bab iv
DESCRIPTION
gvbjTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu gangguan jiwa yang merupakan permasalahan
kesehatan di seluruh dunia adalah skizofrenia. Para pakar kesehatan
jiwa menyatakan bahwa semakin modern dan industrial suatu
masyarakat, semakin besar pula stressor psikososialnya, yang pada
gilirannya menyebabkan orang jatuh sakit karena tidak mampu
mengatasinya. Salah satu penyakit itu adalah gangguan jiwa
skizofrenia
Dalam sejarah perkembangan skizofrenia sebagai gangguan
klinis, banyak tokoh psikiatri dan neurologi yang berperan. Mula-mula
Emil Kreaplin (18-1926) menyebutkan gangguan dengan istilah
dementia prekok yaitu suatu istilah yang menekankan proses kognitif
yang berbeda dan onset pada masa awal. Istilah skizofrenia itu sendiri
diperkenalkan oleh Eugen Bleuler (1857-1939), untuk
menggambarkan munculnya perpecahan antara pikiran, emmosi dan
perilaku pada pasien yang mengalami gangguan ini. Bleuler
mengindentifikasi symptom dasar dari skizofrenia yang dikenal
dengan 4A antara lain : Asosiasi, Afek, Autisme dan Ambivalensi.
1
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering,
hampir 1% penduduk dunia menderita psikotik selama hidup mereka
di Amerika. Skizofrenia lebih sering terjadi pada Negara industri
terdapat lebih banyak populasi urban dan pada kelompok sosial
ekonomi rendah. Walaupun insidennya hanya 1 per 1000 orang di
Amerika Serikat, skizofrenia seringkali ditemukan di gawat darurat
karena beratnya gejala, ketidakmampuan untuk merawat diri,
hilangnya tilikan dan pemburukan sosial yang bertahap. Kedatangan
diruang gawat darurat atau tempat praktek disebabkan oleh halusinasi
yamg menimbulkan ketegangan yang mungkin dapat mengancam jiwa
baik dirinya maupun orang lain, perilaku kacau, inkoherensi, agitasi
dan penelantaran
Diagnosis skizofrenia lebih banyak ditemukan dikalangan sosial
ekonomi rendah. Beberapa pola interaksi keluarga dan faktor genetik
diduga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya skizofrenia.5
75% penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun.
Usia remaja dan dewasa muda memang beresiko tinggi karena tahap
kehidupan ini penuh stressor. Kondisi penderita sering terlambat
disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian
dari tahap penyesuaian diri
Salah satu pembagian skizofrenia adalah skizofrenia hebefrenik.
Skizofrenia hebefrenik disebut juga disorganized type atau “kacau
balau” yang ditandai dengan inkoherensi, affect datar, perilaku dan
2
tertawa kekanak-kanakan, yang terpecah-pecah, dan perilaku aneh
seperti menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan aneh,
mengucap berulang-ulang dan kecenderungan untuk menarik diri
secara ekstrim dari hubungan sosial (Dadang Hawari, 2001:64-65).
Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat
dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut
menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia)
karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-
budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari
kelompok lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992).
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Skizofrenia adalah satu istilah untuk beberapa gangguan yang
ditandai dengan kekacauan kepribadian, distorsi terhadap realitas,
ketidakmampuan untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari
(Atkinson dkk, 1992), perasaan dikendalikan olehn kekuatan dari luar
dirinya, waham/delusi, gangguan persepsu (PPDGJ, 1983)
Gangguan skizoprenia ini terdapat pada semua kebudayaan
dan mengganggu di sepanjang sejarah, bahkan pada kebudayaan-
kebudayaan yang jauh dari tekanan modern sekalipun. Umunya
gangguan ini muncul pada usia yang sangat muda, dan memuncak
pada usia antara 25-35 tahun. Gangguan yang muncul dapat terjadi
secara lambat atau dating secara tiba-tiba pada penderita yang
cenderung suka menyendiri yang mengalami stress (Atkinson dkk,
1992).
