bab iv

42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Sejarah Puskesmas Puskesmas Simpur berdiri sejak tahun 1958 dengan wilayah kerja 11 kelurahan dan 4 Puskesmas pembantu, berlokasi di JL. Kartini No. 24 Kel. Tanjung Karang. Pada tahun 1970 pindah ke JL. Batu Sangkar No. 4 Kel. Kelapa Tiga dan tahun 1982 pindah lokasi ke JL. Tamin No. 121 Kel. Kelapa Tiga dengan 2 Puskesmas pembantu dan 6 kelurahan wilayah kerja, pada tahun 2009 Puskesmas Simpur berubah status menjadi Puskesmas Rawat Inap Simpur dengan 4 kelurahan wilayah kerja tanpa puskesmas pembantu dan pada tahun 2013 menjadi 3 kelurahan wilayah kerja. 4.1.2 Gambaran Wilayah Geografis dan Demografi 1. Gambaran Wilayah Geografis 54

Upload: trisno-adji

Post on 10-Feb-2016

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

PEMBAHASAN

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1Sejarah Puskesmas

Puskesmas Simpur berdiri sejak tahun 1958

dengan wilayah kerja 11 kelurahan dan 4 Puskesmas

pembantu, berlokasi di JL. Kartini No. 24 Kel. Tanjung

Karang. Pada tahun 1970 pindah ke JL. Batu Sangkar No.

4 Kel. Kelapa Tiga dan tahun 1982 pindah lokasi ke JL.

Tamin No. 121 Kel. Kelapa Tiga dengan 2 Puskesmas

pembantu dan 6 kelurahan wilayah kerja, pada tahun

2009 Puskesmas Simpur berubah status menjadi

Puskesmas Rawat Inap Simpur dengan 4 kelurahan

wilayah kerja tanpa puskesmas pembantu dan pada

tahun 2013 menjadi 3 kelurahan wilayah kerja.

4.1.2Gambaran Wilayah Geografis dan Demografi

1. Gambaran Wilayah Geografis

Wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Simpur seluas

238 Ha dan mempunyai 3 Kelurahan di Kecamatan

Tanjungkarang Pusat, yaitu:

1. Kelurahan kelapa Tiga

2. Kelurahan Pasir Gintung

3. Kelurahan Kaliawi Persada

54

Page 2: BAB IV

55

Batas wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Simpur :

1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kelurahan

Sidodadi Kec. Kedaton

2. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kelurahan

Duria Payung Kec. Tanjungkarang Pusat

3. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kelurahan Sk

dana Ham Kec. Tanjungkarang Barat

4. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kelurahan G.

Sari Kec. Enggal

Secara Topografi merupakan dataran rendah dan

berbukit dengan aliran kali/sungai kecil.

2. Demografi

Data jumlah penduduk, jumlah KK, jumlah rumah dan

luas wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Simpur

tahun 2014.

Tabel 4.1 Data Jumlah Penduduk, Jumlah KK, Jumlah Rumah dan Luas Wilayah Per kelurahan di Wilayah Kerja

Puskesmas Rawat Inap Simpur tahun 2014

No Kelurahan

Jumlah Pendudu

kJumlah Rumah

Jumlah KK

Luas Wilaya

h123

Kelapa TigaPasir Gintung

Kaliawi

13.0807.0325.278

1.3521.006783

3.0081.7061.891

67 Ha56 Ha15 Ha

Page 3: BAB IV

56

PersadaJumlah 25.390 3.141 6.605 238 Ha

Page 4: BAB IV

57

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1Hasil Penelitian Univariat

Merupakan hasil persentase jawaban dari

responden yang terdiri dari distribusi frekuensi

responden dengan pemilihan alat kontrasepsi,

dukungan suami, sikap dan penghasilan keluarga.

