bab iv struktur geologi - perpustakaan digital itb klasifikasi sesar oleh rickard (1972) op. cit...
TRANSCRIPT
34
BAB IV
STRUKTUR GEOLOGI
4.1 STRUKTUR SESAR
Struktur sesar pada daerah penelitian terdiri dari sesar-sesar anjak yang berarah relatif
Barat-Timur (NE-SW) dan sesar geser yang berarah relatif Barat Daya - Timur Laut
(NW-SE). Penamaan sesar-sesar yang ada di daerah penelitian didasarkan atas nama
geografis dimana sesar-sesar tersebut dijumpai.
4.1.1 Sesar Naik Cisokan
Sesar naik ini teramati dari adanya lapisan terbalik pada satuan batupasir –
batulempung selain itu juga ditemukan adanya beberapa gejala - gejala sesar, seperti
slicken side, gash fracture, shear fracture, serta adanya kenampakan air terjun (Foto
4.1). Sesar ini juga teramati dari kelurusan gawir dan juga lembah Sungai Cisokan
pada Utara daerah penelitian. Sesar naik Cisokan dapat diklasifikasikan sebagai tipe
sesar breaktrough fault propagation fold.
Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan
(Lampiran D) didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N580E/350 dengan kedudukan
net-slip yaitu 300 , N1150E dan pitch sebesar 700. Berdasarkan klasifikasi sesar oleh
Rickard (1972) op. cit Ragan (1985), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar Naik
Menganan Cisokan.
Analisis dinamik (Lampiran D) pada Sesar Naik Menganan Cisokan ini dilakukan
pada data pengukuran kekar geser berpasangan. Hasil analisis dinamik ini
menunjukkan bahwa arah tegasan maksimum (σ1) yang mempengaruhi Sesar Naik
Menganan Cisokan ini memiliki orientasi 10 , N1240E.
35
Foto 4.1 Indikasi keberadaan sesar; a. slicken side pada CSK - C6, b &c. gash fracture dan shear
fracture pada CSK – C10, air terjun pada CPTR – 4, dan lapisan tegak di CSK-12
4.1.2 Sesar Naik Campaka
Sesar ini ditafsirkan dari adanya urutan stratigrafi yang tidak normal, satuan
batugamping yang berumur lebih tua berada di atas satuan batupasir – batulempung
yang berumur lebih muda. Sesar ini diprediksikan menerus hingga ke bagian Timur
yang tertutupi oleh satuan breksi. Di beberapa tempat ditemukan adanya gejala –
a b
dc
ee
36
gejala sesar seperti keberadaan air terjun (Foto 4.2), gash fracture, dan shear fracture
(Foto 4.3).
Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan
(Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N630E/400 dengan
kedudukan net-slip yaitu 360 , N1230E dan pitch sebesar 670. Berdasarkan klasifikasi
sesar oleh Rickard (1972) op. cit Ragan (1985), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar
Naik Menganan Campaka.
Analisis dinamik (Lampiran D) pada Sesar Menganan Naik Margaluyu ini dilakukan
pada data pengukuran kekar geser berpasangan. Hasil analisis dinamik ini
menunjukkan bahwa arah tegasan maksimum (σ1) yang mempengaruhi Sesar
Menganan Naik Citalahab ini memiliki orientasi 10, N1350E.
Foto 4.2 Air terjun di CKRG - 9
37
Foto 4.3 Gash fracture di CKRG – 8 dan shear fracture CKRG - 9
4.1.3 Sesar Naik Cicadas
Sesar ini teramati dari kelurusan lembah pada Cibale dan kelurusan Gawir pada Pasir
Jubleg. Selain itu juga ditemukan adanya gejala – gejala sesar berupa keberadaan air
terjun (Foto 4.4) dan shear fracture (Foto 4.5).
Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan
(Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N680E/380 dengan
kedudukan net-slip yaitu 360 , N1350E dan pitch sebesar 740. Berdasarkan klasifikasi
sesar oleh Rickard (1972) op. cit Ragan (1985), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar
Naik Menganan Citalahab.
