bab vi.doc

40
BAB VI BERBAGI INFORMASI 6.1. Pemeriksaan Penunjang ASMA Menurut Achmad (2014) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menengakan diagnosis asma yaitu : a. Spirometri Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi. b. Arus Puncak Ekspirasi (APE) Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter) yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan termasuk puskesmas ataupun

Upload: anisetiyowati

Post on 11-Apr-2016

238 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB VI.doc

BAB VI

BERBAGI INFORMASI

6.1. Pemeriksaan Penunjang ASMA

Menurut Achmad (2014) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk

menengakan diagnosis asma yaitu :

a. Spirometri

Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti

vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur

yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita

sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita.

Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang

reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio

VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.

b. Arus Puncak Ekspirasi (APE)

Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau

pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter

(PEF meter) yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan

mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan termasuk puskesmas

ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah digunakan/

dipahami baik oleh dokter maupun penderita, sebaiknya digunakan penderita di

rumah sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan

APE dengan ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan instruksi

yang jelas.

c. Uji Provokasi Bronkus

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada

penderita dengan gejalA asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji

provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai sensitiviti

yang tinggi tetapi spesifisiti rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan

Page 2: BAB VI.doc

diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti bahwa

penderita tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi pada penyakit lain seperti

rinitis alergik, berbagai gangguan dengan penyempitan jalan napas seperti

PPOK, bronkiektasis dan fibrosis kistik. (Achmad, 2014)

6.2. ASMA

Menurut Nelson (1996) dalam Purnomo (2008) asma adalah kumpulan tanda dan

gejala wheezing(mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut :

a. Timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal).

b. Faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan

maupun dengan penyumbatan.

c. Riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga

Faktor resiko terjadinya asma yaitu :

Page 3: BAB VI.doc

Patofisiologi terjadinya asma yaitu :

Page 4: BAB VI.doc

Berdasarkan Konsensus Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia (2015)

klasifikasi ASMA yaitu :

Page 5: BAB VI.doc

Penatalaksanaan ASMA meliputi :

a. Edukasi

Konsensus Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia (2015)

Page 6: BAB VI.doc

Beberapa pertanyaan perlu ditanyakan kepada pasien untuk mengidentifikasikan

penyebab atau faktor pencetus asma yang dideritanya :

Page 7: BAB VI.doc

Untuk memantau perkembangan penyakit pasien, maka pasien diberikan

pelangi asma yaitu :

b. Penatalaksanaan secara farmakologi

Berdasarkan Konsensus Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di

Indonesia (2015) beberapa sediaan obat yang dapat digunakan dalam

penanganan kasus asma yaitu :

Page 8: BAB VI.doc
Page 9: BAB VI.doc
Page 10: BAB VI.doc

Penatalaksanaan secara farmakologi dapat diklasifikasikan berdasarkan beratnya

serangan asma :

Berdasarkan Konsensus Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia

(2015) penatalaksanaan kasus asma di rumah yaitu :

Page 11: BAB VI.doc
Page 12: BAB VI.doc

Sedangkan untuk penatalaksanaan di rumah sakit yaitu :

Page 13: BAB VI.doc

6.3. Penatalaksanaan Bronkitis Kronis

Menurut Price (2006) pentalaksanaan bronchitis kronis dapat dilakukan dengan :

1) Pencegahan Primer

Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan

orang yang sehat agar tetap sehat yaitu dengan:

a. Membatasi aktivitas yang memerlukan banyak tenaga

b. Tidak tidur di kamar ber AC dan memakai pakaian hangat

c. Hindari makanan yang merangsang batuk; gorengan, minuman dingin, dll

d. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, mandikan dengan

menggunakan air hangat

e. Jaga kebersihan makanan dan mencuci tangan sebelum makan

f. Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi

2) Pencegahan sekunder

Pencegahan untuk membantu orang yang telah sakit agar sembuh,

menghambat progressivitas penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi

ketidakmampuan.

