bab iv tya.doc
TRANSCRIPT
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Telah dilakukan penelitian yang berjudul “Rasionalitas Penggunaan ACE
Inhibitor pada Pasien Hipertensi di Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya
Palembang”. Penelitian ini berbentuk studi penggunaan obat yang bersifat
deskriptif dengan menggunakan data sekunder yang didapat dari resep yang ada di
apotek dan puskesmas di Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya Palembang. Dari
seluruh resep yang mengandung obat antihipertensi, didapatkan sampel penelitian
yaitu seluruh resep yang menggunakan obat ACE Inhibitors pada pasien
hipertensi di Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya Palembang sebanyak 600 resep.
4.1. Karakteristik Umum Penderita Hipertensi
4.1.1. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari 600 sampel yang diteliti di Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya
Palembang, didapatkan data bahwa terdapat 201 penderita hipertensi laki-
laki (33,50%) dan 399 penderita hipertensi perempuan (66,50%).
Tabel 4. Distribusi Penggunaan ACE Inhibitors Berdasarkan Jenis Kelamin
pada Pasien Hipertensi di Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya Palembang
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 201 33.50%
Perempuan 399 66.50%
Total 600 100%
Data penelitian yang didapatkan sesuai dengan data-data yang sudah
ada sebelumnya, yang menyatakan bahwa hipertensi lebih banyak terjadi
pada perempuan dibandingkan laki-laki. Berdasarkan survei faktor resiko
penyakit kardiovaskuler, didapatkan prevalensi hipertensi di Indonesia
meningkat dari 13,6% (1988), 16,5% (1993), 12,1% (2000) pada laki-laki
dan 16% (1988), 17% (1993), 12,2% (2000) pada perempuan.4
Hasil penelitian tersebut juga sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Suci (2008) yang melaporkan bahwa hipertensi banyak
terjadi pada rentang usia antara 48-54 tahun, dan diikuti pada rentang usia
62-68 tahun. Sedangkan usia yang paling sedikit ditemukan yaitu pada usia
83-89 tahun.31
Menurut SKRT 1995 prevalensi hipertensi untuk penduduk berumur
lebih dari 25 tahun adalah 8,3%, dengan prevalensi pada laki-laki sebesar
7,4% dan pada perempuan sebesar 9,1%. Untuk daerah Jawa dan Bali
prevalensi hipertensi adalah 7,2% dengan prevalensi pada laki-laki sebesar
6,6% dan perempuan sebesar 7,7%. Sedangkan di luar Jawa dan Bali,
prevalensi hipertensi adalah 9,1% dengan prevalensi pada laki-laki sebesar
8,45% dan pada perempuan sebesar 10,4%.4,5,6
Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004,
hipertensi pada laki-laki 12,2% dan perempuan 15,5%. Berdasarkan Survei
Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2001 menunjukkan proporsi hipertensi pada
laki-laki 27% dan perempuan 29%.4,5,6
Sedangkan berdasarkan data WHO tahun 2000, hipertensi telah
menjangkiti 26,4% populasi dunia dengan perbandingan 26,6% pada pria
dan 26,1 % pada wanita. Yang berarti prevalensi hipertensi lebih banyak
terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Tetapi hanya ada sedikit
perbedaan dalam prevalensi tersebut yaitu prevalensi laki-laki lebih tinggi
0,5% dibandingkan perempuan, yang tidak terlalu menunjukkan perbedaan
yang signifikan.1,3
60
4.1.2. Distribusi Pasien Berdasarkan Usia
Berdasarkan data yang diperoleh dari resep yang didapat dari apotek
dan puskesmas di Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya Palembang, didapat
usia pasien hipertensi termuda yang mendapat terapi hipertensi dengan
menggunakan ACE inhibitors adalah 19 tahun, sedangkan usia pasien tertua
yang menggunakan ACE inhibitors adalah 90 tahun. Usia rata-rata (SD)
pada distribusi ini adalah 55,45 tahun. Distribusi pengguna ACE inhibitors
berdasarkan usia paling banyak berada pada rentang usia 43-50 tahun yaitu
dengan persentase 22,33%, diikuti pada rentang usia 59-66 tahun yaitu
dengan persentase 21%. Sedangkan distribusi pengguna ACE inhibitors
yang paling sedikit yaitu pada usia 83-90 tahun dengan persentase 0,83%.
Tabel 5. Distribusi Penggunaan ACE Inhibitors Berdasarkan Usia pada
Pasien Hipertensi di Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya Palembang
Usia (tahun) Jumlah Persentase
19-26 9 1,50%
27-34 22 3,67%
35-42 77 12,83%
43-50 134 22,33%
51-58 90 15,00%
59-66 126 21,00%
67-74 102 17,00%
75-82 35 5,83%
83-90 5 0,83%
Total 600 100%
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan data dari NHANES III tahun
1988-1991 yang menyatakan bahwa prevalensi puncak pada laki-laki yaitu
pada usia 45-54 tahun dan ditemukan 20% pasien hipertensi pada wanita dan
74% menderita hipertensi pada usia lebih dari 65 tahun.1,3
61
Data yang didapat juga menyatakan dimana rentang terbanyak kedua
usia penderita hipertensi adalah pada usia 59-66 tahun, dan hal tersebut sesuai
dengan data dari JNC VII, dimana sebagian besar prevalensi hipertensi berada
pada rentang usia 60-69 tahun dan sisanya diatas usia 70 tahun.17
Dari data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin
meningkatnya populasi usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi
kemungkinan besar juga akan bertambah, dimana baik hipertensi sistolik
maupun kombinasi hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada lebih
dari separuh orang yang berusia > 65 tahun.1
Orang yang beresiko terkena hipertensi adalah pria berusia diatas 45
tahun atau wanita diatas usia 55 tahun serta ada riwayat keturunan.
Hasil penelitian juga sesuai dengan data dari Anderson, yang
melaporkan bahwa prevalensi hipertensi pada usia kurang dari 30 tahun
adalah kurang dari 2% dan sekitar 10% pada usia di atas 60 tahun.20
4.2. Distribusi Penggunaan ACE Inhibitors
4.2.1. Distribusi Penggunaan ACE Inhibitors Berdasarkan Jenis ACE
Inhibitors
Dari 600 sampel yang diteliti yang didapatkan dari resep yang
mengandung ACE inhibitors yang ada di Kecamatan Ilir Timur II
Kotamadya Palembang, didapatkan data bahwa jenis ACE inhibitors yang
paling banyak digunakan untuk terapi pasien hipertensi adalah kaptopril
dengan jumlah 486 orang pasien. Jenis ACE Inhibitors lain yang digunakan
yaitu enalapril (dengan nama dagang Tenace®) dengan jumlah 1 orang
pasien, ramipril (dengan nama dagang Triatec®, Hyperil®, Cardace®) dengan
jumlah 11 orang pasien dan lisinopril (dengan nama dagang Noperten®)
dengan jumlah 102 orang pasien.
Tabel 6. Distribusi Penggunaan ACE Inhibitors Berdasarkan Jenis ACE
Inhibitors pada Pasien Hipertensi di Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya
Palembang
Jenis ACE Inhibitors Jumlah Persentase
62
Kaptopril 486 81,00%
Enalapril 1 0,16%
Ramipril 11 1,83%
Lisinopril 102 17,00%
Total 600 100%
Gambar 7. Diagram Batang Distribusi Penggunaan ACE Inhibitors
Berdasarkan Jenis ACE Inhibitors
Hasil penelitian di atas sesuai dengan teori yang ada, yaitu ACE
inhibitors yang paling sering digunakan adalah kaptopril, enalapril, dan
lisinopril. Umumnya obat tersebut dipilih sebagai alternatif yang paling
murah.7
Menurut kelompok studi Quality of Live Hypertension melaporkan
bahwa meskipun kaptopril dan enalapril tidak dapat dibedakan dalam hal
efikasi dan keamanannya sebagai antihipertensi, kaptopril memiliki efek
yang lebih baik dalam hal kualitas hidup. Oleh karena itu kaptopril lebih
sering digunakan.13
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lewis et al (1993)
menunjukkan bahwa pada pasien diabetes mellitus tipe I dan nefropati
diabetik, kaptopril mencegah atau memperlambat progresi penyakit ginjal.13
Sebuah penelitian dari SECURE (Study to Evaluate Carotid Ultrasound
63
changes in patients treated with Ramipril and Vitamin E) menyatakan bahwa
pasien yang diterapi dengan menggunakan ramipril akan menunjukkan
penurunan aterosklerosis secara progresif. **dose response
Pada studi HOPE, hasil dari penelitian yang melibatkan sampel yang
sangat besar ini, membuktikan bahwa ACE inhibitors yang memiliki afinitas
jaringan tinggi (ramipril) memberikan keuntungan bagi penderita dangan
CAD. Hasil studi tersebut mengindikasikna bahwa terdapat penurunan
secara bermakna dari segi morbiditas dan mortalitas pada kelompok yang
diberikan penghambatan ACE, tanpa disertai dengan efek antihipertensif.
ACE inhibitors bekerja pada sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron
(RAA), sehingga efektif pada hipertensi dengan Plasma Renin Activity
(PRA) yang tinggi, yaitu pada kebanyakan hipertensi maligna, hipertensi
renovaskular, dan pada kira-kira 1/6-1/5 hipertensi esensial.
ACE inhibitor juga dilaporkan dapat menurunkan albuminuria di
samping menurunkan tekanan darah. ACE inhibitors merupakan obat pilihan
pada penderita diabetes melitus (DM) dengan hipertensi. Dengan suatu uji
klinik, dilaporkan bahwa kaptopril, suatu ACE inhibitors memberikan
perlindungan terhadap menurunnya fungsi ginjal pada penderita DM tipe 1
dengan nefropati klinis. Dan juga dilaporkan bahwa selain bersifat
antiproteinuria, ACE inhibitors memberikan keuntungan spesifik terhadap
laju filtrasi glomerulus. Karena itu ACE inhibitors merupakan terapi awal
pada pasien hipertensi dengan diabetes mellitus dan penyakit ginjal.11,20,21,22
Menurut studi retrospektif yang dilakukan di NAMI, Brazil oleh
Renan Magalhaes Montenegro et al, dari pasien yang menderita hipertensi,
kaptopril merupakan jenis ACE inhibitors yang paling banyak digunakan.