Analisis dinamik (Lampiran D) pada Sesar Menganan Naik Citalahab ini dilakukan
pada data pengukuran kekar geser berpasangan. Hasil analisis dinamik ini
menunjukkan bahwa arah tegasan maksimum (σ1) yang mempengaruhi Sesar
Menganan Naik Citalahab ini memiliki orientasi 10 , N1430E.
38
Foto 4.4 Air terjun di lokasi CBL - 3
Foto 4.5 Shear Fracture di CMPR – A9
39
4.1.4 Sesar Mendatar Campaka
Sesar ini didapatkan dari adanye pergeseran (offset) dari satuan batugamping pada
peta geologi (Lampiran III) selain itu sesar ini teramati dari kelurusan sungai yang
tiba – tiba berbelok dan menghasilkan kelurusan lebih kurang 1 km berarah Barat
Laut – Tenggara di Sungai Cisokan. Selain itu dijumpai juga adanya shear fracture
dan gash fracture (Foto 4.6) yang dominan di lapangan.
Foto 4.6 gash fracture dan shear fracture di CMPR - 1
Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan
(Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N1540E/820 dengan
kedudukan net-slip yaitu 120 , N1540E dan pitch sebesar 110. Berdasarkan klasifikasi
sesar oleh Rickard (1972) op. cit Ragan (1985), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar
Menganan Campaka.
Analisis dinamik (Lampiran D) pada Sesar Menganan Campaka ini dilakukan pada
data pengukuran kekar geser berpasangan. Hasil analisis dinamik ini menunjukkan
bahwa arah tegasan maksimum (σ1) yang mempengaruhi Sesar Menganan Campaka
ini memiliki orientasi 00 , N200E
4.1.5 Sesar Mendatar Cinempel
Sesar ini ditemui pada hulu sungai Cinempel. Kehadiran sesar ini ditunjukkan dengan
adanya slicken side (Foto 4.7), breksiasi dan juga shear fracture (Foto 4.8) di
lapangan.
40
Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan
(Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N3400E/820 dengan
kedudukan net-slip yaitu 240 , N3340E dan pitch sebesar 270. Berdasarkan klasifikasi
sesar oleh Rickard (1972) op. cit Ragan (1985), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar
Menganan Naik Cinempel
Analisis dinamik (Lampiran D) pada Sesar Menganan Naik Cinempel ini dilakukan
pada data pengukuran kekar geser berpasangan. Hasil analisis dinamik ini
menunjukkan bahwa arah tegasan maksimum (σ1) yang mempengaruhi Sesar
Menganan Naik Cinempel ini memiliki orientasi 190, N190E.
Foto 4.7 slicken side di CNPL – 3
41
Foto 4.8 Shear fracture di CNPL-4
4.1.6 Sesar Mendatar Cilawang
Sesar ini dijumpai pada hulu sungai Cilawang yang kehadirannya ditunjukkan dengan
adanya shear fracture (Foto 4.9) dan juga ditemukan adanya pembelokan sungai citali
secara tiba-tiba.
Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan
(Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N3400E/680 dengan
kedudukan net-slip yaitu 140 , N3450E dan pitch sebesar 140. Berdasarkan klasifikasi
sesar oleh Rickard (1972) op. cit Ragan (1985), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar
Menganan Naik Cilawang.
Analisis dinamik (Lampiran D) pada Sesar Geser Menganan Naik Cilawang ini
dilakukan pada data pengukuran kekar geser berpasangan. Hasil analisis dinamik ini
menunjukkan bahwa arah tegasan maksimum (σ1) yang mempengaruhi Sesar
Menganan Naik Cilawang ini memiliki orientasi 110 , N2160E.
42
Foto 4.9 Shear fracture di CGT-4 dan shear fracture di CTL-11
4.2 STRUKTUR LIPATAN
4.2.1 Sinklin Girimulya
Sinklin ini diinterpretasikan berada di perbatasan Desa Girimulya dan Desa
Margaluyu yang sumbunya berarah Barat Daya-Timur Laut. Dari pengolahan data
bidang perlapisan di daerah penelitian (diagram beta), didapatkan kedudukan sumbu
lipatan yaitu 320, N2300 E (Lampiran D).
4.2.2 Sinklin Cigintung
Sntiklin ini berada di antara sungai Cigintung dan Sungai Cirangkuang dengan sumbu
berarah Barat Daya-Timur Laut. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah
penelitian (diagram beta), didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 200,N 2680 E
(Lampiran D).