Tabel 4.2Usia responden peserta KB aktif di Puskesmas Simpur

Kota Bandar Lampung tahun 2014

Usia (tahun) Frequency Percent18 1 0,319 1 0,320 14 4,421 7 2,222 5 1,623 8 2,524 9 2,925 20 6,326 8 2,527 15 4,828 19 6,029 20 6,330 33 10,531 19 6,032 16 5,133 17 5,434 39 12,435 64 20,3

Total 315 100

Distribusi umur responden sebagian besar adalah

responden yang berusia 35tahun sebanyak 64 orang

(20,3%), sedangkan responden yang berusia 34 tahun

sebanyak 39 orang (12,4%), usia 30 tahun sebanyak 33

orang (10,5%), usia 29 dan 25 tahun masing – masing

Page 5: BAB IV

58

sebanyak 20 orang (6,3%), usia 28 dan 31 tahun

sebanyak 19 orang (6%), usia 33 tahun sebanyak 17

(5,4%), usia 32 tahun sebanyak 16 orang (5,1%), usia

20 tahun sebanyak 14 orang (4,4%), usia 24 tahun

sebanyak 9 orang (2,9%), usia 26 tahun sebanyak 8

orang (2,5%), usia 21 tahun sebanyak 7 orang (2,2%),

dan usia 18 dan 19 tahun masing – masing sebanyak 1

orang (0,3%).

Tabel 4.3Tingkat Pendidikan pada Peserta KB Aktif di Puskesmas

Simpur Kota Bandar Lampung

Tahun 2014

Tingkat pendidikan Frequency PercentSMP 180 57,1SMA 135 42,9Total 315 100

Tingkat pendidikan responden menunjukan sebagian

besar berpendidikan SMP yaitu sebanyak 180 orang

(57,1%), dan yang berpendidikan SMA sebanyak 135

orang (42,9%)

Tabel 4.4Pekerjaan Istri pada Peserta KB Aktif di Puskesmas Simpur

Kota Bandar Lampung Tahun 2014

Page 6: BAB IV

59

Pekerjaan Frequency Percentwiraswasta 15 4,8

pegawai negeri/swasta 3 1,0karyawan/buruh 14 4,4

tidak bekerja/IRT 283 89,8Total 315 100

Status pekerjaan ibu, sebagian besar tidak

bekerja/IRT yaitu sebanyak 283 orang (89,8%),

wiraswasta sebanyak 15 orang (4,8%), karyawan/buruh

sebanyak 14 orang (4,4%), dan pegawai negeri/swasta

sebanyak 3 orang (1%).

Page 7: BAB IV

60

Tabel 4.5Alat Kontrasepsi yang Digunakan pada Peserta

KB Aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Simpur

Tahun 2014

Alat kontrasepsi Frequency PercentPil 51 16,2

Suntik 205 65,1Kondom 14 4,4Implan 29 9,2

IUD 13 4,1MOW 3 1,0Total 315 100

Penggunaan alat kontrasepsi sebagian besar

menggunakan suntik yaitu sebanyak 205 orang (65,1%),

sedangkan pil diurutan kedua yaitu sebanyak 51 orang

(16,2%), sedangkan untuk alat kontrasepsi implant

sebesar 9,2%, kondom 4,4%, IUD 4,1% dan MOW 1%.

Table 4.6Metode Kontrasepsi yang Digunakan Responden

pada Peserta KB Aktif di Puskesmas Simpur Kota Bandar Lampung Tahun 2014

Metode kontrasepsi Frequency Percentnon mkjp 270 85,7

MKJP 45 14,3Total 315 100

Proporsi responden yang menggunakan kontrasepsi

non jangka panjang sebanyak 270 orang ( 85,7%), dan

yang menggunakan kontrasepsi jangka panjang

sebanyak 45 orang (14,3%).

Page 8: BAB IV

61

Tabel 4.7Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

pada Peserta KB Aktif di Puskesmas Simpur Kota Bandar Lampung Tahun 2014

Tingkat pengetahuan Frequency Percentrendah 149 47,3tinggi 166 52,7Total 315 100

Proporsi pengetahuan ibu tentang MKJP sebagian

responden berpengetahuan tinggi yaitu sebanyak 166

orang (52,7%) sementara yang berpengetahuan rendah

sebanyak 149 orang (47,3%).

Tabel 4.8Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Suami

pada Peserta KB Aktif di Puskesmas Simpur Kota Bandar Lampung Tahun 2014

Dukungan suami Frequency Percentkurang mendukung 114 36,2

mendukung 201 63,8Total 315 100

Proporsi dukungan suami hampir merata. Responden

dengan dukungan suami yang kuat/mendukung

sebanyak 201 orang (63,8%) sementara untuk

dukungan suami yang lemah/kurang mendukung

sebanyak 114 orang (36,2%).

