bab iii pengkajian pengaruh rancangan rtr · pdf filebekasi. kementerian lh 2011 . klhs...
TRANSCRIPT
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 1
BAB III
PENGKAJIAN PENGARUH RANCANGAN RTR KAWASAN
STRATEGIS PANTURA JAKARTA TERHADAP KONDISI
LINGKUNGAN
3.1. IDENTIFIKASI ISU LINGKUNGAN STRATEGIS SAAT INI
Berdasarkan hasil kajian terhadap rona awal DKI Jakarta sebagaimana diuraikan
dalam Bab sebelumnya, permasalahan lingkungan yang saat ini berlangsung di
daratan, pesisir, dan laut wilayah DKI Jakarta adalah :
1. Penurunan muka tanah (land subsidence)
2. Kejadian rob yang diakibatkan oleh kenaikan muka air laut
3. Banjir dan genangan
4. Kerawanan air bersih dan keterbatasan sistem penyediaan air bersih
5. Sedimentasi
6. Pencemaran badan sungai
7. Pencemaran perairan laut oleh limbah domestik dan industri dari wilayah
daratan
8. Keterbatasan penanganan sampah dan sanitasi, termasuk air limbah
9. Intesitas pemanfaatan ruang di wilayah daratan, pesisir, dan laut yang intensif
10. Pemanfaatan sumber daya air tanah secara berlebih.
Selain dari kajian yang dilakukan dalam kegiatan ini, dilakukan juga review
terhadap hasil-hasil studi yang berkaitan dengan rencana pengembangan di wilayah
pesisir dan Teluk Jakarta. Dokumen hasil kajian yang direview tertera pada Tabel
3.1.
Tabel 3.1. Hasil Studi dan Kajian Sebelumnya
No. STUDI LINGKUP WILAYAH KAJIAN PEMRAKARSA/
PENYUSUN
TAHUN
1. KLHS Pantura Teluk
Jakarta
Kawasan Pantai Utara Jakarta :
Kawasan ini mencakup Kecamatan Penjaringan, Pademangan, tanjung
Priok, Koja dan Cilincing. Terbagi atas dua wilayah pengembangan
yaitu Kawasan reklamasi seluas
2.700 Ha dan Kawasan Revitalisasi dengan luas 2.500 Ha.
BPLHD DKI
Jakarta
2009
2. KLHS Teluk Jakarta Kawasan Teluk Jakarta merupakan
bagian dari Kawasan Jabodetabekpunjur di wilayah
Pesisir yang terdiri dari Kawasan
Pantura Tangerang, Jakarta dan Bekasi.
Kementerian LH 2011
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 2
No. STUDI LINGKUP WILAYAH KAJIAN PEMRAKARSA/ PENYUSUN
TAHUN
3. Scoping Report for
SEA of NCICD
Master Plan NCICD (JGSW) Danida 2014
4. KLHS NCICD Master Plan NCICD Kemenko
Perekonomian
2015
5. Komite Bersama Kawasan Pantai Utara Jakarta Kemenko
Kemaritiman
2016
Sumber : Hasil Kompilasi, 2016
Studi-studi tersebut telah menghasilkan identifikasi permasalahan yang terjadi di
wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Secara umum, hasil kajian menunjukkan hasil
identifikasi permasalahan lingkungan yang berkesesuaian. Hasil review dan
persandingannya terhadap hasil identifikasi permasalahan lingkungan tertera pada
Tabel berikut ini.
Tabel 3.2. Review Isu Strategis Berdasarkan Kajian dan Studi
Yang Telah Dilakukan
No. Isu Strategis Lingkungan DKI
Jakarta dan Teluk Jakarta
Kajian Hasil Identifikasi
Masalah 1 2 3 4 5
1. Sedimentasi di muara sungai dan perairan laut
√ √ √ √ √ √
2. Banjir dan genangan √ √ √ √ √ √
3. Penurunan muka tanah √ √ √ √ √ √
4. Kenaikan muka air laut dan rob √ √ √ √ √ √
5. Instrusi air laut √
6. Penumpukan sampah di sekitar muara
sungai dan pencemaran perairan oleh limbah domestik dan industri
√ √ √ √ √
7. Keberadaan slum dan squatter area √ √ √
8. Terjadinya penurunan daya dukung lingkungan:
- Abrasi dan kerusakan pantai
- Degradasi ekosistem mangrove
√ √
√
√
√
√
√
√
9. Kerawanan air bersih dan
pengambilan air tanah
√ √ √ √ √
10. Keterbatasan penanganan sampah √ √
11. Intensitas pemanfaatan ruang laut tinggi
√ √ √ √
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 3
No. Isu Strategis Lingkungan DKI
Jakarta dan Teluk Jakarta
Kajian Hasil Identifikasi
Masalah 1 2 3 4 5
12. Inefisiensi pemanfaatan lahan √ √
13 Pola penataan ruang yang kurang
mempertimbangkan keseimbangan
dan keselarasan sosial dan ekonomi
√
14 Kemiskinan dan hilangnya
kesempatan berusaha mengancam
strata ekonomi lemah
√ √
Keterangan:
1. Dokumen KLHS Pantura Teluk Jakarta
2. Dokumen KLHS Teluk Jakarta
3. Scoping Report for SEA of NCICD
4. KLHS NCICD
5. Komite Bersama
Sumber : Hasil Kompilasi, 2016
Dari tabel di atas disimpulkan bahwa hasil identifikasi permasalahan DKI Jakarta
secara umum memiliki kesamaan. Bahkan sejak tahun 2009 saat dokumen KLHS
Pantura Teluk Jakarta disusun, permasalahan banjir, penurunan air tanah,
sedimentasi dan pencemaran air laut serta keberadaan slum area telah mampu
diidentifikasi. Sedang hasil kajian pada tahun-tahun berikutnya menunjukkan
bahwa permasalahan tersebut masih menjadi isu lingkungan penting, meskipun
terdapat masalah-masalah lanjutan atau turunan yang kemudian terjadi. Hal ini
menunjukkan bahwa penanganan yang dilakukan untuk mengurani permasalah
lingkungan tersebut belum sepenuhnya berhasil.
Untuk memfokuskan permasalahan lingkungan menjadi isu strategis serta
mengidentifikasi keterkaitannya dengan isu-isu yang lain, maka dilakukan analisis
terhadap hubungan sebab akibat sebagaimana terlihat dalam Gambar 3.1. berikut.
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 4
Gambar 3.1. Model Keterkaitan Isu Strategis Pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 5
Berdasarkan Gambar 3.1. dapat terlihat sumber, konsekuensi, isu lingkungan
strategis, dan dampak yang ditimbulkan. Sumber permasalahan yang menjadi
pressure pada lingkungan di wilayah DKI Jakarta adalah :
1. Secara administrasi dan alamiah DKI Jakarta memiliki keterbatasan sumber daya
lahan dan air.
2. Intensitas peningkatan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi yang tinggi.
3. Bangkitan penduduk yang tinggi.
4. Kerusakan wilayah hulu dan DAS secara menyeluruh akibat pemanfaatan ruang
yang kurang memperhatikan kesimbangan lingkungan.
5. Keterbatasan pengelolaan sampah dan air limbah.
6. Keterbatasan pasokan dan penyediaan air bersih.
7. Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang mempengaruhi perilaku masih
rendah.
Isu lingkungan yang bersifat strategis sebagai akibat permasalahan lingkungan
secara kumulatif adalah :
1. Penurunan muka tanah.
2. Banjir dan genangan baik dari hulu maupun rob.
3. Pencemaran sungai, muara dan perairan laut.
4. Kerawanan air bersih.
Pada Gambar 3.3. dapat dilihat persebaran prasarana dan sarana utama di wilayah
DKI Jakarta bagian Utara yang terpapar dampak lingkungan, yaitu :
1. Bangunan, aset, dan prasarana sarana perkotaan.
2. Masyarakat di wilayah Pantura Jakarta, terutama masyarakat berpenghasilan
rendah dan nelayan.
3. Wilayah dan kawasan alami pesisir.
Gambar 3.2 menunjukkan lokasi indikatif permasalahan lingkungan yang
disandingkan dengan kawasan yang potensial terdampak, terutama di wilayah kajian
DKI Jakarta bagian Utara.
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 6
Gambar 3.2. Peta Isu Lingkungan Lingkup Di Kawasan Pantura Jakarta
Gambar 3.3. Peta Infrastruktur Yang Potensial Terdampak Rencana
Pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 7
Gambar 3.2 dan 3.3 menunjukkan pentingnya penanganan isu strategis lingkungan
oleh karena infrastruktur dan prasarana penting berskala Nasional dan regional
berlokasi di wilayah ini. Sebagian besar infrastruktur yang ada seperti pelabuhan
maupun jalur pelayarannya, pembangkit listrik dan jaringan kabel dan gas bawah
laut membutuhkan ruang perairan dengan kondisi tertentu. Selain itu, pada beberapa
lokasi permukiman kumuh dan permukiman nelayan yang rentan terhadap bencana
berada pada kawasan yang memiliki eermasalahan lingkungan, seperti penurunan
muka, bencana banjir, dan rob. Pencemaran perairan pesisir dan laut mengganggu
ekosistem dan kehidupan vegetasi mangrove dan habitat hewan lainnya.