4.2.3 Sinklin Cihonje
Sntiklin ini berada di antara Sungai Cihonje dengan Sungai Cipetir dengan sumbu
berarah Barat – Timur. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian
43
(diagram beta), didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 110, N2460E (Lampiran
D).
4.2.4 Sinklin Campaka
Sinklin ini berada di antara Desa Campaka dengan sumbu berarah Barat Daya-Timur
Laut. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian (diagram beta),
didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 20 , N2550E beserta sumbu lipatan N750E/
870 (Lampiran D). Berdasarkan klasifikasi Rickard (1971) op. cit. Harsulomakso
(1997), lipatan ini termasuk kedalam upright horizontal fold.
4.2.5 Sinklin Citali
Sinklin ini berada di antara sungai Citali dengan sumbu berarah Barat Daya-Timur
Laut. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian (diagram beta),
didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 170 , N2630E beserta sumbu lipatan
N980E/ 480 (Lampiran D). Berdasarkan klasifikasi Rickard (1971) op. cit.
Harsulomakso (1997), lipatan ini termasuk kedalam inclined horizontal fold.
4.2.6 Sinklin Bojongsalam
Sinklin ini berada di antara sungai Cimahpar dan Sungai Cilawang dengan sumbu
berarah Barat Daya-Timur Laut. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah
penelitian (diagram beta), didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 250 , N900E
beserta sumbu lipatan N2700E/ 260 (Lampiran D). Berdasarkan klasifikasi Rickard
(1971) op. cit. Harsulomakso (1997), lipatan ini termasuk kedalam inclined horizontal
fold.
4.3 MEKANISME PEMBENTUKAN STRUKTUR
Berdasarkan analisis struktur geologi tersebut di atas, daerah penelitian dapat
diinterpretasikan berada pada zona foreland (Gambar 4.1) yang sangat berhubungan
44
dengan adanya pemendekan regional dari rezim tektonik kompresi yang membentuk
suatu konfigurasi sesar naik yang dinamakan dengan jalur anjakan-lipatan (fold thrust
belt). Zona foreland disebut juga dengan zona eksternal yang dicirikan oleh deformasi
plastis yang kurang dominan, tidak dipengaruhi oleh kondisi metamorfisme dan strain
yang bersifat non-penetratif (Marshak dan Mitra, 1988). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa sesar anjak pada daerah penelitian berhubungan dengan tektonik thin-skinned
yang bekerja pada suatu lapisan stratigrafi dengan besaran hanya mencapai puluhan
kilometer serta tidak melibatkan adanya pergerakan dari batuan dasar (Mc Clay,
2000).
Gambar 4.1 Zona foreland (area biru) pada tektonik back arc, lokasi pembentukan jalur
anjakan-lipatan (Mc Clay, 2000)
Sesar naik merupakan komponen struktur utama yang bekerja pada daerah penelitian,
dengan komponen struktur penyerta terdiri dari sesar geser dan lipatan. Sesar geser
merupakan compartmental faults (Brown, 1975 op. cit Davis, 1996) yang dihasilkan
dari sesar sobekan (tear fault) yang diakibatkan oleh perbedaan pengakomodasian
gaya pemendekan dari blok yang berbeda (Gambar 4.2), dengan kata lain sesar
sobekan memisahkan segmen yang memiliki besaran strain berbeda yang juga
meyebabkan perbedaan geometri dan frekuensi dari sesar dan lipatan.
45
Gambar 4.2 Tear fault, yang diakibatkan oleh perbedaan pengakomodasian gaya pemendekan
(McClay, 2000)
Secara umum sesar anjak di daerah penelitian sangat berkesesuaian dengan adanya
struktur lipatan yang ada, atau dinamakan dengan fault-related folds. Salah satunya
pada lipatan yang bertipe fault propagation folds (Gambar 4.3), dimana terbentuknya
suatu lipatan diakibatkan oleh pembengkokan yang bersifat lentur (flexular bending)
dari suatu lapisan batuan yang kemudian memicu pecahnya batuan dan pada akhirnya
membentuk suatu bidang pensesaran (Suppe dan Medwedeff, 1984; Suppe, 1985 op.
cit McClay, 2000). Pada tahap perkembangan lipatan, sesar dapat memotong melalui
fault propagation folds, dengan mengubah geometri dari strukturnya. Bentuk dari
struktur ini dipengaruhi oleh jalur sesar yang sering memotong melalui forelimb atau
bagian atas dari detachment. Struktur ini dikenal dengan istilah breaktrough fault
propagation fold (Gambar 4.4) yang berkembang di daerah penelitian.
