sebelum memanipulasi simbul-simbul itu.belajar matematika

17
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika dalam Pandangan Konstruktivistik Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir (Hudojo, 2015). Matematika merupakan suatu kumpulan dari sistem simbolik abstrak yang saling berkaitan mempunyai kekuatan yang menakjubkan. Dengan kita sekedar memanipulasi simbul-simbul kita dapat menyimpulkan sesuatu yang sahih. tidak dapat disangkal bahwa matematika pada dasarnya adalah mata pelajaran yang abstrak. Karena matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi simbul-simbul, maka konsep-konsep matematika harus dipahami lebih dulu sebelum memanipulasi simbul-simbul itu.Belajar matematika memerlukan murid memahami konsep-konsep, dan kesulitan adalah konsep yang tidak dapat dipelajari tanpa upaya intelektual, sering selama periode waktu yang cukup. Brooks & Slavin (dalam Mustaji & Sugiarso, 2005) menyatakan bahwa ciri khas teori belajar konstruktivisme adalah siswa harus menemukan dan mengubah informasi yang kompleks menjadi lebih sederhana, bermakna, agar menjadi miliknya sendiri. Dalam teori ini dikemukakan bahwa siswa selalu membandingkan informasi yang satu dengan yang lain. Jika tidak cocok, siswa berupaya mengubahnya agar sesuai dengan skematanya. Jadi belajar bersifat konstruktif, artinya membangun makna, pemahaman dari bermacam-macam informasi. Pandangan ini mempunyai dampak yang besar untuk pembelajaran, karena mendorong siswa berperan lebih aktif dalam belajarnya.

Upload: others

Post on 31-Dec-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: sebelum memanipulasi simbul-simbul itu.Belajar matematika

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran Matematika dalam Pandangan Konstruktivistik

Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir

(Hudojo, 2015). Matematika merupakan suatu kumpulan dari sistem simbolik

abstrak yang saling berkaitan mempunyai kekuatan yang menakjubkan. Dengan

kita sekedar memanipulasi simbul-simbul kita dapat menyimpulkan sesuatu yang

sahih. tidak dapat disangkal bahwa matematika pada dasarnya adalah mata

pelajaran yang abstrak. Karena matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi

simbul-simbul, maka konsep-konsep matematika harus dipahami lebih dulu

sebelum memanipulasi simbul-simbul itu.Belajar matematika memerlukan murid

memahami konsep-konsep, dan kesulitan adalah konsep yang tidak dapat

dipelajari tanpa upaya intelektual, sering selama periode waktu yang cukup.

Brooks & Slavin (dalam Mustaji & Sugiarso, 2005) menyatakan bahwa

ciri khas teori belajar konstruktivisme adalah siswa harus menemukan dan

mengubah informasi yang kompleks menjadi lebih sederhana, bermakna, agar

menjadi miliknya sendiri. Dalam teori ini dikemukakan bahwa siswa selalu

membandingkan informasi yang satu dengan yang lain. Jika tidak cocok, siswa

berupaya mengubahnya agar sesuai dengan skematanya. Jadi belajar bersifat

konstruktif, artinya membangun makna, pemahaman dari bermacam-macam

informasi. Pandangan ini mempunyai dampak yang besar untuk pembelajaran,

karena mendorong siswa berperan lebih aktif dalam belajarnya.

Page 2: sebelum memanipulasi simbul-simbul itu.Belajar matematika

8

Menurut Steffe dan Kieren (dalam Suherman, 2003) prinsip pembelajaran

dengan paham konstruktivisme diantaranya bahwa observasi, aktivitas

mendengar, pembicaraan matematika siswa merupakan sumber belajar mengajar

yang kuat, untuk kurikulum,dan untuk cara mengevaluasi pengetahuan siswa.

Dalam konstruktivisme proses pembelajaran senantiasa ‘problem centered

approach’ dimanja siswa dan guru terikat dalam pembicaraan yang memiliki

makna matematika.

