bab iii substansi psikologi dan tasawuf:...

37
75 BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: KESEHATAN MENTAL DALAM AGAMA A. SUBSTANSI PSIKOLOGI Psikologi pada awalnya dipakai oleh ilmuwan dan para filosof untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam memahami akal pikiran dan segala bentuk tingkah laku mahluk hidup mulai dari yang paling primitif sampai yang paling modern. Sebelum menjadi disiplin ilmu tersendiri, psikologi memiliki hubungan dengan ilmu kedokteran dan ilmu filsafat hingga saat ini masih tampak sekali pengaruhnya. Seperti keterkaitan antara kondisi psikis dengan kondisi jasmani (organ-organ biologis). Sedangkan dalam filsafat berkenaan dengan persoalan nalar atau akal (IQ), kehendak, pengetahuan dan hal-hal yang berkaitan dengan mental manusia, dan dalam Filsafat juga sudah mem- pelajari mengenai gejala-gejala kejiwaan. Hal tersebut telah dibicarakan sejak tahun 500 atau 600 tahun sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399 SM), Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). 1 Yang pada perkembangannya hal tersebut diambil alih ilmu psikologi sebagai obyek kajiannya, dan pada perkembangannya menjadi ilmu yang berdiri sendiri. Psikologi bisa disebut sebagai ilmu yang berdiri sendiri dan berani mempopulerkan diri sebagai ilmu yang mandiri, hal ini pertama kali di cetuskan oleh Wilhelm Wundt (1832-1920) 2 dengan mendirikan laboratorium psikologi pertama kali di Leipzig, pada tahun 1879. Laboratorium tersebut berfungsi untuk menyelidiki peristiwa-peristiwa kejiwaan yang kaitannya dengan perilaku manusia ataupun binatang. 1 Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976) 2 Dalam teorinya (Wundt) terkait dengan masalah psikologis atau proses mental mengatakan bahwa, psyche itu seperti air, aktif, dan terus-menerus selalu berubah, sehingga keberadaannya tidak bisa direkam, dianalisis atau diketahui secara pasti layaknya ilmu alam (eksakta). Pandangan ini bisa disebut sebagai “teori aktualitas” yang berpendapat bahwa psyche adalah aktual, sebagai bentuk fenomena langsung (Immediate phenomenal), bukan suatu fenomena buatan. (Ibid., hlm. 6)

Upload: trankiet

Post on 03-Feb-2018

242 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

75

BAB III

SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF:

KESEHATAN MENTAL DALAM AGAMA

A. SUBSTANSI PSIKOLOGI

Psikologi pada awalnya dipakai oleh ilmuwan dan para filosof

untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam memahami akal pikiran dan

segala bentuk tingkah laku mahluk hidup mulai dari yang paling primitif

sampai yang paling modern.

Sebelum menjadi disiplin ilmu tersendiri, psikologi memiliki

hubungan dengan ilmu kedokteran dan ilmu filsafat hingga saat ini masih

tampak sekali pengaruhnya. Seperti keterkaitan antara kondisi psikis dengan

kondisi jasmani (organ-organ biologis). Sedangkan dalam filsafat berkenaan

dengan persoalan nalar atau akal (IQ), kehendak, pengetahuan dan hal-hal

yang berkaitan dengan mental manusia, dan dalam Filsafat juga sudah mem-

pelajari mengenai gejala-gejala kejiwaan.

Hal tersebut telah dibicarakan sejak tahun 500 atau 600 tahun

sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

SM), Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM).1 Yang pada

perkembangannya hal tersebut diambil alih ilmu psikologi sebagai obyek

kajiannya, dan pada perkembangannya menjadi ilmu yang berdiri sendiri.

Psikologi bisa disebut sebagai ilmu yang berdiri sendiri dan berani

mempopulerkan diri sebagai ilmu yang mandiri, hal ini pertama kali di

cetuskan oleh Wilhelm Wundt (1832-1920)2 dengan mendirikan

laboratorium psikologi pertama kali di Leipzig, pada tahun 1879.

Laboratorium tersebut berfungsi untuk menyelidiki peristiwa-peristiwa

kejiwaan yang kaitannya dengan perilaku manusia ataupun binatang.

1 Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976) 2 Dalam teorinya (Wundt) terkait dengan masalah psikologis atau proses mental

mengatakan bahwa, psyche itu seperti air, aktif, dan terus-menerus selalu berubah, sehingga keberadaannya tidak bisa direkam, dianalisis atau diketahui secara pasti layaknya ilmu alam (eksakta). Pandangan ini bisa disebut sebagai “teori aktualitas” yang berpendapat bahwa psyche adalah aktual, sebagai bentuk fenomena langsung (Immediate phenomenal), bukan suatu fenomena buatan. (Ibid., hlm. 6)

Page 2: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

76

Dengan berdirinya laborat tersebut psikologi semakin berkembang dan

semakin jelas jenis kelaminnya.

Perkembangan psikologi dimulai pada abad ke-17 dan ke-18, dan

kelihatan semakin pesat kemajuannya pada abad ke-20. Pada awalnya

psikologi adalah bagian daripada filsafat sebagaimana dengan ilmu-ilmu

lain seperti, ilmu hukum, etika, ilmu ekonomi, biologi sebagainya.3

Perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan alam dan empiris pada abad ke-

17 sampai abad ke-19 sangat mempengaruhi perkembangan psikologi. Sejak

pertengahan abad-19, dikenal sebagai abad kelahiran psikologi kontemporer

di dunia Barat, terdapat banyak pengertian mengenai “psikologi” yang

ditawarkan oleh para psikolog. Masing-masing pengertian memiliki

keunikan, seiring dengan kecenderungan, asumsi dan aliran yang dianut oleh

penciptanya. Meskipun demikian, perumusan pengertian psikologi dapat

disederhanakan dalam tiga pengertian.4

Pertama, Psikologi adalah studi tentang jiwa (pyche), seperti studi

yang dilakukan Plato (427-347 SM.) dan Aristoteles (384-322 SM.) tentang

kesadaran dan proses mental yang berkaitan dengan jiwa.

Kedua, Psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang kehidupan

mental, seperti pikiran, perhatian, persepsi, inteligensi, kemauan, dan

ingatan. Definisi ini dipelopori oleh Wilhelm Wundt.

Ketiga, Psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang perilaku

organisme, seperti perilaku kucing terhadap tikus, perilaku manusia terhadap

sesamanya, dan sebagainya. Pandangan ketiga psikologi hanya dipahami

bahwa psikologi adalah satu disiplin ilmu yang secara khusus mempelajari

tingkah laku manusia yang tampak secara lahiriah. Karena apa yang diamati

dan yang dapat diukur adalah hal-hal yang tampak dan dapat dilihatnya,

sedangkan jiwa tidak dapat dilihat, diamati dan tidak dapat di ukur. Definisi

yang terakhir ini dipelopori oleh John Watson dan Ivan pavlov, yang

3 F. Patty, dkk, Pengantar Psikologi Umum, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), hlm. 12. 4 Sarlito Wirawan Sarwono, op. cit., hlm.12-16.

Page 3: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

77

terkenal dengan sebutan S-R (stimulus response) dan conditioning response

(C-R). 5

Dalam istilah klasik psikologi disebut juga ilmu jiwa, yang diambil

dari kata bahasa Inggris psychology, kata ini berasal dari dua akar kata yang

bersumber dari bahasa Yunani yaitu berasal dari kata psyche yang berarti

jiwa, dan dari kata logos yang berarti ilmu, dengan demikian secara harfiah

(etimologi) psikologi artinya “ilmu jiwa”.6 Dengan demikian secara harfiah

psikologi dapat dipahami yang berarti ilmu jiwa.

Adapun secara terminologi psikologi adalah ilmu yang mempelajari

tentang jiwa atau batin. Namun, dewasa ini, pengertian tentang psikologi

sebagai suatu disiplin ilmu, sangat kompleks sehingga sering kita temukan

adanya perbedaan pengertian atau definisi yang diberikan oleh setiap

orang. Pada umumnya, para ahli linguist dalam mendefinisikan sesuatu

hanya sebatas kata itu saja sehingga sering kali ditemukan definisi kata

tersebut dalam arti yang lebih sempit. Walaupun demikian, pada

kenyataannya, seperti terdapat dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”,

tidaklah demikian. Kata psikologi dalam buku tersebut didefinisikan yaitu,

sebagai ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun

abnormal, dan pengaruhnya terhadap perilaku, atau dapat berarti juga

5 Stimulus respon istilah ini dipopulerkan oleh Ivan Pavlov, dkk. Pavlov adalah Seorang

psikolog dari Rusia. Dia jua sebagai seorang tokoh mazhab psikologi behaviorisme. Uji coba (eksperimen) yang dilakukan yaitu, dengan memperlakukan seekor anjing yang lapar, dimasukkan ke dalam suatu ruangan (kandang) yang sudah di desain sedemikian rupa. Dalam ruangan tersebut Pavlov membunyikan suatu bel, akan tetapi anjing tidak mengeluarkan reaksi apapun dari mulutnya walau dalam kondisi lapar, kemudian uji coba selanjutnya Pavlov meletakkan daging yang terbungkus di depan anjing, reaksi yang muncul anjing mengeluarkan air liur, pada saat bersamaan bel dinyalakan dan daging diberikan. Selanjutnya setelah dilakukan beberapa kali bel dinyalakan tanpa memberikan daging kepada anjing, dan setiap bel dinyalakan anjing mengeluarkan reaksi selalu mengeluarkan air liurnya. Begitu juga S_R. sehingga eksperimen tersebut menghasilkan satu kesimpulan bahwa, psikologi adalah satu ilmu yang mempelajari laku (behavior) manusia, bukan kesadaran manusia. Tidak heran apa bila madzab behaviorist menganggap bahwa, gangguan mental itu bukan disebabkan karena gangguan kejiwaan melainkan perilaku yang menyimpang (maladaptive behavior) akibat pelajiman (conditioning) tau pengambilan satu respon yang salah secara terus menrus, dalam arti yang lain perilaku menyimpang itu akibat proses belajar yang salah. (Agus Sujanto, psikologi Umum, hlm. 116-117.)

6 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan; Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: PT Rosdakarya, 1996), hlm. 7-8.

Page 4: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

78

sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang gejala dan masalah-

masalah aktifitas jiwa.7

Sedangkan dalam “kamus psikologi” kata psikologi didefinisikan

dalam arti yang lain. Dalam buku tersebut kata psikologi tidak hanya

didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang jiwa, tetapi juga

didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang sesuatu yang

berhubungan dengan kesadaran, sensasi dan pikiran.8 Definisi ini lebih

cenderung merujuk pada psikologi dalam, dan kelihatannya sedikit

bertentangan dengan psikologi behaviourisme. Karena psikologi tidak

hanya berhubungan hal-hal yang bersifat jasmaniah yang memiliki corak

empiris dan objektif, namun psikologi juga berkaitan pada hal-hal yang

bersifat psikis (psyche) yang mungkin tidak dapat diukur secara statistik.

Sementara itu psikologi akan mempunyai definisi yang berbeda

apabila para sosiolog, antropolog, filosof, dan para sufi yang

mendefinisikannya. Kenapa demikian karena pendekatan dan sudut

pandang mereka tidak sama, karena berangkat dari disiplin ilmu yang

berbeda. 9

Sampai saat ini psikologi dipahami sebagai ilmu pengetahuan yang

mempelajari secara khusus mengenai kondisi-kondisi jiwa atau psikologis

manusia. Ilmu ini disebut juga sebagai ilmu jiwa, walaupun arti “ilmu

jiwa” itu sendiri masih ada semacam ketidakjelasan. Apa yang dimaksud

dengan “jiwa”, tidak ada seorang pun yang tahu dengan sesungguhnya.