46
Gambar 4.3 Tipe lipatan yang berhubungan dengan fault propagation fold (gambar dari
http://ic.ucsc.edu)
Gambar 4.4 Breakthrough fault propagation folds (Suppe, 1984 op cit., Tearpock dan Bischke, 1991)
Adanya urutan beberapa sesar anjak yang bersifat sejajar pada daerah penelitian
merupakan manifestasi dari bekerjanya suatu sistem sesar anjak yang secara
kinematik sangat berhubungan dan menghasilkan susunan sesar yang berkembang
membentuk sekuen sesar (Marshak dan Mitra, 1988). Sistem sesar anjak pada daerah
47
penelitian diinterpretasikan berupa sistem imbrikasi yang didefinisikan sebagai sistem
sesar yang terbentuk akibat pengakomodasian pergeseran sesar utama dimana besar
pergeseran yang ada didistribusikan ke sesar-sesar yang lebih kecil sehingga besar
dan arah pergeseran menjadi konsisiten (Dahlstrom, 1969 op. cit Marshak dan Mitra,
1988).
Sistem sesar anjakan imbikrasi di daerah penelitian dapat diklasifikasikan ke dalam
sesar anjakan leading (Gambar 4.5), dengan pergerakan sesar maksimum berada pada
bagian depan atau paling bawah dari urutan sesar yang ada (Boyer dan Elliott, 1982).
Hal ini dibuktikan oleh besarnya nilai pergeseran Sesar Naik Cisokan yang berada
paling utara daerah penelitian dan secara vertikal berada paling bawah diantara sesar
anjak lainnya.
Gambar 4.5 Fault propagation fold imbrikasi tipe leading (Boyer & Elliot, 1982; Mitra, 1986;
Woodward et.al., 1989 op. cit McClay, 2000)
Dari uraian diatas dan dari analisis struktur geologi dapat disimpulkan bahwa struktur
geologi daerah penelitian berlangsung pada satu fasa deformasi dengan rezim
kompresi yang membentuk suatu jalur anjakan lipatan dengan struktur penyerta
berupa sesar sobekan (tear fault) dan lipatan. Umur struktur pembentukan geologi
48
diperkirakan berumur Pliosen yang dibuktikan dengan tidak terpengaruhnya lava
andesit dan breksi
4.4 PENAMPANG SEIMBANG (BALANCED CROSS-SECTION)
Rekonstruksi penampang seimbang merupakan prosedur yang sangat penting dalam
pembuatan penampang geologi yang baik untuk memperoleh penampang yang mendekati keadaan sebenarnya. Metode ini sangat berguna untuk menyampaikan konfigurasi struktur geologi daerah terkait secara lebih informatif dan komunikatif.
Dalam pembuatan penampang seimbang, sangat dibutuhkan pemahaman mendalam
mengenai stratigrafi, sekuen sesar anjak dan karakteristik dari sesar anjak (McClay,
2003). Penampang seimbang juga bermanfaat untuk menguji validitas geometri
struktur yang dihasilkan, mencakup analisis model sesar, panjang lapisan batuan dan
konsistensi area penampang (Marshak dan Mitra, 1988). Salah satu kunci utama
dalam prosedur pembuatan penampang seimbang yaitu restorasi penampang, yang
bertujuan untuk mengetahui keadaan geologi sebelum mengalami proses deformasi.
4.4.1 Metode Kink
Metode kink merupakan metode rekontrusi penampang dengan menggunakan dip
domain sebagai batas dimana suatu kemiringan lapisan berubah. Lipatan yang
terbentuk pada jalur anjakan lipatan umumnya tidak membentuk suatu kurva halus
namun justru membentuk beberapa dip domain sesuai dengan perubahan dip yang ada
(Usdansky & Groshong, 1984; Fail, 1969 op. cit Marshak dan Mitra, 1988).
