bab iv hasil dan pembahasan 4.1. keadaan...
TRANSCRIPT
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum
Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak di tengah Provinsi Jawa Barat,
dengan jarak sekitar 65 Km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat (Bandung) dan 120
Km dari Ibukota Negara (Jakarta), dan terletak diantara 6°21’-7°25’ Lintang
selatan dan 106°42’-107°25’ Bujur Timur.
Kecamatan Mande berada di wilayah Utara Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa
Barat. Luas wilayah kecamatan 105,20 km2 dan berjarak 12 km dari ibukota
Kabupaten Cianjur serta 60 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat.
Secara administratif Kecamatan Mande terbagi menjadi 12 desa dengan
bentuk wilayah 60% berupa daerah datar sampai berombak, 15% berombak
sampai berbukit, dan 25% berbukit sampai gunung. Suhu maksimum di
Kecamatan Mande sebesar 33°C dan suhu minimum sebesar 29°C dengan
ketinggian 280 m dari permukaan laut.
Batas-batas Kecamatan Mande adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Kecamatan Cikalong dan Kecamatan Sukaresih
b. Sebelah Barat : Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cugenang
c. Sebelah Selatan : Kecamatan Karangtengah dan Kecamatan Cianjur
d. Sebelah Timur : Waduk Cirata
Waduk Cirata merupakan salah satu waduk kaskade yang terdapat di DAS
(Daerah Aliran Sungai) Citarum. Penggenangan Waduk Cirata dilakukan pada 1
September 1987. Waduk Cirata memiliki fungsi majemuk antara lain untuk
pembangkit energy listrik, budidaya ikan jaring apung, sebagai reservoir atau
penyediaan air dan pengembangan pariwisata. Fungsi dari kegiatan tersebut dapat
menghasilkan keuntungan yang besar baik bagi Pemerintah maupun masyarakat.
Berdasarkan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat No. 38
Tahun 1991 tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Air pada Sumber Air di Jawa
Barat, air Waduk Cirata dimasukkan ke dalam peruntukan golongan B, C, dan D.
29
dengan demikian diarahkan terutama untuk mengetahui status mutu air bagi
peruntukan tersebut diatas.
Waduk Cirata menampung berbagai jenis senyawa yang bersumber dari
limbah, baik oleh aliran sungai Citarum dan anak-anak sungainya, maupun limbah
yang bersumber dari kegiatan di dalam waduk sendiri (autochtonous) misalnya
dari kegiatan jaring terapung yang dari tahun ke tahun cenderung.
Selain masalah limbah, Waduk Cirata juga diganggu kelestariannya dengan
berkembangnya pertumbuhan massal gulma air, terutama dari jenis eceng gondok
(Eichhornian crassipers). Dampak dari pertumbuhan gulma ini diantaranya adalah
meningkatkan evapotranspirasi, sedangkan masa dari gulma yang mati dapat
menyebabkan terjadinya pulau-pulau terapung.
Masalah lain yang diprakirakan dapat mempengaruhi efektivitas waduk
adalah sedimentasinya, yang juga dari tahun ke tahun terus meningkat. Dengan
meningkatnya pencemaran air, pertumbuhan gulma air serta meningkatnya
sedimentasi, diprakirakan akan mempunyai dampak terhadap fungsi waduk
sebagai pembangkit listrik.
Dampak dari besarnya potensi Waduk Cirata ini sangat terasa oleh
masyarakat Kabupaten Cianjur adalah semakin berkembangnya bidang budidaya
perikanan khususnya budidaya ikan pada kolam Karamba Jaring Apung (KLA)
sehingga jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) dan KJA terus bertambah,
berdasarkan sensus Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) pada tahun 2007
untuk Waduk Cirata wilayah Cianjur berjumlah 1.385 RTP, 1.836 Pekerja (buruh
tani) dan 22.800 petak untuk KJA. Dari hasil pembinaan petugas, KJA-KJA yang
tidak produktif dan tidak layak pakai harus di bongkar/dimusnahkan dan ternyata
hasil sensus pada bulan September Tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 5.
30
Table 5. Jumlah KJA di Waduk Cirata Tahun 2011
No. Kecamatan Desa Blok
Jumlah Jumlah
KJA
(petak) RTP Buruh
1 Cikalong
Kulon
Kamurung Patok Beusi 83 109 1.268
Gudang
Maleber
67 99 1.075
2 Mande Mande Ciputri* 103 231 3.472
Jatinenggang* 155 390 6.824
Bobojong Jangari 73 15 584
Nyalempet 65 75 1.050
Pasir Pogor 25 80 1.100
Cikidang
Bayabang
Kebon Coklat 76 120 1.758
Bayabang 75 180 1.864
3 Sukaluyu Sindang Raja Nusa Dua 8 3 78
Neuneut Utara - - -
4 Ciranjang Sindang Sari Nusa Dua 3 1 24
Sindang Jaya Calingcing 35 40 687
Kertajaya Babakan Garut 67 85 1.078
Gunung sari Pangguyangan 29 40 470
5 Haurwangi Kertamukti Cibodas 21 4 168
JUMLAH 885 1.472 21.500
Sumber : BPWC (2011) dan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat (2011)
*) Lokasi Pengambilan Sampel
Berdasarkan data diatas, KJA di Kecamatan Mande yang benar-benar aktif
hanya sebanyak 47% dari total KJA yang ada di Waduk Cirata, jadi harus
dikurangi sampai kuota yang ditetapkan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi
Jawa Barat dan BPWC yang diatur oleh PERDA No.7 Tahun 2011.
Perkembangan produksi KJA di Waduk Cirata rata-rata mengalami kenaikan
tiap tahunnya. Namun, pada tahun 1998 mengalami penurunan jumlah KJA yang
disebabkan adanya peristiwa umbal balik yang mengakibatkan kematian massal
ikan yang berakibat pembudidaya ikan mengalami kerugian. Pembudidaya yang
mengalami kerugian, modalnya habis segingga menutup usaha budidaya.
31
Tabel 6. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Jaring Apung
No Tahun
Luas
Areal
Budidaya
(Ha/Unit/
m²)
Jumlah
produksi
(Ton)
Laju
(%)
Jenis Ikan
Produksi
Mas Laju
(%) Nila
Laju
(%)
1 2001 10.926 11.409,47 - 8.177,99 - 3.231,48 -
2 2002 14.891 11.416,89 0,006 8.178,22 0,003 3.238,67 0,002
3 2003 15.230 11.978,74 5 8.582,95 5 3.395,79 4
4 2004 14.638 11.613,25 -3 8.324,06 -3 3.289,19 -3
5 2005 14.789 13.363,49 15 9.576,93 15 3.786,56 15
6 2006 14.930 14.041,11 5 10.061,40 5 3.979,71 5
7 2007 14.930 14.452,68 3 10.352,79 2 4.099,89 3
8 2008 14.930 23.397,00 62 16.775,00 62 6.622,00 61
9 2009 14.930 25.739,00 10 18.454,00 10 7.285,00 10
10
2010/
Kwartal
II
14.930 8534,27 -67 6.118,54 -66 2.415,73 -66
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat (2010) dan di olah (2013)
Krismono et al. (1992) menyatakan bahwa aktifitas budidaya ikan dalam KJA
mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas air yaitu suhu air, derajat keasaman
(pH), oksigen terlarut (DO), karbondioksida (CO2), dan amonia (NH3-N).
penurunan kualitas air di Waduk Cirata dapat dilihat dari keadaan kualitas air
sebelum dan sesudah ada KJA.
Tabel. 7 Kualitas Air di Waduk Cirata Sebelum dan Sesudah ada KJA
Parameter Sebelum Ada KJA* Sesudah Ada
KJA**
Sesudah Ada
KJA ***
Suhu Air (°C) 26-30 27,27-31,8 27,3-30,3
Derajat Keasaman (pH) 7-8,5 7,28-8,23 6,7-7,5
DO (mg/l) 0,6-8,2 1,48-7,1 2-5,2
CO2 (mg/l) 0-8,49 4,62-17,82 3,52-23,05
NH3-N (mg/l) 0-0,8 0,14-0,25 0-0,01 Sumber : * Krismono et al. (1992)
** Maimunah (2004)
*** Data Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC), (2012)
Kegiatan yang banyak terdapat di sekitar Waduk Cirata adalah kegiatan
permukiman warga dan kegiatan pariwisata. Penduduk yang bermukim didaerah
sekitar waduk menggantungkan hidupnya dari Waduk Cirata, melalui kegiatan
usaha yang dilakukan. Kegiatan tersebut di mulai dari usaha budidaya di KJA,
membuka tempat-tempat usaha seperti tempat peristirahatan dan tempat makan
yang sering dikunjungi oleh wisatawan-wisatawan domestik maupun
32
mancanegara. Selain kegiatan usaha tersebut, warga yang bermukim disekitaran
waduk juga memiliki penghasilan dari pekerjaan mereka sebagai ojek perahu yang
sering mengantarkan para wisatawan yang akan menuju ketengah waduk.
Kegiatan pariwisata di waduk cirata, kecamatan mande ini cukup beragam.
Kegiatan tersebut meliputi kegiatan tempat pemancingan yang terdapat diwaduk,
restoran atau rumah makan apung yang ada ditengah waduk, restoran atau tempat
makan yang ada di pinggir waduk, ojek perahu yang dapat membawa para
wisatawan berkeliling waduk dengan hanya merogoh kocek sekitaran Rp.5.000;
perorang.
Sebagaimana halnya dalam proses budidaya, dapat di temukan kendala-
kendala yang dapat mengghambat produksi. Kendala-kendala tersebut antara lain
adalah menyangkut masalah virus dan penyakit, kualitas pakan sampai dengan
banyaknya pencurian ikan pada malam hari. Virus dan penyakit menjadi masalah
utama pada pembudidaya ikan di KJA, terutama disebabkan oleh benih yang
memiliki kualitas buruk, perubahan cuaca yang ekstrim dan kualitas air yang
semakin buruk. Virus dan penyakit ini biasanya menyerang insang ikan yang
menyebabkan timbulnya bintik putih pada insang seperti jamur dan bakteri. Virus
atau penyakit yang biasanya timbul adalah KHV dan aeromonas.
