bab iv hasil dan pembahasan 4.1. keadaan...

38
28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak di tengah Provinsi Jawa Barat, dengan jarak sekitar 65 Km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat (Bandung) dan 120 Km dari Ibukota Negara (Jakarta), dan terletak diantara 6°21’-7°25’ Lintang selatan dan 106°42’-107°25’ Bujur Timur. Kecamatan Mande berada di wilayah Utara Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah kecamatan 105,20 km 2 dan berjarak 12 km dari ibukota Kabupaten Cianjur serta 60 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat. Secara administratif Kecamatan Mande terbagi menjadi 12 desa dengan bentuk wilayah 60% berupa daerah datar sampai berombak, 15% berombak sampai berbukit, dan 25% berbukit sampai gunung. Suhu maksimum di Kecamatan Mande sebesar 33°C dan suhu minimum sebesar 29°C dengan ketinggian 280 m dari permukaan laut. Batas-batas Kecamatan Mande adalah sebagai berikut : a. Sebelah Utara : Kecamatan Cikalong dan Kecamatan Sukaresih b. Sebelah Barat : Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cugenang c. Sebelah Selatan : Kecamatan Karangtengah dan Kecamatan Cianjur d. Sebelah Timur : Waduk Cirata Waduk Cirata merupakan salah satu waduk kaskade yang terdapat di DAS (Daerah Aliran Sungai) Citarum. Penggenangan Waduk Cirata dilakukan pada 1 September 1987. Waduk Cirata memiliki fungsi majemuk antara lain untuk pembangkit energy listrik, budidaya ikan jaring apung, sebagai reservoir atau penyediaan air dan pengembangan pariwisata. Fungsi dari kegiatan tersebut dapat menghasilkan keuntungan yang besar baik bagi Pemerintah maupun masyarakat. Berdasarkan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat No. 38 Tahun 1991 tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Air pada Sumber Air di Jawa Barat, air Waduk Cirata dimasukkan ke dalam peruntukan golongan B, C, dan D.

Upload: tranthuan

Post on 10-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

28

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum

Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak di tengah Provinsi Jawa Barat,

dengan jarak sekitar 65 Km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat (Bandung) dan 120

Km dari Ibukota Negara (Jakarta), dan terletak diantara 6°21’-7°25’ Lintang

selatan dan 106°42’-107°25’ Bujur Timur.

Kecamatan Mande berada di wilayah Utara Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa

Barat. Luas wilayah kecamatan 105,20 km2 dan berjarak 12 km dari ibukota

Kabupaten Cianjur serta 60 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat.

Secara administratif Kecamatan Mande terbagi menjadi 12 desa dengan

bentuk wilayah 60% berupa daerah datar sampai berombak, 15% berombak

sampai berbukit, dan 25% berbukit sampai gunung. Suhu maksimum di

Kecamatan Mande sebesar 33°C dan suhu minimum sebesar 29°C dengan

ketinggian 280 m dari permukaan laut.

Batas-batas Kecamatan Mande adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Kecamatan Cikalong dan Kecamatan Sukaresih

b. Sebelah Barat : Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cugenang

c. Sebelah Selatan : Kecamatan Karangtengah dan Kecamatan Cianjur

d. Sebelah Timur : Waduk Cirata

Waduk Cirata merupakan salah satu waduk kaskade yang terdapat di DAS

(Daerah Aliran Sungai) Citarum. Penggenangan Waduk Cirata dilakukan pada 1

September 1987. Waduk Cirata memiliki fungsi majemuk antara lain untuk

pembangkit energy listrik, budidaya ikan jaring apung, sebagai reservoir atau

penyediaan air dan pengembangan pariwisata. Fungsi dari kegiatan tersebut dapat

menghasilkan keuntungan yang besar baik bagi Pemerintah maupun masyarakat.

Berdasarkan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat No. 38

Tahun 1991 tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Air pada Sumber Air di Jawa

Barat, air Waduk Cirata dimasukkan ke dalam peruntukan golongan B, C, dan D.

29

dengan demikian diarahkan terutama untuk mengetahui status mutu air bagi

peruntukan tersebut diatas.

Waduk Cirata menampung berbagai jenis senyawa yang bersumber dari

limbah, baik oleh aliran sungai Citarum dan anak-anak sungainya, maupun limbah

yang bersumber dari kegiatan di dalam waduk sendiri (autochtonous) misalnya

dari kegiatan jaring terapung yang dari tahun ke tahun cenderung.

Selain masalah limbah, Waduk Cirata juga diganggu kelestariannya dengan

berkembangnya pertumbuhan massal gulma air, terutama dari jenis eceng gondok

(Eichhornian crassipers). Dampak dari pertumbuhan gulma ini diantaranya adalah

meningkatkan evapotranspirasi, sedangkan masa dari gulma yang mati dapat

menyebabkan terjadinya pulau-pulau terapung.

Masalah lain yang diprakirakan dapat mempengaruhi efektivitas waduk

adalah sedimentasinya, yang juga dari tahun ke tahun terus meningkat. Dengan

meningkatnya pencemaran air, pertumbuhan gulma air serta meningkatnya

sedimentasi, diprakirakan akan mempunyai dampak terhadap fungsi waduk

sebagai pembangkit listrik.

Dampak dari besarnya potensi Waduk Cirata ini sangat terasa oleh

masyarakat Kabupaten Cianjur adalah semakin berkembangnya bidang budidaya

perikanan khususnya budidaya ikan pada kolam Karamba Jaring Apung (KLA)

sehingga jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) dan KJA terus bertambah,

berdasarkan sensus Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) pada tahun 2007

untuk Waduk Cirata wilayah Cianjur berjumlah 1.385 RTP, 1.836 Pekerja (buruh

tani) dan 22.800 petak untuk KJA. Dari hasil pembinaan petugas, KJA-KJA yang

tidak produktif dan tidak layak pakai harus di bongkar/dimusnahkan dan ternyata

hasil sensus pada bulan September Tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 5.

30

Table 5. Jumlah KJA di Waduk Cirata Tahun 2011

No. Kecamatan Desa Blok

Jumlah Jumlah

KJA

(petak) RTP Buruh

1 Cikalong

Kulon

Kamurung Patok Beusi 83 109 1.268

Gudang

Maleber

67 99 1.075

2 Mande Mande Ciputri* 103 231 3.472

Jatinenggang* 155 390 6.824

Bobojong Jangari 73 15 584

Nyalempet 65 75 1.050

Pasir Pogor 25 80 1.100

Cikidang

Bayabang

Kebon Coklat 76 120 1.758

Bayabang 75 180 1.864

3 Sukaluyu Sindang Raja Nusa Dua 8 3 78

Neuneut Utara - - -

4 Ciranjang Sindang Sari Nusa Dua 3 1 24

Sindang Jaya Calingcing 35 40 687

Kertajaya Babakan Garut 67 85 1.078

Gunung sari Pangguyangan 29 40 470

5 Haurwangi Kertamukti Cibodas 21 4 168

JUMLAH 885 1.472 21.500

Sumber : BPWC (2011) dan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat (2011)

*) Lokasi Pengambilan Sampel

Berdasarkan data diatas, KJA di Kecamatan Mande yang benar-benar aktif

hanya sebanyak 47% dari total KJA yang ada di Waduk Cirata, jadi harus

dikurangi sampai kuota yang ditetapkan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi

Jawa Barat dan BPWC yang diatur oleh PERDA No.7 Tahun 2011.

Perkembangan produksi KJA di Waduk Cirata rata-rata mengalami kenaikan

tiap tahunnya. Namun, pada tahun 1998 mengalami penurunan jumlah KJA yang

disebabkan adanya peristiwa umbal balik yang mengakibatkan kematian massal

ikan yang berakibat pembudidaya ikan mengalami kerugian. Pembudidaya yang

mengalami kerugian, modalnya habis segingga menutup usaha budidaya.

31

Tabel 6. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Jaring Apung

No Tahun

Luas

Areal

Budidaya

(Ha/Unit/

m²)

Jumlah

produksi

(Ton)

Laju

(%)

Jenis Ikan

Produksi

Mas Laju

(%) Nila

Laju

(%)

1 2001 10.926 11.409,47 - 8.177,99 - 3.231,48 -

2 2002 14.891 11.416,89 0,006 8.178,22 0,003 3.238,67 0,002

3 2003 15.230 11.978,74 5 8.582,95 5 3.395,79 4

4 2004 14.638 11.613,25 -3 8.324,06 -3 3.289,19 -3

5 2005 14.789 13.363,49 15 9.576,93 15 3.786,56 15

6 2006 14.930 14.041,11 5 10.061,40 5 3.979,71 5

7 2007 14.930 14.452,68 3 10.352,79 2 4.099,89 3

8 2008 14.930 23.397,00 62 16.775,00 62 6.622,00 61

9 2009 14.930 25.739,00 10 18.454,00 10 7.285,00 10

10

2010/

Kwartal

II

14.930 8534,27 -67 6.118,54 -66 2.415,73 -66

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat (2010) dan di olah (2013)

Krismono et al. (1992) menyatakan bahwa aktifitas budidaya ikan dalam KJA

mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas air yaitu suhu air, derajat keasaman

(pH), oksigen terlarut (DO), karbondioksida (CO2), dan amonia (NH3-N).

penurunan kualitas air di Waduk Cirata dapat dilihat dari keadaan kualitas air

sebelum dan sesudah ada KJA.

Tabel. 7 Kualitas Air di Waduk Cirata Sebelum dan Sesudah ada KJA

Parameter Sebelum Ada KJA* Sesudah Ada

KJA**

Sesudah Ada

KJA ***

Suhu Air (°C) 26-30 27,27-31,8 27,3-30,3

Derajat Keasaman (pH) 7-8,5 7,28-8,23 6,7-7,5

DO (mg/l) 0,6-8,2 1,48-7,1 2-5,2

CO2 (mg/l) 0-8,49 4,62-17,82 3,52-23,05

NH3-N (mg/l) 0-0,8 0,14-0,25 0-0,01 Sumber : * Krismono et al. (1992)

** Maimunah (2004)

*** Data Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC), (2012)

Kegiatan yang banyak terdapat di sekitar Waduk Cirata adalah kegiatan

permukiman warga dan kegiatan pariwisata. Penduduk yang bermukim didaerah

sekitar waduk menggantungkan hidupnya dari Waduk Cirata, melalui kegiatan

usaha yang dilakukan. Kegiatan tersebut di mulai dari usaha budidaya di KJA,

membuka tempat-tempat usaha seperti tempat peristirahatan dan tempat makan

yang sering dikunjungi oleh wisatawan-wisatawan domestik maupun

32

mancanegara. Selain kegiatan usaha tersebut, warga yang bermukim disekitaran

waduk juga memiliki penghasilan dari pekerjaan mereka sebagai ojek perahu yang

sering mengantarkan para wisatawan yang akan menuju ketengah waduk.