Penggunaan metode kink dalam restorasi penampang seimbang sangat berperan
penting karena memudahkan dalam perhitungan panjang lapisan dan luas area lapisan.
Langkah pertama dalam rekonstruksi penampang dengan menggunakan metode kink
yaitu dengan penyajian data kedudukan lapisan dan data batas satuan stratigrafi
sebagai data dasar (Gambar 4.6).
49
Gambar 4.6 Penyajian data kedudukan pada penampang (Wotjal, 1988 op cit Marshak dan Mitra,
1988)
Kemudian penentuan domain dip dilakukan dengan cara membuat garis bagi sudut
antara dua kemiringan lapisan yang berbeda (Gambar 4.7).
Gambar 4.7 Penentuan domain dip diantara dua data kedudukan (Wotjal, 1988 op cit Marshak dan
Mitra, 1988)
Setelah semua domain dip dibuat berdasarkan setiap adanya perubahan kemiringan
lapisan kemudian tiap-tiap batas stratigrafi ditarik berdasarkan domain kemiringan
lapisan tersebut sehingga terbentuk profil penampang akhir yang lengkap (Gambar
4.8).
50
Gambar 4.8 Profil lengkap struktur lipatan (Wotjal, 1988 op. cit Marshak dan Mitra, 1988)
4.4.2 Perhitungan Kedalaman Detachment
Penghitungan kedalam detachment merupakan tahap penting dalam rekonstruksi
penampang seimbang dalam restorasi penampang geologi. Batas dimana detachment
berada berguna untuk penarikan elemen struktur maupun batas satuan batuan
diatasnya.
Dahlstrom (1969) op. cit Marshak dan Mitra (1988) mengaplikasikan konsep
pemendekan regional dalam penentuan kedalaman detachment (Gambar 4.9). Dari
perhitungan tersebut terlihat bahwa besarnya nilai kedalam detachment berhubungan
langsung dengan besarnya pemendekan yang ditunjukkan oleh morfologi kurvatur
dari suatu perlipatan (Ax) atau yang dinamakan dengan excess area. Permasalahan
yang ditemui yaitu jika ditemukan adanya sesar diantara satuan yang terlipat dengan
detachment dikarenakan perhitungan kedalaman detachment akan menjadi tidak tepat
(Marshak dan Mitra, 1988). Metode lain yang dapat dipergunakan dalam perhitungan
detachment yaitu menggunakan data penampang seismik dan stratigrafi regional.
51
Gambar 4.9 Perhitungan kedalaman detachment (Marshak dan Mitra, 1988)
4.4.3 Restorasi Penampang Seimbang
Berdasarkan hasil dari perhitungan kedalaman detachment kemudian dilakukan
pembuatan tiga penampang-terdeformasi dengan menggunakan metode kink. Ketiga
penampang tersebut yaitu penampang A-B dan penampang C-D.
Dari metode perhitungan ini, diperoleh detachment untuk penampang A-B pada
kedalaman 1.875 m dan penampang C-D diperoleh detachment pada interval
kedalaman 2.390 m.
Dari kedua penampang terdeformasi yang ada, yaitu penampang A-B, C-D (Gambar
4.10 dan 4.11), dilakukan proses restorasi penampang untuk menguji validitas
penampang yang dihasilkan. Berdasarkan Marshak dan Mitra (1988), penampang
dapat dikatakan seimbang jika telah memenuhi kriteria diantaranya:
Prinsip keseimbangan panjang lapisan
Prinsip keseimbangan luas, dan
52
Prinsip keseimbangan bentuk sesar
Tahapan akhir dari proses restorasi penampang yaitu tahap evaluasi penampang yang
bertujuan untuk mengurangi adanya kesalahan yang muncul pada saat restorasi
dilakukan.
Prinsip keseimbangan panjang lapisan dilakukan dengan menghubungkan titik-titik
acuan yang diletakkan pada suatu level regional yang sama. Penampang yang sudah
direstorasi dapat dikatakan seimbang jika panjang lapisan dimana titik acuan
diletakkan berada pada satu level regional yang sama dan memiliki panjang lapisan
yang sama dengan penampang terdeformasi.
