bab iv hasil dan pebahasan 4.1 gambaran umum lokasi...

73
BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Kondisi Geografis `Desa Banuroja adalah sebuah desa yang terbentuk dari hasil Pemekaran Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di dijalur Jalan Trans Sulawesi menuju Kecamatan Taluditi dengan topografi daerah hunian berupa dataran, sedangkan lahan pertanian berupa dataran dan perbukitan. Sebelah barat desa ini berbatasan dengan Desa Sarimurni, Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Manunggal Karya, Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Patuhu dan Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sarimurni. Jarak desa ini dari ibukota kecamatan 4 Km, dan dengan Ibu Kota Kabupaten berjarak 30 Km dengan waktu tempuh 45 menit.Curah hujan rata-rata 0,15 mm dengan suhu rata-rata 32 0 C. Jumlah penduduk desa Banuroja sampai tahun 2011 adalah 974 Jiwa jika presentasi sesuai kepala keluarga (KK) maka jumlahnya sekitar 286 kepala keluarga(KK). Jumlah penduduk laki-laki 519 jiwa dan perempuan 455 jiwa. Mata pencaharian utama masyarakat adalah bertani. (Sumber: Laporan Keterangan PertanggungJawaban (LKPJ) Kepala Desa Banuroja Akhir Masa JabatanTahun 2006 S/D Tahun 2011).

Upload: dinhtruc

Post on 11-Mar-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

BAB IV

HASIL DAN PEBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Kondisi Geografis

`Desa Banuroja adalah sebuah desa yang terbentuk dari hasil Pemekaran

Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di dijalur Jalan

Trans Sulawesi menuju Kecamatan Taluditi dengan topografi daerah hunian

berupa dataran, sedangkan lahan pertanian berupa dataran dan perbukitan. Sebelah

barat desa ini berbatasan dengan Desa Sarimurni, Sebelah Timur berbatasan

dengan Desa Manunggal Karya, Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Patuhu

dan Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sarimurni. Jarak desa ini dari ibukota

kecamatan 4 Km, dan dengan Ibu Kota Kabupaten berjarak 30 Km dengan waktu

tempuh 45 menit.Curah hujan rata-rata 0,15 mm dengan suhu rata-rata 320C.

Jumlah penduduk desa Banuroja sampai tahun 2011 adalah 974 Jiwa jika

presentasi sesuai kepala keluarga (KK) maka jumlahnya sekitar 286 kepala

keluarga(KK). Jumlah penduduk laki-laki 519 jiwa dan perempuan 455 jiwa.

Mata pencaharian utama masyarakat adalah bertani. (Sumber: Laporan

Keterangan PertanggungJawaban (LKPJ) Kepala Desa Banuroja Akhir Masa

JabatanTahun 2006 S/D Tahun 2011).

Page 2: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

4.1.2 Kondisi Demografi Desa

4.1.2.1 Keadaan Penduduk Desa

Tabel. 1

Keadaan Penduduk

No Uraian

Jumlah

Thn 2006 Thn

2007

Thn

2008

Thn

2009

Thn

2010

Thn

2011

1 Jumlah Penduduk Desa (Jiwa) 865 881 1014 953 948 974

2 Jumlah Kepala Keluarga (KK) 248 252 262 275 278 286

3 Jumlah Penduduk Laki-Laki

(Jiwa)

453 461 562 496 500 519

4 Jumlah Penduduk Perempuan

(Jiwa)

412 420 452 457 448 455

5 Jumlah Petani/Ternak 246 246 238 235 253 235

6 Jumlah Nelayan - - - - - -

7 Jumlah Pertukangan 2 2 3 3 3 3

8 Jumlah Usaha Jasa/UKM/IKM 1 1 2 3 4 4

9 Jumlah PNS 12 12 16 22 28 28

10 Jumlah Pegawai Swasta - - - - - -

11 Jumlah ABRI + Polisi - 1 1 1 1 1

12 Jumlah Penganggur

13 Jumlah Warga Miskin 161 143 143 116 97 97

14 Jumlah Mahayani dibangun 3 4 3 3 3 3

15 Jumlah Fakir Miskin (Lansia,

Yatim Piatu dan Cacat)

Dari tabel di atas, terlihat bahwa jumlah penduduk pada tahun 2006 hingga

2008 mengalami perubahan yang cukup signifikan, dimana jumlah penduduk pada

tahun 2006 tercatat 865 (jiwa), kemudian pada tahun 2007 meningkat 881 (jiwa),

dan tahun 2008 tercatat 1014 (jiwa). Sedangkan pada tahun 2009, 2010,

jumlahnya menurun. Pada tahun 2009 tercatat 953 (jiwa) dan 2010 tercatat 948

(jiwa). Pada tahun 2011 mengalami perubahan lagi untuk jumlah penduduk

Page 3: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

sekitar 974 (jiwa). Untuk jumlah kepala keluarga (KK), setiap tahun meningkat

mulai dari tahun 2006 sekitar 248 jiwa, hingga 2011 berjumlah 286. Begitu juga

dengan poin-poin yang lainnya, setiap tahunnya meningkat mulai dari tahun 2006

hingga 2011. Kecuali ada beberapa poin yang setiap tahunnya mnurun misalnya,

jumlah petani ternak dan jumlah warga miskin. Berbeda dengan jumlah Abri +

Polisi dan jumlah mahayani yang dibangun tidak mengalami perubahan yang

signifikan. (Sumber : Laporan Keterangan PertanggungJawaban (LKPJ) Kepala

Desa Banuroja Akhir Masa JabatanTahun 2006 S/D Tahun 2011)

4.1.2.2 Keadaan Pendidikan

Pendidikan merupakan instrumen utama dalam peningkatan daya saing,

dan mengkonstruksi kapasitas sumber daya manusia yang produktif. Sebuah

pendidikan dapat menghasilkan generasi insani yang menjadi kompas peradaban

suatu bangsa dalam menentukan arah dan tujuan. Olehnya itu, penyelenggaraan

pendidikan dianggap penting dan sangat esensial dalam proses penyadaran sikap

dan tinggkah laku generasi. Keadaan pendidikan di Banuroja disajikan dalam

tabel berikut.

Tabel. 2

Keadaan Pendidikan

No Uraian

Jumlah

Thn

2006

Thn

2007

Thn

2008

Thn

2009

Thn

2010

Thn

2011

1 Jumlah Warga Buta Huruf 69 69 67 65 65 63

2 Tidak Tamat SD 66 78 70 66 73

3 Tidak tamat SMP

4 Tidak Tamat SMA

5 Tamat S1 16 16 19 28 37

6 Jumlah Sekolah TK - - - - 1

7 Jumlah Sekolah SD/Ibtidaiyah 2 2 2 2 2

8 Jumlah Guru SD 6 6 6 8 11 11

Page 4: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

9 Jumlah Guru SMP/MTs 3 3 5 7 7 7

10 Jumlah Guru TK - - - - - 2

Dari table diatas, terlihat bahwa, terjadi penurunan angka buta huruf sejak

tahun 2006 berjumlah 69 jiwa, kemudian pada 2011 menurun menjadi 63 jiwa.

Masyarakat yang buta huruf tersebut, adalah masyarakat yang sudah lanjut usia

yang berasal dari daerah asal seperti dari Bali,NTB dan Jawa yang datang sejak

penempatan Transmigrasi.Namun saat ini hampir seluruh masyarakat Banuroja

yang masuk dalam usia sekolah, telah bersekolah.Halini karena sarana pendidikan

di Desa banuroja sudah cukup memadai seperti adanya TK,SD dan Pondok

Pesantren yang memiliki fasilitas pendidikan yang sudah cukup baik.Dalam hal

ini, dukungan Pemerintah masih sangat diharapkan terutama membantu

memberikan Beasiswa bagi masyarakat yang kurang mampu dan bagi yang

berprestasi untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

(Sumber:(LKPJ) Akhir Masa JabatanTahun 2006 S/D Tahun 2011)

4.1.2.3 Keadaan Kesehatan

Tabel. 3

Keadaan Kesehatan

No Uraian

Jumlah

Thn

2006

Thn

2007

Thn

2008

Thn

2009

Thn

2010

Thn

2011

1 Jumlah kasus gizi buruk - - - - - -

2 Jumlah Kasus Gizi

kurang

7 5 5 3 2 2

3 Jumlah Posyandu 1 1 1 1 1 1

4 Jumlah Polindes - - - - 1 1

5 Jumlah Pustu - - - 1 1 1

6 Jumlah Bidan 1 1 1 1 1 1

7 Jumlah Dukun Anak - - - - - -

Page 5: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Dari table diatas,merupakan perkembangan yang sangat meng-

gembirakan, jumlah kekurangan gizi memperlihatkan penurunan yang cukup

signifikan, pada tahun 2006 berjumlah 7 jiwa, terjadi perubahan pada tahun-tahun

berikutnya hingga 2011 menurun menjadi 2 jiwa yang kekurangan gizi.Nampak

bahwa sarana dan prasaran kesehatan seperti posyandu dan pustu cukup

membantu masyaakat di Desa Banuroja, sehingga pelayanan kesehatan terutama

untuk ibu hamil dan balita sudah cukup baik,hal ini juga berkat peran aktif kader-

kader kesehatan yang ada di Desa Banuroja cukup aktif, namun hal ini masih

perlu dukungan yang kontinu dari pihak-pihak yang berkaitan. (Sumber : Laporan

Keterangan PertanggungJawaban (LKPJ) Kepala Desa Banuroja Akhir Masa

JabatanTahun 2006 S/D Tahun 2011)

4.1.2.4 Agama

Tabel. 4

Pemetaan Agama di Banuroja

NO JENIS AGAMA JUMLAH PEMELUK JML TEMPAT IBADAH

1 Islam 548 4

2 Kristiani 15 2

4 Hindu 411 2

Berdasarkan table tersebut, nampak warga Desa Banuroja terdiri dari

masyarakat dengan keyakinan yang beragam.Namun, sampai saat ini seluruh

masyarakat Desa Banuroja dapat hidup berdampingan dengan rukun dan damai.

(Sumber : Laporan Keterangan PertanggungJawaban (LKPJ) Kepala Desa

Banuroja Akhir Masa JabatanTahun 2006 S/D Tahun 2011)

Page 6: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

4.1.2.5 Etnik

Tabel 5

Pemetaan Etnik di Banuroja

NO Jenis Etnik Jumlah Penduduk

1 Bali 110 KK

2 Nusa Tenggara (Lombok) 74 KK

3 Gorontalo 2 KK

4 Jawa 95 KK

5 Minahasa 5 KK

(Sumber :Kantor Desa Banuroja 2006 S/D Tahun 2013)

Berdasarkan table di atas, nampak warga Desa Banuroja memiliki

keragaman etnik, hal tersebut merupakan salah satu bukti nyata dari sederetan

realitas heterogenitas masyarakat Indonesia. Dari tabel tersebut, terlihat jumlah

KK etnis Gorontalo cukup sedikit jumlahnya sekitar 2 KK, tetapi dari hasil

wawancara, jika dihitung/jiwa, masyarakat Gorontalo berjumlah sekitar 10 jiwa,

mereka telah melakukan pernikahan campur, baik dengan masyarakat Bali

maupun Lombok. dari hasil wawancara yang dilakukan, sekitar tahun 1981 hingga

2003 akhir, masyarakat dari etnis Gorontalo cukup banyak (tidak diketahui

dengan pasti jumlahnya) menempati wilyah tersebut. Ada yang berasal dari

Kecamatan Lemito, Popayato, Marisa, dan Patilanggio. Bahkan ada juga yang

berasal dari luar Kabupaten Pohuwato, misalnya dari Batudaa. Tetapi semakin

bergulirnya waktu, banyak masyarakat Gorontalo yang pulang ke kampung

Page 7: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

asalnya, salah satu alasannya adalah Desa Banuroja sangat kekurangan

air.Masyarakat yang bermukim di Desa Banuroja terdiri dari masyarakat dengan

etnis yang beragam. Namun, sampai saat ini seluruh masyarakat Desa Banuroja

dapat hidup berdampingan dengan rukun dan damai.

4.1.2.6 Kelembagaan Desa

Tabel. 6

Kelembagaan Desa

JENIS

KELEMBAGAAN

DESA

JUMLAH PENGURUS Peran dan Fungsi di

Masyarakat Aktif Tdk Aktif

Pemdes 9 Pelayanan publik

BPD 5 Mitra Pemdes

LPM 5 Pemberdayaan

Karang Taruna 2 Wadah pemuda

Desa Banuroja telah memiliki kelembagaan yang cukup lengkap dengan

adanya pemerintahan desa, BPD, LPM dan Karang taruna. Masing-masing

lembaga ini memiliki pengurus yang aktif dalam memberikan peran dan fungsinya

kepada masyarakat desa Banuroja.(Sumber : Laporan Keterangan Pertanggung-

Jawaban (LKPJ) Kepala Desa Banuroja Akhir Masa JabatanTahun 2006 S/D

Tahun 2011)

Page 8: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

4.1.2.7 Keadaan Fisik dan Prasarana Desa

a. Sarana dan Prasarana Ekonomi

Tabel. 7

Sarana dan Prasarana ekonomi

No Jenis Sarana dan

Prasarana ekonomi

Jumlah

Thn

2006

Thn

2007

Thn

2008

Thn

2009

Thn

2010

Thn

2011

1 Perbankan - - - - - -

2 Koperasi Pondok

Pesantren

1 1 1 1 1 1

3 Sentra pembuatan

Pupuk Organik

- - - - - 1

Desa Banuroja memiliki koperasi Pondok Pesantren sejumlah 1 unit, dan

tidak bertambah lagi jumlahnya di tahun-tahun berikutnya. Dan, untuk sentra

pembuatan pupuk organik, nanti pada tahun 2011 baru dibentuk. Sedangkan

perbankan belum dibentuk dari tahun 2006 hingga 2011. (Sumber : Laporan

Keterangan Pertanggung-Jawaban (LKPJ) Kepala Desa Banuroja Akhir Masa

JabatanTahun 2006 S/D Tahun 2011)

b. Sarana dan Prasarana Pemerintahan Desa

Tabel. 8

Sarana dan Prasarana pemerintahan

No Uraian

Jumlah

Thn

2006

Thn

2007

Thn

2008

Thn

2009

Thn

2010

Thn

2011

1 Kantor desa

(Ada/Belum ada)

1 1 1 1 1 1

2 Kantor BPD

(Ada/Belum ada)

- - - - - -

3 Kantor LPM

(Ada/Belum ada)

- - - - - -

4 Jumlah aparatur desa 9 9 9 9 9 9

Page 9: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Dari gambaran tabel di atas, menunjukan bahwa untuk bangunan kantor

desa tidak bertambah jumlahnya sejak 2006 hingga 2011, Begitu juga dengan

jumlah aparatur desa. Untuk kantor BPD dan LPM belum memiliki bangunan

yang digunakan untuk melakukan aktivitas, tetapi dalam menjalankan aktivitasnya

sehari-hari masih berkantor (numpang) di Kantor Desa Banuroja(Sumber : (LKPJ)

Kepala Desa Banuroja Akhir Masa JabatanTahun 2006 S/D Tahun 2011)

4.1.2.8 Pemerintahan Desa

a. Penerapan Good Governance

Sejak tahun 2007, Desa Banuroja telah mengelolaan Alokasi Dana

Desa (ADD) yang saat itu berjumlah 100 Juta, kemudian tahun 2008

meningkat menjadi 150 juta. Adanya ADD ini maka pemerintah desa

wajib mengelola dengan baik dengan prinsip Koordinasi, Transpransi,

Akuntabilitas dan Partisipatif. Koordinasi dilaksanakan dalam upaya

memastikan bahwa pengelolaan ADD berjalan sesuai dengan regulasi

yang ada. Transparansi dilaksanakan sebagai upaya membuka ruang bagi

masyarakat untuk mengetahui APBDes Banuroja yang dilaksanakan

setiap tahun. Akuntabilitas diarahkan pada seluruh kegiatan yang

dilaksanakan dapat dipertanggungjawabkan dengan baik serta partisipatif

diarahkan pada bagaimana seluruh perencanaan, pengawasan dan

pelaksanaan kegiatan di desa dalam melibatkan masyarakat, baik

bersumber dari APBDes maupun dari lembaga lain.Guna menjalankan

Pemerintahan Desa, maka jumlah aparatur desa Banuroja saat ini profilny

adalah sebagai berikut :

Page 10: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Tabel. 9

Profil Aparatur Desa Banuroja

No Nama Aparatur Jenis Kelamin Umur

(tahun) Pendidikan

Lama

menjabat

A PEMERINTAH DESA

1 KADES RONNY

KOYANSOW

38 SMA 6 Thn

2 SEKDES FEBRI YAHYA 33 D1 2 Thn

3 KAUR PEMERINTAHAN I NYOMAN

SUARDANA

SLTP 6 Thn

4 KAUR PEMBANGUNAN I DEWA

NAMARUPA

SLTP 6 Thn

5 KAUR UMUM MOH.AZWAR STM 6 Thn

6 KADUS I I NYOMAN

PASEK

SLTP 2 Thn

KADUS II I WAYAN

SUARTA

SLTP 6 Thn

KADUS III MOH.ZAKPAN SLTP 6 Thn

KADUS IV KUSRI SLTP 6 Thn

B PENGURUS BPD

1 KETUA I MADE

SUARDANA

SPGA 6 Thn

2 WAKIL KETUA NURCO

MAKSUD

S1 2 Thn

3 SEKRETARIS UMIYATI SLTP 6 Thn

4 ANGGOTA I MADE JAMAN SLTP 6 Thn

5 ANGGOTA AKMALUDIN MA 6 Thn

C

PENGURUS LPM

1 KETUA I WAYAN

ADHA

SLTP

2 SEKRETARIS TURMUJI SLTP

3 ANGGOTA KHUDZAIFAH

AZIS

SLTA

4 ANGGOTA HANO LIHAWA SD

5 ANGGOTA ABDUL

DJALAL

SLTP

Dari gambaran tabel di atas, terlihat bahwa semua aparatur desa berasal

dari suku dan agama yang brbeda. Presentasi lulusan, aparatur yang lulusan

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) jumlahnya sekitar 12 orang, Sekolah

Dasar 1 orang, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas/se-derajat berjumlah 3 orang,

Page 11: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Sarjana berjumlah satu orang, dan juga untuk Diploma berjumlah satu orang.

