bab iv
DESCRIPTION
oleoTRANSCRIPT
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Tongkol Jagung
4.1.1 Komposisis Kimiawi
Sifat fisika kimia biomassa sangat mempengaruhi hasil konversi selulosa,
hemiselulosa dan lignin yang terbentuk. Komponen lignoselulosa di dalam
biomassa akan terhidrolisis secara bertahap. Proses akan berhenti dengan
berkurangnya tekanan udara. Sementara itu, proses yang menyebabkan degradasi
hemiselulosa dan lignin karena adanya suhu yang tinggi. Suhu yang tinggi akan
memudahkan selulosa terhidrolisis (Kumar, 2009). Karakteristik lignoselulosa
yang terdapat pada tongkol jagung (corn cobs) dan biomassa lainnya terdapat
pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Komposisi Lignoselulosa Residu dan Limbah Pertanian
BahanSelulosa
(%)
Hemiselulosa
(%)
Lignin
(%)
Batang kayu keras 40-55 24-40 18-25
Batang kayu lunak 45-50 25-35 25-35
Kulit kacang 25-30 25-30 30-40
Tongkol jagung 45 35 15
rumput 25-40 35-50 10-30
Jerami gandum 30 50 15
daun 15-20 80-85 0
Kertas 85-99 0 0-15
Sumber: Kumar P et al, 2009
Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kadar lignoselulosa terbesar tongkol
jagung adalah selulosa, sekitar 45%, kadar lignin dan hemiselulosa secara
berurutan adalah 15% dan 35%.
4.1.2 Kadar Air
Kadar air tongkol jagung menjadi tantangan dalam proses penyimpanan
dan konversi energi. Tongkol jagung umumnya dipanen dengan kadar air berkisar
antara 20-50% yang tergantung pada karakteristik kultivasi jagung dan kondisi
panen (misalnya iklim setempat dan waktu pemanenan). Tabel 4.2 menyajikan
komposisi kadar air pada tongkol jagung (Saputro, 2009).
Tabel 4.2 Komposisi kimia tongkol jagung
Komponen Jumlah (%)
Kadar air 15
Kadar abu 17
Heating value 13,4
Sumber: Saputro, 2009
4.2 Neraca Massa
Sebelum melakukan proses delignifikasi, terlebih dahulu dihitung volume
cairan pemasak (asam asetat), katalis (HCl), dan aquades yang akan ditambahkan
pada proses fraksionasi biomassa.
Nisbah cairan-padatan (C/P) sebanyak 10:1 dengan berat bahan baku berupa
chip tongkol jagung sebanyak 25 gr. Sehingga berat cairannya adalah sebanyak
250 gr yang terdiri dari cairan pemasak, katalis, dan aquades. Konsentrasi asam
asetat yang akan digunakan adalah 85%-berat cairan, HCl sebanyak 0,1%-berat
cairan. Dengan menggunakan neraca massa. Maka banyaknya aquades yang
digunakan adalah sebanyak 14,9%-berat cairan. Sehingga diperoleh berat asam
asetat yang akan ditambahkan adalah 212,5 gr, berat HCl 0,25 gr, dan berat
aquades 37,25 gr. Gunakan hubungan volume, massa, dan massa jenis ()
Massa jenis asam asetat, HCl, dan aquades secara berturut-turut adalah 1,05
gr/ml; 1,84 gr/ml; dan 1 gr/ml. Volume tiap cairan yang akan ditambahkan
dihitung dan didapat asam asetat yang ditambahkan sebanyak 202,4 ml, volume
HCl sebanyak 2,12 ml, dan volume aquades sebanyak 37,25 ml.