Karena kekaburan arti tersebut menimbulkan keanekaragaman pendapat

mengenai definisi psikologi. Banyak para sarjana dan para ilmuwan mem-

beri definisi yang jauh berbeda dengan pendapat ilmuwan lain, hal ini bisa

dimaklumi karena pendapatnya itu disesuaikan dengan arah minat dan

aliran yang diikutinya.

7 Tim Penyusun Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Edisi Kedua (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 704. 8 J.P. Chaplin, Kamus lengkap Psikologi, terj. Kartini Kartono, (Jakarta: Rajawali, 1989),

hlm. 354. 9 Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), hlm.

403.

Page 5: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

79

Francis Bacon (1600 M) dan Johan Loke (1632-1704), sebagai

tokoh madzhab empirisme, mereka berpendapat bahwa jiwa tidak

mempunyai pengertian yang dibawa sejak lahir, dan semua pengertian dan

alam pikiran berasal dari pengalaman; manusia lahir berjiwa tabularasa

bagaikan kertas putih, serta tingkah laku yang ditunjukkan manusia pada

dasarnya dipelajari berdasarkan pengalaman. Rene Descartes (1596-1650),

seorang filsuf Perancis, pernah mencetuskan definisi bahwa ilmu jiwa

(psikologi) adalah ilmu tentang kesadaran.10 George Berkeley (1685-1753)

seorang filsuf Inggris, mengemukakan pendapat bahwa psikologi adalah

ilmu tentang penginderaan (persepsi).11

Di pihak lain, para ahli ilmu faal, khususnya para dokter yang mulai

tertarik pada masalah-masalah kejiwaan, bersamaan dengan

berkembangnya ilmu pengetahuan di negara-negara Eropa, mereka

berpendapat bahwa jiwa itu erat sekali hubungannya dengan susunan

syaraf dan refleks-refleks. Hal ini sebagaimana dikemukakan Sir Charles

Pell (1774-1842, Inggris) dan Harancois Magensie (1783-1855, Perancis)

yang menemukan syaraf-syaraf sensorik (penginderaan) dan syaraf-syaraf

motorik (yang mempengaruhi gerak dan kelenjar-kelenjar). Para ahli

kemudian menemukan berbagai hal fungsi jiwa, antara lain pusat bicara

manusia itu berada di otak sebagaimana yang dikemukakan oleh Paul

Brocca, 1824-1880 dan mekanisme refleks oleh Marshall Hall, 1790-1857.

Setelah penemuan-penemuan tersebut timbullah definisi-definisi tentang

psikologi yang mengaitkan psikologi dengan tingkah-laku dan selanjutnya

mengaitkan tingkah-laku dengan refleks. Ivan Pavlov (1849-1936)

misalnya mendefinisikan psikologi sebagai ilmu tentang refleks, oleh

karenanya psikologi tidak berbeda dari ilmu faal.12

Perkembangan dan keragaman definisi-definisi dan substansi

psikologi itu masih terus berlanjut sampai sekarang. Sebagaimana

dikemukan oleh Clifford T. Morgan seorang psikolog kontemporer, ia

mendefinisikan "Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku

10 Suardiman, Psikologi Dalam, (Yogyakarta: Perc”STUDING”, T.Th), hlm. 2. 11 Sarlito Wirawan Sarwono, op. cit., hlm.3-4. 12 Ibid.,

Page 6: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

80

manusia dan hewan”. Edwin G. Boring dan Herbert S. Langfeld "Psikologi

adalah studi tentang hakekat manusia”. Garden Murphy, "Psikologi adalah

ilmu yang mempelajari respon yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap

lingkungannya".13

Walaupun secara umum psikologi itu membahas tentang jiwa dan

tingkah laku, pada kenyataannya sampai saat ini belum pernah dicapai kata

sepakat. Bahkan sebelum mendapat pengaruh dari faham behaviorist,

masalah jiwa dan jasmani, pernah menjadi isu perdebatan yang cukup serius,

baik dalam dunia psikologi sendiri maupun dalam dunia filsafat. Dalam hal

ini yang menjadi sentral permasalahan yaitu mengenai hubungan yang tepat,

jelas, dan rinci antara jiwa dan raga. Seorang filsuf yang turut memberikan

kontribusi untuk memecahkan masalah ini adalah Plato, menurutnya jiwa

dan badan merupakan dua substansi yang terpisah satu sama lain, tanpa ada

interaksi di antara keduanya.

Ajaran Plato tersebut disebut sebagai orang yang mengikuti faham

dualist dalam jiwa manusia. Hal ini diperkuat lagi oleh statement J.P

Chaplin dia berpendapat bahwa Plato adalah seorang dualist yang pertama.

Namun dalam masalah ini Descartes justru sependapat dengan Plato,

berpendapat bahwa “tubuh dan jiwa merupakan dua substansi yang

berbeda”. Akan tetapi di sisi lain Descartes menentang pendapat Plato

mengenai “ketidakadaan interaksi antara jiwa dan badan”. Sebab dalam

analisa Descartes antara jiwa dan badan justru saling berinteraksi, yang

terjadi pada kelenjar pineal (pineal gland, epiphysis cerebra).14

Keanekaragaman pemahaman dan pandangan tentang psikologi

tersebut. Pada dasarnya Psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang tingkah

laku dan kehidupan psikis (jiwani) manusia.

Ada beberapa definisi psikologi sebagai mana yang dikemukakan oleh

para ahli, yaitu:

1. Dalam psikologi umum didefinisikan bahwa psikologi adalah ilmu

pengetahuan tentang aktivitas manusia (behaviorisme radikal).

13 Ibid.,5. 14 J.P. Chaplin, op. cit., hlm. 405.

Page 7: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

81

2. Plato mendefinisikan psikologi berarti: Ilmu pengetahuan yang

mempelajari sifat, hakikat, dan hidup jiwa manusia.

3. Menurut aliran empiris dan rasionalisme psikologi adalah Ilmu

pengetahuan yang mempelajari kesadaran atau gejala-gejala kesadaran.15

4. Psikologi menurut Aliran psikologi-dalam (Freudianism): psikologi

adalah ilmu yang mempelajari baik gejala-gejala kesadaran maupun gejala-

gejala ketidaksadaran serta gejala-gejala di bawah sadar. Dan Ilmu

pengetahuan yang mempelajari semua tingkah laku dan perbuatan

individu baik yang terkait dengan dirinya maupun dengan lingkungannya.

5. Psikologi menurut Mac Dougall psikologi adalah; ilmu pengetahuan yang

mempelajari tingkah laku manusia atau human behavior. Karena itu

psikologi digolongkan dalam aliran behaviorism. Aliran ini disampin

dipelopori oleh Mac Dougall, juga dipelopori oleh Thorndike, dan Watson

dari Amerika Serikat, dan A. Pavlov serta Von Bechterew dari Rusia.16

6. Psikologi Menurut Wiliam Louis Stern (1871-1938), psikologi adalah

sebagai ilmu tentang individu yang mengalami atau menghayati, dan

individu yang mampu mengalami atau menghayati.

7. Menurut Woodword dan Marquis psikologi adalah; ilmu pengetahuan yang

mempelajari aktifitas individu dari sejak masih dalam kandungan sampai

meninggal dunia dalam hubungannya dengan alam sekitar.

8. Menurut Wilhelm Wundt17 psikologi adalah merupakan ilmu pengetahuan

yang mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri

15 Kesadaran dalam pandangan William, James (91842) sebagaimana yang dikutip oleh

Sukanto MM dalam Bukunya nafsiologi, bahwa kesadaran adalah sebagai hasil adaptasi manusia dalam usahanya mempertahankan jenis dan dirinya (teori evolusi). Dan kesadaran bukan suatu hal yang bersifat statis, melainkan merupakan suatu proses yang mengalir secara terus menerus. Terkait dengan masalah psikologi ia berpendapat bahwa hakikat (substansi) psikologi adalah kesadaran manusia yang bersifat dinamis. Pandangan James tentang diri manusia ia membedakan dalam dua bentuk yaitu “aku” dan “aku sosial” (social me). Aku adalah “diri” sebagai yang mengetahui sesuatu dan “aku sosial” adalah diri sebagai sesuatu yang diketahui secara material dan bersifat umum (social).

16 Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bandung: Mandar Maju, 1990), hlm. 2 17 Wilhelm Wundt adalah seorang tokoh psikologi eksperimental. Dia adalah seorang

ilmuwan psikologi yang pertama kali mendirikan laboratorium psikologi. Fokus yang dikerjakan ialah melakukan penyelidikan, pengamatan terhadap tingkah laku dan keadaan jiwa manusia serta segala bentuk tingkah yang ditimbulkannya, melalui suatu uji coba secara empirik di laboratorium. Eksperimen diartikan yaitu sebagai bentuk kerja dalam suatu penelitian secara khusus terhadap apa yang akan dipelajarinya. Dan eksperimen ini merupakan salah satu metode ilmiah dalam psikologi. Metode ini dipakai karena hasil yang diperoleh merupakan suatu pengamatan langsung dengan

Page 8: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

82

manusia, seperti perasaan, panca indera, pikiran, merasa (feeling) dan

kehendak.

9. John Broadus Watson, memandang psikologi yaitu sebagai ilmu

pengetahuan yang mempelajari tingkah laku tampak (lahiriah) dengan

memakai metode observasi yang objektif terhadap rangsangan dan

jawaban. 18

Adapun sebagian ilmuwan memberikan pandangan bahwa, pada

dasarnya psikologi itu menyibukkan diri dengan masalah kegiatan psikis,

seperti berpikir, belajar, menanggapi, mencintai, membenci, dan sebagai

yang terkait dengan kondisi dan kegiatan psikis dengan tingkahlakunya.

Macam-macam kegiatan psikis pada umumnya digolongkan dalam

empat kategori, yaitu: (1) pengenalan atau kognisi, (2) perasaan atau emosi,

(3) kemauan atau konasi, dan (4) gejala campuran. Namun jangan

diabaikan bahwa, setiap aktivitas psikis (jiwani) itu pada waktu yang sama

juga merupakan aktivitas fisik (badani)19. Semua kegiatan jasmaniah, otak,

perasaan, alat indera dan otot-otot juga ikut ambil bagian di dalamnya.

Dari keanekaragaman pendapat para ahli psikologi di atas, hal ini

bisa dimaklumi karena adanya perbedaan sudut pandang dalam mempelajari

dan menyelidiki tingkah laku manusia, sehingga sulit ditemukan atau

melalui satu uji coba yang diamati secara sistematis dalam situasi khusus, dimana gejala-gejala yang diamati begitu disederhanakan menjadi beberapa faktor saja. Sehingga peneliti dapat menguasai seluruh proses eksperimen. Menguasai dalam hal ini berarti; dengan sengaja menciptakan, menghilangkan, mengendalikan dan mengontrol secara sistematis kondisi dan variabelnya, sehingga bisa ditimbulkan atau dihilangkan gejala-gejala psikis dan sosial tertentu untuk diamati dengan teliti. (Kartini Kartono, Psikologi Umum, hlm. 2 dan F. Patty, dkk, Pengantar Psikologi Umum, hlm. 49)

18 Definisi tersebut sebagaimana yang dikutip oleh Sukanto MM. Definisi itu adalah sebagai bentuk untuk menjembatani teori-teori yang dikemukakan oleh aliran nativisme dengan aliran empirisme. Dimana individu yang menghayati atau mengalami adalah obyek dari empirisme dan individu yang berkemampuan atau mampu mengalami atau menghayati adalah pandangan nativisme. Dengan demikian Stern menganut dua faham sekaligus. Lebih jauh lagi Stern mencoba memecahkan suatu persoalan yang terkait masalah hubungan psyche hubungannya dengan jasmani. Menurutnya hubungan itu terletak pada penghayatan. Karena psyche dalam menghayati sesuatu itu tidak bisa lepas dari badan atau selalu melalui badan. Begitu juga sebaliknya apabila psyche ingin mengekspresikan sesuatu juga tidak bisa lepas dengan badan. Hubungan kedua fungsi yang ada dalam diri manusia inilah merupakan suatu cerminan bahwa diri (kondisi psikologis/mental) dan tingkah laku manusia itu selalu ditentukan oleh kedua dimensi yang ada dalam diri manusia tersebut, yakni jiwa-raga, jasmani-ruhani, psikologis-perilaku dan kepribadian-tingkah laku. Jadi tidak gejala-gejala fisik merupakan cerminan dari kondisi psikis. (Sarlito Wirawan Sarwono, op. cit., hlm. 8)

19 Ibid., hlm. 4.

Page 9: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

83

disepakati satu rumusan pengertian psikologi yang disepakati oleh semua

pihak. Akan tetapi dari sekian keanekaragaman tersebut secara subtansif

dapat diambil satu pemahaman yang sama, bahwa psikologi adalah; satu

ilmu pengetahuan yang secara khusus mempelajari semua tingkah laku dan

perbuatan individu, dalam mana individu tidak bisa dilepaskan dengan

lingkungannya. Disamping hal tersebut objek yang diamati itu adalah sama,

yakni tingkah laku manusia sejak dilahirkan sampai meninggal.

