiliki formula baku untuk menjalankan

penelitiannya. Karenanya, kompetensi peneliti menjadi aspek paling

penting: Peneliti adalah Instrumen Kunci dalam penelitian kualitatif.

Peneliti berperan besar dalam seluruh proses penelitian, mulai dari

memilih topik, mendekati topik tersebut, mengumpulkan data, hingga

menganalisis dan menginterpretasikannya.

c. Perbedaan Asumsi-asumsi Penelitian Kuantitatif dengan Penelitian Kualitatif

Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang Penelitian

Kualitatif, berikut akan digambarkan perbedaan asumsi-asumsi Penelitian

Kuantitatif dengan Penelitian Kualitatif menurut Creswell (1994:5).

1) Asumsi-asumsi Penelitian Kuantitatif

a) Reality is objective and singular, apart from the researcher.

Realitas bersifat objektif dan tunggal, terpisah dari peneliti.

b) Researcher is independent from that being researched.

85

Page 10: BAB IIIamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14740/BAB... · Web viewDesain penelitian kualitatif bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi latar

Peneliti bebas dari apa yang diteliti.

c) Value-free and unbiased.

Bebas nilai dan tidak bias.

d) Formal language, based on set definitions, impersonal voice, use of

accepted quantitative words.

Bahasa formal, berdasarkan seperangkat definisi, kata-kata yang tidak

personal (impersonal), menggunakan kata-kata kuantitatif yang sudah

diterima (disepakati).

e) Deductive process, seeking cause & effect static design-categories

isolated before study; context-free; generalization, and understanding;

accurate and reliable through validity and reliability.

Proses deduktif, mencari sebab dan akibat, desain yang statis dalam

arti kategori-kategori sudah dipisah-pisah sebelum studi diadakan;

bebas konteks; generalisasi membawa pada prediksi, penjelasan dan

pemahaman; keakuratan dan kehandalan melalui validitas dan

reliabilitas.

2) Asumsi-asumsi Penelitian Kualitatif

a) Reality is subjective and multiple as seen by participants in a study.

Realitas bersifat subjektif dan ganda seperti dilihat partisipan (subjek

yang diteliti) dalam suatu studi.

b) Researcher interact with that being researched.

Peneliti berinteraksi dengan apa yang diteliti.

c) Value-laden and biased.

Tidak bebas nilai dan bias.

d) Informal, envolving decisions, personal voice, accepted qualitative

words.

Informal, keputusan-keputusan mengalami perkembangan,

menggunakan kata-kata yang personal, menggunakan kata-kata yang

diterima kualitatif.

e) Inductive process; mutual simultaneous shaping of factors; emerging

design-categories identified during research process; context-bound;

patterns, theories developed for understanding; accurate and reliable

through verification.

86

Page 11: BAB IIIamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14740/BAB... · Web viewDesain penelitian kualitatif bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi latar

Faktor-faktor dibentuk (diidentifikasi) bersamaan secara timbal balik;

desain yang dinamis (berkembang selama studi) dalam arti kategori-

kategori diidentifikasi selama proses penelitian), desain disusun

kemudian; terkait konteks; pola-pola, teori-teori dikembangkan untuk

memahami; akurasi dan kehandalan melalui verifikasi.

d. Masalah-masalah yang cocok dengan penelitian kuantitatif dan yang cocok

dengan penelitian kualitatif

Menurut Poerwandari (1998:46), gambaran mengenai masalah-masalah

yang cocok untuk diteliti dengan pendekatan kuantitatif atau kualitatif adalah

sebagai berikut:

1) Bila anda lebih tertarik pada yang disebut Allport sebagai “Psikologi

Diferensial,” yakni melihat elemen-elemen psikologi secara terpisah,

mencari gambaran tentang hal tersebut pada manusia pada umumnya

sehingga dapat membandingkan manusia satu dengan yang lain,

tampaknya yang lebih sesuai digunakan adalah pendekatan kuantitatif.