4.2.2. Distribusi Penggunaan ACE Inhibitors Berdasarkan Obat
Generik atau Paten.
Dari 600 sampel yang diteliti yang didapatkan dari resep yang
mengandung ACE inhibitors yang ada di Kecamatan Ilir Timur II
Kotamadya Palembang, didapatkan data bahwa distribusi penggunaan ACE
64
inhibitors dengan menggunakan nama generik adalah yang paling banyak
digunakan, yaitu sejumlah 486 pasien (81%) dan penggunaan ACE
inhibitors dengan menggunakan nama dagang sejumlah 114 pasien(19%).
Tabel 7. Distribusi Penggunaan ACE Inhibitors Berdasarkan Obat Generik
dan Paten pada Pasien Hipertensi di Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya
Palembang
Bentuk ACE inhibitors Jumlah Persentase
Nama generik 486 81%
Nama dagang 114 19%
Total 600 100%
Gambar 8. Diagram Batang Distribusi Penggunaan ACE Inhibitors
Berdasarkan Obat Generik dan Paten
Obat generik merupakan obat dengan nama dagang yang sama
dengan nama zat yang di kandungnya. Sedangkan obat paten adalah obat
dengan nama dagang yang berbeda dengan zat yang di kandungnya, sesuai
dengan pemberian dari pabrik pembuatnya masing-masing. Obat ini
65
harganya relatif lebih mahal dari obat generik, harganya dapat berkali lipat
dari obat generik dengan kandungan bahan aktif yang sama.
Dari hasil penelitian, penggunaan obat generik banyak ditemukan
pada resep yang terdapat di puskesmas, karena harganya relatif lebih murah
dari pada obat paten. Sedangkan obat paten banyak dijumpai pada resep
yang didapat dari apotek-apotek karena harganya yang relatif lebih mahal.
4.3. Distribusi Pemberian ACE Inhibitors secara Tunggal atau Kombinasi
Dari 600 sampel yang diteliti yang didapatkan dari resep yang
mengandung ACE inhibitors yang ada di Kecamatan Ilir Timur II
Kotamadya Palembang, didapatkan data bahwa sebagian besar pasien
menerima pengobatan ACE inhibitors secara kombinasi, yaitu penggunaan
ACE inhibitors dengan obat lainnya. Pemberian ACE inhibitors secara
kombinasi ditemukan pada 590 resep. Sedangkan distribusi pemberian ACE
inhibitors secara tunggal yaitu didapatkan pada 10 resep, baik yang ada di
apotek maupun puskesmas.
Tabel 8. Distribusi Pemberian ACE Inhibitors secara Tunggal dan
Kombinasi pada Pasien Hipertensi di Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya
Palembang
Pemberian ACE
Inhibitors
Jumlah Persentase
Tunggal 10 1,67%
Kombinasi 590 98,33%
Total 600 100%
66
Gambar 9. Diagram Batang Distribusi Pemberian ACE Inhibitors secara
Tunggal dan Kombinasi
JNC 7 menyarankan penggunaan ACE inhibitors secara tunggal
untuk pengobatan pasien hipertensi derajat satu. Dan penggunaan kombinasi
2 obat untuk sebagian besar kasus hipertensi derajat dua.
WHO/ISH (1993) merekomendasikan ACE inhibitors sebagai salah
satu antihipertensi sebagai monoterapi karena tidak banyak menimbulkan
efek samping yang mengganggu dan tidak menimbulkan toleransi pada
pemberian jangka panjang, sehingga dapat digunakan sebagai monoterapi.9
Kombinasi antihipertensi yang biasanya diberikan dengan ACE
inhibitors umumnya adalah golongan diuretika jenis thiazide, atau sering
juga diberikan dengan ARB, beta bloker, ataupun juga calcium channel
bloker. Pengobatan monoterapi mempunyai keuntungan, yaitu
meminimalkan efek samping yang dapat timbul dari penggunaan berbagai
jenis obat secara bersamaan. Tetapi biasanya waktu yang diperlukan untuk
mencapai target tekanan darah akan lebih lama. Oleh sebab itu pemberian
ACE inhibitors secara tunggal biasa diberikan pada pasien hipertensi yang
tidak terlalu berat, yang masih berada pada hipertensi derajat satu.
Untuk pasien hipertensi derajat dua atau lebih, biasanya digunakan
kombinasi dua atau tiga obat antihipertensi. Pengobatan kombinasi atau
yang sering disebut poliarmasi ini memiliki beberapa keunggulan, antara
lain penurunan tekanan darah yang signifikan, waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai target tekanan darah lebih cepat dan efek sampingnya dapat
ditoleransi dengan baik. Tetapi pengobatan polifarmasi ini disamping dapat
memperkuat kerja obat (potensiasi) juga dapat berlawanan (antagonis),
mengganggu absorbsi, mempengaruhi distribusi, mempengaruhi
metabolisme, dan mengganggu ekskresi obat yang disebabkan oleh
terjadinya interaksi obat. Yang dimaksud dengan interaksi obat ialah reaksi
67
yang terjadi antara obat dengan senyawa kimia (obat lain, makanan) di
dalam tubuh maupun pada permukaan tubuh yang dapat mempengaruhi
kerja obat. Dapat terjadi peningkatan kerja obat, pengurangan kerja obat atau
obat sama sekali tidak menimbullkan efek. 14 Pemberian kombinasi obat
antihipertensi inipun harus tetap diwaspadai untuk kemungkinan terjadinya
hipotensi ortostatik. Apabila terjadi efek samping hipotensi ortostatik maka
dosis pemberian obat hendaknya mulai diturunkan.
4.3.1. Distribusi Pemberian ACE Inhibitors secara Tunggal
Dari 600 sampel yang diteliti, didapatkan data bahwa distribusi
pemberian ACE inhibitors secara tunggal didapatkan pada 10 resep, baik
yang ada di apotek maupun puskesmas. Dari 10 resep tersebut, pemberian
ACE inhibitors jenis kaptopril adalah yang paling banyak ditemukan, yaitu
sejumlah 6 resep (60%), dan yang paling sedikit ditemukan adalah ACE
inhibitors jenis enalapril yaitu sebanyak 1 resep (10%). Sedangkan untuk
lisinopril, ditemukan pemberian secara tunggal pada 3 resep (30%). Untuk
ACE inhibitors jenis ramipril, pada penelitian ini tidak ditemukan pemberian
obat secara tunggal.
Tabel 9. Distribusi Pemberian ACE Inhibitors secara Tunggal pada Pasien
Hipertensi di Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya Palembang
Pemberian ACE
Inhibitors Tunggal
Jumlah Persentase
Kaptopril 6 60%
Enalapril 1 10%
Lisinopril 3 30%
Total 10 100%
68
Gambar 10. Diagram Batang Distribusi Pemberian ACE Inhibitors secara
Tunggal
Menurut JNC VII, ACE inhibitors dianjurkan untuk digunakan
sebagai obat pilihan pertama untuk monoterapi penderita hipertensi yang
disertai gangguan fungsi ginjal, diabetes mellitus dengan proteinuria, dengan
kegagalan jantung, dan miokard infark.17
Pemberian dosis tunggal lisinopril mampu menurunkan tekanan
darah pasien hipertensi. Setelah pemberian dosis tunggal 5 mg lisinopril
pada penderita hipertensi dan payah jantung, ditemukan 20% penurunan left
ventricular afterload dan 14% penurunan tahanan pembuluh darah.
Dengan monoterapi, sediaan ACE inhibitors memberikan respons
sekitar 50-75%.
4.3.2. Distribusi Pemberian ACE Inhibitors secara Kombinasi
Dari 600 sampel yang diteliti, didapatkan data bahwa distribusi
pemberian ACE inhibitors secara kombinasi didapatkan pada 590 resep,
baik yang ada di apotek maupun puskesmas. Dari 590 resep tersebut,
pemberian ACE inhibitors jenis kaptopril adalah yang paling banyak
ditemukan, yaitu sejumlah 480 resep (81,36%), dan yang paling sedikit
ditemukan adalah ACE inhibitors jenis ramipril yaitu sebanyak 11 resep
(1,86%). Sedangkan untuk lisinopril, ditemukan pemberian secara
kombinasi pada 99 resep (16,78%). Untuk ACE inhibitors jenis enalapril,
pada penelitian ini tidak ditemukan pemberian obat secara kombinasi.
69
Tabel 10. Distribusi Pemberian ACE Inhibitors secara Kombinasi pada
Pasien Hipertensi di Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya Palembang
Pemberian ACE
Inhibitors kombinasi
Jumlah Persentase
Kaptopril 480 81,36%
Ramipril 11 1,86%
Lisinopril 99 16,78%
Total 590 100%
Gambar 11. Diagram Batang Distribusi Pemberian ACE Inhibitors secara
Kombinasi
Mengingat pengobatan tunggal hanya mampu mengontrol pada
sekitar 50% pasien hipertensi, maka diperlukan penggabungan
antihipertensi. 90% pasien hipertensi ringan sampai sedang akan
dikendalikan dengan kombinasi suatu ACE inhibitors dengan CCB, β
bloker, atau diuretik.
4.4. Dosis Penggunaan ACE Inhibitors
4.4.1. Kaptopril
Terdapat empat macam dosis pemberian Kaptopril yaitu 12,5 mg, 25
mg, 50 mg, dan 100 mg. Melalui data yang didapatkan dari resep yang
70
mengandung ACE inhibitors yang ada di Kecamatan Ilir Timur II
Kotamadya Palembang, didapatkan data bahwa penggunaan dosis kaptopril
yang digunakan untuk terapi pasien hipertensi hanya menggunakan dua
macam dosis, yaitu 12,5 mg dan 25 mg.