Kegiatan pariwisata di waduk cirata, kecamatan mande ini cukup beragam.

Kegiatan tersebut meliputi kegiatan tempat pemancingan yang terdapat diwaduk,

restoran atau rumah makan apung yang ada ditengah waduk, restoran atau tempat

makan yang ada di pinggir waduk, ojek perahu yang dapat membawa para

wisatawan berkeliling waduk dengan hanya merogoh kocek sekitaran Rp.5.000;

perorang.

Sebagaimana halnya dalam proses budidaya, dapat di temukan kendala-

kendala yang dapat mengghambat produksi. Kendala-kendala tersebut antara lain

adalah menyangkut masalah virus dan penyakit, kualitas pakan sampai dengan

banyaknya pencurian ikan pada malam hari. Virus dan penyakit menjadi masalah

utama pada pembudidaya ikan di KJA, terutama disebabkan oleh benih yang

memiliki kualitas buruk, perubahan cuaca yang ekstrim dan kualitas air yang

semakin buruk. Virus dan penyakit ini biasanya menyerang insang ikan yang

menyebabkan timbulnya bintik putih pada insang seperti jamur dan bakteri. Virus

atau penyakit yang biasanya timbul adalah KHV dan aeromonas.

Ikan mati pada saat pengangkutan juga sering terjadi. Lamanya perjalanan

yang menyebabkan benih ikan mabok dan mati. Ini disebabkan oleh jarak

pengangkutan benih ke KJA yang lumayan jauh. Benih ada yang berasal dari

Sukabumi, Subang dan Bandung.

Pencurian adalah salah satu masalah bagi para pembudidaya ikan di KJA.

Biasanya pencuri mulai melakukan kegiatannya pada malam hari dengan

menggunakan perahu dayung bukan perahu motor agar tidak menimbulkan suara

bising. Oleh karena itu penjaga KJA maupun pihak keamanan yang melakukan

jaga malam tidak tahu bahwa ada pencurian.

33

4.2. Karakteristik Pembudidaya dan Keragaan Kegiatan Budidaya Ikan di

KJA Cirata

Karakteristik pembudidaya ikan KJA di Mande dilihat dari umur,

pengalaman dan pendidikan. Umur kisaran petani KJA di Mande berkisar antara

22-55 tahun dan masih tergolong dalam kategori umur angkatan kerja. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Soerjani (1987) bahwa usia produktif untuk bekerja

berkisar antara umur 15–64 tahun.

Tabel 8. Data Kisaran Umur Responden

Umur Responden

(Tahun)

Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

< 15 0 0,0

15-50 46 92

> 50 4 8

Jumlah 50 100

Sumber : Data Primer (diolah) 2013

Mayoritas pendidikan para pembudidaya di KJA Cirata ini adalah lulusan

Sekolah Menengah Pertama (SMP). Mereka tidak mampu meneruskan kejenjang

pendidikan selanjutnya karena kesulitan biaya dan memiliki tanggung jawab

sebagai tulang punggung keluarga. Pembudidaya juga ada yang berlatar belakang

pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMA) dan lulusan S1, namun ini hanya

kaum minoritas di KJA Cirata.

Tabel 9. Data Pendidikan Responden

Pendidikan Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

SD 16 32

SMP 26 52

SMA 6 12

S1 2 4

Jumlah 50 100

Sumber : Data Primer (diolah) 2013

Sebagian besar pembudidaya adalah penduduk asli daerah Mande yang

bekerja di KJA. Kebanyakan pemilik KJA merupakan orang yang berasal dari

Jakarta, Bandung dan Sukabumi, sementara penduduk asli daerah hanya

dipekerjakan sebagai buruh atau penjaga KJA.

34

Tabel 10. Data Pengalaman Usaha Budidaya

Pengalaman

(Tahun)

Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

1-5 24 48

6-10 8 16

11-20 15 30

>20 3 6

Jumlah 50 100

Sumber : Data Primer (diolah) 2013

Pengalaman pembudiaya dalam usaha budidaya ikan di KJA ini terbilang

masih relatif baru, ini dilihat dari lamanya pengalaman yang dimiliki oleh para

pembudidaya. Pengalaman petani ikan berkisar antara 1–20 tahun. Para

pembudidaya ikan yang mempunyai pengalaman lebih lama biasanya lebih

mengetahui cara menghadapi masalah yang dihadapinya (Rusli 1988).

Tabel 11. Data Pendapatan Usaha Budidaya

Pendapatan

(Rp. 000.000)

Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

10-50 15 30

50-100 28 56

100-200 6 12

>200 1 2

Jumlah 50 100

Sumber : Data Primer (diolah) 2013

Usaha budidaya ikan di KJA terlihat memang cukup menjanjikan. Ini

dapat dilihat dari besarnya pendapatan atau keuntungan pembudidaya yang cukup

besar. Pendapatan yang besar ini juga diimbangi dengan tingkat pendidikan yang

tinggi pula. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi pula

pendapatannya (Anggraini 2012). Namun pada dasarnya, para pembudidaya KJA

hanya berlatar belakang pendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama), jadi dapat

disimpulkan bahwa dalam kasus pembudidaya KJA tingkat pendidikan yang

tinggi tidak mempengaruhi tingkat pendapatan, melainkan dipengaruhi oleh

pengalaman kerja. Sebab, dari pengalaman bekerja yang cukup lama, para

pembudidaya dapat belajar mengatasi kesulitan yang dihadapinya (Rusli 1988).

35

4.2.1. Kegiatan Budidaya Ikan di KJA

Kegiatan budidaya ikan di KJA, awalnya hanya diperuntukan bagi warga

yang kehilangan lahan tempat tinggalnya yang digenangai air untuk pembuatan

waduk. Namun, lambat laun fungsi tersebut berubah, karena usaha budidaya ikan

sangat menguntungkan sehingga banyak orang-orang luar daerah Cianjur yang

menanamkan modalnya sehingga mengakibatkannya banyak pendatang yang

melakukan usaha budidaya di KJA.

Kegiatan budidaya di KJA kawasan Mande ini sendiri menggunakan

teknik budidaya ikan sistem double layer (jaring lapis), yaitu ikan mas

dibudidayakan pada jaring lapis pertama (jaring atas) dan ikan nila pada jarring

lapis kedua (jaring bawah). Sistem budidaya ini digunakan untuk meminimalisir

pakan yang terbuang yang tidak dimakan oleh ikan dilapis jarring pertama.

Kegiatan ini sangat efisien karena pakan yang diberikan hanya pakan yang

diberikan kepada ikan pada jaring lapis atas saja sehingga pakan yang terbuang

atau tidak termakan akan dimanfaatkan oleh ikan yang berada di lapis jarring

kedua, sehingga mengurangi sedimentasi didasar perairan yang dapat

menyebabkan bahaya pada saat terjadinya upwelling.

Satu unit KJA terdiri dari empat petak yang digunakan untuk memelihara

ikan. Satu unit yang terdiri dari 4 petak, memiliki ukuran 7x7 m yang disebut

jaring lapis, satu unit yang terdiri dari dua petak, mamiliki ukuran 7x14 m yang

disebut dengan jaring dolos, dan satu unit tanpa adanya sekat atau pembagian

kolam disebut jaring kolor dengan 14x14 m.

Kegiatan budidaya di KJA, pertama-tama dengan mempersiapkan lahan.

Persiapan ini dimulai dengan membuat konstruksi karamba. Pertama-tama dengan

menyiapkan drum yang digunakan sebagai pelampung yang berfungsi untuk

membuat karamba mengapung, bahan drum ini cukup bervariasi, ada yang terbuat

dari besi, plastik dan busa. Harga dari drum ini juga bervariasi, harga untuk drum

besi Rp. 110.000; drum plastik Rp.160.000; dan drum busa sekitaran Rp.50.000;-

Rp.60.000. Bahan yang bagus untuk drum ini adalah drum plastik, ini dikarenakan

drum yang menggunakan bahan plastik ini memiliki daya tahan yang lebih lama

±10 tahun lebih lama dibanding dengan yang lain. Persiapan selanjutnya adalah

36

menyiapkan bambu dan besi yang digunakan sebagai konstruksinya, harga

perbatang bambu adalah Rp.7.000;/batang dan harga untuk besi adalah

Rp.80.000;/buah. Kira-kira dibutuhkan ± 70 batang bambu untuk membuat satu

unit KJA. Mempersiapkan jaring, jaring yang digunakan rata-rata berukuran mata

jaring ukuran 1 inc sampai 1¼ inc dengan harga sekitaran Rp.65.000; -

Rp.75.000; /kg. persiapan selanjutnya adalah menyiapkan jangkar, jangkar ini

berfungsi sebagai pemberat. Bahan jangkar ini adalah batu dan bola plastik. Bola

plastik biasanya diisi dengan pasir dan semen. Jangkar di KJA terdapat dua

macam, yaitu jangkar luar dan jangkar dalam. Jangkar luar yaitu jangkar yang

terbuat dari batu besar yang fungsinya menahan konstruksi KJA, sedangkan jaring

dalam yang terbuat dari bola yang diisi pasir dan semen dan batu-batu digunakan

untuk menahan jaring tempat budidaya.

