bab iv hasil dan pembahasan a. gambaran umum dinas … iv.pdf · 2017-11-08 · a. test...
TRANSCRIPT
64
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta
Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah mempunyai kewenangan dan
tanggung jawab dalam menyelenggarakan kepentingan masyarakat. Untuk
menyelenggarakan kepentingan masyarakat tersebut, maka pemerintah daerah
harus menggali sumber-sumber keuangannya sendiri yang berasal dari pendapatan
daerah. Kegiatan pungutan sumber-sumber pendapatan daerah harus ditampung
dalam suatu wadah yang lazimnya dinyatakan dalam bentuk struktur organisasi
dan tata kerja yang menangani masalah pendapatan daerah. Organisasi yang
dimaksud adalah Dinas Pelayanan Pajak (DPP) Provinsi DKI Jakarta.
1. Sejarah Singkat
Dinas Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta sesuai tugas dan tanggung
jawabnya telah dibentuk sejak tanggal 11 September 1952 yang pada waktu itu
disebut Kantor Urusan Pajak. Sesuai dengan perkembangannya telah berubah
beberapa kali nama maupun struktur organisasinya yang disesuaikan dengan
kondisi pada waktu itu. Sampai dengan tahun 1966 unit kerja yang menangani
pendapatan di DKI Jakarta bernama Urusan Pendapatan dan Pajak sebagai salah
satu bagian dari Direktorat Keuangan DKI Jakarta.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
65
Sesuai dengan ketentuan pasal 49 undang-undang Nomor 5 tahun 1974
tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah, yang menetapkan bahwa
pembentukan, susunan organisasi dan formasi Dinas Daerah ditetapkan dengan
Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri,
maka dikeluarkan Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 1983 tanggal 6 Oktober 1983
tentang pembentukan, susunan organisasi dan tata kerja Dinas Pendapatan Daerah
DKI Jakarta yang sekaligus merubah status dan sebutan dari Dinas Pajak dan
Pendapatan DKI Jakarta menjadi Dinas Pendapatan Daerah DKI Jakarta.
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 tahun 1995 tentang
pedoman organisasi dan tata kerja Dinas Pendapatan Daerah DKI Jakarta, maka
Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 1983 diganti dengan Peraturan Daerah Nomor 9
tahun 1995 tentang organisasi dan tata kerja Dinas Pendapatan Daerah DKI
Jakarta. Untuk menindak lanjuti Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 1995 tersebut,
Gubernur Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan Keputusan Nomor 1926 tahun
1996 tentang rincian tugas, wewenang dan tanggung jawab seksi-seksi dan
subbagian di lingkungan Dinas Pendapatan Daerah DKI Jakarta. Diberlakukannya
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah sebagai akibat dari semakin luasnya cakupan pemungutan Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah secara otomatis merubah kondisi organisasi perangkat
daerah termasuk Dinas Pendapatan Daerah. Peraturan Daerah yang berlaku di
DKI Jakarta pun mengalami perubahan. Pemerintah Daerah membentuk Peraturan
Daerah baru mengenai organisasi daerah yaitu Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun
2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
66
Sekretariat DPRD Provinsi DKI Jakarta. Kemudian, pada tahun 2008, Pemerintah
Daerah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 10 tahun
2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah yang merubah sebutan Dinas
Pendapatan Daerah DKI Jakarta menjadi Dinas Pelayanan Pajak Provinsi DKI
Jakarta. Untuk menindak lanjuti Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2008 ini,
Gubernur sebagai Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan
Gubernur Nomor 34 tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Pelayanan Pajak Provinsi DKI Jakarta.
2. Visi dan Misi
Visi dari Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta ialah menjadikan Dinas
Pendapatan Daerah DKI Jakarta sebagai organisasi yang efisien dan efektif
dalam pengelolaan pendapatan daerah, dengan dukungan aktif dari
masyarakat.
Sedangkan Misi dari Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta ialah :
a. Menyelenggarakan pemungutan pendapatan daerah yang transparan dan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Memberdayakan dukungan masyarakat dalam pengelolaan pendapatan
daerah.
c. Mengefektifkan kerjasama internal, efisiensi organisasi dan semangat
profesionalisme di lingkungan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta.
d. Memberikan pelayanan prima pada masyarkat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
67
e. Meningkatkan profesionalisme aparat melalui pendidikan yang
berkelanjutan.
f. Memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dalam proses
pengambilan keputusan yang cepat dan tepat.
g. mengembangkan pola jaringan kerja antar instansi dalam orgasisasi
pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pihak-pihak terkait.
h. Mengupayakan secara optimal penggalian potensi sumber-sumber
pandapatan daerah yang baru.
i. Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya non manusiawi.
j. Mengkinikan segala peraturan tentang pengelolaan pendapatan daerah.