Dari 486 sampel yang diteliti menggunakan kaptopril, dosis yang
paling banyak diberikan adalah 12,5 mg dengan jumlah 252 pasien
(51,85%). Sedangkan untuk pemberian dosis 25 mg dengan jumlah 234
pasien (48,15%).
Tabel 11. Dosis Penggunaan Kaptopril pada Pasien Hipertensi di
Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya Palembang
Dosis Jumlah Persentase
12,5 mg 252 51,85%
25 mg 234 48,15%
Total 486 100%
Gambar 12. Diagram Batang Dosis Penggunaan Kaptopril
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang ada, yaitu dosis
oral kaptopril dimulai dari 6,25 – 150 mg tiap dua atau tiga kali sehari,
dengan dosis 6,25 mg tiga kali sehari cocok untuk terapi awal gagal jantung,
sedangkan dosis 25 mg dua kali sehari cocok untuk terapi awal pada pasien
hipertensi. Dosis 6,25 mg dua kali sehari direkomendasikan jika kaptopril
diberikan bersama dengan diuretik atau pada pasien usia tua. Sebagian besar
71
pasien tidak boleh menerima dosis harian lebih dari 150 mg. Karena
makanan mengurangi ketersediaan hayati kaptopril sebanyak 25%- 30%,
maka obat diberikan satu jam sebelum makan.13,24,25
Pada penelitian ramdom yang dilakukan oleh TD Giles et al
mengenai “Short- and long-acting angiotensin-converting enzyme
inhibitors: a randomized trial of lisinopril versus captopril in the treatment
of congestive heart failure”, yang membandingkan penggunaan lisinopril
dan kaptopril, dosis yang diberikan adalah kaptopril 12,5-50 mg.**short n
long acting
4.4.2. Enalapril
Terdapat empat macam dosis pemberian enalapril yaitu 2,5 mg, 5
mg, 10 mg, dan 20 mg. Melalui data yang didapatkan dari resep yang
mengandung ACE inhibitors yang ada di Kecamatan Ilir Timur II
Kotamadya Palembang, hanya didapatkan satu pasien dengan menggunakan
enalapril yaitu dengan dosis 5 mg (100%).
Tabel 12. Dosis Penggunaan Enalapril pada Pasien Hipertensi di Kecamatan
Ilir Timur II Kotamadya Palembang
Dosis Jumlah Persentase
5 mg 1 100%
Total 1 100%
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang ada, yaitu dosis
oral pemberian enalapril mulai dari 2,5- 40 mg perhari (dosis tunggal atau
terbagi), dengan 2,5 mg per hari cocok untuk terapi awal gagal ginjal dan
dosis 5 mg perhari cocok untuk terapi awal pasien hipertensi. Dosis awal
untuk pasien hipertensi yang mengkonsumsi diuretik, pasien yang
mengalami deplesi air atau Na+, atau menderita gagal jantung adalah 2,5 mg
perhari. 13
72
Studi prospektif evaluasi oleh Messner Pellenc menemukan bahwa
dosis harian enalapril 20 mg dapat digunakan pada pasien dengan gagal
jantung, dan ditoleransi dengan baik dan dapat memperbaiki hasil yang ada.
**dose response
4.4.3. Ramipril
Terdapat empat macam preparat tablet oral ramipril yang tersedia
dalam empat dosis yang berbeda, yaitu 1,25 mg, 2,5 mg, 5 mg, dan 10 mg.
Melalui data yang didapatkan dari resep yang mengandung ACE inhibitors
yang ada di Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya Palembang, didapatkan
data bahwa penggunaan dosis ramipril yang digunakan untuk terapi pasien
hipertensi hanya menggunakan tiga macam dosis, yaitu 2,5 mg, 5 mg dan 10
mg.
Dari 11 sampel yang diteliti menggunakan ramipril, dosis yang
paling banyak diberikan adalah dosis 2,5 mg dengan jumlah 5 pasien
(45,45%) dan yang paling sedikit diberikan yaitu dosis 10 mg dengan
jumlah 2 pasien (18,18%). Sedangkan untuk pemberian dosis 5 mg
didapatkan pada 4 pasien (36,36%).
Tabel 13. Dosis Penggunaan Ramipril pada Pasien Hipertensi di Kecamatan
Ilir Timur II Kotamadya Palembang
Dosis Jumlah Persentase
2,5 mg 5 45,45%
5 mg 4 36,36%
10 mg 2 18,18%
Total 11 100%
73
Gambar 13. Diagram Batang Dosis Penggunaan Ramipril
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang ada, yaitu dosis
oral ramipril antara 1,25 – 20 mg perhari (dosis tunggal maupun terbagi).
Pada terapi hipertensi, dosis awal yaitu 1,25 mg perhari. Dosis pemeliharaan
berkisar dari 2,5- 5 mg perhari sebagai dosis tunggal, dan bila diperlukan
dosis dapat ditambah hingga 10 mg perhari.
Pada pasien setelah mengalami infark miokard, terapi ramipril dapat
dimulai setelah 3-10 hari setalah infark dengan dosis awal 2,5 mg dua kali
sehari, dan ditingkatkan setelah dua hari menjadi 5 mg dua kali sehari.
Untuk profilaksis penyakit kardiovaskular, dosis awal ramipril yaitu 2,5 mg
sehari. Dosis ini dapat ditingkatkan menjadi 5 mg sekali sehari setelah satu
minggu dengan dosis pemeliharaan 10 mg sehari setelah tiga minggu.13,24
Pada sebuah substudi HOPE (Heart Outcomes Prevention
Evaluation), dilakukan penelitian dengan 732 pasien resiko tinggi berusia 55
tahun ke atas dengan penyakit vaskular atau diabetes. Pasien di random dan
diterapi dengan menggunakan ramipril 2,5 mg/hari, ramipril 10 mg/hari,
dan placebo untuk melihat progresi dari aterosklerosis. Dari penelitian
tersebut dilaporkan bahwa ramipril dengan dosis 10 mg/hari lebih efektif
mengurangi aterosklerosis dibandingkan dosis yang lebih rendah (ramipril
2,5 mg/hari). **dose response
4.4.4. Lisinopril
Lisinopril tersedia dalam lima macam preparat tablet oral. Masing-
masing dalam dosis 2,5 mg, 5 mg, 10 mg, 20 mg, dan 40 mg. Melalui data
yang didapatkan dari resep yang mengandung ACE inhibitors yang ada di
Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya Palembang, didapatkan data bahwa
penggunaan dosis lisinopril yang digunakan untuk terapi pasien hipertensi
hanya menggunakan dua macam dosis, yaitu 5 mg dan 10 mg.
74
Dari 102 sampel yang diteliti menggunakan lisinopril, dosis yang
paling banyak diberikan adalah dosis 5 mg dengan jumlah 100 pasien
(98,04%). Sedangkan untuk pemberian dosis 10 mg didapatkan pada 2
pasien (1,96%).
Tabel 14. Dosis Penggunaan Lisinopril pada Pasien Hipertensi di
Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya Palembang
Dosis Jumlah Persentase
5 mg 100 98,04%
10 mg 2 1,96%
Total 102 100%
Gambar 14. Diagram Batang Dosis Penggunaan Lisinopril
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang ada, yaitu dosis
oral lisinopril mulai 5-40 mg perhari (dosis tunggal atau dosis terbagi),
dengan dosis 5 mg dan 10 mg perhari untuk terapi awal pada pasien
hipertensi dan gagal jantung. Dosis perhari 2,5 mg direkomendasikan untuk
pasien dengan gagal jantung yang menderita hiponatremi. 13,24,26
75
Pada penelitian ramdom yang dilakukan oleh TD Giles et al
mengenai “Short- and long-acting angiotensin-converting enzyme
inhibitors: a randomized trial of lisinopril versus captopril in the treatment
of congestive heart failure”, yang membandingkan penggunaan lisinopril
dan kaptopril, dosis yang diberikan untuk lisinopril adalah 5-10 mg.**short
n long acting
4.5. Frekuensi Penggunaan ACE Inhibitors
4.5.1. Kaptopril
Dari 600 sampel yang diteliti, didapatkan data bahwa distribusi
penggunaan kaptopril adalah sebanyak 486 pasien. Dari 486 pasien tersebut,
didapatkan data distribusi frekuensi yang paling banyak digunakan adalah
pemberian kaptopril dua kali sehari, dengan jumlah pemberian pada 360
pasien (74,07%). Dan frekuensi pemberian yang paling sedikit diberikan
yaitu pemberian kaptopril satu kali sehari dengan jumlah 40 pasien (8,23%).
Sedangkan pemberian kaptopril tiga kali sehari didapatkan pada 86 pasien
(17,70%).
Tabel 15. Frekuensi Penggunaan Kaptopril pada Pasien Hipertensi di
Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya Palembang
Frekuensi Jumlah Persentase
Satu kali sehari 40 8,23%
Dua kali sehari 360 74,07%
Tiga kali sehari 86 17,70%
Total 486 100%
76
Gambar 15. Diagram Batang Frekuensi Penggunaan Kaptopril
Hasil penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan teori yang ada,
yaitu kaptopril diberikan tiap dua atau tiga kali sehari, dengan pemberian
sebanyak tiga kali sehari dengan dosis 6,25 mg cocok untuk terapi awal
gagal jantung, sedangkan pemberian sebanyak dua kali sehari dengan dosis
25 mg cocok untuk terapi awal pada pasien hipertensi. Sedangkan menurut
JNC VII, kaptopril diberikan sebanyak dua kali sehari. Kaptopril diberikan
sebanyak dua sampai tiga kali sehari karena satu dosis Kaptopril memiliki
lama kerja 6-12 jam dan waktu paruh 2 jam. 13,
4.5.2. Enalapril
Dari 600 sampel yang diteliti, didapatkan data bahwa distribusi
penggunaan enalapril hanya ditemukan pada satu pasien. Frekuensi
pemberian enalapril yang digunakan yaitu satu kali sehari (100%).