2) Bila anda tertarik untuk memahami manusia dalam segala

kompleksitasnya sebagai makhluk subjektif, pendekatan kualitatif adalah

yang sesuai untuk digunakan. Seperti juga beberapa tokoh yang

menganggap penting pendekatan kualitatif dalam psikologi, saya

berpandangan bahwa psikologi, khususnya psikologi kepribadian dan

psikologi klinis akan banyak menyumbangkan pengetahuan tentang

manusia bila banyak bertumpu pada pendekatan kualitatif.

3) Hal-hal yang membutuhkan pemahaman mendalam dan khusus sangat

sulit diteliti dengan pendekatan kuantitatif. Sulit untuk membayangkan

bagaimana kita dapat secara utuh meneliti “penghayatan individu yang

mengalami perceraian,” “trauma yang dialami korban kejahatan seksual,”

“dinamika kekerasan terhadap perempuan,” atau “penyesuaian diri

terhadap situasi menganggur” dengan pendekatan kuantitatif.

4) Kecenderungan yang positif dan perlu terus dikembangkan saat ini adalah

mulai digunakannya pendekatan kualitatif dan kuantitatif sebagai dua hal

yang saling menunjang dalam penelitian-penelitian psikologi. Yang

banyak dilakukan psikologi konvensional adalah menyusun skala atau

87

Page 12: BAB IIIamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14740/BAB... · Web viewDesain penelitian kualitatif bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi latar

kuesioner berdasarkan teori yang ada. Karena teori yang ada sering juga

tidak sesuai dengan konteks populasi penelitian, tidak jarang terjadi bahwa

pertanyaan-pertanyaan yang berkembang adalah pertanyaan yang

merefleksikan cara berpikir peneliti, dan gagal mengungkap apa yang

sesungguhnya menjadi masalah responden atau subjek penelitian.

Menyadari hal tersebut, beberapa peneliti mulai menggabungkan metode-

metode kualitatif dan kuantitatif.

Akan dikemukakan pendapat Prof. Dr. Fuad Hasan tentang penelitian

kualitatif sebagai berikut:

“Pendekatan kualitatif sangat penting untuk dipahami oleh mereka yang

bersibuk diri dengan studi tentang manusia dan berbagai penjelmaan tingkah

lakunya, baik individual maupun kolektif. Banyak perilaku manusia yang sulit

dikuantifikasikan, apalagi penghayatannya terhadap berbagai pengalaman

pribadi. Banyak sekali penjelmaan kejiwaan yang mustahil diukur dan

dibakukan, apalagi dituangkan dalam satuan numerik. Kita mungkin

berbicara tentang skala, peringkat, tolok ukur, dan berbagai sarana pengukur

lainnya, akan tetapi perlu tetap disadari bahwa apa yang dapat ditangkap

secara kuantitatif itu tidak sepenuhnya representatif bagi pemahaman ikhwal

manusia yang pada hakekatnya bersifat kualitatif. Bagaimana mengukur

keresahan, keriangan, kebosanan, kesepian, frustrasi, euforia, rasa percaya

diri, rasa malu, rasa cinta, rasa benci, rasa marah, rasa iri, dan sejumlah

penjelmaan kejiwaan lainnya, kecuali melalui kesanggupan berbagi rasa

empathy? Bukanlah segala penjelmaan manusiawi itu sesekali juga dapat

menjadi penghayatan diri kita sendiri?”