Prinsip keseimbangan luas dapat digunakan jika terdapat adanya perubahan
ketebalan pada suatu lapisan yang akan direstorasi. Akan tetapi pada daerah penelitian
ketebalan satuan dianggap konstan.
Prinsip keseimbangan bentuk sesar merupakan salah satu faktor penting dalam
rekonstruksi penampang seimbang. Interpretasi pola geometri ramp dan flat sangat
berperan dalam rekonstruksi bentuk sesar pada keadaan sebelum terdeformasi,
dikarenakan geometri dari suatu sesar sangat dipengaruhi oleh pergerakan sesar yang
lebih muda.
53
Gambar 4.10 Penampang terdeformasi A-B
54
Gambar 4.11 Penampang terdeformasi C-D
55
Bagian akhir dari rekonstruksi penampang seimbang yaitu dilakukannya evaluasi
penampang. Tahapan ini berguna untuk memastikan penampang berada dalam kondisi
seimbang, dapat dipercaya, dan dapat mengilustrasikan keadaan bawah permukaan
mendekati keadaan sebenarnya. Loose line dan pin line merupakan dua faktor utama
yang dapat membantu untuk menguji validitas dari suatu penampang. Dari
penampang terdeformasi, loose line diletakkan pada bagian paling Selatan (berhimpit
dengan B dan D) sedangkan pin line regional diletakkan pada bagian paling Utara
(berhimpit dengan A dan C).
Loose line merupakan suatu titik-titik tidak tetap yang diletakkan pada bagian
hanging-wall dari penampang terdeformasi dan berguna untuk mengetahui apakah
penampang yang dihasilkan dapat dipercaya atau tidak. Secara ideal, loose line yang
lurus menunjukkan bahwa penampang berada dalam kondisi seimbang. Namun dari
restorasi penampang diperoleh garis loose line yang miring searah dengan arah
kemiringan lapisan (Lampiran E-V). Loose line yang miring dapat diterima asalkan
pada bagian bawah berlawanan dengan arah transport energi (Marshak dan Mitra,
1988). Penampang dapat dikategorikan tidak seimbang jika hasil dari restorasi loose
line membentuk kemiringan yang berlawanan dengan arah kemiringan lapisan
(Marshak dan Mitra, 1988). Permasalahan ini salah satunya dapat diatasi dengan
melakukan perubahan besaran sudut ramp sesar pada penampang terdeformasi.
Pin line merupakan titik yang tidak mengalami pergerakan selama deformasi. Pin line
dapat dibagi menjadi pin line lokal dan pin line regional, dimana pin line lokal
diletakkan pada bagian penampang dengan satuan stratigrafi yang lengkap sedangkan
pin line regional diletakkan pada bagian foot-wall ataupun pada bagian penampang
yang tidak terdeformasi. Pin line merupakan titik-titik tetap yang dibuat tegak lurus
terhadap bidang lapisan dan bertujuan untuk membantu penentuan lokasi sesar dan
lokasi area tererosi (Lampiran E-V).
Dari hasil restorasi yang dilakukan pada penampang A-B dan C-D kemudian
dilakukan perhitungan pemendekan dan rasio kontraksi. Untuk penampang A-B
diperoleh nilai pemendekan sebesar 35.7 % dengan rasio konstraksi (L’/Lo) sebesar
0.64. Untuk penampang C-D diperoleh nilai pemendekan sebesar 52 % dengan rasio
konstraksi (L’/Lo) sebesar 0.48.
56
Dari rekonstruksi forward-model didapatkan bahwa sistem sesar anjak di daerah
penelitian diklasifikasikan kedalam sistem imbrikasi tipe leading dikarenakan
keseimbangan penampang dapat terbentuk setelah dilakukan restorasi pada sesar blind
thrust yang berada paling Selatan daerah penelitian terlebih dahulu dan kemudian
berturut-turut sesar yang berada di Utaranya. Rekonstruksi forward-model bertujuan
untuk mengetahui runutan sejarah pembentukan struktur geologi di daerah penelitian,
dan pada akhirnya dihasilkan suatu keadaan restorasi yang menunjukkan kondisi
stratigrafi daerah penelitian sebelum deformasi terjadi.