bab iv sistem produksi tepat waktu (just
TRANSCRIPT
BAB IV
SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU
(JUST IN TIME-JIT)
A. Pengertian Just In Time (JIT)
Sistem produksi tepat waktu (Just In Time) adalah sistem produksi atau
sistem manajemen fabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaan-
perusahaan Jepang yang pada prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis
barang yang diminta sejumlah yang diperlukan dan pada saat dibutuhkan oleh
konsumen (Monden, 2000).
Ide dasar sistem produksi tepat waktu (Just In Time) yaitu menghasilkan
sejumlah barang yang diperlukan pada saat diminta dengan menghilangkan
segala macam bentuk pemborosan waktu yang tidak diperlukan sehingga
diperoleh biaya produksi yang rendah dan melakukan proses yang
berkesinambungan. JIT mulai digunakan pada sistem produksi Toyota sebagai
dampak dari krisis minyak di tahun 1973, kemudian banyak dipakai oleh
perusahaan Jepang untuk mengantisipasi semakin variatifnya permintaan
konsumen dan semakin kritisnya konsumen dalam menentukan produk yang
diinginkan
Sistem produksi tepat waktu (Just In Time-JIT) bukanlah ilmu yang
memerlukan analisis kuantitatif maupun kualitatif yang tidak begitu rumit,
secara lebih tepatnya Jus In Time (JIT) bisa dikatakan sebagai metode
pendekatan, filosofi kerja, konsep ataupun strategi manajemen yang dimaksud
dan tujuannya adalah mencapai performansi yang tinggi dalam proses
manufacturing. Jus In Time (JIT) adalah filofosi manufakturing untuk
menghilangkan pemborosan waktu dalam total prosesnya mulai dari proses
pembelian sampai proses distribusi. Fujio Cho dari Toyota mendefinisikan
pemborosan (waste) sebagai: Segala sesuatu yang berlebih, di luar kebutuhan
minimum atas peralatan, bahan, komponen, tempat, dan waktu kerja yang
mutlak diperlukan untuk proses nilai tambah suatu produk. Kemudian
diperoleh rumusan yang lebih sederhana pengertian pemborosan: Kalau
sesuatu tidak memberi nilai tambah itulah pemborosan.
7 (tujuh) jenis pemborosan disebabkan karena:
1. Over produksi
2. Waktu menunggu
3. Transportasi
4. Pemrosesan
5. Tingkat persediaan barang
6. Gerak
7. Cacat produksi
B. Konsep Dasar Just In Time
Konsep dasar JIT adalah sistem produksi Toyota, yaitu suatu metode untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat adanya gangguan dan perubahan
permintaan, dengan cara membuat semua proses dapat menghasilkan produk
yang diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan dalam jumlah yang sesuai
dengan kebutuhan.
Dalam sistem pengendalian produksi yang biasa, syarat di atas dipenuhi
dengan mengeluarkan berbagai jadwal produksi pada semua proses, baik itu
pada proses manufaktur suku cadang maupun pada lini rakit akhir. Proses
manufaktur suku cadang menghasilkan suku cadang yang sesuai dengan
jadwal, dengan menggunakan sistem dorong, artinya proses sebelumnya
memasok suku cadang pada proses berikutnya. Metode ini menyulitkan
penyesuaian secara cepat terhadap perubahan yang disebabkan oleh gangguan
yang timbul pada beberapa proses atau akibat adanya fluktuasi permintaan.
Untuk mengatasi berbagai gangguan dan perubahan permintaan ini, perusahaan
harus mengubah jadwal produksi tiap proses secara serempak yang cukup
menyulitkan. Akibatnya perusahaan harus melakukan persediaan di antara
semua proses untuk mengatasi gangguan dan perubahan permintaan ini. Sistem
ini sering menimbulkan ketidakseimbangan persediaan yang mengakibatkan
pemborosan.
IV-2
Sebaliknya, sistem produksi Toyota bersifat revolusioner, dalam arti proses
berikutnya akan mengambil suku cadang dari proses sebelumnya, metode ini
dikenal sebagai sistem tarik. Hanya lini rakit akhir yang dapat mengetahui
dengan tepat penetapan waktu yang diperlukan dan jumlah suku cadang yang
diperlukan. Lini rakit akhir pergi ke proses sebelumnya untuk mendapatkan
suku cadang yang diperlukan dalam jumlah yang diperlukan pada waktu yang
diperlukan. Kemudian proses sebelumnya memproduksi suku cadang yang
diambil oleh proses berikutnya. Tiap proses yang memproduksi suku cadang
mengambil bahan atau suku cadang yang diperlukan pada proses sebelumnya,
begitu seterusnya.
Dengan demikian apabila ada perubahan permintaan tidak perlu dilakukan
perubahan jadwal produksi secara serempak untuk semua proses. Hanya lini
rakit akhir yang perlu diinformasikan mengenai perubahan jadwal produksi
ketika merakit produk satu per satu. Untuk menginformasikan mengenai
penetapan waktu yang diminta dan jumlah suku cadang yang diperlukan,
digunakan KANBAN. Sistem kanban hanya bisa berfungsi secara efektif
melalui kombinasi dengan elemen-elemen JIT lain secara utuh. Bila semua
elemen JIT sudah dipadukan maka keunggulan sistem produksi JIT baru akan
menjadi nyata.
Terdapat empat konsep pokok yang harus dipenuhi dalam melaksanakan
Just In Time (JIT):
1. Produksi Just In Time (JIT), adalah memproduksi apa yang dibutuhkan
hanya pada saat dibutuhkan dan dalam jumlah yang diperlukan.
2. Autonomasi merupakan suatu unit pengendalian cacat secara otomatis yang
tidak memungkinkan unit cacat mengalir ke proses berikutnya.
3. Tenaga kerja fleksibel, maksudnya adalah mengubah-ubah jumlah pekerja
sesuai dengan fluktuasi permintaan.
4. Berpikir kreatif dan menampung saran-saran karyawan
Guna mencapai empat konsep ini maka diterapkan sistem dan metode
sebagai berikut :
1. Sistem kanban untuk mempertahankan produksi Just In Time (JIT).
IV-3
2. Metode pelancaran produksi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan
permintaan.
3. Penyingkatan waktu penyiapan untuk mengurangi waktu pesanan produksi.
4. Tata letak proses dan pekerja fungsi ganda untuk konsep tenaga kerja yang
fleksibel.
5. Aktifitas perbaikan lewat kelompok kecil dan sistem saran untuk
meningkatkan moril tenaga kerja.
6. Sistem manajemen fungsional untuk mempromosikan pengendalian mutu
ke seluruh bagian perusahaan.
C. Elemen-elemen Just In Time
Elemen-elemen dalam JIT meliputi:
1. Pengurangan waktu set up
2. Aliran produksi lancar (layout)
3. Produksi tanpa kerusakan mesin
4. Produksi tanpa cacat
5. Peranan operator
6. Hubungan yang harmonis dengan pemasok
7. Penjadwalan produksi stabil dan terkendali
8. Sistem Kanban
1. Pengurangan Waktu set up dan ukuran lot
Dengan meningkatnya kemajuan industri dan dalam rangka
menyesuaikan diri terhadap selera konsumen, semakin banyak tantangan
yang harus dihadapi perusahaan. Makin banyak produk yang tersedia dan
ditawarkan kepada konsumen, sehingga perusahaan perlu bersikap cepat
tanggap terhadap permintaan pasar yang terus-menerus berubah dengan
permintaan yang sangat bervariasi dan daur hidup yang makin pendek.
Bahkan kalau perlu berprakarsa melakukan perubahan struktur pasar agar
bisa bersaing. Dalam rangka menghadapi tantangan ini, perusahaan harus
mempersingkat lead time (waktu ancang produksi) dan mempercepat
IV-4
pemenuhan janji pengiriman pada konsumen. Untuk itu perlu mengurangi
waktu set up (persiapan dan penyetelan) dan menurunkan ukuran batch (lot)
produksi.