Belajar matematika menurut konstruktivisme didefinisikan oleh Cobb

(dalam Suherman , 2003) sebagai proses di mana siswa secara aktif

mengonstruksi pengetahuan mereka. Ciri utama dari pembelajaran yang

berpedoman pada paham konstruktivisme adalah siswa mampu membangun

pengetahuan untuk dirinya sendiri. Membangun pengetahuan adalah suatu usaha

yang sangat aktif oleh siswa untuk memahami ide baru. Pengetahuan akan

terbangun jika siswa mampu mengaitkan pengetahuan awal yang telah dimiliki

siswa dengan pengetahuan baru serta adanya interaksi siswa dengan

lingkungannya. Pengetahuan awal didefinisikan sebagai fakta, ide/konsep, prinsip

yang telah dimiliki siswa sebelum mempelajari ide/konsep baru. Lovitt dan Clarke

(dalam Suherman, 2003) juga menambahkan bahwa kualitas pembelajaran

ditandai dengan seberapa luas dalam lingkungan belajar: (1) mulai dari

kemampuan mana siswa berada, (2) mengenali bahwa siswa belajar dengan

kecepatan berbeda dan cara yang berbeda, (3) melibatkan siswa secara fisik dalam

proses belajar, (4) meminta siswa untuk memvisualkan yang imajiner. Dengan

demikian pembelajaran matematika menurut paham konstruktivisme menuntut

Page 3: sebelum memanipulasi simbul-simbul itu.Belajar matematika

9

siswa berperan aktif dan meminta siswa untuk berpikir lebih lanjut yang

mendorong penguasaan konsep yang semakin kuat oleh siswa.

2.2 Belajar dan Kesulitan Belajar Matematika.

Dalam proses belajar mengajar disekolah, baik di Sekolah dasar, Sekolah

Menengah, maupun Perguruan Tinggi seringkali dijumpai beberapa siswa atau

mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam belajar. Aktifitas belajar bagi setiap

individu tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar,

kadang- kadang tidak. Kadang-kadang dapat dengan cepat menangkap apa yang

dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat, terkadang

semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit mengadakan konsentrasi. Karena

setiap individu memang tidak ada yang sama. Perbedaan individual inilah yang

menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar dikalangan anak didik. Dalam

keadaan dimana anak didik/ siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya,

itulah yang disebut kesulitan belajar (Ahmadi dan Widodo Supriyono, 2004).

Kesulitan belajar tidak selalu disebabkan oleh faktor inteligensi yang rendah

(kelainan mental), akan tetapi juga disebabkan oleh faktor- faktor non-inteligensi.

Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan

belajar. Dengan demikian masalah kesulitan dalam belajar itu sudah merupakan

problema umum yang khas dalam proses pembelajaran.

Di setiap sekolah dalam berbagai jenis dan tingkatan pasti memiliki anak

didik yang berkesulitan belajar. Setiap kali kesulitan belajar anak didik yang satu

dapat diatasi, tetapi pada waktu yang lain muncul lagi kesulitan belajar anak didik

yang lain. Kesulitan belajar adalah suatu gejala yang nampak pada siswa yang

dtandai adanya hasil belajar rendah dibanding dengan prestasi yang dicapai

Page 4: sebelum memanipulasi simbul-simbul itu.Belajar matematika

10

sebelumnya. Kesulitan belajar itu merupakan suatu kondisi dalam proses belajar

yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil

belajar.

Berhubungan dengan pelajaran matematika, siswa yang mengalami

kesulitan belajar antara lain disebabkan oleh hal- hal sebagai berikut.

1. Siswa tidak bisa menangkap konsep dengan benar. Siswa belum sampai

keproses abstraksi dan masih dalam dunia konkret. Dia belum sampai

kepemahaman yang hanya tahu contoh- contoh, tetapi tidak dapat

mendeskripsikannya.

2. Siswa tidak mengerti arti lambang-lambang. Siswa hanya menuliskan/

mengucapkan tanpa dapat menggunakannya. Akibatnya, semua kalimat

matematika menjadi tidak berarti baginya.

3. Siswa tidak dapat memahami asal- usul suatu prinsip. Siswa tahu apa

rumusnya dan menggunakannya, tetapi tidak mengetahui dimana atau

dalam konteks apa prinsip itu digunakan.

4. Siswa tidak lancar menggunakan operasi dan prosedur. Ketidaksamaan

menggunakan operasi dan prosedur terdahuluberpengaruh kepada

pemahaman prosedur lainnya.

5. Ketidaklengkapan pengetahuan. Ketidaklengkapan pengetahuan akan

menghambat kemampuan siswa untuk memecahkan masalah matematika,

sementara itu pelajaran terus berlanjut secara berjenjang.