Dalam mengamati dan menyelidiki keanekaragaman tingkah laku

manusia tidaklah cukup hanya mengandalkan ilmu psikologi, sebagaimana

penyelidikan terhadap macam-macam organ manusia dipelajari dalam

bidang fisiologis, yakni suatu ilmu yang secara khusus meneliti peranan

setiap organ biologis kaitannya dengan fungsi-fungsi kehidupan. Misalnya

meneliti segala sesuatu yang terjadi pada mata, ketika subyek bisa melihat,

meneliti organ-organ pengucap sewaktu orang berbicara, dan juga meneliti

bekerjanya otak yang mampu mengkoordinir semua perbuatan individu

dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan lain sebagainya.

Pada dasarnya Fisiologi adalah sebagai ilmu yang turut membantu

psikologi dalam memecahkan persoalan-persoalan manusia yang berkaitan

dengan tingkah laku lahiriah yang bersifat jasmaniah. Ilmu ini penting

diterapkan karena, manusia itu merupakan satu totalitas jasmani dan

rokhani. Semua bentuk dorongan dan impuls (impuls, dorongan, tolakan,

rangsangan, rasa) dari dalam diri manusia yang menyebabkan timbulnya

macam-macam aktivitas fisik dan psikis, yang kemudian psikologi baru bisa

suatu hasil kesimpulan mengenai faktor dan bentuk-bentuk tingkah laku

(perbuatan, aktivitas) individu dalam relasinya dengan lingkungannya

baik normal maupun yang tidak normal.20

Pada era masakini metode-metode psikologi mulai dikembangkan dan

banyak diterapkan dalam kehidupan praktis untuk memecahkan masalah-

masalah sosial, ekonomi, politik, dan budaya, bertolak dari kebutuhan

manusia yang kongkrit, demi tujuan-tujuan kesejahteraan umum. Seperti

20 Bimo Walgito, Psikologi Sosial, (Yogyakarta: Yayasan penerbitan Fakultas Psikologi

UGM, 1987), hlm. 30.

Page 10: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

84

dipakai untuk menyelidik masalah ketimpangan sosial dan penyakit sosial

misalnya, perjudian, narkotika, gelandangan, kriminalitas, pelacuran, korupsi,

kenakalan remaja dan konflik-konflik sosial lainnya. Hal ini dapat dipecahkan

melalui wawasan-wawasan psikologis.21

Dengan ilmu psikologi seseorang mampu untuk mempelajari dan

mengenali tingkah laku manusia dengan harapan dapat diperoleh satu

pemahaman keberadaan manusia dengan segala bentuk tingkah lakunya.

Dengan demikian dapat dipahami, psikologi adalah sebagai ilmu pengetahuan

yang memiliki fungsi dan tujuan untuk mempelajari dan menyelidiki

mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tingkah laku dan kehidupan psikis

manusia. Sebagai mana dikemukakan Plato, psikologi berarti ilmu

pengetahuan yang mempelajari sifat, hakikat, dan hidup jiwa manusia.

Para ahli psikologi-dalam (Freudianisme) 22 psikologi dimaknai

sebagai ilmu pengetahuan yang bergerak dan mempelajari tentang kesadaran

atau gejala-gejala kesadaran yang ada dalam diri manusia, sementara itu Mac

Dougall penganut aliran psikologi behaviorisme memandang psikologi adalah

ilmu pengetahuan yang mempelajari segala bentuk perilaku manusia.

Psikologi juga memiliki tugas penting yaitu menyelidiki atau meneliti

penomena-penomena kejiwaan seseorang dan berusaha menjelaskan

phenomena tersebut. Akan tetapi pada kenyataannya psikologi dipahami dan

diartikan sebagai ilmu yang menyelidiki, mempelajari dan mengamati segala

bentuk perilaku, gejala-gejala jiwa, dan organisme, yang terkait dengan

tingkah laku manusia.

21 Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (Jakarta: Rajawali, 1987), hlm.

230-231 22 Psikologi dalam disebut juga dengan psychoanalysis, yang mempelajari dan mencari

sebab perilaku manusia pada dinamika yang jauh di dalam diri manusia, yakni pada alam tak sadar. Ini pertama kali digagas oleh Sigmund Freud. Perdebatan tentang tingkah laku manusia, Freud berpendapat bahwa semua perilaku manusia baik yang tampak maupun yang tersembunyi dalam diri manusia itu ada peristiwa mental yang disadari dan ada pula peristiwa mental yang tidak disadari, ada yang mudah di akses (preconscious) dan ada yang sulit di akses ke alam sadar (unconscious) sehingga bentuk-bentuk perilaku menyimpang atau kelainan-kelainan mental merupakan luapan dari peristiwa-peristiwa yang ditekan dalam alam bawah sadar. (Lih. Pengantar Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik Untuk Memaknai Kehidupan, ((Bandung: Mizan, 2001), hlm. xvii-xviii) )

Page 11: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

85

Oleh karena itu psikologi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu

pengetahuan yang berusaha memahami segala bentuk perilaku-perilaku

manusia, alasan dan cara mereka melakukan sesuatu, dan juga memahami

bagaimana manusia itu berfikir dan berperasaan, sehingga menjadi manusia

yang berkepribadian, yakni memiliki mental yang baik (sehat).

Untuk memahami tingkah laku, kepribadian ataupun mental seseorang

sebenarnya tidak hanya cukup dengan pendekatan ilmu psikologi belaka,

tetapi perlu juga didukung dengan ilmu lain seperti ilmu fisiologis, sosiologis

dan antropologi. Namun pendekatan yang paling utama untuk mengenal dan

mengetahui segala bentuk kondisi kejiwaan seseorang, yaitu dengan

pendekatan psikologis.23 Karena pendekatan ini dipandang lebih humanis.

Dalam psikologi ada berbagai macam cabang disiplin ilmu yang dapat

dipakai dalam pendekatan, mempelajari dan mengatasi berbagai macam

masalah dihadapi oleh manusia. Seperti masalah gangguan, kepribadian dan

sebagainya, dipelajari secara khusus oleh ilmu kesehatan mental, psikologi

abnormal dan psychopathology. Ilmu-ilmu tersebut memiliki tujuan untuk

mempelajari dan mencegah timbulnya gangguan kepribadian atau penyakit

mental-penyakit mental yang lain, serta berusaha mencarikan jalan keluar

terhadap masalah gangguan-gangguan psikologis tersebut.24

Dengan demikian psikologi ialah suatu ilmu pengetahuan yang

memiliki tujuan, peran, dan tugas untuk menyelidiki dan membahas

tingkah laku manusia baik terbuka maupun tertutup, atau secara individu

maupun kelompok yang terkait dengan lingkungannya.25 Juga berfungsi

sebagai metode pendekatan untuk menyelesaikan problem-problem

psikologis yang dihadapi oleh manusia.

Jadi secara substansi ilmu psikologi adalah suatu ilmu yang secara

khusus untuk menyelidiki, mempelajari, dan juga mencarikan serta

memberikan solusi (problem solving /treatment) terhadap problem-problem

kejiwaan (psikologis) yang dihadapi oleh individu maupun masyarakat.

23 Kartini Kartono, op. cit., hlm. 3. 24 Kartini Kartono dan Jenny Andari, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam

Islam, (Bandung, Mandar Maju, 1989), hlm. 4. 25 Kartini Kartono, op. cit., hlm. 8-10.

Page 12: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

86

B. SUBSTANSI TASAWUF

Sebagaimana psikologi pada awalnya tasawuf adalah bagian dari

ilmu filsafat yang berbicara tentang kesatuan wujud, pada saat itu dikenal

dengan istilah mistik. Istilah tasawuf dipopulerkan oleh Islam yang

ajarannya banyak digagas para sufi yang bersandarkan pada ajaran Islam.

Tasawuf adalah nama lain dari mistisisme dalam Islam. Di kalangan

orientalis Barat dikenal dengan sebutan Sufisme kata sufisme merupakan

istilah khusus mistisisme Islam. Sehingga kata sufisme tidak ada pada

mistisisme agama-agama lain.

Tasawuf merupakan ajaran Islam yang telah tampil dengan doktrin

dan corak tersendiri. Tasawuf yang oleh orientalis Barat disebut Sufisme 26

juga memiliki pengertian secara khusus yang telah menimbulkan

perbedaan pendapat dikalangan para ahli.

Secara etimologi kata tasawuf berasal dari kata sufi yang berarti

suci, bersih, ibarat kilau kaca. Hal ini diidentikkan dengan perilaku para

sufi yang senantiasa menjaga kesucian diri dalam hidupnya. Mereka

senantiasa menjaga kesucian dari nafsu, makanan, badan maupun jiwanya.

Kata tasawuf juga berasal dari kata ahlu suffah adalah segolongan sahabat-

sahabat Nabi yang menyisihkan dirinya di suatu tempat di samping masjid

Nabi yang memakai pelana kuda (suffah) sebagai bantal, shof yaitu barisan

paling depan sebagaimana orang yang sembahyang di Saf pertama

mendapatkan kemuliaan dan pahala, suf yaitu kain yang terbuat dari bulu

binatang (wol) sebagai sumber kesederhanaan dan tidak mementingkan

dunia dan kata sophos menggambarkan keadaan jiwayang senantiasa

cenderung kepada kebenaran.27 Tetapi sebagian ahli bahasa menyebutkan

bahwa perkataan Sufi bukan berasal dari bahasa Arab, tetapi bahasa Yunani

yang telah di-Arabkan. Asal katanya adalah theosofie yang bererti ilmu

ketuhanan. Kemudian di-Arabkan dan diucapkan dengan lidah Arab

sehingga berubah menjadi tasauf (tasawuf), yang biasa disebut Sophos

(kebijaksanaan). Kata Sophos, berasal dari bahasa Yunani yang berarti

26 Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam,( Jakarta,Bulan Bintang, 1973), hlm. 56.

27 K. Permadi, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 25-27.

Page 13: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

87

hikmah atau bijaksana. Kata ini sering dinilai dari asal kata tasawuf.

Karena salah satu sifat para sufi adalah bijaksana atau kebijaksanaan.28

Dengan demikian tasawuf dari segi Linguistik (kebahasaan) ini

dapat dipahami bahwa tasawuf adalah sebagai sikap mental yang selalu

memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban

untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana untuk memcapai hakekat

akhlak yang mulia.29

Secara terminologi, pengertian tasawuf sangat variatif, akan tetapi

secara garis besarnya (inti tasawuf) sebagaimana penjelasan Prof. Dr.