Dengan mempersingkat waktu set up, ada peluang untuk mengurangi
ukuran lot dan tingkat persediaan, di samping juga mengurangi lead time
produksi. Dampaknya operasi pabrik menjadi fleksibel dan mampu
menanggapi setiap perubahan pasar. Menurunkan ukuran lot juga akan
memudahkan pengendalian prioritas kerja.
a. Pemilahan kegiatan set up
Kegiatan set up bisa dipilah menjadi:
1) Kegiatan eksternal set up: persiapan cetakan & alat bantu, pemindahan
cetakan, dan lain-lain.
2) Kegiatan internal set up: bongkar pasang pada mesin, penyetelan
mesin, dan lain-lain.
b. Langkah mengurangi waktu set up:
1) Memisahkan pekerjaan set up yang harus diselesaikan selagi mesin
berhenti (internal set up) terhadap pekerjaan yang dapat dikerjakan
selagi mesin beroperasi (eksternal set up).
2) Mengurangi internal set up dengan mengerjakan lebih banyak
eksternal set up, contohnya: persiapan cetakan, pemindahan cetakan,
peralatan, dan lain-lain.
3) Mengurangi internal set up dengan mengurangi kegiatan penyesuaian
(adjustment), menyederhanakan alat bantu dan kegiatan bongkar
pasang, menambah personil pembantu, dan lain-lain.
4) Mengurangi total waktu untuk seluruh pekerjaan set up, baik internal
maupun eksternal.
Proyek pengurangan waktu set up yang baik dilaksanakan dengan
melibatkan operator, teknisi, tim perawatan, dan petugas pengendalian
kualitas, agar bisa meningkatkan semangat kerja mereka.
IV-5
Contoh:
Jika set up mesin lamanya 1 jam (60 menit), bisa disingkat menjadi 6
menit. Andaikata lot yang harus dibuat banyaknya 3000 buah yang
setiap unitnya memakan waktu 1 menit, maka waktu produksinya = 1
jam + (3000 x 1 menit) = 3060 menit = 51 jam.
Setelah waktu set up dikurangi menjadi 6 menit, maka waktu
produksinya menjadi = 6 menit + (3000 x 1 menit) = 3006 menit.
Namun, dengan waktu yang sama (3060 menit) dapat dibuat lot
sebanyak 300 buah dari berbagai jenis, yang diulang sebanyak 10
kali, yaitu:
{6 menit + (300 x 1 menit)} x 10 = 3060 menit = 51 jam.
Hal ini berarti sistem produksi lebih tanggap terhadap perubahan.
2. Aliran produksi lancar (layout)
Layout yang baik dapat menghindari pemborosan dan berbagai masalah,
sehingga dalam rangka usaha perbaikan penentuan layout yang baik perlu
diperhatikan. Sebagai contoh pemborosan yang berkaitan dengan layout
berdasarkan proses (process layout) perlu diperhatikan.
a. Pemborosan yang berkaitan dengan process Layout
Pada process layout, mesin dengan fungsi yang sama dikelompokkan
pada lokasi yang sama. Layout tipe ini disebut function layout atau layout
proses. Pada layout proses ditemukan berbagai pemborosan, yaitu:
1. Kesulitan koordinasi dan jadwal produksi
2. Pemborosan transportasi dan material handling
3. Akumulasi persediaan dalam proses
4. Penanganan material berganda bahkan beberapa kali
5. Lead time produksi yang sangat panjang
6. Kesulitan mengenali penyebab cacat produksi
7. Arus material dan prosedur kerja sulit dibakukan
8. Sulitnya perbaikan kerja karena tidak ada standardisasi
Karena proses yang berurutan terletak berjauhan satu dengan yang lain,
maka komunikasi antar unit kerja menjadi terhambat. Hal ini menyulitkan
IV-6
apabila ingin diterapkan sistem JIT. Aliran produksi pada process layout
dapat dilihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1. Aliran Produksi pada Process Layout
b. Menuju ke Product Layout
Pada product layout barang bergerak sesuai dengan urutan proses.
Kerancuan berkurang, seperti kapan dan kemana produk yang sudah
selesai harus dikirim. Proses dikaitkan lebih dekat dan terpadu, sehingga
penyusutan jarak lintasan barang dalam proses produksi menjadi lebih
ramping. Pemborosan dan masalah yang ditemukan pada proses layout
harus diatasi dengan beralih ke produk layout, seperti: pengangkutan yang
tidak perlu, penumpukan barang dalam proses, penanganan barang
berganda, dan lead time produksi yang sangat panjang. Lebih jauh lagi,
informasi umpan balik (feed back) menjadi lebih cepat disalurkan terutama
IV-7
informasi yang berkaitan dengan cacat produksi. Aliran produksi pada
product layout dapat dilihat pada gambar 4.2.
Gambar 4.2. Aliran Produksi pada Product Layout
c. Aliran Produksi
Aliran produksi merupakan konsep penting dalam JIT. Arti aliran di sini
adalah pergerakan barang sepanjang pabrik. Aliran yang lancar
diwujudkan dengan tidak adanya genangan barang dalam proses sejak saat
penerimaan sampai pengiriman barang jadi. Untuk mendapatkan aliran
produksi yang lancar, ada beberapa masalah utama yang dapat
diperkirakan dan dilakukan pencegahan sebelumnya, yaitu:
1) Proses layout. Waktu simpan komponen lama, tingkat persediaan
tinggi, dan prioritas kerja sulit ditentukan.
2) Ketidakseimbangan jalur. Jika proses tidak terkoordinir maka
komponen akan terakumulasi sebagai persediaan, dan pengaturan kerja
akan sulit dilakukan.
IV-8
3) Set up atau penggantian alat yang makan waktu. Persediaan komponen
akan menumpuk, sementara proses berikutnya akan tertunda.
4) Kerusakan dan gangguan mesin. Jalur akan berhenti dan akan terjadi
penumpukan barang dalam proses.
5) Masalah kualitas. Kalau cacat produksi ditemukan, maka proses
selanjutnya akan berhenti dan persediaan akan menumpuk.
6) Absensi. Jika seorang operator ada yang berhalangan kerja dan
penggantinya sulit ditemukan, maka jalur produksi akan terhenti.
Untuk mencapai sistem produksi yang efisien, perlu dikembangkan
berbagai gagasan yang inovatif guna menerapkan konsep aliran produksi
secara menyeluruh.
3. Produksi tanpa kerusakan mesin
a. Preventive Maintenance
Agar dapat hidup dan bertahan dalam suasana persaingan yang sangat
sengit, kegiatan preventive maintenance harus dilakukan demi keunggulan
perusahaan. Untuk menjadi perusahaan yang siap bersaing, kerusakan
mesin dan segala gangguan harus dilenyapkan. Mesin harus dipertahankan
untuk mencapai 100 persen pemanfaatan permintaan yaitu dapat segera
memenuhi kebutuhan proses produksi.
1) Pendekatan untuk mencegah kerusakan dan gangguan mesin dapat
dilihat pada gambar 4.3.
2) Faktor penyebab gangguan mesin dapat dilihat pada gambar 4.4.