88

Page 13: BAB IIIamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14740/BAB... · Web viewDesain penelitian kualitatif bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi latar

Gambar 19 : Fuad Hassan

2. STUDI KASUS

Setelah uraian mengenai apa itu penelitian kualitatif dan apa saja ciri-cirinya,

selanjutnya akan dibahas salah satu jenis penelitian kualitatif yaitu studi Kasus.

a. Pengertian Studi Kasus

Menurut Stake (dalam Denzin & Lincoln, 1994:236), studi kasus tidak

selalu menggunakan pendekatan kualitatif, ada beberapa studi kasus yang

menggunakan pendekatan kuantitatif. Stake, dalam membahas studi kasus,

akan menekankan pendekatan kualitatif, bersifat naturalistik, berbasis pada

budaya dan minat fenomenologi. Studi kasus bukan merupakan pilihan

metodologi, tetapi pilihan masalah yang bersifat khusus untuk dipelajari.

Terdapat contoh masalah yang dapat bersifat kuantitatif, misalnya; anak yang

sakit, dokter mempelajari anak yang sakit dapat bersifat kualitatif maupun

kuantitatif, walaupun catatan dokter lebih bersifat kuantitatif ketimbang

kualitatif. Contoh lain studi tentang anak yang diabaikan (neglected child)

dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif, walaupun catatan pekerja sosial

lebih bersifat kualitatif ketimbang kuantitatif. Sebagai suatu bentuk penelitian,

pemilihan studi kasus lebih ditentukan oleh ketertarikan pada kasus-kasus

yang bersifat individual, bukan oleh pemilihan penggunaan metode penelitian.

Hal ini dapat dilihat dari penjelasan Stake sebagai berikut: “Some case studies

are qualitative studies, some are not. In this chapter I will concentrate on case

89

Page 14: BAB IIIamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14740/BAB... · Web viewDesain penelitian kualitatif bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi latar

studies where qualitative inquiry dominates, with strong naturalistic, holistic,

cultural, phenomenological interests. Case study is not a methodological

choice, but a choice of object to be studied. We could study it in many ways.

The physician studies the child because the child is ill. The child’s symptoms

are both qualitative and quantitative. The physician’s record is more

quantitative than qualitative. The social worker studies the child because the

child is neglected. The symptoms of neglect are both qualitative and

quantitative. The formal record the social worker keeps in more qualitative

than quantitative. In many professional and practical fields, cases are studied

and recorded. As a form of research, case study is defined by interest in

individual cases, not by methods of inquiry used.”

Selanjutnya, Stake menjelaskan bahwa nama studi kasus ditekankan oleh

beberapa peneliti karena memokuskan tentang apa yang dapat dipelajari secara

khusus pada kasus tunggal. Penekanan studi kasus adalah memaksimalkan

pemahaman tentang kasus yang dipelajari dan bukan untuk mendapatkan

generalisasi. Hal ini dapat dilihat dari penjelasan Stake sebagai berikut: “The

name case study is emphasized by some of us because it draws attention to the

question of what specifically can be learned from the single case. That

epistemological question is the driving question of this chapter: What can be

learned from the single case? I will emphasize designing the study to optimize

understanding of the case rather than generalization beyond.”

Lebih lanjut, Stake menjelaskan tentang identifikasi kasus bahwa kasus

dapat bersifat sederhana tetapi dapat juga bersifat kompleks. Kasus dapat

bersifat tunggal misalnya hanya terkait dengan seorang anak, atau banyak

misalnya satu kelas, atau bersifat kompleks misalnya kaum profesional yang

mempelajari anak dalam masa kanak-kanak. Waktu yang dibutuhkan untuk

mempelajari dapat pendek atau panjang, tergantung waktu untuk

berkonsentrasi. Setelah menentukan mempelajari suatu kasus, peneliti

seyogyanya terlibat secara mendalam pada kasus tersebut. Hal ini dpat dibaca

penjelasan Stake sebagai berikut: “A case may be simple or complex. It may

be a child or a classroom of children or a mobilization of professionals to

study a childhood condition. It is one among others. In any given study, we

90

Page 15: BAB IIIamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14740/BAB... · Web viewDesain penelitian kualitatif bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi latar

will concentrating our inquiry on the one may be long or short, but while we

so consentrate, we are engaged in case study.”