4.2.2. Teknologi Budidaya

Teknologi budidaya yang dilakukan oleh pembudidaya ikan di Waduk

Cirata adalah menggunakan sarana KJA dengan bentuk petakan bujur sangkar

yang terdiri dari berbagai macam ukuran, dimulai dari ukuran 7x7 m, 7x14 m

sampai ukuran 14x14 m. Teknik budidaya nya dapat dilakukan dengan dua

metode, yaitu yang dengan metode single layer dan double layer. Budidaya

dengan metode single layer yaitu metode budidaya yang dilakukan di KJA

maupun media budidaya lainnya seperti kolam dengan menggunakan hanya satu

lapis jaring sebagai wadah budidayanya. Sedangkan budidaya dengan metode

double layer adalah budidaya yang dilakukan dengan menggunakan dua lapis

jaring sebagai wadah budidayanya dimana pada jaring lapis pertama (berada

diatas) adalah tempat budidaya ikan dengan nilai ekonomis tinggi, sedangkan

pada lapis jaring keduanya adalah ikan lain yang berbeda namun saling

mendukung. Ini di maksudkan agar sisa pakan yang berasal dari ikan yang hidup

pada jaring lapis atas tidak terbuang dengan percuma dan dapat dimanfaatkan oleh

ikan pada jaring lapis bawah sehingga pakan tidak terbuang percuma dan tidak

mengendap diperairan yang menyebabkan penumpukan sedimen.

37

Secara umum KJA di Cirata terbuat dari rangka bambu yang dibuat bujur

sangkar dengan menggunakan drum besi, plastic atau busa sebagai pelampung

sehingga membuat kerangka KJA mengambang di perairan. Selain bambu,

digunakan pula besi yang digunakan sebagai kerangka KJA. Jaring digunakan

sebagai alat untuk menahan rakit agar rakit tidak terbawa oleh arus. Biasanya

jaring terbuat dari kantong atau karing yang diisi dengan batu yang diikat

kemudidan diletakkan pada sudut-sudut rakit dengan mengguanakan seutas

tambang. Penggunaan jangkar ini ada dua macam menurut kegunaannya, yang

pertama adalah jangkar luar, yaitu jangkar yang diletakkan diluar, biasanya

menggunakan batu luar ini berfungsi sebagai penahan kerangka KJA. Kedua

adalah jangkar dalam, biasanya terbuat dari bola plastik yang diiisi oleh pasir atau

semen kadang juga diisi oleh batu.

Budidaya yang dilakukan di KJA Cirata Kecamatan Mande sendiri lebih

dominan menggunakan metode budidaya dengan double layer, dalam haal ini

pembudidaya menggunaka ikan mas sebagai produk utamanya yang dipelihara

dan dikembangkan di jaring bagian atas, sedangkan pada jaring lapis bawah

(jaring kolor) dipelihara ikan nila. Pemilihan ikan nila untuk jaring lapis kedua

adalah karena ikan nila tidak memerlukan pakan khusus atau dengan kata lain

ikan nila dapat memanfaatkan pakan sisa dari makanan jaring lapis atas atau

utama, selain itu ikan nila juga dapat memakan lumut-lumut yang terdapat di

jaring.

Padat penebaran benih yang dilakukan oleh pembudidaya berkisar antara

50-200 kg per unit. Harga benih pada saat pelaksanaan penelitian adalah

Rp.30.000 untuk ikan mas dan Rp.18.000 untuk ikan nila. Benih yang digunakan

biasanya berasal dari daerah Subang, Sukabumi dan Bandung. Pemberian pakan

dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan ikan.

Pakan yang digunakan oleh sebagaian besar pembudidaya adalah pakan

dengan merk dagang Pilar, Laju, dan Turbo. Pakan yang digunakan adalah pakan

dengan bentuk pelet. Harga pakan pada saat pelaksanaan penelitian adalah

Rp.6.720/kg untuk Pilar, Rp.6.000/kg untuk Laju, dan Rp.6.080/kg untuk Turbo.

Dari ketiga jenis pakan tersebut, Pilar adalah merk pakan yang paling banyak

38

digunakan. Ini dikarenakan kualitasnya yang baik, kandungan protein yang cukup

untuk ikan, gencarnya promosi yang dilakukan Bandar pakan kepada

pembudidaya dan merupakan merk terkenal dikalangan pembudidaya.

Pemberian pakan dilakukan tiga kali dalam satu hari, yaitu pagi, siang dan

sore hari. Pemberian pakan dilakukan secara manual yang dilakukan oleh pekerja.

Biasanya maksimal satu orang pekerja mengurusi 4 unit KJA. Pakan yang

digunakan pada satu kali musim tanam dapat mencapai 2000 kg untuk satu unit.

Pemanenan dilakukan setelah waktu pemeliharan selesai yaitu 4 bulan

sekali untuk ikan mas dan 6 bulan sekali untuk ikan nila. Pemanenan dilakukan

apabila ikan sudah mencapai 4-6 ekor/kg, dengan harga jual Rp.19.000/kg.

sedangkan untuk ikan nila dipanen apabila ikan sudah mencapai 4-6 ekor/kg

dengan harga jual Rp.11.000/kg.

4.3. Keragaan Biaya Manfaat dan Produktivitas KJA

4.3.1. Analisis Biaya Investasi dan Penyusutan

Biaya investasi secara umum pada usaha budidaya di KJA adalah investasi

untuk konstruksi atau bangunan karamba. Bangunan untuk karamba terdiri dari

bambu atau besi yang digunakan sebagai rangka konstruksi. Drum yang terbuat

dari plastik, busa maupun besi yang digunakan sebagai pelampung yang berguna

untuk membuat karamba mengapung diperairan. Batu atau bola plastik yang

digunakan sebagai jangkar untuk menahan konstruksi agar tidak terbawa oleh arus

air.

Biaya penyusutan termasuk kedalam biaya tetap. Biaya tetap adalah biaya

yang tidak bergantung pada kesibukan perusahaan atau dengan perkataan lain

biaya yang tidak bergantung pada penggunaan kapasitas perusahaan atau industri

perikanan (Bambang dan Kartasapoetra 1992). Biaya penyusutan pada usaha ini

adalah biaya yang dikeluarkan untuk mempersiapkan konstruksi atau biaya yang

dikeluarkan sebagai dampak penurunan fungsi atau guna dari konstruksi KJA.

39

Tabel 12. Biaya Investasi dan Biaya Penyusutan

No. Komponen Volume

(Unit)

Harga

Satuan

(Rp)

Biaya

Investasi

(Rp)

Umur

Teknis

(Tahun)

Penyusutan

(Rp)

1. Bambu 60 7.000 4.200.000 2 2.100.000

2. Besi 120 80.000 9.600.000 5 1.920.000

3. Drum Besi

35

110.000

2.620.000

5

920.000 4. Drum Plastik 160.000 10

5. Drum Busa 60.000 1

6. Jaring 3 70.000 210.000 10 21.000

7. Jangkar Luar 4 300.000 1.200.000 1 1.200.000

8. Jangkar Dalam 8 20.000 160.000 1 160.000

9. Rumah Jaga 1 15.000.000 15.000.000 15 1.000.000

Total 32.990.000 7.321.000

Sumber : Data Primer (diolah) 2013

Berdasarkan tabel di atas biaya penyusutan yang dikeluarkan pembudidaya

KJA adalah sebesar Rp.7.321.000. Biaya ini mencakup biaya konstruksi yang

terdiri dari jaring, drum, bambu/besi, jangkar dan rumah jaga. Jumlah ini adalah

jumlah rata-rata yang dikeluarkan pembudidaya setiap tahunnya.

4.3.2. Analisis Biaya Operasional

Biaya Operasional atau biaya produksi adalah modal yang harus

dikeluarkan unttuk memproduksi ikan. Biaya operasional ini terdiri dari biaya

tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang bersifat tidak dipengaruhi

oleh jumlah output yang dihasilkan, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang

besarnya dipengaruhi oleh jumlah output yang dihasilkan (Wicaksanti 2011).

Perhitungan diasumsikan sebagai biaya yang dikeluarkan satu musim tanam

(empat bulan sekali). Adapun biaya-biaya tersebut dapat dilihat pada tabel.

Tabel 13. Komponen Biaya Operasional Usaha Budidaya di KJA

No. Komponen Biaya

Operasional

Satuan Nilai

(Rp/siklus)

Nilai

(Rp/Th)

Persentasi

(%)

1.

2.

Benih Ikan Mas

Benih Ikan Nila

Kg/Rp

Kg/Rp

3.862.900

3.673.000

14.319.200

7.066.000

13

12

3. Pakan Kg/Rp 15.881.180 58.559.920 55

4. Gaji Pekerja Rp 4.656.000 14.136.000 16

5. Iuran listrik Rp 25.200 75.600 0,0008

6. Iuran Keamanan Rp 395.600 1.186.800 1,3

7. Biaya lainnya Rp 24.720 74.160 0,0008

Jumlah 28.518.600 95.417.680 100

Sumber : Data Primer (diolah) 2013

40

Biaya operasional yang dikeluarkan oleh pembudidaya adalah biaya yang

digunakan untuk memenuhi produksi selama satu musim tanam. Biaya yang

dikeluarkan meliputi biaya benih pakan dan biaya lainnya. Pengeluaran biaya

benih dan pakan yang memiliki nilai yang tinggi dalam usaha budidaya ini.

4.3.3. Produksi dan Produktivitas

1. Produksi Ikan Mas dan Ikan Nila

Hasil produksi merupakan tujuan dari pelaksanaan kegiatan budidaya ikan

yang dilakukan pembudidaya di KJA, dimana pembudidaya mendapatkan

keuntungan dari kegiatan budidaya yang dilakukan. Hasil produksi berupa

banyaknya ikan yang berhasil tumbuh dalam satu siklus panen ikan mas dan ikan

nila. Ikan mas rata-rata diproduksi dalam satu siklus tanam yaitu selama 4 bulan

yaitu sebanyak 1,3 ton. Ikan nila rata-rata diproduksi dalam satu siklus tanam

yaitu selama 6 bulan masa tanam yaitu sebanyak 1,0 ton. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan, produksi ikan mas dan ikan nila menurut olahan data primer 2013

dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Produksi Ikan Mas dan Ikan Nila Berdasarkan Luas Ruang yang

digunakan

No.