4.3 Pengamatan Fisik
Percobaan fraksionasi biomassa tongkol jagung dilakukan dengan proses
acetosolv dengan tahapan berupa pemasakan, penyaringan, pencucian,
pengeringan padatan, dan lignin recovery. Perlakuan pendahuluan pada bahan
baku dilakukan menggunakan perlakuan fisik dengan cara pemotongan bahan
baku tongkol jagung menjadi berukuran 3 cm. Perlakuan pendahuluan tersebut
dilakukan untuk memperkecil ukuran bahan dan memperluas permukaan bahan
sehingga penetrasi larutan pemasak kedalam serpih lebih cepat karena
delignifikasi memiliki banyak hambatan yang disebabkan adanya struktur kristalin
selulosa yang bersifat sangat rigid (kaku) dan adanya asosiasi yang kuat antara
selulosa dan molekul lignin serta hemiselulosa. Oleh karena itu diperlukan
perlakuan pendahuluan untuk mengurangi hambatan tersebut.
Variabel proses yang dipelajari adalah waktu pemasakan 15, 30, dan 60
menit. Variabel yang dijaga tetap adalah konsentrasi katalis HCl 0,1%-berat,
konsentrasi asam asetat 85%-berat dan nisbah cairan-padatan 10/1. Chip tongkol
jagung yang telah berukuran 3 cm kemudian dikeringkan dengan panas sinar
matahari lalu ditimbang sebanyak 25 gram dan dimasukkan ke dalam erlemeyer
2000 ml. Warna tongkol jagung berwarna putih kecoklatan. Cairan pemasak
berupa asam asetat ditambahkan sebanyak 202,4 ml dan aquades sebanyak 37,25
ml.
Tongkol jagung dalam erlenmeyer terendam secara merata dengan cairan
pemasak. Penggunaan pelarut organik dimaksudkan untuk mengurangi tegangan
permukaan larutan pemasak pada suhu tinggi, mempercepat penetrasi ke dalam
chip tongkol jagung dan difusi dari hasil pemutusan lignin dalam tongkol jagung
ke dalam larutan pemasak [Heradewi, 2007]. Warna larutan pemasak bening.
Proses pemasakan dimulai. Sekitar 15-20 menit, cairan mulai mendidih,
warna cairan berubah menjadi kuning keemasan. Kemudian katalis (HCl)
ditambahkan sebanyak 2,12 ml. Fungsi katalis dalam hal ini selain berfungsi
untuk mempercepat proses delignifikasi, juga berfungsi untuk mengembangkan
struktur bahan (tongkol jagung) sehingga memudahkan penetrasi larutan pemasak
ke dalam bahan [Heradewi, 2007].
Waktu pemasakan mulai dihitung saat cairan mulai mendidih dan HCl
ditambahkan. Hal ini dilakukan untuk memastikan seluruh cairan pemasak telah
masuk ke dalam bahan (penetrasi larutan pemasak telah sempurna). Setelah
pemasakan selama 5 menit, warna cairan berubah menjadi kuning kecoklatan. Run
pertama, pemanasan dihentikan saat pemasakan berjalan selama 15 menit. Warna
cairan berubah menjadi coklat, dan tongkol jagung berubah warna menjadi coklat
kekuningan.
Run kedua dengan waktu pemasakan 30 menit memiliki keadaan yang sama
sampai pada waktu 15 menit. Pada pemasakan selama 18 menit, cairan berwarna
coklat dan warna tongkol jagung berwarna kekuningan. Pemanasan selama 27
menit warna cairan menjadi coklat dan warna tongkol jagung menjadi berwarna
coklat. Pemanasan dihentikan pada menit ke 30.
Run ketiga, dengan pemanasan selama 30 menit memiliki kondisi yang
sama dengan run kedua hingga pada pemanasan selama 30 menit. Pada
pemanasan selama 26 menit, warna cairan menjadi coklat dan warna tongkol
jagung menjadi coklat. Saat pemanasan berlangsung 52 menit, cairan berwarna
coklat kehitaman, dan tongkol jagung menjadi semakin kecoklatan. Pada saat
pemanasan dihentikan, yaitu pada menit ke 60 dan warna cairan menjadi hitam.