Kemudian, dalam hal lamanya aparatur menjabat rata-rata paling lama enam

tahun.(Sumber : Laporan Keterangan Pertanggung-Jawaban (LKPJ) Kepala Desa

Banuroja Akhir Masa JabatanTahun 2006 S/D Tahun 2011)

b. Demokrasi Desa

Berlakunya otonomi daerah, juga berimplikasi pada sistem

pemerintahan desa yang telah diatur melalui PP Nomor 72 tahun 2005.

Desa yang memiliki otonomi sendiri seperti tingkat Kabupaten, juga

wajib menyelenggarakan Pemilihan Kepala Desa (PILKADES) untuk

jangka waktu 6 tahun. Memenuhi hal tersebut, maka Desa Banuroja pada

tahun 2005 lalu telah melakukan Pilkades yang berlangsung secara tertib

dan aman, dilantik pada bulan Januari 2006, dengan terpilihnya kepala

desa saat itu yakni Bapak Ronny Koyansow. (Sumber : (LKPJ) Kepala

Desa Banuroja Akhir Masa Jabatan Tahun 2006 S/D Tahun 2011)

4.1.3 Kondisi Ekonomi

4.1.3.1 Potensi unggulan Desa

4.1.3.1.1 Kawasan Pertanian

1. Potensi Lahan Pertanian

Potensi lahan pertanian (ladang/tegalan) seluas 378,2 Ha dan rawa

seluas 69 Ha. Potensi lahan tersebut di desa Banuroja dimanfaatkan untuk

hal-hal sebagai berikut :

Page 12: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Tabel. 10

Potensi Lahan Pertanian

No Jenis Lahan Luas Lahan Termanfaatkan

(Hektar)

1 Lahan Pekarangan (Ha) 56,90

2 Lahan Tegalan (Ha) 30

3 Padang Rumput (Ha) -

4 Ladang (Ha) 348,2

5 Rawa (Ha) 69

6 Tambak (Ha) -

Dari perbandingan data potensi tersebut diatas, lahan pertanian

yang sudah dimanfaatkan sekitar 80 %.Namun, tingkat kesuburan tanah di

Desa Banuroja sangat rendah.Sehingga, produksi pertanianpun sangat

minim. Adapula lahan tegalan yang merupakan lahan sawah tadah hujan

yang juga pemanfaatanya tidak maksimal karena hanya mengharapkan

curah hujan untuk dapat memanfaatkanya. (Sumber : Laporan Keterangan

PertanggungJawaban (LKPJ) Kepala Desa Banuroja Akhir Masa

JabatanTahun 2006 S/D Tahun 2011).

a. Potensi Lahan Perkebunan

Komoditi perkebunan di desa Banuroja tidak dapat menjadi andalan

sebagai sumber penghasilan masayarakat karena kondisi dan struktur tanah

desa banuroja kurang cocok untuk tanaman perkebunan,hal tersebut

disebabkan karena jenis tanahnya yang yang merupakan tanah liat,

sedangkan sebagian lagi berupa perbukitan dengan jenis tanah yang

bercadas/berkerikil

Page 13: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

b. Produksi Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura

Komoditi tanaman pangan dan hortikultura yang berkembang baik di

Desa Banuroja adalah jangung dan kedelai

Tabel. 11

Komoditi Tanaman Pangan dan Hortikultura

No

Jenis

Komoditi

Tanaman

Pangan dan

Holtikultura

Tahun 2010

Tahun 2011

Luas

Tanam

(ha)

Luas

Panen

(Ha)

Produksi

(Ton)

Luas

Tanam

(ha)

Luas

Panen

(Ha)

Produksi

(Ton)

Jagung 185 185 740 170 170 680

Kedelai 20 20 35 25 25 40

(Sumber : Laporan Keterangan PertanggungJawaban (LKPJ) Kepala Desa

Banuroja Akhir Masa JabatanTahun 2006 S/D Tahun 2011)

Melihat kondisi tanah yang cukup memprihatinkan, Pada proses

penanaman jagung di Desa Banuroja, para petani melakukan perawatan

yang cukup intensif. Secara teknis, sesuai anjuran Tim penyuluh pertanian

Kabupaten, Provinsi, maupun Pusat, untuk mendapatkan hasil lebih dan

cukup, petani dianjurkan untuk melakukan perawatan secara intensif.

Yakni, petani harus melakukan pemupukan sebanyak tiga kali. Pemupukan

awal, jagung berumur sekitar 21 hingga 25 hari. Pemupukan kedua, jagung

berumur satu setengah bulan (45 hari). Pemupukan ketiga, jagung berumur

60 hingga 65 hari. Hal tersebut sering dipraktekan oleh masyarakat

Banuroja yang notabenenya adalah petani, demi mendapatkan hasil yang

memuaskan. Selain dari perawatan, petani juga dianjurkan melihat musim

yakni, musim tahunan (Taua) berkisar pada bulan oktober-desember,

Page 14: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

kemudian musim pertengahan tahun (hulita) berkisar antara bulan april-

juni

c. Sarana dan Prasarana Pertanian

Mata pencaharian utamamasyarakat Desa Banuroja adalah

pertanian dengan usaha pendukung yakni, memelihara ternak. Adapun

sarana dan prasarana pendukung pengambangan pertanian yang ada didesa

seperti pada table berikut ini.

Tabel. 12

Sarana dan Prasarana Pertanian

No Jenis Alat Mesin Pertanian

dan Prasarana Pertanian

Jumlah saat

ini

Kodisi

(baik/rusak)

1 Handtraktor 5 2 Rusak

2 Perontok jagung 4 Baik

3 Mesin Perontok /padi 2 Baik

4 Embung 1 Baik

5 Mesin penghisap air 1 Baiik

6 Kandang koloni 4 Baik

7 Unit Pengolahan Pupuk Organik

(UPPPO)

1 Baik

Dari table tersebut,nampak bahwa peralatan pertanian yang ada di

Desa Banuroja masih sangat minim, terutama, alat pertanian untuk

pengolahan tanah, sehingga hal ini sangat mempengaruhi kemampuan

masyarakat dalam rangka perluasan areal tanam. Selamaini, masyarakat

hanya maengandalkan bantuan ternak sapi untuk pengolahan tanah.

Kedepan alsintan dan lantai jemur masih dibutuhkan dalam rangka

Page 15: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

meningkat produksi dan kualitasnya. (Sumber :(LKPJ) Kepala Desa

Banuroja Akhir Masa JabatanTahun 2006 S/D Tahun 2011).

d. Kelembagaan Pertanian

Salah satu faktor kunci dalam keberhasilan usaha Pertanian adalah

berkelompok. Secara alamiah, hal ini sudah terjadi dimasyarakat, namun

ada pula kelompok-kelompok yang dibentuk atas anjuran pemerintah.

Adapun perkembangan kelompok tani di Desa Banuroja seperti disajikan

pada table berikut ini :

Tabel. 13

Kelembagaan Pertanian

No Jenis

Kelembagaan

Jumlah

Thn

2006

Jumlah

Thn

2007

Jumlah

Thn

2008

Jumlah

Thn

2009

Jumlah

Thn

2010

Jumlah

Thn

2011

1 Jumlah Kelompok

Tani Jagung (Klp)

4 6 6 7 7 7

2 Jumlah Kelompok

Padi (klp)

1 1 1 1 1 1

3 Jumlah Kelompok

Kedelai (klp)

1 1 2 2 2 2

4 Jumlah Gapoktan

(Klp)

- - 1 1 1 1

5 Koperasi Pertanian

(Unit)

- - - - - -

6 Jumlah Kelompok

Ternak (klp)

1 1 2 3 4 4

5 Jumlah Kelompok

Tani Perkebunan

- - - - - -

Bersdasarkan table tersebut, nampak kelompok tani yang ada,

sudah mengakomodir sebagian besar petani yang ada didesa,sedangkan

untuk kelompok padi hanya ada 1 kelompok karena areal sawah yang ada

hanya sekitar 30 Ha saja.kelompok perkebunan belum ada karena di desa

Page 16: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Banuroa memang tidak memiliki areal perkebunan.Namun demikian,

kelompok-kelompok pertanian ini belum ditunjang dengan alat pertanian

yang memadai serta manajemen kelompok yang masih sederhana dan

tradisional. (Sumber : Laporan Keterangan Pertanggung-Jawaban (LKPJ)

Kepala Desa Banuroja Akhir Masa JabatanTahun 2006 S/D Tahun 2011)

4.1.3.1.2 Kawasan Perikanan dan Kelautan

1. Potensi Perikanan

Desa Banuroja adalah desa yang tidak terletak dipesisir pantai, sehingga

Desa Banuroja tidak memiliki potensi perikanan yang besar,namun sejak

pertengahan Tahun 2011 masyarakat mulai membudidayakan perikanan air

tawar seperti ikan lele dan Nila. Saatini terdapat sekitar 120 kolam ikan air

tawar yang tersebar dipekarangan rumah penduduk dengan berbagai ukuran

yang bervariasi.Harapan masyarakat dikemudian hari uasaha budidaya ini

selain dapat memenuhi kebutuhan Gizi keluarga tetapi juga dapat memberikan

penghasilan tambahan untuk keluarga.

4.1.3.1.3 Kawasan Peternakan

1. Sarana dan Prasarana serta Populasi Ternak

Tabel. 14

Populasi Ternak

No Jenis Sarana,

Prasarana dan

Populasi ternak

Jmlh

Thn

2006

Jmlh

Thn

2007

Jmlh

Thn

2008

Jmlh

Thn

2009

Jmlh

Thn

2010

Jmlh

Thn

2011

1 Jumlah Populasi

Ternak Sapi (ekor)

1188

2 Jumlah Populasi 160

Page 17: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Ternak Kambing

(ekor)

3 Jumlah Populasi Ayam

Kampung (ekor)

3492

4 Jumlah Populasi itik

(ekor)

90

5 Jumlah Kelompok

Tani Ternak

3

6 Jumlah Tempat Peng-

gemukan sapi

1

Berdasarkan table diatas, nampak populasi ternak sapi, kambing, itik dan

ayam kampung meningkat setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa

masyarakat cocok dengan komoditi ini dan juga kondisi alam Desa Banuroja

cukup toleran dengan pengembangan peternakan ini. Untuk itu kedepan komoditi

ternak bisa menjadi andalan warga Desa Banuroja mengingat komoditi ini bisa

menjadi mata pencaharian alternatif masyarakat, selain komoditi jagung dan

kedelai, bahkan integrasi keduanya dapat memungkinkan karena saling

menguntungkan (menunjang). (Sumber : Laporan Keterangan Pertanggung-

Jawaban (LKPJ) Kepala Desa Banuroja Akhir Masa JabatanTahun 2006 S/D

Tahun 2011)

4.1.3.1.4 Kawasan Kehutanan

Letak desa Banuroja yang diapit oleh desa-desa sekitar. Sehingga, Desa

Banuroja tidak memiliki areal hutan yang dapat dijadikan potensi desa. Sebagian

besar tanah di Desa Banuroja adalah tanah milik masyarakat dari pembagian jatah

Transmigran sejak tahun 1981 yang sampai saat ini sudah terolah,namun ada juga

sebagian lahan pertanian masyarakat yang kondisinya kritis oleh masyarakat telah

ditanami dengan tanaman hutan seperti pohon jati.

Page 18: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

4.1.3.1.5 Kawasan Pengelolaan Pertambangan

Desa Banuroja tidak memiliki potensi pertambangan karena kondisi

geografis desa yang tidak dialiri oleh sungai besar yang berpotensi mengandung

bahan material seperti pasir dan batu sungai.

4.1.3.1.6 Kawasan Parawisata

Desa Banuroja juga tidak memiliki potensi pariwisata, karena desa ini

terbentuk dari wilayah yang dibuka oleh pemerintah melalui program

Transmigrasi yang tidak memiliki daerah pantai maupun tempat-tempat yang

terdapat situs-situs sejarah lainya.

4.1.3.1.7Industri, Perdagangan dan Jasa

Tabel. 15

Industri, Perdagangan dan Jasa

No Jenis Usaha Jumlah

Thn 2006

Jumlah

Thn

2007

Jumlah

Thn

2008

Jumlah

Thn

2009

Jumlah

Thn 2010

Jumlah

Thn

2011

1 Jumlah Kios (Unit) 14 14 17 19 21 21

2 Jumlah Industri

mebel (Unit)

- - 1 1 1 1

3 Jumlah Industri

perbengkelan (Unit)

- 1 1 1 1 1

4 Jumlah Jasa Tukang

Jahit (Unit)

- - - - - -

5 Jumlah Pangkalan

Minyak (unit)

1 1 2 2 2 2

6 Jumlah Pengisian

Ulang Air Minum

(unit)

- - - - - -

7 Jumlah pembuatan

Tahu

1 2 2 1 1 1

8 Jumlah Tukang

Bangunan (Org)

8 12 12 12 15 15

9 Jumlah Penjual

Sayuran keliling

1 1 2 3 3 3

Page 19: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

10 Jumlah Pengepul

hasil Pertanian

1 1 2 4 4 4

11 Jumlah Pedagang

ternak

1 2 2 3 3 3

12 Jumlah industri

pembuatan emping

jagung

- 1 1 1 1 1

Berdasarkan table diatas,nampak bahwa usaha kecil menengah (UKM)

yang terdapat di Desa Banuroja.Data ini menggambarkan perputaran uang di Desa

Banuroja cukup dinamis. (Sumber : Laporan Keterangan Pertanggung-Jawaban

(LKPJ) Kepala Desa Banuroja Akhir Masa JabatanTahun 2006 S/D Tahun 2011)

Keadaan ekonomi Desa

Tingkat perekonomian Desa Banuroja cukup dinamis, hal ini karena

sebagian besar warga desa ini bermata pencaharian petani dan peternak, sebagian

lagi juga bergerak dibidang usaha perdagangan,industri rumah tangga dan PNS.

4.2 Hasil

4.2.1 Banuroja, Refresentasi Identitas Dalam Sebuah Nama

Sebuah nama merupakan identitas dari suatu objek.Nama Banuroja

merupakan refresentasi dari nama-nama suku yang dominanya tinggal di desa

Banuroja, yakni: “ Suku BAli, NUsa Tenggara Barat, GoROntalo, dan Jawa.

Sehingga dirumuskan menjadi BANUROJA.

Sebelum melangkah jauh pada pembahasan nama Banuroja, mungkin,

sangat perlu untuk membahas alasan dan kapan nama tersebut disepakati menjadi

nama sebuah desa yang merefresentasi dari etnik yang dominan di wilayah

tersebut. Pada Waktu itu, tempat ini bernama Unit Pemukiman Transmigrasi

(UPT) Marisa I Sub B.Beberapa Tahun Kemudian, bersama-sama dengan UPT

Page 20: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Marisa I Sub A, Terbentuklah sebuah desa Defenitif Bernama Desa Manunggal

Karya. Dan Pada Tahun 2003 desa Manunggal Karya Dimekarkan Menjadi 2

(Dua) desa Wilayah, yang berada di eks UPT Marisa I Sub A Tetap bernama desa

Manunggal Karya (sampai sekarang), dan Wilayah eks UPT. Marisa I Sub B

Menjadi sebuah desa yang bernama desa BANUROJA. Pada awal perumusan dan

perundingan pemekaran, sempat beberapa atau sebagian masyarakat dari etnik

Bali tidak menyetujui perencanaan pemekaran tersebut, mengingat sumber daya

manusia di wilayah yang akan dimekarkan belum cukup

menopang.Sehingga,mereka masih ingin tetap bergabung dengan Desa

Manunggal Karya. Setelah berlangsung beberapa saat, dengan pertimbangan yang

matang akhirnya mereka menerima pemekaran tersebut.Pada waktu penentuan

nama, salah seorang Tokoh masyarakat sekaligus Tokoh Agama yakni,Ustad

Gofir mengundang semua tokoh masyarakat dari masing-masing etnis, untuk

membicarakan terkait dengan nama desa yang baru dimekarkan

itu.Masyarakatmempercayakan Ustad Gofir mengusulkan nama untuk desa ini,

akhirnya diusulkan tiga nama yakni, Banuroja, Jabalnur, Nujabar. Masing-masing

dari nama tersebut mempunyai makna yang diserap dari Bahasa Arab dan

merefresentasi dari semua etnik yang dominan.