Identifikasi kerawanan terhadap air bersih di kawasan Pantura Jakarta juga
mengindikasikan jangkauan pelayanan yang terbatas serta kondisi air tanah yang
tidak layak dimanfaatkan sebagai sumber air bersih. Berdasarkan hasil kajian Daya
Dukung Daya Tampung DKI Jakarta tahun 2015 (BPLHD Provinsi DKI Jakarta), air
bersih perpipaan digunakan hanya oleh 21,15% warga Jakarta Utara, sedang air
tanah sebagian besar digunakan untuk kebutuhan non-domestik. Data SLHD Provinsi
DKI Jakarta Tahun 2014 menunjukkan bahwa masih terdapat 283 pelanggan sumur
bor dengan volume 504.021 m3 dan 145 pelanggan sumur pantek dengan 58.956 m3
pada tahun 2013.
Selain permasalahan di atas, kondisi perairan Teluk Jakarta terindikasi rawan
terhadap penurunan dasar laut. Hasil kajian yang dilakukan oleh Dinas
Pertambangan dan Energi Provinsi DKI Jakarta menunjukkan adanya indikasi blank
zone di Teluk Jakarta sebagaimana tertera pada Gambar 3.4. Namun, data tersebut
perlu dilengkapi dengan data empirik hasil penyelidikan tanah melalui pemboran
(coring) guna verifikasi secara rinci struktur lapisan dasar laut di perairan Teluk
Jakarta.
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 8
Gambar 3.4. Peta Blank Zone di Perairan Teluk Jakarta
Dalam pelingkupan isu strategis lingkungan hidup, isu blank zone tidak tercakup di
dalamnya, oleh karena kondisi tersebut berstatus potensial menimbulkan
permasalahan, dimana kegiatan yang berlangsung saat ini adalah kegiatan pelayaran
dan perikanan. Walaupun demikian, dalam kegiatan pelayaran, pada beberapa lokasi
dilarang untuk membuang jangkar yang kemungkinan merupakan lokasi yang sama
dengan blank zone tersebut.
Selain survei seismik yang mengindikasikan adanya blank zone, di rencana lokasi
reklamasi di Teluk Jakarta juga telah dilakukan penyelidikan tanah
(pemboran/coring) secara intensif guna memperoleh infrmasi tentang kondisi lapisan
bawah laut Teluk Jakarta. Uji kondisi tanah tersebut dilakukan pada lokasi rencana
reklamasi yang sebagian sama posisinya dengan indikasi adanya blank zone. Melalui
pengujian empirik tersebut dapat dilakukan verifikasi secara rinci kondisi lapisan
tanah, sebagaimana ditunjukkan oleh gambar berikut sebagai contoh. Penyelidikan
tanah tersebut dilakukan pada lokasi atau titik yang jumlahnya relatif banyak, oleh
karena menjadi bagian dari keperluan desain enjiniring reklamasi dan kerekayasaan
lainnya.
Gambar berikut menunjukkan potongan melintang 1’ – 1’ lapisan bawah laut di
sekitar rencana Pulau C di Kawasan Pantura Jakarta.
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 9
Gambar 3.5. Hasil Sampel Coring Lapisan Tanah di Kawasan Teluk Jakarta
Hasil penyelidikan tanah tersebut yang bersifat empirik dan rinci tidak selalu sesuai
dengan indikasi blank zone sebagaimana hasil rekaman seismik yang dilakukan.
Misalnya pada potongan melintang 1’ – 1’ menujukkan bahwa pada lapisan teratas
terdapat tanah lunak hingga kedalaman 10 - 15 m berupa silty clay dan pada lapisan
tanah yang lebih dalam terdapat lapisan tanah yang lebih keras, seperti tuffaceous
sand.
Dalam pelaksanaan reklamasi kondisi tanah lunak tersebut dipertimbangkan untuk
merancang rekayasa teknis guna menghindarkan amblesan.
3.2. ANALISIS PENGARUH MUATAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS
PANTURA JAKARTA YANG BERPOTENSI MEMBERIKAN PENGARUH
TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP
Analisis pengaruh muatan rancangan RTR Kawaasan Strategis Pantura Jakarta
terhadap isu strategis lingkungan hidup dilakukan melalui :
1. Perkiraan pengaruh muatan rancangan RTR Kawaasan Strategis Pantura Jakarta
berdasarkan studi pustaka maupun perhitungan sederhana menggunakan
metode yang tersedia.
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 10
2. Melakukan perkiraan pengaruh muatan rancangan RTR Kawaasan Strategis
Pantura Jakarta dengan mengkaji hubungan keterkaitan antara materi muatan
rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta dengan isu strategis
pembangunan berkelanjutan yang telah teridentifikasi sebelumnya.
Kajian pengaruh yang dilakukan mengacu pada UU No. 32 Tahun 2009 maupun PP
No. 46 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa paling tidak memuat kajian yang
berkaitan dengan :
a. kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk
pembangunan;
b. perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;
c. kinerja layanan atau jasa ekosistem;
d. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan
f. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
Agar kajian pengaruh terhadap muatan rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura
Jakarta dapat dilakukan secara lebih komprehensif dan mendalam, maka analisis
dilakukan dengan mengelompokkan masalah sesuai dengan rencana kegiatan yang
akan dilakukan, yaitu :
1. Rencana pembentukan dan pembangunan pulau melalui kegiatan reklamasi.
2. Rencana pengembangan dan pembangunan kawasan perkotaan baru di lahan
pulau-pulau reklamasi.
Rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta secara garis besar merupakan
rencana pengembangan 17 (tujuh belas) pulau di pesisir dan perairan laut DKI
Jakarta. Sebagaimana tertuang dalam rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura
Jakarta, pengertian mengenai Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta adalah
kawasan pengembangan lahan baru melalui pembentukan pulau-pulau hasil kegiatan
reklamasi pada perairan laut Teluk Jakarta dalam rangka meningkatkan manfaat
sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi, serta
revitalisasi daratan pantai lama.
Dalam masing-masing bahasan akan dikaji ke enam aspek yang menjadi muatan
kajian pengaruh sesuai ketentuan, meskipun secara eksplisit tidak disampaikan
dalam masing-masing sub-bab.
3.2.1. Pembentukan Pulau-Pulau Hasil Kegiatan Reklamasi
Sesuai dengan pengertian dalam Perpres No. 54 Tahun 2008, reklamasi adalah
penimbunan dan pengeringan wilayah perairan. Sementara dalam Pasal 1 rancangan
Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta, reklamasi diartikan sebagai kegiatan
yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang dalam rangka meningkatkan
manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi
dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.
Pada dasarnya, hal tersebut mengandung arti bahwa tujuan utama reklamasi adalah
penambahan lahan baru untuk kegiatan lingkungan, sosial dan ekonomi. Oleh sebab
itu, dampak positif rencana reklamasi yang utama adalah ketersediaan lahan atau
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 11
ruang untuk menampung perkembangan kegiatan di suatu wilayah dengan atau
tanpa mengubah luas wilayah secara administratif. Hal tersebut sesuai dengan Pasal
1 angka 23 rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang
menyebutkan bahwa tanah reklamasi adalah daratan baru yang diperoleh dari
pengurugan dasar laut.
Beberapa isu terkait dengan pembentukan pulau-pulau hasil kegiatan reklamasi
antara lain adalah :
1. Ketidak-sinkronan Wilayah Perencanaan Kawasan Strategis Pantura.
Dalam Pasal 3 ayat (1) rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta
disebutkan bahwa Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta mencakup kawasan
perairan laut Teluk Jakarta yang diukur dari garis pantai Jakarta secara tegak lurus
ke arah laut sampai garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan
kedalaman laut sekitar 8 (delapan) meter dan di dalamnya terdapat kawasan
pengembangan lahan baru melalui pembangunan pulau-pulau hasil kegiatan
reklamasi. Selain itu pada ayat (2) disebutkan bahwa wilayah Kawasan Strategis
Pantai Utara Jakarta di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Penjaringan,
Kecamatan Pademangan, Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja, dan
Kecamatan Cilincing, Kota Administrasi Jakarta Utara.