Tabel 16. Frekuensi Penggunaan Enalapril pada Pasien Hipertensi di
Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya Palembang
Frekuensi Jumlah Persentase
Satu kali sehari 1 100%
Total 1 100%
Hasil penelitian yang didapatkan sesuai dengan teori yang ada, yaitu
enalapril dapat diberikan sebanyak satu sampai dua kali sehari.9,13,17
4.5.3. Ramipril
77
Dari 600 sampel yang diteliti, didapatkan data bahwa distribusi
penggunaan ramipril adalah sebanyak 11 pasien. Dari 11 pasien tersebut,
semua penggunaan ramipril diberikan sebanyak satu kali sehari (100%).
Tabel 17. Frekuensi Penggunaan Ramipril pada Pasien Hipertensi di
Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya Palembang
Frekuensi Jumlah Persentase
Satu kali sehari 11 100%
Total 11 100%
Hasil penelitian yang didapatkan sesuai dengan teori yang ada, yaitu
ramipril diberikan sebanyak satu kali sehari. Dengan frekuensi tersebut, 50%
efek maksimum berlangsung selama 24 jam.9,13,17
4.5.4. Lisinopril
Dari 600 sampel yang diteliti, didapatkan data bahwa distribusi
penggunaan lisinopril adalah sebanyak 102 pasien. Dari 102 pasien tersebut,
didapatkan data distribusi frekuensi yang paling banyak digunakan adalah
pemberian lisinopril satu kali sehari, dengan jumlah pemberian pada 93
pasien (91,18%). Dan frekuensi pemberian yang paling sedikit diberikan
yaitu pemberian lisinopril tiga kali sehari pada 1 pasien (0,98%). Sedangkan
pemberian lisinopril dua kali sehari didapatkan pada 8 pasien (7,84%).
Tabel 18. Frekuensi Penggunaan Lisinopril pada Pasien Hipertensi di
Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya Palembang
Frekuensi Jumlah Persentase
Satu kali sehari 93 91,18%
Dua kali sehari 8 7,84%
Tiga kali sehari 1 0,98%
Total 102 100%
78
Gambar 16. Diagram Batang Frekuensi Penggunaan Lisinopril
Hasil penelitian yang didapatkan sesuai dengan teori yang ada pada
JNC VII, yaitu lisinopril biasa diberikan sebanyak satu kali sehari.17
Waktu paruh lisinopril adalah 12,6 jam, sehingga waktu paruh yang
panjang ini akan memberikan masa kerja obat yang lama dan
memungkinkan pemberian lisinopril sekali sehari.13 Pada mereka yang sibuk
atau kurang patuh menggunakan obat, pemberian sediaan lisinopril sekali
sehari diharapkan akan lebih menguntungkan.26
4.6. Lama Penggunaan ACE Inhibitors
4.6.1. Kaptopril
Dari 600 sampel yang diteliti, didapatkan data bahwa distribusi
penggunaan kaptopril adalah sebanyak 486 pasien. Dari 486 pasien tersebut,
didapatkan data lama penggunaan kaptopril yang paling banyak digunakan
adalah pemberian kaptopril selama 3 hari, yaitu dengan jumlah pemberian
pada 292 pasien (60,08%). Diikuti dengan lama penggunaan kaptopril
selama 5 hari yaitu pada 100 pasien (20,58%), lama penggunaan kaptopril
selama 6 hari yaitu pada 56 pasien (11,52%), dan lama penggunaan
kaptopril selama 10 hari yaitu pada 15 pasien (3,08%). Dan lama
penggunaan yang paling sedikit diberikan yaitu pemberian kaptopril selama
4 hari, 12 hari, dan 25 hari dengan jumlah masing-masing sebanyak satu
pasien (0,21%). Lama penggunaan kaptopril yang paling singkat yaitu
selama 2 hari, yang ditemukan pada 3 orang pasien (0,62%) dan lama
79
penggunaan kaptopril yang paling lama yaitu selama 30 hari, yang
ditemukan pada 7 orang pasien (1,44%).
Tabel 19. Lama Penggunaan Kaptopril pada Pasien Hipertensi di
Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya Palembang
Lama Jumlah Persentase
2 hari 3 0,62%
3 hari 292 60,08%
4 hari 1 0,21%
5 hari 100 20,58%
6 hari 56 11,52%
10 hari 15 3,08%
12 hari 1 0,21%
15 hari 7 1,44%
20 hari 3 0,61%
25 hari 1 0,21%
30 hari 7 1,44%
Total 486 100%
Pemakaian kaptopril jangka panjang berhubungan dengan
perpanjangan masa hidup serta mengurangi morbiditas dan mortalitas yang
diakibatkan oleh penyakit kardiovaskuler. Terapi hipertensi berlangsung
dalam jangka waktu yang lama dan membutuhkan follow up dan
perencanaan pengobatan kembali. Follow up terus dilakukan hingga
mencapai target tekanan darah yang diinginkan tercapai dan terus
melakukan kontrol tekanan darah.
Menurut penelitian Kocijancic M dan Dimkovic S mengenai
“Antihypertensive Effect of Indapamide Given in Conjuction with Captopril
in Severe Hypertension” menunjukkan bahwa meskipun pemberian
kaptopril (dosis sampai dengan 150 mg/hari) selama satu bulan telah dapat
80
menurunkan tekanan darah dari 193/121 mmHg menjadi 173/104
mmHg.**interaksi antar obat antihipertensi
4.6.2. Enalapril
Dari 600 sampel yang diteliti, didapatkan data bahwa distribusi
penggunaan enalapril hanya ditemukan pada satu pasien. Lama penggunaan
enalapril yang diberikan yaitu selama 10 hari (100%).
Tabel 20. Lama Penggunaan Enalapril pada Pasien Hipertensi di Kecamatan
Ilir Timur II Kotamadya Palembang
Lama Jumlah Persentase
10 hari 1 100%
Total 1 100%
4.6.3. Ramipril
Dari 600 sampel yang diteliti, didapatkan data bahwa distribusi
penggunaan ramipril adalah sebanyak 11 pasien. Dari 11 pasien tersebut,
lama penggunaan ramipril yang paling banyak diberikan yaitu selama 10
hari yang ditemukan pada 5 orang pasien (45,45%). Diikuti dengan
pemberian selama 30 hari dengan jumlah pemberian pada 4 orang pasien
(36,36%). Sedangkan lama penggunaan yang paling sedikit ditemukan yaitu
selama 8 hari dan 20 hari dengan masing-masing diberikan pada satu orang
pasien (9,09%).
Tabel 21. Lama Penggunaan Ramipril pada Pasien Hipertensi di Kecamatan
Ilir Timur II Kotamadya Palembang
Lama Jumlah Persentase
8 hari 1 9,09%
10 hari 5 45,45%
81
20 hari 1 9,09%
30 hari 4 36,36%
Total 11 100%
4.6.4. Lisinopril
Dari 600 sampel yang diteliti, didapatkan data bahwa distribusi
penggunaan lisinopril adalah sebanyak 102 pasien. Dari 102 pasien tersebut,
didapatkan data lama penggunaan lisinopril yang paling banyak digunakan
adalah pemberian lisinopril selama 6 hari, yaitu dengan jumlah pemberian
pada 67 pasien (65,69%). Diikuti dengan lama penggunaan kaptopril selama
10 hari yaitu pada 13 pasien (12,75%), lama penggunaan kaptopril selama 5
hari yaitu pada 10 pasien (9,80%), dan lama penggunaan kaptopril selama 3
hari yaitu pada 6 pasien (5,88%). Dan lama penggunaan yang paling sedikit
diberikan yaitu pemberian kaptopril selama 4 hari dan 20 hari dengan
jumlah masing-masing sebanyak satu pasien (0,98%).
Tabel 22. Lama Penggunaan Lisinopril pada Pasien Hipertensi di
Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya Palembang
Lama Jumlah Persentase
3 hari 6 5,88%
4 hari 1 0,98%
5 hari 10 9,80%
6 hari 67 65,69%
10 hari 13 12,75%
12 hari 2 1,96%
15 hari 2 1,96%
20 hari 1 0,98%
Total 102 100%
4.7. Cara Pemberian ACE Inhibitors
82
Dari 600 sampel yang diteliti yang didapatkan dari resep yang
mengandung ACE inhibitors yang ada di Kecamatan Ilir Timur II
Kotamadya Palembang, didapatkan data bahwa seluruh ACE inhibitors yang
diberikan dikonsumsi dengan cara oral (100%).
Tabel 23. Interaksi ACE Inhibitors dengan Obat Lain pada Pasien
Hipertensi di Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya Palembang
Cara Pemberian Jumlah Persentase
Oral 600 100%
Total 600 100%
Cara pemberian ACE inhibitors yang didapatkan dari hasil penelitian
sesuai dengan teori yang ada, yaitu pemberian ACE inhibitors diberikan per
oral. Kaptopril dan ramipril diabsorbsi secara cepat. Ketersediaan hayati
kaptopril akan berkurang 30-40% dan ramipril akan berkurang 50-60% bila
obat tersebut diminum bersama makanan. Oleh karena itu obat diberikan
satu jam sebelum makan.10,13 Enalapril diabsorbsi secara cepat ketika
diberikan secara oral dan memiliki ketersediaan hayati oral sebanyak 60%.
Penyerapan lisinopril berlangsung lambat dan tidak sempurna, sekitar 30%
setelah pemberian oral.26 Absorbsi enalapril dan lisinopril tidak dikurangi
oleh makanan.