Hasil Wawancara dengan Ustad Gofir Nawawi (Tokoh Jawa)

Mengatakan bahwa:

“Untuk rencana pemekaran pada awalnya sebagian masyarakat

Bali kurang menerima, kemudian saya sampaikan kepada semua

masyarakat di Sub B. ” jika kita hanya berada pada Sub B. Tidak akan

dapat apa-apa karena hanya yang dekat dengan sumur (baca:

pemerintahan) yang akan dapat. Setelah dipertimbangkan akhirnya mereka

mau menerima. Kemudian kami mengadakan rapat untuk pemekaran dan

Page 21: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

penentuan nama desa. Ada beberapa nama yang sempat diusulkan antara

lain : Banuroja, Jabanuro, Nujabar. Ketiga nama tersebut merefresentasi

etnis yang dominan di wilayah tersebut, misalnya Banuroja (Bali, Nusa

tenggara, Gorontalo, Jawa), Jabanuro (Jawa, Bali, Nusa Tenggara,

Gorontalo), Nujabaro (Nusa Tenggara, Jawa, Bali, Gorontalo). Akhirnya

yang dipilih oleh semua masyarakat adalah Banuroja.Banuroja berasal

bahasa Arab yakni, Banu/Bani artinya anak, cucu, atau generasi,

sedangkan Roja artinya optimis. Jadi Banuroja dirtikan sebagai Generasi

yang Optimis. Jabanuro artinya Gunung Jabalnur, kemudian Nujabar

artinya terkabulkan.” (wawancara tgl 11/3/2013 )

Wawancara denga I Wayan Ade (Tokoh Bali) mengatakan bahwa:

“Sebelum nama Banuroja disahkan sebagai nama desa ini, semua

tokoh berkumpul. Kami memusyawarahkan dengan beberapa Tokoh etnis,

kemudian oleh Ust. Gofir nawawi mengusulakan 3 nama yakni, Jabalnur,

Banuroja, Nujabar, nama tersebut diambil dari bahasa Arab karena

mungkin desa Banuroja ini terkenal dengan pencetak sumber daya

manusia (SDM) dari pesantren Salafiyah Safiiyah. Sehingga dipilah

namaBanuroja yang mewakili etnis yang dominan yakin, Bali, Nusa

Tenggara, Gorontalo, Jawa. Kalau bicara pemaknaan nama, karena yang

hadir terlebih dahulu di wilaya UPT ini adalah Bali tgl 26 maret 81 jam 10

pagi, 3 bulan kemudian Nusa Tenggara, kemudian Jawa pada bulan Juni,

setelah itu Grtlo.” (wawancara tgl 13/3/2013)

Wawancara dengan Moh. Zakpan (Tokoh Nusa Tenggara)

mengatakan bahwa:

“Dulu dipilih 3 nama untuk wilayah marisa sub B ini yakni,

Banuroja, Jabalnur, Nujaba akhirnya yang disepakati oleh tokoh-tokoh

tersebuta nama banuroja untuk wilayah ini.Ustad Gofir yang memberikan

nama tersebut, di ambil dari bahsa Arab, sekaligus keterwakilan dari

semua eknis yang dominan di wilayah ini. Untuk masalah nama pertama

Bali,Dulu itu duluan bali yang datang ke wilayah ini sehingga nama yang

bernisial (B) yang di depan nama daerah ini kemudian etnis yang lainnya.”

(wawancara tgl 13/3/2013)

Wawancara dengan Moh. Gozali (Tokoh Nusa Tenggara) mengatakan

bahwa:

“Saya dari tahun 1981 bulan april, Dulu sebelum ada desaBanuroja

masih marisa 1 sub B, kemudian tahun sekitar 2000-an ada pemekaran.

Page 22: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Hasil pemekaran tersebut diberi nama Banuroja, nama ini diambil dari

nama kelompok “Bali, Nusa Tenggara, GoROntalo, Jawa. Filosofi dari

nama tersebut, sampai huruf petama adalah inisial Ba (Bali), karena Bali

yg pertama datang ke wilayah sub b ini, kemudian, NTB (lombok),

Gorontalo, Jawa.Bali masuk ke wilayah ini tahun 81, kemudian suku yg

lain juga masuk 81 tetapi berbeda pada bulan. NTB tiba bulan 4, tgl 4.”

(wawancara 12/3/2013)

Keterwakilanidentitas dari masing-masing etnis dalam sebuah nama,

merupakan salah satu antusias masyarakat dalam menciptakan sebuah kerukunan,

sehingga tidak menimbulkan sifat iri hati, karena nama Banuroja tersebut

merefresentasi dari masing-masing identitas etnis yang dominan, sebuah tindakan

yang sangat progres dan bijaksana, ketika keberagaman identitas dirajut menjadi

sebuah nama. Denganrajutan itu, tak ada etnis yang merasa lebih tinggi derajatnya

dibanding dengan etnis lain, masing-masing merasa memiliki dan bertanggung

jawab atas keharmonisan desa tersebut, integrasi lebih diutamakan daripada

disintegrasi.

4.2.2 Gejolak YangTerjadiPada Masyarakat

Masyarakat Banuroja hidup rukun dan saling toleransi antar sesama

masyarakat,dalam sebuah tatanan masyarakat yang heterogen, tidak dapat

dipungkiriakanterjadi suatu gesekan dan gejolak yang diakibatkan oleh perbedaan

pendapat maupun faktor lainya.Meskipungejolak tersebut tidak sampai merambah

pada konflik sosial.Terutama,pada masyarakat Banuroja yang didiami oleh

beragam macam suku dan agama. Masyarakat Banuroja, yang kehidupannya

rukun dan damai, juga sering mengalami gejolak dan gesekan dalam perjalanan

mengarungi samudera kehidupan bermasyarakat. Gejolak tersebut terjadi, baik

yang diakibatkan olehpermasalahan antar generasi muda yang berbeda etnis dan

Page 23: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

agama, masalah kecemburuan sosial antar etnis, masalah penyebaran agama,

bahkan pernah terjadi masalah sengketa tanah yang dihibakan untuk Unit

Pemukiman Transmigrasi (UPT) yang sampai hari ini permasalahan tersebut

belum selesai tetapi masih redam.

Wawancara dengan Moh. Gozali (Tokoh Lombok) mengatakan

bahwa:

“Dulu pernah ada masalah antara Lombok dan Bali,dibalik

permasalahan ini ada orang yg bikin fitnah dari salah satu agama yang ada

di desa tersebut, dasarnya orang ini tidak rukun dengan Bali, Lombok, dan

Jawa. Kebetulan org tersebutbekerja sebagai pembantusama orang Bali,

kemudian dia bikin fitnah di sana, kalau tidak salah masih masuk tahun

84-85.PakWayan ade kepala desa definitif dulu di Manunggal Karya, yang

buat fitnah tersebut berasal dari flores, dan alhamdulillah permasalahan

tidak sempat menciptakan konflik sosial di antara masyarakat, orang yang

tadi rencana akan dibunuh oleh masyarakat, waktu itu masyarakat ribut.

tapi saya sempat atasi permasalahan, saya waktu itu di bidang keamanan

desa. Saya undang yang bermasalah secara kekeluargaan untuk

menyelesaikan masalah tersebut.” Wawancara tgl 12/3/2013

Gejolak yang terjadi seperti dijelaskana di atas, merupakan adanya rasa iri

hati dari salah seorang masyarakat yang melihat betapa rukunnya masyarakat Bali

dan Lombok dalam kehidupan sehari-hari.Sehingga, orang tersebut punya

keinginan untuk menghancurkan persahabatan antara dua etnis itu. Permasalahan

mengenai apa yang membuat orang tersebut tidak senang dengan kerukunan

antara kedua etnis itu, tidak diketahui lebih jelas oleh masyarakat setempat,

berhubung orang yang menyebarkan fitnah tadi sudah pindah tanpa ada kejelasan

ke mana Ia pindah. Fitnah seperti yang terjadi di atas sangat potensial dalam

memicu konflik sosial antara masyarakat, sehingga perlu kewaspadaan dan

kelapangan hati untuk menerima setiap isu yang digemborkan oleh oknum-oknum

Page 24: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

yang menginginkan disintegrasi pada suatu masyarakat yang rukun. Dalam

masyarakat multietnik dan multiagama, bukanlah merupakan masalah yang baru

jika dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan yang krusial seperti di atas,

hanya saja, bagaimana sikap kita untuk menepis permasalahan

tersebut.Inilahtantangan yang amat besar dalam menjaga keharmonisan, karena

tak dapat dipungkiri, tantangan tersebut bisa saja datang dari luar bahkan juga dari

dalam masyarakat itu sendiri. Modal utama dalam hidup bermasyarakat, terutama

dalam masyarakat heterogen adalah jangan cepat terpengaruh oleh isu-isu negatif

yang datangnnya dari dalam maupun luar.

Wawancara dengan Ust. Gofir (Jawa), beliau mengatakan bahwa:

“Untuk jauh dari konflik antar masyarakat yang berbeda suku dan

agama, kita harus menghindari perbuatan seperti: menghina, mencela,

buruk sangka, pandang enteng, mencemarkan nama baik. Karena hal-hal

tersebut yang memicu konflik sosial.” Wawancara tgl 11/3/2013

DesaBanuroja, sering dihadang oleh badai disintegrasi, tetapi dengan

semangat persatuan mereka mampu mengkonstruksi harmonisasi di tengah-tengah

lautan multikulturalisme. Gejolak yang terjadi di desa ini bukan hanya

permasalahan fitnah tapi juga sempat terjadi masalah mengenai penyebaran

agama. Seperti yang di sampaikan oleh beberapa tokoh masyarakat di bawah ini.

Wawancara dengan Ust. Gofir Nawawi mengatakan bahwa:

“Dulu terjadi penyebaran agama yang dilakukan oleh misionaris

pada masyarakat yang ada di Banuroja, kalau saya tidak diutus oleh

Menteri Agama ke desa ini, mungkin semuamasyarakat sudah masuk ke

dalam agama tersebut, hal tersebut terjadi karena pada waktu itu pernah

terjadi musim kemarau panjang selama 9 bulan, banyak orang-orang islam

yang tergoda oleh bujukan tersebut, karena dikasih uang dan makanan

juga pakaian sehingga sebagian dari mereka tergoda untuk masuk salah

satu agama yang disebarkan oleh misionaris, hal tersebut mengundang

kemarahan sebagian dari kalangan Umat Islam, sehingga dengan perlahan

Page 25: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

para misionaris tersebut kembali ke tempat asal mereka masing-masing.

Mereka sebenarnya berasal dari salah satu daerah yang ada di Sulawesi

tetapi mengakunya dari Jawa dan DKI. Bukan hanya itu saja, dulu juga

sempat ada gesekan antara anak-anak muda dari masing-masing etnis yang

dipicu karena mabuk. Tetapikita bendung dan kita bina anak-anak tersebut

tentang ruginya berkelahi, Masing-masing tokoh saya undang agar

memberi nasehat kepada masing-masing kelompoknya.” Wawancara tgl

11/3/2013

Wawancara dengan I Wayan Ade dan Dewa Sudana

“Kami dulu memang ada gejolak biasanya melalui khotbah-

khotbah tapi kami tidak berikan kesempatan mereka untuk masuk.”

Wawancara tgl 13/32013

Dari penuturan kedua tokoh masyarakat di atas mengenai gejolak pada

waktu itu, merupakan sebuah misi keagamaan untuk menyebarluaskan berita-

berita tentang suatu kebenaran pada akhir kehidupan.Agar, masyarakat dapat

berpegang teguh pada ajaran yang mereka (missionaris)bawa. Secara kebetulan,

pada waktu itu terjadi musim kemarau panjang selama sembilan bulan lamanya,

sehingga menyebabkan kekeringan yang berkepanjangan, semua masyarakat

mengalami krisis pangan dan krisis lainya. Dengan adanya suatu kebutuhan yang

semakin meningkat, membuat masyarakat menyandarkan pilihannya untuk

mengikuti ajakan mereka.Denganiming-iming (baca: janji) yang cukup

menggiurkan, yakni akan diberikan bahan-bahan untuk keperluan kehidupan

sehari-hari, seperti: beras, mie instan dan bahan pokok lainnya. Dari hasil

wawancara penulis dengan beberapa informan, bahwa yang sempat terbujuk oleh

rayuan para missionaris tersebut cukup banyak, untuk penentuan berapa banyak

tidak diketahui dengan jelas oleh para informan, karena tidak sempat di

data.Kejadian tersebut sempat kacau, sebagian masyarakat yang tetap teguh pada

Page 26: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

agamanya protes dan mengamuk. Pada saat gejolak tersebut terjadi, Ust. Gofir

Nawawi (biasa disapa dengan Abah Gofir) diutus oleh Menteri Agama RI ke

Banuroja, dengan hadirnya beliau di desa itu, membuat permasalahan pada waktu

itu dapat diatasi, dan para misionaris pindah dari desa tersebut. Sebagian

masyarakat ada yang kembali pada agama sebelumnya, ada juga yang tetap

bertahan. Hal tersebut juga sempat terjadi di beberapa wilayah, seperti yang

dijelaskan di bawah ini.

Seperti diketahui, keterlibatan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam

kedeta berdarah yang gagal pada tahun 1965 menyebabkan partai ini dibubarkan.

Karena PKI adalah partai komunis yang dipandang atheis, maka para anggotanya

diharuskan memeluk salah satu agama resmi yang ada di Indonesia, karena tidak

ada lagi ruang bagi orang-orang atheis untuk hidup di Indonesia. Mereka ibarat

barang tak bertuan yang dapat diperebutkan, dan para penyebar agama, khususnya

Kristen/Khatolik tidak mau melewatkan kesempatan yang sangat berharga ini.

Lalu, digerakkanlah penginjilan dengan gencar dan agresif. Mula-mula mereka

memang menunjukan penyiaran agamanya kepada para anggota dan keluarga PKI

yang telah dibubarkan. Tetapi, dalam perkembangan selanjutnya mereka

meningkatkan aktivitas mereka dengan dengan menyebarkan agama di kalangan

pemeluk lain, khususnya Islam. Dengan berani mereka melakukan penetrasi ke

wilayah-wilayah yang selama ini dikenal sebagai “Daerah Islam” seperti Aceh,

Sumatra Barat, dan Sulawesi Selatan. Mereka mendirikan rumah sakit, Gereja,

dan Sekolah di tempat-tempat strategis yang penghuninya mayoritas beragama

Page 27: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Islam, melakukan kunjungan dari rumah ke rumah, memberikan bantuan ke

orang-orang miskin, dan cara-cara lain menyinggung perasaan orang Islam1.

Dengankondisi kehidupan yang mencekam pada waktu itu, mendesak

masyarakat untuk tetap survive sekalipun taruhannya adalah murtad (keluar dari

agama yang diyakini sebagai petunjuk). Hal ini, sangat mungkin menimbulkan

kegalauan yang menyelimuti setiap pikiran manusia. Sehingga, kerelaanuntuk

keluar dari agama yang bertahun-tahun dijadikan petunjuk, sangat mungkin

terjadi. Semua orang kemungkinan akan men-judge negatif ketika menyaksikan

fenomena tersebut. Tetapi, itulah pilihan yang mungkin diambil dengan banyak

pertimbangan-pertimbangan positif.

Hasil yang dicapai oleh kegiatan Kristen/Khatolik dengan berbagai macam

cara tersebut, memang sangat spektakuler. Pada awal tahun 1970, masyarakat

Muslim Indonesia sangat dikejutkan oleh pesatnya peningkatan jumlah gereja di

Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tetapi yang lebih mengagetkan

lagi adalah hanya dalam waktu lima tahun setelah 1965, missionaris Kristen

berhasil membaptis 2.000.000 orang Muslim/Jawa menjadi Kristen. Suatu jumlah

yang menurut perhitungan mereka sendiri bisa disamakan dengan kegiatan

missionaris 50 tahun ditempat lain. Kegiatan ini memicu sikap permusushan yang

dalam pada diri umat Islam terhadap Kristen. Sikap saling memusuhi ini berujung

pada konflik sosial yang keras, berupa perusakan tempat-tempat ibadah. Di

beberapa Kota di Jawa Tengah, Aceh, dan Makassar terjadi perusakan beberapa

1 Lihat Afif Muhammad, (2013). Agama dan Konflik Sosial (Studi Pengalaman Indonesia)

Penerbit MARJA: Bandung. Hlm, 109-110

Page 28: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

gereja oleh para pemuda Muslim. Sebaliknya, di Sulawesi Utara dan Ambon

terjadi pembakaran mesjid oleh para penganut Kristen Protestan2.

Dengan demikian, jika kemudian terjadi konflik dengan umat Islam akibat

dari penyiaran agama yang mereka lakukan, sebenarnya hal itu sudah mereka

perhitungkan sebelumnya. Selain melakukan penetrasi ke wilayah-wilayah yang

menjadi basis Islam, misi Kristen/Khatolik juga menjadikan orang-orang Islam

lapisan bawah menjadi sasarannya. Dengan dalil membantu orang-orang miskin,

mereka memberikan bantuan berupa bahan makanan dan obat-obatan. tetapi

bantuan ini harus disertai paksaan terhadap orang-orang miskin untuk memeluk

agama mereka. Banyak contoh dapat diketemukan tentang kegiatan bujukan

golongan Kristen/Khatolik kepada pemeluk Islam yang lemah seperti kasus di

Desa Cigugur, Kuningan, yang menjadikan para petani sebagai sasarannya. Para

petani itu dibantu bulgur 15 kg, tetapi dengan imbalan harus membubuhkan tanda

tangan dalam formulir keanggotaan petani Pancasila, Ormas Tani Khatolik. Hal

yang sama terjadi di Surabaya (Jawa Timur) ketika terjadi banjir di daerah ini,

Pati (Jawa Tengah), Pulau Banda, dan berbagai daerah lainnya. Melalui cara ini

banyak dari kalangan miskin beralih agama3.

Masalah demi masalah sering dihadapi oleh mesayarakat di Banuroja. Hal

tersebut merupakan sederetan kisah yang terjadi pada masyarakat multietnik dan

multiagama. Di sisi lain, dari hasil temuan penulis di lapangan, ternyata sempat

terjadi juga sengketa tanah yang sudah dihibakan oleh pemerintah untuk Unit

Pemukiman Transmigrasi tersebut. Sengketa tersebutsampai hari ini tidak

2 Afif Muhammad. Op.cit

3 Afif Muhammad. Ibid. Hlm, 115-116

Page 29: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

menemukan titik temu, akhirnya dengan berjalannya waktu, permasalahan

tersebut dengan sendirinya redam. Permasalahan sengketa tanah, saat ini sangat

marak di beberapa daerah, bahkan sampai menimbulkan perpecahan di kalangan

masyarakat. Sengketa tanah di Banuroja, pasalnya berawal dari datangnya

beberapa masyarakat yang notabenenya adalah masyarakat lokal Gorontalo.

Mereka menuntut hak kepemilikan atas tanah tersebut. Tanahyang dihibakan oleh

pemerintah untuk Unit Pemukiman Transmigrasi, ada sebidang tanah yang

mereka klaim sebagai tanah warisan dari Nenek Moyang mereka (baca: leluhur).