Kesulitan siswa dalam penelitian ini adalah suatu kondisi di mana siswa

tidak mampu menyelesaikan masalah soal cerita dengan benar. Adapun indikator

kesulitan siswa pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Page 5: sebelum memanipulasi simbul-simbul itu.Belajar matematika

11

Tabel 2.1 Indikator Kesulitan Siswa

Jenis Kesulitan

Menentukan Kondisi Awal

Menentukan Sistem Persamaan

Menyelesaikan Sistem Persamaan

Mengecek Jawaban

Indikator Kesulitan

Siswa tidak menentukan variabel, apa yangdiketahui dan apa yang ditanyakan.

Siswa tidak dapat mengganti soal cerita kedalam bentuk model matematika.

Siswa tidak dapat menyelesaikan sistempersamaan,

Siswa salah dalam menghitung.

Siswa tidak mengecek jawaban dan tidakmenarik kesimpulan.

2.3 Soal Cerita Matematika

Soal cerita bisa digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam

pemecahan masalah matematika. Adapun yang dimaksud dengan soal cerita

matematika adalah soal-soal matematika yang dinyatakan dalam kalimat-kalimat

bentuk cerita yang perlu diterjemahkan menjadi kalimat matematika atau

persamaan matematika. Adanya soal cerita dalam matematika secara tidak

langsung dapat membantu siswa dalam menunjukkan bahwa belajar matematika

tidak hanya sekedar main angka dan hitungan saja, tetapi dapat berguna dalam

kehidupan sehari-hari.

Untuk dapat menyelesaikan soal cerita dengan benar diperlukan

kemampuan awal, yaitu (1) kemampuan membaca soal, (2) kemampuan

menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam soal, (3)

kemampuan membuat model matematika, (4) kemampuan melakukan

perhitungan, (5) kemampuan menulis jawaban akhir dengan tepat. Kemampun-

kemampuan awal tersebut dapat menunjang dalam menyelesaikan soal cerita. Hal

tersebut diperinci dengan langkah-langkah penyelesaian sebagai berikut:

Page 6: sebelum memanipulasi simbul-simbul itu.Belajar matematika

12

1. Membaca soal dengan teliti untuk dapat menentukan makna kata dari kata

kunci di dalam soal.

2. Memisahkan dan menentukan apa yang diketahui dan apa yang

ditanyakan.

3. Menentukan metode yang akan digunakan untuk meyelesaikan soal cerita.

4. Menyelesaikan soal cerita menurut aturan-aturan matematika, sehingga

mendapatkan jawaban dari masalah yang dipecahkan.

5. Menulis jawaban dengan tepat.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan soal cerita adalah soal

matematika yang disajikan dengan kalimat yang berkaitan dengan kehidupan

sehari-hari serta memuat masalah yang menuntut penyelesaian masalah. Tujuan

dalam penelitian ini diberikan soal cerita karena untuk mengetahui cara siswa

menyelesaikan masalah serta mengetahui kesalahan-kesalahan yang dialami oleh

siswa sehingga peneliti dapat memberikan scaffolding. Dengan pemberian

scaffolding terhadap kesalahan yang dialami siswa maka siswa akan dapat

menyelesaikan soal cerita dengan baik.

Dengan penyelesaian soal cerita, siswa diharapkan mampu mengambil

keputusan. Hal ini disebabkan siswa tersebut menjadi terampil tentang bagaimana

mengumpulkan informasi yang relefan, menganalisis informasi dan menyadari

betapa perlunya meneliti kembali hasil yang diperoleh. Apabila latihan tersebut

dapat dilakukan sedini mungkin berarti siswa akan terbiasa untuk memecahkan

masalah dan menyelesaikan soal yang berbentuk cerita dengan cepat dan benar.

Soal cerita dalam pengajaran matematika sangat penting bagi

perkembangan proses berpikir siswa, sehingga keberadaannya mutlak diperlukan.

Page 7: sebelum memanipulasi simbul-simbul itu.Belajar matematika

13

Menyelesaikan soal cerita diperlukan keterampilan dan kemampuan berpikir,

sehingga bagi siswa perlu ada bimbingan dari guru baik secara lisan maupun

tertulis dalam menyelesaikan soal cerita. Apabila tanpa bimbingan atau siswa

harus menyelesaikan sendiri maka akan menjadi masalah bagi siswa.