Salah satu pembagian skizofrenia adalah skizofrenia
hebefrenik. Beberapa pendapat yang menyebutkan tentang pengertian
Skizofrenia, antara lain : “Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk
Skizofrenia yang ditandai dengan perilaku klien regresi dan primitif,
4
afek yang tidak sesuai, wajah dungu, tertawa-tawa aneh, meringis dan
menarik diri secara ekstrim”. (Townsend, alih bahasa Helena,
1998:143).
Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk skizofrenia dengan
perubahan afektif yang tampak jelas dan secara umum juga dijumpai
waham dan halusinasi yang bersifat mengambang serta terputus-putus
(fragmentary), perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat
diramalkan, serta umumnya maneurisme (Depkes RI, 1993:111-112).
Skizofrenia hebefrenik disebut juga disorganized type atau
“kacau balau” yang ditandai dengan inkoherensi, affect datar, perilaku
dan tertawa kekanak-kanakan, yang terpecah-pecah, dan perilaku aneh
seperti menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan aneh,
mengucap berulang-ulang dan kecenderungan untuk menarik diri
secara ekstrim dari hubungan sosial (Dadang Hawari, 2001:64-65).
Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk skizofrenia dengan
perubahan prilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat
diramalkan,ada kecenderungan untuk selalu menyendiri, dan prilaku
menunjukkan hampa prilaku dan hampa perasaan, senang
menyendiri,dan ungkapan kata yang di ulang – ulang, proses pikir
mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu serta adanya
penurunan perawatan diri pada individu. ( Rusdi Maslim,Dr.PPDGJ-
III 2001: 48)
5
2.2 Etiologi
Etiologi Skizofreni Hebefrenik pada umumnya sama seperti etiologi
skizofrenia lainnya. Dibawah ini beberapa etiologi yang sering
ditemukan:
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya
respon neurobiologi seperti pada harga diri rendah antara lain :
a.Faktor Genetis
Telah diketahui bahwa secara genetis skizofrenia diturunkan melalui
kromosom-kromosom tertentu. Tetapi kromosom yang ke berapa
menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia ada dikromosom no. 6
dengan kontribusi genetik tambahan no. 4, 8, 15 dan 22. Anak kembar
identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika
salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizigot peluangnya
sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami
skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka
peluangnya menjadi 35%.
b. Faktor Neurologis
Ditemukan bahwa korteks prefrotal dan korteks limbik pada klien
skizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien
skizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal.
Neurotransmiter yang ditemukan tidak normal khususnya dopamine,
6
serotonine,dan glutamat.
c. Studi Neurotransmiter
Skizofrenia diduga juga disebkan oleh adanya ketidakseimbangan
neurotransmiter dopamine yang berlebihan.
d. Teori Virus
Paparan virus influenza pada trimester 3 kehamilan dapat menjadi
factor predispossisi skizofrenia.
e. Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu pencemas,
terlalu melindungi, dingin dan tidak berperasaan, sementara ayah yang
mengambil jarak dengan anaknya.
2. Faktor Prespitasi
Faktor-faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
a. Berlebihannya proses inflamasi pada sistem saraf yang menerima
dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghantaran listrik di saraf terganggu.
c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap
dan perilaku.
2.3. Tanda dan Gejala
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase
yaitu fase prodromal, fase aktif dan fase residual.
7
Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non
spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu
tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi :
hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu
luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan perubahan ini akan
mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman,
mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti yang dulu”. Semakin
lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya.
Pada fase aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti
tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai
gangguan afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini,
bila tidak mendapat pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang
spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan.
Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala
gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif /
psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala gejala yang terjadi
pada ketiga fase diatas, penderita skizofrenia juga mengalami
gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan
peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan
sosial).
Pada Skizofrenia Hebefrenik kita dapat melihat tanda dan
gejala yang khas, antara lain;
8
1. Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti
apa maksudnya.
2. Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi atau
ketolol-tololan.
3. Perilaku dan tertawa kekenak-kanakan, senyum yang menunjukkan
rasa puas diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri.