Ukuran

Karamba

(m2)

Produksi per

Musim Tanam

(Kg) Total

(Kg)

Produksi

(Tahun)

(Kg) Total

(Kg)

Mas Nila Mas Nila

1. 7 x 7 98.050 - 98.050 294.150 - 294.150

2. 7 x 14 256.070 - 256.070 768.210 - 768.210

3. 14 x 14 200.400 52.070 252.470 601.200 104.140 705.340

Sumber : Data Primer (diolah) 2013

Berdasarkan Tabel 14 produksi ikan mas lebih tinggi dibandingkan dengan

produksi ikan nila. Produksi ikan mas yang tinggi dikarenakan lama pemebesaran

yang dilakukan hanya 4 bulan per sekali tanam. Produksi ikan nila lebih rendah

dari produksi ikan mas. Ini dikarenakan budidaya ikan nila dilakukan pada jaring

lapis kedua dan tidak menggunakan pakan, karena ikan nila hanya memanfaatkan

pakan sisa dari ikan mas yang berada pada jaring lapis utama.

41

Pemeliharaan ikan nila dilapis jaring kedua sebenarnya dilakukan untuk

mengefesiensikan pakan yang tidak termakan oleh ikan mas yang dipelihara pada

jaring lapis pertama. Ini dilakukan agar sisa pakan tidak mengendap pada perairan

dan tidak menyebabkan sedimentasi didasar perairan. Pemeliharaan ikan nila juga

dimaksudkan sebagai komoditas subtitusi ikan mas, apabila dalam pemeliharaan

ikan mas terjadi kegagalan pada saat panen yang sering diakibatkan oleh penyakit,

virus, upwelling, dan ikan mati karena mabok.

Ukuran lahan berpengaruh dengan jumlah padat tebar yang juga

mempengaruhi produksi ikan yang dihasilkan.dilihat dari ukuran lahan, lahan

dengan ukuran 7x14 m memliki hasil produksi yang terbesar. Ini dikarenakan

lahan yang luas dan tidak bersekat sehingga padat tebar tinggi. Pembukaan sekat

pada unit KJA dimaksudkan sebagai cara mengefisiensikan lahan, padat tebar dan

pakan, sehingga produksi yang dihasilkan tinggi.

2. Analisis Produktivitas

A. Analisis Produktivitas per Satuan Luas

Menurut Greenberg dalam Sinungan (2008) mendefinisikan produktivitas

sebagai perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang

dinyatakan dalam satu-satuan (unit) umum. Data diasumsikan menggunakan

perhitungan luas ruang lahan menggunakan P x L. Data produktivitas per satuan

luas dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Analisis produktivitas per Satuan Luas

No. Produktivitas Per satuan

Luas

N

(Orang)

Minimum

(Kg/m3/Th)

Median

(Kg/m3/Th)

Maksimum

(Kg/m3/Th)

1. Ikan Mas 50 2,092 5,612 25,510

2. Ikan Nila 50 0,255 2,296 15,190

3. Gabungan (ikan mas dan

Ikan Nila)

50 4,847 8,291 33,163

Sumber : Data Primer (diolah) 2013

Berdasarkan tabel diatas, nilai minimum untuk produktivitas ikan mas

bernilai 2,092 Kg/m3/Th nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan nilai

produktivitas ikan nila yang memiliki nilai 0,255 Kg/m3/Th, namun apabila kedua

komoditas tersebut digabung nilai produktivitas untuk kedua komoditas tersebut

42

bernilai 4,847 Kg/m3/Th. Nilai ini adalah nilai minimum dari produksi ikan yang

dihasilkan dalam satu kali musim tanam kegiatan budidaya di KJA Waduk Cirata.

Berdasarkan pragmatis lapangan para pembudidaya di KJA Cirata potensi

produksi maksimum ikan mas sebesar 1.355 Kg/unit/mt atau 4.065 Kg/unit/Th.

Nilai ini berdasarkan dengan perhitungan sebagai berikut :

Produksi = 50% pakan + Benih

= 1

2 𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛 + Benih

= 1

2 2454 + 128

= 1.355 Kg/Unit/mt

= 13,82 Kg/m3/mt

Perhitungan diatas adalah nilai produksi satu musim tanam dalam satu meter lahan,

sedangkan nilai satu tahunnya adalah 41,48 Kg/m3/th. Nilai ini lebih besar dari nilai

maksimum yang dihasilkan. Perbedaan hasil tersebut di duga karena adanya

dinamika sumberdaya dan lingkungan dimana budidaya ikan mas di KJA Cirata

bersifat dinamis.

Dibandingkan dengan penelitian Gumilar 2002, nilai produksi ikan mas

dinilai tinggi dengan jumlah produksi sebesar 1.887 Kg/unit/mt dan 5.663

Kg/unit/th atau 57,78 Kg/m3/th. Besarnya angka produksi ini kemungkinan terjadi

karena faktor lingkungan yang pada saat itu belum mengalami penurunan akibat

Global Warming dan belum padatnya KJA yang terdapat di Waduk Cirata.

Produksi ikan ini meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah skala unit KJA

yang digunakan untuk budidaya ikan.

Pada penelitian Damyanti 2006, nilai produksi ikan dinilai tinggi dengan

jumlah produksi ikan mas sebesar 4.916 Kg/Mt atau 14.748 Kg/Th. Besarnya

angka produksi pada tahun itu kemungkinan dikarenakan pada tahun tersebut

belum terjadi pengaruh musim dan cuaca yang berubah secara drastis yang terjadi

seperti sekarang, belum padatnya KJA yang ada yang menyebabkan produksi

terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah skala unit budidaya yang

digunakan.

43

Gambar 6. Grafik Hubungan Antara Luas Ruang dengan Produktivitas Ikan Mas

Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui bahwa secara umum data sudah

menyebar secara normal yang ditunjukkan oleh kumpulan data yang mayoritas

sudah terkonsentrasi pada garis hubungan linear. Sebaran data hanya berada

disekitar 0-5000. Ini menunjukkan bahwa luas ruang budidaya ikan di KJA pada

titik 0-5000 m3 memiliki tingkat produktivitas yang tinggi yaitu dinilai 0-15. Dari

grafik ini pula terlihat bahwa terdapat data yang memiliki luas ruang budidaya

dengan luas ruang berkisar dari 0-5000 juga memiliki hasil produktivitas yang

sangat tinggi yaitu berada pada titik 25. Ini menunjukkan bahwa luas ruang tidak

terlalu mempengaruhi produktivitas, sebab semakin luas ruang budidaya, hasil

produktivitasnya tidak mengalami peningkatan.

Hal ini dapat terjadi bisa disebabkan oleh faktor-faktor lain diluar faktor

fisik kegiatan budidaya di KJA. Faktor ini sudah menjadi bahaya laten terhadap

kegiatan budidaya di KJA. Faktor tersebut adalah buruknya kualitas air di KJA

yang menyebabkan produktivitas menurun.

y = 8E-05x + 6.030R² = 0.014

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

0 10000 20000 30000

Pro

du

ktiv

itas

Ikan

Mas

Luas Ruang

Series1

Linear (Series1)

44

Hubungan luas ruang dengan produktivitas ikan nila digambarkan sebagai

berikut :

Gambar 7. Grafik Hubungan Antara Luas Ruang dengan Produktivitas Ikan Nila

Berdasarkan pola grafik linier diatas menunjukkan bahwa sebaran plot

berada pada titik 0-5000. Ini berartti produktivitas umumnya luas ruang yang

digunakan pembudidaya adalah di sekitar 0-5000 m3, dengan produktivitas tidak

lebih dari 0-4. Namun ditemukan pula nilai produktivitas 8-16 pada titik yang

sama. Semakin besar luas ruang, produktivitas ikan nila tidak mengalami

peningkatan yang signifikan.

Hal ini dapat terjadi karena luas ruang budidaya yang semakin luas tidak

diimbangi dengan jumlah padat tebar yang mendukung dengan kapasitas luas

ruang budidaya. Rata-rata pembudidaya hanya menebar benih sebanyak 100-300

kg per unit kolam ukuran 14x14 m, sedangkan hasil produksinya tidak mendapat

hasil maksimal karena kemungkinan pembudidaya tidak menggunakan ruang

bididaya nya dengan maksimal untuk melakukan kegiatan budidaya.

y = 4E-05x + 2.633R² = 0.006

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

0 10000 20000 30000

Pro

du

ktiv

itas

Ikan

Nila

Luas Ruang

Series1

Linear (Series1)

45

Gambar 8. Grafik Hubungan Antara Luas Ruang dengan Produktivitas Ikan Mas

dan Ikan Nila

Berdasarkan grafik pola hubungan antara produktivitas ikan mas dan ikan

nila dengan luas ruang terlihat sebaran produktivitas hanya berada pada luasan

antara 0-5000 m3, dengan produktivitas 0-15, namun terlihat pula bahwa pada

luasan tersebut terdapat produktivitas meningkat mencapai titik 25 dan 34.

Semakin besar luas ruang budidaya, produktivitas yang dihasilkan tetap berada

pada angka 0-15. Ini menunjukkan bahwa semakin besar dan luas lahan budidaya

yang digunakann tidak memberikan hasil produktivitas yang tinggi.

Hal ini dapat terjadi karena dalam kegiatan budidaya, pembudidaya tidak

memaksimalkan lahan budidayanya. Pembudidaya hanya menggunakan sebagian

lahannya untuk melakukan kegiatan budidaya, jadi ada lahan yang sengaja

dikosongkan. Faktor lain bisa saja berasal dari kegagalan panen yang

mengakibatkan produksi menurun. Kegagalan panen ini terjadi disebabkan oleh

kualitas air yang menurun, perubahan cuaca, dan terjadinya upwelling atau umbal

balik yang menyebabkan ikan terkena penyakit dan virus bahkan terjadi kematian

masal dan berujung pada kegagalan panen.

y = 0.000x + 8.663R² = 0.016

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

0 10000 20000 30000Pro

du

ktiv

itas

Ikan

Mas

dan

Ikan

Nila

Luas Ruang

Series1

Linear (Series1)

46

B. Analisis Produktivitas Per Satuan Biaya

Produktivitas didefinisikan sebagai Perbandingan ukuran harga bagi

masukan dan hasil (Greenberg, dalam Sinungan 2008). Data produktivitas per

satuan biaya dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Analisis Produktivitas per Satuan Biaya

No. Produktivitas Per satuan

Luas

N

(Orang)

Minimum

(Rp/Kg/Th)

Median

(Rp/Kg/Th)

Maksimum

(Rp/Kg/Th)

1. Ikan Mas 50 1.358 5.688 16.475

2. Ikan Nila 50 1.748 10.527 97.560

3 Gabungan (ikan mas dan

Ikan Nila)

50 2.410

7.429 21.508

Sumber : Data Primer (diolah) 2013

Berdasarkan Tabel 16 diatas dapat dilihat bahwa nilai minimum dari

produktivitas biaya ikan mas adalah sebesar Rp.1.358 Kg/Th, nilai median

Rp. 5.688 Kg/Th , dan nilai maximum berada Rp. 16.475 Kg/Th. Nilai ini dapat berarti

bahwa semakin besar biaya produksi yang dikeluarkan produktivitas yang dihasilkan juga

semakin besar. Berikut ini adalah grafik hubungan antara produktivitas ikan mas dengan

total biaya (Gambar 9).