4.8. Interaksi ACE Inhibitors dengan Obat Lain
4.8.1. Interaksi ACE Inhibitors dengan Antihipertensi Lainnya
Dari 600 sampel yang diteliti yang didapatkan dari resep yang
mengandung ACE inhibitors yang ada di Kecamatan Ilir Timur II
Kotamadya Palembang, didapatkan data bahwa ACE inhibitors digunakan
bersamaan dengan antihipertensi lainnya. Ditemukan 4 golongan
antihipertensi yang digunakan bersama dengan ACE inhibitors yaitu
golongan diuretik, beta bloker, Calcium Channel Bloker, dan Angiotensin
Reseptor Bloker (ARB). Diuretik yang digunakan yaitu HCT dengan jumlah
83
penggunaan 178 (82,79%), spironolakton (letonal, carpiaton) dengan jumlah
penggunaan pada 11 resep (5,12%), sedangkan furosemide (lasix, farsix)
digunakan pada 14 resep (6,51%). Untuk golongan beta bloker digunakan 2
macam obat, yaitu bisoprolol (concor) dengan jumlah penggunaan 2 (0,94%)
dan propanolol dengan jumlah penggunaan pada 3 resep (1,39%). Untuk
golongan CCB, digunakan tensivask dengan jumlah penggunaan pada 2
resep (0,93%) dan norvask pada 3 resep (1,39%). Sedangkan untuk
golongan ARB, digunakan blopress dengan jumlah penggunaan pada 2 resep
(0,93%) Dari antihipertensi tersebut, yang paling banyak digunakan bersama
dengan ACE inhibitors adalah HCT (92,71%).
Tabel 24. Interaksi ACE Inhibitors dengan Antihipertensi Lainnya pada
Pasien Hipertensi di Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya Palembang
No Golongan Nama Obat Jumlah Persentase
1. Diuretik HCT 178 82,79%
Spironolakton 3 1,39%
Spironolacton
(letonal)
7 3,26%
Spironolacton
(carpiaton)
1 0,47%
Furosemid 5 2,33%
Furosemid
(lasix)
6 2,79%
Furosemid
(farsix)
3 1,39%
2. Beta Bloker Bisoprolol 1 0,47%
Bisoprolol
(concor)
1 0,47%
Propanolol 3 1,39%
3. CCB Amlodipine
(Tensivask)
2 0,93%
84
Amlodipine
(Norvask)
3 1,39%
4. ARB Candesartan
(Blopress)
2 0,93%
Total 215 100%
Tabel 25. Efek Interaksi ACE Inhibitors dengan Antihipertensi Lainnya
pada Pasien Hipertensi di Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya Palembang
No Golongan Nama Obat Efek
1. Diuretik HCT Kombinasi ini dapat menyebabkan
efek penurunan tekanan darah
meningkat karena interaksi
potensiasinya. ACE inhibitors
merelaksasi pembuluh darah
sehingga tekanan darah turun.
Diuretika menghilangkan
kelebihan cairan tubuh dan
digunakan untuk mengobati
tekanan darah tinggi dan payah
jantung. Akibatnya dapat terjadi
pusing, lemas, dan pingsan, dan
mungkin terjadi kejang atau syok.
Spironolakton
(letonal,
carpiaton)
Penggunaan ACE inhibitors dan
diuretik hemat kalium dapat
meningkatkan resiko hiperkalemia.
ACE inhibitors menurunkan
sekresi aldosteron, yang
mengakibatkan peningkatan
kalium yang dapat ditambah akibat
85
pemakaian diuretik hemat kalium.
Interaksi ini dapat ringan pada
pasien dengan fungsi ginjal yang
normal. Perlu dilakukan
peringatan jika penggunaan ACE
inhibitors digunakan bersama
dengan diuretik hemat kalium,
pasien dengan gangguan ginjal,
diabetes, usia tua, kerusakan
jantung, dan/atau resiko terjadinya
dehidrasi. Serum potasium dan
fungsi ginjal harus diperiksa
secara teratur.
Furosemid
(lasix, farsix)
Furosemide memberikan efek
potensiasi dan memperkuat efek
antihipertensi ACE inhibitors.
Kombinasi ini meningkatkan efek
hipotensi dan hipovolemia.
Kemungkinan efek first-dose
hipotensi dapat diminimalkan
dengan memberikan ACE
inhibitors dosis kecil pada awal
terapi atau menghentikan diuretik
untuk sementara waktu.
2. Beta Bloker Bisoprolol
(concor)
Kombinasi antara ACE inhibitors
dan beta bloker meningkatkan efek
antihipertensi ACE inhibitors
dengan efek additif vasodilatasi
Propanolol Kombinasi antara ACE inhibitors
dan propanolol meningkatkan efek
86
antihipertensi ACE inhibitors
dengan efek additif vasodilatasi.
Kombinasi beta bloker-propanolol
dengan lisinopril akan
mempercepat tercapainya waktu
kadar puncak lisinopril, tanpa
mempengaruhi parameter
farmakokinetika lainnya untuk
kedua obat.
3. CCB Amlodipine
(Tensivask,
norvask)
Kalsium antagonis meningkatkan
efek antihipertensi ACE inhibitors
dengan efek additif vasodilatasi
4. ARB Candesartan
(Blopress)
Kombinasi antara ACE inhibitors
dan blopress meningkatkan efek
antihipertensi ACE inhibitors
dengan efek additif vasodilatasi
Staessen et al dalam penelitiannya mengenai “Double-blind
Comparison Between Propanolol and Bendroflumethiazide in Captopril-
treated Resistant Hypertensive Patients” mendapatkan bahwa penambahan
diuretik bendroflumetiazid (7,5 mg/hari) pada penderita hipertensi yang
resisten (belum memberikan efek optimal) dengan kaptopril ternyata
menghasilkan efek hipotensi yang lebih nyata dibandingkan penambahan
propanolol. Secara teoritis, kelemahan kombinasi kaptopril dengan beta
bloker adalah karena penurunan produksi renin tidak diperlukan lagi,
sementara pembentukan angiotensin II telah ditekan oleh
kaptopril.**interaksi antar obat hipertensi
Pada penelitian lain, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Andren L
et al dalam penelitiannya mengenai “Long-term Effects of Captopril and
Atenolol in essential hypertension” melaporkan meskipun penambahan
diuretik hidroklorotiazid memperkuat antihipertensi kaptopril maupun
87
atenolol, ternyata efek penurunan tekanan darah pada kelompok kaptopril
jauh lebih bermakna dibanding kelompok atenolol.
Untuk pemakaian antihipertensi pada pasien yang juga menderita
payah jantung, obat pilihannya adalah ACE inhibitors dan diuretika. Dari
data yang ada, kombinasi yang terbaik adalah kombinasi antara ACE
inhibitors dengan diuretika. Kombinasi ini selain meningkatkan efek
hipotensif dari masing-masing sediaan, juga menunjukkan keunggulan dan
penurunan efek hipokalemia dari diuretika oleh ACE inhibitors. Oleh karena
itu penggabungan diuretika hemat kalium dan ACE inhibitors akan
meninggikan kadar kalium dan perlu dihindari.26
Pada studi retrospektif dengan menggunakan 127 pasien yang
diterapi dengan menggunakan kaptoprl, beberapa dari mereka menerima
diuretik hemat kalium atau diuretik dengan suplemen kalium, tidak
ditemukan hubungan antara penggunaan kaptopril dan perubahan level
serum potasium. Pada beberapa studi retrospekstif lainnya, enalapril
menunjukkan tidak ada efek serum potasium pada 16 pasien yang diterapi
dengan furosemid atau amilorid, dan tidak ada perbedaan level serum
potasium pada kelompok yang menggunakan enalapril dengan diuretik
dibandingkan kelompok sama yang tidak menggunakan enalapril. Meskipun
begitu, ancaman kehidupan dan hiperkalemia yang fatal dilaporkan terjadi
setelah penggunaan beberapa hari sampai minggu pada penderita yang
menerima terapi kombinasi pada pasien dengan faktor resiko gagal ginjal,
diabetes, usia tua, gagal ginjal yang berat, dan penggunaan suplemen kalium
atau pengobatan lain yang dapat meningkatkan serum potasium. Penggunaan
ACE inhibitors maupun diuretik tunggal juga dapat menyebabkan
hiperkalemia pada pasien dengan gangguan ginjal.
4.8.2. Interaksi ACE Inhibitors dengan Obat Lainnya
Dari 600 sampel yang diteliti yang didapatkan dari resep yang
mengandung ACE inhibitors yang ada di Kecamatan Ilir Timur II
Kotamadya Palembang, didapatkan data bahwa ACE inhibitors digunakan
88
bersamaan dengan obat lainnya. Ditemukan 72 nama obat lainnya yang
diberikan bersama dengan ACE inhibitors. Dari ke-72 obat tersebut, obat
yang ditemukan paling banyak digunakan bersama dengan ACE inhbitors
adalah vitamin B, baik dalam bentuk vitamin B satuan (B1, B6, B12, B19)
maupun vitamin B kompleks dan juga neurodex. Pemakaian vitamin B
ditemukan pada 268 resep. Diikuti dengan pemakaian kombinasi ACE
inhibitors dan parasetamol dengan jumlah pemakaian pada 182 resep.
Kemudian yang juga banyak dikombinasikan dengan ACE inhibitors adalah
antasida dengan jumlah pemakaian pada 104 resep.