4. Waham yang tidak jelas dan tidak sistematik tidak terorganisasi
sebagai suatu kesatuan.
5. Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisasi
sebagai satu kesatuan.
6. Gangguan proses berfikir
7. Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-
gerakan aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan
cenderung untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial
(Dadang Hawari, 2001 :640).
Gejala-gejala pencetus respon biologis :
Kesehatan : nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan irama
sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obatan sistem saraf pusat,
kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau layanan
kesehatan.
Lingkungan : lingkungan yang memusuhi, masalah rumah tangga,
kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola
aktivitas sehari-hari, kesukaran berhubungan dengan orang lain,
9
isolasi sosial, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, stigmasisasi,
kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan ketidakmampuan
mendapatkan pekerjaan.
Sikap/perilaku : merasa tidak mampu, putus asa, merasa gagal,
kehilangan kendali diri(demoralisasi), merasa punya kekuatan
berlebihan dengan gejala tersebut, merasa malang, bertindak tidak
seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya
kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan,
ketidakadekuatan pengobatan dan ketidakadekuatan penanganan
gejala.
Beberapa tanda dang gejala yang paling sering ditemukan pada
pasien-pasien Skizofrenia Hebefrenik adalah,
Waham; yaitu suatu keyakinan yang salah yang tidak sesuai dengan
latar belakang sosial budaya serta pendidikan pasien, namun
dipertahankan oleh pasien dan tidak dapat ditangguhkan.
Halusinasi; gangguan persepsi ini membuat pasien skizofrenia dapat
melihat sesuatu atau mendengar suara yang tidak ada sumbernya.
Halusinasi yang sering terdapat pada pasien adalah halusinasi
auditorik (pendengaran). Terkadang juga terdapat halusinasi
penglihatan dan halusinasi perabaan.
Siar pikiran, yaitu pasien merasa bahwa pikirannya dapat disiarkan
melalui alat-alat bantu elektronik atau merasa pikirannya dapat dibaca
oleh orang lain. Terkadang pasien dapat mengatakan bahwa dirinya
10
dapat berbincang-bincang dengan penyiar televisi maupun radio.
Beberapa pasien juga mengatakan pikirannya dimasuki oleh pikiran
atau kekuatan lain atau ditarik/diambil oleh kekuatan lain.
2.4. Psikofisiologi
1. Tahapan halusinasi dan delusi yang biasa menyertai gangguan jiwa.
a. Tahap Comforting
Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, klien
biasanya mengkompensasikan stresornya dengan koping imajinasi
sehingga merasa senang dan terhindar dari ancaman.
b. Tahap Condeming
Timbul kecemasan moderat, cemas biasanya makin meninggi selanjutnya
klien merasa mendengarkan sesuatu, klien merasa takut apabila orang lain
ikut mendengarkan apa-apa yang ia rasakan sehingga timbul perilaku
menarik diri (with drawl).
c. Tahap Controling
Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang timbul
tetapi suara tersebut terus menerus mengikuti, sehingga menyebabkan
klien susah berhubungan dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang
klien merasa sangat kesepian atau sedih.
d.Tahap Conquering
Klien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak
diikuti perilaku klien dapat bersifat merusak atau dapat timbul perilaku
suicide.
11
2.Waham
Kelompok ini ditandai secara khas oleh berkembangnya waham yg
umumnya menetap dan kadang-kadang bertahan seumur hidup.
Waham dapat berupa waham kejaran, hipokondrik, kebesaran,
cemburu, tubuhnya dibentuk secara abnormal,merasa dirinya bau dan
homoseks. Tidak dijumpai Gangguan lain, hanya depresi bisa terjadi
secara intermitten. Onset biasanya pada usia pertengahan, tetapi
kadang-kadang yg berkaitan dgn bentuk tubuh yang salah dijumpai
pada usia muda. Isi waham dan waktu timbulnya sering dihubungkan
dengan situasi kehidupan individu, misalnya waham kejaran pada
kelompok minoritas. Terlepas dari perbuatan dan sikapnya yang
berhubungan dengan wahamnya, afek dan pembicaraan dan perilaku
orang tersebut adalah normal.Waham ini minimal telah menetap
selama 3 bulan.
