bab ipendahuluan

10
BAB IPENDAHULUAN Enuresis pertama kali ditemukan dalam papirus-Ebers yang ditulis olehGlicklich pada tahun 1550 sebelum Masehi. Kata enuresis itu sendiri berasal daribahasa Yunani, yaitu enourein yang berarti mengosongkan urin. Akan tetapi,pengertian pada saat ini tidak sesuai dengan asal kata enuresis itu sendiri. Enuresissering dikaitkan secara tidak langsung dengan buang air kecil yang tidak terkontrol dimalam hari. 1,2 Pengertian enuresis non organik menurut PPDGJ III adalah suartu gangguanyang ditandai oleh buang air seni tanpa kehendak, pada siang dan atau malam hari,yang tidak sesuai dengan usia mental anak dan bukan akibat dari kurangnyapengendalian kandung kemih akibat kelainan neurologis, serangan epilepsi, ataukelainan struktural pada saluran kemih. 3 Enuresis dapat menimbulkan masalah psikologis. Hal ini dikarenakan anak yang mengalami enuresis dihukum dan rentan terhadap penyiksaan fisik danemosional. Perasaan malu, rendah diri, kualitas hidup yang menurun serta gangguandi lingkungan sekolah merupakan masalah ± masalah yang dapat timbul juga akibatenuresis. 4 Akan tetapi, dengan penanganan yang tepat dapat mengurangi kemungkinantimbulnya masalah ± masalah di atas. Dukungan dari orang tua serta kemauan darianak itu sendiri merupakan kunci keberhasilan penanganan enuresis ini. 5 BAB IIISI Definisi Pengertian enuresis non organik menurut PPDGJ III adalah suartu gangguanyang ditandai oleh buang air seni tanpa kehendak, pada siang dan atau malam hari,yang tidak sesuai dengan usia mental anak dan bukan akibat dari kurangnyapengendalian kandung kemih akibat kelainan neurologis, serangan epilepsi, ataukelainan struktural pada saluran kemih. 3

Upload: yenimarlinanababan

Post on 09-Aug-2015

44 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

pendahuluan

TRANSCRIPT

Page 1: Bab Ipendahuluan

BAB IPENDAHULUAN Enuresis pertama kali ditemukan dalam papirus-Ebers yang ditulis olehGlicklich pada tahun 1550 sebelum Masehi. Kata enuresis itu sendiri berasal daribahasa Yunani, yaituenoureinyang berarti mengosongkan urin. Akan tetapi,pengertian pada saat ini tidak sesuai dengan asal kata enuresis itu sendiri. Enuresissering dikaitkan secara tidak langsung dengan buang air kecil yang tidak terkontrol dimalam hari.1,2 Pengertian enuresis non organik menurut PPDGJ III adalah suartu gangguanyang ditandai oleh buang air seni tanpa kehendak, pada siang dan atau malam hari,yang tidak sesuai dengan usia mental anak dan bukan akibat dari kurangnyapengendalian kandung kemih akibat kelainan neurologis, serangan epilepsi, ataukelainan struktural pada saluran kemih.3 Enuresis dapat menimbulkan masalah psikologis. Hal ini dikarenakan anak yang mengalami enuresis dihukum dan rentan terhadap penyiksaan fisik danemosional. Perasaan malu, rendah diri, kualitas hidup yang menurun serta gangguandi lingkungan sekolah merupakan masalah ± masalah yang dapat timbul juga akibatenuresis.4 Akan tetapi, dengan penanganan yang tepat dapat mengurangi kemungkinantimbulnya masalah ± masalah di atas. Dukungan dari orang tua serta kemauan darianak itu sendiri merupakan kunci keberhasilan penanganan enuresis ini.5BAB IIISI  Definisi Pengertian enuresis non organik menurut PPDGJ III adalah suartu gangguanyang ditandai oleh buang air seni tanpa kehendak, pada siang dan atau malam hari,yang tidak sesuai dengan usia mental anak dan bukan akibat dari kurangnyapengendalian kandung kemih akibat kelainan neurologis, serangan epilepsi, ataukelainan struktural pada saluran kemih.3  Epidemiologi Enuresis merupakan salah satu gangguan kebiasaan yang sering dijumpai padaanak. Enuresis lebih sering terjadi pada laki ± laki dibandingkan pada perempuan. Prevalensi enuresis menurun seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi enuresisakan semakin menurun baik laki ± laki dan perempuan pada usia 14 tahun yaitusekitar 0,5-1,9 persen.2,4Data menyeluruh pertama tentang insidens enuresis adalah studi Wight Isle.Dalam data tersebut, 15,2 persen laki ± laki (usia 7 tahun) memgalami enuresiskurang dari 1 kali perminggu, sedangkan 6,7 persen mengalami enuresis lebih dari 1kali perminggu. 

