bab iv hasil dan pembahasan -...

18
26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Perairan Stasiun Pengamatan Berdasarkan pengamatan di lapangan kondisi perairan pada setiap stasiun pengamatan dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Stasiun I terletak di koordinat 00 0 59’ 43.9” LU dan 104 0 38’ 40.7” BT dimana pada wilayah ini cukup dekat pemukiman warga yang kurang padat penduduk namun terdapat aktivitas penambangan pasir dan konstruksi pembangunan dermaga. Stasiun ini memiliki substrat berjenis pasir lumpuran yang mana disekitar wilayah tersebut terdapat dermaga dan tambak ikan yang berjarak ± 200 meter dari stasiun ini. Topografi pada perairan ini merupakan jenis perairan dangkal. 2. Stasiun II terletak di teluk dengan pemukiman nelayan yang padat penduduk di koordinat 00 0 59’ 11.4” LU dan 104 0 38’ 8.2” BT. Stasiun ini memiliki substrat jenis lumpur kehitaman yang juga merupakan daerah ekosistem mangrove dan dekat dengan muara Sungai Kawal. 3. Stasiun III terletak cukup jauh dari stasiun I dan II dengan koordinat 01 0 01’ 21.0” LU dan 104 0 39’ 33.2” BT. Stasiun ini memiliki substrat jenis pasir pecahan kerang dengan perairan yang cukup dalam dimana tempat ini dipakai sebagai objek wisata. 4.2 Kondisi Lingkungan Perairan 4.2.1 Suhu dan Salinitas Suhu air laut di perairan Bintan Timur pada bulan Mei 2013 menunjukkan nilai yang beragam. Suhu lapisan permukaan bervariasi antara 30°C - 33°C. Berdasarkan Peta Oseanografi Wilayah Perairan Indonesia (BRKP 2002) temperatur air permukaan di perairan sekitar Bintan, pada Musim Barat (Desember Februari) berkisar 27 28 o C, Musim Peralihan dari Barat ke Timur (Maret - Mei) 29 29,5 o C, Musim Timur (Juni - Agustus) 31 31,5 o C, Musim Peralihan dari Timur ke Barat (September - November) 29 29,5 o C. Perbedaan

Upload: lammien

Post on 20-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090080_4_5196.pdf · Stasiun III terletak cukup jauh dari stasiun I dan II dengan koordinat

26

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Perairan Stasiun Pengamatan

Berdasarkan pengamatan di lapangan kondisi perairan pada setiap stasiun

pengamatan dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Stasiun I terletak di koordinat 000 59’ 43.9” LU dan 104

0 38’ 40.7” BT

dimana pada wilayah ini cukup dekat pemukiman warga yang kurang padat

penduduk namun terdapat aktivitas penambangan pasir dan konstruksi

pembangunan dermaga. Stasiun ini memiliki substrat berjenis pasir lumpuran

yang mana disekitar wilayah tersebut terdapat dermaga dan tambak ikan yang

berjarak ± 200 meter dari stasiun ini. Topografi pada perairan ini merupakan

jenis perairan dangkal.

2. Stasiun II terletak di teluk dengan pemukiman nelayan yang padat penduduk

di koordinat 000 59’ 11.4” LU dan 104

0 38’ 8.2” BT. Stasiun ini memiliki

substrat jenis lumpur kehitaman yang juga merupakan daerah ekosistem

mangrove dan dekat dengan muara Sungai Kawal.

3. Stasiun III terletak cukup jauh dari stasiun I dan II dengan koordinat 010 01’

21.0” LU dan 1040 39’ 33.2” BT. Stasiun ini memiliki substrat jenis pasir

pecahan kerang dengan perairan yang cukup dalam dimana tempat ini dipakai

sebagai objek wisata.

4.2 Kondisi Lingkungan Perairan

4.2.1 Suhu dan Salinitas

Suhu air laut di perairan Bintan Timur pada bulan Mei 2013 menunjukkan

nilai yang beragam. Suhu lapisan permukaan bervariasi antara 30°C - 33°C.

Berdasarkan Peta Oseanografi Wilayah Perairan Indonesia (BRKP 2002)

temperatur air permukaan di perairan sekitar Bintan, pada Musim Barat

(Desember – Februari) berkisar 27 – 28 oC, Musim Peralihan dari Barat ke Timur

(Maret - Mei) 29 – 29,5 oC, Musim Timur (Juni - Agustus) 31 – 31,5

oC, Musim

Peralihan dari Timur ke Barat (September - November) 29 – 29,5 oC. Perbedaan

Page 2: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090080_4_5196.pdf · Stasiun III terletak cukup jauh dari stasiun I dan II dengan koordinat

27

data lapangan yang didapat dengan data BRKP berbeda cukup jauh hal ini

dipengaruhi oleh lokasi pengambilan data di dekat pesisir.