600000005000000040000000300000002000000010000000

18000

16000

14000

12000

10000

8000

6000

4000

2000

0

Total Biaya

Pro

du

kti

vit

as I

ka

n M

as

Scatterplot Produktivitas Ikan Mas dengan Total Biaya

Gambar 9. Grafik Hubungan Antara Total Biaya dengan Produktivitas Ikan Mas

47

Berdasarkan Gambar 9, umumnya biaya total yang dikeluarkan oleh

pembudidaya berkisar antara Rp.10.000.000-Rp.35.000.000 dengan produktivitas

berkisar antara Rp.0-Rp.16.000 ini menunjukkan bahwa semakin besar biaya

produksi yang dikeluarkan semakin besar juga produktivitasnya. Namun apabila

dilihat lagi terdapat beberapa sebaran yang berada jauh dari sebaran plot dititik

Rp.10.000.000-Rp.35.000.000 dan Rp.60.000.000, namun hubungan pola ini ini

terlihat tidak terjadi peningkatan produktivitas yang signifikan terhadap total

biaya yang dikeluarkan. Ini berarti bahwa produktivitas tinggi pada kisaran

pengeluaran biaya produksi pada nilai Rp.10.000.000-Rp.35.000.000.

Hal ini dapat terjadi karena biaya total yang dikeluarkan dalam kegiatan

budidaya ikan mas meliputi biaya benih, biaya pakan, gaji pekerja dan biaya

lainnya yang mendukung produksi ikan mas.

Berdasarkan Tabel 19 diatas dapat dilihat bahwa nilai minimum dari

produktivitas biaya ikan nila adalah sebesar Rp.1.748 Kg/Th, nilai median

Rp. 10.527 Kg/Th , dan nilai maximum berada Rp. 97.560 Kg/Th. Nilai ini memilik arti

bahwa semakin besar biaya yang dikeluarkan dalam produksi, semakin besar pula

produktivitasnya. Hubungan antara produktivitas ikan nila dengan biaya total

(Gambar 10).

600000005000000040000000300000002000000010000000

100000

80000

60000

40000

20000

0

Total Biaya

pro

du

kti

vit

as I

ka

n N

ila

Scatterplot Produktivitas Ikan Nila dengan Total Biaya

Gambar 10. Grafik Hubungan Antara Total Biaya dengan Produktivitas Ikan

Nila

48

Berdasarkan Gambar 10 dapat dilihat bahwa umumnya biaya yang

dikeluarkan dalam kegiatan budidaya ikan nila hanya berkisar antara

Rp.10.000.000-Rp.40.000.000 dengan sebaran produktivitas antara 0-45.000,

namun terdapat data produktivitas dititik 97.000 dengan sebaran plot biaya total

pada titik yang sama. Ini menunjukkan bahwa semakin besar produktivitas

semakin kecil biaya yang dikeluarkan.

Hal ini terjadi karena dalam membudidayakan ikan nila, para pembudidaya

hanya mengeluarkan biaya benih, karena ikan nila tidak menggunakan pakan

(pakan memanfaatkan dari jaring lapis atas). Ini berarti dalam melakukan kegiatan

pembesaran ikan nila memiliki tingkat produktivitas yang tinggi sebab biaya yang

dikeluarkan sedikit, namun hasil yang didapat sangat besar.

Berdasarkan Tabel 19 diatas dapat dilihat bahwa nilai minimum dari

produktivitas biaya ikan mas dan ikan nila adalah sebesar Rp.2.410 Kg/Th, nilai

median Rp. 7.429 Kg/Th , dan nilai maximum berada Rp. 21.508 Kg/Th. Nilai ini

memilik arti bahwa semakin besar biaya yang dikeluarkan dalam produksi ikan mas dan

ikan nila, semakin besar pula produktivitasnya. Hubungan antara produktivitas ikan mas

dan ikan nila dengan biaya total (Gambar 11).

600000005000000040000000300000002000000010000000

20000

15000

10000

5000

0

Total Biaya

Pro

du

kti

vit

a M

as+

Nila

Scatterplot Produktivita Mas dan Ikan Nila dengan Total Biaya

Gambar 11. Grafik Hubungan Antara Total Biaya dengan Produktivitas Ikan Mas

dan Ikan Nila

49

Berdasarkan Gambar 11 dapat dilihat umumnya kisaran biaya yang

dikeluarkan pada pembesaran ikan mas dan ikan adalah sebesar

Rp.10.000.000.000-Rp.40.000.000 dengan jumlah produktivitas ikan mas dan

ikan nila 0-21.000. ini berarti produktivitas ikan mas dan ikan nila besar apabila

jumlah produksi dan produktivitasnya digabungkan. Pola grafik diatas memiliki

arti bahwa semakin besar produktivitas yang didapat, semakin kecil biaya yang

dikeluarkan.Hal ini terjadi karena dalam kegiatan budidaya ikan mas dan ikan nila

biaya yang dikeluarkan besar dan produktivitasnya pun menjadi tinggi.

4.3.4. Analisis Finansial

Komponen biaya dan manfaat sudah diketahui, maka analisis biaya

manfaat dapat dilakukan untuk menentukan apakah sebuah usaha perikanan

maupun industri layak atau tidak dilakukan. Dalam menilai manfaat dari sebuah

usaha ada beberapa asumsi yang digunakan dalam perhitungan :

1. Analisis dilakukan pada kondisi perairan normal

2. Satuan waktu yang digunakan adalah satu tahun

3. Komoditi yang dijadikan sampel analisis adalah ikan mas dan ikan nila.

4. Analisis ini dilakukan pada KJA dua lapis (double layer), dimana pada

lapis pertama dibudidayakan ikan mas dan pada lapis kedua dibudidayakan

ikan nila.

5. Analisis biaya manfaat dilakukan pada KJA dengan konstruksi berukuran

7x14 m perunit untuk ikan mas dan ukuran 14x14 m untuk ikan nila.

Dengan perhitungan 1 unit berjumlah 2 kolam untuk ukuran 7x14 m dan

kolam untuk ukuran 14x14 m.

6. Perhitungan dilakukan dengan dua cara yang pertama adalah dengan

perhitungan yang dilakukan dengan hanya menghitung biaya manfaat yang

terdapat pada satu unit dengan masa panen satu kali persiklus, dan yang

kedua adalah dengan menghitung keragaan biaya yang terdapat pada satu

unit dengan masa panen per siklus yang dihitung pertahun.

7. Seluruh data adalah data rata-rata yang diambil dari hasil analisis data

primer dan diolah (2013).

50

Keragaan biaya manfaat merupakan kajian keuangan untuk mengetahui

keuntungan yang telah dicapai selama usaha budidaya ikan di KJA tersebut

berlangsung. Pengusaha dapat manganalisis perhitungan serta menentukan

tindakan untuk memperbaiki dan meningkatkan keuntungan dalam usahanya.

Perhitungan analisis biaya manfaat usaha budidaya ikan mas dilakukan

untuk satu tahun, dimana diasumsikan terdapat 3 kali musim tanam. Sedangkan

untuk ikan nila terdapat dua kali musim tanam dalam satu tahun, ini berarti satu

kali musim tanam adalah enam bulan. Ikan nila siap dipanen sebanyak dua kali

dalam setahun dan ikan mas empat kali dalam satu tahun.

1. Profitabilitas

Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk

mendapatkan laba (keuntungan) dalam suatu periode tertentu. Menurut Husnan

(2001), bahwa profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan dalam

menghasilkan profit (keuntungan) pada tingkat penjualan, aset dan modal dalam

saham tertentu.

51

Tabel 17. Profitabilitas Usaha Budidaya Ikan di KJA No Nama

Responden

Luas Lahan

(m²)

Biaya Produksi

(Rp)

Penerimaan

(Rp)

Keuntungan

(Rp)

Profitabilitas

(%)