Tabel 4.9Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sikap

Responden pada Peserta KB Aktif di Puskesmas Simpur

Kota Bandar Lampung Tahun 2014

Page 9: BAB IV

62

Sikap Frequency Percentnegatif 156 49,5positif 159 50,5Total 315 100

Proporsi sikap ibu tentang MKJP sebagian besar

responden bersikap negative yaitu sebanyak 159 orang

(50,5%) sedangkan yang bersikap positif sebanyak 156

orang (49,5%).

Tabel 4.10Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penghasilan Keluarga

pada Peserta KB Aktif di Puskesmas Simpur Kota Bandar Lampung Tahun 2014

Penghasilan keluarga Frequency PercentRendah 253 80,3Tinggi 62 19,7Total 315 100

Proporsi penghasilan keluarga yaitu sebanyak 253

orang (80,3%) berpenghasilan rendah sedangkan

sebanyak 62 orang (19,7%) berpenghasilan tinggi.

4.2.2Hasil Penelitian Bivariat

Tabel 4.11Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pemilihan

Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di Puskesmas Simpur Tahun 2014

Pengetahuan

Pemilihan MKJPTotal

P Valu

e

OR(CI

95%)

MKJP Non MKJP

n % n % n %Tinggi 135 90,

614 9,4 149 100

0, 2,214

(1,128 –

Page 10: BAB IV

63

029 4,348)Rendah 134 81,

331 18,

7166 100

Total 270 85,7

45 14,3

315 100

Hasil analisa hubungan pengetahuan ibu tentang

metode kontrasepsi jangka panjang (MJKP) dengan

pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP)

diperoleh informasi bahwa responden yang

berpengetahuan tinggi yang menggunakan MKJP

sebesar 96,6% dan yang berpengetahuan tinggi

menggunakan non MKJP sebesar 9,4%. Hasil uji statistik

diperoleh nilai p = 0,029 dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan secara signifikan

antara pengetahuan ibu tentang metode kontrasepsi

jangka panjang (MKJP) dengan pemilihan metode

kontrasepsi jangka panjang (MKJP) wanita. Uji statistik

juga diperoleh informasi nilai OR sebesar 2,2 artinya

responden yang pengetahuan tentang MKJP tinggi

memiliki peluang sebesar 2,2 kali lebih besar untuk

memilih menggunakan MKJP disbanding responden yang

pengetahuan tentang MJKP rendah dengan tingkat

kepercayaan 95% diyakini bahwa nilai OR berada

diantara 1, 128 – 4,348.

Dukungan Suami

Pemilihan MKJPTotal P

ValueMKJP Non

MKJP

Page 11: BAB IV

64

n % n % n %Kurang

mendukung97 85,

117 14,

9114 100

0, 943mendukung 173 86,1

28 13,9

201 100

Total 270 85,7

45 14,3

315 100

Hasil analisa hubungan dukungan suami dengan pemilihan

metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) wanita diperoleh

informasi bahwa diantara responden yang dukungan suami

kuat/mendukung menggunakan MKJP sebesar 85,1% sedangkan yang

dukungan suaminya kuat/mendukung yang menggunakan non MKJP

sebesar 14,9%. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,943 dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan secara

signifikan antara dukungan suami dengan pemilihan metode

kontrasepsi jangka panjang (MKJP) wanita.

Sikap respond

en

Pemilihan MKJPTotal P

Value

OR(CI 95%)MKJP Non

MKJPn % n % n %

Negatif 143 91,7

13

8,3 156 100

0, 005

2,772(1,394 – 5,512)

Positif 127 79,9

32

20,1

159 100

Total 270 85,7

45

14,3

315 100

Hasil analisa hubungan sikap responden tentang

metode kontrasepsi jangka panjang (MJKP) dengan

pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP)

diperoleh informasi bahwa responden yang bersikap

negatif yang menggunakan MKJP sebesar 91,7% dan

Page 12: BAB IV

65

yang bersikap negatif yang menggunakan non MKJP

sebesar 8,3%. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,005

dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan secara signifikan antara sikap responden

terhadap metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP)

dengan pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang

(MKJP) wanita. Uji statistik juga diperoleh informasi nilai

OR sebesar 2,7 artinya responden yang positif tentang

MKJP tinggi memiliki peluang sebesar 2,7 kali lebih

besar untuk memilih menggunakan MKJP dibanding

responden yang negatif tentang MJKP rendah dengan

tingkat kepercayaan 95% diyakini bahwa nilai OR

berada diantara 1, 354 – 5,512.