Ikan mati pada saat pengangkutan juga sering terjadi. Lamanya perjalanan
yang menyebabkan benih ikan mabok dan mati. Ini disebabkan oleh jarak
pengangkutan benih ke KJA yang lumayan jauh. Benih ada yang berasal dari
Sukabumi, Subang dan Bandung.
Pencurian adalah salah satu masalah bagi para pembudidaya ikan di KJA.
Biasanya pencuri mulai melakukan kegiatannya pada malam hari dengan
menggunakan perahu dayung bukan perahu motor agar tidak menimbulkan suara
bising. Oleh karena itu penjaga KJA maupun pihak keamanan yang melakukan
jaga malam tidak tahu bahwa ada pencurian.
33
4.2. Karakteristik Pembudidaya dan Keragaan Kegiatan Budidaya Ikan di
KJA Cirata
Karakteristik pembudidaya ikan KJA di Mande dilihat dari umur,
pengalaman dan pendidikan. Umur kisaran petani KJA di Mande berkisar antara
22-55 tahun dan masih tergolong dalam kategori umur angkatan kerja. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Soerjani (1987) bahwa usia produktif untuk bekerja
berkisar antara umur 15–64 tahun.
Tabel 8. Data Kisaran Umur Responden
Umur Responden
(Tahun)
Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
< 15 0 0,0
15-50 46 92
> 50 4 8
Jumlah 50 100
Sumber : Data Primer (diolah) 2013
Mayoritas pendidikan para pembudidaya di KJA Cirata ini adalah lulusan
Sekolah Menengah Pertama (SMP). Mereka tidak mampu meneruskan kejenjang
pendidikan selanjutnya karena kesulitan biaya dan memiliki tanggung jawab
sebagai tulang punggung keluarga. Pembudidaya juga ada yang berlatar belakang
pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMA) dan lulusan S1, namun ini hanya
kaum minoritas di KJA Cirata.
Tabel 9. Data Pendidikan Responden
Pendidikan Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
SD 16 32
SMP 26 52
SMA 6 12
S1 2 4
Jumlah 50 100
Sumber : Data Primer (diolah) 2013
Sebagian besar pembudidaya adalah penduduk asli daerah Mande yang
bekerja di KJA. Kebanyakan pemilik KJA merupakan orang yang berasal dari
Jakarta, Bandung dan Sukabumi, sementara penduduk asli daerah hanya
dipekerjakan sebagai buruh atau penjaga KJA.
34
Tabel 10. Data Pengalaman Usaha Budidaya
Pengalaman
(Tahun)
Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
1-5 24 48
6-10 8 16
11-20 15 30
>20 3 6
Jumlah 50 100
Sumber : Data Primer (diolah) 2013
Pengalaman pembudiaya dalam usaha budidaya ikan di KJA ini terbilang
masih relatif baru, ini dilihat dari lamanya pengalaman yang dimiliki oleh para
pembudidaya. Pengalaman petani ikan berkisar antara 1–20 tahun. Para
pembudidaya ikan yang mempunyai pengalaman lebih lama biasanya lebih
mengetahui cara menghadapi masalah yang dihadapinya (Rusli 1988).
Tabel 11. Data Pendapatan Usaha Budidaya
Pendapatan
(Rp. 000.000)
Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
10-50 15 30
50-100 28 56
100-200 6 12
>200 1 2
Jumlah 50 100
Sumber : Data Primer (diolah) 2013
Usaha budidaya ikan di KJA terlihat memang cukup menjanjikan. Ini
dapat dilihat dari besarnya pendapatan atau keuntungan pembudidaya yang cukup
besar. Pendapatan yang besar ini juga diimbangi dengan tingkat pendidikan yang
tinggi pula. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi pula
pendapatannya (Anggraini 2012). Namun pada dasarnya, para pembudidaya KJA
hanya berlatar belakang pendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama), jadi dapat
disimpulkan bahwa dalam kasus pembudidaya KJA tingkat pendidikan yang
tinggi tidak mempengaruhi tingkat pendapatan, melainkan dipengaruhi oleh
pengalaman kerja. Sebab, dari pengalaman bekerja yang cukup lama, para
pembudidaya dapat belajar mengatasi kesulitan yang dihadapinya (Rusli 1988).
35
4.2.1. Kegiatan Budidaya Ikan di KJA
Kegiatan budidaya ikan di KJA, awalnya hanya diperuntukan bagi warga
yang kehilangan lahan tempat tinggalnya yang digenangai air untuk pembuatan
waduk. Namun, lambat laun fungsi tersebut berubah, karena usaha budidaya ikan
sangat menguntungkan sehingga banyak orang-orang luar daerah Cianjur yang
menanamkan modalnya sehingga mengakibatkannya banyak pendatang yang
melakukan usaha budidaya di KJA.
Kegiatan budidaya di KJA kawasan Mande ini sendiri menggunakan
teknik budidaya ikan sistem double layer (jaring lapis), yaitu ikan mas
dibudidayakan pada jaring lapis pertama (jaring atas) dan ikan nila pada jarring
lapis kedua (jaring bawah). Sistem budidaya ini digunakan untuk meminimalisir
pakan yang terbuang yang tidak dimakan oleh ikan dilapis jarring pertama.
Kegiatan ini sangat efisien karena pakan yang diberikan hanya pakan yang
diberikan kepada ikan pada jaring lapis atas saja sehingga pakan yang terbuang
atau tidak termakan akan dimanfaatkan oleh ikan yang berada di lapis jarring
kedua, sehingga mengurangi sedimentasi didasar perairan yang dapat
menyebabkan bahaya pada saat terjadinya upwelling.
Satu unit KJA terdiri dari empat petak yang digunakan untuk memelihara
ikan. Satu unit yang terdiri dari 4 petak, memiliki ukuran 7x7 m yang disebut
jaring lapis, satu unit yang terdiri dari dua petak, mamiliki ukuran 7x14 m yang
disebut dengan jaring dolos, dan satu unit tanpa adanya sekat atau pembagian
kolam disebut jaring kolor dengan 14x14 m.
Kegiatan budidaya di KJA, pertama-tama dengan mempersiapkan lahan.
Persiapan ini dimulai dengan membuat konstruksi karamba. Pertama-tama dengan
menyiapkan drum yang digunakan sebagai pelampung yang berfungsi untuk
membuat karamba mengapung, bahan drum ini cukup bervariasi, ada yang terbuat
dari besi, plastik dan busa. Harga dari drum ini juga bervariasi, harga untuk drum
besi Rp. 110.000; drum plastik Rp.160.000; dan drum busa sekitaran Rp.50.000;-
Rp.60.000. Bahan yang bagus untuk drum ini adalah drum plastik, ini dikarenakan
drum yang menggunakan bahan plastik ini memiliki daya tahan yang lebih lama
±10 tahun lebih lama dibanding dengan yang lain. Persiapan selanjutnya adalah
36
menyiapkan bambu dan besi yang digunakan sebagai konstruksinya, harga
perbatang bambu adalah Rp.7.000;/batang dan harga untuk besi adalah
Rp.80.000;/buah. Kira-kira dibutuhkan ± 70 batang bambu untuk membuat satu
unit KJA. Mempersiapkan jaring, jaring yang digunakan rata-rata berukuran mata
jaring ukuran 1 inc sampai 1¼ inc dengan harga sekitaran Rp.65.000; -
Rp.75.000; /kg. persiapan selanjutnya adalah menyiapkan jangkar, jangkar ini
berfungsi sebagai pemberat. Bahan jangkar ini adalah batu dan bola plastik. Bola
plastik biasanya diisi dengan pasir dan semen. Jangkar di KJA terdapat dua
macam, yaitu jangkar luar dan jangkar dalam. Jangkar luar yaitu jangkar yang
terbuat dari batu besar yang fungsinya menahan konstruksi KJA, sedangkan jaring
dalam yang terbuat dari bola yang diisi pasir dan semen dan batu-batu digunakan
untuk menahan jaring tempat budidaya.
4.2.2. Teknologi Budidaya
Teknologi budidaya yang dilakukan oleh pembudidaya ikan di Waduk
Cirata adalah menggunakan sarana KJA dengan bentuk petakan bujur sangkar
yang terdiri dari berbagai macam ukuran, dimulai dari ukuran 7x7 m, 7x14 m
sampai ukuran 14x14 m. Teknik budidaya nya dapat dilakukan dengan dua
metode, yaitu yang dengan metode single layer dan double layer. Budidaya
dengan metode single layer yaitu metode budidaya yang dilakukan di KJA
maupun media budidaya lainnya seperti kolam dengan menggunakan hanya satu
lapis jaring sebagai wadah budidayanya. Sedangkan budidaya dengan metode
double layer adalah budidaya yang dilakukan dengan menggunakan dua lapis
jaring sebagai wadah budidayanya dimana pada jaring lapis pertama (berada
diatas) adalah tempat budidaya ikan dengan nilai ekonomis tinggi, sedangkan
pada lapis jaring keduanya adalah ikan lain yang berbeda namun saling
mendukung. Ini di maksudkan agar sisa pakan yang berasal dari ikan yang hidup
pada jaring lapis atas tidak terbuang dengan percuma dan dapat dimanfaatkan oleh
ikan pada jaring lapis bawah sehingga pakan tidak terbuang percuma dan tidak
mengendap diperairan yang menyebabkan penumpukan sedimen.
37
Secara umum KJA di Cirata terbuat dari rangka bambu yang dibuat bujur
sangkar dengan menggunakan drum besi, plastic atau busa sebagai pelampung
sehingga membuat kerangka KJA mengambang di perairan. Selain bambu,
digunakan pula besi yang digunakan sebagai kerangka KJA. Jaring digunakan
sebagai alat untuk menahan rakit agar rakit tidak terbawa oleh arus. Biasanya
jaring terbuat dari kantong atau karing yang diisi dengan batu yang diikat
kemudidan diletakkan pada sudut-sudut rakit dengan mengguanakan seutas
tambang. Penggunaan jangkar ini ada dua macam menurut kegunaannya, yang
pertama adalah jangkar luar, yaitu jangkar yang diletakkan diluar, biasanya
menggunakan batu luar ini berfungsi sebagai penahan kerangka KJA. Kedua
adalah jangkar dalam, biasanya terbuat dari bola plastik yang diiisi oleh pasir atau
semen kadang juga diisi oleh batu.