3. Tugas Pokok dan Fungsi
Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta mempunyai tugas pokok untuk
menyelenggarakan pemungutan pendapatan daerah dan mengadakan
koordinasi dengan instansi lain dalam perencanaan, pelaksanaan, serta
pengendalian pemungutan pendapatan daerah. Untuk melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud di atas, Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta mempunyai
fungsi :
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pendapatan daerah
b. Penyusunan rencana dan program kegiatan di bidang pendapatan daerah
c. Penelitian, pengkajian, evaluasi, penggalian, dan pengembangan
pendapatan daerah
d. Pembinaan pelaksanaan kebijakan pelayanan di bidang pendapatan daerah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
68
e. Penyelenggaraan pelayanan dan pemungutan pajak daerah
f. Pengkoordinasian pemungutan dana perimbangan
g. Pemberian izin di bidang pendapatan daerah
h. Evaluasi, pemantauan, dan pengendalian pungutan pajak daerah
i. Pengelolaan dukungan teknis dan administratif
j. Pembinaan teknis pelaksanaan kegiatan suku dinas, unit pelayanan Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
(BBNKB).
4. Struktur Organisasi
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat
Daerah dan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2016
Tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, maka Dinas Pelayanan Pajak Provinsi DKI Jakarta
melakukan pembenahan organisasi dengan kembali menjalankan fungsi
retribusi daerah yang sebelumnya hanya melakukan pelayanan pajak daerah.
Dinas Pelayanan Pajak atau DPP berubah nama dan fungsinya menjadi
Badan Pajak dan Retribusi Daerah yang disingkat BPRD. Perubahan nama ini
dimaksudkan agar organisasi tersebut lebih fokus dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pengelola pendapatan daerah dalam pemungutan pajak dan
retribusi daerah.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
69
Susunan Struktur Organisasi Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD)
adalah sebagai berikut :
GAMBAR 4.1
Struktur Organisasi
Sumber : http://bprd.jakarta.go.id/struktur-organisasi/
B. Analisis Statistik Deskriptif
Dengan Menggunakan laporan penerimaan pajak yang dimiliki oleh Suku
Badan Pajak dan Retribusi Daerah Kota Administrasi Jakarta Pusat, maka dapat
diketahui besarnya penerimaan pajak yang berasal dari pajak hotel, pajak restoran,
pajak hiburan, pajak reklame serta jumlah pendapatan pajak pada kota
http://digilib.mercubuana.ac.id/
70
Administrasi Jakarta Pusat. Berdasarkan data yang di peroleh dari Suku Badan
Pajak dan Retribusi Daerah Kota Administrasi Jakarta Pusat,dapat diketahui
jumlah pendapatan pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan dan pajak reklame
setiap bulannya selama periode 2012-2016.
Berdasarkan nilai pada masing-masing variable dapat diketahui nilai
maksimum dan minimumnya serta nilai rata-rata dari masing-masing variable.
Agar angka yang ditampilkan tidak terlalu besar, maka untuk proses analisis
regresi angka yang digunakan dalam bentuk milyaran rupiah. Hasil tersebut
disebut dengan statistic deskriptif dan hasilnya dapa dilihat pada table 4.1.
Tabel 4.1
Hasil Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
X1 (Pajak hotel) 60 55.95 164.18 105.4652 24.29246
X2 (Pajak restoran) 60 90.38 365.56 156.6692 50.49825
X3 (Pajak Hiburan) 60 23.17 94.28 43.9105 15.25646
X4 (Pajak Reklame) 60 21.97 114.77 60.0808 19.75065
Y (PAD) 60 1140.19 6287.80 2145.8235 900.15128
Valid N (listwise) 60 Sumber : Data yang diolah penulis, 2017
1. N = 60 berarti jumlah data yang diolah dalam penelitian ini adalah 60
sampel yaitu terdiri dari 12 bulan yang dijadikan sampel selama 5 tahun,
yang terdiri dari data jumlah penerimaan pajak hotel, pajak restoran, pajak
hiburan, dan pajak reklame.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
71
2. Jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) mempunyai mean atau rata-rata
sebesar Rp 2.145.823.186.499,25 standar deviasi Rp 900.150.816.370,148.