1. Hasan 1.568 25.420.000 33.800.000 8.380.000 33

2. Dawiyanto 1.4112 30.375.000 43.500.000 13.125.000 43

3. Cece 5.488 16.945.000 24.600.000 7.655.000 45

4. Zainal Arifin 2.3520 16.900.000 24.800.000 7.900.000 46

5. Engkos 3.920 18.715.000 24.500.000 5.785.000 30

6. Dadan 1.960 32.145.000 28.300.000 -3.845.000 0

7. Yayan 2.352 17.760.000 26.900.000 9.140.000 51

8. Cakri 5.488 16.255.000 24.750.000 8.495.000 52

9. Asep 3.920 20.625.000 29.250.000 8.625.000 41

10. Tatang 5.488 19.755.000 28.550.000 8.795.000 44

11. Dedi 3.136 19.285.000 25.600.000 6.315.000 32

12. Ole 9.408 22.760.000 25.330.000 2.570.000 11

13. Asep 5.488 17.039.000 18.300.000 1.261.000 7

14. Dadan 1.885 13.085.000 20.700.000 7.615.000 58

15. Sulaiman 3.920 54.440.000 111.500.000 57.060.000 104

16. Syafei 7.840 32.000.000 55.700.000 23.700.000 74

17. Atep 4.704 29.670.000 41.300.000 11.630.000 39

18. Imang 5.488 21.835.000 24.200.000 2.365.000 10

19. Endang 6.272 23.490.000 36.750.000 13.260.000 56

20. Solihin 5.488 21.015.000 34.000.000 12.985.000 61

21. Komarudin 1.7248 20.365.000 29.500.000 9.135.000 44

22. Yunus 2.3520 34.980.000 55.300.000 20.320.000 58

23. Ade Sulaiman 2.352 17.517.500 32.350.000 14.832.500 84

24. Omay 3.920 18.320.000 27.100.000 8.780.000 48

25. Budi 1.1760 17.160.000 25.300.000 8.140.000 47

26. Abdul Rozak 3.920 21.315.000 27.300.000 5.985.000 28

27. Mursin 784 15.330.000 22.300.000 6.970.000 45

28. Aji 2.744 38.000.000 60.000.000 22.000.000 58

29. Dede 11.760 17.900.000 25.450.000 7.550.000 42

30. Tommy Irawan 3.136 13.770.000 16.150.000 2.380.000 17

31. Teng Jayadi 6.272 30.365.000 31.275.000 910.000 2

32. Komar 2.744 18.390.000 46.250.000 27.860.000 151

33. Hendri 3.920 17.940.000 23.550.000 5.610.000 31

34. Toto 6.272 18.140.000 33.450.000 15.310.000 84

35. Dede 4.704 21.840.000 15.250.000 -6.590.000 0

36. Dadang 5.488 21.165.000 27.500.000 6.335.000 30

37. Deni 2.352 22.240.000 30.200.000 7.960.000 35

38. Adi 3.920 22.890.000 27.250.000 4.360.000 19

39. Supri 3.920 18.165.000 24.500.000 6.335.000 35

40. Odang 3.136 17.700.000 25.300.000 7.600.000 43

41. Angga 4.704 28.865.000 43.850.000 14.985.000 51

42. Dudung 3.920 16.765.000 22.850.000 6.085.000 36

43. Dudum 3.920 16.150.000 34.000.000 17.850.000 110

44. Dedi 5.488 16.965.000 28.300.000 11.335.000 66

45. Edi 4.704 14.775.000 22.500.000 7.725.000 52

46. Hendro 3.136 18.240.000 24.500.000 6.260.000 34

47. Ujang 3.136 21.690.000 27.750.000 6.060.000 28

48. Sarmin 3.136 20.050.000 24.600.000 4.550.000 22

49. Soleh 1.960 20.500.000 28.300.000 7.800.000 38

50. Latif 20.384 28.185.000 37.000.000 8.815.000 31

Jumlah 1.095.191.500 1.581.255.000 486.063.500 44

Rata-Rata 21.903.830 31.625.100 9.721.270 44

Sumber: Data Primer (diolah) 2013

52

Berdasarkan Tabel 17, dapat dilihat bahwa keuntungan usaha yang

dihasilkan dari kegiatan budidaya ikan mas di KJA selama kurun waktu

pemeliharaan 4 bulan (sekali masa tanam) memiliki keuntungan dengan rata-rata

Rp.9.721.270. Keuntungan usaha menjadi salah satu faktor yang perlu

diperhatikan dalam menjalankan sebuah usaha, apakah usaha itu menghasilkan

hasil yang baik dan layak dikembangkan atau tidak.

Terlihat beberapa data mendapatkan nilai minus pada keuntungan. Ini

disebabkan oleh besarnya biaya produksi sedangkan penerimaan tidak sebesar

dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Dengan kata lain pembudidaya tersebut

mengalami kerugian. Sedangkan terdapat pula keuntungan yang besar yang

didapat oleh pembudidaya. Keuntungan terbesar itu mencapai 151%. Ini

disebabkan baiaya penerimaan yang diterima dari hasil produksi lebih besar atau

dengan kata lain biaya yang diterima menutupi biaya yang digunakan untuk

produksi.

Usaha budidiaya ikan di KJA memang sangat menjanjikan. Modal atau

investasi dapat kembali dengan cepat. Keuntungan yang didapat dalam kurun

waktu 4 bulan (sekali masa tanam) dengan persentasi 0-84%, sangat menjanjikan

untuk sebuah usaha perikanan. Keuntungan terkecil didapatkan adalah sebesar

Rp.910.000; setiap 4 bulannya dan keuntungan terbesar didapat kira-kiran

Rp.27.890.000; setiap 4 bulannya. Semakin besar lahan, banyaknya benih yang

ditebar dan kualitas benih yang baik maka semakin besar pula produksi,

produktivitas dan keuntungan yang didapat.

2. Revenue Cost Ratio

Untuk mengetahui seberapa besar keuntungan usaha KJA terhadap biaya

yang dikeluarkan maka dilakukan dengan RCR. Keutungan usaha di KJA

dihasilkan dari budidaya ikan mas dan ikan nila yang merupakan komoditas utama

dari KJA Cirata. Dalam perhitungan, diasumsikan bahwa konstruksi KJA hanya

dapat bertahan selama ± 5 tahun selama melakukan kegiatan budidaya, lebih dari

5 tahun konstruksi memerlukan perbaikan konstruksi.

53

Tabel 18. Keragaan Biaya Manfaat Budidaya Ikan Mas dan Ikan Nila (per Musim

Tanam) di KJA Cirata

No. Komponen Biaya Satuan Nilai

1. Biaya Penyusutan

Biaya Penyusutan Konstruksi

Rp

2.440.300

2. Biaya Tetap

Biaya Benih Ikan Mas

Biaya Benih Ikan Nila

Biaya Pakan

Biaya Pekerja

Kg/Rp

Kg/Rp

Rp

Rp

3.862.900

1.836.500

15.881.180

4.656.000

Total Biaya Rp. 28.676.880

Penerimaan (Produksi x Harga Jual) Kg/Rp 31.625.100

Keuntungan (Penerimaan – Total Biaya) Rp. 2.948.220

R/C (Penerimaan / Total Biaya) 1,1

Sumber : Data Primer (diolah) 2013

Berdasarkan Tabel 18 nilai RCR pada usaha budidaya ikan mas dan ikan

nila di KJA Cirata Kecamatan Mande dalam kurun waktu 4 bulan (per siklus

tanam) adalah sebesar 1,1, yang berarti setiap Rp.1 yang dikeluarkan

pembudidaya akan menghasilkan Rp.1,1. Artinya usaha budidaya ikan di KJA

Cirata Kecamatan Mande mendapatkan keuntungan dan layak dikembangkan

berdasarkan kriteria kelayak usaha yaitu R/C ≥ 1.

Tabel 19. Keragaan Biaya Manfaat Budidaya Ikan Mas dan Ikan Nila (per Tahun)

di KJA Cirata

No. Komponen Biaya Satuan Nilai

1. Biaya Penyusutan

Biaya Penyusutan Konstruksi

Rp

7.321.000

2. Biaya

Biaya Benih Ikan Mas

Biaya Benih Ikan Nila

Biaya Pakan

Gaji Pekerja

Kg/Rp

Kg/Rp

Kg/Rp

Rp

14.319.200

7.066.000

60.923.120

13.968.000

3. Biaya Variabel (Dalam 1 unit persiklus

tanam)

Biaya Lainnya (didalamnya

mencakup biaya Listrik, Iuran

Keamanan, Obat-obatan dan

Perbaikan Konstruksi Kolam)

Rp.

1.265.200

Total Biaya Rp. 104.856.520

Penerimaan (Produksi x Harga Jual) Kg/Rp 126.644.600

Keuntungan (Penerimaan – Total Biaya) Rp. 21.788.080

R/C (Penerimaan / Total Biaya) 1,2

Sumber : Data Primer (diolah) 2013

54

Berdasarkan Tabel 19 nilai RCR pada usaha budidaya ikan mas dan ikan

nila di KJA Cirata Kecamatan Mande dalam kurun waktu 1 tahun adalah sebesar

1,2 yang berarti setiap Rp.1 yang dikeluarkan pembudidaya akan menghasilkan

Rp.1,2. Artinya usaha budidaya ikan di KJA Cirata Kecamatan Mande

mendapatkan keuntungan dan layak dikembangkan berdasarkan kriteria kelayak

usaha yaitu R/C ≥ 1.

3. Pay Back Periods

Analisis pengembalian modal atau investasi yang dikenal sebagai pay back

periods (PBP) dapat diartikan dengan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk

mengembalikan biaya investasi atau modal. Perhitungan PBP diasumsikan dengan

total investasi atau biaya investasi yang digunakan untuk membuat konstruksi

awal. Nilai PBP pada analisis biaya pada usaha budidaya di KJA Cirata adalah

sebagai berikut :

Pay Back Period = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖

𝐾𝑒𝑢𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 x 1 Tahun

= 𝑅𝑝 .32.990.000

𝑅𝑝 .21.788.080 x 1 Tahun

= 1,5 tahun

= 18 bulan

Berdasarkan perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai PBP ikan mas

sebesar 1,5. Ini berarti dalam kurun waktu 18 bulan, usaha budidaya di KJA sudah

dapat mengembalikan modal atau investasi. Usaha budidaya di KJA dinilai

menguntungkan karena dapat mengembalikan modal atau investasi dalam waktu

singkat sehingga layak dijadikan usaha.

4. Break Even Point

BEP tercapai apabila jumlah pendapatan sama dengan jumlah biaya

produksi atau jika keuntungan sama dengan nol (Husnan dan Muhammad 1999).

Nilai BEP produksi dan harga pada usaha budidaya ikan di KJA Cirata adalah

sebagai berikut :

55

1. Ikan Mas

BEP Harga = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖

= 𝑅𝑝 .24.400.000

1365 (𝑘𝑔)

= Rp.17.875

BEP Produksi = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖

𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝐽𝑢𝑎𝑙

= 𝑅𝑝 .24.400.000

𝑅𝑝 .19.000

= 1284 kg

Berdasarkan perhitungan diatas dapat dilihat bahwa BEP harga bernilai

Rp.17.875. nilai ini menunjukkan bahwa usaha budidaya ikan mas di KJA Cirata

tidak akan mengalami kerugian maupun mendapat keuntungan atau berada dititik

impas dengan menjual ikan mas dengan harga Rp.17.875/kg. Nilai BEP produksi

sebesar 1284 kg, nilai ini memiliki makna bahwa dalam satu musim tanam ikan

mas tidak akan mengalami kerugian maupun mendapat keuntungan atau berada

pada titik impas apabila pembudidaya memproduksi 1284 kg ikan mas dalam satu

kali musim tanam.