a. Penisilin

Dengan perlekatan pada protein pengikat penisilin yang

spesifik (PBPs) yang berlaku sebagai reseptor pada bakteri,

penghambat sintesis dinding sel, dengan menghambat

transpeptidasi dari peptidoglikan dan pengaktifan enzzim antibiotik

didalam dinding sel yang menghasilkan kerusakan sehingga

Page 14: BAB VI.doc

akibatnya bakteri mati. Antibitotik golongan penisilin yang biasa

digunakan adalah amoksisilin.

b. Quinolon

Merupakan antimirobial oral yang meberikan pengaruh

yang dramatis dalam terapi infeksi. Dari protipe awal yaitu asam

nalidiksat berkembang menjadi asam pipemidat, asam oksolinat,

cinoksacin, dan norfloksacin. Generasi awal mempunyai peran

dalam terapi gram-negatif infeksi saluran kencing. Generasi

berikutnya yaitu generasi kedua terdiri dari perfloksacin, enoksasin,

ciprofloksasin, lemofloksasin, fleroksasin dengan spektrum aktivasi

yang lebih luas untuk terapi infeksi community-acquired maupun

infeksi nosokomial.

c. Mukolitik dan ekspektoran

Bronkhitis dapat menyebabkan produksi mukus berlebih.

Mukus mengandung glikoprotein polisakarida, debris sel, dan

cairan/eksudat infeksi. Mukolitik bekerja dengan cara memecah

glikoprotein menjadi molekul molekul yang lebih kecil sehingga

lebih encer. Mukus yang encer akan mendesak dikeluarkn pada saat

batuk. Contoh mukolitik adalah asetilsistein. Sedangkan

ekspektoran bekerja dengan cara mengencerkan mukus dalam

bronkhus sehingga mudah dikeluarkan. Contoh ekspektoran adalah

guaifenesin.

d. Pencegahan tersier

Dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan

penderita bronkhitis dengan terapi yang dapat membantu

pernapasan

1. Terapi farmakologi

a) Beta – 2 Agonis (simpatomimetika)

Obat yang mempunyai aksi serupa

dengan aktivitas simpatis. Adrenergik

merupakan ujung saraf simpatis yang

Page 15: BAB VI.doc

menghasilkan norepinefrin, epinefrin, dan

isoproterenol. Beta 1 adrenergik terdapat di

jantung. Beta 2 adrenergik terdapat pada

kelenjar dan otot halus bronkhus. Adrenergik

menstimulasi reseptor beta 2 sehingga terjadi

bronkodilatasi.

b) Metilxantin

Teofilin merupakan golongan

metilxantin yang banyak digunakan

disamping kafein dan dyphylline. Obat ini

menghambat produksi fosfodesterase.

Dengan penghambatan ini penguraian cAMP

menjadi AMP tidak terjadi sehingga kadar

cAMP seluler meningkat. Peningkatan ini

menyebabkan bronkodilatasi.

2. Terapi non farmakologi

a) Pasien harus berhenti merokok

b) Menghirup uap air 3x sehari kalau timbul

kesulitan bernapas

c) Taruh kompres uap diatas dada pasien 2x

sehari dan taruhlah kompres lembab diatas

dada pasien sepanjang malam sambil

menjaga tubuhnya jangan sampai kedinginan

d) Rehabilitasi paru parusecara komprehensif

dengan cara olahraga dan latihan pernapasan

e) Istirahat yang cukup

Sylvia (2006)

6.4. Anatomi Klinis Tractus Respiratorius

Menurut Ethel Sloane (2004) :

1. Cavum nasal dan nasal

Page 16: BAB VI.doc

1) Nares ekternal, berbentuk piramid di sertai dengan suatu akar dan dasar.