Serta nilai maksimum Rp 6.287.795.969.860 terjadi pada bulan Agustus
2016. Dan nilai minimum Rp 1.140.192.119.005 terjadi pada bulan Januari
tahun 2012.
3. Pajak Hotel mempunyai mean atau rata-rata sebesar Rp
105.464.801.522,84
standar deviasi Rp 24.292.386.123,570. Serta nilai maksimum Rp
164.184.800.575 terjadi pada bulan Desember 2016 dan nilai minimum
Rp 55.946.755.447 terjadi pada bulan September tahun 2012.
4. Pajak Restoran mempunyai mean atau rata-rata sebesar sebesar Rp.
156.669.648.764,25 dengan standar deviasi sebesar Rp.
50.498.625.592,668. Serta nilai maksimum untuk pajak restoran adalah
sebesar Rp 365.563.165.784 terjadi pada Agustus 2015 dan nilai minimum
untuk pajak restoran adalah sebesar Rp. 90.382.120.999 terjadi pada bulan
Mei 2012.
5. Pajak Hiburan mempunyai mean atau rata-rata sebesar Rp
43.910.457.861,98 standar deviasi Rp 15.256.756.684,762 serta nilai
maksimum Rp 94.278.080.372 terjadi pada bulan Desember 2016. dan
nilai minimum Rp 23.172.212.007 terjadi pada bulan Maret 2012.
6. Pajak Reklame mempunyai mean rata-rata sebesar Rp. 60.081.261.810,02
dengan standar deviasi sebesar Rp. 19.750.857.129,284 serta nilai
maksimum sebesar Rp. 114.770.150.155 terjadi pada bulan Desember
http://digilib.mercubuana.ac.id/
72
2014. dan nilai minimum Rp. 21.965.409.189 terjadi pada bulan Januari
2012.
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa pajak restoran memiliki nilai
maksimum tertinggi diantara penerimaan pajak lainnya. Penerimaan pajak hiburan
memiliki nilai maksimum terendah diantara keempat penerimaan pajak yang
dijadikan sebagai variabel penelitian.
C . Uji Asumsi Klasik
Setelah mengetahui hasil penelitian dimana setiap variabel yang menjadi
bahan penelitian ini telah memiliki nilai, maka selanjutnya adalah melakukan
pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui variabel
bebas mana yang memiliki pengaruh terhadap variabel terikat. Namun sebelum
pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi ganda, maka
sebelumnya dilakukan uji asumsi klasik.
Uji asumsi klasik yang dilakukan meliputi uji multikolinieritas,
heterokedastisitas, autokorelasi dan normalitas. Hal ini untuk memastikan bahwa
variabel independen yang akan digunakan telah memenuhi persyaratan untuk
dilakukan analisis. Data diolah dengan menggunakan program SPSS for windows
versi 22.00 untuk memudahkan dalam pengolahan data statistik
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data terdistribusi
secara normal atau tidak. Pengujian normalitas residual dapat dilakukan dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
73
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov (Uji KS). Hasilnya dapat dilihat pada
tabel dibawah ini
Tabel 4.2
Tabel Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 60
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 547.57363087
Most Extreme Differences Absolute .148
Positive .148
Negative -.073
Kolmogorov-Smirnov Z 1.148
Asymp. Sig. (2-tailed) .143
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data. Sumber : Data yang diolah penulis, 2017
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai uji KS adalah sebesar
1,148 dengan nilai sig sebesar 0.143 . Hal ini berarti nilai sig lebih besar dari 0.05
yang berarti data berdistribusi normal.
2. Pengujian Multikolinieritas
Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat apakah terdapat dua atau lebih
variabel bebas yang berkorelasi secara linier. Apabila terjadi keadaan ini maka
kita akan menghadapi kesulitan untuk membedakan pengaruh masing-masing
variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Menurut Ghozali (2005 : 91), indikasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
74
terjadinya multikolinieritas dapat dideteksi dengan cara melihat nilai VIFnya pada
masing-masing variabel bebas. Apabila terdapat nilai VIF diatas 10, maka di
dalam model tersebut, terdapat gejala multikolinieritas sebagaimana dikemukakan
oleh Singgih Santoso, (2002 : 357).
Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan program SPPS versi 22.00
, diketahui hasil seperti tampak pada tabel 4.3 berikut
Tabel 4.3
Hasil Uji Multikolinieritas
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 809.653 365.946 2.212 .031
X1 -19.107 5.523 -.516 -3.459 .001 .303 3.302
X2 12.622 2.105 .708 5.996 .000 .483 2.072
X3 -4.806 8.811 -.081 -.545 .588 .302 3.315
X4 26.379 6.660 .579 3.961 .000 .315 3.174
a. Dependent Variable: Y Sumber : Data yang diolah penulis, 2017
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa tidak ada variabel yang memiliki nilai
VIF di atas 10. Dengan demikian tidak terjadi gejala multikolinieritas pada data
yang digunakan. Oleh sebab itu data yang ada pada penelitian ini dapat digunakan
pada analisis selanjutnya karena telah lolos uji multikolinieritas
http://digilib.mercubuana.ac.id/
75
Dengan demikian hipotesis yang diterima adalah hipotesis H0 dengan
kesimpulan tidak ada multikolinearitas.
3. Pengujian Autokorelasi
Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat adanya korelasi antar residu dari
satu pengamatan dengan pengamatan yang lain dalam suatu model. Terjadinya
autokorelasi akan mengakibatkan pengaruh secara parsial menjadi kurang akurat,
Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model, akan dilakukan
pengujian dengan menggunakan uji Durbin-Watson.
Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model, menurut
Ghozali (2005 : 96), dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian Durbin-
Watson, yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.4
Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .794a .630 .603 567.13596 2.029
a. Predictors: (Constant), X4, X2, X1, X3
b. Dependent Variable: Y Sumber : Data yang diolah penulis, 2017
http://digilib.mercubuana.ac.id/
76
Dari tabel 4.4 diketahui nilai Durbin-Watson (DW) adalah sebesar 2.029
Dengan menggunakan tabel DW diketahui nilai dl untuk k = 4 dan N = 60 adalah
sebesar 1.443. dan nilai du adalah sebesar 1,727, dengan menggunakan nilai dl
dan du dapat dibuat pembagian daerah Durbin Watson seperti berikut :
GAMBAR 4.2 :
Pembagian Daerah Durbin Watson
Menolak Ho
Autokorelasi
Positif
Daerah
Keragu-raguan
Menerima Ho
Tidak ada
autokorelasi
Daerah
Keragu-raguan
Menerima Ho
Autokorelasi
negatif
dL dU 4-dU 4-dL
1,443 1,727 2,273 2,557
Sumber : Data yang diolah penulis, 2017
Dengan berpedoman pada pembagian daerah DW di atas terlihat bahwa
nilai 2.029 lebih besar dari batas atass (dU) 1,727 dan kurang dari 4 – 1,727 (4 –
dU), maka dapat disimpulkan bahwa kita tidak bias menolak Ho yang menyatakan
bahwa tidak ada autokorelasi postif atau negatif atau dapat disimpulkan tidak
terdapat autokorelasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
77
4. Pengujian Heterokedastisitas
Pengujian ini dimaksudkan untuk mendeteksi apakah variasi residual
dalam model sama pada semua data. Untuk mengetahui terdapat/tidaknya gejala
heteroskedastisitas di dalam model, maka akan dilakukan dengan menggunakan
uji grafik penyebaran data.
Jika grafik ternyata membentuk pola tertentu, ini akan menyarankan
bahwa dalam data terdapat heteroskedastisitas. Apabila ternyata tidak, kita dapat
menerima asumsi homokedastisitas (tolak heterokedastisitas).
Gambar 4.3
Hasil Uji Heterokedastisitas
Sumber : Data yang diolah penulis, 2017
http://digilib.mercubuana.ac.id/
78
Berdasarkan gambar grafik di atas, terlihat bahwa titik-titik yang ada
menyebar dan tidak membentuk pola tertentu. Sehingga bila menggunakan
keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada gejala
heterokedastisitas pada data yang digunakan.
D. Uji Kesesuaian Model
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai actual dapatdiukur
dari Goodness of fitnya (kesesuaian modal). Kesesuaian modal regresi dapat
diukur melalui nilai koefisien determinasi, nilai statistic F (Uji F) dan nilai
statistic t (uji t). Hasilnya dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini.