Budidaya yang dilakukan di KJA Cirata Kecamatan Mande sendiri lebih
dominan menggunakan metode budidaya dengan double layer, dalam haal ini
pembudidaya menggunaka ikan mas sebagai produk utamanya yang dipelihara
dan dikembangkan di jaring bagian atas, sedangkan pada jaring lapis bawah
(jaring kolor) dipelihara ikan nila. Pemilihan ikan nila untuk jaring lapis kedua
adalah karena ikan nila tidak memerlukan pakan khusus atau dengan kata lain
ikan nila dapat memanfaatkan pakan sisa dari makanan jaring lapis atas atau
utama, selain itu ikan nila juga dapat memakan lumut-lumut yang terdapat di
jaring.
Padat penebaran benih yang dilakukan oleh pembudidaya berkisar antara
50-200 kg per unit. Harga benih pada saat pelaksanaan penelitian adalah
Rp.30.000 untuk ikan mas dan Rp.18.000 untuk ikan nila. Benih yang digunakan
biasanya berasal dari daerah Subang, Sukabumi dan Bandung. Pemberian pakan
dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan ikan.
Pakan yang digunakan oleh sebagaian besar pembudidaya adalah pakan
dengan merk dagang Pilar, Laju, dan Turbo. Pakan yang digunakan adalah pakan
dengan bentuk pelet. Harga pakan pada saat pelaksanaan penelitian adalah
Rp.6.720/kg untuk Pilar, Rp.6.000/kg untuk Laju, dan Rp.6.080/kg untuk Turbo.
Dari ketiga jenis pakan tersebut, Pilar adalah merk pakan yang paling banyak
38
digunakan. Ini dikarenakan kualitasnya yang baik, kandungan protein yang cukup
untuk ikan, gencarnya promosi yang dilakukan Bandar pakan kepada
pembudidaya dan merupakan merk terkenal dikalangan pembudidaya.
Pemberian pakan dilakukan tiga kali dalam satu hari, yaitu pagi, siang dan
sore hari. Pemberian pakan dilakukan secara manual yang dilakukan oleh pekerja.
Biasanya maksimal satu orang pekerja mengurusi 4 unit KJA. Pakan yang
digunakan pada satu kali musim tanam dapat mencapai 2000 kg untuk satu unit.
Pemanenan dilakukan setelah waktu pemeliharan selesai yaitu 4 bulan
sekali untuk ikan mas dan 6 bulan sekali untuk ikan nila. Pemanenan dilakukan
apabila ikan sudah mencapai 4-6 ekor/kg, dengan harga jual Rp.19.000/kg.
sedangkan untuk ikan nila dipanen apabila ikan sudah mencapai 4-6 ekor/kg
dengan harga jual Rp.11.000/kg.
4.3. Keragaan Biaya Manfaat dan Produktivitas KJA
4.3.1. Analisis Biaya Investasi dan Penyusutan
Biaya investasi secara umum pada usaha budidaya di KJA adalah investasi
untuk konstruksi atau bangunan karamba. Bangunan untuk karamba terdiri dari
bambu atau besi yang digunakan sebagai rangka konstruksi. Drum yang terbuat
dari plastik, busa maupun besi yang digunakan sebagai pelampung yang berguna
untuk membuat karamba mengapung diperairan. Batu atau bola plastik yang
digunakan sebagai jangkar untuk menahan konstruksi agar tidak terbawa oleh arus
air.
Biaya penyusutan termasuk kedalam biaya tetap. Biaya tetap adalah biaya
yang tidak bergantung pada kesibukan perusahaan atau dengan perkataan lain
biaya yang tidak bergantung pada penggunaan kapasitas perusahaan atau industri
perikanan (Bambang dan Kartasapoetra 1992). Biaya penyusutan pada usaha ini
adalah biaya yang dikeluarkan untuk mempersiapkan konstruksi atau biaya yang
dikeluarkan sebagai dampak penurunan fungsi atau guna dari konstruksi KJA.
39
Tabel 12. Biaya Investasi dan Biaya Penyusutan
No. Komponen Volume
(Unit)
Harga
Satuan
(Rp)
Biaya
Investasi
(Rp)
Umur
Teknis
(Tahun)
Penyusutan
(Rp)
1. Bambu 60 7.000 4.200.000 2 2.100.000
2. Besi 120 80.000 9.600.000 5 1.920.000
3. Drum Besi
35
110.000
2.620.000
5
920.000 4. Drum Plastik 160.000 10
5. Drum Busa 60.000 1
6. Jaring 3 70.000 210.000 10 21.000
7. Jangkar Luar 4 300.000 1.200.000 1 1.200.000
8. Jangkar Dalam 8 20.000 160.000 1 160.000
9. Rumah Jaga 1 15.000.000 15.000.000 15 1.000.000
Total 32.990.000 7.321.000
Sumber : Data Primer (diolah) 2013
Berdasarkan tabel di atas biaya penyusutan yang dikeluarkan pembudidaya
KJA adalah sebesar Rp.7.321.000. Biaya ini mencakup biaya konstruksi yang
terdiri dari jaring, drum, bambu/besi, jangkar dan rumah jaga. Jumlah ini adalah
jumlah rata-rata yang dikeluarkan pembudidaya setiap tahunnya.
4.3.2. Analisis Biaya Operasional
Biaya Operasional atau biaya produksi adalah modal yang harus
dikeluarkan unttuk memproduksi ikan. Biaya operasional ini terdiri dari biaya
tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang bersifat tidak dipengaruhi
oleh jumlah output yang dihasilkan, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang
besarnya dipengaruhi oleh jumlah output yang dihasilkan (Wicaksanti 2011).
Perhitungan diasumsikan sebagai biaya yang dikeluarkan satu musim tanam
(empat bulan sekali). Adapun biaya-biaya tersebut dapat dilihat pada tabel.
Tabel 13. Komponen Biaya Operasional Usaha Budidaya di KJA
No. Komponen Biaya
Operasional
Satuan Nilai
(Rp/siklus)
Nilai
(Rp/Th)
Persentasi
(%)
1.
2.
Benih Ikan Mas
Benih Ikan Nila
Kg/Rp
Kg/Rp
3.862.900
3.673.000
14.319.200
7.066.000
13
12
3. Pakan Kg/Rp 15.881.180 58.559.920 55
4. Gaji Pekerja Rp 4.656.000 14.136.000 16
5. Iuran listrik Rp 25.200 75.600 0,0008
6. Iuran Keamanan Rp 395.600 1.186.800 1,3
7. Biaya lainnya Rp 24.720 74.160 0,0008
Jumlah 28.518.600 95.417.680 100
Sumber : Data Primer (diolah) 2013
40
Biaya operasional yang dikeluarkan oleh pembudidaya adalah biaya yang
digunakan untuk memenuhi produksi selama satu musim tanam. Biaya yang
dikeluarkan meliputi biaya benih pakan dan biaya lainnya. Pengeluaran biaya
benih dan pakan yang memiliki nilai yang tinggi dalam usaha budidaya ini.
4.3.3. Produksi dan Produktivitas
1. Produksi Ikan Mas dan Ikan Nila
Hasil produksi merupakan tujuan dari pelaksanaan kegiatan budidaya ikan
yang dilakukan pembudidaya di KJA, dimana pembudidaya mendapatkan
keuntungan dari kegiatan budidaya yang dilakukan. Hasil produksi berupa
banyaknya ikan yang berhasil tumbuh dalam satu siklus panen ikan mas dan ikan
nila. Ikan mas rata-rata diproduksi dalam satu siklus tanam yaitu selama 4 bulan
yaitu sebanyak 1,3 ton. Ikan nila rata-rata diproduksi dalam satu siklus tanam
yaitu selama 6 bulan masa tanam yaitu sebanyak 1,0 ton. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan, produksi ikan mas dan ikan nila menurut olahan data primer 2013
dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Produksi Ikan Mas dan Ikan Nila Berdasarkan Luas Ruang yang
digunakan
No.
Ukuran
Karamba
(m2)
Produksi per
Musim Tanam
(Kg) Total
(Kg)
Produksi
(Tahun)
(Kg) Total
(Kg)
Mas Nila Mas Nila
1. 7 x 7 98.050 - 98.050 294.150 - 294.150
2. 7 x 14 256.070 - 256.070 768.210 - 768.210
3. 14 x 14 200.400 52.070 252.470 601.200 104.140 705.340
Sumber : Data Primer (diolah) 2013
Berdasarkan Tabel 14 produksi ikan mas lebih tinggi dibandingkan dengan
produksi ikan nila. Produksi ikan mas yang tinggi dikarenakan lama pemebesaran
yang dilakukan hanya 4 bulan per sekali tanam. Produksi ikan nila lebih rendah
dari produksi ikan mas. Ini dikarenakan budidaya ikan nila dilakukan pada jaring
lapis kedua dan tidak menggunakan pakan, karena ikan nila hanya memanfaatkan
pakan sisa dari ikan mas yang berada pada jaring lapis utama.
41
Pemeliharaan ikan nila dilapis jaring kedua sebenarnya dilakukan untuk
mengefesiensikan pakan yang tidak termakan oleh ikan mas yang dipelihara pada
jaring lapis pertama. Ini dilakukan agar sisa pakan tidak mengendap pada perairan
dan tidak menyebabkan sedimentasi didasar perairan. Pemeliharaan ikan nila juga
dimaksudkan sebagai komoditas subtitusi ikan mas, apabila dalam pemeliharaan
ikan mas terjadi kegagalan pada saat panen yang sering diakibatkan oleh penyakit,
virus, upwelling, dan ikan mati karena mabok.