Page 2: Bab Ipendahuluan

Pada anak perempuan usia 7 tahun, 12,2 persen mengalami enuresiskurang dari 1 kali perminggu, sedangkan 3,3 persen memgalami enuresis lebih dari 1kali perminggu.2Pada anak laki ± laki usia 9 dan 10 tahun, 6,1 persen mengalami enuresiskurang dari 1 kali perminggu, sedangkan 2,9 persen memgalami enuresis lebih dari 1kali perminggu. Pada anak perempuan usia 7 tahun, 3,5 persen mengalami enuresiskurang dari 1 kali perminggu, sedangkan 2,9 persen memgalami enuresis lebih dari 1kali perminggu.2 Etiologia) KeturunanAda anggapan bahwa faktor keturunan memiliki peranan dalam terjadinya enuresis.Enuresis lebih cepat timbul pada anak ± anak yang orang tuanya atau salah satu darimereka pernah mengalami enuresis. Akan tetapi, faktor keturunan ini masih belumjelas kaitannya dengan terjadinya enuresis.6 Sekitar 43 persen anak yang mengalami enuresis memililki ayah yang jugamengalami enuresis pada waktu kecil, 44 persen anak yang mengalami enuresismemililki ibu yang juga mengalami enuresis pada waktu kecil, dan 77 persen anak yang mengalami enuresis memililki kedua orang tua yang juga mengalami enuresispada waktu kecil.4 b) Gangguan pertumbuhan  dan gangguan pendewasaan6 c) Faktor ± faktor pendidikanMeskipun terdapat anak yang sendirinya tidak mengompol, akan tetapi umumnyaperlu diberi petunjuk ± petunjuk dalam latihan. Keberhasilan latihan ini sangattergantung dengan keadaan keluarga serta kemampuan orang tua.6 Harapan orang tua yang terlalu banyak dan terlalu dini membuat latihan terlalu kerasdan memberikan hasil yang kurang. Latihan yang sangat berat serta pemberianhukuman juga memberikan hasil yang kurang daripada latihan dengan pendekatanpenuh pengertian sambil memberi hadiah. Latihan yang sangat berat tersebut jugadapat memberikan dampak perlawanan aktif ataupun pasif dari si anak sehinggatimbul enuresis di kemudian hari.6 d) SosiogenesisAda penelitian yang mengatakan bahwa terdapat hubungan antara lingkungan anak dan terjadinya enuresis. Enuresis lebih banyak ditemukan di kalangan sosial rendah.Faktor ± faktor yang turut menimbulkan enuresis adalah lingkungan

Page 3: Bab Ipendahuluan

perumahan yangburuk, perumahan yang sempit, fasilitas toilet yang terbatas, lebih dari satu anak tidur dalam satu tempat tidur. Akan tetapi, terdapat penelitian lain yang menyebutkanadanya hubungan yang lemah atau bahkan tidak terdapat hubungan antara statussosial dengan terjadinya enuresis.6 e) PsikogenesisGangguan ± gangguan psikis dapat menghambat anak dalam latihan menggunakantoilet. Biasanya, terjadi pada anak yang penakut dengan gangguan perilaku dan gejala± gejala seperti menyedot ibu jari, gagap. Selain itu, faktor ± faktor stres danketakutan pada masa latihan itu sendiri yang dapat menimbulkan enuresis dikemudian hari.6 f) Faktor ± faktor organik Kelainan anatomi dan fungsional pada saluran kemih merupakan faktor organik yangdapat menyebabkan anak tetap mengompol. Faktor ± faktor tersebut antara lainkapasitas kandung kemih, obstruksi saluran kemih, refluks vesiko-uretral, kelainan ± kelainan neurologis, serta infeksi saluran kemih.6 K lasifikasiEnuresis terbagi menjadi dua, yaitu enuresis primer dan enuresis sekunder.Enuresis primer ditandai oleh mengompol yang terus menerus dan tidak pernahmampu untuk mengontrol buang air kecil. Enuresis sekunder terjadi pada anak-anak