Harun Nasution tasawuf adalah kesadaran adanya komunikasi dan dialog

langsung antara mansuia dengan Tuhannya. Tasawuf juga menekankan

pada kesadaran fitrah yang dapat menggerakkan jiwa kepada kegiatan-

kegiatan tertentu untuk memperoleh sesuatu perasaan bersatu atau

hubungan dengan wujud Tuhan yang Mutlak (al-Haq). Sebagaimana yang

dikemukakan oleh Badar bin Al-Husain, “ sufi adalah orang-orang yang

telah memilih Al-Haq (Allah) semata-mata untuk dirinya”.30

Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus

langsung dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan

penuh kesadaran, bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan.

Kesadaran tersebut akan menuju kontak komunikasi dan dialog antara ruh

manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara bahwa manusia perlu

mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan

berbentuk “ittihad” (bersatu) dengan Tuhan. Demikian ini menjadi inti

persoalan “sufisme” baik pada agama Islam maupun di luarnya.31

Dengan pemikiran di atas, dapat dipahami bahwa Tasawuf adalah

suatu ilmu yang mempelajari suatu cara, bagaimana seseorang dapat

mudah berada di hadirat Allah SWT. (Tuhan). Maka gerakan “kejiwaan”

28 Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Sumatra:

IAIN Sumatra Utara), 1982, hlm. 2. 29 Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), Tasauf Modern, (Jakarta:Pustaka

Panjimas), hlm. 1 30 Ibid., hlm. 81. 31 K. Permadi, op. cit., hlm. 22

Page 14: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

88

penuh dirasakan guna memikirkan betul suatu hakikat kontak hubungan

yang mampu menelaah informasi dari Tuhannya.

Tasawuf adalah aspek ajaran Islam yang paling penting, karena

peranan tasawuf merupakan jantung atau urat nadi pelaksanaan ajaran-

ajaran Islam. Tasawuf inilah yang merupakan kunci kesempurnaan amaliah

ajaran Islam. Memang di samping aspek tasawuf, dalam Islam ada aspek

lain yaitu apa yang disebut dengan akidah dan syari’ah, atau dengan kata

lain bahwa yang dimaksud “ad-din” (agama) adalah terdiri dari Islam, iman

dan ihsan, di mana ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan.

Tasawuf adalah suatu kehidupan rohani yang merupakan fitrah

manusia dengan tujuan untuk mencapai hakikat yang tinggi, berada dekat

atau sedekat mungkin dengan Allah dengan jalan mensucikan jiwanya,

dengan melepaskan jiwanya dari kungkungan jasadnya yang menyadarkan

hanya pada kehidupan kebendaan, di samping juga melepaskan jiwanya

dari noda-noda sifat dan perbuatan yang tercela. Sebagaimana yang

diemukan oleh al-Kanany yang dilansir oleh Prof. Dr. H.M. Amin Syukur,

M.A, “tasawuf adalah akhlak mulia, barang siapa yang bertambah baik

akhlaknya, maka bertambah pula kejernihan hatinya” 32

Makna lain dari tasawuf yaitu sebagaimana yang dikemukan oleh

M. Amin Al-Kurdy yang dilangsir oleh A. Mustofa, “tasawuf adalah suatu

ilmu yang dengannya dapat diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan

jiwa, cara membersihkannya dari (sifat-sifat) yang buruk dan mengisinya

dengan sifat-sifat terpuji, cara melakukan suluk, melangkah menuju

(keridhaan) Allah dan meninggalkan larangan-Nya menuju pada perintah-

Nya33 dan Abu Muhammad Al-Jariri yang dilangsir Amin Syukur,

mengartikan tasawuf dengan “masuk ke dalam akhlak yang mulia dan

keluar dari semua akhlak yang hina.34

Oleh karena itu, tasawuf adalah jalan spiritual dan merupakan

dimensi batin. Abul A’la Maududi menyebutkan: “What cancerous it self

32 Amin Syukur, dan Masyaruddin , Intelektualisme Tasawuf, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2002), hlm. 15. 33 A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 202-203. 34 Amin Syukur, dan Masyaruddin , op. cit., hlm. 15.

Page 15: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

89

with the spirit of conduct is know as Tasawuf” maksudnya bahwa apa yang

berhubungan dengan perbuatan jiwa disebut dengan tasawuf. Ibn Al-

Qayyim dalam “Madarijus Salikin” menyebutkan para pembahas ilmu ini

telah sependapat bahwa tasawuf adalah moral. Barang siapa yang di

antaramu semakin bermoral tentu jiwanya pun semakin bening. Selanjutnya

Syaikhul Islam Zakaria AI-Anshari menyebutkan, tasawuf adalah ilmu yang

menerangkan hal-hal tentang cara memperbaiki dan membersihkan jiwa, tentang

cara pembinaan kesejahteraan lahir dan batin untuk mencapai kebahagiaan yang

abadi. Dengan demikian, nampak jelas bahwa tasawuf sebagai ilmu agama,

khusus berkaitan dengan aspek-aspek moral serta tingkah laku yang merupakan

substansi Islam. Hakikat tasawuf adalah perpindahan sikap mental, keadaan jiwa

dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain yang lebih baik lebih tinggi dan

lebih sempurna, suatu perpindahan dari alam kebendaan kepada alam rohani.

Dalam rangka mensucikan jiwa demi tercapainya kesempurnaan dan kebahagiaan

hidup tersebut, untuk mencapai hal tersebut tentunya didukung oleh suatu latihan

(riyadhah) secara sungguh-sungguh. Jadi untuk memperolehnya tidaklah mungkin

bisa didapat secara spontan dan sekaligus. Akan tetapi diperlukan suatu

perjuangan, adapun perjuangan yang harus dilakukan yaitu dengan jalan

mensucikan jiwa (tazkiyat an nafs). 35

Tujuan tasawuf paling fundament yaitu peningkatan moral,

ketenteraman jiwa dan kebahagiaan, kecemerlangan intelektual, hilangnya

perasaan takut, dan keraguan dalam hidup mati dan menghindarkan

tekanan-tekanan batin (mental/psikologis) seperti perasaan dosa.

Sebagaimana dikemukakan oleh K.J. Wassil yang dikutip oleh M. Afif

Anshori, tasawuf ialah usaha bagaimana manusia membersihkan jiwanya

atau ruhnya dengan jalan menghilangkan sifat-sifat buruk yang melekat

dalam diri, dan mengisi atau menggantinya dengan sifat-sifat yang baik

dan terpuji.36

Studi mengenai Tasawuf, semangat dan substansi ajarannya mustahil

mampu dipahami secara mendalam dan proporsional, apabila tidak

35 Abdul Mujib dan Jususf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2001), hlm. 9. 36 M. Afif Anshori, Dzikir demi Kedamaian Jiwa, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003),

hlm.5-6.

Page 16: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

90

diperhatikan sisi keterkaitan dengan sejarah perkembangannya. Dilihat dari

sudut normativitas, latar belakang munculnya perilaku sufistik disebabkan

antara lain oleh dorongan ajaran Islam yang selalu menekankan tingkah laku

psikologis (akhlak) yang positif dan dorongan ajaran agama untuk selalu

melaksanakan ibadah dengan memperhatikan aspek kualitas batiniah

(ruhani).37 Sementara itu dalam aspek historisitas, perilaku sufistik muncul

dilatarbelakangi oleh adanya keinginan sekelompok orang untuk meniru

tingkah laku psikologis Rasulullah, dan adanya dorongan untuk hidup

secara zuhud sebagai reaksi terhadap kondisi sosial yang cenderung

mengagung-agungkan kehidupan materialistik dan berkurangnya kehidupan

religius.38 Kecenderungan semacam itulah yang mendorong kondisi

mental-spiritual (psikologis) untuk hidup ke arah hidup yang bersifat

asketik, yang lebih memberikan tekanan pada aspek spiritualitas dalam

keseharian, yakni dengan tujuan pasrah dan mendekatkan diri dengan

Tuhan sesuai dengan ajaran tasawuf pada saat itu.

Pada dasarnya tasawuf merupakan disiplin ilmu membahas dan

menyelidiki jiwa dan apa-apa yang terkait erat dengan unsur kejiwaan yang

ada pada diri manusia. Untuk itu secara substansi pembahasan tasawuf selalu

terfokus persoalan yang berkisar pada jiwa manusia, berikut soal

pemeliharaan kesehatan, pembinaan, dan penyuciannya. Mengingat adanya

hubungan yang relevan antara tasawuf dan ilmu jiwa terutama ilmu

kesehatan mental, disiplin tasawuf tidak terlepas dari kajian tentang

kejiwaan dan treatment (kesehatan/ terapi).

Dalam konteks ini mengapa tasawuf ikut terlibat dan memiliki

kepentingan membangun kepribadian manusia. Karena kualitas manusia itu

ditentukan oleh kualitas jiwanya, para sufi sepakat bahwa hanya orang yang

jiwanya suci dan bersih lah yang sampai pada Tuhan. Dan dalam tasawuf

juga membicarakan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia. Aspek-

aspek kejiwaan yang berupa; al –ruh, al-nafs, al-`aql, al-dhamir, al jism

37 Abdullah Hadziq, Rekonsialisai Psikologi Sufistik dan Humanistik, (Semarang:

RaSAIL, 2005), hlm. 18-20. 38 Ibid.

Page 17: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

91

al-qalb dan sebagainya.39 Masing-masing aspek tersebut memiliki eksis-

tensi, dinamisme, proses, fungsi, dan perilaku yang perlu dikaji dan

diberdayakan agar menjadi potensi kejiwaan (psikologis) yang baik.

Tasawuf tidak hanya menekankan perilaku kejiwaan, melainkan juga apa

hakikat jiwa sesungguhnya. Sebagai satu organisasi permanen, jiwa

manusia bersifat potensial yang aktualisasinya dalam bentuk perilaku

sangat tergantung pada daya upaya atau usahanya. Disamping itu tasawuf

merangsang kesadaran diri agar mampu membentuk kualitas diri yang lebih

sempurna untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Manusia dilahirkan dalam kondisi tidak mengetahui apa-apa, lalu ia tumbuh

dan berkembang untuk mencapai kualitas hidup. 40

Lebih subtasib lagi bahwa tasawuf merupakan salah satu disiplin

keilmuan yang membantu seseorang untuk memahami ekspresi diri,

aktualisasi diri, realisasi diri, konsep diri, citra diri, harga diri, kesadaran

diri, kontrol diri, dan evaluasi diri, baik untuk diri sendiri atau diri orang

lain. Jika dalam pemahaman diri tersebut ditemukan adanya penyimpangan

perilaku maka tasawuf berusaha menawarkan berbagai konsep yang

bernuansa ilahiyah, agar dapat mengarahkan kualitas hidup yang lebih baik,

yakni pada gilirannya dapat menikmati kebahagiaan hidup di segala zaman.

Walhasil mempelajari tasawuf berimplikasi membahagiakan diri sendiri dan

orang lain, bukan menambah masalah baru seperti hidup dalam keterasingan,

kegersangan dan kegelisahan.

Persoalan tentang pembinaan kesehatan mental dimulai dari sudut

pandang pentingnya peranan tasawuf dalam kehidupan masyarakat. Paham

tasawuf mulai mendapat tempat di kalangan masyarakat ketika manusia

mulai merasakan kekeringan batin dan sufisme (tasawuf) itu sendiri banyak

dipandang sebagai alternatif jawaban (problem solving treatment) terhadap

konflik yang dihadapinya. Dari sinilah kemudian tasawuf mulai

diperdayakan dalam ikut serta membangun kepribadian dan kesehatan

mental manusia. Menurut Komarudin Hidayat, ada tiga tujuan dalam

39 Achmad Mubararok, Jiwa dalam al-Qur’an, (Jakarta: Para Madina, 2000), hlm. 109. 40 Abdul Mujib dan Jususf Mudzakir, op. cit hlm. 7.

