bab iv

10
BAB IV PEMBAHASAN Wanita 25 tahun dengan riwayat kehamilan kedua (G2P0A1) datang ke IGD RS Kartika Husada tanggal 1 Februari 2015 pukul 19.30 WIB. Dari pemeriksaan fisik ketika pasien pertama masuk didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, pemeriksaan abdomen cembung gravidarum, TFU: 28cm, DJJ: 12-12-12, His: jarang, : Leopold I: bagian teratas teraba besar, lunak, tidak melenting; Leopold II: tahanan memanjang di sebelah kanan; Leopold III: bagian bawah teraba besar, bulat, keras, melenting; Leopold IV: tangan konvergen, keseluruhan kepala janin dapat teraba di atas simfisis pubis VT: pembukaan 1 cm, portio tebal, ketuban (+), presentasi hodge 1, blood slyme (-), teraba kepala. Dari pemeriksaan laboratorium darah semua dalam batas normal. Pasien kemudian diobservasi kemajuan persalinannya. Pada pukul 05.00 (± 10 jam setelah masuk RS), pembukaan pasien bertambah menjadi 2 cm. pasien kemudian diinduksi mengggunakan citrosol dengan dosis 50µg per 4 jam sampai dengan pembukaan 3 cm. Pembukaan serviks terdiri dari fasel laten dan fase aktif. Awitan persalinan laten 42

Upload: ika-krastanaya

Post on 13-Jul-2016

8 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

bab iv

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV

BAB IV

PEMBAHASAN

Wanita 25 tahun dengan riwayat kehamilan kedua (G2P0A1) datang ke IGD RS

Kartika Husada tanggal 1 Februari 2015 pukul 19.30 WIB. Dari pemeriksaan fisik

ketika pasien pertama masuk didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal,

pemeriksaan abdomen cembung gravidarum, TFU: 28cm, DJJ: 12-12-12, His: jarang,

: Leopold I: bagian teratas teraba besar, lunak, tidak melenting; Leopold II: tahanan

memanjang di sebelah kanan; Leopold III: bagian bawah teraba besar, bulat, keras,

melenting; Leopold IV: tangan konvergen, keseluruhan kepala janin dapat teraba di

atas simfisis pubis VT: pembukaan 1 cm, portio tebal, ketuban (+), presentasi hodge

1, blood slyme (-), teraba kepala. Dari pemeriksaan laboratorium darah semua dalam

batas normal. Pasien kemudian diobservasi kemajuan persalinannya.

Pada pukul 05.00 (± 10 jam setelah masuk RS), pembukaan pasien bertambah

menjadi 2 cm. pasien kemudian diinduksi mengggunakan citrosol dengan dosis 50µg

per 4 jam sampai dengan pembukaan 3 cm. Pembukaan serviks terdiri dari fasel laten

dan fase aktif. Awitan persalinan laten didefinisikan ketika ibu mulai merasakan

kontraksi yang teratur. Selama fase ini, orientasi kontraksi uterus berlangsung

bersamaan dengan pendataran dan pelunakan serviks. Kriteria minimum Friedman

untuk fase laten ke dalam fase aktif adalah kecepatan pembukaan serviks 1,2 cm/jam

bagi nulipara dan 1,5 cm/jam bagi multipara. Pada pukul 13.00 ((± 10 jam setelah

masuk RS) dilakukan pemeriksaan dalam dan didapatkan pembukaan 2-3 cm.

Friedman dan Sachtleben mendefinisikan fase laten berkepanjangan apabila lama fase

ini lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada multipara. Terdapat fase laten

berkepanjangan pada pasien ini sehingga pasien diberi induksi persalinan berupa agen

pematangan serviks menggunakan misoprostol. Induksi persalinan merupakan

tindakan baik mekanis maupun kimiawi terhadap ibu hamil untuk merangsang

timbulnya persalinan. Indikasi diberikan induksi pada pasien ini adalah karena tidak

42

Page 2: BAB IV

terdapatnya kemajuan pembukaan serviks. Untuk menilai keadaan serviks dapat

dipakai skor Bishop.

SKOR 0 1 2 3

Pembukaan serviks 0 1-2 3-4 5-6

Pendataran serviks 0-30% 40-50% 60-70% 80%

Penurunan kepala diukur dari

bidang H III (cm)

-3 -2 -1 – 0 1 – 2

Konsistensi serviks Keras Sedang Lunak

Posisi serviks Ke

belakang

Searah

sumbu jalan

lahir

Ke arah

depan

Pada pasien ini skor yang didapatkan sebesar 5. Pembukaan serviks 1-2 cm (skor 1),

pendataran serviks 0-30% (skor 0), penurunak kepala -2 (skor 1), Konsistensi serviks

sedang (skor 1), dan posisi serviks ke arah depan (skor 2). Skor yang kurang dari 6

maka direkomendasikan diberikan agen pematangan serviks sebelum dilakukan

induksi persalinan. Agen pematangan serviks salah satunya adalah misoprostol.