Page 13: BAB IV

66

Penghasilan keluarga

Pemilihan MKJPTotal

P Value

MKJP Non MKJP

n % n % n %Rendah 219 86,6 34 13,

4253 100

0, 506Tinggi 51 82,3 11 17,

763 100

Total 270 85,7 45 14,3

315 100

Hasil analisa hubungan penghasilan keluarga dengan pemilihan

metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) wanita diperoleh

informasi bahwa diantara responden yang berpenghasilan rendah yang

menggunakan MKJP sebesar 86,6% sedangkan yang berpenghasilan

rendah menggunakan non MKJP sebesar 13,4%. Hasil uji statistik

diperoleh nilai p = 0,506 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

tidak ada hubungan secara signifikan antara dukungan suami dengan

pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) wanita.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Univariat

4.3.1.1 Pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) wanita

hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang

menggunakan MKJP sebesar 14,3% sedangkan yang

menggunakan non MKJP sebesar 85,7% hasil penelitian ini

sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Fienalia A (2011) dengan judul “faktor – faktor yang

berhubungan dengan penggunaan metode kontrasepsi jangka

panjang (MJKP) di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas

Page 14: BAB IV

67

Kota Depok tahun 2011” dengan hasil responden yang

menggunakan metodekontrasepsi jangka panjang sebesar 66,7%

dan yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang

sebesar 33,3%.

4.3.1.2 Pengetahuan tentang Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

(MKJP) hasil penelitian menunjukan bahwa responden dengan

pengetahuan tinggi sebesar 52,7% sedangkan yang

berpengetahuan rendah sebesar 47,3% hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Bernandus D, dkk (2012) dengan judul “Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Dalam

Rahim (AKDR) Bagi Akseptor KB Di Puskesmas Jailolo”dengan

hasil responden dengan pengetahuan baik sebesar 56,3% dan

yang berpengetahuan kurang sebesar 43,8%.

4.3.1.3 Dukungan suami dengan pemilihan Metode Kontrasepsi Jangka

Panjang (MKJP) hasil penelitian menunjukan bahwa responden

dengan suami yang mendukung sebesar 63,8% sedangkan yang

kurang mendukung sebesar 36,2% hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Musdalifah,

dkk (2013) dengan judul “Faktor Yang Berhubungan Dengan

Pemilihan Kontrasepsi Hormonal Pasutri Di Wilayah Kerja

Puskesmas Lampa Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang

2013” dengan hasil responden yang lebih banyak mendapat

Page 15: BAB IV

68

dukungan dari suami sebesar 93,4% dan yang dukungannya

lemah sebesar 6,6%.

4.3.1.4 Penghasilan keluarga dengan pemilihan Metode Kontrasepsi

Jangka Panjang (MKJP) hasil penelitian menunjukan bahwa

responden dengan penghasilan rendah sebesar 80,3% sedangkan

yang penghasilan tinggi sebesar 19,7% hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wulandari I,

dkk (2013) dengan judul “Hubungan Tingkat Pendapatan

Keluarga Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Suntik” dengan

hasil responden yang hasil pendapatan keluarga tingkat atas atau

lebih besar 3 kali dari UMK sebesar 5,9% , mendapatan

menengah atau 2 kali dari UMK sebesar 29,4%, sedangkan yang

pendapatan bawah atau ≤ UMK sebesar 64,7%.

4.3.2 Bivariat

4.3.2.1 Analisis chi square diperoleh p value = 0,029 yang

berarti ada hubungan antara pengetahuan

dengan pemilihan Metode Kontrasepsi Jangka

Panjang (MKJP) wanita di Puskesmas Simpur Kota

Bandar Lampung tahun 2014 dengan p value < α

( 0,029 < 0,05).

Hasil perhitungan diatas juga didapat nilai

OR = 2,214 (1,128-4,348) yang berarti

pengetahuan yang tinggi berpeluang 2,2 kali lebih

Page 16: BAB IV

69

besar untuk memilih menggunakan MKJP

dibandingkan dengan yang pengetahuan rendah.

Hasil ini sesuai dengan penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Bernandus D, dkk

(2012) dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan

Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

Bagi Akseptor KB Di Puskesmas Jailolo”dengan hasil

responden dengan pengetahuan baik sebesar 54 orang (56,3%)

dan yang berpengetahuan kurang sebesar 42 orang (43,8%).

yang berarti ada hubungan antara pengetahuan

dengan pemilihan AKDR bagi akseptor KB di

Puskesmas Jailolo dengan p value < α (0,026 <

0,05).