Tabel 26. Interaksi ACE Inhibitors dengan Obat Lain pada Pasien
Hipertensi di Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya Palembang
No Interaksi Obat Jumlah Persentase
1 ACE inhibitors + neurodex 131
2 ACE inhibitors + clobazam 10
3 ACE inhibitors + B1 29
4 ACE inhibitors + B6 11
5 ACE inhibitors + B12 1
6 ACE inhibitors + B19 28
7 ACE inhibitors + B com 68
8 ACE inhibitors + vit C 21
9 ACE inhibitors + ibuprofen 78
10 ACE inhibitors + CTM 122
11 ACE inhibitors + GG 37
12 ACE inhibitors + parasetamol 182
13 ACE inhibitors + aminophilin 9
14 ACE inhibitors + allupurinol 18
15 ACE inhibitors + kalk 83
16 ACE inhibitors + dexamethason 8
89
17 ACE inhibitors + antalgin 32
18 ACE inhibitors + diazepam 60
19 ACE inhibitors + glimepiride 2
20 ACE inhibitors + amoxicillin 60
21 ACE inhibitors + DMP 18
22 ACE inhibitors + antasida 104
23 ACE inhibitors + kloramfenikol 3
24 ACE inhibitors + mertigo 31
25 ACE inhibitors + piroxicam 38
26 ACE inhibitors + ambroxol 19
27 ACE inhibitors + tetracyclin 7
28 ACE inhibitors + ranitidin 14
29 ACE inhibitors + asam mefenamat 12
30 ACE inhibitors + ciprofloxacin 17
31 ACE inhibitors + dexanta 16
32 ACE inhibitors + prednison 18
33 ACE inhibitors + OBH 21
34 ACE inhibitors + fludexin 1
35 ACE inhibitors + meloxicam 2
36 ACE inhibitors + betametason 2
37 ACE inhibitors + ketokonazol 6
38 ACE inhibitors + cotrimoxazole 15
39 ACE inhibitors + diaform 5
40 ACE inhibitors + hidrokortison 1
41 ACE inhibitors + metronidazole 1
42 ACE inhibitors + hufadryl 1
43 ACE inhibitors + salbutamol 1
44 ACE inhibitors + efedrin HCl 1
90
45 ACE inhibitors + griseofulvin 1
46 ACE inhibitors + betahistin 5
47 ACE inhibitors + acyclovir 1
48 ACE inhibitors + asetosal 1
49 ACE inhibitors + glibenklamid 1
50 ACE inhibitors + PTU 4
51 ACE inhibitors + ascardia 1
52 ACE inhibitors + neuralgin 1
53 ACE inhibitors + alganax 5
54 ACE inhibitors + galvus 1
55 ACE inhibitors + cardismo 1
56 ACE inhibitors + cardiomin 3
57 ACE inhibitors + digoxin 3
58 ACE inhibitors + cardioaspirin 2
59 ACE inhibitors + celebrex 2
60 ACE inhibitors + myonal 1
61 ACE inhibitors + neurobion 2
62 ACE inhibitors + clortix 1
63 ACE inhibitors + esilbun 1
64 ACE inhibitors + imdur 1
65 ACE inhibitors + thromboaspilet 2
66 ACE inhibitors + penicillin 1
67 ACE inhibitors + thyrozol 1
68 ACE inhibitors + magalat 1
69 ACE inhibitors + erytromycin 2
70 ACE inhibitors + benostan 1
71 ACE inhibitors + esilgan 2 2
91
72 ACE inhibitors + glucophage 1
Total 100%
Tabel 26. Efek Interaksi ACE Inhibitors dengan Obat Lain pada Pasien
Hipertensi di Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya Palembang
No Interaksi Obat Efek
2 ACE inhibitors +
(clobazam, aminophilin,
diazepam, alganax)
Penggunaan obat ini secara bersamaan
dapat meningkatkan efek hipotensi
dan efek penekanan terhadap sistem
saraf pusat.
Psikoterapi dan agen CNS (seperti
ansiolitik, sedatif, hipnotik,
antidepresan, antipsikotik, opioid,
alkohol, muscle relaxants)
menunjukkan efek hipotensif,
terutama selama terapi awal dan dosis
ditingkatkan. Penggunaan bersama
dengan ACE inhibitors dapat
menyebabkan efek aditif pada tekanan
darah dan orthostatis. Monitoring
perkembangan dari hipotensi
direkomendasikan.
3 ACE inhibitors + B1, B6,
B12, B com, neurodex
4 ACE inhibitors + B19
5 ACE inhibitors + vit C
9 ACE inhibitors + NSAID
(ibuprofen, piroxicam,
asam mefenamat,
meloxicam, celebrex)
NSAID dapat mengurangi efek ACE
inhibitors. NSAID menyebabkan
penghambatan sintesis prostaglandin
pada ginjal, yang mengakibatkan
produksi aktivitas hipertensi. NSAID
92
juga dapat menyebabkan retensi cairan
yang juga mempengaruhi tekanan
darah. Beberapa NSAID juga dapat
merubah farmakokinetik dari ACE
inhibitors. Penggunaan NSAID dan
ACE inhibitors dapat meningkatkan
resiko gangguan ginjal, terutama pada
pasien dengan deplesi cairan.
Penggunaan NSAID tunggal yang
lama dapat mengakibatkan toxixitas
pada ginjal, termasuk peningkatan
serum kreatinin dan BUN, nekrosis
tubular, glomerulitis, nekrosis papiler
ginjal, nefritis interstisial akut,
sindrom nefrotik, dan gagal ginjal.
Pasien yang menerima terapi ACE
inhibitors bersama dengan NSAID
harus dilakukan monitor tekanan
darah pada awal terapi, penghentian
terapi, atau perubahan dosis dari
NSAID. Fungsi renal harus dievalusi
secara periodik selama terapi
dilakukan.
10 ACE inhibitors + CTM
11 ACE inhibitors + GG
12 ACE inhibitors +
parasetamol
14 ACE inhibitors +
allupurinolPemakaian allupurinol dan ACE
inhibitors dapat mengakibatkan
peningkaran reaksi hipersensitif,
93
neutropenia, agranulocytosis, dan
infeksi yang serius. Mekanisme
interaksi masih belum diketahui tetapi
kemungkinan berhubungan dengan
gangguan ginjal sebagai suatu faktor
predisposisi. Demam, myalgia,
arthralgia, exfoliative dermatitis, dan
Stevens-Johnson Syndrom dilaporkan
terjadi setelah penggunaan allupurinol
bersama dengan ACE inhibitors.
Peringatan harus diberikan jika
allupurinol dikombinasikan dengan
ACE inhibitors, terutama pada pasien
tua dan pasien yang menderita
gangguan ginjal. Monitoring sel darah
putih secara periodik
direkomendasikan. Pasien harus
menghentikan pengobatan jika
terdapat gejala dyspnea, penyempitan
tenggorokan, pembengkakan muka,
bibir, atau lidah, urtikaria, kemerahan,
demam, arthralgia, atau myalgia.
15 ACE inhibitors + kalk
16 ACE inhibitors +
(dexamethason,
betamethasone,
hidrokortisone)
Kortikosteroid memiliki efek
antagonis jika digunakan bersama
dengan ACE inhibitors yang
disebabkan oleh retensi sodium dan
cairan. Efek ini lebih sering terjadi
pada kortikosteroid (cortison,
94
hydrokortison) karena mereka
memiliki aktifitas mineralokortikoid
yang besar. Pasien dengan pemakaian
yang panjang (lebih dari seminggu)
atau pemakaian kortikosteroid dosis
tinggi harus dimonitor tekanan darah,
level elektrolit, dan berat badan, serta
dilihat perkembangan edema dan
gagal jantung kongertif. Dosis
antihipertensi dapat disesuaikan.
17 ACE inhibitors + antalgin
18 ACE inhibitors + diazepamPsikoterapi dan agen CNS (seperti
ansiolitik, sedatif, hipnotik,
antidepresan, antipsikotik, opioid,
alkohol, muscle relaxants)
menunjukkan efek hipotensif,
terutama selama terapi awal dan dosis
ditingkatkan. Penggunaan bersama
dengan ACE inhibitors dapat
menyebabkan efek aditif pada tekanan
darah dan orthostatis. Monitoring
perkembangan dari hipotensi
direkomendasikan.
19 ACE inhibitors +
glimepiridePenggunaan glimepiride dan ACE
inhibitors dapat meningkatkan resiko
hipoglikemia dengan meningkatkan
sensitivitas insulin. Monitoring
perkembangan hipoglikemia
direkomendasikan pada saat
95
penggunaan ACE inhibitors dan oral
antidiabetik, terutama pada pasien usia
tua dan/atau pasien dengan gangguan
ginjal. Gejala yang terjadi dapat
berupa pusing, mengantuk, mual,
tremor, lemah, berkeringat, palpitasi.
20 ACE inhibitors +
amoxicillin
21 ACE inhibitors + DMP
22 ACE inhibitors + antasida Antasid dapat menurunkan
ketersediaan hayati ACE inhibitors
bila digunakan secara bersamaan.
23 ACE inhibitors +
kloramfenikol
24 ACE inhibitors + mertigo
26 ACE inhibitors + ambroxol
27 ACE inhibitors +
tetracyclin
28 ACE inhibitors + ranitidin
30 ACE inhibitors +
ciprofloxacin
31 ACE inhibitors + dexanta Pemberian ACE inhibitors bersama-
sama dengan antasid dapat
mengurangi bioavailabilitas oral ACE
inhibitors karena penundaan
pengosongan lambung dan/atau
kenaikan pH lambung. Bila
diindikasikan, maka sebaiknya dosis
diberi jarak 2 jam.
96
32 ACE inhibitors + prednisonKortikosteroid memiliki efek
antagonis jika digunakan bersama
dengan ACE inhibitors yang
disebabkan oleh retensi sodium dan
cairan. Efek ini lebih sering terjadi
pada kortikosteroid (cortison,
hydrokortison) karena mereka
memiliki aktifitas mineralokortikoid
yang besar. Pasien dengan pemakaian
yang panjang (lebih dari seminggu)
atau pemakaian kortikosteroid dosis
tinggi harus dimonitor tekanan darah,
level elektrolit, dan berat badan, serta
dilihat perkembangan edema dan
gagal jantung kongertif. Dosis
antihipertensi dapat disesuaikan.
33 ACE inhibitors + OBH
34 ACE inhibitors + fludexin Mengandung parasetamol, bekerja
sebagai analgesik-antipiretik. OAINS
dapat mengurangi dan menghambat
kerja serta efek antihipertensi ACE
inhibitors.
37 ACE inhibitors +
ketokonazol
38 ACE inhibitors +
cotrimoxazole
39 ACE inhibitors + diaform
41 ACE inhibitors +
metronidazole
42 ACE inhibitors + hufadryl
97
43 ACE inhibitors +
salbutamol
44 ACE inhibitors + efedrin
HCl
45 ACE inhibitors +
griseofulvin
46 ACE inhibitors + betahistin
47 ACE inhibitors + acyclovir
48 ACE inhibitors + asetosalPenggunaan ACE inhibitors
bersamaan dengan aspirin dapat
mengurangi efek vasodilator dan
hipotensif. Mekanisme yang diketahui
yaitu aspirin menghambat
cyclooxigenase, yang mengakibatkan
penekanan sintesis prostaglandin dan
efek prostaglandin dari ACE
inhibitors.