Asumsi yang muncul pada waktu itu, tanah tersebut milik orang tua mereka pada

waktu sebelum dibukanya Unit Pemukiman Transmigrasi, tetapi belum sempat

mereka garap. Menurut informasi dari para informan, mereka datang setiap hari

untuk membicarakan permasaahan tanah tersebut. Tetapi, masyarakat Banuroja

tidak tinggal diam dalam menanggapi permasalahan yang terjadi di UPT tersebut,

mereka juga punya dasar kuat, bahwa tanah yang sudah hibakan untuk UPT

tersebut dan dibuktikan dengan sertifikat tanah yang diberikan oleh pemerintah

sewaktu pemberangkatan dari tempat asal, secara otomatis tanah tersebut sudah

terlepas dari permasalahan kepemilikan. Hal yang terjadi di atas, lebih tepat

disebut dengan merebaknya politik identitas. Politik identitas sering terjadi pada

masyarakat yang heterogen, hal tersebut muncul ketika ada salah satu kelompok

etnis yang merasa diri memiliki dalam segala hal, dengan asumsi adalah

peninggalan leluhur, salah satu contoh dalam hal agraria, alasannya karena tanah

tersebut sudah bertahun-tahun dimiliki oleh nenek moyang (baca: leluhur),

Page 30: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

sehingga ada rasa kepemilikan secara kuat karena turun-temurun menjadi haknya.

Terutama pada masyarakat yang akrab disapa dengan pribumi.

Masyarakat yang mengklaim tanah tersebut ternyata bukan merupakan

penduduk asli Banuroja, tetapi mereka berasal dari Kecamatan Lemito Kabupaten

Pohuwato. Mereka datang dengan segudang argumen demi mendapatkan tanah

tersebut. Hal demikian,sering membuat resah warga setempat. Timbul rasa ke-

tidak-nyamanan pada masyarakat Banuroja, karena orang-orang tadi datang setiap

hari hanya untuk mendapatkan kembali tanah yang mereka klaim

tersebut.Sehinggamemancing emosi masyarakat dan tak dapat dipungkiri

ketidaknyamanan itu akan berimbas pada kemarahan warga, bisa jadi semua

masyarakat transmigrasi akanterpancing emosinya dan siap menyerang orang-

orang yang datang mengklaim tanah hibah tersebut. Hal ini, diakibatkan oleh rasa

ketidaknyamanan masyarakat dengan klaim-klaim dari para penggugat. Tapi

sampai saat ini, belum terjadi konflik. Sengketa tanah bisa menjadi bom waktu

yang kapan saja akan meledak. Sebagaimana yang ditegaskan dalam wawancara

dengan Ust. Gofir Nawawi, beliau menyampaikan dalam wawancaranya sebagai

berikut:

“Tanah yang sudah ditransmigrasikan malah orang Gorontalo

menggugatnya, tetapi mereka etnis Gorontalo yang di Lemito, karena

melihat orang-orang di sini berhasil semua sehingga mereka iri, bahkan

pemerintah (tidak disebut namanya) membantu mereka padahal tanah ini

sudah ditransmigrasikan kepada kami, bahkan keluar dari mulut mereka

bahwa orang jawa itu adalah “penjajah”. Sampai hari ini permasalahannya

belum selesai, permasalahan tersebut terjadi pada tahun 1990-an. Pada

waktu itu semua masyarakat transmigrasi sudah siap perang dan mengusir

orang-orangGorontalo yang berasal dari Lemito tersebut, tetapi saya cepat

mengambil tindakan untuk mengumpulkan semua tokoh agar mereka tidak

terpancing.”Wawancara tgl 13/3/2013

Page 31: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Permasalahan terkait tanah, sudah menjadi masalah yang fenomenal di

kalangan masyarakat. Bukan hanya di Banuroja, tetapi di berbagai daerah banyak

kasus-kasus tentang sengketa tanah sering mewarnai setiap etafe perjalanan

sejarah Bangsa Indonesia, hal ini juga sudah dipraktekan sejak Bangsa Belanda

menjajah bengsa kita. Sehingga, sudah tidak asing lagi, namun sampai saat ini

belum ada desain solusi efektif. Permasalahan tanah tersebut, sangat berpotensi

besar dalam menimbulkan konflik sosial, jika dari masing-masing yang

bersengketa tidak menemukan solusi yang progres. Permasalahan tanah di

Banuroja tidak pernah menemukan solusi, dari hasil informasi yang ditemukan,

permasalahan tersebut saat ini masih redam, orang-orang yang sering datang

menggugat tanah tersebut, tidak terlihat lagi di Unit Pemukiman Transmigrasi.

Siapa sebenarnya yang menciptakan istilah politik identitas itu pertama

kali masih kabur sampai hari ini. Tetapi secara substantif, politik identitas

dikaitkan dengan kepentingan anggota-anggota sebuah kelompok sosial yang

merasa diperas dan tersingkir oleh dominasi arus besar dalam sebuah bangsa atau

negara. Di sinilah ide tentang keadilan untuk semua menjadi sangat relevan. Di

Amerika Serikat, para penggagas teori politik identitas berdalil bahwa praktik

pemerasanlah yang membangun kesadaran golongan yang diperas, khususnya

masyarakat kulit hitam, masyarakat yang berbahasa Spanyol, dan etnis-etnis

lainnya yang merasa terpinggirkan oleh roda kapitalisme yang berpihak kepada

pemilik modal yang umumnya dikuasai golongan kulit putih tertentu. Bentuk

ekstrem politik identitas adalah mencuatnya sampai batas-batas tertentu, gagasan

tentang separatisme. Ini terlihat misalnya di Quebeck, yang berbahasa dan

Page 32: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

berbudaya Perancis, yang ingin memisahkan diri dari bangsa Kanada yang

berbahasa Inggris4.

Politik identitas adalah tindakan politis untuk mengedepankan

kepentingan-kepentingan dari anggota-anggota suatu kelompok karena memiliki

kesamaan identitas atau karakteristik, baik berbasiskan pada ras, etnisitas, jender,

atau keagamaan. Politik identitas merupakan rumusan lain dari politik perbedaan.

Dalam percaturan politik di negeri ini, masalah identitas kerap dijadikan salah

satu cara untuk menjelekkan atau menjatuhkan, lawan politiknya. Masih jelas di

ingatan kita, Pemilu 2004, yang lalu. Bagaimana identitas salah satu calon

presiden dikritisi dan dibongkar. Katakanlah, presiden SBY. Oleh lawan

politiknya, SBY diidentikkan sebagai calon presiden yang tidak agamis. Atau,

istrinya, Kristina, juga mendapat pukulan dengan isu yang sama. Kristina

dianggap sebagai pemeluk agama Kristen. Toh, akhirnya masyarakat juga tahu,

bahwa hal itu hanya sebuah isu yang coba dihembuskan, untuk menjatuhkan dan

menurunkan kredibilitasnya.Namun, dalam perjalanan berikutnya, politik identitas

justru dibajak dan direngkuh kelompok mayoritas untuk memapankan dominasi

kekuasaan. Penggunaan politik identitas untuk meraih kekuasaan, yang justru

semakin mengeraskan perbedaan dan mendorong pertikaian itu, bukan berarti

tidak menuai kritik tajam. Politik identitas seakan-akan meneguhkan adanya

keutuhan yang bersifat esensialistik tentang keberadaan kelompok sosial tertentu

berdasarkan identifikasi primordialitas5.

4 Lihat Ahmad Syafii Maarif dkk, 2012. Politik Identitas Dan Masa Depan Pluralisme Kita.

Jakarta: Yayasan Abad Demokrasi. Hlm, 4-5 5 Sumber: http://assignmentfilzaty.blogspot.com/2011/11/politik-identitas.html.

Page 33: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Pendapat di atas merupakan contoh kecil dari merebaknya politik identitas

yang terjadi di masyarakat Indonesia dewasa ini, dalam hal percaturan politik.

Lain halnya dengan yang terjadi di Desa Banuroja, politik identitas lebih

merambah pada masalah agraria yakni, kepemilikan tanah. Ada beberapa kasus

sengketa tanah yang terjadi pada masyarakat Transmigrasi dengan penduduk lokal

(baca: pribumi), salah satunya yang dibahas sebelumnya mengenai gejolak

masyarakat. Kemudian juga, menurut beberapa informan yang berasal dari etnik

Lombok, bahwa selain masalah tanah yang ada di sekitar lahan Banuroja, ada juga

lahan yang sempat menjadi sengketa antara masyarakat Lombok dengan

masyarakat lokal yakni, di lahan dua yang ukurannya sekitar dua hektar.

Lahandua yang status kepemilikannya dimiliki oleh etnik Lombok, juga digugat

oleh masyarakat lokal. Pasalanya, tanah tersebut diklaim oleh masyarakat

Gorontalo sebagai warisan Nenek Moyang mereka, pada waktu itu sempat datang

Tim yang mengelola Program Transmigrasi dari Jakarta untuk mengatasi

permasalahan tersebut. Tim tersebut dikawal oleh TNI, setelah permasalahan

sengketa tersebut redam, Tim kembali ke Jakarta. Selang beberapa hari,

masyarakat Pribumi (baca: penduduk asli) kembali lagi ke lahan tersebut untuk

mengkalim bahwa tanah tersebut tetap menjadi milik mereka dengan berbagai

macam argumen. Akhirnya, untuk menjaga agar tidak terjadi permasalahan yang

lebih runyam (baca: rumit) lagi, pemerintah menawarkan solusi dengan jalan

menukar lahan dua milik etnik Lombok tersebut dengan Sapi. Akhirnya,

permasalahan tersebut menemui titik klimaks, masyarakat Lombok demi menjaga

Page 34: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

agar tidak terjadi keributan, mereka menerima tawaran dari pemerintah tersebut.

berikut wawancara dengan masyarakat dari etnis Lombok.

Wawancara dengan Basarudin, salah satu masyarakat Lombok

“Lahan dua juga bermasalah, letaknya tepat di dekat Desa

Manunggal Karya, kalau tidak salah di jalan Bonda. Kami mendapat jatah

dua hektar tanah di situ, tapi orang Gorontalo mengklaim bahwa itu tanah

Nenek Moyang mereka. Saya bingung kalau memang itu tanah nenek

moyang mereka kenapa tidak dari dulu mereka garap. Kami kan pada

waktu program transmigrasi ada, sudah dibagi lahannya untuk etnis ini

sekian, untuk kami sekian. Tidak mungkin orang trans mengambil tanah

begitu saja, karena kami juga tidak mau bermasalah dengan siapapun.

Kami dikirim ke sini untuk kerja bukan cari masalah. Pada saat

permasalahan sengketa tersebut kami dari NTB mundur mengalah,

kemudian turun yang dari pusat, akhirnya ditukar denga sapi.” Wawancara

tgl 2/7/2013

Hal tersebut di atas, merupakan masalah yang cukup rumit karena

permasalahan tersebut dapat merambah ke konflik sosial jika tidak dapat

dibendung dan ditemukan konsepsi dan konstruksi solusi untuk ditawarkan. Isu

politik identitas, terlihat seakan memberi ruang gerak bagi penduduk asli dalam

permasalahan, baik politik maupun hal-hal lain, terutama masalaha sengketa tanah

di Banuroja yang bisa diibaratkan seperti bom waktu, kapan saja bisa meledak.

Sebaliknya dengan adanya praktek politik identitas, tidak dapat memberi ruang

bagi warga pendatang dalam hal kepemilikan, terutama seperti yang terjadi di

Banuroja. Status sebagai pendatang seakan membatasi ruang gerak mereka untuk

melakukan elaborasi dalam kepemilikan lahan.

Wawancara dengan ayahanda Banuroja yakni Bapak Abdul Wahid

(Etnik Lombok) mengaakan bahwa:

“Dulu mereka datang ke saya untuk minta membuatkan surat

pelegalan tanah yang jadi sengketa tersebut, tapi sampai hari ini saya tidak

pernah buatkan suratnya. Karena, saya berfikir ketika saya membuatkan

Page 35: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

surat maka status tanah tersebut tidak akan bisa dimanfaatkan oleh orang

lain lagi. Karena sekarang lahan yang menjadi sengketa tersebut sering

dimanfaatkan oleh semua orang baik masyarakat pribumi maupun

masyarakat Transmigrasi. Banyak yang mengambil sagu (jenis tumbuhan

yang dapat dijadikan makanan)di lahan tersebut. olehnya itu, saya tidak

membuatkan suratnya karena ketika sudah menjadi milik seseorang maka

yang lainnya sudah tidak dapat memanfaatkannya lagi.” Wawancara

tanggal 2 Juli 2013

Indonesia memberikan perhatian yang besar terhadap masalah integrasi.

Hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari kondisi keragaman masyarakat yang

terjadi di Indonesia. Bahkan sebagai dampak dari keragamannya tersebut,

masyarakat Indonesia disebut masyarakat “super majemuk”.Kemajemukan

tersebut memiliki dua implikasi yang kontradiktif, di satu sisi kemajemukan

tersebut menjadi karakteristik dan daya tarik tersendiri bagi bangsa Indonesia.

Namun di sisi lain, ia menjadi sebuah ancaman bagi integrasi bangsa yang

mendorong pada disintegrasi. Sehingga patut disyukuri jika sampai hari ini,

kurang lebih 67 tahun lamanya, bangsa Indonesia masih mampu mempertahankan

persatuan NKRI, walaupun harus ditempuh dengan berbagai perjuangan dan

pengorbanan yang tidak mudah. Karena proklamasi yang yang dikumandangkan

pada tanggal 17 Agustus 1945 tidak menjamin bangsa Indonesia akan terbebas

dari segala bentuk ancaman terhadap keutuhan bangsa, justru ancaman dengan

berbagai modus operandi datang untuk merongrong persatuan dan kesatuan

bangsa, salah satunya dewasa ini kita temui fenomena politik identitas. Pola

Operasionalisasi Politik Identitas ini dapat kita jumpai pada realitas yang terjadi

di masyarakat ditunjukkan dengan banyaknya perbenturan kepentingan dan

fenomena ego sektoral, antara lain: Pertama, operasionalisasi politik identitas

Page 36: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

dimainkan peranannya secara optimal melalui roda pemerintahan. Hal ini sejalan

dengan bergeseranya pola sentralisasi menjadi desentralisasi, dimana pemerintah

daerah diberi kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri dan

pengakuan politik dalam pemilihan kepala daerah oleh konstituen di daerah

masing-masing. Politik Identitas ini ditampakkan dengan maraknya isu etnisitas

dan gejala primordialisme yang diusung melalui isu “putra daerah” dalam

menduduki jabatan publik, isu etnis asli dan anti pendatang, dan isu etnis

mayoritas dan minoritas. Kedua, wilayah agama sebagai lahan beroperasinya

politik identitas. Dalam konteks Indonesia politik identitas itu dilakukan oleh

kelompok mainstream, yaitu kelompok agama mayoritas, dengan niat

”menyingkirkan” kaum minoritas yang dianggapnya ”menyimpang” atau

”menyeleweng”. Ketiga adalah wilayah hukum. Ini merupakan wilayah paduan

antara wilayah negara dan agama, karena masing-masing memiliki aturannya

sendiri. Pada sisi ini, politik identitas beroperasi dengan cara pembagian

kekuasaan, di mana identitas kelompok akan memasukkan kepentingan

identitasnya secara partikular. Kemungkinan modus kita akan menjadi dasar bagi

hubungan politik identitas yang dibangun sangatlah besar. Namun demikian, hal

ini tidak akan terjadi seandainya kepentingan dari politik identitas etnis yang

bersifat minoritas tidak terjembatani melalui pengakuan hak-haknya untuk

berpartisipasi di wilayah pembuatan keputusan hukum secara bersama6.

Merebaknya isu politik identitas dalam hal sengketa tanah, tidak hanya

terjadi di wilayah Transmigrasi Banuroja, tetapi, hal tersebut merambah sampai ke

6 Sumber: http://lembagailmiah.blogspot.com/2012/11/menguatnya-politik-identitas.html

Page 37: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

desa tetangga yakni, Desa Manunggal Karya. Dari hasil wawancara lapangan

yang telah dilakaukan, ternyata maasyarakat yang ada di wilayah Transmigrasi

Desa Manunggal Karya juga mengalami hal yang sama dengan permasalahan

yang dialami oleh masyarakat Trans di Desa Banuroja. Permasalahannya juga

sama mengenai sengketa tanah, beberapa masyarakat pribumi (baca: penduduk

asli) datang ke lahan milik masyarakat Transmigrasi menuntut hak kepemilikan

atas tanah tersebut. asumsi yang sering menjadi tameng (baca:

pelindung/penguatan) dari masyarakat pribumi adalah tanah tersebut sudah

warisan Nenek Moyang sejak dahulu hingga sekarang. Sehingga, mereka

memiliki alasan yang kuat untuk memilikinya kembali. Permasalahan tersebut

menimbulkan kerisauan dalam diri masyarakat Transmigrasi, kepastian hukum

dan ketegasan dari pemerintah pun tidak jelas arahnya, sehingga menambah

kebingungan dalam diri masyarakat. Dinamika tersebut menuai kegelisahan yang

begitu besar bagi masyarakat Transmigrasi, karena ketika setiap jengkal tanah

akan diklaim oleh penduduk asli, hal tersebut dikhawatirkan mengundang

kemarahan yang berpotensi konflik antar suku.

Wawancara dengan Kepala Desa Manunggal Karya yakni Bapak

Suyanto (Etnik Jawa). Beliau mengatakan bahwa:

“Memang di Banuroja ada tanah yang dipermasalahkan oleh

penduduk asli sini, tapi di dalam surat mereka itu tidak dijelaskan secara

jelas, Cuma batas gunung saja. Pemerintah pun tidak secara tegas untuk

meberikan kepastian hukum, mereka hanya mengatakan bahwa tanah ini

sudah sah milik transmigrasi tapi penyelesaiannya itu tidak ada. Bahkan

ada juga tanah yang dipermasalahkan di perbatasan Marisa dua sana yang

dekat dengan jalan Trans Taluditi. Bahkan di Manunggal Karya pun sering

terjadi permasalahan mengenai sengketa tanah, yang seprti dialami oleh

masyarakat Banuroja. Orang-orang pribumi yang sering menggugat bahwa

Page 38: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

tanah tersebut milik nenek moyang mereka. Dari pemerintah pun tidak

pernah ada kepastian hukum.”