Gambar 1. Peta Sebaran Suhu Permukaan di Perairan Bintan Timur

Pada gambar 6 terlihat penurunan suhu pada Stasiun I dan III dimana

penurunan suhu ini dipengaruhi oleh kedalaman perairan yang setiap sub

stasiunnya semakin dalam yaitu 2 meter, 5 meter, dan 8 meter. Kisaran perbedaan

suhu air laut di perairan Bintan Timur dalam penelitian bulan Mei pada Stasiun II

adalah sekitar 1°C, dimana terjadi peningkatan suhu pada kedalaman 5 meter.

Perbedaan suhu tersebut masih tergolong kecil karena kurang dari 2°C dan

termasuk dalam batas normal variasi nilai suhu air laut pada perairan laut dangkal.

Nilai suhu air maksimum dalam penelitian berkisar 33°C yang dijumpai

pada lapisan permukaan di stasiun I, dimana pengamatan dilakukan pada pagi hari

menjelang siang dalam kondisi air laut dari pasang menuju surut. Menurut Wyrtki

(1961), tingginya suhu permukaan laut di Indonesia disebabkan oleh posisi

geografis Indonesia yang terletak di wilayah ekuator yang merupakan daerah

penerima panas matahari yang banyak, dimana suhu tertinggi terjadi pada bulan

April-Mei. Sementara nilai rata-rata suhu air laut pada kedalaman 2 meter adalah

31.7oC, kedalaman 5 meter adalah 31.4

oC, dan kedalaman 8 meter adalah 30.9

oC

Page 3: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090080_4_5196.pdf · Stasiun III terletak cukup jauh dari stasiun I dan II dengan koordinat

28

sedangkan nilai suhu minimum berkisar 30°C yang diperoleh di Stasiun III lebih

kecil dibandingkan stasiun lain, hal ini disebabkan karena pengambilan data

diambil pada saat pasang yang membuat suhu air laut di Stasiun ini menurun.

Dengan demikian ini menjadi suatu indikasi bahwa suhu air laut merupakan

fungsi dari intensitas radiasi sinar matahari. Menurut Kinne (1971) menyatakan

bahwa suhu air yang berkisar antara 33-400C merupakan suhu kritis bagi

kehidupan makrozoobenthos dan dapat menyebabkan kematian. Selanjutnya

menurut Setiobudiandi (1997) suhu yang baik untuk kehidupan organisme atau

biota laut daerah tropis berkisar antara 25-320C. Hal ini menandakan bahwa suhu

perairan di Bintan Timur masih termasuk dalam batas toleransi yang baik untuk

kehidupan makrozoobenthos.

Salinitas permukaan air laut hasil pengukuran di perairan Bintan Timur

memperlihatkan kisaran 25 – 33 ppt. Berdasarkan Peta Oseanografi Wilayah

Perairan Indonesia (BRKP 2002) salinitas air permukaan di perairan sekitar

Bintan, pada Musim Barat (Desember – Februari) berkisar 32.5 – 32.8 ppt, Musim

Peralihan dari Barat ke Timur (Maret - Mei) 32 – 32.5 ppt, Musim Timur (Juni -

Agustus) 31 – 31.5 ppt, Musim Peralihan dari Timur ke Barat (September -

November) 32 – 32.5 ppt. Hasil menunjukkan perbedaan salinitas di perairan ini

cukup signifikan antara stasiun I, II, dan III. Distribusi nilai salinitas di suatu

perairan dipengaruhi oleh penguapan, jumlah air tawar yang masuk ke perairan

adalah berupa "run-off" atau aliran permukaan, pasang surut air laut, curah hujan

dan musim (Bowden 1980). Hal ini menjelaskan perbedaan salinitas dipengaruhi

oleh banyaknya aliran air tawar yang terdapat di setiap stasiun. Rata-rata salinitas

air laut pada setiap stasiun I adalah 32.6 ppt, stasiun II adalah 25.4 ppt, dan

stasiun III adalah 31.3 ppt. Untuk stasiun I dan III salinitas masih berada di batas

normal untuk variasi nilai salinitas air laut pada perairan laut dangkal. Sementara

untuk Stasiun II menunjukkan nilai salinitas minimum yaitu 25.4 ppt. Rendahnya

salinitas di stasiun ini disebabkan oleh lokasinya yang dekat dengan muara Sungai

Kawal dimana pada daerah ini juga banyak terdapat ekosistem mangrove dan

tidak lebih dari 500 meter dapat dijumpai pemukiman warga nelayan yang hidup

di rumah panggung. Ihlas (2001) menyatakan bahwa salinitas yang ditolerir oleh

Page 4: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090080_4_5196.pdf · Stasiun III terletak cukup jauh dari stasiun I dan II dengan koordinat

29

makrozoobentos dalam hidup dan kehidupannya berkisar antara 30 – 35 ppt. Oleh

karena itu, pada Stasiun II hanya ditemukan sedikit makroozoobenthos

dibandingkan pada Stasiun I dan III, karena tidak sesuai dengan kriteria hidupnya.