3) Gangguan mesin dan penanggulangannya dapat dilihat pada
gambar 4.5.
b. Total Productive Maintenance
Total Productive Maintenance (TPM) adalah konsep pemeliharaan yang
melibatkan semua karyawan. Tujuanya adalah mencapai efektifitas pada
keseluruhan sistem produksi melalui partisipasi dan kegiatan pemeliharaan
yang produktif. Dalam TPM melibatkan para operator untuk: menjaga
kondisi operasi yang wajar dari mesin, mengenali kondisi tak wajar sedini
mungkin, dan mengembangkan usaha untuk mendapatkan kembali,
IV-9
menjaga, atau bahkan meningkatkan kemampuan kerja mesin. Hal ini
perlu jaminan kerja yang erat antara para operator, teknisi pemeliharaan,
dan jajaran karyawan pendukung lainnya. Pengembangan kemampuan dan
latihan dalam rangka meningkatkan kemampuan mereka juga menjadi
penting dalam hal ini, karena tingkat keterlibatan mereka dapat makin
efektif bila mereka mempunyai bekal kemampuan yang memadai.
Operator produksi harus dilatih untuk membantu mencapai kondisi tanpa
gangguan mesin, antara lain dengan:
1) Belajar bagaimana melakukan pemeliharaan rutin mesin, misalnya:
pelumasan, pengencangan baut, dan sebagainya. Guna mencegah
penurunan daya kerja mesin.
2) Melaksanakan petunjuk penggunaan mesin secara wajar.
3) Mengembangkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap tanda-tanda
awal penurunan kemampuan mesin, dengan melakukan perawatan
yang mudah, pembersihan, penyetelan, dan lain-lain.
Sementara karyawan bagian pemeliharaan, bisa melakukan antara lain:
1) Membantu operator produksi mempelajari kegiatan perawatan yang
dapat dilakukan sendiri.
2) Memperbaiki penurunan kemampuan peralatan melalui inspeksi
berkala, bongkar pasang, dan penyesuaian atau penyetelan kembali.
3) Menentukan kelemahan dalam rancang bangun mesin, merencanakan
dan melakukan tindakan perbaikan, menentukan kondisi wajar operasi
mesin.
4) Membantu operator menaikan kemampuan perawatan, dan lain-lain.
IV-10
Gambar 4.3. Pencegahan kemacetan dan kerusakan mesin
Gambar 4.4. Faktor penyebab gangguan mesin
IV-11
Gambar 4.5. Gangguan mesin dan penanggulangannya
4. Poduksi tanpa cacat
Kualitas produk yang dihasilkan pada setiap proses harus tanpa cacat.
Artinya setiap produk yang dihasilkan oleh setiap tahap produksi harus
dijamin bagus, kalau ada produk yang cacat tidak boleh dikirimkan kepada
bagian berikutnya. Bagian yang seharusnya menerima juga hanya boleh
menerima produk yang betul-betul bagus. Tanggung jawab kualitas produk
terletak pada siapa yang mengerjakan. Kalau setiap bagian dapat
menghasilkan produk yang dijamin kualitasnya bagus, maka akan
meminimasi kerusakan produk akhir. Bahkan kalau memungkinkan tidak ada
produk cacat pada lini akhir.
Untuk mengantisipasi produk cacat ini digunakan alat-alat sebagai berikut:
a. Jidoka (otomasi)
Jidoka (otomasi) adalah konsep yang dikembangkan di Jepang untuk
melengkapi mesin dengan kecerdasan bisa melakukan penilaian sendiri
terhadap cacat produksi, kerusakan alat, kekurangan komponen, dan
memberi isyarat pada operator untuk segera menghentikan mesin.
b. Andon (lampu peraga gangguan)
Andon adalah lampu peraga gangguan yang digunakan untuk membantu
memperlihatkan keadaan tidak wajar dalam pabrik.
IV-12
c. Papan kontrol produksi
Papan kontrol produksi digunakan untuk menyampaikan secara visual
kegiatan produksi nyata dibandingkan dengan rencana produksi.
d. Poka Yoke (alat anti salah)
Poka Yoke adalah alat anti salah yang mempermudah kerja operator
terutama dalam mengurangi berbagai masalah karena cacat produksi,
keselamatan kerja, kesalahan operasi, dan lain-lain tanpa memerlukan
perhatian yang berlebihan dari operator.
5. Sumber daya manusia
a. Kemampuan Multifungsi
Sistem produksi JIT selalu berusaha menghilangkan pemborosan yang
terjadi. Salah satu usaha untuk mengatasi pemborosan ini adalah setiap
operator harus meningkatkan kemampuan multifungsi sehingga mampu
menangani beberapa proses sekaligus. Operator yang bertugas seharusnya
mampu menangani beberapa proses sekaligus (multifungsi) baik dalam
proses pembentukan, pemotongan, maupun perakitan. Idealnya operator
dituntut serba bisa mengerjakan semua pekerjaan yang terdapat di pabrik.
Dengan demikian sistem produksi menjadi semakin cepat tanggap
terhadap perubahan permintaan pasar. Perusahaan bisa dengan mudah
menambah atau mengurangi jumlah operator dari setiap unit kerja apabila
terjadi pergeseran volume produksi.
b. Rotasi Kerja
Dalam usaha peningkatan kemampuan setiap operator, tambahan latihan
dan rotasi kerja dapat direkomendasikan. Rotasi kerja tidak hanya
meningkatkan fleksibilitas kegiatan produksi pada saat terjadi perubahan
permintaan dan membentuk operator yang memiliki kemampuan
multifungsi. Namun juga menumbuhkan koordinasi serta menghidupkan
semangat perusahaan secara keseluruhan.
6. Menggalang kemitraan bersama pekerja
Keterlibatan semua pekerja dan pengembangan tujuan bersama di antara
pekerja tetap merupakan kunci sukses suatu perusahaan. Di samping itu
IV-13
semakin berkembang keterampilan para pekerja, semakin kuat pula
perusahaan. Semakin banyak terjadi pertukaran informasi antar pekerja dan
semakin terdidik dan terlatih, semakin sedikit kesulitan dihadapi dalam
mengembangkan sasaran bersama dan mengadakan perbaikan bagi
perusahaan. Dengan kata lain menggalang kemitraan bersama pekerja,
dengan pendekatan kemanusiaan bisa dilaksanakan, seperti contoh di bawah
ini:
a. Program bursa saran (suggestion sistem)
b. Kegiatan perbaikan oleh kelompok kecil
c. Berbagai penghargaan dan pengakuan terhadap prestasi karyawan
d. Pagelaran gugus kendali mutu (Quality Control Circle)
e. Perhatian yang tulus bagi masalah karyawan
f. Dan lain-lain.
a. Pemasok
Untuk meningkatkan daya saing perusahaan lebih lanjut, hubungan dengan
pemasok harus diperhatikan dalam program perbaikan. Menerapkan
sistem total manufaktur akan lebih efektif daripada sekedar berkonsentrasi
pada kegiatan intern perusahaan. Jika operasi manufaktur dianggap
sebagai suatu sistem yang berorientasi ekonomis, maka evaluasi tidak
dibatasi pada satu elemen sistem saja. Manufaktur dan pemasok harus
bekerjasama untuk mengembangkan sistem manufaktur terpadu dengan
cara membatasi pemborosan yang biasanya terhimpun pada batasan suatu
organisasi. Beberapa pertimbangan penting guna evaluasi pemasok adalah
sebagai berikut:
1) Dari segi pemasok, pabrik adalah pelanggan. Pemasok harus menjamin
kualitas, harga, dan pengiriman (QCD – Quality, Cost, and Delivery)
bagi pabrik. Mereka harus bekerja sama untuk memahami dan
menyerap kepentingan pabrik ke dalam pola pelayanannya.
2) Dalam hal pengiriman: kekerapan frekuensi pengiriman, lot yang
kecil, dan pengiriman tepat waktu harus menjadi sasaran utama agar
IV-14
hubungan antara pemasok dan pabrik sangat erat. Untuk itu penerapan
sistem kanban antara pabrik dan pemasok, muatan campur, dan
kekerapan pengiriman barang dapat dipraktekkan.