Ukuran lahan berpengaruh dengan jumlah padat tebar yang juga
mempengaruhi produksi ikan yang dihasilkan.dilihat dari ukuran lahan, lahan
dengan ukuran 7x14 m memliki hasil produksi yang terbesar. Ini dikarenakan
lahan yang luas dan tidak bersekat sehingga padat tebar tinggi. Pembukaan sekat
pada unit KJA dimaksudkan sebagai cara mengefisiensikan lahan, padat tebar dan
pakan, sehingga produksi yang dihasilkan tinggi.
2. Analisis Produktivitas
A. Analisis Produktivitas per Satuan Luas
Menurut Greenberg dalam Sinungan (2008) mendefinisikan produktivitas
sebagai perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang
dinyatakan dalam satu-satuan (unit) umum. Data diasumsikan menggunakan
perhitungan luas ruang lahan menggunakan P x L. Data produktivitas per satuan
luas dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Analisis produktivitas per Satuan Luas
No. Produktivitas Per satuan
Luas
N
(Orang)
Minimum
(Kg/m3/Th)
Median
(Kg/m3/Th)
Maksimum
(Kg/m3/Th)
1. Ikan Mas 50 2,092 5,612 25,510
2. Ikan Nila 50 0,255 2,296 15,190
3. Gabungan (ikan mas dan
Ikan Nila)
50 4,847 8,291 33,163
Sumber : Data Primer (diolah) 2013
Berdasarkan tabel diatas, nilai minimum untuk produktivitas ikan mas
bernilai 2,092 Kg/m3/Th nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
produktivitas ikan nila yang memiliki nilai 0,255 Kg/m3/Th, namun apabila kedua
komoditas tersebut digabung nilai produktivitas untuk kedua komoditas tersebut
42
bernilai 4,847 Kg/m3/Th. Nilai ini adalah nilai minimum dari produksi ikan yang
dihasilkan dalam satu kali musim tanam kegiatan budidaya di KJA Waduk Cirata.
Berdasarkan pragmatis lapangan para pembudidaya di KJA Cirata potensi
produksi maksimum ikan mas sebesar 1.355 Kg/unit/mt atau 4.065 Kg/unit/Th.
Nilai ini berdasarkan dengan perhitungan sebagai berikut :
Produksi = 50% pakan + Benih
= 1
2 𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛 + Benih
= 1
2 2454 + 128
= 1.355 Kg/Unit/mt
= 13,82 Kg/m3/mt
Perhitungan diatas adalah nilai produksi satu musim tanam dalam satu meter lahan,
sedangkan nilai satu tahunnya adalah 41,48 Kg/m3/th. Nilai ini lebih besar dari nilai
maksimum yang dihasilkan. Perbedaan hasil tersebut di duga karena adanya
dinamika sumberdaya dan lingkungan dimana budidaya ikan mas di KJA Cirata
bersifat dinamis.
Dibandingkan dengan penelitian Gumilar 2002, nilai produksi ikan mas
dinilai tinggi dengan jumlah produksi sebesar 1.887 Kg/unit/mt dan 5.663
Kg/unit/th atau 57,78 Kg/m3/th. Besarnya angka produksi ini kemungkinan terjadi
karena faktor lingkungan yang pada saat itu belum mengalami penurunan akibat
Global Warming dan belum padatnya KJA yang terdapat di Waduk Cirata.
Produksi ikan ini meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah skala unit KJA
yang digunakan untuk budidaya ikan.
Pada penelitian Damyanti 2006, nilai produksi ikan dinilai tinggi dengan
jumlah produksi ikan mas sebesar 4.916 Kg/Mt atau 14.748 Kg/Th. Besarnya
angka produksi pada tahun itu kemungkinan dikarenakan pada tahun tersebut
belum terjadi pengaruh musim dan cuaca yang berubah secara drastis yang terjadi
seperti sekarang, belum padatnya KJA yang ada yang menyebabkan produksi
terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah skala unit budidaya yang
digunakan.
43
Gambar 6. Grafik Hubungan Antara Luas Ruang dengan Produktivitas Ikan Mas
Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui bahwa secara umum data sudah
menyebar secara normal yang ditunjukkan oleh kumpulan data yang mayoritas
sudah terkonsentrasi pada garis hubungan linear. Sebaran data hanya berada
disekitar 0-5000. Ini menunjukkan bahwa luas ruang budidaya ikan di KJA pada
titik 0-5000 m3 memiliki tingkat produktivitas yang tinggi yaitu dinilai 0-15. Dari
grafik ini pula terlihat bahwa terdapat data yang memiliki luas ruang budidaya
dengan luas ruang berkisar dari 0-5000 juga memiliki hasil produktivitas yang
sangat tinggi yaitu berada pada titik 25. Ini menunjukkan bahwa luas ruang tidak
terlalu mempengaruhi produktivitas, sebab semakin luas ruang budidaya, hasil
produktivitasnya tidak mengalami peningkatan.
Hal ini dapat terjadi bisa disebabkan oleh faktor-faktor lain diluar faktor
fisik kegiatan budidaya di KJA. Faktor ini sudah menjadi bahaya laten terhadap
kegiatan budidaya di KJA. Faktor tersebut adalah buruknya kualitas air di KJA
yang menyebabkan produktivitas menurun.
y = 8E-05x + 6.030R² = 0.014
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
0 10000 20000 30000
Pro
du
ktiv
itas
Ikan
Mas
Luas Ruang
Series1
Linear (Series1)
44
Hubungan luas ruang dengan produktivitas ikan nila digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 7. Grafik Hubungan Antara Luas Ruang dengan Produktivitas Ikan Nila
Berdasarkan pola grafik linier diatas menunjukkan bahwa sebaran plot
berada pada titik 0-5000. Ini berartti produktivitas umumnya luas ruang yang
digunakan pembudidaya adalah di sekitar 0-5000 m3, dengan produktivitas tidak
lebih dari 0-4. Namun ditemukan pula nilai produktivitas 8-16 pada titik yang
sama. Semakin besar luas ruang, produktivitas ikan nila tidak mengalami
peningkatan yang signifikan.
Hal ini dapat terjadi karena luas ruang budidaya yang semakin luas tidak
diimbangi dengan jumlah padat tebar yang mendukung dengan kapasitas luas
ruang budidaya. Rata-rata pembudidaya hanya menebar benih sebanyak 100-300
kg per unit kolam ukuran 14x14 m, sedangkan hasil produksinya tidak mendapat
hasil maksimal karena kemungkinan pembudidaya tidak menggunakan ruang
bididaya nya dengan maksimal untuk melakukan kegiatan budidaya.
y = 4E-05x + 2.633R² = 0.006
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
0 10000 20000 30000
Pro
du
ktiv
itas
Ikan
Nila
Luas Ruang
Series1
Linear (Series1)
45
Gambar 8. Grafik Hubungan Antara Luas Ruang dengan Produktivitas Ikan Mas
dan Ikan Nila
Berdasarkan grafik pola hubungan antara produktivitas ikan mas dan ikan
nila dengan luas ruang terlihat sebaran produktivitas hanya berada pada luasan
antara 0-5000 m3, dengan produktivitas 0-15, namun terlihat pula bahwa pada
luasan tersebut terdapat produktivitas meningkat mencapai titik 25 dan 34.
Semakin besar luas ruang budidaya, produktivitas yang dihasilkan tetap berada
pada angka 0-15. Ini menunjukkan bahwa semakin besar dan luas lahan budidaya
yang digunakann tidak memberikan hasil produktivitas yang tinggi.
Hal ini dapat terjadi karena dalam kegiatan budidaya, pembudidaya tidak
memaksimalkan lahan budidayanya. Pembudidaya hanya menggunakan sebagian
lahannya untuk melakukan kegiatan budidaya, jadi ada lahan yang sengaja
dikosongkan. Faktor lain bisa saja berasal dari kegagalan panen yang
mengakibatkan produksi menurun. Kegagalan panen ini terjadi disebabkan oleh
kualitas air yang menurun, perubahan cuaca, dan terjadinya upwelling atau umbal
balik yang menyebabkan ikan terkena penyakit dan virus bahkan terjadi kematian
masal dan berujung pada kegagalan panen.
y = 0.000x + 8.663R² = 0.016
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
0 10000 20000 30000Pro
du
ktiv
itas
Ikan
Mas
dan
Ikan
Nila
Luas Ruang
Series1
Linear (Series1)
46
B. Analisis Produktivitas Per Satuan Biaya
Produktivitas didefinisikan sebagai Perbandingan ukuran harga bagi
masukan dan hasil (Greenberg, dalam Sinungan 2008). Data produktivitas per
satuan biaya dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Analisis Produktivitas per Satuan Biaya
No. Produktivitas Per satuan
Luas
N
(Orang)
Minimum
(Rp/Kg/Th)
Median
(Rp/Kg/Th)
Maksimum
(Rp/Kg/Th)
1. Ikan Mas 50 1.358 5.688 16.475
2. Ikan Nila 50 1.748 10.527 97.560
3 Gabungan (ikan mas dan
Ikan Nila)
50 2.410
7.429 21.508
Sumber : Data Primer (diolah) 2013
Berdasarkan Tabel 16 diatas dapat dilihat bahwa nilai minimum dari
produktivitas biaya ikan mas adalah sebesar Rp.1.358 Kg/Th, nilai median
Rp. 5.688 Kg/Th , dan nilai maximum berada Rp. 16.475 Kg/Th. Nilai ini dapat berarti
bahwa semakin besar biaya produksi yang dikeluarkan produktivitas yang dihasilkan juga
semakin besar. Berikut ini adalah grafik hubungan antara produktivitas ikan mas dengan
total biaya (Gambar 9).