Berdasarkan data informasi pasut, waktu pengukuran di stasiun ini menunjukkan

laut dalam kondisi menuju surut yang artinya ada aliran air tawar yang masuk ke

perairan ini. Sebaran salinitas permukaan lihat pada Gambar 7.

Gambar 2. Peta Sebaran Salinitas di Perairan Bintan Timur

Rendahnya salinitas di daerah ini diduga karena terjadinya percampuran

massa air laut dengan air tawar yang berasal dari daratan. Sumber massa air tawar

di sini diduga berasal dari daratan oleh aliran permukaan seperti aliran sungai

yakni Sungai Kawal. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Dudgeon (2006)

menyatakan bahwa distribusi dan kelimpahan benthos laut berhubungan dengan

salinitas, kandungan bahan organik dan fraksi liat serta lumpur dari sedimen.

Perairan muara sungai, salinitas merupakan faktor penentu yang membatasi

penyebaran makrozoobenthos yang hidup di air tawar, air payau dan air laut.

Perubahan kondisi perairan seperti suhu dan salinitas mempengaruhi kehidupan

populasi bentos dibawahnya, bentos senantiasa akan mengikuti arus yang

membawa suhu dan salinitas yang sesuai dengan kriteria hidupnya ke suatu

perairan dimana perairan tersebut juga banyak terkandung bahan organik.

Page 5: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090080_4_5196.pdf · Stasiun III terletak cukup jauh dari stasiun I dan II dengan koordinat

30

4.2.2 Substrat

Faktor utama yang menentukan penyebaran makrozoobenthos adalah

substrat perairan yang berupa pasir, tanah liat dan debu juga kerikil dan bebatuan,

komposisi tersebut menentukan jenis dari makrozoobenthos. Berdasarkan hasil

sampling di dapat data pada Tabel 6 (Contoh hasil analisis besar butir terdapat

pada Lampiran 4).

Tabel 6. Jenis Substrat Pada Setiap Stasiun Berdasarkan Skala Wentworth

(Lampiran 5)

Stasiun Jenis Fraksi (%)

Kerikil Pasir Lumpur

I 5 70.62 19.66

II 4.89 68.87 23.77

III 9.4 74.82 15.36

(Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Sedimentografi Institut Teknologi

Bandung)

Dari hasil analisis besar butir, didapat bahwa presentase fraksi tertinggi di

setiap stasiun adalah pasir. Presentase fraksi pasir tertinggi terdapat di Stasiun III

yaitu sebesar 74.82 %, sedangkan terendah terdapat di Stasiun II yaitu sebesar

68.87 %. Jenis sedimen merupakan salah satu faktor yang menentukan

penyebaran jenis hewan bentos hidup. Hasil fraksi dan tekstur substrat berupa

pasir menunjukkan presentasi fraksi yang paling besar dibandingkan dengan

ukuran partikel sedimen lain. Nybakken (1992) menyatakan bahwa pasir memiliki

kapasitas penahan nutrien dan air yang tidak terlalu baik namun infiltrasi dan

aerasi yang baik. Banyaknya hewan benthos yang hidup di substrat pasir

menunjukkan bahwa substrat jenis ini cukup baik dalam berkolerasi terhadap

sirkulasi air yang mengatur kelembaban dan mengsuplai oksigen serta nutrien.

Pada tiga stasiun memiliki dominan substrat yang sama berupa substrat

berpasir, namun terdapat perbedaan pada saat penelitian di lapangan yang diamati

secara visual yaitu Stasiun I yang merupakan ekosistem lamun dengan kerapatan

jarang memiliki substrat pasir berlumpur, Stasiun II substrat dasarnya rata-rata

berupa lumpur, dimana disebabkan oleh sedimentasi yang terjadi oleh pengadukan

Page 6: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090080_4_5196.pdf · Stasiun III terletak cukup jauh dari stasiun I dan II dengan koordinat

31

lokal, dan/atau hasil endapan TSS yang tertranspor dari lokasi lain, sedangkan

Stasiun III memiliki substrat pasir dengan banyaknya pecahan kerang dan kerikil.

Kebanyakan bentos mengubur diri dalam substrat berpasir karena hampir

seluruh materi organik diimpor banyak terdapat di dalam substrat pasir. Perairan

yang memiliki substrat berpasir tanpa adanya bebatuan ataupun ekosistem

terumbu karang tidak menyediakan tempat yang tetap untuk melekat bagi

organisme, karena aksi gelombang secara terus menerus menggerakkan partikel

substrat.

