bab ix modal sosial penguat resistensi...

26
399 BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKL Dalam bab berikut disajikan uraian tentang kontribusi, pengaruh atau peran modal sosial terhadap perlawanan (resistensi) PKL. Konsep-konsep pokok atau unsur-unsur modal sosial sosial, yaitu kepercayaan, jaringan dan norma dikaji sejauhmana berkontribusi terhadap resistensi PKL. Demikian pula, dua jenis modal sosial, yaitu modal sosial terikat (bonding social capital) dan modal sosial yang menjembatani (bridging social capital) dilihat peranannya dalam membangun kekuatan perlawanan PKL. Dalam bagian ini dikemukakan terjadinya pertemuan antara modal personal berupa kepemimpinan tokoh kunci PKL, yang di dalamnya terdapat nilai pengorbanan dengan modal sosial, berupa struktur interaksi dan jaringan sosial yang membentuk apa yang disebut dengan modal sosial pengorbanan (sacrifice of social capital). Modal sosial pengorbanan inilah yang memiliki peran kunci dalam mendorong perlawanan PKL terhadap kebijakan yang diambil Pemkot Semarang. A. Implementasi Kebijakan yang Tidak Memihak PKL Meskipun diakui bahwa sektor informal memiliki kontribusi bagi pembangunan ekonomi, namun kebijakan yang dibuat oleh pemerintah beserta aparatus represifnya berkecenderungan menempatkan PKL sebagai pengganggu yang harus disingkirkan. Meskipun diakui jasa besarnya dalam menyerap surplus angkatan kerja, sektor informal hingga sekarang tetap masih menjadi sektor terpinggirkan, dianaktirikan, dan tidak jarang dianggap sebagai “penyakitdalam perekonomian (Samhadi 2006:33).

Upload: dangnhu

Post on 06-Feb-2018

219 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

399 399

BAB IX

MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKL

Dalam bab berikut disajikan uraian tentang kontribusi,

pengaruh atau peran modal sosial terhadap perlawanan

(resistensi) PKL. Konsep-konsep pokok atau unsur-unsur

modal sosial sosial, yaitu kepercayaan, jaringan dan norma

dikaji sejauhmana berkontribusi terhadap resistensi PKL.

Demikian pula, dua jenis modal sosial, yaitu modal sosial terikat

(bonding social capital) dan modal sosial yang menjembatani

(bridging social capital) dilihat peranannya dalam membangun

kekuatan perlawanan PKL.

Dalam bagian ini dikemukakan terjadinya pertemuan

antara modal personal berupa kepemimpinan tokoh kunci PKL,

yang di dalamnya terdapat nilai pengorbanan dengan modal

sosial, berupa struktur interaksi dan jaringan sosial yang

membentuk apa yang disebut dengan modal sosial pengorbanan

(sacrifice of social capital). Modal sosial pengorbanan inilah

yang memiliki peran kunci dalam mendorong perlawanan PKL

terhadap kebijakan yang diambil Pemkot Semarang.

A. Implementasi Kebijakan yang Tidak Memihak PKL

Meskipun diakui bahwa sektor informal memiliki

kontribusi bagi pembangunan ekonomi, namun kebijakan yang

dibuat oleh pemerintah beserta aparatus represifnya

berkecenderungan menempatkan PKL sebagai pengganggu

yang harus disingkirkan. Meskipun diakui jasa besarnya dalam

menyerap surplus angkatan kerja, sektor informal hingga

sekarang tetap masih menjadi sektor terpinggirkan,

dianaktirikan, dan tidak jarang dianggap sebagai “penyakit” dalam perekonomian (Samhadi 2006:33).

Page 2: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

400

Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang

Data-data yang berhasil dihimpun dari berbagai sumber

menunjukkan bahwa pandangan negatif Pemerintah Daerah

lebih mengkristal daripada persepsi positifnya tentang sektor

informal, khususnya PKL. Sikap pengabaian, pembiaran,

bahkan pengusiran, penertiban, penggusuran atau sikap tindak

kekerasan lainnya tampak lebih dominan ketimbang sikap dan

tindakan pembimbingan dan pemberdayaan.

Berdasarkan data Konsorsium Kemiskinan Kota, sepanjang

tahun 2001 dan 2003 saja tidak kurang dari 24.748 PKL dan

kios jalanan yang digusur dari tempat mereka mencari nafkah

(Samhadi 2006:33). Gerobak dan kios mereka dihancurkan.

Dalam kurun waktu yang sama, sebanyak 550 pengamen

ditangkap dan 17.103 becak digaruk atau dimusnahkan,

sehingga 34.000 orang kehilangan mata pencaharian. Padahal,

saat krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997, sektor

informal terbukti mampu menunjukkan ketangguhan dan

mampu menjadi peredam (buffer) gejolak di pasar kerja

perkotaan dengan menampung limpahan jutaan buruh korban

PHK sektor formal.

Pasca krisis, sektor informal kembali menjadi katup

pengaman di tengah ketidakmampuan pemerintah dan sektor

formal menyediakan lapangan kerja. Menurut data BPS (2006),

sektor informal menyerap kurang lebih 70% angkatan kerja,

sementara sektor formal hanya 30%.

PKL bagaikan rumput di dalam pot bunga, sehingga harus

dicabut sampai ke akar-akarnya agar tidak mengganggu

pertumbuhan bunga. Hak hidup PKL harus dihapus. Itulah

pikiran dan pendapat yang memicu Pemkot Bandar Lampung

untuk memperindah kotanya dengan cara menyapu bersih

PKL, seperti PKL yang beroperasi di Bambu Kuning, Pasar Pasir

Gintung, dan sekitar Pangkal Pinang (Stiawan ZS 2008).

Di Semarang, kekejaman petugas satpol PP juga nampak

ketika mereka melakukan razia penertiban PKL di sepanjang

Page 3: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

BAB IX

MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKL

401

jalan Thamrin, kawasan Kampung Kali, jalan MT. Haryono, dan

jalan Menteri Supeno sepanjang bulan November 2009. Para

petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia

penertiban langsung membongkar lapak-lapak yang digunakan

untuk berdagang dan menaikkan beberapa gerobak dagangan

ke dalam truk.

Pada bulan Maret 2010, ratusan petugas Satpol PP juga

melakukan penggusuran terhadap PKL di Sampangan (Suara

Merdeka Sabtu 13 Maret 2010). Demikian pula, PKL Basudewo

juga digusur (Suara Merdeka edisi Metro Kamis 24 Juni 2010;

Kompas edisi Semarang Sabtu 26 Juni 2010; Kompas edisi

Semarang Selasa 29 Juni 2010).