600000005000000040000000300000002000000010000000
18000
16000
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
Total Biaya
Pro
du
kti
vit
as I
ka
n M
as
Scatterplot Produktivitas Ikan Mas dengan Total Biaya
Gambar 9. Grafik Hubungan Antara Total Biaya dengan Produktivitas Ikan Mas
47
Berdasarkan Gambar 9, umumnya biaya total yang dikeluarkan oleh
pembudidaya berkisar antara Rp.10.000.000-Rp.35.000.000 dengan produktivitas
berkisar antara Rp.0-Rp.16.000 ini menunjukkan bahwa semakin besar biaya
produksi yang dikeluarkan semakin besar juga produktivitasnya. Namun apabila
dilihat lagi terdapat beberapa sebaran yang berada jauh dari sebaran plot dititik
Rp.10.000.000-Rp.35.000.000 dan Rp.60.000.000, namun hubungan pola ini ini
terlihat tidak terjadi peningkatan produktivitas yang signifikan terhadap total
biaya yang dikeluarkan. Ini berarti bahwa produktivitas tinggi pada kisaran
pengeluaran biaya produksi pada nilai Rp.10.000.000-Rp.35.000.000.
Hal ini dapat terjadi karena biaya total yang dikeluarkan dalam kegiatan
budidaya ikan mas meliputi biaya benih, biaya pakan, gaji pekerja dan biaya
lainnya yang mendukung produksi ikan mas.
Berdasarkan Tabel 19 diatas dapat dilihat bahwa nilai minimum dari
produktivitas biaya ikan nila adalah sebesar Rp.1.748 Kg/Th, nilai median
Rp. 10.527 Kg/Th , dan nilai maximum berada Rp. 97.560 Kg/Th. Nilai ini memilik arti
bahwa semakin besar biaya yang dikeluarkan dalam produksi, semakin besar pula
produktivitasnya. Hubungan antara produktivitas ikan nila dengan biaya total
(Gambar 10).
600000005000000040000000300000002000000010000000
100000
80000
60000
40000
20000
0
Total Biaya
pro
du
kti
vit
as I
ka
n N
ila
Scatterplot Produktivitas Ikan Nila dengan Total Biaya
Gambar 10. Grafik Hubungan Antara Total Biaya dengan Produktivitas Ikan
Nila
48
Berdasarkan Gambar 10 dapat dilihat bahwa umumnya biaya yang
dikeluarkan dalam kegiatan budidaya ikan nila hanya berkisar antara
Rp.10.000.000-Rp.40.000.000 dengan sebaran produktivitas antara 0-45.000,
namun terdapat data produktivitas dititik 97.000 dengan sebaran plot biaya total
pada titik yang sama. Ini menunjukkan bahwa semakin besar produktivitas
semakin kecil biaya yang dikeluarkan.
Hal ini terjadi karena dalam membudidayakan ikan nila, para pembudidaya
hanya mengeluarkan biaya benih, karena ikan nila tidak menggunakan pakan
(pakan memanfaatkan dari jaring lapis atas). Ini berarti dalam melakukan kegiatan
pembesaran ikan nila memiliki tingkat produktivitas yang tinggi sebab biaya yang
dikeluarkan sedikit, namun hasil yang didapat sangat besar.
Berdasarkan Tabel 19 diatas dapat dilihat bahwa nilai minimum dari
produktivitas biaya ikan mas dan ikan nila adalah sebesar Rp.2.410 Kg/Th, nilai
median Rp. 7.429 Kg/Th , dan nilai maximum berada Rp. 21.508 Kg/Th. Nilai ini
memilik arti bahwa semakin besar biaya yang dikeluarkan dalam produksi ikan mas dan
ikan nila, semakin besar pula produktivitasnya. Hubungan antara produktivitas ikan mas
dan ikan nila dengan biaya total (Gambar 11).
600000005000000040000000300000002000000010000000
20000
15000
10000
5000
0
Total Biaya
Pro
du
kti
vit
a M
as+
Nila
Scatterplot Produktivita Mas dan Ikan Nila dengan Total Biaya
Gambar 11. Grafik Hubungan Antara Total Biaya dengan Produktivitas Ikan Mas
dan Ikan Nila
49
Berdasarkan Gambar 11 dapat dilihat umumnya kisaran biaya yang
dikeluarkan pada pembesaran ikan mas dan ikan adalah sebesar
Rp.10.000.000.000-Rp.40.000.000 dengan jumlah produktivitas ikan mas dan
ikan nila 0-21.000. ini berarti produktivitas ikan mas dan ikan nila besar apabila
jumlah produksi dan produktivitasnya digabungkan. Pola grafik diatas memiliki
arti bahwa semakin besar produktivitas yang didapat, semakin kecil biaya yang
dikeluarkan.Hal ini terjadi karena dalam kegiatan budidaya ikan mas dan ikan nila
biaya yang dikeluarkan besar dan produktivitasnya pun menjadi tinggi.
4.3.4. Analisis Finansial
Komponen biaya dan manfaat sudah diketahui, maka analisis biaya
manfaat dapat dilakukan untuk menentukan apakah sebuah usaha perikanan
maupun industri layak atau tidak dilakukan. Dalam menilai manfaat dari sebuah
usaha ada beberapa asumsi yang digunakan dalam perhitungan :
1. Analisis dilakukan pada kondisi perairan normal
2. Satuan waktu yang digunakan adalah satu tahun
3. Komoditi yang dijadikan sampel analisis adalah ikan mas dan ikan nila.
4. Analisis ini dilakukan pada KJA dua lapis (double layer), dimana pada
lapis pertama dibudidayakan ikan mas dan pada lapis kedua dibudidayakan
ikan nila.
5. Analisis biaya manfaat dilakukan pada KJA dengan konstruksi berukuran
7x14 m perunit untuk ikan mas dan ukuran 14x14 m untuk ikan nila.
Dengan perhitungan 1 unit berjumlah 2 kolam untuk ukuran 7x14 m dan
kolam untuk ukuran 14x14 m.
6. Perhitungan dilakukan dengan dua cara yang pertama adalah dengan
perhitungan yang dilakukan dengan hanya menghitung biaya manfaat yang
terdapat pada satu unit dengan masa panen satu kali persiklus, dan yang
kedua adalah dengan menghitung keragaan biaya yang terdapat pada satu
unit dengan masa panen per siklus yang dihitung pertahun.
7. Seluruh data adalah data rata-rata yang diambil dari hasil analisis data
primer dan diolah (2013).
50
Keragaan biaya manfaat merupakan kajian keuangan untuk mengetahui
keuntungan yang telah dicapai selama usaha budidaya ikan di KJA tersebut
berlangsung. Pengusaha dapat manganalisis perhitungan serta menentukan
tindakan untuk memperbaiki dan meningkatkan keuntungan dalam usahanya.
Perhitungan analisis biaya manfaat usaha budidaya ikan mas dilakukan
untuk satu tahun, dimana diasumsikan terdapat 3 kali musim tanam. Sedangkan
untuk ikan nila terdapat dua kali musim tanam dalam satu tahun, ini berarti satu
kali musim tanam adalah enam bulan. Ikan nila siap dipanen sebanyak dua kali
dalam setahun dan ikan mas empat kali dalam satu tahun.
1. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk
mendapatkan laba (keuntungan) dalam suatu periode tertentu. Menurut Husnan
(2001), bahwa profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan dalam
menghasilkan profit (keuntungan) pada tingkat penjualan, aset dan modal dalam
saham tertentu.
51
Tabel 17. Profitabilitas Usaha Budidaya Ikan di KJA No Nama
Responden
Luas Lahan
(m²)
Biaya Produksi
(Rp)
Penerimaan
(Rp)
Keuntungan
(Rp)
Profitabilitas
(%)
1. Hasan 1.568 25.420.000 33.800.000 8.380.000 33
2. Dawiyanto 1.4112 30.375.000 43.500.000 13.125.000 43
3. Cece 5.488 16.945.000 24.600.000 7.655.000 45
4. Zainal Arifin 2.3520 16.900.000 24.800.000 7.900.000 46
5. Engkos 3.920 18.715.000 24.500.000 5.785.000 30
6. Dadan 1.960 32.145.000 28.300.000 -3.845.000 0
7. Yayan 2.352 17.760.000 26.900.000 9.140.000 51
8. Cakri 5.488 16.255.000 24.750.000 8.495.000 52
9. Asep 3.920 20.625.000 29.250.000 8.625.000 41
10. Tatang 5.488 19.755.000 28.550.000 8.795.000 44
11. Dedi 3.136 19.285.000 25.600.000 6.315.000 32
12. Ole 9.408 22.760.000 25.330.000 2.570.000 11
13. Asep 5.488 17.039.000 18.300.000 1.261.000 7
14. Dadan 1.885 13.085.000 20.700.000 7.615.000 58
15. Sulaiman 3.920 54.440.000 111.500.000 57.060.000 104
16. Syafei 7.840 32.000.000 55.700.000 23.700.000 74
17. Atep 4.704 29.670.000 41.300.000 11.630.000 39
18. Imang 5.488 21.835.000 24.200.000 2.365.000 10
19. Endang 6.272 23.490.000 36.750.000 13.260.000 56
20. Solihin 5.488 21.015.000 34.000.000 12.985.000 61
21. Komarudin 1.7248 20.365.000 29.500.000 9.135.000 44
22. Yunus 2.3520 34.980.000 55.300.000 20.320.000 58
23. Ade Sulaiman 2.352 17.517.500 32.350.000 14.832.500 84
24. Omay 3.920 18.320.000 27.100.000 8.780.000 48
25. Budi 1.1760 17.160.000 25.300.000 8.140.000 47
26. Abdul Rozak 3.920 21.315.000 27.300.000 5.985.000 28
27. Mursin 784 15.330.000 22.300.000 6.970.000 45
28. Aji 2.744 38.000.000 60.000.000 22.000.000 58
29. Dede 11.760 17.900.000 25.450.000 7.550.000 42
30. Tommy Irawan 3.136 13.770.000 16.150.000 2.380.000 17
31. Teng Jayadi 6.272 30.365.000 31.275.000 910.000 2
32. Komar 2.744 18.390.000 46.250.000 27.860.000 151
33. Hendri 3.920 17.940.000 23.550.000 5.610.000 31
34. Toto 6.272 18.140.000 33.450.000 15.310.000 84
35. Dede 4.704 21.840.000 15.250.000 -6.590.000 0
36. Dadang 5.488 21.165.000 27.500.000 6.335.000 30
37. Deni 2.352 22.240.000 30.200.000 7.960.000 35
38. Adi 3.920 22.890.000 27.250.000 4.360.000 19
39. Supri 3.920 18.165.000 24.500.000 6.335.000 35
40. Odang 3.136 17.700.000 25.300.000 7.600.000 43
41. Angga 4.704 28.865.000 43.850.000 14.985.000 51
42. Dudung 3.920 16.765.000 22.850.000 6.085.000 36
43. Dudum 3.920 16.150.000 34.000.000 17.850.000 110
44. Dedi 5.488 16.965.000 28.300.000 11.335.000 66
45. Edi 4.704 14.775.000 22.500.000 7.725.000 52
46. Hendro 3.136 18.240.000 24.500.000 6.260.000 34
47. Ujang 3.136 21.690.000 27.750.000 6.060.000 28
48. Sarmin 3.136 20.050.000 24.600.000 4.550.000 22
49. Soleh 1.960 20.500.000 28.300.000 7.800.000 38
50. Latif 20.384 28.185.000 37.000.000 8.815.000 31
Jumlah 1.095.191.500 1.581.255.000 486.063.500 44
Rata-Rata 21.903.830 31.625.100 9.721.270 44
Sumber: Data Primer (diolah) 2013
52
Berdasarkan Tabel 17, dapat dilihat bahwa keuntungan usaha yang
dihasilkan dari kegiatan budidaya ikan mas di KJA selama kurun waktu
pemeliharaan 4 bulan (sekali masa tanam) memiliki keuntungan dengan rata-rata
Rp.9.721.270. Keuntungan usaha menjadi salah satu faktor yang perlu
diperhatikan dalam menjalankan sebuah usaha, apakah usaha itu menghasilkan
hasil yang baik dan layak dikembangkan atau tidak.