Di sisi lain, sebagaimana yang dijelaskan pada penelitian Tri Yudha

Handoko (2009) tentang Politik Identitas Etnis Cina Di Indonesia, menjelaskan

bahwa, ketika Republik Indonesia didirikan pada Agustus 1945, secara yuridis

formal semua warga yang berada di wilayah Republik Indonesia secara politis

menjadi seorang warga negara Republik Indonesia, baik dia keturunan asli, indo,

timur asing maupun asal-usul jenis ras, suku, agama, daerah, atau lingkungan adat

tertentu. Namun, di luar jangkauan tekad politik atau yuridis formal, kehidupan

warga negara Indonesia “keturunan” (Tionghoa, Arab, Indo-Eropa atau “non-

pribumi lainnya) tetap menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Kenyataan kehidupan sehari-hari bahwa sebagian dari mereka menghadapi

perlakuan diskriminasi yang dirasakan menyakitkan. Hal ini tampak pada praktek-

praktek diskriminatif di bidang administratif. Pemerintah Indonesia menerapkan

berbagai kebijakan diskriminatif (banyak yang tidak tertulis) terhadap warga etnis

Cina dalam aspek kehidupan dan kegiatan lain. Otoritas pemerintah Indonesia

juga mempersulit warga etnis Cina secara administratif, seperti memperoleh Surat

Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI), Kartu Tanda Penduduk

(KTP), paspor, akta lahir, izin menikah, dan sebagainya kecuali bila melakukan

pembayaran “di balik pintu”.Padahal Undang-Undang Republik Indonesia tahun

2008 mempertegas dan memperluas penghapusan diskriminasi ras dan etnis, yang

dilaksanakan berdasarkan asas persamaan, kebebasan, keadilan dan nilai-nilai

Page 39: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

universal dan diselenggarakan dengan memperhatikannilai-nilai agama, sosial

budaya dan hukum yang berlaku di Republik Indonesia7.

Kondisi seperti yang dijelaskan di atas, hampir memiliki persamaan

dengan yang terjadi di Bali. Isu mengenai pendatang dan penduduk asal, tetapi,

permasalahan yang terjadi agak sedikit berbeda dengan yang terjadi di tanah

Dewata tersebut. Ada ungkapan yang sempta muncul “ tanah yang dibutuhkan,

sedangkan manusianya yang menempati tanah tersebut tidak pernah dibutuhkan.”

Bukti lainnya paling tidak menurut pandangan masyarakat Bali sekarang adalah

bahwa sehubungan dengan perkembangan hotel berbintang di “Nusa Dewata” ini,

banyak buruh yang dari jawa yang didatangkan oleh para investor. Banyak orang

Bali mengeluhkan para pendatang dari Jawa yang tidak diberi tiket untuk pulang

kembali ke Jawa. Pendatang tersebut akan mebanjiri pasar kerja di Bali,

sebaliknya orang Bali sendiri harus melakukan Transmigrasi ke daerah lain di luar

tempat asalnya. Menurut pandangan sebagian besar orang Bali, masyarakat lokal

sering tidak diberi kesempatan untuk bekerja dalam pembangunan pariwisata

karena para pendatang rela menerima upah yang lebih rendah dari pada penduduk

lokal. Namun, perlu dicatat juga bahwa sering terdengar dari manejer-manejer

yang bukan orang Bali bahwa orang Bali jarang bersedia mencari pekerjaan kasar

dan mereka suka berlibur8. Dinamika yang terjadi pada masyarakat Bali sebagai

penduduk asli dan Jawa sebagai pendatang, sangat berbeda dengan yang terjadi di

Banuroja, dalam hal kondisi yang dialami pendatang pada saat berada di tengah-

7Lihat Skripsi Tri Y. Handoko, 2009. Politik Identitas Etnis Cina Di Indonesia. Medan.Hlm, 3

8 Lihat dalam Martin Ramsted dan Fadjar Ibnu Thufail (editor), 2011. Kegalauan Identitas:

Agama, Etnisitas, dan Kewarganegaraan Pada Masa Pasca-Orde Baru. PT Gramedia

Widiasrama Indonesia: Jakarta

Page 40: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

tengah penduduk asli. Di Bali, malah penduduk asli yang merasa tertekan karena

tekanan dari pendatang. Sedangkan, di Banuroja masyarakat pendatang yang

merasa terusik dengan adanya klaim-klaim yang datang dari penduduk asli.

4.2.3 Toleransi, Sebuah Rajutan Dalam Keragaman Identitas

Istilah budaya toleransi (culture of tolerance) tampaknya belum banyak

dikenal dalam wacana sosial-politik Indonesia, karena selama masa otoriter Orde

Baru, toleransi menjadi salah satu nilai yang dimobilisasikan dan diintroduksikan

secara represif dalam paket ideologi uniformitas Pancasila. Dalam alam

militeristik tersebut, setiap gerakan yang berbau keagamaan, kedaerahan, ataupun

kesukuan yang eksklusif cenderung dianggap sebagai pembangkangan SARA,

dan biasanya ditindak dengan tegas oleh aparat negara. Karena itu, toleransi lebih

banyak dipahami sebagai ideologi kaum penguasa dan bukan bagian dari proses

kebudayaan masyarakat bangsa. Dalam alam reformasi ini, issu-issu mengenai

toleransi, identitas, dan pluralitas menjadi persoalan masyarakat dan bukan lagi

tanggungjawab 'ideologis' negara. Akan tetapi, perubahan tersebut berlangsung

dengan sangat cepat, sehingga banyak pengamat budaya Indonesia meng-

khawatirkan bakal hilangnya rantai pemersatu bangsa (chain ofnational unity).

Barangkali belum terlalu disadari bahwa harga sosial yang harus dibayar karena

hilangnya rantai pemersatu itu sangat mahal. Beberapa pakar kebudayaan

mengungkapkan bahwa nilai toleransi bukanlah sebuah nilai yang hadir pada

dirinya sendiri. Kadar toleransi bersumber dari adanya nilai empati yang secara

inherent sudah ada dalam hati setiap manusia. Empati merupakan kemampuan

hati nurani manusia untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain;

Page 41: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

kemampuan untuk ikut bergembira ataupun berduka dengan kegembiraan dan

kedukaan orang lain. Semakin tinggi kadar empati seseorang, semakin tinggi pula

kemampuan orang itu membangun nilai toleransi, yaitu kemampuan untuk

menerima dan menghargai adanya perbedaan. Nilai toleransi, merupakan salah

satu nilai dalam khazanah budaya berpikir positif9.

Sikap toleransi sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat yang

mempunyai keragaman etnis dan agama. Potret konflik yang terjadi dibebarapa

daerah, merupakan bukti nyata dari gejolak yang terjadi pada masyarakat

heterogen.Entah, diakibatkan oleh perbedaan pendapat ataupun diakibatkan oleh

kurangnya sikap toleran antar masyarakat. Isu etnis, merupakan suatu kajian yang

sangat urgen untuk ditemukan suatu solusi produktif, yang mampu dijadikan

konstruksi ide untuk menyatukan pendapat.Demitercapainya suatu kerukunan dan

kehidupan yang tentram.Isu keragaman etnis, seakan telah menjadi wacana

nasional yang sampai saat ini hampir tidak ditemukan solusi dan desain progres,

bahkan isu ini sering hadir dalam bayang-bayang kehidupan masyarakat yang

berada pada suatu masyarakat heterogen.

Salah satu problem besar yang dihadapi bangsa Indonesia belakangan ini

adalah muncul beragam masalah yang menjurus kepada disintegrasi bangsa, di

mana salah satu faktor pemicunya adalah konflik bernuansa agama. Setiap agama,

baik Islam, Kristen, Hindu, Budha, atau yang lain pada dasarnya tidak pernah

mengajarkan umatnya berbuat aniaya terhadap umat lain. Tapi sayangnya, agama

9 Yoseph Yapi Taum, (2006). Masalah-Masalah Sosial Dalam Masyarakat Multietnik. Makalah

dibawakan dalam Focus Group Discussion (FGD) “Identifikasi Isu-isu Strategis yang

Berkaitan dengan Pembangunan Karakter dan Pekerti Bangsa” , dilaksanakan oleh Balai

Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, tanggal 10 Oktober 2006. hlm, 5-6

Page 42: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

yang mengajarkan perdamaian tidak jarang dijadikan legitimasi untuk

mengganggu, memusuhi bahkan memusnahkan umat lain. Di Indonesia konflik

antar umat beragama seperti yang terjadi di Ambon dan Poso adalah salah satu

bukti nyata bahwa ajaran agama dijadikan sebagai alat pembenar bagi

pemeluknya untuk melakukan tindakan permusuhan dan pembunuhan atas nama

agama. Kenyataan ini jelas sangat bertentangan secara diametral dengan esensi

ajaran agama itu sendiri yang selalu mengajarkan cinta kasih dan perdamaian.

Contoh konflik bernuansa agama, yakni antara Islam dan Kristen yang terjadi di

Ambon dan Poso bagi bangsa Indonesia, tidak menutup kemungkinan bisa terjadi

pada agama-agama yang lain, seperti antara Islam dan Hindu, Islam dan Budha,

serta Kristen dengan Hindu atau Kristen dengan Budha. Hal ini bisa dipahami

mengingat bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk dengan

pemeluk agama yang beragam. Belum lagi perbedaan suku dan ras, bisa jadi

faktor ini juga berpotensi memperkeruh suasana konflik agama. Namun demikian,

kemungkinan di atas bisa jadi tidak terwujud apabila masyarakat dan bangsa

Indonesia mampu menumbuhkan sikap toleran di antara umat beragama10

.

Masyarakat Banuroja yang menjadi objek dari penelitian ini, telah

mempraktekan dalam kehidupan sehari-hari mereka sikap toleransi tersebut, baik

toleransi dalam kehidupan antar-etnis maupun dalam kehidupan antar umat

beragama. Sehingga, masyarakat yang mempunyai latarbelakang etnis dan agama

yang berbeda merasakan ada rasa saling menghargai dan menghormati dari

10

Lihat dalam Ahmad Munjin Nasih dan Dewa Agung Gede Agung (2011), Harmoni Relasi

Sosial Umat Muslim dan Hindu di Malang Raya. Jurnal, Volume 24, Nomor 2, Hal: 142-150

Tahun 2011,

Page 43: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

masyarakat yang berbeda tersebut, sehingga, konflik antar agama dan etnis daapat

dibendung. Sikap toleransi tersebut, dapat dijadikan sebagai pegangan hidup dan

harus dijaga oleh masyarakat yang hidup dalam suatu wilayah multikulturalisme.

Sehingga, dapat memungkinkan kita untuk bisa hidup harmonis dan saling

mengisi dalam setiap kekurangan dan perbedaan yang ada. Sebagaimana hasil

wawancara dengan beberapa tokoh dari masing-masing etnis, salah satunya Kyai

Gofir, beliau mengatakan:

Wawancara dengan Ust. Gofir (Tokoh Jawa), mengatakan bahwa:

“Masyarakat di desa ini memegang prinsip “Bali, Jawa,

Lombok, sama-sama pendatang jadi lebih baik mengutamakan kerja

sama dari pada mencari masalah yang hanya merugikan semua dan

tidak ada untungnya.” Begitu pun dalam kehidupan beragama untuk

menyiarkan agamamelalui ceramah dan berdakwah kami tidak

melakukan cara dakwah islami tetapi dakwah dengan metode

nasionalisme, sehingga tidak mengganggu hubungan keagamaan yang

telah kami jalin puluhan tahun. Bahkan pada waktu pembangunan

pesantren pun orang-orang bali ikut bekerja membangun, bahkan

pelatih sepak bola di pesantren adalah pendeta gereja. Ketika pesantren

mengadakan majelis ta’lim,masyarakat yang berasal dari etnis dan

agama berbeda kami undang statusnya hanya

mendengarkan.”(Wawancara tgl 13/3/2013)

Hal tersebut di atas,merupakan manifestasi rasa dari kesaksian bersama

bahwa sudah sepantasnyalah perjalanan kehidupan ini berlangsung seirama, serasi

dan sekeyakinan, agar kehidupan rukun yang telah dipelihara selama puluhan

tahun akan tetap awet dalam bingkai kesatuan Negara Republik Indonesia.

Sebagaimana cita-cita dan amanat Bhineka Tunggal Ika. Gejolak yang sering

terjadi dalam mewarnai kehidupan masyarakat di Banuroja dapat diatasi dengan

Page 44: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

baik tanpa harus melalui konflik yang berkepanjangan seperti yang terjadi di

berbagai daerah.

Indonesia ibarat sebuah taman yang ditumbuhi aneka bunga berwarna-

warni. Akan tetapi, jika keragaman itu tidak dikelola dengan baik, konflik akan

mudah pecah. Futurolog terkemuka seperti John Naisbitt dan Alfin Toffler juga

memprediksikan tentang menguatnya kesadaran etnik (ethnic consciousnes) di

banyak negara pada abad ke-21. Berbagai peristiwa pada dua dasawarsa terkahir

abad ke-20 memang perlawanan terhadap dominasi negara ataupun kelompok-

kelompok etnik lain. Berjuta-juta nyawa telah melayang dan banyak orang

menderita akibat pertarungan-pertarungan itu. Samuel Huntington merupakan

futurolog yang pertama kali mensinyalir bakal munculnya perbenturan antar

masyarakat "di masa depan" yang akan banyak terjadi dalam bentuk perbenturan

peradaban “clash of civilisation.” Sentimen ideologis yang selama ini dominan

dalam perang dingin, berubah dengan sentimen agama dan budaya. Blok-blok

dunia juga akan banyak ditentukan oleh kepemihakan terhadap agama dan

kebudayaan. Kutipan pernyataan para futurolog ini hanya untuk mengingatkan

bahwa kebudayaan tidak jarang membangun blok-blok yang dapat menimbulkan

ketegangan dan bahkan peperangan. Masyarakat terutama yang mempunyai

karakter multi-etnis dan multi-agama perlu senantiasa menggali wawasan

kebangsaannya untuk menghindari ketegangan-ketegangan baru. Konflik

horisontal antar kelompok masyarakat tertentu di Indonesia (Ambon, Kupang,

Sambas, Palangkaraya, Sampit, Papua, Poso, Lombok, Tasikmalaya, Jakarta,

Page 45: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Solo, Surabaya, dll) seharusnya menggugah bangsa ini untuk kembali merenungi

pertanyaan-pertanyaan mendasar11

.

Potret masyarakat multikulturalisme di Indonesia, penting sekali untuk

dicarikan sebuah desain spesifik, yang mampu mentransformasi pola pikir klasik

dari masyarakat yang melihat kemajukan sebagai suatu hambatan, sehingga tidak

dapat dipungkuri dari sikap dan pola pikir klasik itulah yang dapat melahirkan

egosentrisme dan dapat menyebabkan konflik seperti diberbagai daerah. Bangsa

ini butuh generasi yang produktif, dalam meng-integrasikan kepentingan dan

tekad bersama dalam kehidupan Negara Kesatuan Republik Indonesia. hal ini

sangat esensialdan perlu ada keseriusan bersama dalam mewujudkan keragaman

yang saling menyapa.

4.2.4 Potret Kerukunan Dalam Masyarakat Multietnikdi Banuroja

Kerukunan dalam sebuah tatanan masyarakat yang beragam suku, agama,

ras, dan budaya sangat sulit ditemukan. Banuroja merupakan kompas dari

konstruksi keharmonisan masyarakat multietnik dan realitas keragaman yang

saling menyapa. Desa ini mempunyai keunikan tersendiri, karena dalam wilayah

tersebut didiami oleh empat etnis yang dominan dan tiga agama yang saling

menyapa. Wilayah tersebut juga merupakan potret dari keragaman masyarakat

Indonesia, yang mampu mengkonstruksi subuah keragaman identitas menjadi

suatu kehidupan yang harmonis dan mampu menciptakan solusi bagi setiap

gejolak yang terjadi dalam masyarakat tersebut.

11

Yoseph Yapi Taum. Ibid. hlm, 1

Page 46: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Di sisi lain, Negara kita menganut multikulturalisme yang tercermin dalam

simbol yang telah disepakati bersama, yakni Bhinneka Tunggal Ika. Bhinneka

Tunggal Ika merupakan suatu pengakuan terhadap heterogenitas etnik, budaya,

agama, ras, dan gender, namun menuntut adanya persatuan dalam komitmen

politik membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bhinneka

Tunggal Ika sebagai symbol yang seharusnya dapat difungsikan sebagai roh

penggerak perilaku masyarakat Indonesia, di dalam kenyataan belum secara

sungguh-sungguh dijadikan kekuatan untuk membangun bangsa dan negara.

Bahkan pada beberapa tempat, kemajemukan masih dianggap sebagai sumber

permasalahn bahkan konflik, yang membuktikan bahwa realitas heterogenitas

belum dipahami dan diakui oleh seluruh lapisan masyarakat. Multikulturalisme

menjadi suatu kebutuhan bersama apabila kita mengakui realitas heterogenitas

dalam masyarakat. Dalam konteks inilah, peran serta masyarakat memainkan

peran yang sangat penting untuk mendorong agar kemajemukan di Indonesia

dapat tampil sebagai suatu kekuatan untuk membangun bangsa dan negara. Salah

satu kelompok masyarakat dapat berperan penting dalam mewujudkan Indonesia

ke depan yang lebih baik adalah kelompok perempuan. Dengan jumlah yang

cukup besar (49,86%, menurut Sensus penduduk tahun 2000), kaum perempuan

sebagai pendidik dalam keluarga dan masyarakat dapat menjadi agen perubahan

yang handal menuju masyarakat Indonesia yang egaliter berlandaskan pada

semangat multikultural12

.