1. Koefisien Determinasi
Hasil perhitungan koefisien korelasi dan determinasi untuk variabel pajak
reklame dan pajak restoran terhadap penerimaan dapat dilihat pada tabel 4.5
di bawah ini.
Tabel 4.5
Hasil Analisis Korelasi dan Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .794a .630 .603 567.13596 2.029
a. Predictors: (Constant), X4, X2, X1, X3
b. Dependent Variable: Y Sumber : Data yang diolah penulis, 2017
http://digilib.mercubuana.ac.id/
79
Pada Tabel 4.5 terlihat nilai r atau koefisien korelasinya adalah sebesar 0.794.
Nilai korelasi tersebut menunjukkan tingkat hubungan yang sangat kuat antara
pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan dan pajak reklame terhadap PAD DKI.
Hasil koefisien determinasi (R square) yang diperoleh adalah sebesar 0.630 atau
dalam persentase sebesar 63%.
Hal ini mencerminkan bahwa pajak hotel, pajak restoran,
pajak hiburan dan pajak reklame mampu menjelaskan variasi perubahan pada
PAD DKI sebesar 63%. Adapun sisanya, yaitu sebesar 37% dipengaruhi oleh
variabel-variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.
2. Uji Statistik F (Uji F)
Uji anova atau uji F adalah untuk mengetahui nilai signifikansi hubungan
variabel X terhadap variabel Y. Bila nilai signifikan lebih kecil dari nilai alpha
atau nilai kesalahan 0.05, maka hasilnya adalah signifikan. Hipotesis yang
diajukan adalah :
H0 = Koefisien regresi adalah tidak signifikan
H1 = Koefisien regresi adalah signifikan
a. Nilai kepercayaan 95%, dengan nilai kesalahan (α ) = 5%
b. Asumsi : Tolak H0 bila nilai uji signifikansi SPSS (α ^) < 0.05,
terima H0 bila nilai α ^ > 0.05
http://digilib.mercubuana.ac.id/
80
Tabel 4.6
Hasil Uji Anova : Uji F
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 30115691.450 4 7528922.863 23.408 .000a
Residual 17690375.992 55 321643.200
Total 47806067.442 59
a. Predictors: (Constant), X4, X2, X1, X3
b. Dependent Variable: Y Sumber : Data yang diolah penulis, 2017
Dari hasil diatas terlihat bahwa nilai signifikansinya adalah 0.000 yang berarti
lebih kecil dari nilai alpha 0.05, dan nilai F hitung adalah 23.408. Dengan
demikian hasilnya nilai korelasi yang terdapat antara variabel pajak hotel, pajak
restoran, pajak hiburan dan pajak reklame dengan PAD DKI adalah signifikan.
3. Uji Statistik t (Uji t)
Hasil penghitungan regresi antara pajak reklame, pajak restoran, pajak
hiburan dan pajak hotel terhadap PAD DKI dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
81
Tabel 4.7
Hasil Perhitungan Regresi untuk Uji t
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 809.653 365.946 2.212 .031
X1 -19.107 5.523 -.516 -3.459 .001
X2 12.622 2.105 .708 5.996 .000
X3 -4.806 8.811 -.081 -.545 .588
X4 26.379 6.660 .579 3.961 .000
Sumber : Data yang diolah penulis, 2017
Berdasarkan tabel 4.7 diatas, dapat disusun persamaan regresi sebagai
berikut:
Y = 809.653 – 19.107X1 + 12.622X2 – 4.806X3 + 26.379X4
Dari persamaan diatas diketahui nilai konstanstanya adalah sebesar
809.653. Hal ini memberi gambaran bahwa pada saat variabel bebas
memiliki nilai 0, maka nilai Y atau nilai PAD DKI adalah Rp. 809.653.000.000,-.
Adapun kontribusi pajak hotel terhadap PAD DKI dapat dilihat dari nilai
koefisien regresi untuk X1 sebesar -19.107X1.