2.5. Diagnosis
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia ;
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia
remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis. Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya
diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk
12
memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar
bertahan : Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat
diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu
menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan
hampa perasaan;
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate),
sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-
satisfied), senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap,
tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces),
mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated
phrases);
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren. Gangguan afektif dan dorongan kehendak,
serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan
waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and
fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak
(drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran
ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas,
yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of
purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-
buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin
13
mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien. Menurut DSM-
IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.
2.6. Penatalaksanaan
Terapi Somatik (Medikamentosa)
----Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan
perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin
dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat
atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien.
Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan
merupakan terapi obat-obatan pertama yang efektif untuk mengobati
Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat
ini, yaitu : antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics,
dan Clozaril (Clozapine).
a. Antipsikotik Konvensional
----Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut
antipsikotik konvensional.Walaupun sangat efektif, antipsikotik
konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh
obat antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol) 5. Stelazine ( trifluoperazine)
2. Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine ( chlorpromazine)
14
3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon (perphenazine)
4. Prolixin (fluphenazine)
----Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh
antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan
penggunaan newer atypical antipsycotic.
----Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional).
Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan)
yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek
samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk
meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien
mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol
dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan
interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot
formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu
dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak
dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.
b. Newer Atypcal Antipsycotic
----Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena
prinsip kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila
dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.
15
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara
lain:
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani
pasien-pasien dengan Skizofrenia.
c. Clozaril
----Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik
atipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien
yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik konvensional.
Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi
sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril
dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk
melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus
memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli
merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat
antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
16
1. Cara penggunaan
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer
(efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama
pada efek samping sekunder.
Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala
psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat
disesuaikan dengan dosis ekivalen.
Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis
dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang
memadai, dapat diganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya dari
golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil
efek samping belum tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya
jenis obat antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan
ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk
pemakaian sekarang
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
o Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
o Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
o Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
17
o Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak
efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga
tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien
Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari
sampai mencapai dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis)
dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal
dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2
minggu dosis maintanance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun
(diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu) tapering off (dosis
diturunkan tiap 2-4 minggu) stop
Untuk pasien dengan serangan sindroma psikosis multi episode
terapi pemeliharaan dapat diberikan palong sedikit selama 5 tahun.
Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa
hari setelah dosis terakhir yang masih mempunyai efek klinis.
Pada umumnya pemberian obat psikosis sebaiknya dipertahankan
selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda
sama sekali. Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat secara
bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun waktu 2 minggu -
2bulan.
Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat
walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga
potensi ketergantungan obat kecil sekali.
18
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic
rebound yaitu: gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing,
gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian
anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan tablet
trihexypenidil 3x2 mg/hari)
Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk
pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang
tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc
setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1 cc
setap bulan. Pambarian anti psikosis long acting hanya untuk terapi
stabilisasi danpemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.
Penggunaan CPZ (Chlorpromazine) injeksi sering menimbulkan
hipotensi ortostatik pada waktu peubahan posisi tubuh (efek alpha
adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya dengan injeksi
noradrenalin (effortil IM)
2. Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama
----Newer atypical antipsycoic merupakan terapi pilihan untuk
penderita Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang
ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih
rendah.
----Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat
untuk mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat
19
gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba
memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril)
3. Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
----Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk itu,
sangat penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti
minum obat. Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek
samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi,
dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek
sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya
lebih rendah.
----Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter
dapat mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting,
diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih
simpel dalam penerapannya.
----Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi
obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk
menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik
konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau
newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal
lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila
terapi dengan obat-obatan diatas gagal.