Terlihat beberapa data mendapatkan nilai minus pada keuntungan. Ini
disebabkan oleh besarnya biaya produksi sedangkan penerimaan tidak sebesar
dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Dengan kata lain pembudidaya tersebut
mengalami kerugian. Sedangkan terdapat pula keuntungan yang besar yang
didapat oleh pembudidaya. Keuntungan terbesar itu mencapai 151%. Ini
disebabkan baiaya penerimaan yang diterima dari hasil produksi lebih besar atau
dengan kata lain biaya yang diterima menutupi biaya yang digunakan untuk
produksi.
Usaha budidiaya ikan di KJA memang sangat menjanjikan. Modal atau
investasi dapat kembali dengan cepat. Keuntungan yang didapat dalam kurun
waktu 4 bulan (sekali masa tanam) dengan persentasi 0-84%, sangat menjanjikan
untuk sebuah usaha perikanan. Keuntungan terkecil didapatkan adalah sebesar
Rp.910.000; setiap 4 bulannya dan keuntungan terbesar didapat kira-kiran
Rp.27.890.000; setiap 4 bulannya. Semakin besar lahan, banyaknya benih yang
ditebar dan kualitas benih yang baik maka semakin besar pula produksi,
produktivitas dan keuntungan yang didapat.
2. Revenue Cost Ratio
Untuk mengetahui seberapa besar keuntungan usaha KJA terhadap biaya
yang dikeluarkan maka dilakukan dengan RCR. Keutungan usaha di KJA
dihasilkan dari budidaya ikan mas dan ikan nila yang merupakan komoditas utama
dari KJA Cirata. Dalam perhitungan, diasumsikan bahwa konstruksi KJA hanya
dapat bertahan selama ± 5 tahun selama melakukan kegiatan budidaya, lebih dari
5 tahun konstruksi memerlukan perbaikan konstruksi.
53
Tabel 18. Keragaan Biaya Manfaat Budidaya Ikan Mas dan Ikan Nila (per Musim
Tanam) di KJA Cirata
No. Komponen Biaya Satuan Nilai
1. Biaya Penyusutan
Biaya Penyusutan Konstruksi
Rp
2.440.300
2. Biaya Tetap
Biaya Benih Ikan Mas
Biaya Benih Ikan Nila
Biaya Pakan
Biaya Pekerja
Kg/Rp
Kg/Rp
Rp
Rp
3.862.900
1.836.500
15.881.180
4.656.000
Total Biaya Rp. 28.676.880
Penerimaan (Produksi x Harga Jual) Kg/Rp 31.625.100
Keuntungan (Penerimaan – Total Biaya) Rp. 2.948.220
R/C (Penerimaan / Total Biaya) 1,1
Sumber : Data Primer (diolah) 2013
Berdasarkan Tabel 18 nilai RCR pada usaha budidaya ikan mas dan ikan
nila di KJA Cirata Kecamatan Mande dalam kurun waktu 4 bulan (per siklus
tanam) adalah sebesar 1,1, yang berarti setiap Rp.1 yang dikeluarkan
pembudidaya akan menghasilkan Rp.1,1. Artinya usaha budidaya ikan di KJA
Cirata Kecamatan Mande mendapatkan keuntungan dan layak dikembangkan
berdasarkan kriteria kelayak usaha yaitu R/C ≥ 1.
Tabel 19. Keragaan Biaya Manfaat Budidaya Ikan Mas dan Ikan Nila (per Tahun)
di KJA Cirata
No. Komponen Biaya Satuan Nilai
1. Biaya Penyusutan
Biaya Penyusutan Konstruksi
Rp
7.321.000
2. Biaya
Biaya Benih Ikan Mas
Biaya Benih Ikan Nila
Biaya Pakan
Gaji Pekerja
Kg/Rp
Kg/Rp
Kg/Rp
Rp
14.319.200
7.066.000
60.923.120
13.968.000
3. Biaya Variabel (Dalam 1 unit persiklus
tanam)
Biaya Lainnya (didalamnya
mencakup biaya Listrik, Iuran
Keamanan, Obat-obatan dan
Perbaikan Konstruksi Kolam)
Rp.
1.265.200
Total Biaya Rp. 104.856.520
Penerimaan (Produksi x Harga Jual) Kg/Rp 126.644.600
Keuntungan (Penerimaan – Total Biaya) Rp. 21.788.080
R/C (Penerimaan / Total Biaya) 1,2
Sumber : Data Primer (diolah) 2013
54
Berdasarkan Tabel 19 nilai RCR pada usaha budidaya ikan mas dan ikan
nila di KJA Cirata Kecamatan Mande dalam kurun waktu 1 tahun adalah sebesar
1,2 yang berarti setiap Rp.1 yang dikeluarkan pembudidaya akan menghasilkan
Rp.1,2. Artinya usaha budidaya ikan di KJA Cirata Kecamatan Mande
mendapatkan keuntungan dan layak dikembangkan berdasarkan kriteria kelayak
usaha yaitu R/C ≥ 1.
3. Pay Back Periods
Analisis pengembalian modal atau investasi yang dikenal sebagai pay back
periods (PBP) dapat diartikan dengan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
mengembalikan biaya investasi atau modal. Perhitungan PBP diasumsikan dengan
total investasi atau biaya investasi yang digunakan untuk membuat konstruksi
awal. Nilai PBP pada analisis biaya pada usaha budidaya di KJA Cirata adalah
sebagai berikut :
Pay Back Period = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖
𝐾𝑒𝑢𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 x 1 Tahun
= 𝑅𝑝 .32.990.000
𝑅𝑝 .21.788.080 x 1 Tahun
= 1,5 tahun
= 18 bulan
Berdasarkan perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai PBP ikan mas
sebesar 1,5. Ini berarti dalam kurun waktu 18 bulan, usaha budidaya di KJA sudah
dapat mengembalikan modal atau investasi. Usaha budidaya di KJA dinilai
menguntungkan karena dapat mengembalikan modal atau investasi dalam waktu
singkat sehingga layak dijadikan usaha.
4. Break Even Point
BEP tercapai apabila jumlah pendapatan sama dengan jumlah biaya
produksi atau jika keuntungan sama dengan nol (Husnan dan Muhammad 1999).
Nilai BEP produksi dan harga pada usaha budidaya ikan di KJA Cirata adalah
sebagai berikut :
55
1. Ikan Mas
BEP Harga = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
= 𝑅𝑝 .24.400.000
1365 (𝑘𝑔)
= Rp.17.875
BEP Produksi = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝐽𝑢𝑎𝑙
= 𝑅𝑝 .24.400.000
𝑅𝑝 .19.000
= 1284 kg
Berdasarkan perhitungan diatas dapat dilihat bahwa BEP harga bernilai
Rp.17.875. nilai ini menunjukkan bahwa usaha budidaya ikan mas di KJA Cirata
tidak akan mengalami kerugian maupun mendapat keuntungan atau berada dititik
impas dengan menjual ikan mas dengan harga Rp.17.875/kg. Nilai BEP produksi
sebesar 1284 kg, nilai ini memiliki makna bahwa dalam satu musim tanam ikan
mas tidak akan mengalami kerugian maupun mendapat keuntungan atau berada
pada titik impas apabila pembudidaya memproduksi 1284 kg ikan mas dalam satu
kali musim tanam.
2. Ikan Nila
BEP Harga = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
= 𝑅𝑝 .3.673.000
1041 (𝑘𝑔)
= Rp.3.530
BEP Produksi = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝐽𝑢𝑎𝑙
= 𝑅𝑝 .3.673.000
𝑅𝑝 .10.000
= 367 kg
56
Berdasarkan perhitungan nilai BEP diatas, BEP harga bernilai Rp.3.530.
Nilai ini berarti usaha budidaya ikan nila tidak akan mendapatkan keuntungan
atau kerugian atau berada pada titik impas jika pembudidaya menjual ikan nila
sebesar Rp.3.530/kg. Nilai BEP produksi sebesar 367 kg. Nilai ini menunjukkan
bahwa pembudidaya tidak akan mendapatkan keuntungan maupun kerugian dan
berada pada titik impas apabila pembudidaya memproduksi ikan nila dalam satu
kali musim tanam sebanyak 367 kg.