Dari nilai koefisien regresi tersebut, terlihat bahwa X1 (pajak hotel)
mempunyai kontribusi yang negatif terhadap PAD. Kontribusi yang negatif
tersebut menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan pada pajak
hotel akan menurunkan nilai PAD sebesar 19.107 poin.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
82
pajak hotel yang memiliki nilai koefisien regresi sebesar -19.107 dengan
nilai signifikan sebesar 0.001 menunjukkan bahwa koefisien regresi adalah
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PAD. Hal ini ditunjukan dengan nilai
sig yang lebih kecil dari 0.005. Pajak hotel telah terbukti berpengaruh negative
dan signifikan terhadap PAD. Hal ini menunjukkan data empiris pada pajak hotel
memiliki fluktuasi tinggi, sedangkan PAD relative stabil. Atau pajak hotel relatif
stabil sedangkan PAD memiliki fluktuasi tinggi disebabkan sumber pendapatan
lainnya seperti retribusi daerah atau hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan.
kontribusi pajak restoran terhadap PAD DKI dapat dilihat dari nilai
koefisien regresi untuk X2 sebesar 12.622X2. Tanda positif pada nilai koefisien
regresi tersebut, terlihat bahwa X2 (pajak restoran) menunjukan adanya hubungan
searah dengan variable Y(PAD). Artinya adalah makin tinggi nilai pajak restoran
maka akan meningkatkan nilai variabel PAD DKI sebesar koefisien regresi
sebesar 12.622. Pajak restoran yang memiliki nilai koefisien regresi sebesar
12.622 dengan
nilai signifikan sebesar 0.000 menunjukkan bahwa koefisien regresi adalah
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PAD. Hal ini ditunjukan dengan nilai
sig yang lebih kecil dari 0.005
Kontribusi pajak hiburan terhadap PAD DKI dapat dilihat dari nilai
koefisien regresi untuk X3 sebesar -4.806X3.
Dari nilai koefisien regresi tersebut, terlihat bahwa X3 (pajak restoran)
mempunyai kontribusi yang negatif terhadap PAD. Kontribusi yang negatif
http://digilib.mercubuana.ac.id/
83
tersebut menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan pada variabel pajak
hiburan akan menurunkan nilai variabel PAD sebesar 4.806 poin. Variabel
pajak hiburan yang memiliki nilai koefisien regresi sebesar 4.806 dengan
nilai signifikan sebesar 0.558 menunjukkan bahwa koefisien regresi adalah tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PAD. Hal ini ditunjukan dengan nilai
sig yang lebih besar dari 0.005
Kontribusi pajak reklame terhadap PAD DKI dapat dilihat dari nilai
koefisien regresi untuk X4 sebesar 26.379X4. Tanda positif pada nilai koefisien
regresi tersebut, terlihat bahwa X4 (pajak reklame) menunjukkan adanya
hubungan searah dengan variable Y(PAD). Artinya adalah makin tinggi nilai
pajak reklame maka akan meningkatkan nilai variabel PAD DKI sebesar koefisien
regresi sebesar 26.379. Pajak reklame yang memiliki nilai koefisien regresi
sebesar 26.379 dengan
nilai signifikan sebesar 0.000 menunjukkan bahwa koefisien regresi adalah
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PAD. Hal ini ditunjukan dengan nilai
sig yang lebih kecil dari 0.005
E. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan membandingkan nilai uji t dengan nilai t
tabel. Hasil pengujian hipotesis dengan membandingkan nilai t tabel sebesar 2.004
untuk sampel sebesar 60, adalah sebagai berikut :
1. Nilai t hitung untuk pajak hotel adalah sebesar -3.459, bila
dibandingkan dengan nilai t tabel sebesar -2.004, maka nilai t hitung lebih
http://digilib.mercubuana.ac.id/
84
besar dari t tabel. Dengan demikian pajak hotel memiliki
pengaruh signifikan negatif terhadap PAD DKI.
2. Nilai t hitung untuk pajak restoran adalah sebesar 5.996, bila
dibandingkan dengan nilai t tabel sebesar 2.004, maka nilai t hitung lebih
besar dari t tabel. Dengan demikian pajak restoran memiliki
pengaruh signifikan terhadap PAD DKI.
3. Nilai t hitung untuk pajak hiburan adalah sebesar -0.545, bila
dibandingkan dengan nilai t tabel sebesar -2.004, maka nilai t hitung lebih kecil
dari t tabel. Dengan demikian pajak hiburan memiliki
pengaruh tidak signifikan negatif terhadap variabel PAD DKI.