Era otonomi daerah mestinya memberi keleluasaan kepada

Pemerintah Daerah untuk membuat kebijakan publik dan

memberi pelayanan prima kepada masyarakat demi

meningkatkan kesejahteraan mereka. Namun dari hasil survei

Universitas Gadjah Mada pada tahun 2002, masih banyak

kelemahan dari implementasi otonomi daerah. Kelemahan itu

diantaranya:

1. petugas kurang responsif dalam memberi pelayanan,

2. kurang inovatif, sehingga berbagai pelayanan sering

terlambat,

3. kurang accesible, sehingga pelayanan tidak dapat dijangkau

oleh masyarakat,

4. kurang koordinasi, sehingga pelayanan sering bertubrukan

satu sama lain atau bahkan saling menunggu,

5. terlalu birokratis, terutama dalam hal perizinan,

6. kurang mau mendengar keluhan, saran, dan aspirasi

masyarakat,

7. tidak efisien, sehingga banyak dijumpai berbagai

persyaratan yang tidak relevan dibebankan kepada

pelanggan (Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat 2009:85).

Page 4: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

402

Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang

Padahal, penerapan otonomi daerah sesungguhnya

ditujukan untuk mendekatkan proses pengambilan keputusan

kepada kelompok masyarakat yang paling bawah, dengan

memperhatikan ciri khas budaya dan lingkungan setempat,

sehingga kebijakan publik dapat diterima dan produktif dalam

memilih kebutuhan dan rasa keadilan masyarakat (Ridwan dan

Achmad Sodik Sudrajat 2009:110-111).

Kebijakan publik berupa Peraturan Daerah yang mengatur

masalah PKL, Satpol PP, dan persoalan ketertiban umum,

tampaknya memang lebih bernuansakan kekuasaan (power),

menunjukkan betapa sangat berkuasanya (powerfull) elit

pemerintah daerah dan kebijakan publik tersebut cenderung

bersifat mengatur, mengendalikan, bahkan terkesan kurang

bersahabat terhadap sektor informal, terutama PKL yang

menjalankan usaha di pusat-pusat keramaian.

Dalam penelitian disertasi tentang Resistensi dan

Akomodasi: Suatu Kajian tentang Hubungan-hubungan

Kekuasaan pada PKL, Preman, dan Aparat di Depok Jawa Barat,

Siswono (2009) menyimpulkan bahwa kebijakan pemerintah

kota Depok terhadap PKL bersifat ambivalen, di mana di satu

sisi PKL dianggap sebagai “penyelamat” karena menyediakan

lapangan kerja, memberi kemudahan bagi warga kota untuk

mendapatkan barang dengan harga murah, menambah daya

tarik kota, dan membuat kota menjadi lebih hidup, tetapi di sisi

lain, PKL dianggap sebagai “penyakit” yang membuat kota

menjadi semrawut, kotor, dan tidak indah.

Beberapa Peraturan Daerah (Perda), seperti Perda Kota

Sukabumi Nomor 2 Tahun 2004 tentang Ketertiban Umum,

Perda Kota Bandung Nomor 3 Tahun 2005 tentang

Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan,

Perda Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 Tahun

2007 tentang Ketertiban Umum, Perda Kabupaten Jembrana

Nomor 5 Tahun 2007 tentang Kebersihan dan Ketertiban

Page 5: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

BAB IX

MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKL

403

Umum, dan Perda kota Semarang nomor 11 tahun 2000 isinya

tidak jauh berbeda, yaitu mengatur, melarang, dan menertibkan

PKL agar tidak berdagang atau menjalankan usaha di tepi jalan

atau tempat lainnya yang menimbulkan gangguan ketertiban

umum.

Ketertiban umum yang menjadi roh perda-perda PKL yang

ditetapkan oleh pemerintah, dipahami sebagai suatu tatanan

atau keadaan yang teratur sesuai dengan norma-norma yang

berlaku di masyarakat, guna mewujudkan kehidupan

masyarakat yang dinamis, aman, tenteram lahir dan batin.

Namun sayangnya, ketertiban umum ini dipahami oleh para

penguasa sebagai kegiatan mengatur, mengendalikan, dan

menertibkan, bahkan menindak. Aroma hukumnya masih

bercorak rechtmatig atau mengatur supaya tertib, tidak

doelmatig atau menyejahterakan. Padahal menurut prinsip

Syracuse, ketertiban umum harus dipahami sebagai sejumlah

aturan yang menjamin berfungsinya masyarakat atau

serangkaian prinsip-prinsip mendasar yang mendasari

berdirinya masyarakat (Komnas HAM 2008:25). Aspek hak

asasi manusia yang menjadi inti dari setiap peraturan hukum

termasuk perda, tampaknya tidak disentuh dalam contoh dari

beberapa perda di atas.

Demikian pula, kebijakan publik berupa perda yang dibuat

oleh pemerintah daerah, yang bersinggungan dengan

keberadaan PKL, tampaknya lebih banyak mengatur,

mengendalikan, menertibkan, dan menindak para PKL, seolah-

olah mereka adalah society and state enemy yang harus

dibersihkan dari muka bumi.

Morrell, et al (2008:4) dalam penelitiannya melihat bahwa

Peraturan Daerah yang mengatur PKL tidak jelas, kontradiktif,

dan bersifat menghukum. Tidak mengherankan jika peraturan

yang dibuat oleh penguasa daerah cenderung tidak memihak

kelompok miskin, yang mereka pandang tidak memiliki nilai

Page 6: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

404

Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang

ekonomi. Ekonomi modern yang mengandalkan pada sektor

formal yang mereka layani. Kapitalisme dengan tuah

kelimpahruahan yang mereka bela, bukan kelembagaan

ekonomi non-formal atau sektor informal yang mereka

perjuangkan. Inilah yang menyebabkan perilaku penguasa

dengan kekuasaan hegemonik melalui aparatusnya memusuhi

PKL, yang secara ekonomi dan sosial tidak menguntungkan

mereka. Tindakan tidak adil dan sewenang-wenang dari

pemerintah daerah (kabupaten atau kota) mendapat

penentangan dan perlawanan (resistensi) dari para pedagang

kaki lima.

B. Modal Sosial sebagai Penguat Resistensi PKL

Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya bahwa resistensi

adalah sikap oposan atau negatif terhadap peraturan dan

kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Sikap resisten selalu

muncul manakala kebijakan yang diambil pemerintah

menegasikan keberadaan PKL atau dianggap mengganggu ruang

hidup PKL, sehingga atas perlakuan pemerintah tersebut,

mereka berani melakukan perlawanan. Perlawanan atau

resistensi yang ditunjukkan para PKL Semarang, khususnya di

Sampangan dan Basudewo sebagai respon terhadap

implementasi kebijakan publik Pemkot Semarang, dilakukan

tanpa rasa takut. Bentuk perlawanan PKL bervariasi.