4.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas
Produktivitas dapat diartikan sebagai campuran (compound) dari produksi
dan aktivitas, dimana daya produksi menjadi penyebabnya dan produktivitas
mengukur hasil dari daya tersebut (Ravianto 1986). Aktivitas yang dilakukan di
KJA adalah penyebab dari tingginya produktivitas di KJA. Produktivitas di KJA
dipengaruhi oleh beberapa faktor dari dua dimensi yang berbeda. Dimensi
pertama yang dilihat adalah dari dimensi luas (Kg/Th/m3). Produktivitas persatuan
luas didefinisikan sebagai kumpulan jumlah pengeluaran dan masukkan yang
dinyatakan dalam satuan unit. Faktor yang diduga berpengaruh terhadap
produktivitas usaha perikanan budidaya ikan di KJA Waduk Cirata adalah sebagai
berikut :
Benih (x1)
Pakan (x2)
Pengalaman pembudidaya (x3)
Pendidikan (x4)
Umur (x5)
Tenaga kerja (x6)
A. Produktivitas per Satuan Luas
Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas lalu di analisis dengan
persamaan Regresi Linear Berganda, dengan hasil sebagai berikut :
57
1. Produktivitas per satuan Luas Ikan Mas
Hasil regresinya :
Produktivitas = 69.3 + 2.42 x1 + 4.90 x2 – 1.70 x3– 1.01 x4 – 3.85 x5 + 1.32 x6
Table 20. Hasil Regresi Produktivitas Ikan Mas per Satuan Luas
Variabel Koefisien p-Value Keterangan
X1 2.4192 0.003* Benih
X2 4.901 0.003* Pakan
X3 -1.6986 0.001* Pengalaman
X4 -1.0082 0.145 Pendidikan
X5 -3.849 0.069 Umur
X6 1.3247 0.139 Tenaga Kerja
R-Square 44.6%
R-Square (adj) 36.8% Ket : * Nyata pada taraf 5%
Sumber : Hasil Analisis Data Primer, 2013
Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bahwa variabel yang signifikan
mempengaruhi produktivitas per satuan luas adalah faktor dari benih, pakan dan
pengalaman budidaya. Hasil regresi ini memiliki nilai R-Square (adj) sebesar
36,8%, yang berarti bahwa faktor yang mempengaruhi produktivitas hanya
sebesar 36,8%, sedangkan sisanya adalah faktor lain yang mempengaruhi
produktivitas. Faktor lain tersebut dapat berupa hal lain diluar dari faktor fisik
kegiatan budidaya di KJA. Beberapa kemungkinan faktor lain bisa saja berasal
dari keadaann lingkungan yang mulai menurun seperti kualitas air dan perubahan
cuaca yang ekstrim yang menyebabkan timbulnya penyakit atau virus yang
membuat produksi dan produktivitas menurun. Faktor lain lainnya dapat berupa
skill atau kemampuan individu pembudidaya dalam kegiatan budidaya di KJA.
Faktor pendidikan,umur dan tenaga kerja sama sekali tidak berpengaruh
secara signifikan pada kegiatan budidaya yang dilakukan di KJA. Ini terjadi
karena dalam melakukan kegiatan budidaya di KJA pendidikan yang tinggi, umur
yang matang dan jumlah tenaga kerja tidak mempengaruhi tingginya produksi dan
produktivitas di KJA. Kemampuan individu (skill) dalam melakukan kegiatan
budidaya lebih terlihat mempengaruhi hasil produksi dan produktivitas.
58
2. Produktivitas Per Satuan Luas Ikan Nila
Hasil regresinya:
Produktivitas = 37.1+1.09 x1+2.33 x2–0.277 x3+0.178 x4–2.48 x5+0.109 x6
Tabel 21. Hasil Regresi Produktivitas Ikan Nila per Satuan Luas
Variabel Koefisien p-Value Keterangan
X1 1.0911 0.012* Benih
X2 2.3258 0.000* Pakan
X3 -0.2766 0.353 Pengalaman
X4 0.1778 0.701 Pendidikan
X5 -2.483 0.050* Umur
X6 0.1091 0.847 Tenaga Kerja
R-Square 64.1%
R-Square (adj) 59.0%
Ket : * Nyata pada taraf 5%
Sumber : Hasil Analisis Data Primer, 2013
Berdasarkan Tabel 21, dapat dilihat bahwa faktor yang mempengaruhi
produktivitas ikan nila pada satuan luas adalah faktor benih, pakan dan umur
pekerja, dengan nilai R-Square (adj) sebesar 59,0%. Nilai ini berarti pada kegiatan
budidaya ikan nila faktor produktivas yang berpengaruh hanya sebesar 59,0%.
Terlihat variabel benih lebih signifikan memberikan pengaruh pada produktivitas
karena pada budidaya ikan nila tidak menggunakan pakan (hanya menggunakan
pakan sisa dari jaring lapis atas). Faktor umur pembudidaya mempengaruhi
produktivitas ikan nila dikarenakan semakin matang usia pembudidaya akan
semakin bisa menghadapi masalah-masalah dalam kegiatan budidaya ikan nila.
Variabel pengalaman pembudiaya, pendidikan dan jumlah tenaga kerja
tidak berpengaruh signifikan terhadap produktivitas. R-Square bernilai 64,1%
artinya terdapat 64,1% faktor lain yang mempengaruhi produktivitas. Pada
kegiatan budidaya ikan nila ini faktor lain yang tidak mempengaruhi produktivitas
kemungkinan berasal dari penyakit yang sering menyerang benih dan ikan nila.
Penyakit ini biasanya berasal dari kualitas air yang mulai jelek, perubahan cuaca
yang ekstrim dan juga dari limbah disekitaran KJA.
59
3. Produktivitas Per Satuan Luas Ikan Mas dan Ikan Nila (Gabungan)
Hasil Regresinya :
Produktivitas = 119 + 7.23 x1 + 7.34 x2 - 1.77 x3 – 0.087 x4 - 6.30 x5 + 1.50 x6
Tabel 22. Hasil Regresi Produktivitas Ikan Mas dan Ikan Nila per Satuan Luas
Variabel Koefisien p-Value Keterangan
X1 7.231 0.000* Benih
X2 7.338 0.000* Pakan
X3 -1.7703 0.001* Pengalaman
X4 -0.0872 0.913 Pendidikan
X5 -6.305 0.007* Umur
X6 1.4958 0.135 Tenaga Kerja
R-Square 65.3%
R-Square (adj) 60.5% Ket : * Nyata pada taraf 5%
Sumber : Hasil Analisis Data Primer, 2013
Berdasarkan Tabel 22, dapat dilihat bahwa yang mempengaruhi
produktivitas dari kedua komoditi di KJA Cirata Jangari adalah faktor benih,
pakan, pengalaman dan umur, dengan nilai R-Square (adj) sebesar 60,5%. Nilai
ini berarti sebanyak 60,5% variabel benih, pakan, pengalaman dan umur
pembudidaya mempengaruhi produktivitas di KJA. Nilai 65,3% memiliki arti
bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi produktivitas diluar dari faktor fisik
kegiatan budidaya di KJA.
Faktor yang mempengaruhi produktivitas dari dimensi luas dapat dilihat
dalam Tabel 23.
Tabel 23. Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Dimensi Luas Budidaya di
KJA
No. Komoditas
Ikan Mas Ikan Nila Gabungan
1. Benih Benih Benih
2. Pakan Pakan Pakan
3. Pengalaman Budidaya Umur Pekerja Pengalaman Budidaya
4. - - Umur Pekerja Sumber : Data Primer (diolah) 2013
Berdasarkan tabel diatas, produktivitas dipengaruhi oleh empat variabel,
yaitu benih, pakan, pengalaman pembudidaya dan umur. Variabel yang pertama
adalah benih. Benih merupakan sarana produksi yang sangat penting bagi
60
kelanjutan dan keberhasilan usaha budidaya perikanan (Khairuman 2008). Benih
menjadi faktor utama yang mempengaruhi produktivitas di KJA. Kualitas benih
yang baik menurut para responden adalah benih yang berasal dari Subang,
Sukabumi dan terakhir Bandung. Pemilihan kualitas benih yang baik dilakukan
oleh pembudidaya agar mendapatkan hasil produksi yang tinggi. Benih yang
berasal dari dari Subang pembenihannya dilakukan dengan cara intensif, sehingga
benih yang dihasilkan baik. Benih yang berasal dari Sukabumi dan Bandung
adalah benih yang pada umumnya gampang terserang penyakit. Subang
menghasilkan benih yang memiliki kualitas baik karena bibit yang digunakan
adalah bibit unggul, menejemen indukan baik dan biasanya indukan yang
digunakan hanya melakukan pemijahan sebanyak empat kali (maksimum).
Pakan sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhann ikan,
pemberian pakan yang kurang baik (jumlah dan mutunya) akan menimbulkan
penyakit nutrisi pada ikan (Cahyono 2000). Ikan memerlukan pakan yang cukup
untuk pertumbuhan, perkembangbiakan, serta kelangsungan hidupnya. Pakan
yang bermutu baik salah satunya ditentukan oleh kandungan nutrisi (protein,
karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral) dalam komposisi yang tepat dan
seimbang (Sucipto dan Prihartono 2005). Jenis pakan yang digunakan pada
budidaya KJA adalah pakan komersil yang didapat dari gudang pakan yang ada
disekitaran Waduk Cirata. Banyaknya produksi dalam KJA adalah selain
tergantung pada kualitas benih, juga tergantung pada banyaknya pakan yang
digunakan per satuan unitnya. Untuk ukuran KJA 7x7 m dengan ikan mas sebagai
komoditas yang dibudidayakan dikolam lapis pertama umumnya menggunakan
pakan sebanyak 1500 Kg per musim tanam. Jumlah ini tentu saja berbeda apabila
pembudidaya membudidayakan ikan mas dikolam ukuran 7x14 m maupun
14x14 m.