4.2.3 Kedalaman

Selama pengamatan didapatkan data rata-rata kedalaman di perairan

Bintan Timur berkisar antara 2 meter hingga 8 meter seperti yang telah

ditentukan. Kedalaman yang bervariasi diperoleh dari Stasiun II, dimana pada

stasiun ini memiliki sedimen berjenis lumpur sehingga cukup sulit menentukan

kedalaman menggunakan tali penduga. Nilai kedalaman pada setiap stasiun dapat

berbeda disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya perbedaan kontur dari

dasar perairan. Semakin dekat dengan laut, kedalaman semakin tinggi. Semakin

banyak masukan dari daratan yang mengalirkan air yang membawa partikel

sedimen berakibat terjadinya pendangkalan di suatu perairan.

Pada umumnya beberapa jenis makrozoobenthos dapat ditemukan pada

kedalaman yang berbeda (Odum 1993). Makrozoobenthos yang hidup di daerah

dangkal memiliki karakteristik habitat yang lebih besar, sehingga cenderung

beranekaragam jenisnya, karena penetrasi cahaya matahari mencapai dasar pada

perairan yang dangkal. Kedalaman suatu perairan merupakan salah satu faktor

yang membatasi kecerahan perairan. Menurut Setiobudiandi (1997) kedalaman

perairan akan mempengaruhi jumlah jenis, jumlah individu dan biomass

organisme makrozoobenthos, selain itu dapat juga mempengaruhi pola distribusi

atau penyebaran makrozoobenthos.

Page 7: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090080_4_5196.pdf · Stasiun III terletak cukup jauh dari stasiun I dan II dengan koordinat

32

4.2.4 Arus

Kecepatan arus di perairan ini menunjukkan nilai kecepatan yang

bervariasi berkisar antara 0.01 - 0.026 m/s dengan nilai rata-rata 0.017 m/s.

Berdasarkan penelitian pemodelan pola arus laut permukaan di perairan Indonesia

menggunakan data satelit altimetri Jason-1 yang dilakukan oleh Widyastuti dkk

(2010) menyatakan bahwa selama kurun tahun 2002-2009, wilayah perairan

Indonesia yang rata-rata memiliki arus kuat yakni di Laut Maluku dan Selat

Karimata dengan kecepatan hingga >1200 cm/s. Dari hasil perhitungan selama

tahun 2002-2009 di dapatkan bahwa yang rata-rata memiliki arus lemah yakni di

Laut Jawa, perairan selatan Pulau Jawa dan Laut Sulawesi dengan kisaran

kecepatan arus laut yang kecil yakni sebesar 0–400 cm/s. Dari hasil perhitungan

didapatkan rata-rata kecepatan arus laut permukaan di perairan Indonesia tahun

2002-2009 berada pada kisaran 450-550 cm/s.

Gambar 3. Peta Kedalaman di Perairan Bintan Timur

Page 8: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090080_4_5196.pdf · Stasiun III terletak cukup jauh dari stasiun I dan II dengan koordinat

33

Berdasarkan data pasang surut yang di plot dalam bentuk grafik (Gambar

9), kondisi arus permukaan perairan Bintan Timur lebih dibangkitkan oleh pasang

surut tipe Campuran Cenderung Semidiurnal yaitu saat air pasang/surut penuh dan

tidak penuh terjadinya dua kali dalam sehari (Pranowo dkk 2003). Jika

dibandingkan dengan pola arus yang terjadi di Bintan Timur, kecepatannya masih

tergolong sangat kecil. Kecilnya arus di perairan ini mungkin disebabkan oleh

jenis perairan yang dangkal dan dikelilingi oleh pulau-pulau kecil yang berada

disekitarnya. Terdapat 4 pulau kecil yang tersebar di sekitar Pulau Bintan Timur,

keberadaan pulau kecil ini mempengaruhi arus pada daerah tersebut. Arus kuat

yang masuk melalui Selat Singapura menjadi lemah saat masuk menuju tenggara

pulau Bintan Timur karena terhalang oleh pulau-pulau kecil di daerah tersebut.

Gambar 4. Grafik Pasang Surut (TMD) Berdasarkan Waktu Pengukuran Arus di

Perairan Bintan Timur

Page 9: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090080_4_5196.pdf · Stasiun III terletak cukup jauh dari stasiun I dan II dengan koordinat

34

Secara keseluruhan arah arus di sekitar perairan Pulau Bintan Timur

cenderung beragam. Di stasiun I kecepatan arus bervariasi antara 0.01 - 0.026 m/s,

dimana stasiun terletak di Bintan Timur bagian Tenggara. Pada stasiun dua dan

tiga rata-rata memiliki kecepatan arus sebesar 0.01 - 0.023 m/s. Untuk arah arus

saat menjelang pasang cenderung menuju utara, sedangkan arah arus saat

menjelang surut cenderung menuju timur laut. Pola arah arus menunjukkan bahwa

arus di perairan ini dipengaruhi oleh arus pasang surut. Perairan di bagian Timur