Sebagaimana sudah dipaparkan sebelumnya bahwa bentuk

perlawanan atau resistensi PKL dikategorikan dalam dua

bentuk, yaitu perlawanan dengan kekerasan (resistance by violence) dan perlawanan tanpa kekerasan (resistance by nonviolence).

Bentuk-bentuk perlawanan dengan kekerasan, yaitu

melakukan adu mulut, mendorong petugas, mempertahankan

bangunan dan lapak yang akan dibongkar, menaiki begu dan

Page 7: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

BAB IX

MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKL

405

menghalangi pengemudi untuk menjalankan begu,

memblokade jalan, dan menghadang petugas yang akan

membongkar bangunan dan lapak PKL.

Kegiatan perlawanan tanpa kekerasan yang ditempuh para

PKL, mengambil bentuk, seperti melakukan demonstrasi,

berorasi, membuat pamflet atau poster, membuat spanduk, dan

mendirikan Posko Anti Penggusuran. Selain itu, PKL juga

melakukan perlawanan dengan taktik “run and back”, atau lari

ketika petugas Satpol PP melakukan penertiban terhadapnya

dan kembali berjualan setelah tidak ada petugas yang

melakukan penertiban.

PKL Sampangan dan Basudewo dalam melakukan

perlawanan menggunakan dua stategi dan bentuk perlawanan

sekaligus, yaitu melalui kekerasan dan nonkekerasan;

sedangkan PKL Kokrosono hanya menggunakan strategi

nonkekerasan. PKL Sampangan dan Basudewo menggunakan

cara-cara kekerasan dan nonkekerasan, karena dua hal.

Pertama, bangunan dan lapak yang mereka gunakan untuk

berdagang telah dihancurkan oleh petugas Satpol PP.

Kedua, inisiasi, dukungan, dan pembelaan dari paguyuban

PKL, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Kemahasiswaan,

dan organisasi lainnya, memberikan kekuatan kepada PKL

untuk melakukan perlawanan terhadap Pemkot Semarang.

Sementara itu, PKL Kokrosono dalam melakukan

perlawanan tidak menggunakan cara kekerasan, karena mereka

tidak pernah mengalami kekerasan fisik dari petugas Satpol PP,

kecuali yang terjadi sebelum tahun 2009. Selain itu, tidak

adanya lembaga yang mendampinginya membuat PKL

Kokrosono ciut nyalinya dalam melawan petugas. Tabel di

bawah ini menginformasikan bagaimana strategi atau bentuk

perlawanan yang ditunjukkan PKL terhadap Pemkot.

Page 8: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

406

Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang

Tabel 16. Bentuk Perlawanan Yang Ditunjukkan PKL Sampangan, Basudewo, dan Kokrosono

Lokasi PKL Bentuk Perlawanan

Sampangan Kekerasan Nonkekerasan Basudewo Kekerasan Nonkekerasan Kokrosono - Nonkekerasan

Sumber: Data Primer.

Perlawanan dengan kekerasan dan nonkekerasan yang

diperlihatkan oleh PKL Sampangan dan Basudewo dapat

dipahami, karena mereka dalam memperjuangkan keinginan

dan tujuannya, tidak dilakukan sendirian oleh PKL yang

bersangkutan, tetapi dibantu atau didukung oleh organisasi

lain, seperti PPKLS, Pattiro, LBH Semarang, LBH Panti

Marhaen, BEM di kota Semarang, dan yang lain.

Bantuan dan dukungan datang dari berbagai organisasi

tersebut, karena: (1) di dua lokasi ini sudah ada organisasi

internal meskipun sudah lama tidak berfungsi, (2) di dua lokasi

PKL tersebut terdapat tokoh kunci yang menjadi titik masuk

(entry point ) bagi masuknya dukungan organisasi lain, (3) PKL

di dua lokasi tersebut relatif stabil dan tidak mobile, dan (4)

pemerintah kota lebih banyak melakukan aktivitas penertiban

dan penggusuran, yang dalam beberapa hal disertai kekerasan

di dua lokasi tersebut.

Sementara itu, perlawanan PKL Kokrosono (liar) tidak

menampakkan bentuk kekerasan, karena (1) PKL di lokasi

tersebut tidak terorganisasi, (2) anggota PKL memiliki tingkat

mobilitas yang tinggi, dalam arti PKL yang berjualan di lokasi

tersebut bisa berganti-ganti, (3) dukungan organisasi lain tidak

ada, dan (4) tidak ada tokoh kunci. Pada saat ada penertiban

dan penggusuran, yang mereka lakukan dalam merespon

penggusuran tersebut adalah tidak berdagang atau lari dan

kembali berdagang ketika petugas Satpol PP sudah tidak ada

lagi.

Page 9: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

BAB IX

MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKL

407

Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian

Handoyo (2010) yang menemukan dua bentuk perlawanan PKL

Sampangan dan Basudewo di Semarang, yaitu perlawanan

dengan kekerasan (resistance by violence) dan perlawanan

tanpa kekerasan (resistance without violence). Beradu mulut,

menghadang petugas, mendorong petugas Satpol PP,

mempertahankan lapak atau bangunan yang akan dibongkar,

bermain kucing-kucingan, dan menolak direlokasi, merupakan

bentuk perlawanan dengan kekerasan.

Perlawanan tanpa kekerasan dilakukan dengan cara

berdemonstrasi, berorasi, membuat spanduk, membentuk

paguyuban, meminta bantuan LSM dan mahasiswa, serta

mendirikan posko anti penggusuran. Dukungan dari elemen

mahasiswa, PPKLS, dan LSM lainnya, mempertebal keberanian

mereka melawan petugas.

Berbeda dengan penelitian Handoyo, Alisjahbana (2006)

dalam penelitian PKL di Surabaya menemukan tiga bentuk

perlawanan PKL, yaitu perlawanan terbuka, terselubung, dan

normatif. Bentuk perlawanan terbuka diantaranya adalah

melawan petugas, berjualan di tempat terlarang, menolak

relokasi, melakukan demonstrasi, dan meminta izin secara

paksa. Main kucing-kucingan, memberi upeti, menebus barang

dagangan, mencari tempat tersembunyi, membentuk

paguyuban dan mengumpulkan iuran, serta mencari dukungan

LSM dan mahasiswa merupakan bentuk dari perlawanan

terselubung. Perlawanan normatif berupa penolakan terhadap

Perda nomor 17 tahun 2003 yang dinilai mengancam

kelangsungan usaha PKL.