Page 18: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

92

membumikan tasawuf; Pertama, tasawuf turut serta terlibat dalam berbagai

peran menyelamatkan kemanusiaan dari kondisi kebingungan akibat

hilangnya nilai-nilai kemanusiaan. Kedua, diperkenalkan literatur atau

pemahaman aspek esoteris (kerohanian) Islam, baik terhadap masyarakat

Islam maupun non-Islam, khususnya terhadap masyarakat Barat. Ketiga,

untuk memberikan penegasan kembali bahwa sesungguhnya aspek esoteris

Islam adalah tasawuf yang merupakan jantung ajaran Islam, sehingga bila

wilayah ini kering dan tidak berdenyut, maka keringlah aspek-aspek lain

ajaran Islam. 41

Erich Fromm mengemukakan dalam buku The Art of Loving (1989,

sebagaimana dilangsir oleh M. Solihin, menyatakan bahwa kecenderungan

manusia dalam abad modern ini adalah mengalami ketidakstabilan jiwa

akibat teralienasi oleh cara berpikir dan cara bekerja yang harus serba

efisien, teratur, prediktibilitas dan mekanis. Maka muncullah “manusia baru”

yang wataknya seperti robot, yang disebut Yablonsky dengan sebutan

“Robopath”. Robopath ini merupakan makhluk kejam, mudah melakukan

agresi, dan tidak memiliki perasaan. Kepribadian robopath ini ditandai

dengan peri laku otomat (kepatuhan yang kaku, kering dari emosi, tidak

spontan dan sangat patuh pada otoritas). Kebudayaan robopath melahirkan

dua ujung sikap hidup yang sungguh-sungguh tragis, yaitu: Malevolent

robot, yaitu sikap seperti mayat hidup yang gentayangan mencari mangsa

dengan penuh kekejaman (zombie), dan Cheerful robot, yaitu sikap orang

yang mengatasi kecemasan eksistensial mereka (dari hidup mayat ini)

dengan hedonisme dalam bidang hiburan dan kenikmatan sensual, terutama

sekali seksualitas. Akibatnya jati dirinya hilang larut dalam sikap kekerasan,

tak berperasaan, dan sikap hedonistik-sensualitas sehingga lupa diri. Di sini

jelas spiritualitas seseorang benar-benar sudah hancur, (disfungsional).42

Oleh sebab itu usaha untuk mengfungsikan kembali spiritualitasnya, hampir-

hampir menjadi satu-satunya terapi (problem solving). Dengan demikian

41 M. Solihin, Terapi Sufistik: Penyembuhan Penyakit Kejiwaan Perspektif Tasawuf,

(Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm. 30. 42 Ibid, hlm. 30-32.

Page 19: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

93

tasawuf dipandang sebagai alternatif terapi, pembinaan, perawatan

(pengobatan) terhadap jiwa-jiwa yang sakit dan kering dari nilai spiritualitas.

Di dunia Barat, orang mengenal pengobatan masalah-masalah

kejiwaan dengan istilah psikoterapi dan di dunia Islam juga dikembangkan

pendekatan dan teknik-teknik psikoterapi dengan bahasa yang sederhana.

Pendekatan dan teknik-teknik psikoterapi diramu dengan muatan-muatan

keislaman. Kemudian dikenallah istilah Psychotherapy Islam. Belakangan

ini, psikoterapi Islam mengalami perkembangan yang menakjubkan melebihi

dengan ilmu psikoterapi dalam psikologi (psikoterapi umum), terutama pada

disiplin ilmu tasawuf. Karena masalah psikoterapi Islam ini lebih jauh

berkembang di dunia tasawuf, orang kemudian mengenal istilah psikoterapi

tasawuf, yakni psikoterapi yang bernuansa sufistik (spiritual). Meskipun

sifatnya masih berada dalam wacana psikoterapi Islam, sekarang psikoterapi

tasawuf lebih dikembangkan dengan menggunakan penerapan metode

sufistik. Untuk itulah penyebutan istilah psikoterapi Islam sering disamakan

dengan psikoterapi sufistik, apabila dilihat dalam aspek spiritualitasnya.

Secara substansi tujuan tasawuf adalah memperbaiki kondisi kejiwaan

(psikologis) yang buruk menuju kondisi kejiwaan yang baik. Dalam konteks ini

ialah keluar dari akhlak yang tercela menuju akhlak yang terpuji. Jika

pemahaman tentang tasawuf ini bisa didudukkan secara proporsional dan

sebagaimana tujuannya, maka tidak mustahil ajaran Tasawuf secara

substansi dapat diaktualisasikan untuk kepentingan perubahan, perbaikan,

peningkatan, dan pemeliharaan tingkah laku psikologis yang sehat, yakni

kesempurnaan akhlak.43

Dalam Tasawuf terdapat ajaran-ajaran tentang takhalli, tahalli,

tajalli, riyadlah dan muydhadah, ajaran-ajaran tersebut adalah sebagai

media pengembangan potensi psikologis atau mentalitas yang sehat.

Sehingga dapat memotivasi individu untuk menumbuhkan rasa bertanggung

jawab, baik spiritual, sosial, politik, ekonomi, etik dan intelektual. Potensi

ini dapat dimanfaatkan untuk apa saja, karena Tasawuf dalam konteks

43 M. Amin Syukur, Menggugat Tasawuf, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 14.

Page 20: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

94

kehidupan modern yang serba materi ini bisa dikembangkan ke arah yang

konstruktif, baik yang menyangkut kehidupan pribadi maupun sosial.44

Sebagai upaya untuk membangun tingkah laku positif, kepribadian,

psikologis dan mental yang sehat. Dalam hal ini tasawuf sebagai ilmu yang

berperan untuk membangun kondisi kejiwaan (mental) atau psikologis

menjadi sangat signifikan, mengingat esensi ajaran tasawuf, sebagaimana

yang diharapkan, adalah mengembangkan tingkah laku psikologis ke arah

kesadaran batin menuju kesempurnaan moral, sehingga senantiasa adanya

semangat keluar dari tingkah laku psikologis yang kurang baik dan masuk ke

dalam tingkah laku psikologis yang terpuji kecenderungan tingkah laku

psikologis terpuji ini, dalam tasawuf lebih dimotifasi oleh faktor perasaan

hubungan kedekatan dengan Allah yang selalu menjadi dorongan psikologis

ke arah hidup yang bebas dari kebengisan, kezaliman, kegelisahan,

kebimbangan dan kejenuhan. 45

Dari sini dapat dipahami bahwa dengan kondisi kejiwaan (mental)

yang sehat akan melahirkan perilaku, kepribadian dan mentalitas yang

konstruktif, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, persepsi, maupun

pemikiran dan sosial. Lebih dari itu tasawuf membimbing manusia menuju

kesempurnaan hidup dan menunjukkan manusia untuk menjadi manusia yang

sempurna (insan kami). Secara psikologis menjadi manusia yang sehat terlebih

sehat batin (psikologis/mental) nya, dan secara spiritual menjadi manusia yang

dicintai oleh Tuhan. Disamping itu tasawuf juga ikut memecahkan problem-

problem kejiwaan (psikologis/ mental) dan tasawuf juga memberikan solusi

(treatment) terhadap konflik-konflik atau gangguan-gangguan psikologi (psikis)

atau mental tersebut. Dan kajian tasawuf yang berhubungan dengan aspek-aspek

dan perilaku kejiwaan manusia pada dasarnya ialah agar secara sadar manusia

mampu membentuk kualitas diri yang lebih sempurna dan mendapatkan

kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.46

44 Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat: Kajian Historis Tentang Mistik, (Solo:

Ramadhani, 1993), hlm. 25. 45 Abdullah Hadziq,, op. cit., hlm. 24 46 Abdul Mujib dan Jususf Mudzakir, op. cit., hlm. 5.

Page 21: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

95

Maka dari itu tasawuf mutlak diperlukan, karena tasawuf mampu

memberikan kontribusi besar terhadap pemberdayaan dan pengembangan jiwa

manusia menjadi manusia yang berarti (bekualitas), baik dihadapan manusia dan

terlebih di hadapan Tuhannya.

Nilai-Nilai Tasawuf dalam Pembinaan “mental”

Perhatian tasawuf yang paling fundamental untuk diri manusia yaitu

mengenai penyucian jiwa dan pendekatan diri kepada Allah. Hal ini tercermin

dalam ajaran tasawuf yang lebih banyak diarahkan pada proses pembinaan

akhlak, yang lebih dikenal dengan istilah “tasawuf Akhlaqi”.

Tasawuf akhlaqi adalah ajaran tasawuf yang lebih banyak

memfokuskan diri pada pembinaan kesempurnaan dan kesucian jiwa yang

diformulasikan pada pengaturan sikap mental dan pendisiplinan tingkah laku

yang ketat, guna memperoleh kebahagiaan yang optimal.47

Dalam rangka pensucian jiwa, tasawuf memberikan beberapa

pembinaan yang dapat dilaksanakan oleh seseorang sebagai bentuk

pemeliharaan dan perbaikan metal. Adapun bimbingan tersebut adalah:

1. Mau melaksanakan taubat, karena taubat adalah merupakan sikap mental

yang paling fundamental, dimana sikap ini adalah sebagai langkah awal

untuk menyuci segala noda atau segala bentuk kotoran (penyakit) yang

ada dalam hati. Sebab hati yang kotor itu lebih banyak diakibatkan oleh

perbuatan-perbuatan dosa. Bertaubat wajib dilaksakan karena hanya

dengan memohon ampun (taubat) kepada Allah segala penyakit hati itu

dapat hilang. Dan harus disadari bahwa manusia itu “tempatnya lalai dan

dosa”, maka dari itu tidak dibenarkan apabila diri kita gengsi untuk

melakukan taubat. Dan laksanakan lah taubat dengan sesegera mungkin.

2. Wara’, yaitu menjaga diri sendiri dari pengaruh sesuatu yang dapat

merusak hati, jiwa dan mental-spiritual, atau menghindari apa saja yang

tidak baik.

47 Syekh Fadhlalla Haeri, Dasar-Dasar Tasawuf, terj. Cecep Ramli Bihar Anwar,

(Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2003), hlm. 141-142.

Page 22: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

96

3. Qona’ah, yaitu sikap mental atau keadaan jiwa yang dengan tulus ikhlas

mau menerima serta bersyukur atas segala apa yang diberikan Allah pada

dirinya.

Sobru, dan ridho yaitu sikap mental yang tidak pernah mengeluh dan

putus asa terhadap apa-apa yang telah terjadi pada diri dan mampu

mengambil hikmah dari segala bentuk peristiwa yang menimpa diri, yakni

mampu menerima dengan lapang dada dan hati terbuka terhadap apa saja

yang datang pada dirinya, baik pahit maupun manis.

Keempat hal tersebut di atas merupakan benteng pertahanan yang

paling kuat bagi mental. Apa bila seseorang mampu melaksanakan keempat

hal tersebut dapat dipastikan seseorang dengan sendirinya akan terhindar dari

berbagai bentuk gangguan mental (jiwa).

Hal terbaik untuk memelihara kondisi kesehatan mental, para sufi

memberikan beberapa bimbingan yaitu, pertama, seseorang harus selalu

berusaha mengosongkan jiwa, ruh, naf, psikologis, dan sikap mentalnya dari

sifat-sifat yang tercela yang digerakkan oleh dorongan-dorongan “id”,

maupun “hawa nafsu”, yang negatif, hal ini para sufi menyebutnya dengan

istilah tahalli. Setelah itu, selanjutnya seseorang harus senantiasa menghiasi

atau mengisi jiwanya yang telah dibersihkan tersebut dengan perbuatan-

perbuatan (sifat) yang terpuji (positif), dimana hal ini para sufi menyebutnya

dengan istilah takhalli. Dan pada tahap terakhir yaitu seseorang harus

menempatkan sifat dan asma’ Allah di dalam hatinya, sehingga apa yang

diperbuat adalah merupakan cerminan dari Allah, dan tindak akan berbuat

suatu hal yang tidak di ridhoi oleh Allah. Para sufi menyebutnya dengan

istilah tajalli. 30 Sebagaimana firman Allah.