12

Kata Sambutan oleh Prof. Dr. Meutia F. Hatta Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan

Republik Indonesia, dalam Jurnal Antropologi Sosial Budaya ETNOVISI•Vol. II•No. 1•April

2006

Page 47: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Sangat penting bagi semua wilayah yang rawan konflik, untuk berkaca

pada keharmonisan masyarakat Banuroja tersebut.Demi menemukan desain yang

spesifik untuk mendamaikan daerah-daerah yang rawan dengan konflik sosial,

baik yang disebabkan oleh masyarakat multietnik maupun masyarakat

multiagama, karena setiap agama dan etnis mempunyai sikap egosentrisme

masing-masing yang begitukuat, sehingga perlu desain yang mampu

mengintegrasikan perbedaan tersebut. Masyarakat Banuroja mampu

mengkonstruksi kerukunan dalam masyarakat yang beragam demi terciptanya

integrasi sosial. Hal yang paling prinsip adalah kesadaran dirilah sebagai seorang

pendatang (Baca; perantau) yang membuat mereka hidup berdampingan antar satu

dan yang lainnya. Sangat jarang ditemukan dalam tatanan kehidupan masyarakat

yang heterogen,suatu sikap toleransi dalam sebuah bahtera kehidupan yang di

dalamnya ada bermacam-macam suku dan agama. Ada beberapa contoh sikap

saling menghargai dalam masyarakat Banuroja,seperti yang disampaikan oleh

beberapa tokoh yang penulis wawancarai.

Wawancara denga Ust. Gofir (Tokoh Jawa) mengatakan bahwa:

“Pada waktu pembangunan pesantren orang-orang bali dan

etnis lain ikut bekerja membangun, tanpa melihat perbedaan dalam

diri masing-masing, bahkan pelatih sepak bola di pesantren adalah

pendeta gereja, beliau sering melati anak-anak pesantren untuk

olahraga kami hidup di wilayah inilebih mengutamakan kerja sama

dari pada individu, Ketika pesantren mengadakan majelis ta’lim orang

bali dan etnis lain diundang untuk mendengarkan, mereka sangat

antusias untuk menghadiri undangan tersebut.” (wawancara tgl

11/3/2013)

Page 48: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Kondisi saling membantu dalam aktivitas sehari-hari juga sering di-

praktekan pada desa ini, antusias dari masing-masing etnis dalam memajukan

daerah ini sangatlah besar, sehingga tak melihat dari mana mereka berasal, hanya

ada satu tekad yang sangat besar yakni menjadikan perbedaaan latar belakang

menjadi sebuah instrument pemersatu demi kemajuan dan tercapainya

kepentingan bersama. Perbedaan tersebut tidak menjadi penghalang bahkan tidak

menjadikan suatu kendala dalam kehidupan bermasyarakat karena kerja sama

yang mereka utamakan, bukan egosentrisme. Dalammengarungi samudera

multikulturalisme masyarakat,dengan ribuan resiko terpaan gelombang

disintegrasiyang cukupkuat menerpa setiap dinding-dinding bahtera kehidupan,

masyarakat Banuroja tidak mudah terpropokasi oleh besarnya gelombang

perpecahan tersebut. Sebagaimana juga yang disampaikan oleh beberapa tokoh

dari etnis lain.

Wawancara dengan Yaser Singon (Pendeta) mengatakan bahwa:

“Kami di sini tidak melihat perbedaan yang ada, di sini

masyarakat yang berbeda etnis sudah menjadi sekeluarga. Tahun lalu

desa ini di kunjungi langsung kementrian agama pusat dan mendapat

penghargaan, tidak mudah terpropokasi dengan isu dari

manapun.Kekeluargaan yang lebih kita utamakan dalam menjaga

kerukunan antar etnis dan agama”. (wawancara tgl 18/4/2014)

Wawancara dengan Pak Moh. Zakpan (Tokoh Nusa Tenggara)

mengatakan bahwa:

“Desa ini mendapat penghargaan pada waktu adanya Gema

Panua yang merupakan program pemerintah Kabupaten Pohuwato,

karena keruknannya terjaga, kita saling menghormati sesama etnis dan

agama, artinya kami dari islam selalu menjaga agar tidak saling

mengganggu antara satu sama lain begitu pula teman-teman yang dari

Page 49: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

agama lain. Bahkan kami selalu di beri nasehat oleh orang-orang alim

khususnya Ustad Gofir, selalu memberikan cerama panjang lebar

tentang menjaga kerukunan dengan cara saling menghargai dan

menghormati, sehingga kami menjaga hubungan antar sesama etnis.

Kami juga saling menyapa dan menghormati antar sesama baik di

lahan pertanian maupun di jalan. Ada majelis taklim akbar disini

bergantian kadang di taluditi kadang juga dilaksanakan di pesantren

jadi saling bergiliran, semua etnis diundang sehingga komunikasi dan

interaksi berjalan dengan baik.” (wawancara tgl 14/3/2014)

Rasa saling menghormati dalam masyarakat seperti pada hasil wawancara

di atas juga merupakan modal utama dalam pengawetan dan pemeliharaan

harmonisasi dalam masyarakat heterogen. Upaya-upaya yang dilakukan oleh

masyarakat dalam pengelolaan kerukunan tersebut, bukan hanya menjadi kompas

peradaban, tetapi juga harus dijadikan sebagai bahan untuk mendamaikan

beberapa daerah yang rawan konflik sosial.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Pola Pengelolaan Keserasian Sosial Dalam Masyarakat Multietnik di

Banuroja

Masyarakat yang berada pada suatu wilayah dengan beragam suku, etnik,

dan agama sangat rentan dengan konflik sosial baik dilakukan oleh individu

maupun oleh kelompok. Dalam menghadapi keberagaman etnik dalam suatu

wilayah, perlu adanya strategi dan pola yang harus dilakukan dalam mengelola

keharmonisan antar masyarakat multikultural tersebut.Dalam membangun suatu

keharmonisan dalam tatanan masyarakat multikultural sangatlah sulit karena

dering terjadi perbedaan pendapat yang akan menjerumuskan ke konflik sosial

antar masyarakat tersebut. Sanagatlah dibutuhkan resep dan solusi progres demi

terwujudnya perdamaian dan keserasian sosial dalam masyarakat. Resep itulah

Page 50: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

yang sangat dibutuhkan demi menjaga keberlangsungan hidup yang penuh dengan

toleransi.

Banuroja merupakan sampel yang sangat baik untuk dijadikan kiblat

percontohan kehidupan masyarakat multietnik, karena dalam perjalanannya telah

melewati berbagai macam rintangan dan polemikdalammengarungi samudera

kehidupan masyarakat yang heterogen, yang sampai sekarang rintangan tersebut

mampu ditepis dengan kehidupan yang toleran antar sesama. Isu SARA telah

menjadi isu yang sangat urgen, karena dari berbagai daerah yang mempunyai

keragaman suku, agama, dan ras sering diwarnai dengan konflik sosial yang

berkepanjangan. Hingga kini solusi dan resep untuk masyarakat multietnik sangat

dibutuhkan dalam menjalin kehidupan yang heterogen.Berbagai macam cara dan

solusi telah dilakukan, baik dengan cara pendekatan kearifan lokal, asimilasi

budaya, akulturasi, dll. Tetap saja dalam mengarungi perjalanan kehidupan

masyarakat yang beragam tak mampu menemukan konstruksi gagasan yang ideal

untuk membendung konflik sosial tersebut.

Dari hasil penelitian yang ditemukan oleh penulis di lapangan, terdapat

beberapa konstruksi ide, gagasan, dan solusi untuk membendung konflik sosial

pada masyarakat Banuroja.Sehingga, konflik tidak muncul pada permukaan. Ada

beberapa cara yang dilakukan oleh masyarakat multietnik di Banuroja antara lain:

4.3.1.1 Modal Sosial, Suatu Desain dan Konstruksi Resolusi Terhadap

Disintegrasi

Modal sosial merupakan hasil dari hubungan sosial yang menerus yang

mampu menjembatani adanya kerja sama di dalam dan di antara kelompok-

Page 51: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

kelompok individu. Modal sosial sebagai jembatan kerjasama tersebut mengacu

pada aspek utama organisasi, seperti kepercayaan (trust) dan jejaring sosial

(networks), dalam bentuk tindakan efisien yang terkoordinasi13

.

Menilai Modal sosial dari sisi lain bahwa modal sosial dibentuk dan

ditransmisikan melalui mekanisme kultural, seperti agama, tradisi, dan kebiasaan-

kebiasaan historis. Mekanisme kultural tersebut mampu membentuk nilai-nilai

bersama dalam menghadapi masalah bersama dalam komunitas. Namun demikian,

sebagai modal utama terbentuknya modal sosial tersebut adalah kejujuran antar

individu yang terus menerus sehingga menimbulkan ikatan kepentingan dalam

komunitas. Selanjutnya akan membentuk ikatan kelompok sosial berdasarkan

norma-norma yang disepakati sebagai konsekuensi dari ikatan tersebut14

.

Penjelasan di atas, memberi gambaran mengenai pentingnya suatu modal

sosial dalam lingkungan masyarakat. Seperti halnya di Banuroja, adanya suatu

konstruksi modal sosial (social capital) yang mereka jadikan sebagai suatu desain

spesifik untuk melahirkan suatu konstruksi resolusi dari berbagai permasalahn

yang terjadi di masyarakat multikultural misalnya, kepercayaan (trust). Dalam

masyarakat Banuroja tumbuh berkembang selama bertahun-tahun rasa percaya

antar masyarakat yang dibangun dengan saling jujur antara satu sama lain.

Kejujuran juga merupakan modal sosial yang paling esensial dan harus diterapkan

dalam kehidupan masyarakat yang beragam agar tercipta rasa saling percaya

13

Lihat Adams dan Someshwar (1999) dalam Triyono dan Ahmad Arief (2003). Modal

sosial sebagai mainstream pengembangan masyarakat pesisir, sebuah pendekatan sosial

untuk mendukung pembangunan lokal tipologi masyarakat pesisir. Prosiding lokakarya

nasional menuju pengelolaan sumberdaya wilayah berbasis ekosistem untuk mereduksi

potensi konflik antar daerah. Fakultas geografi ugm, 30 agustus 2003. Hlm, 417 14

Triyono dan Ahmad Arief . Ibid. Hlm, 418

Page 52: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

antara satu sama lain. Ketika suatu rasa percaya kepada orang lain hilang di antara

masyarakat, maka hal tersebut bukan hanya menimbulkan pikiran negatif terhadap

orang lain melainkan, hal ini akan menimbulkan gejolak yang merambah ke

konflik sosial. Dan, setiap individu mudah diombang-ambingkan oleh isu-isu

yang dapat merusak integrasi suatu komunitas yang beragam. Modal sosial yang

dijadikan instrumen perekat pada masyarakat yang heterogen, Bukan hanya pada

rasa percaya antara sesama saja, tetapi gotong royong juga terjalin dengan dengan

baik di desa ini. Pada masyarakat Gorontalo sendiri, ada yang dikenal dengan

“Huyula” (kerja sama) atau bahasa trennya gotong royong. Praktek kerja sama

tersebut masih kental pada masyarakat Banuroja, misalnya dalam kegiatan kerja

bakti yang dilakukan di kantor desa Banuroja yang melibatkan semua unsur etnis

dan agama. Bahkan hasil wawancara yang saya temukan di lapangan, ada salah

satu norma yang terbangun dalam masyarakat Bali, ketika ada himbauan untuk

kerja bakti lalu kemudian ada salah satu dari masyarakat Bali yang tida ikut maka

akan dikenakan sanksi Rp.1000, berikut hasil wawancara I Wayan Adha, beliau

mengatakan bahwa:

Ada norma yang kami jadikan pegangan dalam hal gotong royong.

Ketika orang tidak ikut kerja bakti misalnya di kantor desa, di Pura dll.

Mereka akan kena denda sebesar Rp.1000 tapi rasa yang sangat

ditekankan di situ, misalnya saya tidak ikut kerja bakti di denda Rp.1000

itu tak seberapa jumlahnya, saya bisa mendapatkan lebih dari itu, tetapi

bagaimana dengan perasaan. Jadi, denda itu sebenarnya hanya peringaan

atau teguran saja, tetapi rasa itu yang agak berat karena nama-nama yang

tidak ikut tersebut akan dibacakan di forum, kami punya forum sendiri,

setiap hari rabu kliwon kami mengadakan forum adat, dan akan dibacakan

siapa-siapa yang tidak hadir dalam acara kerja bakti tersebut. wawancara

13/3 2013

Page 53: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Kerja bakti antar etnik bukan hanya dilaksanakan di kantor desa Banuroja

saja tetapi juga pada waktu pembangunan pesantren semua etnik datang

membantu hingga berdirinya Pondok Pesantren Salafiyah Safiiyah, sebagaimana

telah di jelaskan dalam wawancara Pak Kyai Gofir pada wawancara sebelumnya.

Jadi, kebiasaan masyarakat untuk saling membantu sangat tertanam sangat kuat

dalam masing-masing individu.

Analisis modal sosial dapat mengacu pada komponen-komponen modal

sosial, antara lain, komponen mekanisme kultural, saling percaya, pranata, dan

norma-norma yang dimiliki bersama dan jaringan sosial. Mekanisme kultural :

Agama islam mewarnai konstruksi kebudayaan bahari/pesisir: terutama di wilayah

Indonesia bagian barat. Agama katolik mulai berkembang di wilayah Indonesia

bagian timur seja kedatangan bangsa portugis. Berkembangnya agama-agama di

Indonesia telah memunculkan kepercayaan masyarakat terhadap tokoh-tokoh

agama, terutama di wilayah pesisir. Bahkan kepercayaan terhadap tokoh agama

tersebut juga telah memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk

menyelesaikan berbagai masalah bersama yang berkembang. Tradisi dan

kebiasaan historis : Dalam pandangan tradisi dan kebiasaan historis, manusia

belajar dari dua macam hubungan yaitu hubungan manusia dengan alam

sekitarnya dan hubungan antar manusia satu dengan manusia lainnya. Saling

percaya, pranata dan norma-norma yang dimiliki bersama:Keterikatan saling

percaya dapat menjembatani kerekatan dalam masyarakat, atau sebaliknya,

membawa kesamaan kehendak atau kesamaan etnis dari masing-masing

individual untuk menjadi satu jalinan.Perasaan saling percaya dan saling terikat

Page 54: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

antar individu dalam masyarakat pesisir tampak pada pembagian tugas dalam

kapal, penyerahan wewenang dalam organisasi desa, dan pelaksanaan pranata atau

norma-norma yang disepakati bersama. Ikatan trust dalam pelaksanaan pranata

atau norma masyarakat pesisir dapat berupa pelaksanaan bersama suatu kegiatan

atau sanksi bagi pelanggar norma, misalnya upacara penyerahan sesaji di pantura

jawa tengah dan pantai selatan jawa, sanksi sosial masyarakat nelayan tradisional

di pulau sekitar pangkajene sulawesi selatan atas pelaku pemerkosaan dengan

dibuang ke pulau terpencil dan larangan menyapa.Jaringan sosial yang

terbentuk: Jaringan sosial terbentuk dan tetap berjalan karena adanya kerjasama

antar anggota, solidaritas, partisipan, dan timbal balik. Dasar dari terbentuknya

jaringan sosial adalah adanya kewajiban sosial yang timbul akibat adanya

perasaan saling percaya antar individu.Jaringan sosial yang terbentuk pada

masyarakat pesisir tampak pada adanya forum-forum masyarakat desa pesisir

misalnya, arisan warga, acara syukuran, upacara kelahiran kematian yang mampu

memperteguh eksistensi masyarakat pesisir secara internal. Eksistensi masyarakat

secara eksternal diperteguh secara ekonomi, dalam bentuk pasar ataupun

hubangan-hubungan kekerabatan antar masyarakat pesisir15

Pada penjelasan di atas, mengenai jaringan sosial yang juga merupakan

modal sosial yang cukup produktif untuk membangun integrasi dalam masyarakt

multietnik, seperti pada masyarakat pesisir, juga sering dipraktekan di Banuroja

yakni Jaringan sosial yang terbentuk pada masyarakat Banuroja tampak pada

adanya forum-forum masyarakat misalnya, majelis Ta’lim akbar yang bergulir di

15

Triyono dan Ahmad Arief. Ibid. Hlm 422

Page 55: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

beberapa desa, Tadarusa Ibu-ibu, PKK, dan Yasinan. Kegiatan tersebut juga

melibatkan seluruh etnis kecuali Tadarusan dan Yasinan hanya dilaksanakan oleh

etnis-etnis yang beragama Islam saja. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat

menciptakan komunikasi yang cukup baik di antara masyarakat ketika berkumpul

di forum-forum tersebut. sebagaimana dijelaskan pada hasil wawancara berikut

ini:

Wawancara dengan Pak Dewa Sudana (Bali), beliau mengatakan bahwa:

Silaturahmi antar etnik dan agama di sini sering terjadi dan itu

kami pelihara selama bertahun-tahun, sehingga sudah melekat dalam diri

kami silaturahmi tersebut. untuk acara-acara di Islam sendiri, saya sering

menghadiri terutama majelis Ta’lim Akbar. Apalagi ketika ada kunjungan

dari pemerintah pusat pasti semua etnik dan agama menghadiri acaranya,

biasanya di laksanakan di Pesantren. Wawancara tanggal 13/3/2013

4.3.1.2 Pesantren, Peranannya Dalam Proses Interaksi Sosial dan Sosialisasi

Pendidikan Multikultural Kepada Anak Didik

Banuroja dikenal oleh khalayak ramai bukan hanya dengan masyarakat

multietnik dan multiagama saja. Tetapi juga, dengan sebuah konstruksi

pendidikannya yang religius, yakni model pendidikan pondok pesantren. Pondok

pesantren tersebut diberi nama Salafiyah Safiiyah. Dalam menyulamselembarkain

multikultural dan mengkonstruksi suatu keharmonisan, sangat dibutuhkan peran

dari pendidikan untuk memberi suatu pengetahuan mengenai keindahan sebuah

hubungan yang terintegrasikan dalam kebersamaan. Pesantren Salafiyah Safiiyah

mempunyai peran besar dalam mensosialisasikan kepada anak didiknya untuk

memelihara sebuah kerukunan hidup antar umat beraama dan antar

etnik.Disamping pembentukan interaksi melalui pendidikan peran pesantren

Page 56: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

bukan hanya pada proses pendidikannya saja, tetapi juga lebih pada konstruksi

harmonisasi yang dilakukan oleh pesantren dalam menjembatani proses

terbentuknya suatu interaksi pada masyarakat Banuroja, misalnya, dari hasil

wawancara dilapangan, peran pesantren dalam menjembatani proses interaksi di

antara masyarakat juga dilakukan melalui kegiatan-kegiatannya yang bersifat

integratif tanpa melihat latar belakang agama dan etnik. Contohnya, pesantren

sering melaksanakan kegiatan Majelis Ta’lim akbar, dalam kegiatan tersebut,

semua etnis yang ada di Banuroja tanpa terkecuali diundang untuk menghadiri,

undangan tersebut lebih bersifat mempererat silaturahmi antar agama dan etnik.