− Rencana reklamasi Kawasan Strategis Pantura Jakarta sesuai dengan rancangan
Perda masih termasuk dalam wilayah administrasi Provinsi DKI Jakarta, sehingga
luas wilayah Provinsi DKI Jakarta tidak mengalami perubahan. Meskipun
demikian, akan terdapat perubahan yaitu penambahan pada luasan daratan dan
pengurangan pada luasan perairan laut. Selanjutnya pada Pasal 3 ayat (3)
rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta disebutkan bahwa
Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta merupakan bagian wilayah Kota
Administrasi Jakarta Utara. Konsekuensi dari hal tersebut maka akan terjadi
ketidak sesuaian luas wilayah administrasi Kota Jakarta Utara sebagaimana yang
tercantum dalam peraturan perundangan yang ada.
− Ketidak-sinkronan terjadi jika diperbandingkan dengan Pasal 101 Perda Provinsi
DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta 2030, dimana
pengembangan areal reklamasi di Kawasan Strategis Pantura dilakukan secara
terpadu dengan daratan pantai Jakarta dan secara bersama-sama ditetapkan
sebagai satu kawasan perencanaan. Hal ini berarti bahwa wilayah perencanaan
dalam pengembangan area melalui kegiatan reklamasi juga mencakup sebagian
wilayah daratan DKI Jakarta.
− Dengan wilayah Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta sebelah Selatan
berbatasan dengan kecamatan-kecamatan pesisir di Jakarta Utara, maka kelak
terdapat kesenjangan status wilayah administrasi Kawasan Strategis Pantai Utara
Jakarta. Dengan kata lain, Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta belum
termasuk dalam wilayah administrasi kecamatan-kecamatan tersebut.
− Ketidak-sinkronan antara arahan pengembangan sebagaimana tertera dalam
Pasal 15 rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta dengan
pengaturan pola ruang maupun peraturan zonasi. Dalam Pasal 15 disebutkan
bahwa pulau-pulau yang dikembangkan meliputi 17 (tujuh belas) pulau dari
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 12
Pulau A sampai Pulau Q. Sedang dalam Gambar 4 Lampiran II rancangan Perda
RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta, rencana pola ruang yang diatur hanya
rencana Pulau A sampai dengan Pulau M. Pengaturan pola ruang Pulau N sampai
dengan Pulau Q belum diatur sehingga belum memenuhi suatu kesatuan wilayah
perencanaan Kawasan Strategis Pantura Jakarta.
Gambar 3.6. Peta Kesenjangan Lingkup Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta Menurut Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012
2. Adanya Perubahan Bentuk Lansekap Secara Massif
Kegiatan reklamasi yang dilakukan dalam pengembangan sesuai dengan rancangan
Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta adalah berupa pengurugan dasar laut
dengan material pasir dan tanah sehingga membentuk pulau-pulau. Berdasarkan
rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta, luas indikatif yang tertera
pada Lampiran II Tabel 1 adalah seluas 5.119 Ha atau jika dibandingkan dengan luas
wilayah Jakarta Utara saat ini adalah sekitar 30% dari 14.666 Ha (SK Gubernur
ProvinsiDKI Jakarta No. 1171 Tahun 2008). Kegiatan pengurugan yang bersifat
massif membawa konsekuensi pada 2 (dua) hal yaitu :
− Perubahan sebagian ekosistem perairan laut DKI Jakarta menjadi daratan.
Berdasarkan hasil kajian pustaka, kegiatan pengurugan ekosistem perairan laut
dalam jumlah massif berpotensi untuk menimbulkan dampak :
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 13
a. Adanya potensi peningkatan muka air di muara sungai akibat
perlambatan arus dan backwater karena area yang sebelumnya berfungsi
sebagai perairan laut telah berubah menjadi daratan.
b. Akibat peningkatan muka air di muara sungai tersebut, maka kawasan
muara sungai rawan tergenang atau air laut semakin luas ke daratan,
sehingga dibutuhkan rekayasa teknis di wilayah pantai lama, seperti
pembangunan tanggul.
c. Terganggunya habitat dan kehidupan hewan dan tumbuhan pantai dan
perairan sehingga mengganggu keseimbangan alam.
d. Meningkatkan potensi sedimentasi dan pencemaran di kanal lateral antara
pantai lama dan pulau reklamasi.
e. Pencemaran laut akibat kegiatan selama reklamasi dapat menyebabkan
menurunnya potensi perikanan yang mengganggu sumber kehidupan
nelayan.
f. Terjadi pengalihan jalur nelayan yang akan mempengaruhi biaya melaut
nelayan.
g. Terganggunya kegiatan atau kinerja operasional instalasi penting yang
terdapat di kawasan Pantura Jakarta, seperti pembangkit listrik, jaringan
kabel dan gas, aktivitas pelayaran dari dan ke pelabuhan, dan lain
sebagainya.
Meskipun demikian, kegiatan reklamasi memiliki dampak positif antara lain :
a. Mengatasi keterbatasan lahan.
b. Dapat berfungsi sebagai break water bagi kawasan pesisir lama dari
gelombang besar.
c. Meningkatkan kualitas dasar laut yang saat ini telah mengalami
sedimentasi dan mengandung logam berat yang berbahaya bagi
lingkungan melalui cara penimbunan senyawa tersebut di dasar pulau
buatan.
− Penambangan pasir dan tanah untuk pengurugan pulau akan mengubah
lansekap wilayah lain yang mungkin juga menimbulkan dampak negatif pada
lingkungan di lokasi penambangan tersebut. Oleh sebab itu, selain izin reklamasi
sebagaimana tercantum pada Pasal 101 ayat (1) perlu dilengkapi dengan izin
penambangan dari wilayah lokasi sumber tanah urugan.
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 14
Gambar 3.7. Peta Proporsi Luas Lahan Rencana Pulau Reklamasi dan Wilayah
Administrasi Provinsi DKI Jakarta
3.2.2. Pembangunan Berupa Kawasan Perkotaan Baru untuk Kegiatan
Lingkungan, Sosial, dan Ekonomi
Penambahan ruang berupa lahan baru akan dimanfaatkan untuk kegiatan sosial dan
ekonomi perkotaan berpotensi menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak
positif secara langsung adalah:
a. Bertambahnya lahan untuk menampung perkembangan kegiatan sosial ekonomi
kota,
b. Sebagai pusat perekonomian baru merupakan sumber pendapatan asli daerah
dan sarana untuk melakukan revitalisasi daratan pantai lama.
c. Membuka lapangan pekerjaan baru dalam jumlah besar.
d. Menampung sebagian penduduk.
Meskipun demikian, pembangunan kawasan baru seluas lebih dari 5.119 Ha
berpotensi menimbulkan dampak negatif, antara lain :
a. Potensi terlampauinya daya dukung lingkungan buatan.
Daya dukung lingkungan buatan untuk suatu kawasan perkotaan adalah
kemampuan kawasan tersebut dalam menyediakan kebutuhan air, pengelolaan
limbah cair, pengelolaan sampah, energi, prasarana jalan dan sebagainya. Jika
daya dukung lingkungan buatan terlampaui, maka akan menimbulkan dampak
bagi lingkungan di sekitarnya.
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 15
Pemanfaatan ruang untuk berbagai kegiatan sebagaimana tertuang dalam
Rencana Pola Ruang dalam rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura
Jakarta membawa konsekuensi pada peningkatan kebutuhan akan pelayanan
umum. Pulau-pulau yang akan dikembangkan direncanakan akan menampung
sekitar 750.000 jiwa penduduk. Meskipun demikian, sebagian besar ruang akan
dimanfaatkan untuk kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini dapat dilihat pada hasil
kompilasi luasan zona peruntukan berdasarkan Rencana Pola Ruang masing-
masing pulau. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa luasan kawasan lindung
sekitar 25,51%, zona permukiman mencakup 20,17%, dan untuk kegiatan sosial
dan ekonomi mencakup proporsi 54,32%. Terlebih, zona untuk kegiatan sosial
dan ekonomi sebagaimana diatur dalam Peraturan Zonasi memiliki KLB yang
besar. Konsekuensi yang timbul adalah penyediaan pelayanan dasar cenderung
untuk melayani kegiatan non-domestik.
Tabel 3.3. Distribusi Zona Peruntukan Pulau A Hingga Pulau M
No. Zona Luas (Ha) Proporsi (%)
1. Zona Campuran 805.65 22.72%
2. Zona Industri dan Pergudangan 127.40 3.59%
3. Zona Lindung 304.86 8.60%
4. Zona Pelayanan Umum dan Sosial 107.35 3.03%
5. Zona Perkantoran, Perdagangan dan Jasa 516.23 14.56%
6. Zona Perumahan KDB Sedang-Tinggi 452.56 12.76%
7. Zona Perumahan Vertikal 262.65 7.41%
8. Zona Terbuka Biru 167.60 4.73%
9. Zona Terbuka Hijau 432.12 12.18%
Luas Jalan (13 Pulau) 369.96 10.43%
Luas (13 Pulau) 3,546.38 100.00%
Sumber : Hasil Perhitungan Data GIS,2016
Sebagaimana tertuang dalam rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura
Jakarta, pembangunan, pengelolaan dan pemeliharaan sistem dan jaringan utilitas
menjadi tanggung jawab pemegang izin reklamasi secara mandiri atau bekerjasama
dengan pihak lain. Khusus untuk pengolahan sampah, diatur lebih spesifik pada Pasal
52 bahwa dalam melakukan kegiatan pemilahan, pengangkutan, pengolahan dan
pemosesan akhir sampah dapat dilakukan :
− Pembentukan kelembagaan pengelola sampah.