2.4 Scaffolding

Scaffolding merupakan bantuan-bantuan yang diberikan kepada siswa

untuk belajar dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa

pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan

siswa belajar mandiri. Dalam kamus Bahasa Inggris, Scaffolding artinya perancah;

membangun perancah. Dalam kamus Bahasa Indonesia perancah adalah bambu

(papan, dsb) mirip dengan perancah yang digunakan oleh para pekerja bangunan

yang tengah membangun sebuah gedung.

Wood, dkk, Slavin (2012) menyatakan bahwa “Typically, scaffolding

means providing a child with a great deal of support during the early stages of

learning and then diminishing support and having the child take on increasing

responsibility as soon as she or he is able”. Scaffolding berarti menyediakan

banyak bantuan atau dukungan kepada seorang siswa selama tahap awal

pembelajaran dan kemudian mengurangi dan menghilangkan dukungan dan

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih tanggung jawab

yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya. Bentuk dukungan/ bantuan

dapat berupa intervensi yakni bimbingan, pengarahan, petunjuk, pertanyaan,

peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberi

contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa dapat belajar

secara mandiri.

Page 8: sebelum memanipulasi simbul-simbul itu.Belajar matematika

14

Wood, dkk (dalam Anghileri, 2006) mengidentifikasikan karakteristik dari

Scaffolding yang digunakan untuk membantu menyelidiki ciri-ciri interaksi orang

tua dan anak dalam pembelajaran. Karakteristik yang dimaksud yaitu: (1)

Recruitment, yaitu mendaftar keinginan siswa dan kesetiaan syarat dari tugas

(enlisting te learner’s interest and adherence to the requiremets of the task); (2)

Reduction in degrees of freedom, yaitu menyediakan tugas sehingga umpan balik

dapat diatur pada suatu taraf dapat digunakan untuk koreksi (simplifying the task

so that feed-back is regulated to a level that could be used for correction ); (3)

Direction maintenance (memelihara arah) yaitu menjaga siswa dalam mengejar

tujuan tertentu; (4) Marking critical features (memahami fitur penting) yaitu

mengonfirmasi/mengecek beberapa pertentangan taksiran; (5) Frustration control,

yaitu merespons kondisi emosi siswa; dan (6) Demonstration, yaitu memodelkan

penyelesaian tugas.

Anghileri (2006) mengusulkan tiga hierarki dari penggunaan Scaffolding

yang merupakan dukungan dalam pembelajaran matematika yaitu:

Level 1: Environmental provisions (Classroom organization, artefacts).

Pada level ini, siswa didukung untuk belajar mandiri. Bantuan guru adalah

menyiapkan lingkungan belajar di kelas sebelum bertatap muka dengan siswa

seperti pengaturan kelompok, tugas terstruktur seperti lembar kerja siswa.

Pengaturan kelompok dapat menciptakan pembelajaran yang berkolaborasi antara

teman sebaya (peer collaboration ). Kegiatan ini dapat dilakukan dengan siswa-

siswa beraksi bersama untuk menyelesaikan permasalahan. Memodifikasi tugas

untuk memasukkan unsur mengoreksi diri sendiri (self-correcting) dapat

menyediakan umpan balik lebih lanjut yang mendorong belajar otonomi siswa.

Page 9: sebelum memanipulasi simbul-simbul itu.Belajar matematika

15

Dengan kegiatan tersebut, siswa tidak hanya menemukan suatu penyelesaian,

tetapi juga dapat merefleksi proses yang dilibatkan dalam suatu penyelesaian.

Environmental provisions juga termasuk artefacts seperti pajangan dinding, alat

peraga, teka teki, dan peralatan lain yang dapat mendukung pembelajaran.Tabel

Gambar 2.1 Environmental Provisions

Level 2: Explaining, reviewing, and restructuring

Pada level ini, terdapat interaksi langsung antara guru dan siswa. Interaksi

tersebut meliputi menjelaskan, mengulas, dan restrukturisasi. Menjelaskan

merupakan cara yang digunakan untuk menyampaikan ide/konsep yang dipelajari.

Pada tahap ini, interaksi guru dan siswa mendorong pengalaman untuk

memfokuskan perhatian siswa pada aspek-aspek yang berhubungan dengan

matematika. Mengulas, meninjau, dan restrukturisasi merupakan cara yang

digunakan untuk mengidentifikasi pola-pola interaksi yang lebih responsif antara

siswa dengan guru. Pada tahap ini, guru dilibatkan untuk membuat adaptasi

modifikasi pengalaman dan membawa matematika terlibat lebih dekat dengan

pemahaman yang ada pada siswa.