4. Pengobatan Selama fase Penyembuhan
20
----Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan
walaupun setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5
pasien yang berhenti minum obat setelah episode petama Skizofrenia
dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia
episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan
sebelum mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang menderita
Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total pada
episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu
diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab
tersering kekambuhan dan makin beratnya penyakit.
5. Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
----Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu
yang lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek
samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi
penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan
(kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping
Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih
lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak
(berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan
kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat antikolinergik
(biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk
mencegah atau mengobati efek samping ini.
21
----Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia
dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol,
protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek
samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif
terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan
antipsikotik konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter
biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan
antipsikotik atipikal.
----Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan
fungsi seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri
pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter
akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti dengan
newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit.
----Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita
Sikzofrenia yang memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita
yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat
membantu mengatasi masalah ini.
----Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant
syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat
yang juga dapat menimbulkan komplikasi berupa demam, penyakit-
penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang
segera.
22
Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
----Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan
ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial,
kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi
interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau
hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak
istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi
perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang,
berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat
diturunkan.
b. Terapi berorintasi-keluarga
----Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien skizofrenia
kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang
singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan
segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah
proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali,
anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak
saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur
23
terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari
ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang
keparahan penyakitnya.-Ahli terapi harus membantu keluarga dan
pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati.
Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah
efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol,
penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa
terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.
c. Terapi kelompok
----Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok
mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara
psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif
dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang
memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif,
tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
----Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual
dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi
akan membantu dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu
konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah
24
perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien.
Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi,
jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli
terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.
----Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang
ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan
hubungan seringkali sulit dilakukan, pasien skizofrenia seringkali
kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan
kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika
seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia,
perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap
kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur
dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan
atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah
tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan,
manipulasi, atau eksploitasi.
Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
----Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan
diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan
bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
25
----Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan
adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat.
Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumah
sakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan
pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia.
----Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan
membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya
perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan penyakit pasien dan
tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di
rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah
kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan
sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat
pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat
perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien
dalam memperbaiki kualitas hidup.
2.7. Prognosis
Prognosis untuk skizofrenia hebefrenik sama dengan
skizofrenia tipe lainnya, prognosisnya pada umumnya kurang begitu
menggembirakan. Sekitar 25% pasien dapat kembali pulih dari
episode awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat prodromal
(sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan
pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk.
26
Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai dengan kekambuhan
periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk
waktu yang singkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia
1.Keluarga
Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari
keluarganya. jangan membeda-bedakan antara orang yang mengalami
Skizofrenia dengan orang yang normal, karena orang yang mengalami
gangguan Skizofrenia mudah tersinggung.
2.Inteligensi
Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai Inteligensi yang
tinggi akan lebih mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang
inteligensinya rendah.
3.Pengobatan
Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian kecil
pasien (kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk mendapatkan
kembali jumlah fungsi mental yang cukup normal. Kedua antagonis
reseptor dopamine disertai dengan efek merugikan yang mengganggu
dan serius. Namun pasien skkizofrenia perlu di beri obat Risperidone
serta Clozapine.
4.Reaksi Pengobatan
27
Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi terhadap
obat lebih bagus perkembangan kesembuhan daripada orang yang
tidak bereaksi terhadap pemberian obat.
5.Stressor Psikososial
Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari luar, maka akan
mempunayi dampak yang positif, karena tekanan dari luar diri
individu dapat diminimalisir atau dihilangkan. Begitu pula sebaliknya
apabila stressor datangnya dari luar individu dan bertubi-tubi atau
tidak dapat diminimalisir maka prosgnosisnya adalah negatif atau
akan bertambah parah.
6.Kekambuhan
penderita skizofrenia yang sering kambuh prognosisnya lebih buruk.
7.Gangguan Kepribadian
Prognosis untuk orang yang mempunyai gangguan kepribadian akan
sulit disembuhkan. Besar kecilnya pengalaman akan memiliki peran
yang sangat besar terhadap kesembuhan.