2. Ikan Nila

BEP Harga = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖

= 𝑅𝑝 .3.673.000

1041 (𝑘𝑔)

= Rp.3.530

BEP Produksi = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖

𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝐽𝑢𝑎𝑙

= 𝑅𝑝 .3.673.000

𝑅𝑝 .10.000

= 367 kg

56

Berdasarkan perhitungan nilai BEP diatas, BEP harga bernilai Rp.3.530.

Nilai ini berarti usaha budidaya ikan nila tidak akan mendapatkan keuntungan

atau kerugian atau berada pada titik impas jika pembudidaya menjual ikan nila

sebesar Rp.3.530/kg. Nilai BEP produksi sebesar 367 kg. Nilai ini menunjukkan

bahwa pembudidaya tidak akan mendapatkan keuntungan maupun kerugian dan

berada pada titik impas apabila pembudidaya memproduksi ikan nila dalam satu

kali musim tanam sebanyak 367 kg.

4.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas

Produktivitas dapat diartikan sebagai campuran (compound) dari produksi

dan aktivitas, dimana daya produksi menjadi penyebabnya dan produktivitas

mengukur hasil dari daya tersebut (Ravianto 1986). Aktivitas yang dilakukan di

KJA adalah penyebab dari tingginya produktivitas di KJA. Produktivitas di KJA

dipengaruhi oleh beberapa faktor dari dua dimensi yang berbeda. Dimensi

pertama yang dilihat adalah dari dimensi luas (Kg/Th/m3). Produktivitas persatuan

luas didefinisikan sebagai kumpulan jumlah pengeluaran dan masukkan yang

dinyatakan dalam satuan unit. Faktor yang diduga berpengaruh terhadap

produktivitas usaha perikanan budidaya ikan di KJA Waduk Cirata adalah sebagai

berikut :

Benih (x1)

Pakan (x2)

Pengalaman pembudidaya (x3)

Pendidikan (x4)

Umur (x5)

Tenaga kerja (x6)

A. Produktivitas per Satuan Luas

Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas lalu di analisis dengan

persamaan Regresi Linear Berganda, dengan hasil sebagai berikut :

57

1. Produktivitas per satuan Luas Ikan Mas

Hasil regresinya :

Produktivitas = 69.3 + 2.42 x1 + 4.90 x2 – 1.70 x3– 1.01 x4 – 3.85 x5 + 1.32 x6

Table 20. Hasil Regresi Produktivitas Ikan Mas per Satuan Luas

Variabel Koefisien p-Value Keterangan

X1 2.4192 0.003* Benih

X2 4.901 0.003* Pakan

X3 -1.6986 0.001* Pengalaman

X4 -1.0082 0.145 Pendidikan

X5 -3.849 0.069 Umur

X6 1.3247 0.139 Tenaga Kerja

R-Square 44.6%

R-Square (adj) 36.8% Ket : * Nyata pada taraf 5%

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, 2013

Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bahwa variabel yang signifikan

mempengaruhi produktivitas per satuan luas adalah faktor dari benih, pakan dan

pengalaman budidaya. Hasil regresi ini memiliki nilai R-Square (adj) sebesar

36,8%, yang berarti bahwa faktor yang mempengaruhi produktivitas hanya

sebesar 36,8%, sedangkan sisanya adalah faktor lain yang mempengaruhi

produktivitas. Faktor lain tersebut dapat berupa hal lain diluar dari faktor fisik

kegiatan budidaya di KJA. Beberapa kemungkinan faktor lain bisa saja berasal

dari keadaann lingkungan yang mulai menurun seperti kualitas air dan perubahan

cuaca yang ekstrim yang menyebabkan timbulnya penyakit atau virus yang

membuat produksi dan produktivitas menurun. Faktor lain lainnya dapat berupa

skill atau kemampuan individu pembudidaya dalam kegiatan budidaya di KJA.

Faktor pendidikan,umur dan tenaga kerja sama sekali tidak berpengaruh

secara signifikan pada kegiatan budidaya yang dilakukan di KJA. Ini terjadi

karena dalam melakukan kegiatan budidaya di KJA pendidikan yang tinggi, umur

yang matang dan jumlah tenaga kerja tidak mempengaruhi tingginya produksi dan

produktivitas di KJA. Kemampuan individu (skill) dalam melakukan kegiatan

budidaya lebih terlihat mempengaruhi hasil produksi dan produktivitas.

58

2. Produktivitas Per Satuan Luas Ikan Nila

Hasil regresinya:

Produktivitas = 37.1+1.09 x1+2.33 x2–0.277 x3+0.178 x4–2.48 x5+0.109 x6

Tabel 21. Hasil Regresi Produktivitas Ikan Nila per Satuan Luas

Variabel Koefisien p-Value Keterangan

X1 1.0911 0.012* Benih

X2 2.3258 0.000* Pakan

X3 -0.2766 0.353 Pengalaman

X4 0.1778 0.701 Pendidikan

X5 -2.483 0.050* Umur

X6 0.1091 0.847 Tenaga Kerja

R-Square 64.1%

R-Square (adj) 59.0%

Ket : * Nyata pada taraf 5%

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, 2013

Berdasarkan Tabel 21, dapat dilihat bahwa faktor yang mempengaruhi

produktivitas ikan nila pada satuan luas adalah faktor benih, pakan dan umur

pekerja, dengan nilai R-Square (adj) sebesar 59,0%. Nilai ini berarti pada kegiatan

budidaya ikan nila faktor produktivas yang berpengaruh hanya sebesar 59,0%.

Terlihat variabel benih lebih signifikan memberikan pengaruh pada produktivitas

karena pada budidaya ikan nila tidak menggunakan pakan (hanya menggunakan

pakan sisa dari jaring lapis atas). Faktor umur pembudidaya mempengaruhi

produktivitas ikan nila dikarenakan semakin matang usia pembudidaya akan

semakin bisa menghadapi masalah-masalah dalam kegiatan budidaya ikan nila.

Variabel pengalaman pembudiaya, pendidikan dan jumlah tenaga kerja

tidak berpengaruh signifikan terhadap produktivitas. R-Square bernilai 64,1%

artinya terdapat 64,1% faktor lain yang mempengaruhi produktivitas. Pada

kegiatan budidaya ikan nila ini faktor lain yang tidak mempengaruhi produktivitas

kemungkinan berasal dari penyakit yang sering menyerang benih dan ikan nila.

Penyakit ini biasanya berasal dari kualitas air yang mulai jelek, perubahan cuaca

yang ekstrim dan juga dari limbah disekitaran KJA.

59

3. Produktivitas Per Satuan Luas Ikan Mas dan Ikan Nila (Gabungan)

Hasil Regresinya :

Produktivitas = 119 + 7.23 x1 + 7.34 x2 - 1.77 x3 – 0.087 x4 - 6.30 x5 + 1.50 x6

Tabel 22. Hasil Regresi Produktivitas Ikan Mas dan Ikan Nila per Satuan Luas

Variabel Koefisien p-Value Keterangan

X1 7.231 0.000* Benih

X2 7.338 0.000* Pakan

X3 -1.7703 0.001* Pengalaman

X4 -0.0872 0.913 Pendidikan

X5 -6.305 0.007* Umur

X6 1.4958 0.135 Tenaga Kerja

R-Square 65.3%

R-Square (adj) 60.5% Ket : * Nyata pada taraf 5%

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, 2013

Berdasarkan Tabel 22, dapat dilihat bahwa yang mempengaruhi

produktivitas dari kedua komoditi di KJA Cirata Jangari adalah faktor benih,

pakan, pengalaman dan umur, dengan nilai R-Square (adj) sebesar 60,5%. Nilai

ini berarti sebanyak 60,5% variabel benih, pakan, pengalaman dan umur

pembudidaya mempengaruhi produktivitas di KJA. Nilai 65,3% memiliki arti

bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi produktivitas diluar dari faktor fisik

kegiatan budidaya di KJA.

Faktor yang mempengaruhi produktivitas dari dimensi luas dapat dilihat

dalam Tabel 23.

Tabel 23. Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Dimensi Luas Budidaya di

KJA

No. Komoditas

Ikan Mas Ikan Nila Gabungan

1. Benih Benih Benih

2. Pakan Pakan Pakan

3. Pengalaman Budidaya Umur Pekerja Pengalaman Budidaya

4. - - Umur Pekerja Sumber : Data Primer (diolah) 2013

Berdasarkan tabel diatas, produktivitas dipengaruhi oleh empat variabel,

yaitu benih, pakan, pengalaman pembudidaya dan umur. Variabel yang pertama

adalah benih. Benih merupakan sarana produksi yang sangat penting bagi

60

kelanjutan dan keberhasilan usaha budidaya perikanan (Khairuman 2008). Benih

menjadi faktor utama yang mempengaruhi produktivitas di KJA. Kualitas benih

yang baik menurut para responden adalah benih yang berasal dari Subang,

Sukabumi dan terakhir Bandung. Pemilihan kualitas benih yang baik dilakukan

oleh pembudidaya agar mendapatkan hasil produksi yang tinggi. Benih yang

berasal dari dari Subang pembenihannya dilakukan dengan cara intensif, sehingga

benih yang dihasilkan baik. Benih yang berasal dari Sukabumi dan Bandung

adalah benih yang pada umumnya gampang terserang penyakit. Subang

menghasilkan benih yang memiliki kualitas baik karena bibit yang digunakan

adalah bibit unggul, menejemen indukan baik dan biasanya indukan yang

digunakan hanya melakukan pemijahan sebanyak empat kali (maksimum).

Pakan sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhann ikan,

pemberian pakan yang kurang baik (jumlah dan mutunya) akan menimbulkan

penyakit nutrisi pada ikan (Cahyono 2000). Ikan memerlukan pakan yang cukup

untuk pertumbuhan, perkembangbiakan, serta kelangsungan hidupnya. Pakan

yang bermutu baik salah satunya ditentukan oleh kandungan nutrisi (protein,

karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral) dalam komposisi yang tepat dan

seimbang (Sucipto dan Prihartono 2005). Jenis pakan yang digunakan pada

budidaya KJA adalah pakan komersil yang didapat dari gudang pakan yang ada

disekitaran Waduk Cirata. Banyaknya produksi dalam KJA adalah selain

tergantung pada kualitas benih, juga tergantung pada banyaknya pakan yang

digunakan per satuan unitnya. Untuk ukuran KJA 7x7 m dengan ikan mas sebagai

komoditas yang dibudidayakan dikolam lapis pertama umumnya menggunakan

pakan sebanyak 1500 Kg per musim tanam. Jumlah ini tentu saja berbeda apabila

pembudidaya membudidayakan ikan mas dikolam ukuran 7x14 m maupun

14x14 m.