3) Dalam hal kualitas: pemahaman ’kualitas pada sumbernya’ harus
diterapkan semaksimal mungkin. Penerapan produk tanpa cacat dan
pengendalian kualitas statistik harus dibina.
4) Dalam hal biaya, kegiatan perbaikan yang dijalankan di pabrik juga
harus dijalankan oleh pemasok. Saling sumbang saran mengenai biaya
akan membantu memperkokoh posisi daya saing perusahaan.
Dalam menjalin hubungan dengan pemasok, hubungan tidak hanya
sekedar mempertahankan hubungan secara kontrak dengan pemasok,
tetapi pabrik induk harus memikirkan bahwa pemasok sebagai perluasan
dari operasinya. Hal ini menjadi sangat penting, bila diperhatikan ternyata
banyak persaingan bisnis terjadi dalam pola kelompok perusahaan
bersaing dengan kelompok perusahaan lain. Jika jalinan kerja dengan
pemasok sangat lemah pada satu kelompok perusahaan, komunikasi antar
pemasok dengan pabrik tidak digalang dengan baik, maka akan timbul
masalah yang berhubungan dengan kualitas, pengiriman, dan biaya. Hal
ini akan merugikan bukan hanya terhadap pabrik induknya tetapi juga bagi
pihak pemasok.
7. Penjadwalan produksi stabil dan terkendali
a. Penjadwalan Produksi Campur Merata (Mixed Production)
Penerapan aliran produksi yang lancar dan stabil, dengan cara
pengurangan waktu set up, product layout, preventive maintenance,
produksi tanpa cacat, kerjasama yang harmonis dengan operator dan
pemasok, sangat berguna bagi tercapainya sistem produksi JIT. Untuk
dipahami bahwa setiap perbaikan yang dilakukan bukan merupakan
peristiwa tunggal yang terisolasi dari peristiwa lainnya, tetapi memiliki
dampak dan pengaruh yang saling berkaitan satu sama lain.
Selain penerapan aliran produksi yang lancar dan stabil, perlu
diterapkan jadwal produksi yang stabil dan terkendali, agar setiap orang
IV-15
yang terlibat dalam produksi akan lebih dapat mengendalikan bidangnya
masing-masing. Hal ini akan berpengaruh dalam membangun situasi yang
lebih mudah diatur dan mempermudah penerapan kegiatan perbaikan.
Dalam sistem batch, dimana produk yang sama terus-menerus
diproduksi dalam satu hari, satu minggu, atau mungkin lebih lama dari itu,
sebelum giliran produksi jenis produk berikutnya dimulai. Hal ini
mengakibatkan waktu set up yang lama berkaitan dengan besarnya ukuran
lot.
Dalam produksi campur merata (mixed production), beberapa jenis
produk dirakit pada jalur secara bergiliran setiap hari, setiap jam, bahkan
setiap menit, sehingga tingkat persediaan produk dalam proses akan
menjadi lebih rendah. Dalam hal ini pola campur merata yang terkendali
akan melancarkan produksi dan mengurangi resiko produksi berlebih.
Manfaat produksi campur merata, bisa dilihat pada gambar 4.6.
Gambar 4.6. Manfaat produksi campur merata
IV-16
Dengan pola produksi campur, berbagai macam komponen dipakai
dengan kecepatan tetap, sehingga proses hulu dapat lebih bersiap diri dan
mampu mengendalikan kegiatan secara efektif. Produksi campur dapat
mengatasi lonjakan permintaan, sehingga operator produksi dapat
memfokuskan perhatian pada pekerjaan tanpa cemas karena jadwal yang
berubah tiba-tiba (gambar 4.7).
Gambar 4.7. Jadwal produksi merata mengatasi lonjakan permintaan
b. Pola Krisis Akhir
Walaupun manfaat produksi campur merata telah dipahami dan tingkat
produksi bulanan telah ditetapkan, tingkat produksi nyata masih dapat
bervariasi. Kondisi ini yang disebut pola krisis akhir bulan. Pendekatan
penerapan produksi campur dalam kasus ini bisa dilihat pada gambar 4.8.
Pada gambar 4.8a, komponen yang diproduksi pada awal bulan
disimpan sebagai persediaan dalam proses. Pada akhir bulan, semua orang
berjuang keras untuk memenuhi target produksi bulanan. Jalur
pemasangan menjadi jalur tersibuk, bersama dengan jalur pembuatan
komponen yang masih harus memproduksi komponen pengganti karena
hilang atau rusak. Hal ini dapat diterima pada pola produksi campur
merata.
IV-17
Pendekatan untuk menerapkan produksi campur merata dapat dilakukan
sebagai berikut, lihat gambar 4.8b, 4.8c, dan 4.8d.
1) Membagi 1 bulan menjadi 2 periode (paket waktu 2 mingguan).
Kemudian ukuran lot dikurangi dan diterapkan pergantian jenis
produksi lebih sering pada jalur pemasangan akhir, juga pada jalur lain
untuk mencapai sasaran paket 2 minggu (gambar 4.8b).
2) Bila hal ini sudah tercapai, selanjutnya bisa memotong lagi setiap
paket waktu menjadi setengahnya, paket 1 minggu (gambar 4.8c).
3) Dengan pola yang sama akhirnya produksi campur merata dapat
tercapai secara menyeluruh dan paket waktu menjadi cukup kecil
sehingga grafik produksi tergambar bagaikan garis lurus
(gambar 4.8d).
Manfaat serta keuntungan produksi campur merata sangat berarti bagi
lingkungan pabrik, karena arus produksi komponen yang lancar dan
keseimbangan beban kerja yang terbagi merata. Dengan memproduksi
beberapa jenis produk campur tertentu dan volume produksi yang tetap rata
selama satu periode tertentu, penjadwalan produksi menjadi semakin mudah.
Di samping itu operator juga lebih mampu mengkonsentrasikan diri pada
pekerjaannya. Tentu saja pengurangan waktu set up, lot kecil, dan lain-lain
perlu dibenahi agar manfaat ini dapat diperoleh.
IV-18
Gambar 4.8. Pendekatan penerapan produksi merata
IV-19
c. Pengendalian Cycle Time
Bila produksi campur merata diterapkan, diharapkan pos terakhir pada
jalur akan menghasilkan unit produk setiap selang waktu tertentu,
misalnya 1 menit sekali atau 1 jam sekali. Sebutan untuk selang waktu
tetap ini, adalah cycle time. Kadang-kadang sulit membedakan antara
cycle time dengan lead time. Pengertian untuk cycle time dan lead time
dapat dilihat pada gambar 4.9.
Pengertian cycle time dan lead time
Cycle time : Selang waktu antara saat penyelesaian satu unit produk
dan unit produk sebelumnya
Lead time : Selang waktu sejak awal suatu produk mulai dikerjakan
sampai produk tersebut selesai.
Gambar 4.9. Cycle time dan lead time
Contoh penerapan pengendalian cycle time:
1) Di jalur perakitan
Dengan menata kembali pembebanan kerja dan membuat beberapa
perbaikan kecil di jalur perakitan, jumlah operator berkurang dari 6
menjadi 5 orang. Pada gambar 4.10 terlihat bahwa kelebihan waktu
kosong dari operator E tampak jelas, sehingga dapat dijadikan
IV-20
landasan untuk perbaikan selanjutnya. Apabila kelebihan waktu
kosong operator E terdistribusikan di antara operator lainnya,
kelebihan waktu tidak terlihat. Hal ini membuktikan bahwa tanpa
sikap terbuka dari operator, masalah yang ada tidak akan kelihatan dan
tidak pernah ada peluang untuk perbaikannya (lihat pula gambar 4.11).
Bila akan mengurangi jumlah operator untuk perbaikan, cara terbaik
adalah memindahkan operator yang paling mampu dan terampil ke
tugas lain yang lebih bernilai, bukan memindahkan yang terjelek.