Page 10: sebelum memanipulasi simbul-simbul itu.Belajar matematika

16

Gambar 2.2 Explaining, Reviewing dan Restructuring

Level 3 : Developing conceptual thinking

Pada level ketiga, strategi menjadi keharusan. Level ini menuntut

pembelajaran matematika lebih banyak melibatkan kemampuan untuk mengulang

prosedur yang telah dipelajari dan untuk menyelesaikan masalah yang dibatasi.

Tingkat tertinggi dari scaffolding ini terdiri dari interaksi pengajaran yang secara

eksplisit merupakan mengembangkan pemikiran konseptual dengan menciptakan

kesempatan untuk mengungkapkan pemahaman pada siswa dan guru bersama-

sama. Pada tahap ini, siswa didukung untuk membuat koneksi dan

mengembangkan alat-alat representasi. Siswa juga dilibatkan dalam wacana

konseptual yang dapat meningkatkan daya pikir.

Gambar 2.3 Developing Conceptual Thinking

Berikut ini akan diurakan secara lengkap pedoman yang digunakan dalam

pelaksanaan scaffolding dalam menyelesaikan soal cerita :

Page 11: sebelum memanipulasi simbul-simbul itu.Belajar matematika

17

Tabel 2.2 Pedoman dalam Pelaksanaan Scaffolding dalam Menyelesaikan Soal

Cerita

Jenis Kesulitan Siswa Interaksi Scaffolding Scaffolding yang diberikan

Memahami Masalaha. Menentukanapa yang diketahui

Explaining

Reviewing

Restructuring

1.Memfokuskan perhatiansiswa pada soal denganmembacakan ulang soal danmemberi penekanan padakalimat yang memberikaninformasi penting.2.Meminta siswa untukmembaca soal kembali danmemintanya untukmengungkapkan informasiapa saja yang ia dapatkan.3.Melakukan tanya jawabuntuk mengarahkan siswa kejawaban yang benar.

b. Menentukanapa yang ditanyakan

Explaining

Reviewing

Restructuring

1.Memfokuskan perhatiansiswa pada soal denganmembacakan ulang soal danmemberi penekanan padakalimat yang memberikaninformasi penting.2.Meminta siswa untukmembaca soal kembali danmemintanya untukmengungkapkan informasiapa saja yang ia dapatkan.3.Melakukan tanya jawabuntuk mengarahkan siswa kejawaban yang benar.

Membuat model matematikaa. Menentukanvariable Explaining

Reviewing

Restructuring

1.Memfokuskan perhatiansiswa pada soal denganmembacakan ulang soal danmemberi penekanan padakalimat yang memberikaninformasi penting.2.Meminta siswa untukmembaca soal kembali danmemintanya untukmengungkapkan informasiapa saja yang ia dapatkan.3.Melakukan tanya jawabuntuk mengarahkan siswa kejawaban yang benar.4.Menyederhanakan sesuatuyang abstrak pada soalmenjadi yang lebih dapatditerima oleh siswa.5.Membawa siswa ke situasiterkait yang telah siswa kenal.

b. Membuat Reviewing 1.Meminta siswa membaca

Page 12: sebelum memanipulasi simbul-simbul itu.Belajar matematika

18

model matematikaReviewing

Restructuring

apa yang diketahui soal.2.Meminta siswa untukmencermati variabel yangsudah ditentukan.3.Melakukan tanya jawabuntuk mengarahkan siswa kejawaban yang benar.

Menyelesaikan persamaan Reviewing

Restructuring

1.Meminta siswa untuk telitidalam mengoperasikanbentuk-bentuk aljabar.2.Menyederhanakan sesuatuyang abstrak pada soalmenjadi yang lebih dapatditerima oleh siswa.3.Membawa siswa ke situasiterkait yang telah siswa kenal.

Menerjemahkan variabel yangdidapatkan

Reviewing

Developing conceptualthinking

1.Meminta siswamenunjukkan hasilpekerjaannya.2.Mengarahkan siswa untukmenghubungkan variabelyang ditentukan denganjawaban yang diperoleh siswa.