Perubahan warna cairan dan tongkol jagung selama proses pemasakan
menandakan terjadinya reaksi. Perubahan yang terjadi disebabkan adanya
pemutusan ikatan-ikatan ester dalam makromolekul lignin. Untuk memutuskan
ikatan diperlukan energi sehingga diperlukan pemanasan untuk dapat memutuskan
ikatan-ikatan tersebut
4.4 Perolehan Pulp
Biomassa yang digunakan pada percobaan fraksionasi biomassa adalah
tongkol jagung. Selulosa pada tongkol jagung adalah 45% berat, hemiselulosa
35% dan berat lignin sebesar 15% [Kumar et al, 2009] Pada percobaan pertama,
25 gr tongkol jagung dimasak dengan 202,4 ml asam asetat yang telah dicampur
37,25 ml aquades.
Run pertama dengan waktu pemasakan 15 menit memiliki perolehan pulp
sebesar 15,55 gram (62,2%). Run kedua dan ketiga dilakukan kembali dengan
cara yang sama pada percobaan pertama dengan variasi waktu pemasakan 30
menit dan 60 menit. Pulp yang diperoleh dari percobaan kedua adalah 55,24%
berat biomassa (13,81gr) dan 78,72% berat biomassa (19,68 gr). Perolehan Pulp
dapat dicari dengan menggunakan persamaan (1) dan Persentase perolehan pulp
disajikan pada gambar 4.1
Perolehan Pulp=Berat Pulp KeringBerat Biomassa
x 100%..........................................................
(1)
15 30 600
10
20
30
40
50
60
70
80
90
waktu pemasakan (menit)
per
sen
tase
per
oleh
an p
ulp
Gambar 4.1 Perolehan Pulp pada Variasi Waktu Pemasakan
Pada gambar 4.1 dapat dilihat perolehan pulp pada pemasakan selama 60
menit merupakan persentase terbesar dan pemasakan selama 30 menit
menghasilkan persentase pulp yang paling kecil. Yield yang didapat cenderung
meningkat dengan peningkata waktu pemasakan. Hasil yang didapat berbeda
dengan penelitian lain. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan Amraini
et al., [2010] pada pembuatan pulp sawit dengan proses acetosolv menggunakan
variasi waktu 15, 30, 60, 90, 120, dan 150 menit.
Percobaan dilakukan dengan menggunakan larutan asam asetat sebagai
cairan pemasak. Tahapan yang dilakukan sama dengan percobaan yang dilakukan
Amraini et al., [2010] meliputi pemasakan, penyaringan, pencucian, dan
pengeringan padatan. Perlakuan awal bahan baku meliputi pembersihan sabut
sawit kemudian dilanjutkan dengan pengeringan di bawah sinar matahari. Yield
yang dihasilkan sekitar 75,1%-85,3% dengan kadar lignin pulp 26-43,66%. Pada
variasi waktu didapat hasil bahwa peningkatan waktu reaksi dari 15 menjadi 60
menit cenderung menurunkan yield.
Bertambahnya waktu reaksi akan menyempurnakan reaksi yang terjadi.
Namun, waktu reaksi yang lebih lama dapat menghambat reaksi delignifikasi.
Lignin yang telah larut dalam media pemasak bisa terpolimerisasi kembali
[Amraini et al., 2010].
4.5 Persen Lignin Recovery
Lignin relatif lebih tinggi kandungan atom C dan H-nya, namun
kandungan O-nya lebih rendah dibandingkan selulosa dan hemiselulosa. Lignin
dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar jika dibuat dalam jumlah besar dan
dalam keadaan benar-benar kering. dan lignin sebagai bahan bakar lebih bernilai
dibanding selulosa dan hemiselulosa karena nilai panas pembakarannya lebih
besar [Lubis, 2007]
Lubis [2007] juga menyatakan bahwa lignin selain dapat digunakan
sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai produk polimer dan sumber
bahan-bahan kimia berberat molekul rendah. Bahan-bahan kimia berberat molekul
rendah yang dapat dihasilkan dari lignin adalah vanilin, aldehida, asam vanilat,
fenol, asam karbonat, benzena dan sebagainya. Lignin juga merupakan bahan
mentah yang sangat baik untuk pembuatan serat sintetik seperti nilon, bahan
farmasi dan pewarna yang baik.