− Kemitraan dengan badan usaha atau masyarakat.
Selain itu Pasal 53 mengatur tentang kewajiban penyerahan sistem jaringan utilitas,
yaitu sistem jaringan air bersih, air limbah, dan persampahan dalam jangka waktu
tertentu akan diserahkan ke Pemerintah Daerah dan pengelolaannya dapat
dilaksanakan oleh pemegang izin reklamasi sesuai dengan ketentuan yang akan
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 16
diatur lebih lanjut. Hal itersebut telah sesuai dengan Permendagri No. 9 Tahun 2009
Tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan dan
Permukiman di Daerah, meskipun peraturan ini mengatur khusus untuk pengembang
kawasan perumahan dan permukiman.
Pengembangan lahan dan aktivitas secara massif dengan luas lebih dari 5.000 Ha
akan menimbulkan bangkitan lalu-lintas yang besar. Sistem jaringan prasarana
transportasi yang direncanakan dalam rancangan Perda RTR Kawasan Strategis
Pantura Jakarta mencakup sistem jaringan angkutan umum masal dan jaringan
kendaraan pribadi. Gambar rencana sistem jaringan transportasi adalah sebagai
berikut :
Gambar 3.8. Rencana Jaringan Transportasi Kawasan Pantura Jakarta
b. Potensi terlampauinya daya dukung tanah
Berdasarkan Peraturan Zonasi dalam rancangan Perda RTR Kawasan Strategis
Pantura Jakarta, pengembangan Kawasan Pantura Jakarta direncanakan
dimanfaatkan untuk bangunan berlantai jamak sesuai pengaturan ketinggian
bangunan, bahkan terdapat pengaturan tentang pemanfaatan ruang bawah tanah
melalui koefisien basemen. Lahan yang dimanfaatkan untuk pembangunan
merupakan tanah buatan yang dihasilkan dari kegiatan pengurugan. Bangunan yang
dibangun secara massif di atas tanah tersebut menimbulkan beban yang besar
terhadap kekuatan tanah. Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan Dinas
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 17
Perindustrian dan Energi Provinsi DKI Jakarta mengindikasikan adanya blank zone di
lokasi tersebut yang berpotensi rawan terhadap amblesan.
c. Potensi terlampauinya daya tampung lingkungan perairan di sekitar pulau-pulau.
Potensi dampak terjadi jika penyediaan prasarana, sarana, dan pasokan pelayanan
dasar tidak terpenuhi. Pengelolaan sampah dan limbah cair yang tidak memenuhi
kebutuhan akan menyebabkan terjadinya pembuangan limbah padat dan cair
langsung ke perairan. Kondisi ini secara berlanjut akan menyebabkan pencemaran di
wilayah perairan sehingga daya tampung lingkungan perairan terlampaui. Dampak
lain yang ditimbulkan adalah terganggunya kehidupan biota laut.
d. Adanya potensi konflik sosial
Pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta berupa pulau-pulau buatan
membutuhkan investasi pembangunan dalam jumlah besar, sehingga kawasan ini
hanya dapat dijangkau oleh masyarakat berpendapatan tinggi. Kondisi tersebut
berpotensi menimbulkan konflik sosial, terutama bagi masyarakat penghuni kawasan
pesisir Utara Jakarta. Pembangunan kawasan reklamasi berpotensi mengganggu
keberlangsungan kegiatan ekonomi dan masyarakat di kawasan pantai lama dan
dapat mengubah pola kegiatan perekonomian wilayah secara menyeluruh. Terlebih
jika pengembangan pulau-pulau reklamasi mengganggu area kegiatan perikanan.
Gambar 3.9. Peta Identifikasi Permukiman Padat, Nelayan, dan Infrastruktur
Pendukungannya
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 18
3.3. PENGKAJIAN PENGARUH RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS
PANTURA JAKARTA TERHADAP ISU LINGKUNGAN HIDUP
Muatan rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta sebagaimana
dibahas dalam Sub-bab 3.2. dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui pengaruhnya
terhadap kondisi lingkungan. Analisis pengaruh tersebut dilakukan dengan
memperhatikan secara lebih fokus pada keterkaitan antara materi rancangan Perda
RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta dengan isu-isu strategis lingkungan
sebagaimana dibahas dalam Sub-bab 3.2.
Tabel berikut menunjukkan kajian pengaruh rancangan Perda RTR Kawasan Strategis
Pantura Jakarta terhadap isu strategis pembangunan berkelanjutan di DKI Jakarta.
Tabel 3.4. Kajian Pengaruh Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta Terhadap Isu Strategis Pembangunan Berkelanjutan DKI Jakarta
Muatan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang Berpotensi
Menimbulkan Pengaruh
Isu-Isu Strategis Lingkungan Hidup Isu Lain Sebagai Dampak
RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Penurunan Muka Tanah
Banjir dan
Genangan dari Hulu dan Rob
Pencemaran Sungai,
Muara dan Perairan
Laut (Termasuk
Sedimentasi)
Kerawanan Air Bersih
Pembentukan pulau-pulau hasil kegiatan reklamasi
1. Ketidak-
sinkronan wilayah perencanaan
Status
administrasi pulau-pulau belum diatur secara jelas
Adanya
kekosongan hukum status administrasi pulau-pulau yang membawa konsekuensi apabila tidak diatur adalah status kependudukan
Wilayah daratan (pesisir lama) tidak termasuk dalam prioritas
pembangunan pada Kawasan Strategis Pantura Jakarta.
Pembangunan wilayah daratan Pantura
Jakarta dan pulau belum terpadu sebagai suatu kesatuan Kawasan Strategis Pantura Jakarta.
Pulau N – Q belum diatur dalam RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta, terutama pola
RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta merupakan rencana rinci yang antara
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 19
Muatan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang Berpotensi
Menimbulkan Pengaruh
Isu-Isu Strategis Lingkungan Hidup Isu Lain Sebagai Dampak
RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Penurunan Muka Tanah
Banjir dan
Genangan dari Hulu dan Rob
Pencemaran Sungai,
Muara dan Perairan
Laut (Termasuk
Sedimentasi)
Kerawanan Air Bersih
ruang dan intensitas.
lain mengatur struktur dan pola ruang, sedang pola ruang Pulau N – Q belum diatur sebagaimana pulau-pulau lainnya.