Pengalaman pembudidaya di KJA menjadi faktor yang berpengaruh nomor

tiga setelah kualitas benih dan pakan. Pengalaman pembudidayan dalam

melakukan kegiatan budidaya berkisar antara 1-20 tahun. Lamanya pengalaman

pembudidaya menjadi faktor yang mempengaruhi produktivitas ini disebabkan

karena semakin lamanya para pembudidaya melakukan kegiatan budidaya

61

semakin banyak pula pengalaman yang didapatkan. Mulai dari pengalaman

memilih benih yang berkualitas, pakan yang memiliki kandungan protein dan

kandungan nutrisi yang cukup sampai pengalaman mengatasi masalah penyakit

dan virus yang menyerang benih maupun ikan-ikan yang sudah tumbuh besar.

Pengetahuan ini mereka dapatkan dari kegiatan budidaya yang mereka lakukan

sehari-harinya di KJA.

Umur pekerja atau pelu budidaya di KJA menjadi faktor yang mempengaruhi

produktivitas. Rata-rata pekerja atau pelaku usaha budidaya di KJA merupakan

orang-orang yang memiliki usia produktif untuk bekerja, yaitu berkisar antara 15-

64 tahun (Soerjani 1987). Umur pekerja dan pengalaman bekerja memiliki

keterkaitan satu sama lainnya, semakin berumur seorang pekerja atau

pembudidaya semakin banyak pula pengalaman yang dimiliki.

B. Produktivitas per Satuan Biaya

Biaya adalah salah satu variabel yang dilihat dalam melihat perkembangan

produktivitas perikanan di KJA. Biaya yang didapat merupakan hasil yang didapat

maupun yang dikeluarkan oleh pemilik dan pembudidaya di KJA.

Faktor-faktor biaya yang mempengaruhi produktivitas kemudian dianalisis

dengan regresi sehingga didapatkan rumus regresi sebagai berikut :

1. Produktivitas Per Satuan Biaya Ikan Mas

Rumus regresinya :

Produktivitas = 27103 – 2510 x1 + 1501 x2 – 747 x3 – 321 x4 – 163 x5 – 1923 x6

Table 24. Hasil Regresi Produktivitas Ikan Mas per Satuan Biaya

Variabel Koefisien p-Value Keterangan

X1 -2510 0.024* Benih

X2 1501 0.213 Pakan

X3 -747 0.189 Pengalaman

X4 -321 0.676 Pendidikan

X5 -163 0.942 Umur

X6 -1923 0.164 Tenaga Kerja

R-Square 29,7%

R-Square (adj) 19,9% Ket : * Nyata pada taraf 5%

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, 2013

62

Berdasarkan Tabel 24 variabel yang mempengaruhi produktivitas adalah

benih, dengan nilai R-Square (adj) 19,9%. Nilai ini memiliki arti bahwa yang

mempengaruhi produktivitas hanya benih sebesar 19,9%, sedangkan sisanya

sebesar adalah faktor lain yang berasal dari luar faktor fisik kegiatan budidaya di

KJA Waduk Cirata. Faktor lain tersebut adalah keadaan lingkungan KJA yang

mulai menurun kualitasnya, terutama kualitas air dan banyaknya limbah

disekitaran perairan. Cuaca yang tidak menentu juga menyebabkan ikan-ikan

terkena penyakit dan virus.

Variabel pakan, pengalaman, pendidikan dan tenaga kerja tidak

mempengaruhi produktivitas di KJA Cirata. Ini berarti bahwa kegiatan budidaya

dapat dilakukan oleh pembudidaya-pembudidaya yang minim pengalaman dan

berpendidikan rendah. Banyaknya jumlah pekerja tidak terlalu berpengaruh

dengan tingginya produktivitas. Jumlah pekerja yang banyak dipekerjakan di KJA

baiasanya berjumlah 3-4 orang untuk setiap KJA yang beroperasi.

2. Produktivitas per Satuan Biaya Ikan Nila

Rumus regresinya :

Produktivitas = -32351 + 3187 x1 + 5492 x2 – 580 x3 –2339 x4 – 8913 x5 –

16420 x6

Table 25. Hasil Regresi Produktivitas Ikan Nila per Satuan Biaya

Variabel Koefisien p-Value Keterangan

X1 3187 0.380 Benih

X2 5492 0.423 Pakan

X3 -580 0.833 Pengalaman

X4 -2339 0.566 Pendidikan

X5 -8913 0.396 Umur

X6 -16420 0.009* Tenaga Kerja

R-Square 19,2%

R-Square (adj) 7,9% Ket : * Nyata pada taraf 5%

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, 2013

63

Berdasarkan Tabel 25 variabel yang mempengaruhi produktivitas adalah

tenaga kerja dengan nilai R-Square (adj) sebesar 7,9% yang berarti bahawa

produktivitas ikan nila hanya dipengaruhi sebesar 7,9% dari faktor tenaga kerja,

sedangkan sisanya nya di pengaruhi faktor lain. Variabel benih,

pakan,pengalaman, pendidikan, dan umur tidak secara signifikan berpengaruh

terhadap produktivitas biaya ikan nila.

3. Produktivitas Per Satuan Biaya Ikan Mas dan Ikan Nila

Rumus regresinya :

Produktivitas = 5.719 + 4.575 x1 + 6.831 x2 – 1.657 x3 – 1.151 x4 + 282 x5 -

1.161 x6

Table 26. Hasil Regresi Produktivitas Ikan Mas dan Nila per Satuan Biaya

Variabel Koefisien p-Value Keterangan

X1 4.575 0.012* Benih

X2 6.831 0.000* Pakan

X3 -1.657 0.047* Pengalaman

X4 -1.151 0.370 Pendidikan

X5 282 0.935 Umur

X6 -1161 0.505 Tenaga Kerja

R-Square 76,0%

R-Square (adj) 72,6% Ket : * Nyata pada taraf 5%

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, 2013

Berdasarkan Tabel 26 variabel yang mempengaruhi produktivitas adalah

variabel benih, pakan dan pengalaman dengan nilai R-Square (adj) 72,6%. Ini

berarti hanya 72,6% dari variabel yang mempengaruhi produktivitas, sedangkan

sisanya 27,4% dipengaruhi oleh faktor lain diluar faktor fisik kegiatan di KJA.

Variabel pendidikan, umur dan tenaga kerja tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap produktivitas. Faktor yang mempengaruhi dimensi biaya dapat dilihat

pada Tabel 27.

64

Tabel 27. Faktor yang Mempengaruhi Dimensi Biaya Budidaya di KJA

No. Komoditas

Ikan Mas Ikan Nila Gabungan

1. Benih Pengalaman Benih

2. - - Pakan

3. - - Pengalaman

4. - - - Sumber : Data Primer (diolah) 2013

Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa faktor yang mempengaruhi

produktivitas dari dimensi biaya adalah kualitas benih,pakan dan pengalaman.

Kualitas benih menjadi faktor utama yang mempengaruhi produktivitas per satuan

luas. Kualitas benih yang digunakan berasal dari Subang. Harga benih ikan mas

ini berkisar antara Rp.18.000–Rp. 20.000, sedangkan untuk ikan nila harga benih

berkisar antara Rp.10.000–Rp.12.000. Harga benih ini tergantung dari jumlah

ketersediaan di tempat benih. Semakin besar permintaan benih, semakin besar

pula harga yang ditawarkan perkilogramnya. Produktivitas persatuan biaya tinggi

karena daging ikan yang dihasilkan atau diproduksi tinggi dengan kisaran harga

jual daging berkisar antara Rp.29.000–Rp.32.000 untuk ikan mas per kg,

sedangkan untuk ikan nila berkisar antara Rp.18.000–Rp.20.000. Harga akan terus

naik apabila permintaan meningkat dipasaran dan begitu juga sebaliknya.

Pendapatan menjadi tinggi karena biaya penerimaan yang besar yang didapatkan

pembudidaya dari setiap panen yang dilakukan per unitnya per siklus dan

pertahun.

Biasanya benih ikan mas berasal dari daerah Subang. Pemilihan benih yang

berasal dari subang, dikarenakan kualitas benih yang memang bagus. Harga

bukanlah suatu kendala bagi pembudidaya untuk mendapatkan benih yang bagus.

Para pembudidaya rela mengeluarkan uang lebih untuk harga benih yang tinggi

sebab pembudidaya ingin hasil yang maksimal pada saat panen berlangsung

sehingga produksi dan produktivitas besar.

Pakan adalah faktor yang mempengaruhi produktivitas per satuan biaya.

Pakan yang digunakan adalah pakan komersil dengan kisaran harga pakan antara

Rp.6.000 – Rp.6.720 dengan penggunaan pakan berkisar 1500 kg per unit dengan

ukuran unit 7x7 m. Pengeluaran biaya yang dilakukan untuk pakan memang lebih

65

besar dari pengeluaran yang dilakukan untuk membeli atau menyediakan benih

yang berkualitas. Pengguanaan pakan hanya untuk memenuhi kebutuhan ikan

mas, sedangkan pada ikan nila hanya memanfaatkan sisa-sisa pakan yang jatuh

dari jaring lapis pertama, jadi tidak mengeluarkan banyak biaya karena pakannya

memanfaatkan pakan sisa dari layer atas. Roti yang sudah kadarluarsa kadang

juga digunakan sebagai pakan tambahan untuk mengefisiensikan pakan agar tidak

banyak tebuang. Pakan ini juga sangat disukai oleh ikan di KJA. Biasanya petani

mendapatkan pakan ini dari penadah makanan kadarluarsa yang makanan tersebut

berasal dari Jakarta.

Pengalaman pembudidaya menjadi variabel yang mempengaruhi

produktivitas biaya ikan mas dan ikan nila. Pengalaman pembudidaya yang yang

berkisar antara 1-20 tahun membuat para pembudidaya kaya akan pengalaman

dalam budidaya di KJA, sehingga pembudidaya bisa lebih mengetahui cara

menghadapi masalah yang dihadapinya (Rusli 1988).