yang memiliki masalah dalam mengontrol buang air kecil setelah mampu mengontrolbuang air kecil selama 6 bulan atau lebih.7 Selain itu, enuresis juga terbagi menurut waktu terjadinya yaitu nokturnal,diurnal, nokturnal dan diurnal. Tipe nokturnal apabila enuresis terjadi pada saat tidur (malam hari), tipe diurnal apabila enuresis terjadi pada saat beraktivitas (siang hari).Diantara ketiga tipe tersebut, yang paling umum adalah tipe nokturnal.7 Penyebab enuresis primer antara lain idiopatik, hiperaktivitas kandungkemih, konstipasi, diabetes insipidus, obstruksi uretral, ektopik ureter, psikologis.Penyebab enuresis sekunder antara lain idiopatik, hiperaktivitas kandung kemih,konstipasi, diabetes insipidus yang`didapat, diabetes mellitus, neurogenik kandungkemih yang didapat, kelainan neurologis (kejang), obstruksi uretral yang didapat.4  Diagnosa Kriteria diagnosa dari kelainan enuresis berdasarkan DSM-IV-TR adalah

Page 4: Bab Ipendahuluan

8:  Anak berulang kali mengompol di tempat tidur atau pakaian (baik disengajamaupun tidak). Usia kronologis anak minimal 5 tahun (atau anak berada pada tingkatperkembangan yang setara). Perilaku tersebut muncul setidaknya dua kali seminggu selama 3 bulan, atausudah menyebabkan gangguan yang signifikan dalam fungsi atau terjadi distres. Gangguan ini bukan akibat dari obat ± obatan ataupun kelainan organik (penyakittertentu). Misalnya obat ± obatan diuretik, penyakit diabetes mellitus, spinabifida, kejang. Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesiayang ke III (PPDGJ-III), enuresis digolongkan sebagai gangguan perilaku danemosional lainnya dengan onset biasanya pada masa kanak dan remaja dan memilikikode F98.0.3 Pengertian enuresis non organik adalah suartu gangguan yang ditandai olehbuang air seni tanpa kehendak, pada siang dan atau malam hari, yang tidak sesuaidengan usia mental anak dan bukan akibat dari kurangnya pengendalian kandungkemih akibat kelainan neurologis, serangan epilepsi, atau kelainan struktural padasaluran kemih.3 Berdasarkan kriteria diagnosis tersebut, maka untuk menegakkan diagnosaenuresis kelainan organik harus disingkirkan sebagai penyebab. Hal ini meliputiinfeksi saluran kemih, obstruksi saluran kemih, atau kelainan anatomi dari salurankemih. Ketiga hal ini juga sering menjadi penyebab seorang anak mengalamienuresis.8 Selain penyebab, usia dari si anak juga menentukan diagnosis. Tidak adanyagaris pemisah yang tegas antara gangguan enuresis dan variasi normal usia seoranganak berhasil mencapai kemampuan mengendalikan kandung kemihnya. Akan tetapi,enuresis tidak lazim didiagnosis terhadap anak dibawah usia 5 tahun atau dengan usiamental kurang dari 4 tahun.3  Pemeriksaan penunjang U