Selanjutnya, Stake menjelaskan bahwa apabila ingin mempelajari suatu

kasus, tidak mungkin memahami secara mendalam tanpa mengetahui tentang

kasus-kasus lain. Tetapi apabila sumber daya terbatas, maka lebih baik hanya

berkonsentrasi memahami kompleksitas satu kasus saja tanpa harus

melakukan perbandingan antar kasus-kasus tersebut. Apabila mempelajari

lebih dari satu kasus, maka sebaiknya penelitian berkonsentrasi pada kasus

tunggal. Hal ini dapat dilihat dari penjelasan Stake sebagai berikut:

“Ultimately we may be more interested in phenomenon or population of cases

than in the individual case. We cannot understand this case without knowing

about other cases. But while we are studying it, our meager resources are

concentrated on trying to understand its complexities. For the while, we

probably will not study comparison cases. We may simultaneously carry on

more one case study, but each case study is concentrated inquiry into a single

case.”

Stake mengidentifikasikan adanya 3 (tiga) tipe studi kasus. Yang pertama

disebut studi kasus intrinsik, yaitu studi untuk mendapatkan pemahaman yang

lebih baik dari kasus yang khusus, hal ini disebabkan karena seluruh

kekhususan dan keluarbiasaan kasus itu sendiri menarik perhatian. Tujuan

studi kasus intrinsik bukan untuk memahami suatu konstruksi abstrak atau

konstruksi fenomena umum seperti kemampuan membaca (literacy),

penggunaan obat-obatan oleh remaja atau apa yang harus dilakukan oleh

kepala sekolah. Tujuannya bukan untuk membangun teori, meskipun pada

waktu lain peneliti mungkin mengerjakan hal tersebut. Studi dilakukan karena

ada minat intrinsik di dalamnya, sebagai contoh anak luar biasa, konferensi,

klinik, atau kurikulum. Apa yang dikemukakan ini dapat dilihat dari dengan

penjelasan Stake sebagai berikut: “Different researchers have different

purposes for studying cases. To keep such differences in mind, I find it useful

to identify three types of study. In what we may call intrinsic case study, study

is undertaken because one wants better understanding of its particular case. It

is not undertaken primarily because the case represents other cases or

illustrates a particular trait or problem, but because, in all its particularity

91

Page 16: BAB IIIamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14740/BAB... · Web viewDesain penelitian kualitatif bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi latar

and ordinariness, this case itself is of interest. The researcher temporarily

subordinates other curiosities so that case may reveal its story. The purpose is

not to come to understand some abstract constructs or generic phenomenon,

such as literacy or teenage drug use or what a school principal does. The

purpose is not theory building – though at other times the researcher may do

just that. Study is undertaken because of intrinsic interest in, for example, this

particular child, clinic conference or curriculum.”

Studi kasus yang kedua disebut studi kasus instrumental (instrumental case

study), adalah kasus khusus yang diuji untuk memberikan pemahaman yang

mendalam tentang suatu masalah (issue) atau untuk memperbaiki teori yang

telah ada. Walaupun studi kasus ini kurang diminati, ia memainkan peran yang

mendukung, memasilitasi pemahaman terhadap sesuatu yang lain (minat

eksternal). Kasusnya dilihat secara mendalam, dan konteksnya diteliti secara

cermat, aktivitas-aktivitas untuk mendalami kasus tersebut dilakukan secara

rinci, karena kasus ini membantu pemahaman tentang ketertarikan dari luar

(minat eksternal). Dasar pemilihan mendalami kasus ini dikarenakan kasus ini

diharapkan dapat memperluas pemahaman peneliti tentang minat lainnya. Hal

ini disebabkan karena para peneliti bersama-sama mempunyai beberapa minat

yang selalu berubah-ubah yang tidak membedakan studi kasus intrinsik dari

studi kasus instrumental dan bertujuan memadukan keterpisahan di antara

keduanya. Hal ini dapat dibaca dalam penjelasan Stake sebagai berikut: “In

what we may call instrumental case study, a particular case is examined to

provide insight into an issue or refinement of theory. The case of secondary

interest; it plays a supportive role, facilitating our understanding of something