49 ACE inhibitors +
glibenklamid
Penggunaan ACE inhibitors
bersamaan dengan obat oral
antidiabetik memberikan efek
potensiasi yang meningkatkan efek
hipoglikemia. Mekanismenya masih
belum diketahui. Simptomatik dan
terkadang hipoglikemia berat dapat
terjadi. Monitoring perkembangan
hipoglikemia direkomendasikan pada
saat penggunaan ACE inhibitors dan
oral antidiabetik, terutama pada pasien
usia tua dan/atau pasien dengan
gangguan ginjal. Gejala yang terjadi
98
dapat berupa pusing, mengantuk,
mual, tremor, lemah, berkeringat,
palpitasi.
50 ACE inhibitors + PTU
51 ACE inhibitors + ascardia Beberapa peneliti mengemukakan
bahwa asam asetilsalisilat dapat
mengurangi efek vasodilator dan efek
hipotensi dari ACE inhibitors.
Ditemukan pula bahwa aspirin dapat
mengurangi atau bahkan meniadakan
efek ACE inhibitors pada post-acute
myocardial infarction, penyakit
jantung koroner, dan gagal jantung
kongestif.
52 ACE inhibitors + neuralgin OAINS dapat mengurangi dan
menghambat kerja serta efek
antihipertensi ACE inhibitors.
53 ACE inhibitors + alganaxPsikoterapi dan agen CNS (seperti
ansiolitik, sedatif, hipnotik,
antidepresan, antipsikotik, opioid,
alkohol, muscle relaxants)
menunjukkan efek hipotensif,
terutama selama terapi awal dan dosis
ditingkatkan. Penggunaan bersama
dengan ACE inhibitors dapat
menyebabkan efek aditif pada tekanan
darah dan orthostatis. Monitoring
perkembangan dari hipotensi
direkomendasikan.
54 ACE inhibitors + galvus Pemberian bersama dengan oral
99
antidiabetik meningkatkan resiko
hipoglikemia
55 ACE inhibitors + cardismo Pemberian bersama dengan ACE
inhibitors dapat meningkatkan potensi
efek penurunan tekanan darah dari
isosorbid 5-mononitrate.
ACE inhibitors dapat meningkatkan
efek vasodilatasi dan hipotensif dari
nitrogliserin. Data yang ada juga
menunjukkan bahwa kaptopril dapat
mencegah toleransi nitrat. ACE
inhibitors dapat menurunkan resistensi
vaskular sistemik dan kerja jantung,
lebih lanjut dapat meningkatkan
efektifitas dari nitrogliserin.
Direkomendasiakan untuk
menghentikan penggunaan nitrat dan
vasodilator lain sebelum memulai
ACE inhibitors atau dilakukan
penurunan dosis. Monitor tekanan
darah dianjurkan.
56 ACE inhibitors +
cardiomin
Theophilin dapat digunakan bersama
dengan ACE inhibitors sehingga dapat
menurunkan eritrositosis yang
berhubungan dengan penyakit paru
obstruktif kronik.
57 ACE inhibitors + digoxin Kaptopril meningkatkan kadar digoxin
dalam serum. ACE inhibitors dapat
menurunkan pembersihan digoxin
pada ginjal. Hal tersebut dapat
100
mengakibatkan peningkatan level
digoxin dalam plasma. Mekanisme
tersebut terjadi akibat penurunan
sekresi digoxin pada tubular. Pasien
dengan Congestif Heart Failure (CHF)
atau gangguan ginjal memiliki resiko
tinggi dari perkembangan toxixitas
digoxin. Perlu dilakukan monitor level
digoxin dan pasien harus melapor ke
dokter bila terdapat gejala
mual,anorexia, gangguan penglihatan,
pulse yang lambat, dan detak jantung
yang irreguler.
58 ACE inhibitors +
cardioaspirinPenggunaan ACE inhibitors
bersamaan dengan aspirin dapat
mengurangi efek vasodilator dan
hipotensif. Mekanisme yang diketahui
yaitu aspirin menghambat
cyclooxigenase, yang mengakibatkan
penekanan sintesis prostaglandin dan
efek prostaglandin dari ACE
inhibitors.
60 ACE inhibitors + myonal
61 ACE inhibitors +
neurobion
62 ACE inhibitors + clortix
63 ACE inhibitors + esilbun
64 ACE inhibitors + imdurACE inhibitors dapat meningkatkan
efek vasodilatasi dan hipotensif dari
101
nitrogliserin. Data yang ada juga
menunjukkan bahwa kaptopril dapat
mencegah toleransi nitrat. ACE
inhibitors dapat menurunkan resistensi
vaskular sistemik dan kerja jantung,
lebih lanjut dapat meningkatkan
efektifitas dari nitrogliserin.
Direkomendasiakan untuk
menghentikan penggunaan nitrat dan
vasodilator lain sebelum memulai
ACE inhibitors atau dilakukan
penurunan dosis.Monitor tekanan
darah dianjurkan.
65 ACE inhibitors +
thromboaspilet
66 ACE inhibitors + penicillin
67 ACE inhibitors + thyrozol
68 ACE inhibitors + magalat Pemberian ACE inhibitors bersama-
sama dengan antasid dapat
mengurangi bioavailabilitas oral ACE
inhibitors karena penundaan
pengosongan lambung dan/atau
kenaikan pH lambung. Bila
diindikasikan, maka sebaiknya dosis
diberi jarak 2 jam.
69 ACE inhibitors +
erytromycin
70 ACE inhibitors + benostan OAINS dapat mengurangi efek
antihipertensi ACE inhibitors. Selain
itu OAINS dapat menyebabkan retensi
102
cairan, yang juga mempengaruhi
tekanan darah
71 ACE inhibitors + esilgan 2 Psikoterapi dan agen CNS (seperti
ansiolitik, sedatif, hipnotik,
antidepresan, antipsikotik, opioid,
alkohol, muscle relaxants)
menunjukkan efek hipotensif,
terutama selama terapi awal dan dosis
ditingkatkan. Penggunaan bersama
dengan ACE inhibitors dapat
menyebabkan efek aditif pada tekanan
darah dan orthostatis. Monitoring
perkembangan dari hipotensi
direkomendasikan.
72 ACE inhibitors +
glucophage
Penggunaan ACE inhibitors
bersamaan dengan obat oral
antidiabetik memberikan efek
potensiasi yang meningkatkan efek
hipoglikemia. Mekanismenya masih
belum diketahui. Simptomatik dan
terkadang hipoglikemia berat dapat
terjadi. Monitoring perkembangan
hipoglikemia direkomendasikan pada
saat penggunaan ACE inhibitors dan
oral antidiabetik, terutama pada pasien
usia tua dan/atau pasien dengan
gangguan ginjal. Gejala yang terjadi
dapat berupa pusing, mengantuk,
mual, tremor, lemah, berkeringat,
palpitasi.
103
4.8.3. Interaksi ACE Inhibitors dengan Obat Lain yang Bersifat
Sinergis
Dari 600 sampel yang diteliti yang didapatkan dari resep yang
mengandung ACE inhibitors yang ada di Kecamatan Ilir Timur II
Kotamadya Palembang, didapatkan data bahwa ACE inhibitors digunakan
bersamaan dengan obat lainnya. Ditemukan penggunaan ACE inhibitors
bersama dengan obat lainnya yang bersifat sinergis, yaitu suatu pemberian
obat bersama dengan obat lain yang terbukti dapat memperkuat efek salah
satu obat. Interaksi obat yang bersifat sinergis ini terbukti dapat
menguntungkan pasien baik secara farmakodinamik maupun
farmakokinetik. Didapatkan interaksi yang bersifat sinergis tersebut pada 2
golongan obat antihipertensi, yaitu interaksi ACE inhibitors dengan
golongan CCB (tensivask, norvask) dan golongan ARB (blopress). Dari ke-3
nama obat yang ditemukan memiliki interaksi yang bersifat sinergis dengan
ACE inhibitors, kombinasi ACE inhibitors dan norvask yang paling banyak
ditemukan, yaitu dengan jumlah penggunaan pada 3 resep. Untuk kombinasi
ACE inhibitors dan tensivask serta kombinasi ACE inhibitors dan blopress,
memiliki jumlah penggunaan yang sama, yaitu dengan jumlah penggunaan
pada 2 resep untuk masing-masing obat.
Tabel 27. Interaksi ACE Inhibitors dengan Obat Lain yang Bersifat Sinergis
pada Pasien Hipertensi di Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya Palembang
No Interaksi Jumlah Persentase
1 ACE inhibitors + tensivask 2
2 ACE inhibitors + norvask 3
3 ACE inhibitors + blopress 2
Total
Kalsium antagonis meningkatkan efek antihipertensi ACE inhibitors
dengan efek additif vasodilatasi.
104
Kombinasi antara ACE inhibitors dan blopress meningkatkan efek
antihipertensi ACE inhibitors dengan efek additif vasodilatasi
4.8.4. Interaksi ACE Inhibitors dengan Obat Lain yang Bersifat
Antagonis
Dari 600 sampel yang diteliti yang didapatkan dari resep yang
mengandung ACE inhibitors yang ada di Kecamatan Ilir Timur II
Kotamadya Palembang, didapatkan data bahwa ACE inhibitors digunakan
bersamaan dengan obat lainnya. Ditemukan penggunaan ACE inhibitors
bersama dengan obat lainnya yang bersifat antagonis, yaitu pemberian obat
bersama dengan obat lain yang terbukti dapat mengurangi efek kedua obat
tersebut. Interaksi obat yang bersifat antagonis ini dapat merugikan pasien
baik secara farmakodinamik maupun farmakokinetik. Didapatkan interaksi
yang bersifat antagonis tersebut pada 3 golongan obat, yaitu interaksi ACE
inhibitors dengan NSAID, antasid, dan asam asetil salisilat (aspirin). Dari 19
nama obat yang ditemukan memiliki interaksi yang bersifat antagonis
dengan ACE inhibitors, kombinasi ACE inhibitors dan parasetamol yang
paling banyak ditemukan, yaitu dengan jumlah penggunaan pada 182 resep.