Hasil perhitungan diatas juga didapat nilai

OR = 2,971yang berarti pengetahuan yang

tinggi/baik 2,9 kali mempunyai peluang memilih

AKDR bagi akseptor KBdi Puskesmas Jailolo.

Dalam teori green (dalam Soekidjo 2010), bahwa

perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor

pengetahuan yang mempermudah seseorang

untuk menerima suatu objek dalam hal ini

pemilihan kontrasepsi. Pengetahuan merupakan hasil

dari tahu,dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2007).

Page 17: BAB IV

70

Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai

hasil penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan

kepercayaan (beliefs), takhayul (superstitions), dan penerangan

– penerangan yang keliru (misinformations) (Soekanto, 2006).

Sumber – sumber pengetahuan berupa ide, kenyataan, kegiatan

akal-budi, pengalaman, sintetis budi, atau meragukan karena

tak adanya sarana untuk mencapai pengetahuan yang pasti

( Soelaeman, 2006).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan

melihat hasil pengelolahan data tersebut menunjukkan bahwa

responden berpengetahuan tinggi dalam pemilihan metode

kontrasepsi sehingga kebanyakan responden memilih metode

kontrasepsi jangka panjang dalam memilih metode

kontrasepsi. Pengetahuan akseptor KB sangat erat kaitannya

terhadap pemilihan alat kontrasepsi, karena dengan adanya

pengetahuan yang tinggi terhadap metode kontrasepsi tertentu

akan merubah cara pandang akseptor dalam menentukan

kontrasepsi yang paling sesuai dan efektif digunakan sehingga

membuat pengguna KB lebih nyaman terhadap kontrasepsi

tersebut dan dengan pengetahuan yang tinggi dapat

menghindari kesalahan dalam pemilihan metode kontrasepsi

yang paling sesuai bagi pengguna itu sendiri. Berdasarkan

hasil wawancara peneliti dengan responden pada saat

penelitian, hal tersebut disebabkan karena responden tidak tahu

Page 18: BAB IV

71

tentang KB selain yang digunakannya, walaupun responden

masih ada yang berpengetahuan rendah tetapi kebanyakan dari

mereka menggunakan metode kontrasepsi yang tidak efektif

(non MKJP) jadi tidak semua yang berpengetahuan tinggi tepat

dalam menggunakan metode kontrasepsi.

4.3.2.2 Analisis chi square diperoleh p value = 0,943

yang berarti tidak ada hubungan antara

dukungan suami dengan pemilihan Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) wanita di

Puskesmas Simpur Kota Bandar Lampung tahun

2014.

Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfat bagi

individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya,

sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang

memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Cohen dalam

Setiadi, 2008). Dukungan sosial keluarga adalah suatu proses

hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial. Dalam

semua tahap, dukungan sosial keluarga menjadikan keluarga

mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal,

sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka

dalam kehidupan. Studi – studi tentang dukungan keluarga

telah mengkonseptualisasikan dukungan sosial sebagai koping

keluarga, baik dukungan – dukungan yang bersifat eksternal

maupun internal terbukti sangat bermanfaat. Dukungan sosial

Page 19: BAB IV

72

keluarga eksternal antara lain sahabat, pekerjaan, tetangga,

sekolah, keluarga besar, kelompok sosial, kelompok rekreasi,

tempat ibadah, praktisi kesehatan. Dukungan sosial keluarga

internal antara lain dukungan dari suami atau istri, dari saudara

kandung, atau dukungan dari anak (Friedman dalam Setiadi,

2008). Dalam hal ini dukungan suami terhadap alat kontrasepsi

yang akan dipilih dan digunakan oleh istrinya.

Penelitian ini tidak mendukung penelitian

yang dilakukan oleh Musdalifah, dkk (2013) dengan judul

“Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Kontrasepsi

Hormonal Pasutri Di Wilayah Kerja Puskesmas Lampa

Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang 2013”

Duampanua Kabupaten Pinrang tahun 2012. Hasil penelitian

menunjukkan ada hubungan antara dukungan suami dengan

pemilihan alat kontrasepsi dengan nilai p = 0,000.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

Ayunda S (2013) menunjukan bahwa Hasil uji statistik

didapatkan nilai p value (0.099) berarti tidak ada hubungan

antara dukungan suami dengan pemilihan metode kontrasepsi

oleh PUS Di Desa

Peunyerat Kecamatan Banda Raya Banda Aceh.