Bintan pada Stasiun I merupakan perairan yang arusnya lebih kuat dibandingkan

stasiun II dan III. Selain memiliki arus yang kuat, Stasiun I juga ditemukan

banyak terdapat makrozoobenthos sebanyak 67 total individu dari 17 genus yang

ditemukan di tiga stasiun berbeda. Tingginya kecepatan di Stasiun ini disebabkan

oleh kuatnya angin yang bertiup dari arah laut ke darat dan sebaliknya pada saat

pengambilan data. Kecepatan arus berpengaruh terhadap distribusi biota yang

relatif menetap di perairan, yaitu bentos (Siegel 2003). Hal ini berdampak secara

tidak langsung pada makrozoobenthos karena semakin besar kecepatan arus maka

akan terjadi kekeruhan (Nybakken 1992). Selanjutnya Dudgeon (2006)

menyatakan bahwa kondisi air yang keruh kurang disukai oleh hewan bentik.

Arus yang sedang lebih disukai benthos karena dapat membawa asupan bahan

Gambar 5. Kecepatan Arus Permukaan Setiap Stasiun

Page 10: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090080_4_5196.pdf · Stasiun III terletak cukup jauh dari stasiun I dan II dengan koordinat

35

organik sebagai makanan bentos dibandingkan arus kuat dan lemah yang

menyulitkan bentos dalam memperolah makanan. Kondisi ini dilihat pada hasil

pengukuran di bagian timur perairan Bintan, interval kecepatan arus di Stasiun I

dengan Stasiun II dan III adalah 0.003 m/s. Jika dibandingkan dengan arus di

perairan Selat Malaka pada pengamatan bulan September 2001, maka arus

temporal di sekitar Bintan Timur relatif lebih lemah. Menurut Nurhayati (2002)

menyatakan bahwa selat Malaka memiliki rata-rata kecepatan arus sekitar 42.7

cm/det yang masuk ke kepulauan Riau melalui Selat Singapura, sehingga arus

yang masuk di perairan ini tergolong kecil karena terhalang oleh pulau-pulau kecil

yang berada di sekitar Selat Singapura.

(i) (ii)

Gambar 6. Pola Arus Permukaan di Perairan Bintan Timur berdasarkan : (i) Arus

saat menjelang surut dan (ii) Arus saat menjelang pasang

Pola pergerakan air menjelang surut pada gambar diatas menunjukkan

secara dominan arus bergerak dari arah Utara menuju Selatan dan sebagian kecil

berbelok ke selatan menuju Teluk Kawal, lokasi stasiun II. Utara Pulau Bintan

berbatasan langsung dengan Selat Singapura yang membawa arus kuat ke perairan

ini sedangkan selatan Pulau Bintan berbatasan langsung dengan Selat Karimata.

Pola pergerakan air menjelang pasang, arus secara dominan bergerak dari arah

Page 11: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090080_4_5196.pdf · Stasiun III terletak cukup jauh dari stasiun I dan II dengan koordinat

36

utara, timur, dan tenggara menuju barat. Pada saat menjelang surut terdapat angin

yang bertiup cukup kuat di perairan ini, namun pada saat menjelang pasang angin

cenderung lemah. Oleh sebab itu kecepatan arus menjelang surut lebih tinggi

dibandingkan arus menjelang pasang. Meskipun kecepatan arus menjelang pasang

lebih tinggi daripada kecepatan arus menjelang surut namun tidak terdapat

perbedaan yang cukup signifikan terhadap kecepatan arus menjelang surut

maupun menjelang pasang.

4.2.5 Komposisi Makrozoobenthos

4.2.5.1 Kelimpahan Makrozoobenthos

Berdasarkan hasil pengambilan sampel di perairan Bintan Timur tercatat

76 individu dengan 17 genus yang tersebar di tiga titik stasiun (Tabel 7 dan

Lampiran 3). Walaupun jenisnya cukup beragam namun jumlah ini tergolong

sedikit untuk kondisi perairan seperti Bintan Timur. Kisaran jumlah species yang

ditemukan pada setiap stasiun adalah 23 species. Kebanyakan ditemukan species

dari Kelas Bivalvia dan Gastropoda yang banyak terdapat di Stasiun I dan III.

Pada Stasiun I ditemukan 64 individu dari 11 genus yang didominansi oleh

gastropoda. Banyaknya jumlah individu yang ditemukan pada stasiun I

dikarenakan oleh substrat perairan yang merupakan substrat pasir berlumpur dan

merupakan ekosistem padang lamun sehingga persediaan makanan seperti

plankton dan tumbuhan banyak di jumpai di stasiun ini. Hal ini dinyatakan oleh

Fuller (1979) menyatakan bahwa mayoritas makrozoobenthos lebih suka hidup

pada sedimen lumpur hingga pasir. Selain memiliki substrat yang baik untuk

makrozoobenthos suhu pada stasiun I yaitu 30.80C dengan salinitas yang

mencapai 30 ppt baik untuk kehidupan makrozoobenthos. Pada Stasiun II hanya

ditemukan 4 individu dengan 4 genus berbeda yang merupakan kelas Gastropoda.