Semua etnik dan agama melakukan pembauran tanpa melihat latar belakang,

mereka saling berinteraksi seakan tak ada pembedaan antara satu sama lain. Inilah

konstruksi harmonisasi yang dilakukan oleh pesantren dalam proses

pengintegrasian masyarakat. Seperti dijelaskan dalam wawancara berikut

Wawancara dengan Siti Jubaidah (Etnis Jawa), mengatakan bahwa:

“Adanya silaturahmi dan saling koordinasi maka di situlah

timbullah rasa cinta antar sesama. Pesantren juga merupakan salah satu

tempat yang proses silaturahminya antar etnik dan agama berjalan,

misalnya, ketika ada kegiatan Majelis Ta’lim Akbar yang dilaksanakan

satu bulan sekali tepat pada minggu ke tiga, kemudian juga tadarus Al-

Qur’an dan Yasinan yang dilaksanakan satu bulan sekali yang dihadiri

oleh semua etnis yang beragama Islam. Dari kegiatan tersebut, terbangun

silaturahmi yang baik, sehingga interaksi antar etnik pun berjalan baik.”

Wawancara tanggal 2 Juli 2013

Wawancara Dengan Ibu Farida Umar (Etnik Gorontalo) mengatakan

bahwa:

“Pesantren sering melakukan kegiatan-kegiatan yang mempunyai

kandungan nilai persatuan antar etnik, misalnya kegitan Tadarusan,

Majelis Ta’lim Akbar, Istighosa, dan Yasinan. Kegiatan tersebut bukan

hanya dihadiri oleh satu etnik saja tetapi hampir semua etnik yang

Page 57: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

diundang pasti hadir, kecuali Yasinan, Istighosa, dan Tadarusan hanya

dihadiri oleh etnik yang beragama Islam saja, dan untuk Majelis Ta’lim

akbar dihadiri oleh semua etnik.” Wawancara tanggal 3 Juli 2013

Dari hasil wawancara di atas, memberi gambaran tentang peran pesantren

dalam mempererat tali silaturahmi. Kondisi pesantren Salafiyah Safiiyah yang

lokasinya berada di lingkungan masyarakat yang beragam, baik agama maupun

etnik, mampu mengkonstruksi keragaman menjadi sebuah instrumen pemersatu

masyarakat melalui kegiatan-kegiatannya yang cukup produktif dalam

mempererat tali silaturahmi antar sesama. Inilah suatu kondisi yang

mencerminkan manifestasi rasa dari kebhinekaan dan penerapan dari ideologi

Pancasila. Sebuah hubungan yang baik tentu akan melahirkan suatu cinta kasih

dan toleransi di lingkungan kehidupan sosial. Bukan hanya pada proses

pengintegrasian masyarakat, tetapi juga pesantren dituntut untuk mampu

mengkolaborasikan proses interaksi di masyarakat maupun proses sosialisasi

pendidikan multikultural kepada anak didik mengenai betapa indahnya kehidupan

dalam keragaman yang saling menyapa.

Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat

dinamakan proses sosial) karena interaksi sosial juga merupakan syarat utama

terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain proses sosial hanya merupakan

bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-

hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan orang-orang

perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antar orang perorangan

dengan manusia. Apabila dua orang bertemu maka interaksi sosial aka dimulai

pada saat itu. Mereka saling menegur, berjabatan tangan, saling berbicara atau

Page 58: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-

bentuk interaksi sosial. Walaupun orang-orang bertemu muka tersebut tidak saling

berbicara atau tidak saling menukar tanda-tanda, interaksi sosial telah terjadi,

karena masing-masing sadar adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan-

perubahan dalam perasaan maupun syaraf orang-orang yang bersangkutan, yang

disebabkan misalnya oleh bau keringat, minyak wangi, suara berjalan, dan lain

sebagainnya. Semua itu menimbulkan kesan di dalam pikiran seseorang yang

kemudian menentukan tindakan apa yang akan dilakukannya16

.

Pendidikan adalah proses membuat orang berbudaya dan

beradab.Pendidikan adalah kunci bagi pemecahan masalah-masalah sosial dan

melalui pendidikan masyarakat dapat direkonstruksi. Rekonstruksi berarti

reformasi budaya, dengan melalui pendidikan reformasi dapat dijalankan,

terutama reformasi budi pekerti, reformasi kebudayaan (keindonesiaan), dan

reformasi nasionalisme (NKRI). Pendidikan yang dinginkan masyarakat ialah

proses pendidikan yang bisa mempertahankan dan meningkatkan keselarasan

hidup dalam pergaulan manusia. Konsep sosialisasi pendidikan yang dapat

diterapkan adalah cara berhubungan antarindividu atau antarkelompok atau

individu dengan kelompok yang menimbulkan bentuk hubungan tertentu. Sekolah

dapat dijadikan sarana pembauran multietnik. Guru harus membina siswa agar

bisa memiliki kebiasaan hidup yang harmonis, bersahabat, dan akrab dengan

sesama teman dari berbagai latar belakang etnik. Proses pembelajaran di kelas

multietnik dapat menghasilkan peradaban baru sesuai dengan harapan reformasi.

16

Lihat Soerjono Soekanto, 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. PT Rajawali Persada: Jakarta

Page 59: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Untuk ini, dapat dipakai teori, model, strategi pengajaran multietnik sebagai

sarana menjalankan reformasi pendidikan dan kebudayaan. Implementasi strategi

pengajaran multietnik di kelas hendaklah bertujuan pembentukan peradaban

bangsa Indonesia yang mulia. Sampai saat ini, pengajaran multietnik belum

dilegalisasikan oleh pemerintah. Pengajaran bahasa daerah dilaksanakan dalam

format restorasi (menjaga bahasa/budaya dari kepunahan) dan bukan dalam

format pluralisme (mengakui perbedaan bahasa). Dengan format tersebut,

pengajaran bahasa daerah lebih terkesan otoriter dan cenderung mengabaikan

fakta keragaman etnik di dalam kelas17

.

Pesantren Salafiyah Safiiyah yang berlokasi di Banuroja, merupakan

sebuah institusi pendidikan yang membentuk sebuah pola pikir siswanya untuk

saling menghargai perbedaan dari masing-masing latar belakang etnik maupun

agama. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya banyak anak didik yang berasal

dari etnik berbeda untuk menuntut ilmu di pesantrin tersebut. Bahkan bukan

hanya siswa, tetapi Guru-gurunya juga berasal dari etnis dan agama yang berbeda.

Dalam pendirian pesantrin itupun, tidak lepas dari kontribusi masyarakat yang

berasal dari agama dan etnis yang bereda, baik kontribusi tenaga maupun pikiran.

Kehidupan para anak didik dalam keseharian mereka sangatlah rukun, meskipun

tidak dapat dipungkiri ada berbagai masalah gesekan sesama teman yang berbeda

etnik maupun sesama etnik, tetapi dapat diredam tanpa harus melalui jalan

konflik. Mereka mengutamakan sebuah kebersamaan karena terjadi pembauran.

Sebagaimana hasil wawancara yang penulis temukan dilapangan sebagai berikut:

17

Yoseph Yapi Taum. Op.cit, hlm, 6

Page 60: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Wawancara dengan Ust. Gofir (Tokoh Jawa) mengatakan bahwa:

“Pada tahun 1982 pesantren dirintis dan diresmikan tahun 1985

november. Pak I wayan Ade anggota yayasan pesantren, beliau dari bali

dan beragama hindu bahkan pada waktu pembangunan pesantren orang-

orang Bali ikut bekerja membangun, bahkan pelatih sepak bola di

pesantren adalah pendeta gereja. Guru2 di pesantren pun ada juga yang

beragama hindu begitu juga dengan siswa di SMK salafiyah ada yang dari

agama hindu. Anak-anak yang sekolah dipesantren berasal dari berbagai

daerah antara lain, Sulbar, luwuk, bolaangmongondow, gorontalo, jawa,

bali, mereka tinggal di asrama, hanya dipungut uang lampu, masuk

pondok gratis”. (wawancara tgl 13/3/2013)

Peryataan pada wawancara di atas juga di dukung oleh beberapa

informan salah satunya adalah Pak I Wayan Ade. Beliau mengatakan bahwa:

“Dari pendidikan juga cukup menunjang karena jika tidak ada

ajaran yang menuntun anak-anak kami kepada kerukunan untuk apa kami

menyekolahkan mereka. Teman-teman hindu ada juga yang sekolah di

SMK salafiyah safiiyah”. (wawancara tgl 13/3/2013)

Penjelasan dari wawancara di atas, merupakan bukti kerja sama dari

masing-masing agama dan etnis dalam mengkonstruksi sebuah kehidupan yang

harmonis dan juga pendidikan mempunyai peran besar dalam mendidik siswanya

untuk menjaga sebuah hubungan yang harmonis antara suku dan agama yang

berbeda. Potret keharmonisan hidup tersebut penting untuk dijadikan sebagai

cerminan dalam mengarungi lautan kehidupan masyarakat multikultural yang

badai konfliknya sangat rentan. Karena jika tak mampu dikendalikan oleh

nahkoda, maka bahtera kehidupan yang ditumpangi oleh masyarakat multikultur

dan agama tersebut akan tenggelam dalam disintegrasi, bahkan akan lapuk dalam

keegoisan kultural.

Dalam tradisi Pesantren, terdapat pemisahan antara Pesantren yang

mengajarkan pengetahuan umum dengan yang tidak atau belum, ada pula

Page 61: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Pesantren yang menyajikan santri-santrinya sekolah umum diluar Pesantren.

Pemisahan ini belum menimbulkan pengelompokkan atas dasar sosial keagamaan

yang berbeda dan masih sama-sama terikat sebagai umat manusia, satu bangsa

dan ada juga yang satu faham Ahlussunnah wal jama’ah. Namun secara edukatif

pemisahan tersebut telah menimbulkan perbedaan-perbedaan dalam beberapa

bentuk aktivitas sosial kemasyarakatan, gaya hidup dan cara berfikir. Terlalu pagi

untuk memperkirakan arah gejala tersebut di masa depan atau, meremehkan

perpecahan yang lebih fundamental yang munkin akan terjadi. Saat ini penting

bagi umat Islam untuk menyadari, bahwa dalam usaha mengembangkan

pendidikan Pesantren yang berhasil, telah mengundang gejolak dan protes dari

warga sekitar, karena lembaga tersebut berada ditengah pluralitas agama.

Pesantren Aisyiyah telah berupaya mencairkan ekslusifitas (pemahaman agama

secara tertutup) Pesantren Aisyiyah telah mengarahkan kepada adanya persatuan

antar sesama warga masyarakat dengan batas-batas tertentu, meskipun agamanya

berbeda, karena agama adalah merupakan hak fundamental bagi pemeluk suatu

agama. Dengan seringnya pergaulan warga Pesantren dengan warga masyarakat

dalam acara-acara tidak formal dan secara rutin dilakukan secara alami telah

terjadi proses pembauran warga masyarakat dan tidak ada penghalang dalam

pergaulan walaupun memiliki agama yang berbeda18

.

Dalam konteks pendidikan, pesantren merupakan sebuah lembaga yang

hidup dan dinamis. Banyak ruang yang dapat diperbincangkan, karena ia selalu

18

Abdullah dalam Ahmad Calam, dkk. Peran Pesantren Dalam Mengembangkan Kesadaran

Kemajemukan Agama (Studi Kasus Di Pesantren Aisyiyah Kelurahan Sei Rengas Permata

Kecamatan Medan Area Kota Medan Propinsi Sumatera Utara–Indonesia). Jurnal

SAINTIKOM Vol. 11 / No. 1 / Januari 2012. Hlm, 16-17

Page 62: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

menarik, segar dan aktual. Dinamika pesantren dan interaksinya dengan

masyarakat yang dimainkan oleh santri, kiai dan alumni pesantren semakin

memperteguh kembali bahwa pesantren merupakan bagian dari infrastruktur

masyarakat. Secara mikro maupun makro, pesantren telah berperan menyadarkan

komunitas masyarakat untuk berpegang pada idealisme, mengembangkan

kemampuan intelektual, dan perilaku mulia untuk menata serta membangun

karakter bangsa yang makmur dan berperadaban. Dilihat dari eksistensinya,

pesantren mempunyai banyak dimensi yang terkait, karakter plural, tidak seragam,

dan tidak memiliki wajah tunggal. Pesantren kelihatan berpola seragam, tapi

beragam; tampak konservatif, tetapi secara diam-diam atau terang-tarangan

mengubah diri dan mengimbangi denyut perkembangan zamannya. Ia merupakan

suatu lembaga pendidikan klasik dan mungkin paling tradisional, akan tetapi

justru semakin survive, dan bahkan dianggap sebagai lembaga pendidikan

alternatif dalam era globalisasi dan modernisasi dunia seperti sekarang ini. Seiring

dengan perkembangan dunia pendidikan, pesantren dihadapkan pada beberapa

fenomena perubahan sosial dan multikulturalisme yang tak terelakkan. Kemajuan

teknologi informasi, dinamika sosial-politik, belum lagi sejumlah perubahan yang

terbingkai dalam dinamika masyarakat. Semuanya berujung pada pertanyaan

tentang resistensi, responsibilitas, kapasitas dan kecanggihan pesantren dalam

menghadapi perubahan besar itu19

.

19

Lihat Abdurrahman Kasdi, 2012. Pendidikan Multikultural Di Pesantren:Membangun

Kesadaran Keberagamaan Yang Inklusif. Jurnal Ad-Din, Vol. 4, No. 2, Juli-Desember

2012

Page 63: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

4.3.1.3 Tokoh, Peran dan Interpensi Dalam Mengkonsiliasi Permasalahan Di

Masyarakat Heterogen

Sosok tokoh sangat penting dalam memberi teladan, membimbing dan

mengayomi pada setiap deretan perjalanan kehidupan suatu komunitas, terutama

hidup dalam masyarakat multietnik dan multiagama. Dalam sebuah masyarakat

multietnik dan agama, terutama di Banuroja, tidak terlepas dari peran tokoh dalam

pengelolaan keharmonisan hidup bermasyarakat. Ibarat nahkoda dalam sebuah

bahtera, tokoh harus mampu mengkonstruksi gagasan dan solusi dari setiap

permasalahan yang terjadi pada masyarakat, karena dalam lautan bebas kehidupan

masyarakat yang heterogen tak terlepas dari hempasan gelombang konflik, yang

kemudian hal tersebut dapat menyeret kapal tersebut ke suatu lembah disintegrasi

sosial. Mungkin, jika kita menengok deretan sejarah panjang yang mewarnai

perjalanan hidup masyarakat yang heterogen bangsa ini, selalu dihempas oleh

gelombang konflik yang muaranya pada disintegrasi sosial, mulai dari deretan

konflik Poso, Ambon, Sampit, dan Sambas. Ini merupakan bukti nyata kehidupan

masyarakat yang selalu diwarnai oleh konflik-konflik sosial yang diakibatkan oleh

isu SARA.

Sosok tokoh yang mempunyai kepiawaian sangat penting, dalam

melahirkan solusi dari setiap permasalahan yang terjadi pada masyarakat. Agar

bahtera kehidupan mampu menggiring arus pluralisme budaya dan suku, sosok

tokoh harus mampu memahami dan mapan dalam menerjemhkan ke mana bahtera

tersebut berlabuh. Tentu, berpedoman pada wasiat leluhur yakni, Bhineka Tunggal

Ika untuk dijadikan sebagai kompas peradaban menuju integrasi nasional.

Page 64: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Banuroja, merupakan salah satu dari deretan daerah-daerah yang memiliki

masyarakat heterogen. Di desa ini, seorang tokoh sangat berperan dalam

mengelola keharmonisan hidup bermasyarakat. Salah satu tokoh yang mempunyai

andil dalam memecahkan permaslahan masyarakaat yakni Bapak Gofir Al

Nawawi, biasa disapa dengan Abah Gofir (bahasa Arab : Bapak/Ayah) atau Kyai

Gofir. Menurut masyarakat, beliau adalah sosok tokoh yang dihormati dan

terterima di semua kalangan baik, pada semua agama maupun etnik yang ada di

Banuroja. Karena beliau berhaluan Islam moderat, dan sangat menerima

Pluralisme. Sehingga, dalam pemberian nama desa beliau yang dipercayakan

untuk mengusulkan nama untuk desa yang baru mekar tersebut. Inilah bukti dari

kepercayaan semua masyarakat terhadap beliau.

Wawancara dengan Moh. Zakpan

“Masyarakat sering diberi nasehat oleh orang alim, seperti Ustad

Gofir Nawawi.Beliau selalu memberikan cerama panjang lebar sehingga

kami menjaga hubungan antar sesama.” Wawancara tgl 13/3/2013

Wawancara dengan I Wayan Ade dan Dewa Sudana

“Masyarakat dari Hindu, Kristiani dan masing-masing etnis sangat

mempercayai dan menghormati Ustad Gofir, Karena, masyarakat berfikir,

tidak mungkin orang tua seperti Ustad Gofir menjerumuskan kami ke hal-

hal yang tidak baik.” Wawancara tgl 13/3/2013

Seperti yang dijelaskan pada hasil wawancara di atas, bahwa Dalam hal

ceramah dan berdakwah Ustad Gofir tidak melakukan dakwah dengan metode

Islami seperti penceramah lainnya tetapi dakwah dengan metode nasionalisme,

sehingga tidak mengganggu hubungan keagamaan. Sikap moderat dari Ustad

Gofir, bukan hanya sebatas sebagai pemberi solusi terhadap permasalahan

masyarakat, tetapi juga peka terhadap permasalaha ekonomi di masyarakat.