Misoprostol adalah prostaglandin E1 sintetik. Obat ini digunakan untuk pematangan

serviks prainduksi dan induksi persalinan. Tablet misoprostol yang dimasukkan ke

dalam vagina setara dan mungkin lebih baik dibandingkan dengan golongan

prostaglandin E2. Dianjurkan dosis intravagina 25µg. Hiperstimulasi uterus disertai

perubahan denyut jantung janin perlu diperhatikan pada pemakaian obat ini. Dosis

misoprostol intravagina yang lebih tinggi (50µg atau lebih) menyebabkan

peningkatan bermakna takisistol uterus, pengeluaran dan aspirasi mekonium.

42

Page 3: BAB IV

Penelitian Cochrane mernyimpulkan bahwa penggunaan misoprostol dapat

menurunkan insidensi seksio cesaria. Insidensi persalinan pervaginam lebih tinggi

dalam 24 jam pemberian mioprostol dan menurunkan kebutuhan oksitosin tambahan.

Studi-studi menunjukkan bahwa pemberian misoprostol lebih efektif daripada

prostaglandin E2 untuk terjadi persalinan dalam 24 jam dan mengurangi kebutuhan

dan jumah total oksitosin tambahan. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa

paparan misoprostol intrapartum menimbulkan efek samping jangka panjang terhadap

janin yang lahir tanpa gawat janin.

Pada pasien ini diobservasi denyut janinnya dan kontraksi uterusnya. Misoprostol

deberikan sebanyak 3 kali dengan interval tiap pemberian 4 jam. Pada keesokan

harinya pukul 05.00 didapatkan VT pembukaan 4cm, portio tebal lunak, ketuban (+)

Blood slym (+) penurunan kepala Hodge I, kemudian dikonsulkan ke dokter

kandungan dan disarankan untuk dilakukan pembedahan section cesaria atas indikasi

partus lama kala 1 memanjang.

Partus lama adalah fase laten yang lebih dari 8 jam, persalinan berlangsung lebih dari

12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi dan dilatasi serviks berada di kanan garis

waspada partograf. Pada pasien ini fase latennya lebih dari 8 jam dan persalinannya

sudah lebih dari 12 jam. Pada umumnya partus lama disebabkan oleh 3P, yaitu:

Powers, Passanger, dan Passage. Powers bisa diakibatkan karena tidak

terkoordinasinya kontraksi uterus. Passanger bisa diakibatkan karena diameter kepala

bayi yang terlalu besar (>9,5 cm) atau malposisi. Passage bisa diakibatkann pelvis

yang abnormal, tumor, atau adanya obstruksi pelvis atau jalan lahir. Partus lama dapat

berakibat buruk bagi ibu maupun bayinya. Ibu dan bayi akan mengalami distress,

juga dapat meningkatkan infeksi karena meningkatnya intervensi yang dilakukan

seperti pemeriksaan dalam serta risiko perdarahan karena atonia uteri dapat terjadi

karena kelelahan otot uterus.

Pasien memiliki riwayat asma dan dalam observasi mengalami sesak napas. Setelah

pemberian oksigen 3-4 liter sesak tidak membaik, diberikan aminophilin drip ½

ampul dalam larutan ringer laktat dan pemberian misoprostol dihentikan. Penderita

42

Page 4: BAB IV

asma biasanya memiliki riwayat episode batuk, dada terasa tertekan, wheezing, dan

dispneu. Pengaruh kehamilan terhadap perjalanan klinis asma, bervariasi dan tidak

dapat diduga. Dispnea simtomatik yang terjadi selama kehamilan, yang mengenai

60%-70% wanita hamil, bisa memberi kesan memperberat keadaan asma. Wanita

yang memulai kehamilan dengan asma yang berat, tampaknya akan mengalami asma

yang lebih berat selama masa kehamilannya dibandingkan dengan mereka yang

dengan asma yang lebih ringan. Eksaserbasi serangan asma tampaknya sering terjadi

pada trimester III atau pada saat persalinan, hal ini menimbulkan pendapat adanya

pengaruh perubahan faktor hormonal, yaitu penurunan progesteron dan peningkatan

prostaglandin, sebagai faktor yang memberikan pengaruh. Pada persalinan dengan

seksio sesarea resiko timbulnya eksaserbasi serangan asma mencapai 18 kali lipat

dibandingkan jika persalinan berlangsung pervaginam. Pada pasien ini eksaserbasi

terjadi pada saat trimester ke III sebelum proses persalinan.