Dalam hal ini operator yang masih tinggal tidak akan pernah merasa
terancam karena kehilangan pekerjaan, dan pada saat yang sama dapat
meningkatkan kemampuan dan keterampilan agar lebih maju.
Gambar 4.10. Konsep cycle time diterapkan untuk pembebanan kerja operator
IV-21
Gambar 4.11. Perbandingan pembebanan kerja antar operator
2) Di jalur pengolahan
Gambar 4.12 menunjukkan perubahan dalam jumlah operator di jalur
permesinan setelah dilakukan perubahan cycle time. Lima mesin ditata
dalam bentuk U dan produksi dilakukan secara One piece, tatanan ini
dapat dioperasikan pada beberapa cycle yang berbeda. Ketika layout
direncanakan, berbagai segi harus sudah dipertimbangkan agar
kombinasi kerja tetap fleksibel, sehingga kegiatan kerja dapat mudah
diatur kembali mengikuti volume produksi yang dibutuhkan.
IV-22
Gambar 4.12. Cycle time dan kebutuhan operator di jalur formasi ’U’
d. Production Smoothing
Production smoothing adalah cara untuk membuat proses produksi mampu
menyesuaikan diri dengan bervariasinya permintaan. Caranya dengan
menggunakan fasilitas produksi untuk memproduksi sekaligus berbagai
tipe/jenis, misalnya Toyota Crown, Corona, Corola, dan Hardtop.
Bilamana permintaan naik sedikit, penyesuaian dilakukan dengan lembur.
Tetapi bila permintaan menurun, maka tenaga kerja dikurangi dan yang
beruntung diminta istirahat. Selain itu adakalanya mereka ditransfer ke
pusat kerja yang lain.
Contoh:
10.000 kendaraan yang terdiri dari: 5000 sedan, 2500 hardtop, dan
2500 wagons harus dibuat selama 20 hari kerja, sehari 8 jam efektif.
Perhari harus dibuat 500 buah terdiri dari: 250 sedan, 125 hardtop,
dan 125 wagon.
IV-23
Waktu dalam menit yang diperlukan untuk membuat setiap jenis
kendaraan adalah:
Sedan = 8 x 60 : 250 menit = 1’ 55”
Hardtop = 8 x 60 : 125 menit = 3’ 50”
Wagon = 8 x 60 : 125 menit = 3’ 50”
Sementara itu secara keseluruhan cycle time setiap jenis adalah:
60 x 8 : (250 + 125 + 125) menit = 57’ 5”
Jika membandingkan cycle time dengan waktu setiap jenis
kendaraan yang harus dibuat, maka akan tampak bahwa jenis
lainnya dapat disisipkan di antara 2 buah jenis sedan yang harus
dibuat, apakah itu hardtop atau wagon, sehingga urutannya adalah:
Sedan, lainnya, sedan, lainnya, sedan, lainnya, dan seterusnya.
8. Sistem kanban
Kanban merupakan kata yang berasal dari Jepang, yang berarti lembar
peraga. Kanban dalam sistem produksi Toyota merupakan kartu yang ditulisi
berbagai informasi penting guna merealisasi konsep Just In Time (JIT).
Sistem kanban adalah sistem informasi yang menyelaraskan pengendalian
produksi suatu produk yang diperlukan, dalam jumlah yang diperlukan,
dalam jangka waktu yang diperlukan pada setiap proses produksi, di dalam
pabrik maupun di antara perusahaan-perusahaan yang terkait.
Produksi menggunakan Just In Time (JIT) ada beberapa cara, salah satu
yang dikenal adalah dikembangkan oleh Toyota yaitu berdasarkan kartu-
kartu Kanban. Kanban adalah berasal dari bahasa Jepang yang artinya adalah
suatu tanda. Secara harfiah adalah rekaman yang dapat dilihat/diamati namun
dalam konteks operasional dengan tegas dijelaskan yaitu suatu kartu yang
digunakan untuk memadahi kebutuhan bahan suku cadang dalam suatu
operasi yang arusnya lambat.
Sistem kanban adalah suatu sistem informasi secara serasi mengendalikan
produksi produk yang diperlukan pada waktu yang diperlukan dalam setiap
proses pabrik dan juga diantara pabrik (Monden, 2000). Kartu-kartu ini
digunakan untuk mengendalikan produk Work In Proces (WIP) dan aliran
IV-24
persediaan. Sistem Kanban mengizinkan suatu perusahaan dapat
menggunakan JIT dengan sistem order yang mengakibatkan mereka dapat
mengurangi persediaan dengan tepat memenuhi kebutuhan pelanggan.
Beberapa orang mencampur adukkan arti sistem produksi JIT dengan
sistem kanban, atau menyamakan arti sistem kanban dengan sistem
pengendalian persediaan. Hal ini jelas salah. Untuk mendapatkan keuntungan
dari sistem kanban, harus dimengerti peranan kanban dan hubungannya
dengan kegiatan produksi lainnya. Kanban hanya dapat berfungsi secara
efektif melalui kombinasi dengan elemen-elemen JIT lain secara utuh. Bila
semua elemen tersebut sudah dipadukan, keunggulan sistem produksi JIT
baru akan menjadi nyata.
Sistem produksi tepat waktu atau Just In Time (JIT) dikembangkan dalam
rangka untuk menghilangkan hal-hal yang tidak berguna, terutama yang
berhubungan dengan persediaan dan kelebihan produksi, pendayagunaan
tenaga kerja secara penuh, terutama dalam peningkatan mutu, produktivitas,
dan moral kerja. JIT direalisasikan melalui prinsip penarikan oleh proses
berikutnya dalam ukuran lot yang kecil (sistem tarik – pulling system).
Prinsip ini kemudian dikembangkan menjadi sistem kanban yang merupakan
salah satu alat kontrol produksi.
Dalam sistem produksi JIT, sistem Kanban didukung oleh hal-hal berikut
(Monden, 2000).
a. Pelancaran produksi
b. Pembakuan pekerja
c. Pengurangan waktu penyiapan
d. Aktivitas perbaikan
e. Rancangan tata ruang mesin
f. Autonomasi
Kanban dalam sistem produksi Just In Time (JIT) mempunyai fungsi-
fungsi sebagai berikut :
a. Memberikan informasi pengambilan dan pengangkatan
b. Memberikan informasi produksi
IV-25
c. Berlaku sebagai perintah kerja yang ditempelkan langsung pada barang
d. Mencegah produk cacat dengan mengenali proses yang membuat cacat.
e. Mengungkap masalah yang ada dan mempertahankan pengendalian
persediaan.
f. Pengendalian visual (visual control)
1) Mencegah terjadinya over production dan kelebihan pengangkutan
karena apabila tidak ada Kanbannya, maka tidak akan memproduksi
dan mengirim barang.
2) Mendeteksi adanya hambatan-hambatan di dalam proses, kita dengan
mudah mendeteksi keadaan sebagai berikut :
a) Bila terjadi penumpukan Kanban pada salah satu proses, berarti
dalam proses terjadi hambatan. Untuk itu diperlukan suatu
penelitian untuk mengetahui penyebabnya sekaligus
pencegahnya.
b) Dalam hal ini proses produksi berhenti karena tidak ada Kanban
pada proses tersebut, ini berarti produksi terlalu cepat dan
penyebabnya harus teliti. Biasanya disebabkan kelebihan tenaga
kerja, tidak seimbangnya antar proses kerja, ada penyimpangan
sistem, Kanban hilang dan lain-lain.
g. Perbaikan proses dan operasi manual.
h. Alat untuk melakukan improvement.
a. Sistem Order Produksi
Sistem order produksi dalam JIT terdiri dari:
1) Sistem order produksi jenis tarik (pulling system)
Sistem tarik ini dapat didefinisikan sebagai suatu sistem kontrol
yang tidak terpusat, dimana jumlah produksi pada setiap tahap proses
ditentukan dari jumlah nyata yang dipakai oleh setiap tahap proses
selanjutnya. Sistem tarik dapat dilihat pada gambar 4.13.