Memberi kesimpulan Reviewing

Developing conceptualthinking

1.Meminta siswamenunjukkan hasilpekerjaannya.2.Mengarahkan siswa untukmenghubungkan variabelyang ditentukan denganjawaban yang diperoleh siswa.

Secara umum langkah-langkah pembelajaran scaffolding adalah sebagai

berikut :

1. Menjelaskan materi pembelajaran.

2. Menentukan level perkembangan siswa berdasarkan tingkat kognitifnya

dengan melihat nilai hasil belajar sebelumnya.

3. Mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuannya.

4. Memberikan tugas belajar berupa soal-soal berjengjang yang berkaitan

dengan materi pembelajaran.

5. Mendorong siswa untuk bekerja dan belajar menyelesaikan soal-soal

secara mandiri dengan kelompok.

Page 13: sebelum memanipulasi simbul-simbul itu.Belajar matematika

19

6. Memberikan bantuan berupa bimbingan, motivasi, pemberian contoh, kata

kunci atau hal lain yang dapaat memancing siswa ke arah kemandirian

belajar.

7. Mengarahkan siswa yang memiliki kemampuan yang tinggi untuk

membantu siswa yang memiliki kemampuan rendah.

8. Menyimpulkan pelajaran dan memberikan tugas-tugas.

Dalam penelitian ini, scaffolding yang diberikan berupa dukungan untuk

belajar dan mengatasi masalah yang berupa petunjuk, pengingat, dorongan,

menyederhanakan permasalahan, memberikan contoh dalam menyelesaikan soal

cerita pada materi sistem persamaan linier datu variabel. Pemberian scaffolding

pada siswa dilakukan secara tatap muka dan dilakukan secara satu persatu. Hal ini

disebabkan bahwa setiap siswa memerlukan bantuan yang berbeda karena

kesulitan yang dihadapi juga berbeda. Dengan cara ini diharapkan pemberian

scaffolding dapat dengan tepat membantu mengatasi kesulitan siswa dalam

menyelesaikan permasalahan soal cerita pada materi sistem persamaan linier satu

variabel.

2.5 Sistem Persamaan Linier Dua Variabel

Persamaan linier dua variabel adalah persamaan yang mengandung dua

variabel dimana pangkat atau derajat tiap-tiap variabel sama dengan satu. Bentuk

umum persamaan linier dua variabel adalah + = , dimana dan adalah

variabel.

Sedangkan sistem persamaan dua variabel adalah dua persamaan linier dua

variabel yang mempunyai hubungan diantara keduanya dan mempunyai satu

penyelesaian. Bentuk umum sistem persamaan dua variabel adalah : + =

Page 14: sebelum memanipulasi simbul-simbul itu.Belajar matematika

20

, px + qy = r, dimana dan disebut variabel, , , dan disebut koefisien,

dan disebut konstanta.

Metode-metode yang digunakan untuk menyelesaikan sistem persamaan

linier dua variabel adalah sebagai berikut :

1. Metode Eliminasi

Dalam metode eliminasi, salah satu variabel dieliminasikan atau

dihilangkan untuk mendapatkan nilai variabel yang lain dalam sistem

persamaan linier dua variabel tersebut. Untuk mengeliminasi suatu

variabel, samakan yang akan dieliminasi, kemudian kedua persamaan

dijumlahkan atau dikurangkan.

2. Metode Substitusi

Dalam metode substitusi, suatu variabel dinyatakan dalam variabel yang

lain dari sistem persamaan linier dua variabel tersebut. Selanjutnya

variabel ini digunakan untuk mengganti variabel lain yang sama dalam

persamaan lainnya sehingga diperoleh persamaan satu variabel.

3. Metode Campuran (Eliminasi dan Substitusi)

Dalam metode ini, nilai salah satu variabel terlebih dahulu dicari dengan

metode eliminasi. Selanjutnya nilai variabel ini disubstitusikan ke salah

satu persamaan sehingga diperoleh nilai variabel sama.

4. Metode Grafik

Penyelesaian sistem persamaan linier dua variabel dengan metode grafik

adalah titik potong kedua garis dari persamaan linier penyusunan.