ليمع اسعو الله إن الله هجو لوا فثموا تمنفأي ربغالمو رقشلله المو

Artinya: “dan kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat, maka kemanapun kamu menghadap disitu lah wajah Allah.

30 Drs. Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1999),

hlm. 97-99.

Page 23: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

97

Sesungguhnya Allah maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengatahui.48

Dengan demikian setelah seseorang mampu membina dirinya

sebagaimana ajaran dalam tasawuf tersebut, kehidupan dan kepribadian

seseorang akan kelihatan menjadi sosok manusia yang baik dan berbudi

luhur dengan mentalitas yang baik dan terpuji.

Disamping hal tersebut diatas untuk menjaga mental, agar

selalu dalam kondisi yang baik (sehat). Dalam hal ini bisa mengambil

pelajaran dari seorang sufi Agung India yang bernama Hazrat Inayat

Khan. Hazrat mengajarkan, yakni mengajak kepada manusia untuk

melakukan suatu sikap hidup yaitu:

1. Gunakan akal sehat

2. Jangan salah menilai orang

3. Jangan memaksa kehendak

4. Hormati perasaan orang lain

5. Jangan menentang orang yang tak setara denganmu

6. Bila beramal saleh jangan pamer

7. Jangan mintak bantuan dari orang yang tidak mampu membantumu.

8. Hadapi kelemahan-kelemahan dirimu dengan penuh kesadaran dan

peringatan.

9. Jangan berkecil hati bila tertempa musibah.

10. Bersikap sopanlah dengan setiap orang.

11. Jangan melakukan sesuatu yang dapat membuatmu merasa bersalah.

12. Bantulah mereka yang membutuhkan bantuan.

13. Jangan meremehkan orang lain yang menghormatimu.

14. Jangan menghakimi orang lain dengan hukumanmu.

15. Seorang musuhpun tak patut kau benci.

16. Jangan mempengaruhi orang lain untuk berbuat tidak baik

17. Jangan berprasangka buruk terhadap siapapun.

18. Buktikan dengan perilaku nyata bahwa kau dapat dipercayai.

19. Jangan menyatakan sesuatu yang tidak benar.

48 Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat. 115

Page 24: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

98

20. Jangan menjelekkan orang lain, saat yang bersangkutan tidak hadir.

21. Jangan mengambil manfaat dari ketidak tahuan orang.

22. Jangan menuntut sesuatu yang tidak menjadi hak mu

23. Jangan memuji diri

24. Jangan mencela orang lain dan membuatnya kebal terhadap hal-hal

yang tercela.

25. Jangan melarikan diri apa yang harus kau kerjakan.

26. Layani setiap orang dengan diri yang tulus.

27. Jangan mengambil keuntungan dari penderitaan orang lain.

28. Jangan menyakiti orang lain demi kepentingan pribadi. 49

Ijtihat Hazrat di atas memberikan suatu pelajaran sekaligus

bimbingan kepada semua umat manusia bahwa, kalau ingin jiwa, hati dan

mental selalu dalam kondisi yang baik (sehat), seseorang harus mampu

melaksanakan aturan-aturan sebagaimana yang diuraikan Hazrat tersebut.

III. AGAMA DAN KESEHATAN MENTAL

Setip orang pasti mengalami gangguan atau keanehan-keanehan

pada psikisnya. Hanya saja kadar dan kualitas gangguan tersebut lah yang

membedakan. Ada yang mampu keluar dan mengatasi problem

kejiwaannya itu secara cepat dan ada pula yang tidak mampu

mengatasinya, dan biasanya ini tergantung pada tipe kepribadian yang

dimiliki oleh individu. Gangguan-gangguan yang tidak mampu diatasi pada

ujungnya menjadi gangguan atau kelainan yang menetap sehingga sulit

untuk diatasi sehingga menjadikan suatu kepribadian yang aneh

(pathologic).

49 Hazrat Inayat Khan, Vadan, Devine of Symphony, terj, Anan Krishna, (Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 46-52.

Page 25: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

99

Patologi adalah hal-hal yang berkaitan dengan sebab-sebab

timbulnya atau problem kejiwaan (gangguan mental) dan prosesnya serta

pengaruhnya terhadap struktur dan fungsi tubuh manusia, atau bisa disebut

juga hal-hal yang menyebabkan kelainan (penyimpangan) tingkah laku

psikologis pada diri individu. Dalam memecahkan problem kejiwaan ini

semua orang ikut terlibat seperti dokter, psikolog, psikiater, dinas sosial

dan lain sebagainya yang terlibat secara dalam persoalan tersebut. Faktor

pencetus kelainan atau gangguan kepribadian dan mental ini bervariatif,

diantaranya faktor biologis, sosial, psikologis, dan spiritual.

Menurut Chaplin, patologi adalah pengetahuan untuk

mengetahui tentang penyakit atau gangguan psikis (mental/psikologis)

pada diri manusia. Atau satu kondisi penyakit atau gangguan. Sedangkan

patologi (psychopathology) adalah istilah yang dipakai dalam ilmu

psikologi atau bisa disebut juga sebagai cabang psikologi yang bertugas

untuk menyelidiki penyakit jiwa atau psikis atau gangguan mental dan

gejala-gejala abnormal lainnya.50

Psikopatologi, atau sakit mental adalah sakit yang tampak dalam

diri individu baik berbentuk perilaku akibat dari fungsi kejiwaan yang tidak

stabil. Istilah psychopathology ini mengacu pada sebuah sindrom yang luas

yang meliputi ketidaknormalan kondisi psikologis, kognisi, pikiran dan

emosi. Asumsi yang berlaku pada bidang ini adalah bahwa sindrom

psikopatologis atau sejumlah simptom tidak semata-mata berupa respon

yang dapat diprediksi terhadap gejala tekanan kejiwaan yang khusus,

seperti kematian orang yang dicintai, tetapi lebih berupa manifestasi

psikologis atau disfungsi biologis seseorang.

Para ahli psikopatologi paling tidak dapat bertolak dari tiga yang

asumsi yang masing-masing asumsi memiliki implikasi psikologis yang-

beda. Pertama, pada dasarnya jiwa manusia itu dilahirkan dalam keadaan

sakit, kecuali dalam kondisi tertentu ia dinyatakan sehat, kedua; pada

dasarnya jiwa manusia itu dilahirkan dalam keadaan netral (tidak sakit

dan tidak sehat). Sakit dan sehatnya tergantung pada proses

50 J.P. Chaplin, op. cit., hlm. 355, 405.

Page 26: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

100

perkembangan kehidupannya; Ketiga, pada dasarnya jiwa manusia itu

dalam keadaan sehat, kecuali dalam kondisi tertentu ia dinyatakan sakit.51

Penyakitan atau gangguan yang berkaitan dengan fungsi jiwa hal tersebut

sangat terkait dengan kesehatan jiwa, dalam psikologi lebih dikenal

dengan kesehatan mental.

Kesehatan mental (mental hygiene) adalah ilmu yang meliputi

sistem tentang prinsip-prinsip, peraturan-peraturan serta prosedur-prosedur

untuk mempertinggi kesehatan rohani. Orang yang sehat mentalnya ialah

orang yang dalam rohani atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman dan

tenteram. Permasalahan kesehatan mental menyangkut pengetahuan serta

prinsip-prinsip yang terdapat lapangan psikologi, kedokteran, psikiatri,

biologi, sosiologi dan agama.

Dalam ilmu kedokteran dikenal istilah psikosomatik (kejiwa-

badanan). Dimaksudkan dengan istilah tersebut adalah untuk menjelaskan

bahwa, terdapat hubungan yang erat antara jiwa dan badan. Jika jiwa berada

dalam kondisi yang kurang normal seperti susah, cemas, gelisah dan

sebagainya, maka badan turut menderita. Beberapa temuan di bidang

kedokteran dijumpai sejumlah kasus yang membuktikan adanya hubungan

tersebut, jiwa (psyche) dan badan (soma). Orang yang merasa takut, langsung

kehilangan nafsu makan, atau buang-buang air. Atau dalam keadaan kesal dan

jengkel, perut seseorang terasa menjadi kembung. Dan istilah “makan hati

berulam jantung” merupakan cerminan tentang adanya hubungan antara jiwa

dan badan sebagai hubungan timbal balik, jiwa sehat badan segar dan badan

sehat jiwa normal.52 Sementara itu Tingkah laku patologis yakni tingkah laku

abnormal dengan mental terganggu itu adalah akibat dari pada suatu keadaan,

suatu penyakit, atau status kepribadian yang kacau (disorder state), hal ini bisa

dijumpai pada penderita psychoneurosis, psychosis, psychosa, dan

schizophrenia. 53

51 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, op. cit., hlm. 165. 52M. Solihin, op. cit., hlm. 128. 53 Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Pathologi Seks, (Bandung: Penerbit Alumni

, 1985), hlm. 3.

Page 27: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

101

Di bidang kedokteran dikenal beberapa macam pengobatan antara

lain dengan menggunakan bahan-bahan kimia (tablet, cairan suntik atau

obat minum), electro-therapia (sorot sinar, getaran arus listrik), chitro

practic (pijat) dan lainnya. Selain itu juga dikenal pengobatan tradisional

seperti tusuk jarum (accupunctuur), mandi uap, hingga ke cara pengobatan

pedukunan.

Di luar cara-cara seperti itu, sejak berkembang psikoanalisis yang

diperkenalkan oleh Dr. Breuer dan S. Freud orang mulai mengenal

pengobatan dengan hipotheria, yaitu pengobatan dengan cara hipnotis. Dan

kemudian dikenal pula adanya istilah psikoterapi atau autotherapia

(penyembuhan diri sendiri) yang dilakukan tanpa menggunakan bantuan

obat-obatan biasa. Sesuai dengan istilahnya, maka psikoterapi dan

autotherapia digunakan untuk menyembuhkan pasien yang menderita

penyakit gangguan rohani (jiwa).54 Dalam usaha penyembuhan itu

digunakan cara penyembuhan sendiri. Usaha yang dilakukan untuk

mengobati pasien yang menderita penyakit seperti itu, dalam kasus-kasus

tertentu biasanya dihubungkan dengan aspek keyakinan masing- masing.

Sejumlah kasus yang menunjukkan adanya hubungan antara faktor

keyakinan dengan kesehatan jiwa atau mental tampaknya sudah disadari

para ilmuwan beberapa abad yang lalu. Misalnya pernyataan C. G. Jung di

antara pasien saya yang setengah baya, tidak seorang pun yang penyebab

penyakit kejiwaannya dilatarbelakangi oleh aspek agama.55

Hal ini juga dijumpai dalam banyak buku yang mengungkapkan

akan betapa eratnya hubungan antara agama dan kesehatan mental. Di

Indonesia sendiri dua buku yang diterbitkan dengan judul Peranan Agama

dan Kesehatan Mental oleh Prof. Dr, Zakiah Daradjat dan Agama dan

Kesehatan Jiwa disusun oleh Prof. Dr. Aulia, telah membahas secara luas

mengenai sejumlah kasus yang menunjukkan ada hubungan antara

kesehatan jiwa dan agama. Dan Prof. Dr. Muhammad Mahmud Abd al-

Qadir lebih jauh membahas hubungan antara agama dan kesehatan mental

54 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 130. 55 Ibid.

Page 28: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

102

melalui pendekatan teori biokimia. Menurutnya di dalam tubuh manusia

terdapat sembilan jenis kelenjar hormon yang memproduksi persenyawaan-

persenyawaan kimia yang mempunyai pengaruh biokimia tertentu;

disalurkan lewat pembuluh darah dan selanjutnya memberi pengaruh

kepada eksistensi dan berbagai-bagai kegiatan tubuh. Persenyawaan-

persenyawaan itu disebut hormon.56

Manusia sebagai mahluk rohani berusaha agar hidupnya bermakna

dan mempunyai arti. Pemberian makna pada hidup tertinggi adalah

pengabdian dalam hubungan dengan penciptanya Yang Maha Kuasa.