2. Perubahan bentuk lansekap secara masif
Pada Ekosistem Perairan laut
a. Peningkatan muka air di muara sungai
√
b. Penurunan muka tanah pada pulau karena konsolidasi
tanah rendah
√
c. Peningkatan kerawanan genangan di kawasan pesisir Pantura lama
√
d. Terganggunya tempat hidup hewan dan tumbuhan pantai dan perairan
Berpotensi menimbulkan konflik sosial
e. Peningkatan
potensi sedimentasi dan pencemaran di kawasan antara pantai lama dan pulau
√ √
f. Menurunnya potensi perikanan
Berpotensi menimbulkan konflik sosial terutama dengan warga kampung nelayan
g. Terganggunya Berpotensi
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 20
Muatan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang Berpotensi
Menimbulkan Pengaruh
Isu-Isu Strategis Lingkungan Hidup Isu Lain Sebagai Dampak
RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Penurunan Muka Tanah
Banjir dan
Genangan dari Hulu dan Rob
Pencemaran Sungai,
Muara dan Perairan
Laut (Termasuk
Sedimentasi)
Kerawanan Air Bersih
aktivitas kehidupan ekonomi nelayan akibat pengalihan jalur pelayaran
menimbulkan konflik social terutama dengan warga kampong nelayan
h. Terganggunya kegiatan ataupun kinerja instalasi penting skala nasional
Kinerja instalasi penting menurun
i. Pada lokasi penambangan berpotensi mengalami kerusakan lingkungan
Kerusakan ataupun gangguan terhadap kondisi lingkungan di lokasi sumber tanah
penggurugan
B. Pembangunan berupa kawasan perkotaan baru untuk kegiatan lingkungan, sosial dan ekonomi
Peningkatan beban bangunan yang sifatnya massif di wilayah Jakarta bagian Utara yang mempengaruhi kondisi daya dukung tanah
√ √ Adanya potensi terlampauinya daya dukung lahan yaitu adanya potensi amblesan dan meningkatnya penurunan muka tanah di daratan dan dasar lautan
Peningkatan kebutuhan akan pasokan air bersih yang mempengaruhi kondisi daya dukung lingkungan buatan dan daya tampung wilayah perairan
√ Adanya potensi terlampauinya daya dukung lingkungan buatan yang berakibat pula pada adanya potensi terlampauinya daya tampung lingkungan perairan
Peningkatan kebutuhan akan pengelolaan sampah yang
mempengaruhi
√
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 21
Muatan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang Berpotensi
Menimbulkan Pengaruh
Isu-Isu Strategis Lingkungan Hidup Isu Lain Sebagai Dampak
RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Penurunan Muka Tanah
Banjir dan
Genangan dari Hulu dan Rob
Pencemaran Sungai,
Muara dan Perairan
Laut (Termasuk
Sedimentasi)
Kerawanan Air Bersih
kondisi daya dukung lingkungan buatan dan daya tampung wilayah perairan
Peningkatan kebutuhan akan system pengolahan air limbah yang mempengaruhi kondisi daya dukung lingkungan buatan dan daya tampung wilayah perairan
√
Peningkatan bangkitan lalu lintas
Potensi kemacetan meningkat di wilayah
daratan terutama di titik-titik akses ke dari pulau
Pembangunan kawasan yang eksklusif
Adanya potensi konflik sosial
Keterangan :
√ = materi muatan RTR KS Pantura Jakarta berpotensi mempengaruhi isu strategis lingkungan hidup
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 22
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa muatan rancangan Perda RTR
Kawasan Strategis Pantura Jakarta memiliki potensi menimbulkan pengaruh pada isu
strategis lingkungan hidup atau menimbulkan isu lingkungan hidup baru. Selanjutnya
akan dibahas besar pengaruh rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura
Jakarta terhadap isu strategis lingkungan hidup di DKI Jakarta secara lebih rinci
untuk menunjang penyempurnaan rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura
Jakarta.
3.3.1. Pengaruh Muatan Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura
Jakarta Terhadap Isu-Isu Strategis Pembangunan Berkelanjutan
Sebagaimana dibahas dalam Sub-bab 3.1. isu strategis pembangunan berkelanjutan
DKI Jakarta adalah penurunan muka tanah, banjir dan rob, pencemaran sungai dan
perairan laut, dan kerawanan air bersih.
A. Isu tentang Penurunan Muka Tanah
Penurunan muka tanah dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain :
a. Konsolidasi batuan/tanah setempat yang tidak kompak secara alamiah.
b. Pengambilan air tanah berlebih tanpa upaya konservasi yang sesuai.
c. Beban bangunan di atas lahan yang besar melebihi daya dukung tanah.
d. Gaya tektonik aktif atau kondisi struktur geologi (bawah tanah) DKI Jakarta.
Pada tabel sebelumnya dapat dilihat bahwa muatan rancangan Perda RTR Kawasan
Strategis Pantura Jakarta berpotensi menimbulkan penurunan muka tanah yang
disebabkan oleh :
1) Tanah hasil reklamasi merupakan tanah yang tidak kompak secara alamiah.
Oleh karena itu, tingkat kekompakan tanah hasil reklamasi perlu dijamin secara
teknis untuk mendukung beban di atasnya. Secara alamiah, kondisi wilayah
Jakarta Utara memiliki Nilai SPT yang rendah. Wilayah pesisir Pantura Jakarta
juga termasuk dalam kelompok ekoregion darat dataran pasang-surut yang
memiliki kerawanan terhadap penurunan muka tanah. Pulau-pulau tersebut
sebagian besar akan dibangun pada Ekoregion Laut 6.3.1., yaitu Ekoregion
Pesisir Pulau Jawa yang dasar lautnya merupakan tanah lempung berpasir
(lanau) dan memiliki kemiripan dengan karakteristik ekoregion daratan yaitu
dataran pasang-surut berlumpur. Selain itu, pulau-pulau tersebut terletak pada
lokasi terindikasi sebagai blank zone yang rawan terhadap penurunan muka
dasar laut seperti terlihat pada Gambar 3.10 berikut. Namun demikian, perlu
diverifikasi oleh hasil penyelidikan tanah melalui pemboran (coring) yang
memberikan data struktur lapisan tanah lebih rinci.
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 23
Gambar 3.10. Peta Ekoregion Darat dan Blank Zone di
Kawasan Pantura Jakarta
2) Beban bangunan yang massif.
Berdasarkan hasil kajian terhadap rancangan Perda RTR Kawasan Strategis
Pantura Jakarta, rencana pengembangan kawasan perkotaan baru akan
berlangsung intensif. Dalam penghitungan beban terhadap lingkungan harus
didukung luasan secara tiga dimensi. Terhadap luas wilayah baru sebesar 5.000
Ha, akan dikaji lebih jauh intensitas bangunan (KDB, KLB, KB, KTB dan KDH)
untuk dapat dilihat perhitungan nilai maksimal lantai yang diizinkan untuk
dibangun yaitu :
Tabel 3.5. Luas Pulau dan Lantai pada Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta
PULAU LUAS PULAU (Ha)
LUAS LANTAI (Ha) Maksimal yang Boleh Dibangun
Sesuai dengan Peraturan Intensitas Bangunan
PULAU A 79.00 122.05
PULAU B 380.00 486.95
PULAU C 276.00 328.92
PULAU D 312.00 239.13
PULAU E 284.00 371.71
Zona rawan penurunan
muka dasar laut
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 24
PULAU LUAS PULAU (Ha)
LUAS LANTAI (Ha)
Maksimal yang Boleh Dibangun Sesuai dengan Peraturan
Intensitas Bangunan
PULAU F 190.00 551.65
PULAU G 161.00 418.14
PULAU H 63.00 147.36
PULAU I 405.00 1,242.62
PULAU J 316.00 1,447.71
PULAU K 32.00 33.54
PULAU L 447.00 1,408.53
PULAU M 587.00 1,604.58
TOTAL 3,532.00 8,402.87
Keterangan : Luas Lantai = Luas Tapak x KLB
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa daya dukung tanah pada kawasan
reklamasi harus mampu mendukung beban bangunan dengan total luas lantai
bangunan sebesar 8.402,87 Ha, belum termasuk beban infrastruktur jalan
maupun beban aktivitas yang berlangsung. Hal ini perlu menjadi pertimbangan
mengingat pulau reklamasi merupakan bentukan tanah baru dan pertimbangan
mengenai kondisi ketidak-stabilan tanah.
Sebagai gambaran, penurunan muka tanah di wilayah Jakarta Utara selain
karena secara alamiah merupakan tanah lunak juga disebabkan karena beban
bangunan dan pengambilan air tanah secara berlebih. Sementara, seperti telah
disampaikan sebelumnya, bahwa secara alamiah dasar laut Ekoregion Laut 6.3.1.
memiliki kemiripan dengan karakteristik ekoregion pasang-surut berlumpur yang
terletak di wilayah Jakarta Utara. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat potensi
penurunan muka tanah pada pulau-pulau apabila daya dukung tanah terlampaui
oleh beban di atasnya.
Gambar berikut menunjukkan lokasi pengembangan pulau-pulau terkait dengan
ekoregion DKI Jakarta dan kondisi penurunan muka tanah di ekoregion darat.
Gambar 3.11. Zona Rawan Penurunan Muka Tanah
Zona rawan penurunan muka
tanah karena beban
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 25
Selanjutnya untuk melihat seberapa besar beban yang akan didukung oleh pulau-
pulau dan diperbandingkan dengan beban wilayah kecamatan di pesisir DKI
Jakarta, maka dilakukan visualisasi amplop bangunan berdasarkan intensitas
bangunan pada rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta dan
pada RDTR dan Peraturan Zonasi kecamatan-kecamatan pesisir sebagaimana
dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 3.12. Peta Ketinggian dan Amplop Bangunan Pada Kawasan Pesisir
dan Pulau Reklamasi Pantura Jakarta
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 26
Dari gambar tersebut perlu diperhatikan beban bangunan yang akan dibangun di
atas pulau-pulau tersebut, serta rekayasa teknis yang diperlukan untuk
meminimalkan potensi penurunan muka tanah karena beban bangunan.
B. Isu tentang Banjir, Genangan dan Rob
Pada Tabel 3.2. tertera muatan rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura
Jakarta yang akan mempengaruhi isu banjir, genangan dan rob disebabkan oleh
perubahan bentuk lansekap yang massif di perairan teluk Jakarta dan adanya
rencana pengembangan bangunan yang massif di atas pulau-pulau.