Hal ini dimungkinkan karena berdasarkan wawancara

yang dilakukan terhadap responden kebanyakan dari mereka

mengatakan bahwa suami menyerahkan sepenuhnya kepada

Page 20: BAB IV

73

responden tentang metode kontrasepsi apa yang akan mereka

gunakan, suami mendukung apa pun keputusan yang

responden ambil terkait dengan pemilihan metode kontrasepsi.

4.3.2.3 Analisis chi square pada df=1, α=0,05 diperoleh

Pvalue=0,005 yang berarti ada hubungan antara

sikap responden dengan pemilihan Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) wanita di

Puskesmas Simpur Kota Bandar Lampung tahun

2014 dengan p value < α (0,005 < 0,05).

Hasil perhitungan diatas juga didapat nilai

OR = 2,772 (1,394-5,512) yang berarti sikap

positif berpeluang 2,7 kali lebih besar untuk

memilih menggunakan MKJP dibandingkan

dengan yang sikap negatif.

Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang

masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek

(Notoatmodjo, 2007). Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo,

2007. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk

bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu.

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan

tetapi merupakan ‘pre-disposisi’ tindakan atau perilaku.sikap

itu masih merupakan reaksi tertutup, buka merupakan reaksi

terbuka. Sikap merupakan reaksi terhadap suatu objek di

lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Page 21: BAB IV

74

Sikap (attitude) adalah istilah yang mencerminkan rasa senang,

tidak senang atau perasaan biasa – biasa saja (netral) dari

seseorang terhadap sesuatu. ‘Sesuatu’ itu bisa benda, kejadian

situasi, orang – orang atau kelompok. Kalau yang diambil

terhadap sesuatu itu adalah perasaan senang, maka disebut

sikap poritif, sedangkan kalau perasaan tidak senang, sikap

negatif. Kalau tidak timbul perasaan apa – apa berarti sikapnya

netral. Sikap dinyatakan dalam tiga domain ABC, yaitu Affect,

Behaviour, dan Cognition. Affect adalah perasaan yang timbul

(senang, tak senang), Behaviour adalah perilaku yang

mengikuti perasaan itu (mendekat, menghindar), dan Cognition

adalah penilaian terhadap objek sikap (bagus, tidak bagus).

Manusia dapat mempunyai bermacam – macam sikap terhadap

berbagai macam – macam hal (objek sikap). Karena sikap

dipelajari, maka sikap dapat berubah – ubah sesuai dengan

keadaan lingkungan di sekitar yang bersangkutan pada saat –

saat dan tempat yang berbeda – beda. Dalam sikap tersangkut

juga faktor motivasi dan perasaan. Inilah yang

membedakannya dari pengetahuan misalnya. Sikap tidak

hilang walaupun kebutuhan sudah dipenuhi. Jadi, sikap

berbeda dengan refleks atau dorongan. Sikap tidak hanya

terdiri atas satu macam saja, melainkan bermacam – macam,

sesuai dengan banyaknya objek yang dapat menjadi perhatian

orang yang bersangkutan.

Page 22: BAB IV

75

Proses pembentukan dan perubahan sikap. Sikap dapat

terbentuk atau berubah melalui empat macam cara:

1. Adopsi adalah kejadian – kejadian dan peristiwa – peristiwa

yang terjadi berulang – ulang dan terus – menerus, lama

kelamaan secara bertahap diserap ke dalam individu dan

mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.

2. Diferensiasi : dengan berkembangnya intelegensi,

bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya

usia, maka ada hal – hal yang tadinya dianggap sejenis,

sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terhadap

objek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula.

3. Integrasi : pembentukan sikap di sini terjadi secara

bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang

berhubungan dengan satu hal tertentu sehingga akhirnya

terbentuk sikap mengenai hal tersebut.

4. Trauma adalah pengalaman yang tiba – tiba, mengejutkan,

yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang

bersangkutan. Pengalaman – pengalaman yang traumatis

dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap.

Faktor – faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap :

1. Faktor internal : yaitu faktor – faktor yang terdapat dalam

diri orang yang bersangkutan, seperti faktor pilihan. Pilihan

ini ditentukan oleh motif – motif dan kecenderungan –

kecenderungan dalam diri kita. Karena harus memilih inilah

Page 23: BAB IV

76

kita menyusun sikap positif terhadap satu hal dan

membentuk sikap negatif terhadap hal lainnya.