8.Onset
Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset yang
lambat dan akut, sedangkan onset yang tidak jelas memiliki prognosis
yang lebih baik.
9.Proporsi
28
Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional)
mempunyai prognosis yang lebih baik dari pada penderita yang
bentuk tubuhnya tidak proporsional.
10.Perjalanan penyakit
Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase prodromal
prognosisnya lebih baik dari pada orang yang sudah pada fase aktif
dan fase residual.
11.Kesadaran
Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia adalah jernih.
Hal inilah yang menunjukkan prognosisnya baik nantinya.
Prognosis Baik Prognosis Buruk
Onset lambat
Faktor pencetus
yang jelas
Onset akut
Riwayat sosial,
seksual dan
pekerjaan
premorbid yang
baik
Onset muda
Tidak ada factor pencetus
Onset tidak jelas
Riwayat social dan pekerjaan
premorbid yang buruk
Prilaku menarik diri atau
autistic
Tidak menikah, bercerai atau
29
Gejala gangguan
mood (terutama
gangguan
depresif)
Menikah
Riwayat keluarga
gangguan mood
Sistem
pendukung yang
baik
Gejala positif
janda/ duda
Sistem pendukung yang buruk
Gejala negatif
Tanda dan gejala neurologist
Riwayat trauma perinatal
Tidak ada remisi dalam 3
tahun
Banyak relaps
Riwayat penyerangan
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Salah satu pembagian skizofrenia adalah skizofrenia
hebefrenik. Beberapa pendapat yang menyebutkan tentang pengertian
Skizofrenia,antara lain:
30
“Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk Skizofrenia yang ditandai
dengan perilaku klien regresi dan primitif, afek yang tidak sesuai,
wajah dungu, tertawa-tawa aneh, meringis dan menarik diri secara
ekstrim”. (Townsend, alih bahasa Helena, 1998:143).
Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk skizofrenia dengan
perubahan afektif yang tampak jelas dan secara umum juga dijumpai
waham dan halusinasi yang bersifat mengambang serta terputus-putus
(fragmentary), perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat
diramalkan, serta umumnya maneurisme (Depkes RI, 1993:111-112).
Skizofrenia hebefrenik disebut juga disorganized type atau “kacau
balau” yang ditandai dengan inkoherensi, affect datar, perilaku dan
tertawa kekanak-kanakan, yang terpecah-pecah, dan perilaku aneh
seperti menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan aneh,
mengucap berulang-ulang dan kecenderungan untuk menarik diri
secara ekstrim dari hubungan sosial (Dadang Hawari, 2001:64-65).
Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk skizofrenia dengan
perubahan prilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat
diramalkan,ada kecenderungan untuk selalu menyendiri, dan prilaku
menunjukkan hampa prilaku dan hampa perasaan, senang
menyendiri,dan ungkapan kata yang di ulang – ulang, proses pikir
mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu serta adanya
penurunan perawatan diri pada individu. ( Rusdi Maslim,Dr.PPDGJ-
III 2001: 48)
31
Dari ketiga pengertian diatas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa Skizofrenia hebefrenik atau Skizofrenia disorganized adalah
suatu gangguan yang yang ditandai dengan regresi dan primitif, afek
yang tidak sesuai, serta menarik diri secara ekstrim dari hubungan
sosial. Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang
berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat
berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut
usia (lansia) karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis
dan sosial-budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya
sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992).
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, HI, Sadock BJ, Greb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis
Psikiatri, ed 7, vol 1, Binarupa aksara, 1997
2. Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan
Ringkasan dari PPDGJ III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atmajaya, Jakarta, 2001.
32
3. Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya. Diunduh dari
http//www.idijakbar.com/prosiding/skizofrenia.htm tanggal 16
November 2010
4. Skizofrenia,Naruto. blogspot. file:///C:/Documents%20and
%20Settings/F%20A%20D%20L%20I/My%20Documents/makalah-
skizofrenia.html
5. www.psikomedia.com/article/psikologi-klinis/1006/skizofrenia
diunduh tanggal 19 september 2011
33