Dari penelitian Alisjahbana, Handoyo, dan disertasi ini,

terdapat kesamaan bahwa PKL memiliki banyak cara dan

strategi untuk melakukan perlawanan ketika mereka digusur,

mulai dari yang sifatnya nonkekerasan hingga bercorak

Page 10: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

408

Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang

kekerasan. Semua itu mereka lakukan demi mempertahankan

kelangsungan usaha dan kehidupan mereka.

Siswono (2009) dalam disertasinya tentang Resistensi dan

Akomodasi: Suatu Kajian tentang Hubungan-hubungan

Kekuasaan pada PKL, Preman, dan Aparat di Depok Jawa Barat

menemukan bahwa sikap mendua dari pemerintah kota dalam

penerapan Perda nomor 14 tahun 2006 menimbulkan dampak

yang kontraproduktif terhadap PKL, preman, dan aparat. Salah

satu bentuk kontraproduktif tersebut adalah perlawanan

(resistensi) yang dilakukan oleh PKL ketika dilakukan operasi

penertiban.

Penelitian yang dilakukan Alisjahbana dan Siswono tidak

menjelaskan bagaimana peran faktor kelembagaan dan jaringan

sosial terhadap perlawanan yang ditunjukkan PKL selama ini.

Perspektif modal sosial belum digunakan dalam riset dua

peneliti tersebut. Dari beberapa hasil penelitian, termasuk hasil

penelitian disertai ini muncul pertanyaan apa yang

menyebabkan para PKL resisten dan berani melawan

pemerintah? Mengapa mereka tidak mau digusur atau

direlokasi ke tempat lain yang disediakan pemerintah ? Apakah

mereka melawan demi menyambung hidup (survival strategy)

ataukah ada basis penguat lain yang menyebabkan mereka

resisten terhadap kebijakan pemerintah ? Modal apakah yang

menjadi kekuatan (power) PKL dalam mempertahankan hidup

dan kehidupannya serta melakukan perlawanan kepada

pemerintah?

Berdasarkan hasil penelitian, penelitian disertasi ini

menemukan bahwa modal sosial, dalam hal ini kelembagaan

dan jaringan sosial, memberi kekuatan kepada PKL untuk

melakukan perlawanan kepada pemerintah kota. Analisis

mengenai bagaimana modal sosial menjadi penguat bagi

resistensi pedagang kaki lima, atau bagaimana modal sosial

memampukan para PKL melawan pemerintah kota, dilakukan

Page 11: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

BAB IX

MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKL

409

dengan cara menelusuri tipe-tipe modal sosial dan unsur-unsur

modal sosial yang ditengarai menjadi kekuatan pendorong para

PKL melakukan perlawanan terhadap kebijakan yang diambil

oleh pemerintah kota.

Dalam penelitian ini, tipe modal sosial yang digunakan

untuk menganalisis sejauhmana resistensi PKL berkaitan

dengan modal sosial yang dimiliki adalah bonding social capital dan bridging social capital. Dalam kelompok PKL, baik yang

mempunyai bonding social capital kuat maupun yang memiliki

bridging social capital, para anggota kelompok memiliki tingkat

kepercayaan yang tinggi, kepatuhan pada norma, dan

mempunyai jaringan sosial, yang menyebabkan mereka mampu

bertahan. Pertanyaan yang muncul adalah apakah modal sosial

tersebut dimiliki oleh para PKL yang menempati lokasi di

Sampangan, Basudewo, dan Kokrosono.

Pertanyaan berikut adalah apakah jika mereka memiliki

modal sosial tersebut, dapatkah digunakan sebagai basis

kekuatan ketika mereka berhadapan dengan kekuasaan

pemerintah kota Semarang dengan kebijakannya yang acapkali

tidak menguntungkan posisi para PKL. Kebijakan publik yang

diambil oleh pemerintah kota Semarang selama ini (di bawah

kepemimpinan walikota Sukawi Sutarip selama periode jabatan

2000-2010) tidak akomodatif terhadap PKL. Pendekatan yang

digunakan oleh Sukawi, utamanya dalam menata PKL yang

tidak terorganisasi adalah pendekatan kekuasaan dan

keamanan, sehingga tidak heran jika selama kepemimpinannya

banyak terjadi penggusuran terhadap PKL.

Pendekatan kekuasaan adalah cara atau strategi yang

ditempuh oleh Pemkot lebih dititikberatkan pada relasi kuasa,

yakni perintah atau instruksi pemerintah harus dipatuhi oleh

masyarakat, karena pemerintah yang tahu persis apa kebutuhan

masyarakat dan apa yang harus mereka lakukan. Dalam

pendekatan kekuasaan ini, Pemkot menerapkan cara-cara

Page 12: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

410

Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang

koersi atau kekerasan untuk menata PKL. Bagi PKL yang tidak

patuh, diberi hukuman berupa digusur tempat dan lapak yang

digunakan untuk berdagang, dan orang-orangnya diusir ke luar

dari tempatnya berjualan.

Pendekatan keamanan dimaknai sebagai cara atau strategi

yang diambil pemerintah dalam mengelola kegiatan

pemerintahan dan pembangunan semata-mata demi

menciptakan rasa aman dan nyaman bagi seluruh warga

masyarakat dan yang penting pula adalah aman bagi sang

penguasa atau pemerintah. Sebut saja razia penertiban PKL

yang dilakukan oleh Pemkot di sepanjang jalan Thamrin,

kawasan Kampung Kali, di wilayah Kokrosono, jalan MT.

Haryono, dan jalan Menteri Supeno pada penghujung tahun

2009. Bahkan menjelang masa jabatan Sukawi berakhir, pada

pada awal hingga pertengahan tahun 2010, Sukawi beserta

aparatnya juga melakukan penggusuran PKL yang menjalankan

usaha dan berdagang di wilayah Sampangan dan Basudewo.

Berkaitan dengan kebijakan penataan PKL, mestinya

Pemkot belajar dari keberhasilan pemerintah kota Surakarta.

PKL di Surakarta pada tahun 2005 mencapai 5.817 orang dan

pada tahun 2007, pada saat relokasi dilakukan, PKL yang

berdagang di jalanan berjumlah 3.917 orang (Morrell et al.

2008). Meskipun jumlah PKL tidak sebanyak PKL yang ada di

kota Semarang, tetapi penataan PKL di Surakarta dilakukan

secara sistematis, dengan perencanaan yang matang dan

dipandu buku panduan penataan PKL. Pendekatan komunikasi

dan inovasi dipilih walikota Surakarta untuk menata PKL.