Diikuti dengan kombinasi ACE inhibitors dan antasida dengan jumlah
peenggunaan pada 104 resep serta kombinasi ACE inhibitors dan ibuprofen
dengan jumlah penggunaan pada 78 resep.
Tabel 28. Interaksi ACE Inhibitors dengan Obat Lain yang Bersifat
Antagonis pada Pasien Hipertensi di Kecamatan Ilir Timur II
Kotamadya Palembang
No Interaksi Jumlah Persentase
1 ACE inhibitors + ibuprofen 78
2 ACE inhibitors + parasetamol 182
3 ACE inhibitors + dexamethason 8
4 ACE inhibitors + piroxicam 38
5 ACE inhibitors + asam mefenamat 12
105
6 ACE inhibitors + prednison 18
7 ACE inhibitors + fludexin 1
8 ACE inhibitors + meloxicam 2
9 ACE inhibitors + betamethason 2
10 ACE inhibitors + hidrokortison 1
11 ACE inhibitors + neuralgin 1
12 ACE inhibitors + celebrex 2
13 ACE inhibitors + benostan 1
14 ACE inhibitors + antasida 104
15 ACE inhibitors + dexanta 16
16 ACE inhibitors + magalat 1
17 ACE inhibitors + asetosal 1
18 ACE inhibitors + ascardia 1
19 ACE inhibitors + cardioaspirin 2
Total
NSAID dapat mengurangi efek ACE inhibitors. NSAID
menyebabkan penghambatan sintesis prostaglandin pada ginjal, yang
mengakibatkan produksi aktivitas hipertensi. NSAID juga dapat
menyebabkan retensi cairan yang juga mempengaruhi tekanan darah.
Beberapa NSAID juga dapat merubah farmakokinetik dari ACE inhibitors.
Penggunaan NSAID dan ACE inhibitors dapat meningkatkan resiko
gangguan ginjal, terutama pada pasien dengan deplesi cairan. Penggunaan
NSAID tunggal yang lama dapat mengakibatkan toxixitas pada ginjal,
termasuk peningkatan serum kreatinin dan BUN, nekrosis tubular,
glomerulitis, nekrosis papiler ginjal, nefritis interstisial akut, sindrom
nefrotik, dan gagal ginjal. Pasien yang menerima terapi ACE inhibitors
bersama dengan NSAID harus dilakukan monitor tekanan darah pada awal
terapi, penghentian terapi, atau perubahan dosis dari NSAID. Fungsi renal
harus dievalusi secara periodik selama terapi dilakukan.
106
Penggunaan ACE inhibitors bersamaan dengan aspirin dapat
mengurangi efek vasodilator dan hipotensif. Mekanisme yang diketahui
yaitu aspirin menghambat cyclooxigenase, yang mengakibatkan penekanan
sintesis prostaglandin dan efek prostaglandin dari ACE inhibitors.
Antasid dapat menurunkan ketersediaan hayati ACE inhibitors bila
digunakan secara bersamaan. Pemberian ACE inhibitors bersama-sama
dengan antasid dapat mengurangi bioavailabilitas oral ACE inhibitors
karena penundaan pengosongan lambung dan/atau kenaikan pH lambung.
Bila diindikasikan, maka sebaiknya dosis diberi jarak 2 jam.
4.8.5. Interaksi ACE Inhibitors dengan Obat Lain yang Bersifat
Potensiasi
Dari 600 sampel yang diteliti yang didapatkan dari resep yang
mengandung ACE inhibitors yang ada di Kecamatan Ilir Timur II
Kotamadya Palembang, didapatkan data bahwa ACE inhibitors digunakan
bersamaan dengan obat lainnya. Ditemukan penggunaan ACE inhibitors
bersama dengan obat lainnya yang bersifat potensiasi, yaitu pemberian obat
bersama dengan obat lain yang menimbulkan efek yang lebih besar daripada
jumlah efek tiap obat bila digunakan sendiri-sendiri. Dari 21 nama obat yang
ditemukan memiliki interaksi yang bersifat potensiasi dengan ACE
inhibitors, kombinasi ACE inhibitors dan HCT yang paling banyak
ditemukan, yaitu dengan jumlah penggunaan pada 178 resep. Diikuti dengan
kombinasi ACE inhibitors dan diazepam dengan jumlah peenggunaan pada
60 resep serta kombinasi ACE inhibitors dan allupurinol dengan jumlah
penggunaan pada 18 resep.
Tabel 29. Interaksi ACE Inhibitors dengan Obat Lain yang Bersifat
Potensiasi pada Pasien Hipertensi di Kecamatan Ilir Timur II Kotamadya
Palembang
No Interaksi Jumlah Persentase
1 ACE inhibitors + HCT 178
107
2 ACE inhibitors + spironolakton 3
3 ACE inhibitors + letonal 7
4 ACE inhibitors + carpiaton 1
5 ACE inhibitors + furosemid 5
6 ACE inhibitors + lasix 6
7 ACE inhibitors + farsix 3
8 ACE inhibitors + allupurinol 18
9 ACE inhibitors + cardismo 1
10 ACE inhibitors + cardiomin 3
11 ACE inhibitors + digoxin 3
12 ACE inhibitors + imdur 1
13 ACE inhibitors + glimepiride 2
14 ACE inhibitors + glibenklamide 1
15 ACE inhibitors + galvus 1
16 ACE inhibitors + glucophage 1
17 ACE inhibitors + clobazam 10
18 ACE inhibitors + aminophilin 9
19 ACE inhibitors + diazepam 60
20 ACE inhibitors + alganax 5
21 ACE inhibitors + esilgan 2 2
Total
Kombinasi ini ACE inhibitors dan HCT dapat menyebabkan efek
penurunan tekanan darah meningkat karena interaksi potensiasinya. ACE
inhibitors merelaksasi pembuluh darah sehingga tekanan darah turun.
Diuretika menghilangkan kelebihan cairan tubuh dan digunakan untuk
mengobati tekanan darah tinggi dan payah jantung. Akibatnya dapat terjadi
pusing, lemas, dan pingsan, dan mungkin terjadi kejang atau syok.
Furosemid memberikan efek potensiasi dan memperkuat efek
antihipertensi ACE inhibitors. Pemakaian dosis tinggi diuretik bersamaan
dengan ACE inhibitors dapat mengakibatkan penurunan berlebihan pada
108
tekanan darah dan kehilangan Na+ pada beberapa pasien. Kemungkinan efek
first-dose hipotensi dapat diminimalkan dengan memberikan ACE inhibitors
dosis kecil pada awal terapi atau menghentikan diuretik untuk sementara
waktu.
Penggunaan ACE inhibitors bersamaan dengan obat yang dapat
mengakibatkan retensi K+, termasuk K+-sparing diuretik (amiloride,
triamterene, dan spironolactone), suplemen K+, dan reseptor antagonis dapat
menyebabkan hiperkalemia pada pasien. ACE inhibitors menurunkan
sekresi aldosteron, yang mengakibatkan peningkatan kalium yang dapat
ditambah akibat pemakaian diuretik hemat kalium. Interaksi ini dapat ringan
pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal. Perlu dilakukan peringatan
jika penggunaan ACE inhibitors digunakan bersama dengan diuretik hemat
kalium, pasien dengan gangguan ginjal, diabetes, usia tua, kerusakan
jantung, dan/atau resiko terjadinya dehidrasi. Serum potasium dan fungsi
ginjal harus diperiksa secara teratur.
Penggunaan ACE inhibitors bersamaan dengan obat oral antidiabetik
memberikan efek potensiasi yang meningkatkan efek hipoglikemia.
Mekanismenya masih belum diketahui. Monitoring perkembangan
hipoglikemia direkomendasikan pada saat penggunaan ACE inhibitors dan
oral antidiabetik, terutama pada pasien usia tua dan/atau pasien dengan
gangguan ginjal. Gejala yang terjadi dapat berupa pusing, mengantuk, mual,
tremor, lemah, berkeringat, palpitasi.
Pemakaian allupurinol dan ACE inhibitors dapat mengakibatkan
peningkaran reaksi hipersensitif, neutropenia, agranulocytosis, dan infeksi
yang serius. Mekanisme interaksi masih belum diketahui tetapi
kemungkinan berhubungan dengan gangguan ginjal sebagai suatu faktor
predisposisi. Demam, myalgia, arthralgia, exfoliative dermatitis, dan
Stevens-Johnson Syndrom dilaporkan terjadi setelah penggunaan allupurinol
bersama dengan ACE inhibitors. Peringatan harus diberikan jika allupurinol
dikombinasikan dengan ACE inhibitors, terutama pada pasien tua dan pasien
yang menderita gangguan ginjal. Monitoring sel darah putih secara periodik
109
direkomendasikan. Pasien harus menghentikan pengobatan jika terdapat
gejala dyspnea, penyempitan tenggorokan, pembengkakan muka, bibir, atau
lidah, urtikaria, kemerahan, demam, arthralgia, atau myalgia.
Kaptopril meningkatkan kadar digoxin dalam serum. ACE inhibitors
dapat menurunkan pembersihan digoxin pada ginjal. Hal tersebut dapat
mengakibatkan peningkatan level digoxin dalam plasma. Mekanisme
tersebut terjadi akibat penurunan sekresi digoxin pada tubular. Pasien
dengan Congestif Heart Failure (CHF) atau gangguan ginjal memiliki resiko
tinggi dari perkembangan toxixitas digoxin.
Theophilin dapat digunakan bersama dengan ACE inhibitors
sehingga dapat menurunkan eritrositosis yang berhubungan dengan penyakit
paru obstruktif kronik.
110