Sedikitnya jumlah individu yang ditemukan pada stasiun II dikarenakan oleh

substrat perairan yang merupakan substrat berlumpur dengan tingkat kekeruhan

yang tinggi. Hal ini dinyatakan oleh Ramli (1989) menyatakan substrat berupa

lumpur biasanya mengandung sedikit oksigen dan karena itu organisme yang

hidup didalamnya harus dapat beradaptasi pada keadaan seperti ini. Oleh sebab

Page 12: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090080_4_5196.pdf · Stasiun III terletak cukup jauh dari stasiun I dan II dengan koordinat

37

itu, bentos yang ditemukan di Stasiun II merupakan bentos yang mampu

beradaptasi dengan lingkungan perairan. Walaupun memiliki suhu yang

menunjang kehidupan benthos yaitu 31.70C namun memiliki salinitas terendah

yaitu 27.7 ppt yang menghambat pertumbuhan makrozoobenthos, sehingga

keruhnya perairan serta rendahnya salinitas akibat adanya masukan air tawar dari

Sungai Kawal merupakan penyebab sedikitnya benthos ditemukan di perairan ini.

Bentos yang ditemukan di Stasiun III tidak berbeda jauh dengan Stasiun II yaitu

sebanyak 8 individu dengan 5 genus. Walaupun memiliki suhu yang menunjang

kehidupan makrozoobenthos yaitu 32.30C namun pada stasiun ini memiliki

substrat jenis pasir pecahan kerang dengan salinitas 29 ppt yang kurang disukai

makrozoobenthos. Seperti yang dilansirkan oleh Hidayah (2003) bahwa substrat

pasir memiliki rongga udara, sehingga pasokan oksigen dari kolom perairan

menjadi lancar dan ketersediaan oksigen cukup tinggi. Substrat jenis ini sulit

untuk mengakumulasi masukan bahan organik.

Baik gastropoda maupun bivalvia merupakan kelas yang paling banyak

ditemui di perairan ini, ada juga ditemukan beberapa cacing jenis Haplotaxis sp di

Stasiun III. Cacing ini hidup di perairan bersubstrat jenis pasir pecahan kerang.

Untuk jenis Rhinoclavis sp dan Vanikoro sp dari kelas Gastropoda, merupakan

jenis yang banyak ditemukan di perairan ini khususnya di Stasiun I yang

merupakan ekosistem padang lamun (Gambar 12). Identifikasi makrozoobenthos

yang ditemukan dapat dilihat di Tabel 7.

(i) (ii) (iii)

Gambar 12. Makrozoobenthos yang banyak ditemukan jenis : (1) Rhinoclavis

sp dari kelas gastropoda, (ii) Vanikoro sp dari kelas gadtropoda, dan (iii)

Haplotaxis sp dari kelas oligochaeta

Page 13: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090080_4_5196.pdf · Stasiun III terletak cukup jauh dari stasiun I dan II dengan koordinat

38

Tabel 7. Identifikasi Makrozoobenthos (Lampiran 3)

No. Jenis Sub Stasiun

1.1 1.2 1.3 2.1 2.2 2.3 3.1 3.2 3.3

1 Murex sp 1

2 Cerithidea sp 1

3 Polinices sp 1 1

4 Trachycardium sp 1

5 Anodontia sp 1

6 Exotica sp 1

7 Gafrarium sp 1 1

8 Scapharca sp 1

9 Rhinoclavis sp 11

10 Cerithium sp 9

11 Codakia sp 1

12 Semele sp 4 1 1

13 Dosinia sp 1

14 Nerita sp 4

15 Pictoneritina sp 8

16 Vanikoro sp 23

17 Haplotaxis sp 3

Total 64 4 5 3

Stasiun I dan III merupakan daerah padang lamun yang banyak dijumpai

organisme benthos hal ini karena lamun digunakan sebagai perlindungan dan

persembunyian dari predator dan kecepatan arus yang tinggi juga merupakan

sumber bahan makanan sehingga kelimpahan makrozoobenthos di perairan ini

berkisar 3377.78 ind/m2 dari total 76 individu yang ditemukan.

4.2.5.2 Kelimpahan Relatif Makrozoobenthos

Distribusi, keanekaragaman dan kelimpahan makrozoobenthos berbeda-

beda tergantung faktor-faktor lingkungan yang ada (Winarno dkk 2000).

Kelimpahan spesies bentos sangat bervariasi berdasarkan kondisi perairan pada

saat itu. Pada Gambar 13 merupakan hasil pengolahan kelimpahan

makrozoobenthos di perairan Bintan Timur.