Sistem tarik ini terinspirasi dari supermarket dimana setiap
barang diberi label yang berisikan informasi yang diperlukan. Bila
IV-26
pembeli menghendaki sesuatu barang (pada saat yang diperlukan), ia
akan pergi ke supermarket dan mengambil barang tersebut dalam
jumlah yang diperlukan. Lalu supermarket akan memesan barang
yang baru untuk menggantikan yang telah terjual. Selain itu
supermarket harus menjaga mutu dan harganya.
Pada sistem tarik, tiap proses dianggap sebagai pembeli dari
proses sebelumnya. Dengan menggunakan sistem kanban, tiap proses
mengambil produk yang diperlukan. Lalu proses sebelumnya
memproduksi sejumlah produk yang diambil tersebut, dan juga
menjaga mutu dan faktor ongkos dari produknya.
Gambar 4.13. Sistem order produksi jenis tarik
2) Sistem order produksi jenis dorong (pushing system)
Sistem dorong dapat didefinisikan sebagai suatu sistem pengendalian
produksi dengan suatu fungsi kontrol yang terpusat, seperti
gambar 4.14.
IV-27
Gambar 4.14. Sistem order produksi jenis dorong
Dalam sistem ini pusat kontrol membuat jadwal produksi pada setiap
tahap proses berdasarkan perkiraan permintaan dan informasi
mengenai produk jadi dan setengah jadi, serta perkembangan
produksi pada setiap tahap proses. Dengan makin rumitnya proses
produksi menyebabkan kesulitan untuk mendapatkan informasi
umpan balik dan mengontrol saat dan jumlah produksi secara tepat
sehingga komputer harus digunakan sebagai alat bantu management.
Untuk industri otomotif yang jumlah proses produksinya terlalu
banyak, akan menjadi mahal untuk dikontrol dengan sistem kontrol
terpusat.
b. Fungsi Kanban
Untuk menerapkan konsep kanban secara efektif, perlu dipahami
fungsi utama kanban, yaitu:
1) Kanban sebagai sarana pengendalian produksi
Fungsi pengendalian produksi diperoleh dengan menyatukan
berbagai proses bersama dan mengembangkan suatu sistem yang
just in time, sehingga material, komponen, maupun barang yang
dibutuhkan akan datang pada saat dibutuhkan dan dalam jumlah
IV-28
yang sesuai di seluruh pos kerja pabrik, bahkan sampai
melibatkan pabrik pemasok.
2) Kanban sebagai sarana meningkatkan kegiatan perbaikan
Kegiatan perbaikan juga ditingkatkan melalui penerapan kanban.
Hal ini diterapkan dengan menggunakan pendekatan mengurangi
tingkat persediaan. Tingkat persediaan dapat dikurangi secara
terkendali melalui pengurangan jumlah kanban yang beredar.
c. Persiapan Pra Kanban
Untuk menghindari kesalahan dan kegagalan, perlu persiapan
penerapan kanban. Meskipun berbagai kemungkinan dapat terjadi
pada situasi produksi, pada prinsipnya ada 2 hal pokok yang harus
dipahami, yaitu penjadwalan produksi campur merata (Heijunka,
dalam bahasa Jepang) dan berbagai kegiatan perbaikan yang
berkaitan dengannya. Hal ini dapat dirangkumkan sebagai berikut:
1) Tenaga kerja di bagian penjualan/pemasaran dan bagian produksi
perlu berkumpul secara terkoordinasi guna menentukan jadwal
produksi perakitan akhir, sehingga produksi campur merata dapat
dikembangkan.
2) Dalam mengembangkan lintasan arus produksi di pabrik, lintasan
kanban perlu ditetapkan dan merupakan pencerminan dari arus
produksi. Untuk itu diperlukan penetapan lokasi sehingga tidak
terjadi kerancuan material handling dengan kanban.
3) Untuk mengembangkan arus yang stabil dan menerapkan
produksi campur merata secara menyeluruh, penggunaan kanban
harus dikaitkan dengan lot produksi yang kecil dan peralihan
produksi yang makin kerap terjadi.
4) Kanban paling sesuai untuk memproduksi jenis barang yang
berulangkali di produksi.
5) Untuk jenis produk musiman atau produk yang sedang
dipromosikan, dimana fluktuasi produksi diharapkan akan terjadi,
bagian penjualan harus menginformasikan pada bagian produksi.
IV-29
6) Pada saat tingkat penjualan berubah atau terjadi kegiatan
perbaikan, sistem kanban perlu disesuaikan. Perlu dikaji jumlah
maupun isi tercantum dalam kanban, sehingga kegiatan produksi
dapat dilakukan dengan jumlah persediaan seminimal mungkin.
7) Untuk menggunakan kanban, perlu dilengkapi dengan berbagai
teknik perbaikan dengan mengurangi jumlah kartu kanban. Dalam
hal ini perbaikan tidak berkesudahan.
d. Peraturan Kanban
Setiap sistem mempunyai aturan penggunaan dan metode penerapan
tertentu, begitu juga dengan sistem kanban. Orang-orang yang terlibat
dalam operasi kanban harus memahami dan melatih penerapan aturan
dasarnya. Peraturan tersebut adalah sebagai berikut:
Peraturan 1
Proses berikutnya harus menarik (mengambil) produk yang diperlukan
dari proses sebelumnya dalam jumlah yang diperlukan dan pada saat
yang diperlukan (sesuai dengan yang tercantum dalam kanban).
Syarat penting untuk peraturan pertama ini adalah pelancaran produksi
yaitu produksi harian yang ditingkatkan dan jumlah lot 1 unit,
diperlukan untuk dapat ditarik dengan lancar dari proses sebelumnya.
Sub peraturan yang harus dipenuhi antara lain:
1) Setiap pengambilan tanpa kanban harus dilarang
2) Setiap pengambilan yang lebih besar dari jumlah kanban harus
dilarang
3) Kanban yang harus ditampilkan pada produk fisik.
Peraturan 2
Proses sebelumnya harus memproduksi produk dalam jumlah yang
diambil oleh proses berikutnya.
Jika tidak ada kartu kanban, tidak ada produksi atau pengiriman
material/barang. Jika peraturan pertama dan kedua dipenuhi, berarti
terjadi keseimbangan penentuan waktu produksi antara semua proses.
IV-30
Akibatnya persediaan tiap proses bisa seminimal mungkin. Sub
peraturan yang harus dipenuhi antara lain :
1) Produksi yang lebih besar dari jumlah lembaran kanban harus
dicegah.
2) Kalau berbagai jenis suku cadang akan diproduksi dalam proses
terdahulu, produksinya harus mengikuti urutan asli penyampaian
setiap jenis kanban.
Peraturan 3
Produk yang rusak tidak boleh diteruskan ke proses berikutnya.
Jika suatu produk rusak ditemukan oleh proses berikutnya, maka
proses berikut ini akan menghentikan lininya, karena tidak memiliki
persediaan, dan akan mengirim kembali produk yang rusak ini kepada
proses sebelumnya. Arti cacat bisa diperluas hingga menyangkut kerja
cacat. Kerja cacat adalah suatu pekerjaan yang belum sepenuhnya
dilakukan sehingga muncul hal-hal yang tidak efisien dalam proses
manual, rutin, dan jam kerja. Hal ini tidak efisien mungkin
menyebabkan produksi barang cacat. Karena itu kerja cacat harus
disingkirkan untuk pengambilan lancar dari proses terdahulu. Maka,
standardisasi pekerjaan merupakan syarat penting dari sistem kanban.