Bagian ini tersusun dari kerangka kerja tulang. Cartilago hialin dan

jaringan fibroaerolar.

a. Septum nasal menbagi sisi nasal menjadi septi dextra dan septum

sinistra, bagian anterior septum adalah cartilago. kelainan klinis yang

sering terjadi adalah septum deviasi.

b. Nares ekternal dibatasi oleh cartilago nasal.

a) Cartilago nasal eksternal terletak di bawah jembatan hidung.

b) Alabesar dan ala kecil cartilago nasal mengelilingi nostril.

c. Os. Nasale

a) Os. Nasale membentuk jembatan dan bagian superior kedua sisi

hidung, kelainan klinis yang sering terjadi adalah fraktur dan

deviasi.

b) Vomer dan lempeng perpendikular os. Ethmoidalis membentuk

bagian posterior septum nasal.

c) Lantai nasal terdiri dari pallatum durum yang terbentuk dari os.

Maxilla dan platimum yang biasanya mengalami deviasi palatum

pada bayi baru lahir yang termaksud kelainan kongenital.

d) Langit-langit cavum nasal pada sisi medial terbentuk dari

lempeng kribriform os. Ethmoidales, pada sisi anterior os.

Frontal dan nasal.

e) Concha (turbinatum), yang terdiri dali concha nasalis superior,

media dan inferior menonjol pada dinding lateral cavum nasal.

Setiap cocha dilapisi membran mukosa (epitel collumnar

bertingkat dan bersilia) yang terisi kelenjar mukus dan banyak

mengandung pembuluh darah, sehingga apabila daerah ini

mengalami iritasi atau rangsang dari lura dapat mengalami

hypersekresi mukus atau epiktaksis.

Page 17: BAB VI.doc

Gambar

1 : Os.

Nasal

(anterior).

Gambar 2 : Os Nasal

Page 18: BAB VI.doc

f) Meatus nasalis superior, media dan inferior merupakan jalan

udara pada cavum nasal yang terletak di bawah concha nasalis.

g) Empat pasang sinus paranasa ( sinus frontalis, sinus maxillaris,

sinus ethmoidalis dan sinus sphenoidalis), merupakan kantong

tertutup yang di lapisi membran mukosa.

1. Sinus berfungsi untuk meringankan cranial, salunan

nasal juga berfungsi untuk menghangatkan maupun

melembabkan udara yang masuk, memproduksi

mukus, serta memberikan efek resonasi pada saat

berbicara.

2. Sinus paranasal mengalirkan cairannya melalui

meatus cavum nasal melalui ductus kecil. Sinus para

nasal biasanya mengalami penyumbatan yang disbut

sinusitis terutama pada kasus infeksi.

3. Ductus naso lacrimalis dari kelenjar air mata yang

bermuara ke ara meatus nasalis inferior.

Gambar 3 : cavum nasi.

2) Membran mukosa nasalis

Fungsinya yaitu :

Page 19: BAB VI.doc

a. Penyaringan partikel kecil, pada silia eptithelium respiratorik yang

melambai ke arah belakang dengan suatu lapisan mukus. Gerakan

dan mukus akan membetuk suatu perangkap untuk partikel dan

kemudian akan di sapu ke atas untuk di telan, di batukkan atau di

bersihkan keluar.

b. Penggangatan dan pelembapan udara yang masu, udara kering akan

di lembabkan melalui evaporasi sekresi mukosa dan mukus serta

akan di hangatkan oleh radiasi panas dan pembuluh darah yang

terletak di bawahnya.

c. Resepsi odor, epithelium olfactori yang terletak di bagian inferior

cavum nasal lempeng kribroform. Mengandung sel-sel olfactorius

yang mengalami spesialisasi untuk indra penciuman.