Page 14: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090080_4_5196.pdf · Stasiun III terletak cukup jauh dari stasiun I dan II dengan koordinat

39

Gambar 73. Kelimpahan Makrozoobenthos Setiap Stasiun

Pada stasiun I jumlah dari individu makrozoobentos ditemukan 64

individu dengan kelimpahan 2844,44 individu/m2. Jumlah ini tergolong banyak

jika dibandingkan dengan kelimpahan yang ditemukan pada Stasiun II sebesar

177,78 individu/m2

dan Stasiun III sebesar 355,56 individu/m2. Stasiun I yang

terletak di tenggara Bintan timur memiliki substrat pasir berlumpur dan ditumbuhi

lamun memiliki kelimpahan makrozoobenthos terbesar dibandingkan stasiun II

dan III dengan genus terbanyak Vanikoro sp dari kelas gastropoda sebanyak 23

individu. Dilihat dari karakeristik stasiun I dan III merupakan habitat yang cocok

untuk benthos jenis gastropoda.

Kelimpahan yang banyak ditemukan pada stasiun I dikarenakan memiliki

ketersediaan makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan stasiun yang lain.

Perpaduan substrat pasir dan lumpur lebih disukai bentos karena substrat tersebut

dijadikan sebagai tempat melekat, berlindung dan mencari makan di banding

dengan stasiun lain, serta merupakan wilayah ekosistem terumbu karang yang

menjadi tempat hidup, berkembang biak, dan mencari makan bagi biota laut

(Nybakken 1992).

Stasiun I;

2844,44;

84%

Stasiun II;

177,78; 5%

Stasiun III;

355,56;

11%

Kelimpahan Makrozoobenthos (ind/m)

Page 15: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090080_4_5196.pdf · Stasiun III terletak cukup jauh dari stasiun I dan II dengan koordinat

40

Gambar 84. Kelimpahan Makrozoobenthos Setiap Kedalaman

Pada kedalaman 2 meter kelimpahan makrozoobenthos mencapai 400

individu/m2. Hal ini dimungkinkan disebabkan oleh dekatnya lokasi pengambilan

sampling dengan daerah ekosistem padang lamun yang merupakan habitat asli

Bivalvia dan Gastropoda. Pada habitat alami yang jauh dari campur tangan

manusia, biasanya ditemukan lebih dari 100 individu bentos setiap sekitar 10 m2

(Setiobudiandi 1997). Kelimpahan makrozoobenthos terbanyak berada pada

kedalaman 8 meter sebesar 2977,78 individu/m2, karena makrozoobenthos

umunya ditemui di kedalaman lebih dari 7 meter dengan penetrasi cahaya yang

kurang, suhu dan salinitas yang optimal serta asupan nutrien yang didapat lebih

banyak ditemukan di kedalaman lebih dari 7 meter. Hal ini berbanding terbalik

dengan makrozoobenthos yang tidak ditemukan sama sekali pada kedalaman 5

meter yang dimungkinkan disebabkan oleh kandungan kimia seperti nitrat dan

nitrit yang berada pada substrat maupun kondisi kimia perairan seperti DO dan

BOD yang tidak mendukung berkembangnya makrozoobenthos di kedalaman ini.

4.3 Hubungan Arus dengan Kelimpahan Makrozoobenthos

Berdasarkan pengamatan arus yang terdapat di Bintan Timur dapat

dikatakan lemah dengan kecepatan arus yang bervariasi yaitu 0.01 - 0.026 m/s,

sedangkan untuk kelimpahan makrozoobentos itu sendiri ditemukan cukup

banyak namun dengan interval individu pada setiap stasiun cukup jauh. Selama

pengamatan pada setiap stasiun, kondisi fisika kimiawi sebagai parameter

2 meter;

400; 12% 5 meter; 0;

0%

8 meter;

2977,78;

88%

Kelimpahan Makrozoobenthos (ind/m)

2 meter

5 meter

8 meter

Page 16: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090080_4_5196.pdf · Stasiun III terletak cukup jauh dari stasiun I dan II dengan koordinat

41

pendukung seperti suhu, dan salinitas menjadi faktor yang mempengaruhi arus

dan keberadaan makrozoobentos serta mempengaruhi substrat dasar perairan

tempat hidup makrozoobentos secara langsung maupun tidak langsung. Hubungan

arus dan kelimpahan makrozoobenthos berdasarkan pengamatan lapangan dapat

dilihat di Gambar 15.

Gambar 15. Hubungan Arus dengan Kelimpahan Makrozoobentos

Arus di perairan Bintan Timur cukup bervariasi walau tergolong lemah

berkisar antara 0.01 – 0.026 m/s begitu pula dengan sedimen yang tersebar merata

dengan cakupan yang cukup luas. Arus di perairan Bintan Timur cukup

mempengaruhi distribusi populasi biota benthos. Hasil menunjukkan

makrozoobenthos banyak terdapat di perairan bersubstrat pasir berlumpur pada

stasiun I dengan arus yang cukup kuat sedangkan perairan bersubstart lumpur

pada stasiun II sangat sedikit ditemukan benthos yang juga memiliki arus lemah.