Peraturan 4
Jumlah kanban harus sekecil mungkin.
Mengingat jumlah kanban menyatakan persediaan maksimum suatu
suku cadang, maka jumlah ini harus dijaga sekecil mungkin. Toyota
menganggap tambahan tingkat persediaan sebagai asal mula semua
jenis pemborosan. Bagaimana harus menentukan jumlah kanban?
Jumlah kanban bisa dihitung dengan persamaan, dapat dilihat pada
bagian berikut.
Peraturan 5
Sistem kanban harus dipergunakan untuk menyesuaikan dengan
fluktuasi permintaan yang kecil saja (penyetelan produksi dengan
kanban).
IV-31
Penyetelan produksi dengan kanban, mempunyai arti sebagai berikut:
1) Keadaan dimana tidak ada perubahan beban produksi seluruhnya
dalam sehari, tetapi hanya perubahan jenis, tanggal penyerahan,
dan jumlahnya. Dalam hubungan ini, sistem kanban dapat
dianggap sebagai alat yang paling ekonomis untuk suatu sistem
informasi.
2) Keadaan dimana ada perubahan jangka pendek dalam beban
produksi sehari-hari, meskipun jumlah bulanan tetap sama. Untuk
keadaan ini frekuensi gerakan kanban akan ditingkatkan atau
dikurangi. Keadaan dimana ada perubahan permintaan musiman
atau perubahan permintaan bulanan di luar beban yang sudah
ditentukan. Untuk keadaan ini jumlah kanban harus ditambahi atau
dikurangi, dan pada waktu bersamaan semua lini produksi harus
diatur kembali.
e. Menghitung Jumlah Kanban
Formulasi yang digunakan untuk menghitung jumlah kanban adalah
(Tersine, 1994):
Keterangan:
N = Jumlah kanban
D = Permintaan yang diharapkan tiap unit waktu
L = Waktu pesanan (waktu set up + waktu pemrosesan + waktu
tunggu + waktu transport)
Q = Kapasitas wadah (tidak lebih dari 10 % permintaan tiap hari)
A = variabel keamanan (0 a 1)
Contoh:
Berapa jumlah kanban (containers) yang harus dikirim pada stasiun
kerja untuk membuat satu jenis produk pesanan, jika permintaan
sebesar 100 unit per hari? Stasiun kerja beroperasi 8 jam per hari,
IV-32
ukuran container sebesar 25 unit, dan variabel keamanan adalah 0,1.
Waktu set up 28 menit, waktu proses per unit 4 menit, waktu tunggu
170 menit, dan waktu transport 2 menit per container.
Jawab:
f. Jenis Kanban Dan Kegunaannya
Ada 2 jenis kanban yang sering digunakan, yaitu:
1) Kanban pengambilan, menspesifikasikan jenis dan jumlah produk
yang harus diambil dari proses terdahulu oleh proses berikutnya.
Contoh kanban pengambilan dapat dilihat pada gambar 4.15.
Gambar 4.15. Kanban pengambilan
Contoh kanban ini menunjukkan bahwa proses terdahulu yang
membuat suku cadang adalah proses penempaan, dan pembawa
dari proses berikutnya harus pergi ke posisi B-2 pada departemen
penempaan untuk mengambil roda gigi. Proses berikutnya adalah
IV-33
pengerjaan dengan mesin. Tiap kotak berisi 20 unit dan bentuk
kotak adalah B. Kanban ini adalah kanban keempat dari delapan
lembar yang dikeluarkan. Nomor di belakang barang merupakan
singkatan nama barang.
2) Kanban perintah produksi, menspesifikasikan jenis dan jumlah
produk yang harus dihasilkan proses terdahulu. Kanban perintah
produksi sering disebut kanban dalam pengolahan atau secara
sederhana, kanban produksi. Contoh kanban perintah produksi
dapat dilihat pada gambar 4.16.
Gambar 4.16. Kanban perintah produksi
Contoh kanban ini menunjukkan bahwa proses pengerjaan mesin
SB-8 harus menghasilkan poros engkol untuk mobil jenis
SX50BC-150. Poros engkol yang diproduksi harus ditempatkan di
gudang F26-18.
Beberapa jenis kanban yang lain, yaitu:
1) Kanban pemasok, digunakan untuk melaksanakan pengambilan
dari penjual (pemasok suku cadang atau bahan, juga disebut
subkontraktor). Kanban pemasok disebut juga kanban
subkontraktor. Kanban ini berisi perintah yang meminta pemasok
IV-34
atau subkontraktor untuk mengirim suku cadang. Contoh kanban
pemasok dapat dilihat pada gambar 4.17.
Gambar 4.17. Kanban pemasok
Contoh kanban ini digunakan untuk pengiriman dari Sumitomo
Denko (pemasok) ke pabrik Toyota Tsutsumi. Angka 36
menunjukkan stasiun penerima di pabrik. Kawat pintu belakang
yang disampaikan ke stasiun 36 akan dikirimkan ke gudang 3S (8-
3-213). Nomor belakang suku cadang ini adalah 389.
Toyota tidak mempunyai gudang khusus, sehingga tempat
penerima harus ditulis dengan jelas pada kanban ini. Misalnya
siklus penyerahan ditulis 1-6-2, artinya barang ini harus
disampaikan 6 kali sehari dan suku cadang harus disampaikan 2
kali penyerahan kemudian setelah kanban dibawa ke pemasok.
2) Kanban pemberi tanda, untuk menetapkan spesifikasi produksi lot
dalam pengecoran cetakan, pelubang tekan, atau proses tempaan.
Kanban ini ditempelkan pada suatu kotak dalam lot. Kalau
IV-35
pengambilan mencapai kotak yang ditempeli kanban ini, maka
instruksi produksi harus digerakkan.
Ada 2 jenis kanban pemberi tanda, yaitu:
a) Kanban segitiga, dapat dilihat pada gambar 4.18. Contoh
kanban ini memesan proses pengepresan #10 untuk
menghasilkan 500 unit pintu sebelah kiri, bila kotak yang berisi
diambil terus hingga tinggal 2 kotak terakhir, dengan kata lain
titik pesan ulang adalah 2 kotak atau 200 unit pintu sebelah
kiri.
b) Kanban segiempat atau kanban peminta bahan, dapat dilihat
pada gambar 4.18. Contoh kanban ini menunjukkan bahwa bila
2 kotak pintu sebelah kiri dibawa ke lini pengelasan bodi,
proses pengepresan #10 harus pergi ke gudang 25 untuk
mengambil 500 unit lembar baja. Dalam contoh ini, titik pesan
ulang untuk permintaan bahan adalah 3 kotak pintu sebelah
kiri.
Gambar 4.18. Kanban penanda
IV-36
Kerangka klasifikasi berbagai jenis kanban dapat dilihat pada
gambar 4.19.
Gambar 4.19. Kerangka berbagai jenis utama kanban (Monden, 2000)
g. Bagaimana Cara Menggunakan Kanban
Cara menggunakan kanban dapat dilihat pada gambar 4.20.
Gambar 4.20. Langkah-langkah dalam menggunakan kanban
IV-37
Langkah-langkah dalam menggunakan kanban adalah sebagai berikut:
1) Pembawa dari proses berikutnya pergi ke gudang proses terdahulu
dengan kanban pengambilan yang disimpan dalam pos kanban
pengambilan (yakni, kotak atau berkas penerima) bersama palet
kosong (peti kemas) yang ditaruh di atas forklift atau jip. Ia
melakukannya secara teratur pada waktu yang telah ditentukan.