Lignin diperoleh dari proses recovery lignin Black liquor yang dihasilkan
pada proses delignifikasi. Black liquor ditambahkan air dengan perbandingan 1:10
kemudian dimasukkan ke dalam kuvet sentrifugal. Warna black liquor berubah
dari hitam menjadi kuning keruh karena terjadi pengenceran. Kekeruhan dan
warna pada tiap run percobaan berbeda. Semakin lama waktu pemasakan, warna
black liquor yang diperoleh semakin pekat. Campuran cairan disentrifugasi
dengan kecepatan 1500 rpm selama 45 menit. Cairan disentrifugasi untuk
memisahkan lignin dengan cara mengendapkannya. Kemudian lignin dipisahkan
dari cairan dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya.
Lignin yang diperoleh dioven sampai beratnya konstan dan dihitung berat
lignin yang didapat. Perolehan lignin dapat dilihat pada Gambar 4.2. Untuk
menghitung perolehan lignin yang dihasilkan dari fraksionasi tersebut, dapat
menggunakan persamaan (2)
Perolehan Lignin=[Berat Lignin Sampel x
( volume black liquor )volume sampel ]
Berat Lignin Dalam Bahan Bakux 100%
................................. (2)
15 30 600
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
waktu pemasakan (menit)
per
sen
tase
per
oleh
an li
gnin
Gambar 4.2 Perolehan Lignin dari black liquor
Di dalam black liquor terdapat lignin dan senyawa hasil hidrolisis
hemiselulosa. Gambar 4.2 dapat dilihat perolehan lignin terbesar pada pemasakan
15 menit dan yang terkecil adalah pemasakan selama 60 menit. Perolehan lignin
yang rendah dikarenakan volume black liquour yang kurang dari jumlah cairan
total. Hal ini dikarenakan adanya cairan yang menguap selama proses pemasakan
(sambungan alat yang tidak ditutup aluminium) sehingga menurunkan jumlah
volume black liquor yang didapat.
Penurunan kadar lignin dengan bertambahnya waktu pemasakan selama
percobaan memiliki kesamaan jika dibandngkan dengan penelitian yang dilakukan
Amraini et al., [2010]. Pada peningkatan waktu reaksi dari 15 menjadi 60 menit
cenderung menurunkan kadar lignin. Penurunan perolehan lignin dengan
peningkatan waktu 15 menjadi 60 menit, menunjukkan bahwa reaksi delignifikasi
berlangsung baik. Waktu reaksi yang bertambah akan menyempurnakan reaksi
yang terjadi [Amraini et al., 2010].
4.5 Perbandingan Hasil Percobaan
Hasil percobaan delignifikasi tongkol jagung dalam media asam asetat
menghasilkan yield (perolehan pulp) dan lignin yang bervariasi. Yield pulp
terendah yaitu 55,24% yang diperoleh pada waktu reaksi 30 menit. Sedangkan
yield pulp tertinggi didapat pada waktu reaksi 60 menit dengan perolehan sebesar
78,72%. Serta perolehan lignin cenderung menurun dengan bertambahnya waktu
pemasakan. Perolehan lignin terbesar didapat pada waktu pemasakan 15 menit
yaitu sebesar 0,3% dan yang terkecil diperoleh sebesar pada pemasakan 60 menit
0,054%.