Seperti telah disebutkan pada Sub-bab 3.2., keberadaan pulau-pulau yang akan
dibangun akan berdampak positif sebagai pemecah ombak bagi wilayah daratan
pesisir. Namun demikian, keberadaan pulau-pulau tersebut perlu diperhitungkan
secara cermat sehingga tidak berpotensi menimbulkan kenaikan muka air laut.
Sebaliknya, dalam kaitannya dengan banjir yang bersumber dari wilayah hulunya,
pengembangan pulau-pulau dapat berpotensi sebagai penghambat laju air ke laut.
Hal ini dapat diartikan bahwa banjir yang berasal dari hulu akan berpotensi semakin
meluas. Wilayah yang paling rawan terkena dampak adalah wilayah pesisir karena
menjadi lokasi limpasan banjir yang tidak dapat mengalir ke laut, dimana pada saat
bersamaan terjadi peningkatan muka air laut karena dipengaruhi oleh perubahan
iklim global. Kawasan di pesisir Pantura yang diperkirakan mengalami peningkatan
kerawanan banjir atau genangan adalah kawasan di muara sungai dan kawasan
yang berada di bawah permukaan laut. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan
adanya kanal vertikal pada 13 (tiga belas) muara sungai, sehingga tidak
menghambat laju aliran, termasuk juga pengerukan sedimentasi secara berkala.
Dalam Pasal 40 ayat (2) huruf d rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura
Jakarta telah direncanakan pembangunan tanggul pulau reklamasi yang dirancang
dengan kala ulang minimal 1.000 (seribu) tahun kondisi ekstrim badai (pasang laut,
wind setup, storm surge, gelombang) dan mempertimbangkan aspek-aspek
kegempaan, liquifaction, kestabilan makro dan mikro, piping, rembesan (seepage),
dorongan air tanah ke atas terhadap konstruksi tanggul (uplift), amblesan tanah,
kenaikan muka air laut, residual settlement dan potensi tsunami.
Meskipun pesisir daratan lama terlindungi dari abrasi dengan adanya pulau reklamasi
sebagai penahan gelombang, namun kawasan pesisir belum terlindungi dari
ancaman banjir yang berasal dari hulu maupun banjir rob. Untuk mencegah banjir
rob, maka diperlukan tanggul pesisir serta tanggul di sepanjang muara sungai. Pada
lokasi pesisir yang berada di dalam tanggul, perlu dikombinasikan dengan sistem
polder yang dilengkapi dengan pompa. Sementara itu, untuk penyelesaian
permasalahan banjir di DKI Jakarta, tetap harus diimbangi dengan upaya
pengelolaan dan penanganan DAS terpadu dari hulu hingga hilir.
Oleh sebab itu, pengaruh muatan rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura
Jakarta berkaitan dengan isu banjir, genangan dan rob akan bergantung pada
kebijakan dan rencana lainnya, seperti :
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 27
a. Kebijakan penataan ruang Jabodetabekpunjur dan penataan ruang
Kabupaten/Kota yang berada di hulu dan tengah DAS.
b. Kebijakan penataan ruang wilayah Provinsi DKI Jakarta berkaitan dengan
rencana pengendalian daya rusak sumberdaya air.
c. Kebijakan penanganan dan pengelolaan daerah aliran sungai.
d. Kebijakan pembangunan tanggul NCICD (PTPIN).
C. Isu tentang Pencemaran Pada Badan Air Sungai, Muara Sungai dan
Perairan Laut
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009, pencemaran lingkungan hidup adalah masuk
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan
hidup yang telah ditetapkan. Sementara, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
adalah ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup
yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan
fungsinya. Berdasarkan pengertian tersebut, maka bahwa terjadinya pencemaran
pada badan air dapat merupakan indikasi telah terlampauinya daya tampung air.
Secara teoritik, pencemaran badan air disebabkan karena terjadi pembuangan
limbah cair baik domestik maupun non-domestik serta akibat tidak tertanganinya
buangan sampah. Paradigma badan air sebagai tempat mengalirkan limbah sangat
bertentangan dengan fungsi badan air sebagai sumber air minum.
Isu pencemaran pada sungai, muara maupun perairan laut DKI Jakarta saat ini
mengindikasikan bahwa pengelolaan limbah cair maupun padat di wilayah daratan
masih terbatas, sehingga limbah yang terbuang ke sungai melampaui daya
tampungnya. Limbah tersebut terbawa air menuju ke laut yang pada akhirnya
menyebabkan terjadinya pencemaran berat di wilayah muara dan perairan
khususnya di Ekoregion Laut 6.3.1. dimana pulau-pulau tersebut akan dibangun. Hal
ini menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan mengingat dalam Pasal 43 ayat
(2) rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta menyebutkan bahwa
salah satu sumber air bersih adalah air laut.
Selain itu, pembangunan pulau melalui reklamasi juga berpotensi akan menimbulkan
sedimentasi di perairan laut yang akan mengganggu kehidupan biota laut. Pengaruh
ini diperkirakan berjangka waktu pendek selama konstruksi. Meskipun demikian perlu
menjadi perhatian dalam penyusunan Amdal Reklamasi.
Terdapat potensi pencemaran jangka panjang akibat adanya rencana pengembangan
kegiatan baru yang akan menimbulkan limbah cair maupun limbah padat. Oleh sebab
itu, perlu dijamin pengelolaan limbah padat dan limbah cair selama berlangsungnya
aktifitas pada pulau-pulau agar tidak mencemari wilayah sekitar dan membebani
wilayah daratan.
Dalam rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta, pengelolaan limbah
cair dan limbah padat menjadi kewajiban dari pemegang izin reklamasi baik secara
mandiri atau bekerja sama dengan pihak lain. Seperti diketahui, pada
pengembangan pulau-pulau terdapat beberapa pemegang izin. Beberapa hal yang
belum diatur dalam Raperda adalah :
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 28
a. Bagaimana mekanisme penjaminan bahwa pengelolaan maupun pemeliharaan
dilakukan oleh pemegang izin dan siapa yang bertanggung jawab dalam
penjaminan tersebut;
b. Bagaimana sanksi apabila pengelolaan dan pemeliharaan tidak dilaksanakan oleh
pemegang izin.
Terkait dengan pengaturan hal tersebut, perlu diakomodir di dalam peraturan
turunan dari rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta, antara lain
Peraturan Gubernur tentang Kewajiban Pemegang Izin Reklamasi, serta dituangkan
dalam Perjanjian Kerja Sama antara Pemegang Izin Reklamasi dengan Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta.
Untuk memberikan gambaran tentang besarnya limbah yang diperkirakan akan
dihasilkan apabila aktifitas di masing-masing pulau, telah dilakukan perhitungan
beban limbah cair dan sampah sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut ini :
A. Limbah Cair
Penghitungan beban limbah cair mencakup kandungan BOD untuk limbah cair
domestik dan limbah cair non-domestik. Asumsi yang digunakan dalam
perhitungan tersebut adalah :
a. Limbah cair yang dihasilkan = 70% x penggunaan air
b. Kandungan BOD diperkirakan = 190 mg/liter limbah cair
Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 3.6 dan Tabel 3.7 berikut. Dari tabel
tersebut dapat dilihat bahwa perkiraan limbah cair non-domestik lebih besar
dibandingkan limbah cair domestik. Kondisi ini dapat terjadi karena secara luasan
memang kawasan non-perumahan jauh lebih besar daripada kawasan
perumahan. Selain itu, KLB dan KB yang diizinkan juga lebih besar untuk
kegiatan non-perumahan. Kondisi ini memperlihatkan bahwa, di satu sisi
dilakukan pembatasan penduduk pulau, disisi lain dilakukan intensitas tinggi
untuk kegiatan ekonomi. Hasil perhitungan ini masih merupakan indikasi, karena
asumsi untuk penghitungan limbah non-domestik dilakukan hanya berdasarkan
jumlah limbah cair yang dibuang sehingga belum memperhitungkan jenis
kegiatan yang akan berlangsung.