4. Nilai t hitung untuk pajak reklame adalah sebesar 3.961, bila
dibandingkan dengan nilai t tabel sebesar 2.004, maka nilai t hitung lebih
besar dari t tabel. Dengan demikian pajak restoran memiliki
pengaruh signifikan terhadap PAD DKI.
F. Pembahasan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh pembahasan sebagai
berikut :
1. Pengaruh pajak hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah
Pajak hotel memiliki nilai probabilitas signifikan 0,001 lebih kecil dari 0,05
dan memiliki thitung > ttabel yaitu -3.459 > -2.004, maka pajak hotel memiliki
pengaruh signifikan negatif terhadap PAD Kota Administrasi Jakarta Selatan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
85
Penelitian ini didukung oleh penelitian Rochimah (2014) yang menyatakan
bahwa tidak ada pengaruh signifikan antara pajak hotel terhadap PAD Kota
Provinsi Jawa Tengah pada periode 2007-2012. Hal ini menunjukkan data empiris
pada pajak hotel memiliki peningkatan, sedangkan PAD menurun. Atau pajak
hotel menurun sedangkan PAD memiliki peningkatan, ini bisa disebabkan sumber
pendapatan lainnya seperti retribusi daerah atau hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan.
2. Pengaruh pajak restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah
Pajak restoran memiliki nilai probabilitas signifikan 0,000 lebih kecil dari
0,05 dan memiliki thitung > ttabel yaitu 5.996 > 2.004, maka pajak restoran memiliki
pengaruh signifikan terhadap PAD Kota Administrasi Jakarta Selatan.
Penelitian ini didukung oleh penelitian Paramita (2014) yang menyatakan
bahwa hasil pemungutan pajak restoran berpengaruh signifikan terhadap PAD
Kota Bandung pada periode 2006-2012. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi
pajak restoran online yang dirancang oleh pemerintah berjalan secara maksimal.
Banyak restoran yang mendaftar sebagai wajib pajak restoran di DKI Jakarta.
Sistem ini memudahkan kedua belah pihak yaitu pemilik restoran tak perlu lagi
melampirkan laporan keuangan untuk diaudit, karena semua data transaksi
langsung masuk ke dalam server milik Dinas Pelayanan Pajak DKI.
3. Pengaruh pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
86
Pajak hiburan memiliki nilai probabilitas signifikan 0,588 lebih besar dari
0,05 dan memiliki thitung < ttabel yaitu -0.545 < -2.004, maka pajak hiburan tidak
berpengaruh terhadap PAD Kota Administrasi Jakarta Selatan.
Penelitian ini didukung oleh penelitian Rizky (2015) yang menyatakan bahwa
pajak hiburan mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap PAD Kota
Malang pada periode 2011-2014. Hal ini mungkin dikarenakan dengan minimnya
bunga tarif pajak yang diterapkan oleh pemerintah sesuai dengan Perda No 13
tahun 2010. Namun dengan kebijakan Pemprov DKI maka pajak hiburan diganti
dengan Perda No. 3 Tahun 2015. Menarik untuk mencermati kebijakan Pemprov
DKI Jakarta yang menerapkan tarif tertinggi sebesar 35% untuk panti pijat, mandi
uap dan spa; serta tarif yang cukup tinggi sebesar 25% untuk diskotik, karaoke,
klab malam, pub, bar, musik hidup (live music), musik dengan Disc Jockey (DJ)
dan sejenisnya. Tentunya hal ini dapat dipandang sebagai upaya Pemprov DKI
Jakarta untuk membatasi pelaku usaha atas jasa-jasa tersebut.
4. Pengaruh pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah
Pajak reklame memiliki nilai probabilitas signifikan 0,000 lebih kecil dari 0,05
dan memiliki thitung > ttabel yaitu 26.379 > 2.004, maka pajak reklame memiliki
pengaruh signifikan terhadap PAD Kota Administrasi Jakarta Selatan.
Penelitian ini didukung oleh penelitian Purwanto (2016) yang menyatakan
bahwa pajak reklame mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap PAD
Kabupaten Berau pada periode 2010-2015. Hal ini mungkin dikarenakan Jakarta
sebagai Ibu Kota banyak sektor usaha yang mulai bermunculan dari yang skala
http://digilib.mercubuana.ac.id/
87
kecil, menengah, sampai yang berskala besar bersaing untuk menarik konsumen
sebanyak banyaknya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/