Gambar 4 : cavum nasi (details)

Page 20: BAB VI.doc

2. Pharynx

Merupakan suatu tabung muskulardengan panjang 12,5 cm dari bagian

dasar tulang tengkorak sampai oesophagus. Pharyns terbagi menjadi :

a. Nasopharynx, merupakan bagian posterior cavum nasal yang membuka ke

arah cavum nasal melalui dua nares internal (choana).

a) Dua tuba eustachius (auditorik) yang menghubungkan nasopharynx

dengan telinga tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan

tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga.

b) Amandel (adenoid) pharynx, adalah penumpukan jaringan limfatik

yang terletak di dekat naris internal. Pembesaran adenoid dapat

menhambat aliran udara.

b. Oropharnynx, dipisahkan dari nasopharynx oleh palatum mole yang

merupakan perpanjangan dari palatym durum.

a) Uvula, merupakan struktur yang menulur ke bawah dari bagian

palatum mole.

b) Amandel palatinum, terletak di kedua sisi oropharynx posterior.

c. Laryongopharnx, mengelilingi oesophagus dan larynx, yang merupakan

gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya.

Page 21: BAB VI.doc

Gambar 4 : Pharynx

Page 22: BAB VI.doc

Gambar 5 : Bagian-bagian Pharynx

3. Larynx

Mengubungkan pharynx dengan trachea, larynx merupakan tabung pendek

berbentuk seperti kotak triangular dan di potong oleh sembilang cartilago, 3

berpasangan dan 3 tidak berpasangan.

a. Cartilago tidak berpasangan :

a) Cartilago thyroid (jakun), terletak di bagian proksimal kelenjar

thyroid, biasanya berukuran lebih besar dan lebih menonjol pada

laki-laki akibat hormon yang di sekresi pada saat puberitas.

b) Cartilago crichoidea, adalah cincin anterior yang leboh kecil dan

lebih tebal yang terletak di bawah cartilagi thyroid.

c) Epiglotis, adalah katup cartilago elastis yang melekat pada tepian

anterior cartilago thyroid. Saat menelan epiglotis secara otomatis

menutupi mulut larynx sehingga masuknya makanan dan cairan ke

trachea.

b. Cartilago berpasangan :

a) Cartilago arythenoidea, terletak di atas dan di kedua sisi cartilago

crikoid, cartilago ini melekat pada keduua sisi pita suara, yaitu

lipatan berpasangan dari epthelium skuamosa bertingkat.

b) Cartilago corniculata, melekat pada bagian ujung cartilago

arythenoidea.

c) Cartilago cuneiforme, merupakan batang-batang kecil yang

membantu menopang jaringan lunak.

Page 23: BAB VI.doc

Gambar 6 : Cartilago tunggal pada larynx.

Page 24: BAB VI.doc

Gambar 7 : Cartilago berpasangan pada larynx

4. Trachea

Merupakan tuba sepanjang 10-12 cm dan diameter 2,5 cm sera terletak di atas

permukaan anterior oesophagus, tuba ini merentang dari larynx apa area vertebra

cervika VI sampai area vertebra thoracal V, tempatnya membelah menjadi dua

bronchus utama.

a. Trachea dapat tetap membuka karena adanya 16-20 cincin cartilago

berbentuk –C. Ujung posterior mulut cincin di hubungkan oleh jaringan

ikat dan otot sehingga memongkinkan ekspansi oesophagus.

b. Trachea dilapisi epithelium respiratorik (collumnar bertinkat dan bersilia)

yang mengandung banyak sel goblet untuk memproduksi mukus, sehingga

apabila area ini teriritasi atau terangsang maka selgoblet akan

memproduksi banyak mukus untuk pertahan diri.

5. Percabangan bronchus

a. Bronchus principalis (utama) dextra berukuran lebih pendek, lebih tebal

dan lebih lurus di bandingkanbronchus principalis sinistra karena arcus

Page 25: BAB VI.doc

aorta membelokkan trachea bawah kekanan. Objek asing yang masuk ke

dalam trachea kemungkinan di tempatkan dalam bronchus kanan.

b. Setiap bronchus principalis bercapang 9 sampai 12 kali untuk membentuk

bronchus lobaris dan segmentalis dengan diameter yang semakin kecil.