Tabel 3.6. Perkiraan Konsentrasi BOD oleh Limbah Cair Domestik
Perkiraan Limbah Cair Domestik
Penggunaan Air Limbah Cair Kandungan BOD
m3/hari m3/hari kg/hari
Limbah Cair Domestik Pulau A 1,995 1,396.5 265
Limbah Cair Domestik Pulau B 10,830 7,581.0 1,440
Limbah Cair Domestik Pulau C 7,030 4,921.0 935
Limbah Cair Domestik Pulau D 8,930 6,251.0 1,188
Limbah Cair Domestik Pulau E 8,170 5,719.0 1,087
Limbah Cair Domestik Pulau F 4,845 3,391.5 644
Limbah Cair Domestik Pulau G 4,085 2,859.5 543
Limbah Cair Domestik Pulau H 1,615 1,130.5 215
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 29
Perkiraan Limbah Cair
Domestik
Penggunaan Air Limbah Cair Kandungan BOD
m3/hari m3/hari kg/hari
Limbah Cair Domestik Pulau I 18,145 12,701.5 2,413
Limbah Cair Domestik Pulau J 14,155 9,908.5 1,883
Limbah Cair Domestik Pulau K 1,425 997.5 190
Limbah Cair Domestik Pulau L 21,565 15,095.5 2,868
Limbah Cair Domestik Pulau M 20,710 14,497.0 2,754
Sumber : Hasil Analisis, Tahun 2016
Tabel 3.7. Perkiraan Konsentrasi BOD oleh Limbah Cair Non-Domestik
Perkiraan Limbah Cair Non
Domestik
Penggunaan Air Limbah Cair Kandungan BOD
m3/hari m3/hari kg/hari
Limbah Cair Non Domestik Pulau A 1,154.76 808.33 153.58
Limbah Cair Non Domestik Pulau B 5,011.07 3,507.75 666.47
Limbah Cair Non Domestik Pulau C 3,218.74 2,253.12 428.09
Limbah Cair Non Domestik Pulau D 3,150.28 2,205.19 418.99
Limbah Cair Non Domestik Pulau E 3,891.17 2,723.82 517.53
Limbah Cair Non Domestik Pulau F 3,129.34 2,190.54 416.20
Limbah Cair Non Domestik Pulau G 2,230.78 1,561.55 296.69
Limbah Cair Non Domestik Pulau H 857.96 600.57 114.11
Limbah Cair Non Domestik Pulau I 10,699.96 7,489.97 1,423.09
Limbah Cair Non Domestik Pulau J 7,804.32 5,463.02 1,037.97
Limbah Cair Non Domestik Pulau K 166.89 116.82 22.20
Limbah Cair Non Domestik Pulau L 11,670.58 8,169.40 1,552.19
Limbah Cair Non Domestik Pulau M 13,119.52 9,183.66 1,744.90
Sumber : Hasil Analisis, Tahun 2016
Terkait dengan pengelolaan limbah cair tersebut, perlu diantisipasi melalui :
1. Penyediaan waste water treatment plant pada setiap pulau atau
dikerjasamakan dengan beberapa pulau, sehingga menghasilkan buangan
limbah cair yang memenuhi baku mutu yang disyaratkan.
2. Sinkronisasi pengembangan infrastruktur pengelolaan limbah cair untuk
seluruh pulau reklamasi.
B. Limbah Padat
Timbulan sampah di kawasan reklamasi Pantura Jakarta mencakup sampah
domestik dan sampah industri. Penanganan timbulan sampah domestik meliputi
proses pemilahan; pengumpulan; pengangkutan; pengolahan; dan pemrosesan
akhir sampah. Berdasarkan SNI 3242 : 2008 dan justifikasi dari SNI 19-3964-
1994 tentang timbulan sampah di permukiman kota besar sebesar 2 – 2,5
liter/orang/hari atau setara dengan 0,4 – 0,5 kg/orang/hari, timbulan sampah di
kawasan reklamasi Pantura Jakarta diasumsikan sebesar 3 liter/orang/hari atau
setara dengan 0,44 kg/orang/hari. Jika penduduk penghuni dan penduduk
komuter yang merepresentasikan intensitas kegiatan dianggap menghasilkan
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 30
timbulan sampah sama besar dengan faktor kepadatan sebesar 80% dan faktor
keserempakan sebesar 70%, maka timbulan sampah di kawasan reklamasi
Pantura Jakarta diprakirakan sebagai beriku :
Jumlah penduduk penghuni dan komuter : 1.698.147 jiwa
Satuan timbulan sampah : 3 liter/orang/hari
: 0,44 kg/org/hari
Timbulan sampah : (1.698.147 x 0,8) x 0,7 x 3 liter/hari)
: 2.852.887 liter/hari
: 418.423 kg/hari
: 418 ton/hari
Dengan asumsi yang sama, distribusi timbulan sampah di setiap pulau diterakan
dalam tabel berikut.
Tabel 3.8. Timbulan Sampah di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Menurut Pulau
Pulau
Jumlah Penduduk Penghuni dan
Komuter (Jiwa)
Timbulan Sampah
(Liter/Hari)
Timbulan Sampah (Kg/Hari)
A 5.250 8.320 1.294
B 28.500 47.380 7.022
C 60.032 100.354 14.792
D 71.461 119.553 17.608
E 64.270 107.474 15.336
F 64.198 107.352 15.818
G 35.035 58.358 8.633
H 9.020 15.154 2.223
I 205.992 345.566 49.056
J 312.567 524.645 78.821
K 65.678 109.838 16.942
L 446.822 748.159 109.847
M 213.599 358.345 51.981
N 52.000 86.860 12.813
O 12.353 20.253 3.044
P 42.261 79.498 10.413
Q 9.089 14.768 2.240
Sesuai dengan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah serta
kebijakan pengembangan kawasan reklamasi Pantura Jakarta sesuai Perda
Provinsi DKI Jakarta No. 1 tahun 2012, pengelolaan sampah dilakukan melalui
prinsip 3R (reduce, reuse, dan recycle) tanpa membebani wilayah lainnya di DKI
Jakarta. Sesuai dengan prinsip dan kebijakan tersebut, maka penanganan
timbulan sampah tidak dilakukan melalui penimbunan (open dumping).
Pengelolaan sampah dimulai sejak sumber, sehingga pemilahan sampah perlu
dilakukan pada sumber-sumber penghasil secara terencana hingga tempat
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 31
pengolahan akhir. Hal ini terutama mempertimbangkan bahwa lebih dari
setengah timbulan sampah merupakan sampah organik yang mudah membusuk
dan membutuhkan penanganan segera. Sampah dipilah menurut sampah
organik, sampah anorganik, dan limbah B3. Sampah terpilah dikelola menurut
zona pengumpulan yang dilengkapi fasilitas tempat penampungan sampah
sementara (TPS) dan secara terencana dan terjadwal diangkut menuju tempat
pemrosesan akhir. Melalui pemilahan sejak sumber, maka sampah organik dan
anorganik yang dapat didaur ulang di TPS minimal sekitar 10%. Sedang sisanya
akan diangkut ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yang dibangun di
setiap pulau atau lebih dari satu pulau yang berdekatan. TPST akan berfungsi
melakukan proses daur ulang sisa sampah organik dan anorganik yang tidak
dapat diproses di TPS; proses insinerasi, dan pengumpulan untuk dikelola lanjut
oleh pihak ketiga, termasuk limbah B3. Limbah B3 padat, seperti lampu neon
bekas, tinta dan cartridge, bekas kemasan pestisida, obat-obatan kadaluarsa,
bekas kemasan bahan kimia, limbah elektronik, dan lainnya yang dipilah sejak
sumber pengahsil dikumpulkan dan ditampung di TPST untuk dikelola oleh pihak
ketiga yang memiliki ijin. Sampah industri ditangani secara khusus sesuai dengan
jenis sampah yang dihasilkan dan dikelola oleh masing-masing kawasan industri.
Perhitungan perkiraan limbah cair maupun sampah yang dihasilkan untuk
masing-masing pulau tersebut dapat memberi gambaran untuk pemilihan teknik
dan cara pengelolaan yang harus dilakukan serta penyusunan kebijakan yang
perlu dirumuskan untuk menjamin kegiatan di pulau-pulau tidak meningkatkan
pencemaran yang sudah terjadi.
Selain itu, penanganan masalah pencemaran badan air yang bersumber dari
kegiatan di daratan menjadi faktor penentu bagi keberlangsungan aktifitas pulau-
pulau reklamasi. Hal ini berkaitan dengan adanya arahan pemanfaatan sumber
air baku yang berasal dari air laut.
D. Kerawanan Air Bersih
Masalah kerawanan air bersih di DKI Jakarta pada dasarnya berkaitan erat dengan
masalah pencemaran badan air sungai. Meskipun DKI Jakarta dilalui oleh banyak
sungai diantaranya Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane, sumber air baku DKI
Jakarta diperoleh dari Sungai Citarum yang dialirkan melalui Saluran Tarum Barat.
Sungai-sungai yang mengalir di DKI Jakarta lebih banyak memberi jasa ekosistem
sebagai tempat pengaliran limbah.
Selain itu, pemanfaatan jaringan air perpipaan oleh penduduk DKI Jakarta juga
belum dilakukan oleh penduduk maupun kegiatan ekonomi lainnya. Hingga saat ini,
pemanfaatan air tanah dalam terutama untuk gedung-gedung bertingkat tinggi,
industri dan rumah tangga diindikasikan telah melampaui groundwater recharge rate.