Manusia harus mempunyai kesadaran yang adekuat mengenai hubungan

dengan Tuhan untuk dapat menyelesaikan dengan baik atas kesukaran,

ketakutan, konflik dan frustasi dalam kehidupan sehari. Disinilah peran

suatu agama sangat dibutuhkan untuk terus memupuk suatu keimanan,

karena keimanan merupakan jaminan paling aman dan efisien serta tidak

perlu mengeluarkan biaya, mampu memberikan ketenangan jiwa, dapat

mencegah ketakutan, kecemasan, kekhawatiran, rendah diri dan lain

sebagainya, yang kesemuanya itu dapat membahayakan kesehatan mental

dan integrasi kepribadian.57

Dalam tubuh manusia terdapat kelenjar hormon yang mengatur

kekuasaan otonomi dalam tubuh yang disebut kelenjar hipofise (Pituitary).

Kelenjar ini menjadi pengatur semua kelenjar hormon yang terdapat dalam

tubuh. Selanjutnya, di antara kelenjar lain yang mempunyai pengaruh

biologis yang amat spesifik, adalah kelenjar adrenal. Dalam kondisi

tertentu seperti berada dalam keadaan nikmat, senang maka hormon

noradrenalin lebih tinggi kadarnya. Sebaliknya dalam kondisi yang sedih,

takut, cemas, maka kadar hormon adrenalin yang tinggi. Pada saat hormon

dalam kondisi kadar noradrenalin tinggi seseorang akan dipengaruhi oleh

perasaan optimis, kepribadian menjadi kuat. Sebaliknya jika kadar hormon

adrenalin yang tinggi, maka seseorang akan bersikap pesimis. la akan

56 Ibid.,hlm. 140. 57 Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama, (Bandung: Sinar Baru, 1991), hlm. 221-222.

Page 29: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

103

diliputi oleh rasa takut dan lemah menghadapi kenyataan, serta tak mampu

menghadapi tantangan.

Sebagaimana research Muhammad Mahmud Abd al-Qadir, tentang

bagaimana pengaruh keimanan terhadap kinerja hormon tersebut, dalam

penelitiannya itu Abd Al-Qadeir berkesimpulan bahwa segala bentuk gejala

emosi seperti bahagia, rasa dendam, rasa marah, takut, berani, pengecut

yang ada dalam diri manusia adalah akibat dari pengaruh persenyawaan-

persenyawaan kimia hormon, di samping persenyawaan lainnya. Tetapi

dalam kenyataannya kehidupan akal dan emosi manusia senantiasa berubah

dari waktu ke waktu. Karena itu selalu terjadi perubahan-perubahan kecil

produksi hormon-hormon yang merupakan unsur dasar dari keharmonisan

kesadaran dan rasa hati manusia.58Tetapi jika terjadi perubahan yang

terlampau lama, seperti panik, takut dan sedih yang berlangsung lama, akan

timbul perubahan-perubahan kimia lain yang akan mengakibatkan penyakit

saraf yang bersifat kejiwaan. Hubungan penderita dengan dunia luar

terputus, akalnya ditutupi oleh waham dan khayal yang membawanya jauh

dari kenyataan hidup normal. Penderitaan selalu hidup dalam keadaan

cemas dan murung, kebahagiaan hilang, penuh keraguan, takut, rasa

berdosa, dengki dan rasa bersalah. Timbulnya penyakit emosi seperti itu

akibat dari kegoncangan dan hilangnya keseimbangan kimia tubuh

seseorang. Padahal tanpa diragukan, bila terjadi perubahan dalam proses

pemikiran, akan terjadi perubahan kimia dan biologi tubuh. Dan besar

kecilnya perubahan itu tergantung dari kemampuan manusia untuk

menanggapi pengaruh itu. Kalau terjadi keseimbangan maka akan kembali

menjadi normal. Adapun terjadinya pergeseran dari kondisi normal ke

daerah yang berbahaya itu, menurut Abd al-Qadir sangat tergantung dari

derajat keimanan yang tersimpan di dalam diri manusia, disamping faktor

susunan tubuh serta dalam atau dangkalnya rasa dan kesadaran manusia

itu.59

58Jalaluddin, op. cit., hlm. 140-141. 59 Ibid.

Page 30: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

104

Penemuan Muhammad Mahmud Abd al-Qadir seorang ulama dan

ahli biokimia ini, setidak-tidaknya dapat memberi bukti bahwa keterkaitan

antara agama (keimanan) dengan kesehatan jiwa. Dan pada saat ini

pengobatan penyakit batin melalui bantuan agama telah banyak

dipraktekkan orang, yang dikenal dengan istilah “pskoreligius”. dan akan

dihasilkan pengobatan yang lebih sempurna apabila pengobatan itu

dilakukan melalui kerja sama antara dokter, psikiater dan ahli agama

(pendeta).

Di sini tampak nilai manfaat dari ilmu jiwa agama. Tak mengheran-

kan kalau sejak abad ke tujuh hijrah, Ibn al-Qayyim al-Jauzi (691751 H)

telah pernah mengemukakan hal itu. Menurutnya dokter yang tidak dapat

memberikan pengobatan pasien tanpa memeriksa kejiwaannya, dan tidak

dapat memberikan pengobatan dengan berdasarkan perbuatan amal saleh,

menghubungkan diri dengan Allah dan mengingat akan hari akhirat, maka

dokter tersebut bukanlah dokter dalam arti yang sebenarnya. la pada

dasarnya hanyalah merupakan seorang calon dokter yang picik.60

Adanya kemungkinan hubungan antara kejiwaan dan agama dalam

kaitannya dengan hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan

jiwa, terletak pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap suatu

kekuasaan Yang Maha Tinggi. Sikap pasrah yang serupa itu diduga akan

memberi sikap optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan

positif seperti rasa bahagia, rasa senang, puas, sukses, merasa dicintai atau

rasa aman. Sikap emosi. Yang demikian merupakan bagian dari kebutuhan

asasi manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan. Maka dalam kondisi yang

serupa itu, manusia berada dalam keadaan tenang dan normal, yang oleh

Muhammad Mahmud Abd al-Qadir, berada dalam keseimbangan

persenyawaan kimia dan hormon tubuh. Dengan kata lain, kondisi yang

demikian menjadi manusia pada kondisi kodratinya, sesuai dengan fitrah

kejadiannya, sehat jasmani dan rohani. Dan sangat logis apabila setiap

ajaran agama mewajibkan penganutnya untuk melaksanakan ajarannya

secara rutin. Bentuk dan pelaksanaan ibadah agama, paling tidak akan ikut

60 Ibid., 142.

Page 31: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

105

berpengaruh dalam menanamkan keluhuran budi yang pada puncaknya

akan menimbulkan rasa sukses sebagai pengabdi Tuhan yang setia. Tindak

ibadah setidak-tidaknya akan memberi rasa bahwa hidup menjadi lebih

bermakna. Dan manusia sebagai makhluk yang memiliki kesatuan jasmani

dan rohani secara tak terpisahkan, memerlukan perlakuan yang dapat

memuaskan keduanya.

Salah-satu cabang ilmu jiwa, yang tergolong dalam psikologi

Humanistic dikenal logoterapi (logos berarti makna dan juga rohani).

Logoterapi dilandasi falsafah hidup dan wawasan mengenai manusia yang

mengakui adanya dimensi sosial pada kehidupan manusia. Kemudian

logoterapi menitikberatkan pada pemahaman bahwa dambaan utama

manusia yang asasi atau motif dasar manusia adalah hasrat untuk hidup

bermakna. Di antara hasrat itu terungkap dalam keinginan manusia untuk

memiliki kebebasan dalam menemukan makna hidup. Kebebasan seperti itu

dilakukannya antara lain melalui karya-karya yang diciptakannya, hal-hal

yang dialami dan dihayati (termasuk agama dan cinta kasih), atau dalam

sikap atas keadaan dan penderitaan yang tak mungkin dielakkan. Adapun

makna hidup adalah hal-hal yang memberikan nilai khusus bagi seseorang,

yang bila dipenuhi akan menjadikan hidupnya berharga dan akhirnya akan

menimbulkan penghayatan bahagia. Dalam logoterapi dikenal dua

peringkat makna hidup, yaitu makna hidup pribadi dan makna hidup.61

Di zaman kuno penyakit yang diderita manusia sering dikaitkan

dengan gejala-gejala spiritual. Seorang menderita sakit dihubungkan

dengan adanya gangguan dari roh jahat oleh semacam makhluk halus.

Karenanya penderita selalu berhubungan dengan para dukun yang dianggap

mampu berkomunikasi dengan makhluk halus dan mampu menahan

gangguannya. Pengobatan penyakit dikaitkan dengan gejala rohani

manusia.62

Pendapat yang paling ekstrem pun tentang hal itu masih

menunjukkan betapa agama sudah dinilai sebagai bagian dari kehidupan

61 Victor E. Frankl, Logo Terapi; Terapi Psikologis Melalui Pemaknaan Eksistensi, terj., M. Murtadlo, op. cit, hlm. 107-110.

62 Kartini Kartono, op. cit., hlm. 84

Page 32: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

106

pribadi manusia yang erat kaitannya dengan gejala-gejala psikologis.

Dalam beberapa bukunya, Sigmund Freud, yang dikenal sebagai

pengembang psikoanalisis mencoba mengungkapkan hal itu. Agama

menurut Freud tampak dalam perilaku manusia sebagai simbolisasi dari

kebencian terhadap ayah yang direfleksi dalam bentuk rasa takut kepada

Tuhan. Secara psikologis, agama adalah ilusi manusia. Manusia lari kepada

agama karena rasa ketidakberdayaannya menghadapi bencana.63 Dengan

demikian segala bentuk perilaku keagamaan merupakan ciptaan manusia

yang timbul dari dorongan agar dirinya terhindar dari bahaya dan dapat

memberikan rasa aman. Untuk keperluan itu manusia menciptakan Tuhan

dalam pikirannya.

Lain halnya dengan penganut Behaviorisme. Walaupun dalam

pembahasannya, Skinner, salah seorang tokoh Behaviorisme tidak

menyinggung perilaku keagamaan secara khusus, namun tampaknya sama

sekali tak dapat menghindarkan diri dari keterkaitannya kepada kenyataan

bahwa agama memiliki institusi dalam kehidupan masyarakat. Dalam

hubungan ini pula Skinner melihat agama sebagai isme sosial yang lahir

dari adanya faktor penguat.64 Menurutnya kegiatan keagamaan menjadi

faktor penguat sebagai perilaku yang meredakan ketegangan. Lembaga-

lembaga sosial termasuk lembaga keagamaan, bertugas menjaga dan

mempertahankan perilaku atau kebiasaan masyarakat. Manusia menanggapi

tuntutan yang terkandung dalam lembaga itu dan ikut melestarikan lewat

cara mengikuti aturan-aturan yang telah baku. Dan Behaviorisme

memandang perilaku manusia itu lahir karena adanya stimulan (rangsangan

dari luar dirinya). Teori Sarbond (gabungan dari stimulus dan respon) yang

dikemukakan aliran behaviorisme tampaknya memang kurang memberi

tempat bagi kajian kejiwaan nonfisik. Namun dalam masalah perilaku

keagamaan, sebagai sebuah realitas dalam kehidupan manusia tak mampu

ditampik oleh Behaviorisme. Perilaku keagamaan menurut pandangan

Behaviorisme erat kaitannya dengan prinsip reinforcement (reward and

63 Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashori Suruso, Psikologi Islami: Solusi Islam Atas Problem-Problem Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), hlm. 71.

64 Ibid., hlm. 73.

Page 33: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

107

pungishment).65 Dengan demikian motivasi berperilaku agama karena dido-

rong oleh rangsangan hukuman dan hadiah. Menghindarkan hukuman

(siksaan) dan mengharapkan hadiah (pahala). Manusia hanyalah sebuah

robot yang bergerak secara mekanis menurut atas pemberian hukuman dan

hadiah.