else. The case is often looked at in depth, its contexts scrutinized, its ordinary

activities detailed, but because this helps us pursue the external interest. The

case may be seen as typical of other cases or not. (I will discuss the small

importance of typicality later.) The choice of case is made because it is

expected to advance our understanding of that other interest. Because we

simultaneously have several interests, often changing, there is no line

distinguishing intrinsic case study from instrumental; rather, a zone of

combined purpose separates them.”

92

Page 17: BAB IIIamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14740/BAB... · Web viewDesain penelitian kualitatif bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi latar

Studi kasus ketiga adalah studi kasus kolektif (collective case study), yaitu

penelitian terhadap gabungan kasus-kasus dengan maksud meneliti fenomena,

populasi, atau kondisi umum. Ini bukan merupakan kumpulan studi

instrumental yang diperluas pada beberapa kasus. Studi kasus kolektif

memerlukan kasus-kasus individual dalam kumpulan kasus-kasus diketahui

lebih dahulu untuk mendapatkan karakteristik umum. Kasus-kasus individual

dalam kumpulan kasus-kasus tersebut mempunyai ciri-ciri yang sama atau

berbeda, masing-masing mempunyai kelebihan dan bervariasi. Kasus-kasus

tersebut dipilih karena dipercaya bila memahami kasus-kasus tersebut akan

menghasilkan pemahaman yang lebih baik, penyusunan teori yang lebih baik

tentang kumpulan kasus-kasus yang lebih luas. Hal ini dapat dibaca pada

penjelasan Stake sebagai berikut: “With even less interest in one particular

case, researchers may study a number of cases jointly in order to inquire into

the phenomenon, population, or general condition. We might call this

collective case study. It is not the study of collective but instrumental study

extended to several cases. Individual cases in the collection may or may not be

known in advance to manifest the common characteristic. They may be similar

or dissimilar, redundancy and variety each having voice. They are chosen

because it is believed that understanding them will lead to better

understanding, perhaps better theoritizing, about a still larger collection of

cases.”

Selanjutnya mengenai studi kekhususan, Stake menjelaskan bahwa peneliti

kasus mencari tahu tentang apa yang bersifat umum dan apa yang bersifat

khusus dari kasus tersebut, tetapi hasil akhir dari kasus tersebut biasanya

menampilkan sesuatu yang unik. Keunikan tersebut mungkin meresap dan

meluas kepada:

– Hakikat suatu kasus

– Latar belakang sejarah kasus tersebut

– Latar (setting) fisik

– Konteks-konteks lainnya, termasuk ekonomi, politik, hukum, dan estetika

– Kasus lainnya bilamana kasus tersebut berkaitan dengan kasus yang

dipelajari

– Informan-informan dipilih dari orang-orang yang mengetahui kasus ini

93

Page 18: BAB IIIamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14740/BAB... · Web viewDesain penelitian kualitatif bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi latar

Untuk mempelajari kekhususan suatu kasus, keseluruhan data tersebut

harus dikumpulkan.

Keunikan, kekhususan dan perbedaan tidak disukai secara meluas. Studi

kasus dirugikan oleh orang-orang yang kurang menghargai kekhususan.

Banyak ahli ilmu pengetahuan sosial telah menulis tentang studi kasus, seolah-

olah studi kasus khusus tidak sepenting studi kasus lainnya yang diarahkan

guna menghasilkan generalisasi. Studi kasus dianggap merupakan tipifikasi

dari kasus-kasus lainnya sebagai eksplorasi yang mengawali studi-studi yang

dapat menghasilkan generalisasi, atau hanya merupakan suatu langkah awal

dalam membangun teori. Jadi studi kasus kurang dihargai sebagai studi

intrinsik yang bernilai kekhususan seperti biografi, studi mandiri

kelembagaan, program evaluasi, praktek terapi dan banyak macam pekerjaan.