Page 5: Bab Ipendahuluan

rinalisa Pemeriksaan urinalisa dapat menyingkirkan infeksi saluran kemih sebagai penyebabenuresis. Selain itu, peningkatan osmolaritas urin serta glukosuria dapat menjadipetunjuk adanya diabetes sebagai penyebab terjadinya enuresis.Kultur urin Pemeriksaan kultur urin juga dapat digunakan untuk menyingkirkan infeksi salurankemih sebagai penyebab enuresis.7  Ultrasonografi saluran kemih dan uroflowmetri Tidak semua pasien yang mengalami enuresis dilakukan pemeriksaan ini. Indikasidilakukannya pemeriksaan ini apabila terjadinya diurnal serta nokturnal enuresis danadanya gangguan pengosongan urin. Sehingga, pasien dapat dipastikan apakahmemiliki kelainan struktur saluran kemih sebagai penyebab enuresis.7  Diagnosa banding Diagnosa banding yang sering adalah infeksi saluran kemih. Hal ini terutama apabilaenuresis yang terjadi pada wanita. Meskipun persentasi yang relatif rendah, diagnosabanding yang mungkin adalah kelainan anatomi atau lesi obstruktif.2 Sedangkan untuk enuresis sekunder, diabetes tipe I pada anak merupakan diagnosabanding yang utama. Hal ini dikarenakan enuresis merupakan salah satu gejalapenting pada diabetes tipe I selaiin dari polidipsi dan poliuria.2  Penatalaksanaan Penatalaksanaan enuresis terbagi menjadi tiga yaitu terapi perilaku, farmakoterapi,psikoterapi. Dalam hal penanganan enuresis, yang perlu diperhatikan adalah edukasi terhadaporang tua. Edukasi tersebut bertujuan agar orang tua tidak melakukan hal yang dapatKultur urin Pemeriksaan kultur urin juga dapat digunakan untuk menyingkirkan infeksi salurankemih sebagai penyebab enuresis.7  Ultrasonografi saluran kemih dan uroflowmetri Tidak semua pasien yang mengalami enuresis dilakukan pemeriksaan ini. Indikasidilakukannya pemeriksaan ini apabila terjadinya diurnal serta nokturnal enuresis danadanya gangguan pengosongan urin. Sehingga, pasien dapat dipastikan apakahmemiliki kelainan struktur saluran kemih sebagai penyebab enuresis.7  Diagnosa banding Diagnosa banding yang sering adalah infeksi saluran kemih. Hal ini terutama apabilaenuresis yang terjadi pada wanita. Meskipun persentasi yang relatif rendah, diagnosabanding yang mungkin adalah kelainan anatomi atau lesi obstruktif.

Page 6: Bab Ipendahuluan

2 Sedangkan untuk enuresis sekunder, diabetes tipe I pada anak merupakan diagnosabanding yang utama. Hal ini dikarenakan enuresis merupakan salah satu gejalapenting pada diabetes tipe I selaiin dari polidipsi dan poliuria.2  Penatalaksanaan Penatalaksanaan enuresis terbagi menjadi tiga yaitu terapi perilaku, farmakoterapi,psikoterapi. Dalam hal penanganan enuresis, yang perlu diperhatikan adalah edukasi terhadaporang tua. Edukasi tersebut bertujuan agar orang tua tidak melakukan hal yang dapatmemperburuk ketegangan anak. Misalnya, anaknya dipersalahkan, dihukum (disuruhmencuci pakaiannya sendiri bila sudah basah, disuruh mencium kencingnya), dibuatmalu (guru dan temannya diberitahukan bahwa ia ngompol), atau dibanding -bandingkan dengan saudara atau teman yang sudah tidak mengompol lagi.4  Sebaiknya, anak diberitahu bahwa mengompol yang terjadi bukan karena suatupenyakit melainkan suatu kebiasaan anak kecil. Selain itu, kita juga memberitahubahwa bila ia betul - betul ingin berhenti mengompol, maka pasti akan berhasil.4  Terapi perilaku adalah cara yang paling efektif dalam penatalaksanaan enuresis. Halini dibuktikan bahwa lebih dari 50 persen kasus sembuh dengan teknik terapi perilakuini. Dalam terapi perilaku, dikenal metodeclassic conditioning . Metode ini dapatdilakukan dengan bel atau aparatus pad.8  Metode bel dilakukan dengan alat plaswekker. Caranya adalah dengan meletakkanbantalan di bawah anak yang sedang tidur. Apabila bantalan basah akibat urin keluar,sirkuit listrik menutup menyebabkan bel berbunyi dan membangunkan anak yangmasih tidur.6  Selain itu, latihan sfingter kandung kemih juga dapat dilakukan dalam terapi perilaku.Meskipun metode ini sedikit kurang efektif daripada metode bel atau aparatus pad,tapi latihan sfingter kandung kemih ini mudah untuk dilakukan. Caranya adalahdengan cara melatih untuk tidak segera berkemih dan menahan selama mungkin padasaat siang hari. Apabila si anak berhasil, kita dapat memberikan hadiah atau pujian.8  Penatalaksanaan enuresis yang kedua adalah dengan farmakoterapi. Farmakoterapibukan merupakan pilihan pertama dalam penanganan enuresis ini. Obat ± obat yangsering dipakai dalam pengobatan enuresis adalah imipramin dan desmopressin.