Tidak kurang dari 45 kali pertemuan dan dialog dilakukan

walikota dengan PKL selama kurun waktu enam bulan. Selain

itu, walikota beserta jajarannya berkeliling kota dengan

bersepeda, mengobrol secara informal dengan PKL, dan

membangun kepercayaan PKL dengan melepas baju kebesaran

pejabat ketika sedang menemui PKL.

Page 13: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

BAB IX

MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKL

411

Pendekatan komunikasi dengan cara persuasif dan

nonotoriter terbukti berhasil merelokasi PKL tanpa

perlawanan. Pemkot Semarang menggunakan pendekatan

kekerasan (keamanan) dan kekuasaan, sehingga dampaknya

adalah perlawanan dari PKL.

Cara-cara kekerasan yang dilakukan oleh Pemkot, melalui

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang menyebabkan

banyak bangunan dan lapak yang diratakan dan tidak sedikit

PKL yang harus kehilangan mata pencaharian. Hal tersebut

menimbulkan perlawanan (resistensi) PKL terhadap Pemkot

ataupun simbol-simbol yang merepresentasikan Pemkot.

Perlawanan atau resistensi PKL tampak sekali pada kasus

penggusuran PKL di Sampangan dan Basudewo. Pertanyaan

yang muncul adalah mengapa PKL yang sebagian besar

berpendidikan rendah dan umumnya pedagang, berani

melakukan perlawanan terhadap pemerintah kota yang

memiliki sumberdaya keamanan dan kekuasaan yang

berlimpah ?

Dari hasil penelitian, terbukti bahwa PKL memiliki relasi

dengan organisasi yang cukup kuat sebagai tempat mengadu

atau meminta perlindungan, yaitu Paguyuban Pedagang Kaki

Lima Semarang (PPKLS). PPKLS ini pun tidak berjuang

sendirian. Organisasi ini didukung oleh Lembaga Bantuan

Hukum (LBH) Semarang dan organisasi kemahasiswaan intra

maupun ekstra kampus yang ada di kota Semarang. Jaringan

sosial (social networking) inilah yang membuat PKL

Sampangan dan Basudewo mampu bertahan di tempatnya

masing-masing.

Modal sosial berupa jaringan sosial ini telah dimiliki

kelompok-kelompok PKL yang menjadi unit analisis penelitian.

Hanya PKL Kokrosono (liar) yang tidak memiliki organisasi,

paguyuban atau jaringan, karena mereka umumnya pekerja

mandiri dan mobilitasnya tinggi. Lapak yang digunakan untuk

Page 14: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

412

Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang

berdagang kebanyakan tidak permanen, bahkan banyak juga

yang berdagang secara lesehan. Meskipun tidak terorganisasi,

PKL Kokrosono memiliki modal sosial tidak seperti yang

dipunyai PKL Sampangan dan PKL Basudewo, yaitu norma

reprositas, kerjasama, dan solidaritas. Sebagai contoh, ketika ada

penjual kehabisan barang yang akan dibeli seorang pembeli, ia

dapat mengambil (pinjam) barang dari penjual lainnya.

Demikian pula, ketika ada penertiban dari petugas Satpol PP,

maka yang memiliki informasi akan memberi pedagang

lainnya. Inilah yang disebut dengan norma reprositas.

Kepercayaan (trust) yang diberikan anggota kelompok PKL

Sampangan dan Basudewo kepada ketuanya, membuat

kelompok PKL ini kuat, tidak mudah dipengaruhi, dan tidak

mudah dipecah, sehingga perasaan senasib sependeritaan

membawa mereka tetap bertahan dari gempuran aparat

pemerintah kota. Demikian pula, dukungan dari pak Sutarjo

atau yang sering disebut mbah Tarjo sebagai penasihat PKL

Basudewo dan semangat berkorban dari mbak Rini (ketua

PPKLS) memberikan tambahan kekuatan bagi PKL untuk

melakukan perlawanan terhadap Pemkot Semarang.

Mbah Tarjo, seorang pensiunan pegawai negeri ini

meskipun sudah “sepuh” (tua), tetapi semangatnya berkobar-

kobar dan berapi-api dalam memberi motivasi dan dukungan

kepada para pedagang untuk berjuang mempertahankan

bangunan dan lapak yang mereka gunakan untuk berdagang.

Rumahnya yang berdekatan dengan lokasi PKL Basudewo

membuat mbah Tarjo tidak pernah absen dalam rapat-rapat

yang diselenggarakan paguyuban PKL Basudewo. Waktu bagi

mbah Tarjo tidak menjadi masalah, karena sehari-hari beliau

ada di rumah, sehingga sewaktu-waktu dibutuhkan PKL, beliau

dapat hadir secepatnya. Sikap bijak dan hati-hati yang

diperlihatkan mbah Tarjo dipadu dengan sikap tegas, berani,

dan tanpa kompromi dari ketua PKL Basudewo, yaitu pak

Achmad, menjadi sandaran dan kekuatan tersendiri bagi PKL

Page 15: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

BAB IX

MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKL

413

dalam perjuangan mempertahankan tempat, bangunan, dan

lapak untuk berdagang.

Mbak Rini, ketua PPKLS, termasuk orang yang “entengan”,

siap membantu kapan saja dibutuhkan PKL. Meskipun kerjanya

menjaga parkir di sekitar bundaran Simpang Lima, namun

mbak Rini tidak pernah absen dari aktivitas yang dilakukan

PKL Sampangan dan Basudewo, mulai dari rapat-rapat, “melek-melekan” di posko anti penggusuran, audiensi dan negosiasi

dengan pihak pemerintah, hingga demonstrasi. Jiwa

pengorbanan mbak Rini menular kepada semua anggota PKL,

baik di Sampangan maupun di Basudewo. Rasa “ewuh

pakewuh”, membuat anggota PKL mengikuti apa yang

dilakukan oleh pak Achmad, mbah Tarjo, dan mbak Rini. Jiwa

pengorbanan itulah yang membuat mereka bersedia melakukan

apa saja demi tujuan bersama, yaitu bertahan di lokasi agar

dapat melanjutkan usahanya.

Kepemimpinan, berian, dan perasaan rela berkorban dari

pak Achmad, mbah Tarjo, dan mbak Rini menjadi sesuatu yang

esensial bagi menguatnya modal sosial. Pengorbanan yang

ditunjukkan ketiga tokoh kunci PKL ini, dibantu organisasi

yang bersimpati kepada nasib PKL, menjadi titik masuk bagi

berkembangnya perasaan saling percaya di antara pedagang,

kepatuhan pada norma bersama, menguatnya rasa solidaritas

dan berbagi di antara mereka, sehingga melalui kelompok PKL

masing-masing, mereka meneguhkan tekat untuk tetap

bertahan di lokasi dan siap melawan petugas Satpol PP yang

menggusur mereka.