Hal ini dapat dibaca dalam penjelasan Stake sebagai berikut: “Case

researchers seek out both what is common and what is particular about the

case, but the end result regularly presents something unique (Stouffer, 1941).

Uniqueness is likely to be pervasive, extending to

– The nature of the case

– Its historical background

– The physical setting

– Other contexts, including economic, political, legal and aesthetic

– Other cases trough which this case is recognized

– Those informants through whom the case can be known

To study the case, many researchers will gather data on all the above.

Uniqueness, particulary, diversity is not universally loved. Case study

methodology has suffered somewhat because it has sometimes been presented

by people who have a lesser regard for study of the particular (Denzin, 1981;

Glaser & Strauss, 1967; Herriott & Firestone, 1983; Yin, 1984). Many social

scientists have written about case study as if intrinsic study of a particular

case is not as important as studies to obtain generalizations pertaining to a

population of cases. They have emphasized case study as typification of other

cases, as exploration leading to generalization producing studies, or as an

occasional early step in theory building. Thus, by these respected authorities,

case study method has been little honored as in the intrinsic study of a valued

94

Page 19: BAB IIIamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14740/BAB... · Web viewDesain penelitian kualitatif bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi latar

particular, as its generally in biography, institutional self study, program

evaluation, therapeutic practice, and many lines of work….”

Dari pandangan-pandangan Stake (dalam Denzin & Lincoln, 1994:236-

238) tersebut dapat disimpulkan tentang studi kasus dan ciri-cirinya sebagai

berikut: Studi kasus adalah suatu bentuk penelitian (inquiry) atau studi

tentang suatu masalah yang memiliki sifat kekhususan (particularity),

dapat dilakukan baik dengan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif,

dengan sasaran perorangan (individual) maupun kelompok, bahkan

masyarakat luas. Dalam buku yang penulis susun ini lebih ditekankan

pendekatan kualitatif.

b. Ciri-ciri studi kasus

Ciri-ciri studi kasus adalah sebagai berikut:

1) Studi kasus bukan suatu metodologi penelitian, tetapi suatu bentuk studi

(penelitian) tentang masalah yang khusus (particular).

2) Sasaran studi kasus dapat bersifat tunggal (ditujukan perorangan

/individual) atau suatu kelompok, misalnya suatu kelas, kelompok

profesional, dan lain-lain.

3) Masalah yang dipelajari atau diteliti dapat bersifat sederhana atau

kompleks. Masalah yang sederhana misalnya anak yang mengalami

penyimpangan perilaku. Masalah yang kompleks misalnya suatu periode

(masa) kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, hal-hal yang

menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, hal-hal yang menyebabkan

skizofrenia, dll.

4) Tujuan yang ingin dicapai adalah pemahaman yang mendalam tentang

suatu kasus, atau dapat dikatakan untuk mendapatkan verstehen bukan

sekedar erklaren (deskripsi suatu fenomena).

5) Studi kasus tidak bertujuan untuk melakukan generalisasi, walaupun studi

dapat dilakukan terhadap beberapa kasus. Studi yang dilakukan terhadap

beberapa kasus bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih

lengkap, sehingga pemahaman yang dihasilkan terhadap satu kasus yang

dipelajari lebih mendalam.