Dengan kenyataan semacam itu Aliran Behaviorisme melihat bahwa

perilaku manusia bekerja menurut asas mekanistik yang bersifat serba fisik.

Karena itu para ahli psikologi yang kurang sependapat dengan pandangan

Behaviorisme yang dipelopori oleh E.L. Thorndike, Watson maupun

Skinner menyindir bahwa aliran ini merupakan aliran psikologi yang tidak

berjiwa. Mereka menganggap bahwa perilaku manusia bersifat kondisional,

jadi dapat dibentuk dan diarahkan menurut situasi yang diberikan kepada

manusia. Jadi jika manusia yang diinginkan berperilaku keagamaan maka

lingkungannya harus diciptakan sedemikian rupa sehingga mampu

memberi respon keagamaan yang diharapkan. Manusia berperilaku agama

karena didorong oleh rangsangan hukuman dan hadiah. Menghindarkan

hukuman (siksaan) dan mengharapkan hadiah (pahala). Manusia hanyalah

sebuah robot yang bergerak secara mekanis menurut atas pemberian

hukuman dan hadiah. Namun dalam masalah perilaku keagamaan, sebagai

sebuah realitas dalam kehidupan manusia tak mampu ditampik oleh

Behaviorisme.66

Psikologi humanistik yang di pelopori A. Maslow, berusaha

memahami segi esoterik (rohani) manusia. Maslow menyatakan bahwa

kebutuhan manusia memiliki kebutuhan yang bertingkat dari yang paling

dasar hingga kebutuhan yang paling puncak. Pertama, kebutuhan

fisiologis, yaitu kebutuhan dasar (basic need) untuk hidup seperti makan,

minum, istirahat dan sebagainya. Kedua, kebutuhan akan rasa aman yang

mendorong orang untuk bebas dari rasa takut dan cemas. Kebutuhan ini

termanifestasikan antara lain dalam bentuk tempat tinggal yang permanen.

Ketiga, kebutuhan akan rasa kasih sayang, antara lain berupa pemenuhan

65 Ibid., 74. 66 Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam; Menuju Psikologi

Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hlm. 36.

Page 34: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

108

hubungan antar manusia. Manusia membutuhkan saling perhatian dan

keintiman dalam pergaulan non-fisik. Keempat, kebutuhan akan rasa

penghargaan, yakni bahwa setiap orang yang tidak menderita patologis,

kebutuhan semacam ini sangatlah diharapkan, seperti penghormatan,

pengakuan, dan lain sebagainya. Apabila kebutuhan semacam ini terpenuhi

maka akan timbul rasa percaya diri, merasa berguna, kapabilitas, kekuatan

dan lain sebagainya, perasaan-perasaan semacam inilah yang mengantarkan

manusia pada tingkah laku psikologis yang relatif produktif, konstruktif,

dan kreatif. Tentunya penghargaan ini akan diterimanya secara wajar

berdasarkan eksistensinya secara wajar pula. Kelima, kebutuhan aktualisasi

diri, kebutuhan ini sangat diperlukan karena manusia merasa berarti dan

berguna apa bila mampu beraktualisasi di lingkungannya secara baik dan

wajar serta mampu diterima dilingkungannya. Hasrat semacam ini muncul

ketika seseorang telah kebutuhan-kebutuhan pokok telah terpenuhi.

Sehingga muncullah hasrat akan kebutuhan yang lebih tinggi. Dengan

demikian orang yang memiliki hasrat semacam ini menunjukkan bahwa

tingkah laku psikologisnya berkembang sepenuhnya sesuai dengan

kemampuan yang ada pada dirinya. Sementara itu menurut aliran ini

pengalaman puncak (peak experiment) adalah merupakan kondisi

psikologis yang sehat, dimana pengalaman semacam ini dapat memberikan

wawasan yang jelas tentang dirinya dan dunianya.67 Hal inipun senada

dengan pengalaman keagamaan tingkat tinggi sebagaimana yang

digambarkan dalam tasawuf, maqamat dan ahwal.68

Sementara itu Victor Frankle pendiri aliran logoterapi. Menurutnya

eksistensi manusia ditandai oleh tiga faktor, yakni spirituality (kerohanian),

freedom (kebebasan) dan responsibility (tanggung jawab). Memang Frankle

menggunakan istilah spirituality tidak dihubungkan dengan keberagamaan

melainkan semata-mata dikaitkan dengan penghayatan maknawi manusia

akibat adanya kemampuan transendensi terhadap dirinya terhadap

67 Abdullah Hadziq, op. cit., hlm. 145. 68 Hasyim Muhammad, Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2002), hlm. 128-129.

Page 35: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

109

lingkungannya.69 Pengalaman-pengalaman semacam inilah yang dapat

memberikan kedamaian, ketenteraman dan ketakjuban, yang bisa

mendorong seseorang menyadari dirinya bahwa diluar dirinya ada sesuatu

yang lebih tinggi dan mengasyikkan yang harus dicapainya. Dan dapat

diketahui juga bahwa agama mempunyai peran penting dalam membangun

kesehatan mental, karena pengalaman-pengalaman keberagaman dan

spiritual dapat mendorong perilaku psikologis manusia untuk mengarahkan

dirinya pada hal-hal atau pada tingkah laku positif.

Dengan demikian agama sangat terkait dengan jiwa manusia, maka

dari jiwa agama yang ada dalam diri kita harus senantiasa kita bina dan

dikembangkan serta menjalankan segala nilai-nilai yang diajarkan oleh

agama, karena pengingkaran terhadap keyakinan terhadap Tuhan justru

akan merusak jiwa, yang pada ujungnya akan merusak jiwa dan

kepribadian kita. Dan agama sebagaimana fungsinya yaitu membina

perilaku dan perbuatan manusia pada jalan yang benar. Bahkan agama

dapat dijadikan landasan untuk membina kesehatan mental (jiwa) serta

mampu membentuk dan mengembangkan kepribadian seseorang melalui

kegiatan peribadatan.70

Sementara itu Menurut Freud jiwa manusia dilahirkan dalam

kondisi jahat, buruk, atau merusak. Agar ia berkembang dengan positif,

diperlukan pendamping yang bersifat impersonal dan direktif atau

mengarahkan. Kesimpulan demikian itu didasarkan atas penyelidikan

Freud pada beberapa pasien yang datang ke laboratoriumnya. Dari sini

tampak bahwa teori Psikoanalisa Freud sebenarnya hanya cocok untuk

orang yang sakit dan bukan dikonsumsikan untuk orang yang sehat.

Asumsi ini bersifat pesimistik juga menafikan eksistensi manusia

sebenarnya, sehingga pada akhirnya mengakibatkan dehumanisasi dalam

psikologi.

Sedangkan asumsi kedua dikembangkan aliran Psikobehavioristik

oleh Skinner. Menurutnya, jiwa manusia dilahirkan dalam kondisi tabula

69 Victor E. Frankl, op. cit, hlm. 114-118. 70 Abdul Aziz Ahyadi, op. cit., hlm. 178.

Page 36: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

110

rasa (kertas putih), hanya lingkungan lah yang dapat menentukan arah

perkembangan jiwa tersebut. Lingkungan yang baik akan membentuk

suasana psikologis yang baik dan harmonis, sebaliknya lingkungan yang

buruk berimplikasi pada gejala psikologis yang buruk pula. Asumsi ini

selain bersifat deterministik dan mekanistik, juga memperlakukan manusia

seperti makhluk yang tidak memiliki jiwa yang unik. Jiwa manusia dianggap

seperti jiwa hewan yang tidak memiliki kecenderungan apa-apa dan dapat diatur

seperti mesin atau robot.71

Selanjutnya aliran Psikologi humanistik72 yang dipelopori oleh Abraham

Maslow dan Carl Rogers. Menurutnya, jiwa manusia dilahirkan dalam kondisi

sadar, bebas, bertanggung jawab yang dibimbing oleh daya-daya positif yang

berasal dari dalam dirinya sendiri ke arah perkembangan kepada seluruh potensi

manusiawi secara penuh. Agar berkembang ke arah positif manusia tidak

memerlukan pengarahan melainkan membutuhkan suasana dan pendamping

personal serta penuh penerimaan dan penghargaan demi perkembangan potensi

positif yang melekat dalam diri individu.73

Meskipun asumsi tersebut di atas dikenal sebagai asumsi yang

optimistik dan mengakui kekuatan jiwa manusia, namun sifatnva antroposentris

hanya menggantungkan kekuatan manusia, tanpa mengaitkan teorinya pada

kehendak mutlak Tuhan. Dalam Islam, meskipun menggunakan kerangka

asumsi yang ketiga dalam membangun teori-teori psikologinya, namun ia

tidak melepaskan diri dari paradigma teosentris sebagai zat yang baik dan

suci, Tuhan tidak memberikan jiwa manusia kecuali jiwa yang memiliki

kecenderungan sehat, baik, dan suci.

Kesehatan jiwa manusia tidak hanya sekedar alami dan fitri,

melainkan telah diatur sedemikian rupa oleh sang Khalik. Dari kerangka ini,

71 Ibid., 165-166. 72 Psikologi Humanistik pertama kali muncul pada pertengahan abad ke dua puluh

sebagai reaksi terhadap mazhab behaviorisms dan psychoanalysis. Keduanya telah dianggap mereduksi manusia sebagai mesin atau makhluk yang rendah. Psikologi humanistic memandang bahwa tingkah laku manusia itu terwujud karena adanya dorongan-dorongan dasar manusia terhadap suatu kebutuhan (basic need). Yakni kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa selamat, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan rasa memiliki dan cinta atau kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Jadi tingkah laku seseorang itu timbul dari dorongan-dorongan (motivasi) tidak jauh dari akan kebutuhan-kebutuhan tersebut.

73 Ibid., 168.

Page 37: BAB III SUBSTANSI PSIKOLOGI DAN TASAWUF: …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1... · sebelum Masehi, oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates (469-399

111

kriteria neurosis dan psikosis dalam psikosufistik (tasawuf) ataupun psikologi

Islam bukan hanya disebabkan oleh gangguan syaraf atau gangguan kejiwaan

alamiah, melainkan juga penyelewengan terhadap aturan-aturan Tuhan. Hal

tersebutlah yang dapat meretakkan (fragmentation) kepribadian maupun

mental. Fragmentasi tersebut tak lain tampak gejala-gejala emosional,

psikologis dan spiritual baik yang terjadi pada tingkat kebudayaan maupun

individu. Bahkan pada era sekarang ini keretakan kepribadian dan gangguan

mental, disamping diakibatkan oleh faktor stressor sosial, hampir bisa

dipastikan 80% timbulnya gangguan mental diakibatkan oleh adanya krisis

spiritual pada diri individu, yakni lemahnya keimanan dan pengingkaran hati

nurani terhadap nilai-nilai agama, serta gangguan mental itu akibat dari

adanya ketidakseimbangan antara fungsi-fungsi ruh dengan fungsi jasmani.

Oleh karena itu tidak mengherankan apabila teori gangguan

kejiwaan atau mental dalam pandangan agama lebih banyak memfokuskan

pada perilaku spiritual dan religius (agama). Misalnya, yaitu pengingkaran

hati nurani atau menekan keyakinan kepada Tuhan dibawah alam sadarnya.

Oleh karena agama sangat terkait dengan kesehatan mental itu saling

berhubungan. Karena dalam agama banyak sekali seruan bagaimana seseorang

itu menjaga dirinya, dari hal-hal yang dapat merusak diri. Seperti agama

melarang minum-minuman keras, berjudi, berkelahi, memfitnah, mencuri,

korupsi, kolusi dan lain sebagainya. Perbuatan-perbuatan tersebut menurut

agama adalah merupakan bentuk-bentuk perilaku yang buruk dan merupakan

cerminan dari mental yang tidak sehat atau terganggu.