Jenis atau tipologi modal sosial yang ada pada kelompok

PKL Sampangan dan Basudewo adalah modal sosial terikat

(bonding social capital) atau modal sosial berbasis tempat dan

modal sosial menjembatani (bridging social capital). Modal

sosial berbasis tempat, yaitu bonding social capital merupakan

tipikal dari PKL Sampangan dan Basudewo. PKL Sampangan

Page 16: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

414

Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang

dan Basudewo memiliki ikatan kekeluargaan dan jiwa

kebersamaan yang tinggi, karena interaksi di antara mereka

berlangsung sangat intensif. Norma resiprositas, solidaritas, dan

jiwa pengorbanan yang menular dari kepemimpinan pak

Achmad, menyebabkan persatuan anggota PKL menjadi sangat

kokoh. Identitas tempat, seperti Sampangan dan Basudewo,

menjadi identitas kelompok PKL, sehingga mengusik mereka

dari lahan yang mereka tempati, ibarat mengusir mereka dari

rumahnya sendiri. Itukah sebabnya, lahan tersebut akan

dipertahankan sekuat mungkin. “Sedumuk batuk, senyari bumi”, atau sejengkal tanah pun, akan dipertahankan karena

hal itu berkaitan dengan kehormatan sebagai pedagang yang

sudah mencintai tanahnya.

Selain memiliki modal sosial terikat, PKL Sampangan dan

Basudewo juga mempunyai jaringan sosial dengan kelompok

PKL dan elemen masyarakat lainnya atau dengan kata lain,

kelompok PKL tersebut juga mempunyai modal sosial yang

menjembatani, karena mampu berkomunikasi dengan

organisasi lainnya. Melalui jaringan sosial yang dibangun tokoh

kunci PKL dengan kelompok PKL lainnya, informasi dapat

diperoleh secara mudah, termasuk informasi tentang waktu

penggusuran, sehingga anggota PKL dapat bersiap-siap

menghadapi penggusuran tersebut.

Pendampingan yang dilakukan oleh LBH Semarang dan

LBH Panti Marhaen, serta perlindungan yang diberikan oleh

PPKLS, sebagai modal sosial yang berharga, menjadikan

kelompok PKL Sampangan dan Basudewo bertambah

keberaniannya melakukan perlawanan kepada pemerintah kota

Semarang. Modal sosial ini menyuntikkan energi kepada

anggota untuk bertindak bersama mempertahankan lahan dan

melakukan perlawanan kepada pemerintah.

Modal sosial yang dibangun di bawah kepemimpinan

(modal personal) pak Achmad dengan jiwa pengorbanan yang

Page 17: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

BAB IX

MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKL

415

total kepada perjuangan PKL, didukung oleh mbah Tarjo dan

mbak Rini yang memiliki relasi cukup banyak di pemerintahan,

memperkokoh barisan PKL dalam melakukan perlawanan

terhadap Pemkot Semarang. Tanpa kepemimpinan dan jiwa

pengorbanan mereka, tindakan kolektif atau mobilisasi

melawan kebijakan pemerintah tidak akan berlangsung. Seperti

dikatakan Fransisco (2010), “mobilization without leadership is extremly difficult”.

Apa yang dilakukan pak Achmad, mbah Tarjo, dan mbak

Rini merupakan tindakan pengorbanan, yang dilandasi oleh

moralitas altruistik yang mengutamakan kepentingan orang

banyak. Mereka menghayati falsafah bahwa hidup baik adalah

hidup yang bermanfaat bagi orang lain. Dalam kaitan dengan

tindakan pengorbanan ini, Baier sebagaimana dirujuk Hazlitt

(2003:158) menyatakan bahwa kemungkinan hidup terbaik bagi

setiap orang adalah mungkin hanya jika setiap orang mengikuti

aturan moralitas, yaitu aturan yang sering diperlukan individu

untuk melakukan pengorbanan sejati.

Modal sosial yang dikembangkan pak Achmad, mbah Tarjo,

dan mbak Rini, dalam penelitian ini disebut dengan modal

sosial dengan pengorbanan atau sacrifice of social capital. Hal

ini benar, karena tanpa pengorbanan dari tokoh-tokoh PKL,

seperti pak Achmad, mbah Tarjo, dan mbak Rini tidak mungkin

PKL Sampangan dan Basudewo mampu bertahan, meskipun

pada akhirnya hampir seluruh PKL Basudewo harus

menyingkir dari tepi sungai Banjir Kanal Barat yang selama ini

mereka gunakan sebagai tempat berdagang dan menjalankan

aktivitas ekonomi, karena tepi sungai sebelah barat dan timur

telah dirapikan oleh peralatan berat proyek normalisasi sungai.

Perlawanan kolektif telah berakhir, karena semua

bangunan permanen maupun semi permanen dan lapak-lapak

yang ada sudah hancur tak bersisa. Berakhirnya perlawanan

tersebut tidak berarti modal sosial mereka hilang. Modal sosial

Page 18: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

416

Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang

yang lahir dari interaksi di antara anggota PKL dalam bonding social capital dan antara peguyuban PKL dengan paguyuban

PKL lainnya dalam bridging social capital, masih tampak

meskipun sebagian PKL sudah ke luar dari tempat berdagang

mereka. Dari hasil penelitian tersebut, ditemukan model modal

sosial yang menjadi penguat bagi resistensi pedagang kaki lima

(PKL) di Sampangan dan Basudewo, sebagai berikut.

Gambar 57. Modal Sosial Pengorbanan sebagai penguat Resistensi

PKL

Gambar di atas menunjukkan bahwa yang menjadi

kekuatan perlawanan PKL, utamanya PKL Basudewo adalah

kepemimpinan yang ditunjukkan oleh pak Achmad, mbah

Tarjo, dan mbak Rini. Kepemimpinan dengan pengorbanan

menghasilkan apa yang disebut dengan modal sosial

pengorbanan (sacrifice of social capital). Modal sosial ini

dibangun oleh pak Achmad bersama penasihat PKL, yaitu

mbah Tarjo dan ketua PPKLS, mbak Rini dengan menjalin

relasi dengan jaringan yang lebih luas, baik dengan asosiasi PKL

lain, juga dengan sejumlah LSM, seperti LBH Semarang, LBH

Perjuangan (Panti Marhaen), dan Pattiro, serta BEM di kota

Kekuatan bagi

Resistensi

Modal Sosial

Pengorbanan Leadership

Bonding SC

Bridging SC

Trust

Modal Sosial Norm

Networking

Kebijakan Pemerintah

Page 19: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

BAB IX

MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKL

417

Semarang, aparat Kepolisian, Satpol PP, Dinas Pasar, dan DPRD

kota Semarang.