Dalam menghadapi ibu hamil dengan serangan asma akut, harus secara cepat dinilai

beratnya serangan, jika berat perlu dipertimbangkan perawat diruang unit perawatan

intensif dengan tetap memonitor keadaan janin dalam kandungan.

Penanganan serangan asma akut pada kehamilan adalah sebagai berikut5:

1. Pemberian oksigen yang telah dilembabkan, 2-4/menit, pertahankan pO2 70-80

mmHg. Janin sangat rentan terhadap keadaan hipoksia.

2. Hindari obat-obat penekan batuk, sedatif dan antihistamin. Tenangkan penderita

Berikan cairan intravena, biasanya penderita mengalami kekurangan cairan,

cairan yang digunakan biasanya ringer laktat atau normal saline.

3. Berikan aminofilin dengan loading dose 4-6 mg/kgBB dan dilanjutkan dengan

dosis 0,8-1 mg/kgBB/jam sampai tercapai kadar terapeutik dalam plasma sebesar

10-20 mikrogram/ml.

4. Jika diperlukan pertimbangan penggunaan terbulatin subkutan dengan dosis 0,25

mg

5. Berikan steroid : hidrokortison secara intravena 2 mm/kgBB loading dose, tiap 4

jam atau setelah loading dose dilanjutkan dengan infus 0,5 mg/kgBB/jam

42

Page 5: BAB IV

6. Pertimbangan penggunaan antibiotika jika ada kecurigaan infeksi yang menyertai

7. Intubasi dan ventilasi bantuan, jarang dibutuhkan kecuali pada kasus-kasus yang

mengancam kehidupan.

8. Serangan asma berat yang tidak memberikan respons setelah 30-60 menit dengan

terapi infeksi (obat agonis beta & teofilin) disebut status asmatikus, pada

keadaan ini penderita ini harus ditangani di unit perawatan intensif

Pada pasien ini sesak berkurang setelah pemberian aminophilin drip ½ ampul,

sehingga tata laksana asma eksaserbasi sampai di tahap no.3. Aminophilin merupakan

golongan xantin yang memiliki efek relaksasi otot polos bronkus, terutama bila otot

bronkus dalam keadaan konstriksi secara eksperimental akibat histamine atau secara

klinis pada pasien asma bronchial. Dalam hal ini paling efektif menyebabkan

peningkatan kapasitas vital. Sebagai bronkodilator, bermanfaat bagi pengobatan asma

bronchial.12 Akan tetapi, aminofilin masih dikategorikan dalam golongan obat C pada

panduan indeks keamanan obat selama kehamilan.

Tindakan section cesaria dilakukan karena terjadinya abnormalitas dari dilatasi

serviks. Perbukaan serviks berlangsung secara lambat, karena tidak terjadi penurunan

kepala untuk menekan serviks tersebut. Pada saat yang sama terjadi edema pada

serviks sehingga akan lebih sulit terjadinya dilatasi. Adapun indikasi sectio caesarea

terdiri dari indikasi ibu dan indikasi janin, pada pasien ini indikasi dari dilakukaknnya

section caesarea adalah indikasi ibu yaitu partus lama, kala 1 memanjang. Pada

pasien ini dilakukan jenis operasi section Sectio Transperitonealis Profunda

Merupakan pembedahan yang paling banyak dilakukan dewasa ini dengan insisi di

segmen bawah uterus. Keunggulan / kelebihan cara ini antara lain sebagai berikut13 :

1) Perdarahan luka insisi tidak banyak    

2) Penjahitan luka lebih mudah  

3) Penutupan luka dengan reperitonial yang baik

4) Tumpang tindih dari peritonial Flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi

uterus ke rongga peritoneum.

42

Page 6: BAB IV

5) Perut pada uterus umumnya kuat, sehingga bahaya ruptur uteri tidak besar di

kemudian hari. b. Kelemahan / kerugian adalah sebagai berikut :    

1) Luka dapat menyebar ke kiri, kanan dan bawah, yang dapat menyebabkan

putusnya arteri uterina.    

2) Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.

Setelah operasi sectio cesaria pasien mendapatkan terapi cefotaxime 2x1 gram,

metronidazole 2x500 mg, dan etorolac 3x30 mg. Cefotaxime dan Metrondazole

merupakan obat antibiotik yang digunakan untuk mencegah infeksi pada pasien

setelah tindakan operasi. Ketorolac merupakan obat analgetik untuk mengurangi rasa

nyeri pada pasien. Pemberian obat secara injeksi dilakukan sampai hari kedua pasca

operasi. Pada hari ketiga pasien sudah mendapatkan terapi oral yaitu Metronidazol

2x500 mg, Ciprofloxacin 2x500 mg, dan Asam Mefenamat 3 x 500 mg.

42