95

Page 20: BAB IIIamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14740/BAB... · Web viewDesain penelitian kualitatif bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi latar

6) Terdapat 3 (tiga) macam tipe studi kasus, yaitu:

a) Studi kasus intrinsik (intrinsic case study), apabila kasus yang

dipelajari secara mendalam mengandung hal-hal yang menarik untuk

dipelajari berasal dari kasus itu sendiri, atau dapat dikatakan

mengandung minat intrinsik (intrinsic interest).

b) Studi kasus intrumental (intrumental case study), apabila kasus yang

dipelajari secara mendalam karena hasilnya akan dipergunakan untuk

memperbaiki atau menyempurnakan teori yang telah ada atau untuk

menyusun teori baru. Hal ini dapat dikatakan studi kasus instrumental,

minat untuk mempelajarinya berada di luar kasusnya atau minat

eksternal (external interest).

c) Studi kasus kolektif (collective case study), apabila kasus yang

dipelajari secara mendalam merupakan beberapa (kelompok) kasus,

walaupun masing-masing kasus individual dalam kelompok itu

dipelajari, dengan maksud untuk mendapatkan karakteristik umum,

karena setiap kasus mempunyai ciri tersendiri yang bervariasi.

7) Hal-hal umum juga dipelajari dalam studi kasus, tetapi fokusnya terarah

pada hal yang khusus atau unik. Untuk mendapatkan hal-hal yang unik

dari data-data sebagaimana tersebut di bawah ini, harus dikumpulkan dan

dianalisis, yaitu:

a) Hakikat (the nature) kasus

b) Latar belakang sejarah kasus

c) Latar (setting) fisik

d) Konteks dengan bidang lain; ekonomi, politik, hukum, dan estetika

e) Mempelajari kasus-kasus lain yang berkaitan dengan kasus yang

dipelajari

f) Informan-informan yang dipilih adalah orang-orang yang mengetahui

kasus ini

Untuk memperdalam wawasan pembaca, berikut ini akan dikemukakan

tulisan Baedhowi (2001:94) yang mengacu pada Yin (1981) tentang perbedaan

studi kasus intrinsik dengan studi kasus instrumental dan studi kasus kolektif

sebagai berikut: “Intrinsic case study dilakukan untuk memahami secara lebih

96

Page 21: BAB IIIamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14740/BAB... · Web viewDesain penelitian kualitatif bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi latar

baik tentang suatu kasus tertentu. Jadi studi terhadap kasus ini karena peneliti

ingin mengetahui secara intrinsik mengenai fenomena, keteraturan, dan

kekhususan dari suatu kasus, bukan alasan eksternal lainnya. Sebaliknya,

instrumental case study merupakan studi terhadap kasus untuk alasan

eksternal, bukan karena kita ingin mengetahui tentang hakekat kasus tersebut.

Kasus hanya dijadikan sebuah instrumen untuk memahami hal lain di luar

kasus, misalnya dalam membuktikan sebuah teori yang sebelumnya sudah ada.

Sedangkan collective case study dilakukan untuk menarik kesimpulan atau

generalisasi terhadap fenomena atau populasi dari kasus-kasus tersebut. Jadi,

jenis studi kasus ke-tiga ini ingin membentuk sebuah teori berdasarkan

persamaan dan keteraturan yang didapat dari setiap kasus yang diselidiki.”

c. Kelebihan dan Kelemahan Studi Kasus

1) Kelebihan Studi Kasus

a) Studi kasus mampu mengungkap hal-hal yang spesifik, unik dan hal-

hal yang amat mendetail yang tidak dapat diungkap oleh studi yang

lain. Studi kasus mampu mengungkap makna di balik fenomena dalam

kondisi apa adanya atau natural.

b) Studi kasus tidak sekedar memberi laporan faktual, tetapi juga

memberi nuansa, suasana kebatinan dan pikiran-pikiran yang

berkembang dalam kasus yang menjadi bahan studi yang tidak dapat

ditangkap oleh penelitian kuantitatif yang sangat ketat.

2) Kelemahan Studi Kasus

Dari kacamata penelitian kuantitatif, studi kasus dipersoalkan dari segi

validitas, reliabilitas dan generalisasi. Namun studi kasus yang sifatnya

unik dan kualitatif tidak dapat diukur dengan parameter yang digunakan

dalam penelitian kuantitatif, yang bertujuan untuk mencari generalisasi.

97