Proses di dalam media pelarut yang sama, yield pulp tongkol jagung yang
didapat lebih rendah dibandingkan dengan yield pulp hasil penelitian Amraini et
al., [2010] dimana yield pulp yang dihasilkan adalah 75,1-85,3%menggunakan
sabut sawit. Sedangkan penggunaan bahan baku berupa batang jagung dengan
cairan pemasak berupa asam formiat, yield pulp yang didapat lebih tinggi
dibanding yield pulp sebesar 31,88-47,01% dari penelitian Puspitasari et al.,
[2013]. Hasil perolehan lignin yang didapat lebih kecil jika dibandingkan dengan
perolehan lignin hasil penelitian Amraini et al., [2010] yaitu sebesar 26-43% dan
penelitian Puspitasari et al., [2013] sebesar 10-14,31%,
Pengaruh waktu reaksi terhadap yield dan perolehan lignin pulp pada
penelitian yang dilakukan Amraini et al., [2010] menunjukkam peningkatan
waktu reaksi dari 15 menjadi 60 menit cenderung menurunkan yield dan kadar
lignin pulp. Sedangkan peningkatan waktu reaksi dari 60 menjadi 150 menit
cenderung meningkatkan yield dan kadar lignin pulp. Yield terendah dihasilkan
pada waktu reaksi 150 menit, dan kadar lignin pulp terkecil pada kondisi waktu
pemasakan 60 menit. Kadar lignin tertinggi diperoleh pada kondisi pemasakan
diatas 120 menit, yang persentasenya melebihi kadar lignin pada kondisi waktu
reaksi 30 menit. Kadar lignin pulp cenderung meningkat sampai waktu reaksi
mencapai 120 menit, sedangkan yield pulp cenderung tetap pada kondisi yang
sama. Hasil ini menguatkan kembali dugaan bahwa naiknya kadar lignin pulp
pada waktu reaksi yang lebih lama disebabkan oleh reaksi polimerisasi kembali
lignin. Pembuatan pulp sabut sawit dalam media asam asetat akan memberikan
hasil yang relatif baik, kadar lignin rendah dan yield memadai, pada waktu
pemasakan 60 sampai 90 menit.
Hasil penelitian delignifikasi batang jagung dalam media asam formiat
yang dilakukan oleh Puspitasari et al., [2013] menghasilkan yield (perolehan pulp)
yang bervariasi menurut kondisi percobaan. Yield pulp terendah yaitu 31,88%
yang diperoleh pada waktu reaksi 180 menit dan konsentrasi asam formiat 90%-
berat. Sedangkan yield pulp tertinggi didapat pada waktu reaksi 60 menit dan
konsentrasi asam formiat 70%-berat, yaitu 47,01%.
Pada rentang variabel yang dipilih, yaitu waktu reaksi 60, 120 dan 180
menit untuk berbagai variasi konsentrasi asam formiat. Perolehan pulp (yield)
cenderung menurun seiring meningkatnya waktu reaksi dan konsentrasi asam
formiat. Dari segi waktu reaksi, percobaan yang dilakukan dengan waktu reaksi
60 menit hingga 180 menit memberikan yield pulp yang cenderung menurun.
Penurunan yield pulp relatif lebih besar pada waktu reaksi dari 60 ke 120 menit.
Perolehan lignin akan semakin menurun seiring dengan lamanya waktu
pemasakan berlangsung. Penurunan kadar lignin pulp relatif lebih besar ketika
waktu reaksi naik dari 120 menit ke 180 menit. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa lamanya waktu reaksi membuat asam formiat bereaksi lebih
lambat dengan lignin karena semakin banyak pemutusan ikatan lignin sehingga
memperbesar jumlah lignin tersisihkan. Perbedaan kadar perolehan pulp dan
lignin dari ketiga percobaan dikarenakan berbedanya variabel operasi dan bahan
baku yang digunakan
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, A. A. 2007. Isolasi Lignin Dari Lindi Hitam (Black Liquor) Proses
Pemasakan Pulp Soda Dan Pulp Sulfat (Kraft). Skripsi. Institut Pertanian
Bogor
Heradewi. 2007. Isolasi Lignin Dari Lindi Hitam Proses Pemasakan Organosolv
Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks). Skripsi. Institut Pertanian
Bogor