Page 65: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Misalnya memberi bantuan kepada yang memerlukan, tidak memandang

latarbelakang etnik dan agama. Seperti yang beliau jelaskan dalam wawancara.

Wawancara dengan Ust. Gofir Nawawi

“Pada tahun 80-an kami pernah memberikan modal sama orang

bali berupa bibit pertanian dan kami tidak minta dikembalikan, ketika

kami mendapat rezeki lebih kami sering bagikan kepada etnik lain dan

agama.”

Hasil wawancara tgl 13/3/2013

Di samping seorang tokoh utama yang mampu memberi solusi dalam

permasalahan etnis secara umum, ada juga tokoh di masing-masing etnis dan

agama yang berperan penting dalam memberikan nasehat untuk selalu menjaga

kerukunan. Misalnya pada masyarakat Bali yakni, I Wayan Ade dan Dewa

Sudana, pada masyarakat Jawa yakni Gofir Nawawi, pada masyarakat Gorontalo

yakni Hanu Lihawa, pada masyarakat Lombok yakni Moh. Gozali dan Moh.

Zakpan.

4.3.1.4 AgamaSebagai Instrumen Perekat Dalam Mengkonstruksi Keserasian

Sosial

Bagi bangsa Indonesia, agama adalah weltanchauung dan sebagai ideologi

masyarakat dan bangsa Indonesia. Sebagai pandangan dunia (weltanchauung),

manusia dan masyarakat Indonesia menjadikan agama sebagai nilai fundamental

yang mendasari dan mengarahkan seluruh kehidupannya. Tidak mengherankan

apabila Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia menjadikan

kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai sila pertama dan utama yang

menyinari keseluruhan sila-sila lainnya20

.

20

Lihat H.A.R. TilaarAgama, Budaya dan Pendidikan Karakter Bangsa. Jurnal Pendidikan

Penabur - No.19/Tahun ke-11/Desember 2012. Hlm, 65

Page 66: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Salah satu problem besar yang dihadapi bangsa Indonesia belakangan ini

adalah muncul beragam masalah yang menjurus kepada disintegrasi bangsa, di

mana salah satu faktor pemicunya adalah konflik bernuansa agama. Setiap agama,

baik Islam, Kristen, Hindu, Budha, atau yang lain pada dasarnya tidak pernah

mengajarkan umatnya berbuat aniaya terhadap umat lain. Tapi sayangnya, agama

yang mengajarkan perdamaian tidak jarang dijadikan legitimasi untuk

mengganggu, memusuhi bahkan memusnahkan umat lain. Di Indonesia konflik

antar umat beragama seperti yang terjadi di Ambon dan Poso adalah salah satu

bukti nyata bahwa ajaran agama dijadikan sebagai alat pembenar bagi

pemeluknya untuk melakukan tindakan permusuhan dan pembunuhan atas nama

agama. Kenyataan ini jelas sangat bertentangan secara diametral dengan esensi

ajaran agama itu sendiri yang selalu mengajarkan cinta kasih dan perdamaian.

Contoh konflik bernuansa agama, yakni antara Islam dan Kristen yang terjadi di

Ambon dan Poso bagi bangsa Indonesia, tidak menutup kemungkinan bisa terjadi

pada agama-agama yang lain, seperti antara Islam dan Hindu, Islam dan Budha,

serta Kristen dengan Hindu atau Kristen dengan Budha. Hal ini bisa dipahami

mengingat bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk dengan

pemeluk agama yang beragam. Belum lagi perbedaan suku dan ras, bisa jadi

faktor ini juga berpotensi memperkeruh suasana konflik agama. Namun demikian,

kemungkinan di atas bisa jadi tidak terwujud apabila masyarakat dan bangsa

Indonesia mampu menumbuhkan sikap toleran di antara umat beragama21

.

21

Lihat Ahmad Munjin Nasih1 dan Dewa Agung Gede Agung (2011). Harmoni Relasi Sosial

Umat Muslim dan Hindu di Malang Raya. Jurnal. Tahun 2011, Volume 24, Nomor 2Hal, 1

Page 67: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Penjelasan di atas, memberikan sedikit deskriftip mengenai beberapa

daerah yang konflik sosialnya diakibatkan oleh egosentrisme agama. Konflik

agama yang sering terjadi di beberapa daerah di Indonesia merupakan bukti

realitas pemeluknya yang tidak memehami secara mendalam misi perdamaian dari

suatu agama tersebut, sehingga tidak dapat dipungkiri kesalah-pahaman di antara

pemeluknya tercipta, karena dari masing-masing mereka berada pada garis

egosentrisem dan pembenaran individu.Lain halnya pada masyarakat Banuroja,

malah sebalikanya, agama dijadikan landasan dan spirit dalam bertindak untuk

mengkonstruksi keserasian sosial dalam hidup bermasyarakat.

Sebenarnyakonflik agama di Indonesia tidak hanya antara Islam dan

Kristen, tetapi dalam masyarakat Hindu menyimpan potensi konflik yang tidak

kecil. Pasca ledakan bom Bali tahun 2002yang menghancurkan ekonomi Bali,

terdapat perkembangan yang mengkhawatirkan kehidupan beragama, yakni

tumbuhnya kelompok milisi yang disebut dengan pecalang. Kelompok ini pada

awalnya adalah polisi tradisional yang menjaga keamanan upacara adat/agama,

namun dalam perkembangannya mereka juga melakukan sweeping terhadap

orang-orang pendatang yang tidak mempunyai KTP/KIPEM/KIPP yang sah. Para

pendatang rata-rata berasal dari Jawa yang notabene beragama Islam. Kondisi

inilah yang berpotensi menciptakan konflik agama antara Islam dan Hindu.

Kekerasan atas nama agama sering mewarnai kehidupan bangsa Indonesia. Entah

muncul sebagai akibat hubungan antarumat beragama yang tidak dibarengi sikap

Page 68: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

toleran, atau sengaja diciptakan untuk mendukung kepentingan kelompok

tertentu22

.

Masyarakat Banuroja sangat menjunjung tinggi rasa saling menghargai

dan menghormati terhadap masyarakat yang berbeda agama. Spritualitas dalam

kehidupan sangatlah kental, karena masyarakat memahami misi-misi perdamaian

dalam agamanya masing-masing, sehingga egosentrisme agama tidak muncul ke

permukaan. Agama merupakan hal yang sangat esensial karena berkaitan dengan

masalah kehidupan dan kematian, bahkan semua agama pasti mempunyai ajaran

tentang rasa saling menyapa dan cinta kasih. Tetapi, jika hal tersebut disalah-

pahami dan dijadikan sebagai teori pembenaran oleh pemeluknya, maka, ini

hanyalah melahirkan sikap keangkuhan dan memandang agama orang lain adalah

kesalahan. Sehingga, melalui terowongan itulah muncul konflik yang ditunggangi

oleh kelaha-pahaman. Dalam masyarakat multi-agama di Banuroja, juga sering

menghadapi berbagai permasalahan keagamaan tetapi mereka mampu mengontrol

diri dan juga mereka bisa mengantisipasi agar konflik agama tersebut tidak akan

terjadi.

Beberapa tokoh agama di Banuroja yang telah peneliti wawancarai,

menyambut dengan positif setiap permasalahan yang terjadi, agama mereka

jadikan cermin perdamaian. Ada pendapat beberapa tokoh agama di bawah ini:

Wawancara dengan Ustad Gofir Nawawi (Tokoh dari Umat Islam)

mengatakan bahwa:

“Pada saat ini, mungkin ada gesekan tetapi, tidak sampai pada

konflik, mengenai keagamaan, yang kami jadikan pegangan atau yang

kami pakai dalam kehidupan adalah ahlusunah wal jama’ah karena

22

Op.cit.

Page 69: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

bersifat moderat. Untuk menyelesaikan permasalahan keagaman ataupun

antar etnis biasanya di rumah saya. Dalam kehidupan bermasyarakat, rasa

persatuan dan rasa senasib yang kita tanamkan. Bahkan ketika di desa ini

ada kegiatan keagamaan maka agama yang melaksanakan acara

keagamaan tersebut mengundang teman-teman dari agama lain, tetapi

yang membuat acara tersebut sudah mempersiapkan tukang masak dan

lain2 agar yang agama lain tidak was-was. Dalam islam pun kita diajarkan

rasa saling menghargai antar etnis dan agama misalnya ada pesan dalam

alqur’an Surah al-kafirun ayat 6 yang atinya “untukmu agama-mu dan

untukku agama-ku”. (wawancara tgl 11/3/2013)

Penjelasan di atas oleh seorang tokoh dari Umat Islam tersebut sangatlah

bijak, dan di dalamnya terkandung makna anjuran untuk saling menghormati antar

sesama. Di sisi lain salah seorang Imam atau pimpinan dari umat Hindu

memberikan pendapatnya sebagai berikut:

Wawancara dengan I Wayan Ade dan Dewa Sudana (Tokoh Umat

Hindu) mengatakan bahwa:

“Justru dari peran agama yang menjaga kerukunan di Banuroja

ini.Kami di sini menjaga kerukunan ini karena kami memegang 3

sikapmembawa diri sebagai senjata ampuh dari Agama Hindu, Tri Paye

Parisudeyakni: berfikir yang baik, berbuat yang baik, berbicara yang baik,

sebenarnya penjabaran dari 3 sikap tersebut panjang sekali. Misalnya dari

pikiran muncul pembicaraan dan dari pembicaraan muncul sikap. Ada juga

yang disebut dengan“tata susila” atau tata krama. Ada juga resepnya kita

saling menghargai dan menghormati, dalam ajaran Hindu di sebutTatwam

Asi, artinya “dia adalah aku, aku adalah dia”. Jadikalau kita merasa dia

adalah aku maka dia juga akan merasa aku, ini yang kami pegang selama

ini. Itu ajaran paten kami sehingga rasa saling menghormati diantara kami

terjaga.Kami juga saling mengundang ketika ada acara keagamaan,

komunikasi di antara kami lancar dan kami saling mengunjungi, kemarin

kami mengadakan acara penyambutan nyepi banyak yang hadir pada

upacara kami dari berbagai etnis dan agama, bahkan dari wartawan juga

ada. Jadi point utamanya untuk resep yang paling anpuh hanyalah saling

menghargai tidak ada yang lain.” (wawancara tgl 13/3/2013)

Page 70: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

Hal tersebut juga lebih diperkuat oleh pendeta dari Umat hindu, yang juga

mengajarkan rasa saling menghormati dan menghargai, penulis juga

mewawancarai Pendeta dari Umat Hindu.

Wawancara dengan Yaser Singon (Pendeta) mengatakan bahwa:

“Menjaga kehormanisan selalu dikhutbahkan pada waktu umat

Kristen sembahyang, kami sudah menganggap agama lain sebagai saudara

ataupun sahabat kita sendiri. Sering juga, kami saling mengundang ketika

ada acara keagamaan bahkan saling silaturahmi pun ada. Kalau

dalamagama Kristen, saya sering khutbahkan bahwa harus ditanamkan

rasa saling menghormati bukan membuat satu perbedaan. Karena kami

menganggap mereka sahabat, jadi sahabat pasti tidak akan melupakan satu

dan lainnya.Dalam Kitab suci yang kami imani ada pesan-pesan sebagai

berikut, “Kasihilah musuhmu berilah makan bila ia lapar”. Musuh di sini

bukan dalam arti pembunuh tapi yang berbeda agama.” (wawancara tgl

18/4/2013)

Dari penjelasan para tokoh agama dari masing-masing agama, memberi

sebuah deskriptif bahwa agama telah mereka jadikan sebagai pondasi

pengintegrasian masyarakat yang heterogen. Potret kerukunan antar umat

beragama di Banuroja merupakan suatu konstruksi perdamain yang harus menjadi

cerminan bagi masyarakat yang rawan dengan konflik sosial. Resep dan

pengelolaan keserasian melalui agama merupakan suatu desain yang spesifik dan

progres dalam membangun harmonisasi kehidupan.

Sebagaimana dikatakan, tugas mulia ummat beragama secara

bersamasama meng-interpretasi-kan ulang ajaran-ajaran agama untuk dapat

dikomunikasikan pada wilayah agama lain sehingga mengurangi tensi atau

ketegangan antara ummat beragama. Para teolog masing-masing atau juru

Dakwah (Da’i) serta Missionaris, “belajar” memahami relung-relung keber-

Page 71: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

agama-an orang lain, bukan untuk tujuan pindah agama atau hegemoni

kultur/etnosentrisme. Dengan demikian terbuka kesempatan untuk bersifat saling

memahami dan menghormati (toleransi). Dan sikap toleran ini tidak akan

menipiskan keber-agama-an yang semula dipeluknya23

.

Tercapainya titik temu masyarakat dalam kemajemukan agama adalah

merupakan kepentingan semua pihak dan tanggung jawab bersama. Beban itu

sepenuhnya tidak dapat dipikul oleh ummat Islam atau ummat Kristiani atau

ummat agama lainnya secara sepihak. Hal demikian terjadi pada sejarahkehidupan

nabi Muhammad, terutama yang terkait langsung dengan deklarasi “Konstitusi

Madinah”24

4.3.1.5 Amalgasi (Perkawinan Campur), Upaya Pembauran Budaya Dalam

Masyarakat Multi Etnik di Banuroja

Di Banuroja perkawinan campur antar etnis sudah sering terjadi, baik

antara laki-laki Jawa dengan perempuan Gorontalo, Lombok, dan yang lain-

lainnya ataupun sebaliknya. Perkawinan campur tersebut, semakin memperkuat

tali silaturahmi antar etnik. Suatu keragaman etnik dirajut menjadi sebuah lipatan

harmonis, sehingga terbentuklah suatu bingkai integrasi yang mengutamakan

solidaritas dan kesejahteraan bersama. Bahkan perkawinan yang menyebabkan

perpindahan agama pun pernah terjadi di Banuroja, dan hal tersebut dianggap

biasa karena masyarakat lebih mengedepankan hak asasi sebagai individu yang

bebas memilih jalan kehidupannya masing-masing, selama tidak mengganggu

ketentraman masyarakat lainnya. Hal tersebut juga sering terjadi di berbagai

23

Ahmad Calam dan Mahmud Yunus Daulay. Ibid. Hlm, 15

24Op.cit.

Page 72: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

wilayah kepulauan Indonesia, seperti yang dijelaskan pada penelitian Muhammad

Masdar sebagai berikut.

Di Wonomulyo perkawinan campuran antara perempuan Jawa dengan

laki-laki Mandar, Bugis, Makassar dan yang lain-lainya atau sebaliknya sudah

sering terjadi bahkan beberapa orang subyek penelitian dalam penelitian ini juga

merupakan pasangan nikah atau keluarga hasil perkawinan campur antara lelaki

Jawa dan Perempuan Mandar, Bugis, dan Makassar atau sebaliknya, bahkan

dengan etnis Tionghoa. Berdasarkan temuan lapangan ini dan penjelasan dari

beberapa subyek penelitian yang diwawancarai terdapat perbedaan frekuensi dan

jumlah yang cukup signifikan dalam hal perkawinan campuran tersebut. Pada

umumnya laki-laki Jawa yang menikahi perempuan Mandar, Bugis, Makassar dan

yang lainnya jauh lebih sedikit dibandingkan laki-laki dari kelompok etnis

tersebut di atas yang menikahi perempuan Jawa. Kemungkinan kecilnya laki-laki

Jawa untuk memperistrikan perempuan Mandar, Bugis, maupun Makassar25

.

Di sisi lain, Kawin campur antar suku berbeda dalam masyarakat

merupakan suatu kebiasaan yang kerap terjadi pada masyarakat. Seperti,

perkawinan campur dalam masyarakat perkotaan dan pedesaan hingga

perkawinan beda agama dan lintas negara. Dengan adanya kawin campur pada

suku yang berbeda akan menimbulkan terjadinya peleburan budaya, dimana

mereka saling menghargai dan menyesuaikan budayanya sendiri secara sukarela.

Dengan adanya ikatan perkawinan campur pada suatu suku yang berbeda baik atas

dasar kepentingan individu maupun kelompok, akan berpengaruh besar dalam

25

Lihat dalam disertasi Muhammad MasdarIntegrasi Sosial Pada Masyarakat Multietnik:

Studi Kasus Interaksi Antaretnik di Kecamatan Wonomulyo Sulawesi Barat”

Pascasarjana Universitas Negeri Makassar tahun 2011. Hlm, 5

Page 73: BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ...eprints.ung.ac.id/2328/10/2013-1-69201-281409013-bab4... · Desa Manungggal Karya pada Tahun 2003.Desa Banuroja terletak di

mendorong terjalinnya hubungan yang mengarah kepada penyatuan pada

masyarakat plural. Perkawinan campur yang terjadi antara suku Kerinci, suku

Jawa dan suku Minang di Kecamatan Batang Merangin sudah terjadi dalam tempo

waktu lama, sehingga budaya dan norma-norma sosial yang sudah terbangun pun

juga sama-sama mengalami peleburan atas budaya-budaya yang berbeda

tersebut26

.

Perkawinan campur merupakan salah satu langkah progres dalam

mengkonstruksi kehidupan yang harmonis, karena timbul rasa saling memiliki dan

menghormati budaya masing-masing diantara sepasang suami istri yang berbeda

etnis maupun agama.DiBanuroja terjadinya perkawinan campur, salah satunya

karena faktor pembauran etnis pada suatu tempat yang memiliki berbagai macam

etnis. Sehingga, menimbulkan kecocokan antara satu sama lain. Dan, karena

perasaan yang timbul dalam jiwa seseorang yang merasa bahwa dirinya sudah

cukup matang dalam mengarungi hidup berkeluarga. Mereka merasa bahwa jodoh

tak memilih latar belakang apapun. Untuk permasalahan adat perkawinan pun

dimusyawarahkan secara kekeluargaan, apakah melaksanakan dengan adat A atau

adat B,

26

Lihat dalam Skripsi Pepizon, 2008.Relasi Amalgamasi Dalam Masyarakat Multikultural

di Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Universitas Islam

Negeri Sunan Kalijaga: Yogyakarta