Kepercayaan (trust) yang diberikan kepada ketua PKL,

membuat anggota PKL bersedia mengikuti kiprah pak Achmad

selaku ketua PKL dalam mempertahankan lokasi tempat

mereka berdagang. Aturan-aturan (norm), seperti membayar

iuran dan hadir dalam rapat-rapat juga dipatuhi para anggota,

semata-mata demi perjuangan mempertahankan bangunan dan

lapak yang mereka gunakan untuk berdagang. Semua anggota

bersedia berkorban berjuang bersama untuk mempertahankan

lokasi berdagang. Pengorbanan tersebut lahir dari energi positif

yang dipancarkan aktivitas dan interaksi tiga tokoh PKL.

Interaksi di antara 3 tokoh PKL tersebut melahirkan energi

sosial yang menyuntikkan jiwa pengorbanan dan solidaritas

kepada anggota kelompok PKL.

Sebagai penguat resistensi, modal sosial tidak muncul

dengan sendirinya. Mekanisme modal sosial menjadi semen

resistensi PKL terhadap Pemkot Semarang, dapat ditelusuri dari

kontribusi yang dimainkan oleh komponen modal sosial, yaitu

organisasi. Organisasi yang dibentuk oleh PKL, yaitu Persatuan

Pedagang Lestari Makmur (PPLM) di Basudewo pada tanggal 2

September 2010, yang didaftarkan ke Notaris dengan Akta

Notaris Nomor 2 Tanggal 2 September 2010 memberikan basis

hukum yang kuat bagi eksistensi sekaligus aktivitas PKL dalam

mencari nafkah.

Organisasi inilah yang menjadi landasan bagi PKL dalam

melakukan interaksi dengan pihak pemerintah terutama dalam

kaitannya dengan kebijakan merelokasi PKL. Dalam Anggaran

Dasar PPLM disebutkan bahwa untuk mencapai maksud dan

tujuan PPLM, antara lain dilakukan dengan cara menghimpun,

merumuskan, dan memperjuangkan aspirasi PKL serta menjadi

basis massa untuk melawan ketidakadilan atau kebrobokan

penegak hukum.

Page 20: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

418

Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang

Berpegang pada ketentuan Anggaran Dasar tersebut, pak

Achmad beserta pengurus melakukan rapat-rapat koordinasi

guna membahas nasib dan masa depan PKL Basudewo.

Meskipun tidak dihadiri oleh seluruh PKL yang beraktivitas di

Basudewo, rapat-rapat organisasi berjalan baik. Tidak kurang

dari 20 kali rapat telah dilakukan, sampai akhirnya mereka

tercerai berai setelah lokasi mereka berdagang diratakan oleh

begu proyek dan mesin-mesin penggusur pemerintah kota.

Norma atau kesepakatan untuk hadir dalam rapat diikuti para

anggota paguyuban PKL. Iuran sebagai bagian dari norma

tersebut juga dibayar oleh anggota, baik untuk kepentingan

konsumsi rapat, biaya mengurus Akta PPLM, biaya dalam

melakukan demonstrasi, atau pun biaya pendampingan PKL

oleh Lembaga Bantuan Hukum Perjuangan (Panti Marhaen).

Kepercayaan atau trust yang diberikan kepada pak Achmad

selaku ketua sekaligus pendiri PPLM menjadi pelumas

(lubricate) bagi berlangsungnya interaksi di antara anggota

PPLM. Kepercayaan ini juga mendorong pak Achmad dan

pengurus lainnya melakukan berbagai cara untuk

menperjuangkan nasib PKL. Melalui organisasi yang dibentuk

dan modal sosial pengorbanan yang dimiliki pak Achmad dan

mbah Tarjo, mereka dapat membangun jaringan sosial yang

lebih luas untuk mendapatkan dukungan atas perjuangan PKL.

Beberapa organisasi, seperti PPKLS, LBH Semarang, LBH

Perjuangan(Panti Marhaen), Pattiro Semarang, FSBI, GMNI,

PMII, HMI, KAMMI, BEM KM Undip, BEM Unnes, BEM IKIP

PGRI, KPK-PRD Semarang, dan SRMI memberi dukungan

yang tidak kecil kepada PKL, tidak hanya dalam hal

mengorganisasi perjuangan mempertahankan lokasi berdagang,

tetapi juga dalam melakukan negosiasi kepada Pemkot untuk

memperoleh solusi terbaik bagi PKL.

Organisasi internal dan eksternal serta jiwa pengorbanan

dari ketua, penasihat PKL, dan ketua PPKLS melahirkan apa

yang disebut sacrifice of social capital. Modal sosial

Page 21: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

BAB IX

MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKL

419

pengorbanan inilah yang memberi kekuatan bagi tindakan

kolektif yang dilakukan PKL dalam melakukan penolakan atas

kebijakan relokasi dari Pemkot. Dalam aras teori, dari

penelitian tersebut dapat dikembangkan model penguatan

resistensi melalui modal sosial yang dikembangkan. Ilustrasi

dari mekanisme penguatan tindakan kolektif dalam melakukan

perlawanan terhadap pemerintah berdasarkan basis modal

sosial dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 58. Mekanisme Modal Sosial mendorong Tindakan Kolektif

Melawan Pemerintah

Modal sosial pengorbanan yang lahir dari kepemimpinan

pak Achmad, mbah Tarjo, dan mbak Rini tidak terbentuk

begitu saja. Modal sosial tersebut awalnya dimulai dari adanya

masalah bersama (common problem) yang dihadapi PKL, yaitu

akan digusurnya tempat mereka oleh aparat pemerintah.

Penggusuran dan penertiban ini menyebabkan para PKL gusar,

khawatir, cemas dan takut. Adanya masalah yang sama dan

perasaan yang tidak jauh berbeda, mendorong mereka

Page 22: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

420

Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang

berinteraksi membentuk paguyuban, merevitalisasi paguyuban

yang sudah ada dan membangun relasi dengan paguyuban lain.

Dalam interaksi sosial ini, muncul tokoh-tokoh PKL yang

menampakkan kepemimpinan dan jiwa pengorbanan.