Page 15: sebelum memanipulasi simbul-simbul itu.Belajar matematika

21

2.6 Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal cerita telah

banyak dilakukan. Beberapa diantaranya yaitu :

Penelitian Sulistiyorini (2016) yang berjudul Analisis Kesulitan Siswa

Dalam Pemecahan Masalah Soal Cerita Matematika Siswa SMP Universitas

Muhammadiyah Surakarta. Penelitian ini menyatakan bahwa kesulitan siswa pada

aspek memahami masalah, yaitu (1) Siswa tidak terbiasa mengerjakan soal cerita

dengan langkah-langkah pemecahan masalah polya, (2) Siswa masih bingung

dalam penulisan simbol, (3) Siswa masih belum memahami konsep tentang materi

yang diajarkan, (4) Siswa tidak dapat mengatur proses pengerjaan dengan baik,

masih kurang teliti dan terkesan asal-asalan.

Kesulitan siswa pada aspek membuat rencana, yaitu (1) Siswa belum bisa

membuat model matematika berdasarkan apa yang diketahui dan ditanyakan dari

soal, (2) Kemampuan siswa yang rendah dalam memahami masalah sehingga

membuat siswa susah dalam membuat rencana penyelesaian, (3) Siswa kurang

latihan soal. Kesulitan siswa pada aspek melaksanakan rencana, yaitu (1)

Kebiasaan siswa yang kurang teliti dengan salah dalam perhitungan, (2) Langkah-

langkah yang terlalu panjang membuat siswa kebingungan, (3) Siswa salah dalam

membuat model matematika.Kesulitan siswa pada aspek melihat kembali, yaitu

(1) Siswa tidak tahu cara melihat kembali yang benar, (2) Siswa tidak dapat

mengatur waktu pengerjaan dengan baik, akhirnya terburu-buru dan kurang teliti

karena waktunya habis, (3) Kebiasaan siswa yang kurang baik dengan tidak mau

melakukan pengecekan ulang.

Page 16: sebelum memanipulasi simbul-simbul itu.Belajar matematika

22

Berdasarkan analisis kesulitan siswa dalam pemecahan masalah soal cerita

matematika dilihat dari aspek memahami masalah, membuat rencana,

melaksanakan rencana, dan melihat kembali. Dapat disimpulkan kesulitan siswa

dalam pemecahan masalah soal cerita matematika adalah sebagai berikut: (1).

Siswa tidak terbiasa mengerjakan soal cerita dengan langkah-langkah pemecahan

Polya; (2). Siswa belum memahami konsep dari materi yang diberikan; (3). Siswa

tidak dapat membuat model matematika; (4) Siswa tidak dapat mengatur proses

dan waktu pengerjaan dengan baik, masih kurang teliti dan terkesan asal-asalan.

Penelitian Sinta Devi Nurohman (2014) yang berjudul Implementasi

Scaffolding Untuk Mengatasi Kesulitan Siswa Kelas X SMK Kartika 1 Surabaya

Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Pada Materi Program Linear. Penelitian ini

menyatakan bahwa kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal cerita materi

Program Linear sebelum diberikan scaffolding yaitu: (1) membuat model

matematika, (2) menentukan daerah penyelesaian, (3) menentukan titik-titik

pojok, (4) menentukan nilai optimum, dan (5) membuat kesimpulan. Setelah

pemberian scaffolding, kesulitan yang dialami siswa yaitu: (1) membuat model

matematika, (2) menggambar grafik penyelesaian, (3) menentukan daerah

penyelesaian, (4) menentukan titik-titik pojok, dan (5) menentukan nilai optimum.

Bentuk scaffolding yang diberikan berupa Explaining, yaitu memberikan

penjelasan bahwa tidak diperbolehkan untuk memperkecil bilangan-bilangan pada

fungsi tujuan pada kesulitan (1) dan memberikan penjelasan tentang membuat

kesimpulan pada kesulitan (5). Reviewing, yaitu meminta siswa membaca dan

mencermati apa yang ditanyakan pada soal pada kesulitan (1), meminta siswa

melihat kembali fungsi kendala dan menceritakan cara mengarsir grafik pada

Page 17: sebelum memanipulasi simbul-simbul itu.Belajar matematika

23

kesulitan (2), tanya jawab dan meminta siswa untuk teliti pada kesulitan (3) dan

(4), dan menanyakan apakah ada hubungan antara kesimpulan dengan pertanyaan

pada kesulitan (5). Restructuring, yaitu membacakan soal dengan memberikan

penekanan intonasi pada kesulitan (2). Developing conceptual thinking, yaitu

meminta siswa menghubungkan apa yang ditanyakan dengan pemisalan dan nilai

optimum pada kesulitan (5).