Sementara perairan bersubstrat pasir pecahan kerang pada stasiun III kurang

banyak ditemukan benthos karena arus di perairan ini dapat dikategorikan sedang.

Kecepatan arus yang berbeda di setiap stasiun mempengaruhi jumlah individu

makrozoobenthos. Seperti yang telah dilansirkan Siegel (2003) bahwa kecepatan

y = 202370x - 5700

R² = 0,509

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

0,0000 0,0050 0,0100 0,0150 0,0200 0,0250 0,0300 0,0350 0,0400

Mak

rozo

ob

enth

os

(in

d/m

2)

Arus (m/s)

Hubungan Arus terhadap Kelimpahan

Makrozoobenthos

Arus terhadap kelimpahan makrozoobenthos

Linear (Arus terhadap kelimpahan makrozoobenthos)

Pearson : 0.715

Page 17: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090080_4_5196.pdf · Stasiun III terletak cukup jauh dari stasiun I dan II dengan koordinat

42

arus berpengaruh terhadap distribusi biota yang relatif menetap di perairan, yaitu

benthos.

Berdasarkan analisis korelasi Pearson didapat bahwa pengaruh arus

terhadap kelimpahan makrozoobenthos adalah sebesar 0.715 yang masuk dalam

kategori positif atau korelasi linear positif yang artinya perubahan salah satu nilai

variabel diikuti perubahan nilai variabel yang lainnya secara teratur dengan arah

yang sama (Lampiran 7). Jika nilai variabel x mengalami kenaikan, maka variabel

y akan ikut naik, begitu juga sebaliknya. Apabila nilai koefisien korelasi

mendekati +1 (positif satu) berarti pasangan data variabel x dan y memiliki

korelasi linier positif yang kuat. Dari persamaan y diperoleh bahwa variabel x

memiliki nilai konstanta sebesar 202370 dan konstanta bebas sebesar 5700.

Begitu juga dengan nilai regresi yang menunjukkan hubungan makrozoobenthos

dengan arus sebesar 0.509.

Arus yang tidak begitu kuat berfungsi membawa makanan benthos berupa

unsur hara yang banyak terdapat di sedimen dasar laut. Hal ini mengakibatkan

pertukaran massa air yang berpengaruh terhadap keberadaan unsur hara di suatu

perairan, arus akan membawa unsur hara ini sehingga kelimpahan hewan benthos

akan berkurang seiring dengan bertambahnya kecepatan arus (Nybakken 1988).

Kecepatan arus yang terlalu tinggi mengakibatkan sebagian organisme

makrozoobenthos tertentu saja yang dapat hidup pada kondisi seperti ini. Oleh

karena itu, biasanya pada daerah yang memiliki kecepatan arus yang tinggi jumlah

jenis makrozoobenthos yang hidup didalamnya sedikit. Sebaliknya pada daerah

berarus lemah jumlah jenis makrozoobenthos lebih banyak (Siegel 2003).

4.4 Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Perairan

Genus yang ditemukan sangat beragam dari seluruh stasiun tetapi jumlah

individu yang didapat tidak terlalu banyak. Penyebaran makrozoobenthos

memiliki keterkaitan dengan kondisi perairan dimana organisme ini ditemukan

karena peranannya sebagai penyeimbang ekosistem perairan dan sebagai

bioindikator (Setiawan 2008). Kondisi perairan Pulau Bintan Timur dipengaruhi

oleh perubahan lingkungan salah satunya seperti pembukaan lahan baru untuk

Page 18: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090080_4_5196.pdf · Stasiun III terletak cukup jauh dari stasiun I dan II dengan koordinat

43

dermaga dan objek wisata sehingga terjadi sedimentasi. Perubahan tersebut secara

tidak langsung akan mengganggu ekosistem yang ada di sekitarnya seperti

makrozoobenthos. Makrozoobenthos baik digunakan sebagai indikator biologis

suatu perairan karena hewan ini mempunyai habitat yang tetap.

Perairan yang tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup

makrozoobenthos yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar kimia

maupun fisik (Odum 1993). Tercemarnya suatu perairan ditandai dengan

berlimpahnya benthos jenis polichaeta dan oligochaeta sebab jenis ini tidak peka

terhadap tekanan lingkungan. Pada stasiun III ditemukan cacing Haplotaxic sp

dari kelas oligochaeta, namun jumlah yang ditemukan masih sedikit sehingga

tidak dapat dikategorikan sebagai perairan tercemar. Populasi suatu jenis baik dari

jenis polichaeta maupun oligochaeta pada suatu perairan dapat dikategorikan

tercemar jika kelimpahannya melebihi dari 10 jenis species pada suatu perairan

(Rani dan Arifin 2006). Sedikitnya industri serta letaknya yang jauh dari lokasi

penelitian yaitu di selatan Bintan tidak mempengaruhi kelimpahan

makrozoobenthos di perairan ini.