Pengorbanan waktu misalnya, selama masa-masa

ketidakpastian nasib mereka, para PKL dikoordinasi oleh pak

Achmad, mbah Tarjo, dan mbak Rini untuk rapat di Posko

Anti Penggusuran. Tidak jarang mereka juga begadang atau

“lek-lekan” di Posko untuk mengantisipasi adanya tindakan

penggusuran dari aparat Satpol PP. Pengorbanan para PKL yang

diawali oleh pak Achmad, mbah Tarjo, dan mbak Rini juga

ditunjukkan dengan pengorbanan tenaga dan uang.

Pengorbanan tenaga, misalnya turut membantu PKL yang

mendirikan lapak yang habis dihancurkan oleh aparat Satpol

PP. Pengorbanan uang tampak dari bantuan pak Achmad dan

mbah Tarjo yang membiayai konsumsi untuk rapat-rapat PKL.

Para anggota paguyuban PKL juga berkorban uang dengan

turut iuran untuk mengurus nasib mereka. Iuran dipakai tidak

hanya untuk konsumsi rapat, tetapi juga untuk mengurus nasib

mereka melalui LBH Panti Marhaen.

Pengorbanan yang semula diawali oleh pak Achmad, mbah

Tarjo, dan mbak Rini kemudian diikuti oleh anggota PKL

lainnya. Modal sosial pengorbanan ini memberi kontribusi

positif bagi menguatnya perlawanan (resistensi) mereka

terhadap pemerintah kota Semarang. Ilustrasi mengenai

terbentuknya modal sosial pengorbanan dapat dilihat pada

gambar berikut.

Page 23: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

BAB IX

MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKL

421

Gambar 59. Mekanisme terciptanya Modal Sosial Pengorbanan

C. Rangkuman

Modal sosial memiliki unsur-unsur yang jika semuanya

berfungsi akan memiliki manfaat besar dalam bidang ekonomi,

politik, dan sosial. Unsur-unsur modal sosial meliputi

kepercayaan (trust), norma (norm), dan jaringan (network).

Hubungan sosial diikat oleh kepercayaan dan kepercayaan

dipertahankan oleh norma yang mengikat kedua belah pihak.

Kerja antar simpul (orang atau kelompok), melalui media

hubungan sosial menjadi satu kerjasama, bukan kerja bersama-

sama.Unsur-unsur modal sosial ini ditengarai juga dimiliki oleh

kelompok PKL di tiga lokasi penelitian.

Dalam penelitian di Sampangan, Basudewo, dan Kokrosono

juga ditemukan dua jenis atau bentuk modal sosial, yaitu

bonding social capital dan bridging social capital. Modal sosial

terikat atau bonding social capital cenderung bersifat ekslusif

dan berorientasi ke dalam (inward looking). Individu yang

Page 24: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

422

Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang

menjadi anggota kelompok cenderung homogen dan bersifat

konservatif. Kelompok yang lebih banyak memiliki modal

sosial jenis bonding ini, para anggotanya terhubung secara kuat,

positif, dan bersifat timbal balik. Jenis modal sosial ditemukan

di PKL Sampangan dan Basudewo. Ikatan hubungan yang

negatif relatif kurang dan jaringan yang dibentuk cenderung

sangat padat atau tebal. Kepercayaan yang dibangun diantara

anggota sangat kuat dan dalam kelompok seperti itu, jaringan

pertukaran sosial tercipta dengan baik.

Kelompok dalam bonding social capital, memiliki

kelebihan, seperti kerjasama yang lebih besar, konformitas yang

lebih besar untuk menyetujui norma bersama, berbagi

informasi lebih besar, tetapi cenderung kurang terlibat dalam

kaitannya dengan sesuatu yang berada di luar kelompok.

Namun terlepas dari semua itu, kelompok bertipe bonding

cenderung memiliki efektivitas yang lebih baik. Kelompok

dengan bonding social capital sebagaimana dijumpai pada

komunitas PKL Basudewo dan Sampangan memiliki resistensi

kuat terhadap perubahan, misalnya berkenaan dengan

kebijakan relokasi.

Bentuk modal sosial yang menjembatani (bridging social capital) merupakan bentuk modern dari suatu pengelompokan,

grup, asosiasi, atau masyarakat. Prinsip-prinsip yang dianut

didasarkan pada nilai-nilai universal, seperti persamaan,

kebebasan, kemajemukan, kemanusiaan, terbuka, dan mandiri.

Mekanisme perantara dalam hubungan yang menjembatani ini

memutus kesenjangan (gap) diantara anggota-anggota yang

tidak terkoneksi. Bridging social capital ini ditemukan di

kelompok PKL Sampangan dan Basudewo.

Normalisasi sungai Kaligarang dan Banjir Kanal Barat, yang

dampaknya adalah penertiban, penggusuran, dan pemindahan

PKL Sampangan, Basudewo, dan Kokrosono, menimbulkan

perlawanan (resistensi) dari para PKL. Perlawanan dilakukan

Page 25: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

BAB IX

MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKL

423

dengan cara kekerasan maupun nonkekerasan. Mereka

melawan untuk memperjuangkan keinginan dan tujuan, agar

dapat berdagang dan menjalankan aktivitas ekonomi di lokasi

yang selama ini mereka tempati.

Perlawanan ini tidak mungkin terjadi tanpa ada dukungan

dari anggota PKL (bonding social capital) dan organisasi yang

mereka miliki, serta organisasi supra, seperti PPKLS, Pattiro,

LBH Semarang, LBH Panti Marhaen, BEM di kota Semarang,

dan yang lain. Adanya kepemimpinan dari tokoh kunci PKL

memperkuat semangat juang dari PKL untuk melawan

kebijakan relokasi Pemkot. Inilah yang disebut dengan modal

sosial dengan pengorbanan (sacrifice of social capital). Tanpa

pengorbanan yang diberikan oleh tokoh kunci yang dipercaya,

modal sosial tidak akan dapat dibangun dan diperkuat.

Tindakan kolektif yang ditunjukkan anggota PKL,

misalnya dengan menghadiri rapat-rapat, membayar iuran,

melakukan demonstrasi, memperkuat barisan untuk

menghadang kedatangan aparat Satpol PP yang akan

melakukan penggusuran, dan lain-lain, dapat berlangsung

karena ada tokoh kunci yang dengan jiwa pengorbanan dan

kepemimpinannya menjadi pelumas bagi interaksi antaranggota

sekaligus menjadi kekuatan (power) pendorong bagi terjadinya

perlawanan PKL terhadap kebijakan relokasi yang ditempuh

Pemkot Semarang.

Page 26: BAB IX MODAL SOSIAL PENGUAT RESISTENSI PKLrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/10/D_902009006_BAB IX… · petugas satpol PP berseragam lengkap yang menggelar razia ... PKL,

424