Page 7: Bab Ipendahuluan

8Imipramin memiliki efek meningkatkan tonus sfingter kandung kemih. Selain itu,obat ini juga dapat membuat anak tersebut masuk ke dalam tingkat tidur yang lebihdalam. Hal ini menyebabkan anak tidak mengompol, karena mengompol seringterjadi pada saat tingkat tidur yang ringan. Efek samping obat ini adalah konstipasi, kesulitan dalam memulai berkemih,penurunan nafsu makan, perubahan kepribadian. Kelebihan dosis imipramin bahkanmenyebabkan kematian. Akibat dari resiko efek samping ini, WHO tidak merekomendasikan obat ini dalam penatalaksanaan enuresis.3  Desmopressin dapat diberikan secara oral atau intranasal. Akan tetapi, pemberiansecara intranasal sudah tidak direkomendasikan lagi karena dapat mengakibatkanhiponatremia, kejang, bahkan kematian. Desmopressin diberikan per oral satu jamsebelum tidur. Dosis awal adalah 0,2 mg dan dapat ditingkatkan hingga dosismaksimal 0,6 mg. Banyak studi yang mengatakan bahwa desmopressin memiliki efek samping yang rendah.3  Penatalaksanaan enuresis yang terakhir adalah dengan psikoterapi. Psikoterapi tidak efektif sebagai penatalaksanaan tunggal dalam mengurangi enuresis. Psikoterapiberguna dalam mengatasi masalah kejiwaan dan emosional akibat dari enuresis itusendiri.  Prognosis Enuresis biasanya hilang dengan sendirinya tanpa kelainan psikologis lanjutan.Kebanyakan anak yang mengalami enuresis akan memiliki kepercayaan diri danhubungan sosial yang baik setelah tidak mengalaminya lagi. Biasanya anak 

Mikkelsen, Edwin J. Dalam : Lewis, Melvin. Child and Adolescent Psychiatry.Maryland : Williams and Wilkins; 1991

Sadock, Benjamin, Virginia Sadock, M.D. Kaplan and Sadock¶s ComprehensiveTextbook of Psychiatry volume I 9thed. Philadelphia : Lippincott Williams andWilkins; 2009 3. Depkes RI Dirjen Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan dan DiagnosisGangguan Jiwa di Indonesia III edisi pertama. Jakarta : ;1993. 4. Robson, Lane M. Enuresis. 2010.Diunduh dari :http://emedicine.medscape.com/article/1014762  5. Maramis, Willy, Albert Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi Kedua.Surabaya : Pusat Penerbitan dan PercetakanUNAIR;2009 6. 

Page 8: Bab Ipendahuluan

Baldew,J.M, Prof.Dr.R.J.Scholtmeijer.Enuresis. Jakarta : EGC Penerbit BukuKedokteran;1984 7. Nelson 8. Sadock, Benjamin, Virginia Sadock, M.D. Kaplan and Sadock¶s ComprehensiveTextbook of Psychiatry volume I 9thed. Philadelphia : Lippincott Williams andWilkins; 2009http://www.depkes.go.id/downloads/Psikososial.PDF

http://www.depkes.go.id/downloads/Psikososial.PDF