2. Faktor eksternal : selain faktor – faktor yang terdapat dalam

diri sendiri, maka pembentukan sikap ditentukan pula oleh

faktor – faktor yang ada diluar, yaitu :

a. Sifat objek, sikap itu sendiri, bagus, atau jelek dan

sebagainya.

b. Kewibawaan : orang yang mengemukaan suatu sikap.

c. Sifat orang – orang atau kelompok yang mendukung

sikap tersebut.

d. Media komunikasi yang digunakan dalam

menyampaikan sikap.

e. Situasi pada sikap itu dibentuk.

Makin banyak faktor yang ikut mempengaruhi, semakin

cepat terbentuknya sikap (Sarwono, 2013).

Ada dua pembagian kerangka pemikiran mengenai sikap

yaitu tradisional dan modern. Tiga kerangka pemikiran

secara tradisional mengenai sikap :

1. Kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli

psikologi seperti Louis Thurstone(1982), Rensis Likert

(1932), dan Charles osgood, enurut mereka, sikap adalah

suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap

seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan

mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan

Page 24: BAB IV

77

tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable)

pada objek tersebut (Berkowitz, 1972). Secara lebih

spesifik, Thurstone sendiri memformulasikan sikap

sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap

suatu objek psikologis (Edwards, 1957).

2. Kerangka pemikiran yang kedua diwakili oleh para ahli

seperti Chave (1982), Borgandus (1931), LaPierre

(1934), Mead (1934), dan Gordon Allport (1935) yang

konsepsi mereka mengenai sikap lebih kompleks.

Menurut kelompok pemikiran ini, sikap merupakan

semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek

dengan cara – cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa

kesiapan yang dimaksudkan merupakan semacam

kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara

tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus

yang menghendaki adanya respons. LaPierre (1934)

mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku,

tendensi atau kesiapan antipatif, predisposisi untuk

menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara

sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli sosial

yang telah terkondisikan.

3. Kelompok pemikiran yang ketiga adalah kelompok yang

berorientasi kepada skema triadik (triadic scheme).

Menurut kerangka pemikiran ini suatu sikap merupakan

Page 25: BAB IV

78

konstelasi komponen – komponen kognitif, afektif, dan

konatif yang saling berinteraksi dalam memahami,

merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek. Secord

dan Backman (1964), misalnya, mendefinisikan sikap

sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi),

pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi)

seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.

Page 26: BAB IV

79

Ada dua pendekatan guna klasifikasi tentang sikap :

1. Pendekatan yang pertama adalah yang memandang

sikap sebagai kombinasi reaksi afektif, perilaku dan

kognitif sebagai suatu objek. Ketiga komponen tersebut

secara bersama mengorganisasikan sikap individu.

Pendekatan ini, yang terurai diatas dikenal dengan nama

skema triadik, disebut juga pendekatan tricomponent.

2. Pendekatan kedua timbul dikarenakan adanya

ketidakpuasan atas penjelasan mengenai inkonsistensi

yang terjadi di antara ketiga komponen kognitif, afektif,

dan perilaku dalam membentuk sikap. Oleh karena itu

pengikut pendekatan ini memandang perlu untuk

membatasi konsep sikap hanya pada aspek afektif saja

(single component). Definisi yang mereka ajukan

mengatakan bahwa sikap tidak lain adalah afek atau

penilaian – positif atau negatif – terhadap suatu objek.

Definisi Petty dan Cacioppo secara lengkap mengatakan

sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia

terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek, atau isu –

isu. Sikap merupakan suatu konstrak multidimensional

yang terdiri atas kognisi, afeksi, dan konasi (Azwar,

2013).

Page 27: BAB IV

80

Hasil ini sesuai dengan penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Asmawahyunita,

S.Kep (2010) dengan judul “Hubungan Sikap Ibu Tentang

Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Dengan Pemilihan Alat

Kontrasepsi Dalam Rahim Di Rsia Kumalasiwi Pecangaan

Kabupaten Jepara” Hasil penelitian menunjukkan bahwa

sebagian besar responden bersikap mendukung sebanyak 71

responden (50.7%) dan sebagian kecil responden memilih

AKDR sebanyak 17 responden (12.1%). Ada hubungan antara

sikap ibu dengan pemilihan AKDR dengan hasil p value

0,045.

Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan

sebagian besar responden bersikap mendukung

namun tidak memilih metode kontrasepsi jangka

panjang (MKJP). Hal ini berarti meski sikap

responden mendukung namun belum tentu

responden tersebut memilih metode kontrasepsi

jangka panjang karena mereka tidak mau tahu

alat kontrasepsi lain selain yang mereka gunakan.

4.3.2.4 Analisis chi square diperoleh p value=0,506 yang

berarti tidak ada hubungan antara penghasilan

rendah dengan pemilihan Metode Kontrasepsi

Jangka Panjang (MKJP) wanita di Puskesmas

Simpur Kota Bandar Lampung tahun 2014.

Page 28: BAB IV

81

Penghasilan keluarga adalah segala bentuk balas karya

yang diperoleh sebagai imbalan atau balas-jasa atas

sumbangan seseorang terhadap proses produksi. Konkretnya

penghasilan keluarga dapat bersumber pada: Usaha sendiri,

misalnya berdagang (wiraswasta), bekerja pada orang lain

(misalnya karyawan atau buruh), dan hasil dari milik misalnya

punya sawah atau rumah disewakan. Penghasilan keluarga

dapat diterima dalam bentuk uang maupun dalam bentuk

barang disebut “in natura” misalnya tunjangan beras, hasil dari

sawah atau dari pekarangan sendiri atau fasilitas – fasilitas

(misalnya rumah dinas, pengobatan gratis). Selain penghasilan

(balas karya dan hasil milik dsb) mungkin masih ada

penerimaan uang masuk lain, misalnya berupa :uang pension –

bagi mereka yang sudah lanjut usia dan dulu bekerja pada

pemerintah atau instansi lain, sumbangan atau hadiah dan

pinjaman atau hutang, ini merupakan uang masuk, tetapi pada

suatu saat akan harus dikembalikan.

Gaji pokok (untuk pegawai negeri atau menurut

ketentuan PGPS), ditambah macam – macam tunjangan

merupakan gaji kotor atau bruto. Upah/gaji bruto tersebut

belum tentu semua diterima oleh yang bersangkutan sebab gaji

kotor biasanya masih dikurangi dengan bermacam-macam

potongan, misalnya untuk pajak, dana hari tua dll, yang tinggal

disebut gaji bersih atau “take home pay”. Demikian pula

Page 29: BAB IV

82

halnya dengan laba usaha : penerimaan kotor baru merupakan

laba bersih setelah dikurangi semua ongkos- ongkos (Gilarso,

T, 2008).

Berdasarkan hasil penetapan Upah Minimum Kota

(UMK), Kota Bandar Lampung mengalami kenaikan UMK

dari yang sebelumnya pada tahun 2013 sebesar Rp1,165 juta

menjadi Rp1,550 juta di tahun 2014 tiap bulannya sehingga

besarnya pendapatan untuk penghasilan keluarganya tinggi 2

kali diatas Upah Minimum Kota (UMK)

(http://www.radarlampung.co.id, 2014).

Penelitian ini di dapatkan hasil yang berbeda

dengan penelitian Wulandari, I dkk (2013) karena

terdapat hubungan antara pendapatan keluarga

dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik di BPM Puji Utomo

Desa Kedung Jeruk, Kecamatan Mojogedang, Kabupaten

Karanganyar.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Imron R (2010) dengan judul ““Determinan pemakaian

alat kontrasepsi IUD pada akseptor KB di wilayah kerja

Puskesmas Sidomulyo Kecamatan Sidomulyo Kabupaten

Lampung Selatan propinsi Lampung tahun 2010” diperoleh

hasil uji statistik dengan p value = 0,327, maka dapat

disimpulkan secara statistik tidak ada hubungan antara status

ekonomi dengan pemakaian IUD.

Page 30: BAB IV

83

Hal ini dimungkinkan karena pengumpulan data

penelitian ini menggunakan pertanyaan langsung dan

tidakmenggali dengan pertanyaan secara mendalam, peneliti

hanya menanyakan hasil pendapatan rata – rata perbulannya

tanpa menanyakan pengeluaran serta penghasilan lain yang di

dapat selain pendapatan perbulan, sehingga jawaban yang

diberikan hanya berdasarkan perkiraan responden saja.