Pengalaman pembudidaya di KJA menjadi faktor yang berpengaruh nomor
tiga setelah kualitas benih dan pakan. Pengalaman pembudidayan dalam
melakukan kegiatan budidaya berkisar antara 1-20 tahun. Lamanya pengalaman
pembudidaya menjadi faktor yang mempengaruhi produktivitas ini disebabkan
karena semakin lamanya para pembudidaya melakukan kegiatan budidaya
61
semakin banyak pula pengalaman yang didapatkan. Mulai dari pengalaman
memilih benih yang berkualitas, pakan yang memiliki kandungan protein dan
kandungan nutrisi yang cukup sampai pengalaman mengatasi masalah penyakit
dan virus yang menyerang benih maupun ikan-ikan yang sudah tumbuh besar.
Pengetahuan ini mereka dapatkan dari kegiatan budidaya yang mereka lakukan
sehari-harinya di KJA.
Umur pekerja atau pelu budidaya di KJA menjadi faktor yang mempengaruhi
produktivitas. Rata-rata pekerja atau pelaku usaha budidaya di KJA merupakan
orang-orang yang memiliki usia produktif untuk bekerja, yaitu berkisar antara 15-
64 tahun (Soerjani 1987). Umur pekerja dan pengalaman bekerja memiliki
keterkaitan satu sama lainnya, semakin berumur seorang pekerja atau
pembudidaya semakin banyak pula pengalaman yang dimiliki.
B. Produktivitas per Satuan Biaya
Biaya adalah salah satu variabel yang dilihat dalam melihat perkembangan
produktivitas perikanan di KJA. Biaya yang didapat merupakan hasil yang didapat
maupun yang dikeluarkan oleh pemilik dan pembudidaya di KJA.
Faktor-faktor biaya yang mempengaruhi produktivitas kemudian dianalisis
dengan regresi sehingga didapatkan rumus regresi sebagai berikut :
1. Produktivitas Per Satuan Biaya Ikan Mas
Rumus regresinya :
Produktivitas = 27103 – 2510 x1 + 1501 x2 – 747 x3 – 321 x4 – 163 x5 – 1923 x6
Table 24. Hasil Regresi Produktivitas Ikan Mas per Satuan Biaya
Variabel Koefisien p-Value Keterangan
X1 -2510 0.024* Benih
X2 1501 0.213 Pakan
X3 -747 0.189 Pengalaman
X4 -321 0.676 Pendidikan
X5 -163 0.942 Umur
X6 -1923 0.164 Tenaga Kerja
R-Square 29,7%
R-Square (adj) 19,9% Ket : * Nyata pada taraf 5%
Sumber : Hasil Analisis Data Primer, 2013
62
Berdasarkan Tabel 24 variabel yang mempengaruhi produktivitas adalah
benih, dengan nilai R-Square (adj) 19,9%. Nilai ini memiliki arti bahwa yang
mempengaruhi produktivitas hanya benih sebesar 19,9%, sedangkan sisanya
sebesar adalah faktor lain yang berasal dari luar faktor fisik kegiatan budidaya di
KJA Waduk Cirata. Faktor lain tersebut adalah keadaan lingkungan KJA yang
mulai menurun kualitasnya, terutama kualitas air dan banyaknya limbah
disekitaran perairan. Cuaca yang tidak menentu juga menyebabkan ikan-ikan
terkena penyakit dan virus.
Variabel pakan, pengalaman, pendidikan dan tenaga kerja tidak
mempengaruhi produktivitas di KJA Cirata. Ini berarti bahwa kegiatan budidaya
dapat dilakukan oleh pembudidaya-pembudidaya yang minim pengalaman dan
berpendidikan rendah. Banyaknya jumlah pekerja tidak terlalu berpengaruh
dengan tingginya produktivitas. Jumlah pekerja yang banyak dipekerjakan di KJA
baiasanya berjumlah 3-4 orang untuk setiap KJA yang beroperasi.
2. Produktivitas per Satuan Biaya Ikan Nila
Rumus regresinya :
Produktivitas = -32351 + 3187 x1 + 5492 x2 – 580 x3 –2339 x4 – 8913 x5 –
16420 x6
Table 25. Hasil Regresi Produktivitas Ikan Nila per Satuan Biaya
Variabel Koefisien p-Value Keterangan
X1 3187 0.380 Benih
X2 5492 0.423 Pakan
X3 -580 0.833 Pengalaman
X4 -2339 0.566 Pendidikan
X5 -8913 0.396 Umur
X6 -16420 0.009* Tenaga Kerja
R-Square 19,2%
R-Square (adj) 7,9% Ket : * Nyata pada taraf 5%
Sumber : Hasil Analisis Data Primer, 2013
63
Berdasarkan Tabel 25 variabel yang mempengaruhi produktivitas adalah
tenaga kerja dengan nilai R-Square (adj) sebesar 7,9% yang berarti bahawa
produktivitas ikan nila hanya dipengaruhi sebesar 7,9% dari faktor tenaga kerja,
sedangkan sisanya nya di pengaruhi faktor lain. Variabel benih,
pakan,pengalaman, pendidikan, dan umur tidak secara signifikan berpengaruh
terhadap produktivitas biaya ikan nila.
3. Produktivitas Per Satuan Biaya Ikan Mas dan Ikan Nila
Rumus regresinya :
Produktivitas = 5.719 + 4.575 x1 + 6.831 x2 – 1.657 x3 – 1.151 x4 + 282 x5 -
1.161 x6
Table 26. Hasil Regresi Produktivitas Ikan Mas dan Nila per Satuan Biaya
Variabel Koefisien p-Value Keterangan
X1 4.575 0.012* Benih
X2 6.831 0.000* Pakan
X3 -1.657 0.047* Pengalaman
X4 -1.151 0.370 Pendidikan
X5 282 0.935 Umur
X6 -1161 0.505 Tenaga Kerja
R-Square 76,0%
R-Square (adj) 72,6% Ket : * Nyata pada taraf 5%
Sumber : Hasil Analisis Data Primer, 2013
Berdasarkan Tabel 26 variabel yang mempengaruhi produktivitas adalah
variabel benih, pakan dan pengalaman dengan nilai R-Square (adj) 72,6%. Ini
berarti hanya 72,6% dari variabel yang mempengaruhi produktivitas, sedangkan
sisanya 27,4% dipengaruhi oleh faktor lain diluar faktor fisik kegiatan di KJA.
Variabel pendidikan, umur dan tenaga kerja tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap produktivitas. Faktor yang mempengaruhi dimensi biaya dapat dilihat
pada Tabel 27.
64
Tabel 27. Faktor yang Mempengaruhi Dimensi Biaya Budidaya di KJA
No. Komoditas
Ikan Mas Ikan Nila Gabungan
1. Benih Pengalaman Benih
2. - - Pakan
3. - - Pengalaman
4. - - - Sumber : Data Primer (diolah) 2013
Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa faktor yang mempengaruhi
produktivitas dari dimensi biaya adalah kualitas benih,pakan dan pengalaman.
Kualitas benih menjadi faktor utama yang mempengaruhi produktivitas per satuan
luas. Kualitas benih yang digunakan berasal dari Subang. Harga benih ikan mas
ini berkisar antara Rp.18.000–Rp. 20.000, sedangkan untuk ikan nila harga benih
berkisar antara Rp.10.000–Rp.12.000. Harga benih ini tergantung dari jumlah
ketersediaan di tempat benih. Semakin besar permintaan benih, semakin besar
pula harga yang ditawarkan perkilogramnya. Produktivitas persatuan biaya tinggi
karena daging ikan yang dihasilkan atau diproduksi tinggi dengan kisaran harga
jual daging berkisar antara Rp.29.000–Rp.32.000 untuk ikan mas per kg,
sedangkan untuk ikan nila berkisar antara Rp.18.000–Rp.20.000. Harga akan terus
naik apabila permintaan meningkat dipasaran dan begitu juga sebaliknya.
Pendapatan menjadi tinggi karena biaya penerimaan yang besar yang didapatkan
pembudidaya dari setiap panen yang dilakukan per unitnya per siklus dan
pertahun.
Biasanya benih ikan mas berasal dari daerah Subang. Pemilihan benih yang
berasal dari subang, dikarenakan kualitas benih yang memang bagus. Harga
bukanlah suatu kendala bagi pembudidaya untuk mendapatkan benih yang bagus.
Para pembudidaya rela mengeluarkan uang lebih untuk harga benih yang tinggi
sebab pembudidaya ingin hasil yang maksimal pada saat panen berlangsung
sehingga produksi dan produktivitas besar.
Pakan adalah faktor yang mempengaruhi produktivitas per satuan biaya.
Pakan yang digunakan adalah pakan komersil dengan kisaran harga pakan antara
Rp.6.000 – Rp.6.720 dengan penggunaan pakan berkisar 1500 kg per unit dengan
ukuran unit 7x7 m. Pengeluaran biaya yang dilakukan untuk pakan memang lebih
65
besar dari pengeluaran yang dilakukan untuk membeli atau menyediakan benih
yang berkualitas. Pengguanaan pakan hanya untuk memenuhi kebutuhan ikan
mas, sedangkan pada ikan nila hanya memanfaatkan sisa-sisa pakan yang jatuh
dari jaring lapis pertama, jadi tidak mengeluarkan banyak biaya karena pakannya
memanfaatkan pakan sisa dari layer atas. Roti yang sudah kadarluarsa kadang
juga digunakan sebagai pakan tambahan untuk mengefisiensikan pakan agar tidak
banyak tebuang. Pakan ini juga sangat disukai oleh ikan di KJA. Biasanya petani
mendapatkan pakan ini dari penadah makanan kadarluarsa yang makanan tersebut
berasal dari Jakarta.
Pengalaman pembudidaya menjadi variabel yang mempengaruhi
produktivitas biaya ikan mas dan ikan nila. Pengalaman pembudidaya yang yang
berkisar antara 1-20 tahun membuat para pembudidaya kaya akan pengalaman
dalam budidaya di KJA, sehingga pembudidaya bisa lebih mengetahui cara
menghadapi masalah yang dihadapinya (Rusli 1988).