Saat tuba semakin menyempit, batang atau lempeng cartilago mengganti

cincin cartilago.

c. Bronchus disebut ekstrapulmonar sampai memasuki paru-paru, setelah itu

di sebut intrapulmonar.

d. Struktur mendasar dari kedua paru-paru adalah percabangan bronchiolus

yang selanjutnya. Bronchus, bronchiolus, bronchiolus terminal,

bronchiolus respiratory, ductus alveolar dan alveoli. Tidak terdapat

cartilago dalam bronchiolus, silia tetap ada sampai bronchiolus respiratorik

terkecil.

Page 26: BAB VI.doc

Gambar 8 : Trachea dan Percabangan bronchus.

6. Pulmo

1) Pulmo adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara, yang

terletak dalam rongga thoraks.

a. Pulmo dextra memiliki 3 lobus, sedangkan pulmo sinistra memiliki

2 lobus.

b. Setiap pulmo memiliki sebuah apex yang mencapai bagian atas

costa pertama. Sebuah permukaan diafragmatika yang terletak di

atas difragma, sebuah permukaan mediastianl yang terpisah oleh

pulmo lainnya dari mediastinum dan permukaan costal yang

terletak di di permukaan costa.

c. Permukaan mediastinal memiliki hilus (akar) tempat masuk dan

keluarnnya radix pulmonalis (arteri dan vena pulmonalis, bronchus

principalis, nervus dan pembuluh limfe).

2) Pleura adalah memberan penutup yang membungkus setiap paru.

a. Pleura parietal, selaput yang melapisi cavum thoraks.

b. Pleura visceralis, selaput yang melapisi pulmo dan bersambung

dengan pleura parietal di bawah pulmo.

Page 27: BAB VI.doc

c. Cavum pleura, adalah ruang potensial antara pleura parietalis dan

pleura visceralis yang menggandung lapisan tipis cairan pelumas.

Cairan ini di sekresi oleh sel-sel pleural sehingga pulmo dapat

mengembang tanpa melakukan friksi. Tekanan cairan agak negatif

di bandingkan tekanan atmosfer.

d. Resesus pleura, adalah area rongga pleura yang tidak berisi

jaringan pulmo. Area ini muncul saat pleura parietalis bersilangan

satu sama lain pada saat bernafas.

a) Resesus pleural costomediastinal, terletak di tepi posterior

kedua sisi pleura. Tempat pleura parietal berbelok dari costa

ke permukaan lateral mediastinum.

b) Resesus pleuran costodiafragmatik, terletak di tepi posterior

kedua sisi pleura di antara diafragma dan permukaan costal

intra thoraks.

Page 28: BAB VI.doc

Gambar 9 : Pulmo dextra (anterior)

Gambar 10 : Pulmo sinistra (anterior)

Page 29: BAB VI.doc

Gambar 11 : Pulmo dextra (posterior)

Gambar 12 : Pulmo sinistra (posterior)

(Ethel Sloane, 2004)

6.5. Perbedaan Ronki Basah dan Ronki Kering

Menurut Willms JL (2005) perbedaan Ronki kering dan Ronki Basah yaitu :

a. Ronki kering

Merupakan bunyi yang terputus, terjadi oleh getaran dalam lumen

saluran nafas akibat penyempitan. Kelainan ini trejadi pada bagian

Page 30: BAB VI.doc

mukosa atau pada adanya sekret yang kental dan lengket. Semakin sempit

bagian lumen makan suara yang dihasilkan semakin keras.  Terdengar

lebih jelas pada ekspirasi walaupun pada inspirasi sering terdengar juga.

b. Ronki basah

Merupakan suara berisik dan terputus akibat aliran udara yang

melewati cairan. Ronki basah halus, sedang dan kasar tergantung pada

besarnya daerah bronkus yang mengalami gangguan dan biasanya

terdengar pada proses inspirasi, sedangkan yang lebih halus lagi berasal

dari alveolus yang sering disebut krepitasi, akibat terbukanya alveoli pada

akhir inspirasi. Ronki mencerminkan inflamasi atau kongesti yang

mendasarinya dan sering timbul pada kondisi seperti pneumonia,bronkitis,

gagal jantung kongesti, bronkiektasis, dan fibrosis pulmonal.