2) Bila pembawa proses berikutnya mengambil suku cadang di
gudang A, pembawa itu melepaskan kanban perintah produksi
yang dilampirkan pada unit fisik dalam palet (perhatikan bahwa
tiap palet mempunyai 1 lembar kanban). Ia juga meninggalkan
palet kosong di tempat yang ditunjuk oleh orang yang ada pada
proses terdahulu.
3) Untuk tiap kanban perintah produksi yang dilepaskannya, di
tempat itu ia menempelkan satu kanban pengambilan. Ketika
menukarkan kedua jenis kanban itu, dengan hati-hati ia
membandingkan kanban pengambilan dengan kanban perintah
produksi untuk melihat konsistensinya.
4) Bila pekerjaan dimulai pada proses berikutnya, kanban
pengambilan harus ditaruh dalam pos kanban pengambilan.
5) Pada proses terdahulu, kanban perintah produksi harus
dikumpulkan dari pos penerima kanban pada waktu tertentu atau
bila sejumlah unit telah diproduksikan dan harus ditempatkan
dalam pos kanban perintah produksi dengan urutan yang sama
dengan urutan penyobekan kanban di gudang A.
6) Menghasilkan suku cadang sesuai dengan urutan nomor kanban
perintah produksi di dalam pos.
7) Ketika diolah, unit fisik dan kanban itu harus bergerak secara
berpasangan.
8) Bila unit fisik diselesaikan dalam proses ini, unit ini dan kanban
perintah produksi ditaruh dalam gudang A, sehingga pembawa dari
proses berikutnya dapat mengambil kapan saja.
IV-38
Rantai 2 kanban semacam ini harus selalu ada dalam banyak proses
terdahulu. Akibatnya, setiap proses akan menerima jenis unit yang
diperlukan, dalam jumlah yang diperlukan, dan pada waktu yang
diperlukan, sehingga Just In Time (JIT) yang ideal dapat dicapai dalam
setiap proses. Rantai kanban akan membantu mencapai pengimbangan
lini agar tiap proses menghasilkan keluaran yang sesuai dengan waktu
siklus (gambar 4.21).
Gambar 4.21. Rantai kanban
h. Dua Metode Penggunaan Kanban Perintah Produksi
Cara pertama, penggunaan kanban perintah produksi diperlihatkan
pada gambar 4.22. Cara ini digunakan bila akan mengeluarkan banyak
lembaran kanban perintah produksi. Tiap lembar kanban berkaitan
dengan kapasitas peti kemas. Produksi dilakukan sesuai dengan urutan
pelepasan kanban dari petinya. Bila terdapat banyak jenis suku cadang,
kanban diedarkan dengan cara yang digambarkan pada gambar 4.22.
Kotak yang telah digolongkan dalam pos kanban dan label yang telah
digolongkan di gudang barang jadi juga diperlihatkan.
IV-39
Gambar 4.22. Urutan berbagai jenis kanban
Cara kedua, menggunakan 1 lembar kanban pemberi tanda, seperti
pada gambar 4.18. Sebagai contoh dalam bagian pengepresan, jumlah
produksi demikian besar dan kecepatan produksi demikian besar,
sehingga kanban pemberi tanda digunakan. Kanban pemberi tanda
dapat ditempelkan pada tepi suatu palet. Di gudang, kanban ini harus
ditempelkan pada posisi titik pemesanan ulang. Bila barang diambil
dan palet dipungut, kanban pemberi tanda harus dipindahkan ke pos
perintah titik pemesanan ulang. Bila kanban dipindahkan ke pos
pengiriman, operasi akan dimulai.
Sesuai dengan sistem titik pesanan, bila titik pemesanan ulang dan
ukuran lot telah ditentukan, tidak perlu mencemaskan perencanaan
produksi harian dan tindak lanjutnya. Cukup mengawasi penetapan
waktu pemesanan saja. Penetapan waktu ini secara otomatis jelas bila
IV-40
menggunakan kanban segitiga untuk pemesanan produksi dan kanban
empat persegi panjang untuk perintah permintaan bahan.
D. Model CONWIP dalam Work In Process (WIP)
CONWIP (Constant Work In Process) adalah gabungan dari sistem tarik
dan sistem dorong. Sebuah sistem dorong menyatakan produksi untuk
mengantisipasi permintaan yang akan datang, ini adalah suatu pendekatan
pada sistem tarik sistem kanban bekerja dengan sangat baik dengan aliran
yang seragam, stabil untuk mengembangkan suatu sistem yang memproses
manfaat sistem tarik, tetapi dapat digunakan dalam variasi yang lebih luas
pada lingkungan manufakturing.
Beberapa analisa teori menunjukkan bahwa CONWIP akan dihasilkan
dalam level WIP (Work In Process) yang lebih rendah dari pada sistem
kanban secara keseluruhan yang sama.
Perbedaan antara kanban dan sistem kanban dan sistem CONWIP
menggunakan daftar simpanan untuk menyatakan bagian jumlah
rangkaiannya.
1. Dalam CONWIP, kartunya digabungkan dengan semua bagian yang
dihasilkan dalam satu jalur daripada jumlah bagian individu.
2. Dalam CONWIP, pekerjaannya di dorong antara stasiun-stasiun kerja
dalam satu rangkaian, stasiun-stasiun kerja itu telah disahkan oleh satu
kartu untuk memulainya pada permulaan garis.
E. Rangkuman
1. Sistem produksi tepat waktu (Just In Time) adalah sistem produksi atau
sistem manajemen fabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaan-
perusahaan Jepang yang pada prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis
barang yang diminta sejumlah yang diperlukan dan pada saat dibutuhkan
oleh konsumen.
2. Konsep dasar JIT adalah sistem produksi Toyota, yaitu suatu metode
untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat adanya gangguan dan
IV-41
perubahan permintaan, dengan cara membuat semua proses dapat
menghasilkan produk yang diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan
dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.
3. Terdapat empat konsep pokok yang harus dipenuhi dalam melaksanakan
Just In Time (JIT): produksi Just In Time (JIT), autonomasi, tenaga kerja
fleksibel, dan berpikir kreatif serta menampung saran-saran karyawan.
4. Elemen-elemen dalam JIT meliputi: pengurangan waktu set up, aliran
produksi lancar (layout), produksi tanpa kerusakan mesin, produksi tanpa
cacat, peranan operator, hubungan yang harmonis dengan pemasok,
penjadwalan produksi stabil dan terkendali, dan sistem kanban.
5. Sistem order produksi dalam JIT terdiri dari sistem order produksi jenis
tarik (pulling system), dan sistem order produksi jenis dorong (pushing
system).
6. CONWIP (Constant Work In Process) adalah gabungan dari sistem tarik
dan sistem dorong. Sebuah sistem dorong menyatakan produksi untuk
mengantisipasi permintaan yang akan datang, ini adalah suatu pendekatan
pada sistem tarik sistem kanban bekerja dengan sangat baik dengan aliran
yang seragam, stabil untuk mengembangkan suatu sistem yang memproses
manfaat sistem tarik, tetapi dapat digunakan dalam variasi yang lebih luas
pada lingkungan manufakturing.
F. Bahan Acuan
1. Fogarty, Donald W., Blackstone Jr., John H.;Hoffmann, Thomas R., 1991, Production & Inventory Management, 2nd Edition., South-Western Publishing Co.
2. Monden, Yasuhiro, 2000, Sistem Produksi Toyota-Suatu Ancangan Terpadu Untuk Penerapan Just-In-Time, 1.II jilid, terjemahan Edi Nugroho, Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
3. Smith, Spencer B., 1994, Computer Based Production and Inventory Control, Prentice-Hall.
4. Tersine, Richard J., 1994, Principle of Inventory and Materials Management, 4th Edition, Prentice Hall.
5. Waters, C.D.J., 2003, Inventory Control and Management, 2nd Edition, John Wiley & Sons.
IV-42