Data dari PAM Jaya sebagaimana disampaikan oleh Bappenas pada Rapat Koordinasi
KLHS NCICD dan reklamasi pada tanggal 21 Oktober 2016, bahwa saat ini kebutuhan
air DKI Jakarta mencapai 24 m3/detik, sementara yang mampu disuplai oleh PAM
Jaya hanya berkisar 18 m3/detik. Hal ini menunjukkan DKI Jakarta saat ini sudah
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 32
mengalami kekurangan air baku sekitar 6 m3/detik yang pada akhirnya dipenuhi dari
pengambilan air tanah.
Data dari Kementerian ESDM menunjukkan bahwa pengambilan air tanah dalam
pada Cekungan Jakarta telah mencapai sekitar 40% dari potensi air tanah sementara
maksimal yang diperbolehkan adalah berkisar 20%. Gambar berikut menunjukkan
peta cekungan air tanah Jakarta yang mencakup pelayanan lintas provinsi, yaitu DKI
Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa
pengambilan air tanah dalam telah mencapai 21 juta m3/tahun dan sekitar 10 juta
m3/tahun diantaranya untuk memenuhi keterbatasan air di DKI Jakarta.
Gambar 3.13. Cekungan Air Tanah Provinsi DKI Jakarta dan Sekitarnya
Pembangunan pulau-pulau sekitar 5.100 Ha yang dilanjutkan dengan pembangunan
kawasan perkotaan yang bersifat intensif akan membawa konsekuensi pada
peningkatan kebutuhan air bersih. Mengingat DKI Jakarta daratan saat ini telah
mengalami masalah kerawanan air, maka pengembangan pulau-pulau dan
aktifitasnya perlu dijamin tidak menambah beban wilayah daratan.
Dalam Pasal 43 rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta telah diatur
tentang rencana sistem jaringan air bersih adalah:
− Sumber air bersih adalah berasal dari pengolahan air laut, pengolahan air
permukaan (waduk penampungan, kolam atau sungai), dan pengolahan air
limbah;
− Pengambilan air dari waduk penampungan harus memperhatikan kapasitas
andalan waduk;
− Terpenuhi dari aspek kontinuitas maupun kualitas;
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 33
− Dilaksanakan secara mandiri di setiap pulau atau terpadu dengan
pulau/areal/wilayah yang berdekatan;
− Pembangunan, pengelolaan dan pemeliharaan prasarana air bersih menjadi
kewajiban pemegang izin reklamasi secara mandiri atau bekerjasama dengan
pihak lain.
Namun demikian perlu diperhitungkan pada saat pengajuan izin bahwa penyediaan
sumber air baku dapat dijamin kontinuitas maupun kualitasnya mengingat kualitas
perairan laut yang telah tercemar, biaya pengolahan air laut sangat tinggi, sumber
air waduk sangat bergantung pada curah hujan dan diterapkannya sistem
pengolahan limbah cair. Keterpaduan pengelolaan sumber daya air diperkirakan akan
menghasilkan kinerja pengelolaan yang lebih efektif dan efisien.
Untuk itu, ketentuan mengenai persyaratan sumber air baku untuk kebutuhan pulau
perlu dikaji lebih lanjut dan dituangkan dalam peraturan mengenai proses perizinan.
Sebagai gambaran untuk memperkirakan kebutuhan air pulau-pulau reklamasi telah
dilakukan perhitungan sederhana sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.9. Kebutuhan Air Bersih di Pulau-pulau Reklamasi Kawasan Pantura
No. Pulau
Jumlah
Penduduk
(Jiwa)
Kebutuhan Air (m3/hari) Total Kebutuhan Air Total
Domestik Non
Domestik m3/hari m3/detik
1. Pulau A 10,500 1,995.00 1,873.36 3,868.36 0.045
2. Pulau B 57,000 1,083.00 7,207.08 8,290.08 0.096
3. Pulau C 37,000 703.00 4,983.27 5,686.27 0.066
4. Pulau D 47,000 893.00 4,077.97 4,970.97 0.058
5. Pulau E 43,000 817.00 6,152.51 6,969.51 0.081
6. Pulau F 25,500 4,845.00 5,620.86 10,465.86 0.121
7. Pulau G 21,500 4,085.00 3,760.73 7,845.73 0.091
8. Pulau H 8,500 1,615.00 1,429.24 3,044.24 0.035
9. Pulau I 95,500 18,145.00 18,603.34 36,748.34 0.425
10. Pulau J 74,500 14,155.00 13,209.91 27,364.91 0.317
11. Pulau K 7,500 1,425.00 443.29 1,868.29 0.022
12. Pulau L 113,500 21,565.00 19,599.03 41,164.03 0.476
13. Pulau M 109,000 2,071.00 23,409.94 25,480.94 0.295
Total
2.127
Perhitungan di atas hanya merupakan indikasi minimal karena asumsi yang
digunakan adalah :
− Kebutuhan air domestik = 190 liter/orang/hari
− Kebutuhan air non domestik =
o untuk peruntukan zona campuran dan zona perdagangan adalah 1,2
liter/m2/hari dan diberlakukan
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 34
o untuk pelayanan umum dan sosial 30% kebutuhan air domestik.
o untuk RTH adalah 3% kebutuhan domestik
Namun demikian perhitungan tersebut dapat menjadi pertimbangan kepada
pemilihan sumber air baku dan metode pengelolaannya. Metode pengelolaan yang
terpadu diperkirakan akan menghasilkan kinerja yang lebih efektif dan efisien.
3.3.2. Potensi Dampak Materi Muatan KRP Terhadap Lingkungan Hidup Lainnya
Dari tabel pengaruh rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta terhadap isu
strategis pembangunan berkelanjutan DKI Jakarta, dapat dilihat bahwa muatan
rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta juga berpotensi menimbulkan isu
baru yang lebih spesifik, seperti :
A. Isu berkaitan dengan masalah status kawasan
Status kawasan Pulau-pulau reklamasi sebagai bagian dari wilayah administrasi
Provinsi DKI Jakarta dan wilayah administrasi Kota Jakarta Utara telah diatur
dalam rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Meskipun
demikian, belum dijelaskan lebih lanjut apakah kawasan baru ini akan menjadi
satu kecamatan tersendiri atau terpadu dengan kecamatan-kecamatan di wilayah
pesisirnya sesuai dengan letak pulau. Hal ini diatur lebih lanjut mengingat akan
membawa konsekuensi pada status kependudukan, pertanahan maupun
kebutuhan administrasi lainnya. Pengaturan tersebut harus bersifat antisipatif
terhadap kecepatan realisasi pembangunan dan pengembangan pulau reklamasi,
yang dapat berupa revisi terhadap Peraturan Daerah atau Peraturan Gubernur
mengenai wilayah administrasi.
B. Isu berkaitan dengan batas wilayah
Sebagaimana di atur dalam rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura
Jakarta, batas wilayah sebelah Selatan adalah kecamatan-kecamatan di wilayah
pesisir. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah daratan terutama wilayah pesisir
tidak merupakan satu kesatuan wilayah perencanaan sebagaimana diamanatkan
oleh Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012. Sehingga muatan yang
mengatur tentang RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta sebagai bagian dari
pengembangan Kawasan Strategis Provinsi belum signifikan. Beberapa muatan
rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta tentang keterkaitan
pulau-pulau dengan wilayah pesisir antara lain bahwa salah satu tujuan Penataan
Ruang Pantura Jakarta adalah terwujudnya penataan kembali daratan pantai
utara Jakarta dan pengembangan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang
memperhatikan kualitas lingkungan, yang kemudian dijabarkan dalam kebijakan
penataan ruang dalam Pasal 7 ayat (4) sebagai berikut :
− penataan kembali permukiman daratan Pantai Utara Jakarta untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat; dan
− pengembangan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang ramah
lingkungan untuk mengurangi resiko bencana.
Kebijakan tersebut dilaksanakan melalui strategi dalam Pasal 11 yang meliputi :
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 35
− melakukan perbaikan lingkungan, pemeliharaan kawasan permukiman dan
kampung nelayan dengan mempertimbangkan aspek sosial ekonomi
penduduk; dan
− merelokasi perumahan dari bantaran sungai dan lokasi fasilitas umum melalui
penyediaan rumah susun/kampung vertikal.
Dari tujuan, kebijakan dan strategi terlihat bahwa kawasan pesisir Pantura
Jakarta merupakan satu kesatuan dengan kawasan pulau-pulau. Meskipun
demikian, hal ini tidak sesuai dengan Pasal 15 ayat (1) yang menyebutkan bahwa
Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dibagi atas 3 (tiga) sub-kawasan yaitu:
a. Sub-kawasan Barat meliputi areal reklamasi bagian barat, terdiri dari Pulau A,
Pulau B, Pulau C, Pulau D, Pulau E, Pulau F, Pulau G, dan Pulau H;
b. Sub-kawasan Tengah meliputi areal reklamasi bagian tengah, terdiri dari
Pulau I, Pulau J, Pulau K, Pulau L, dan Pulau M; dan
c. Sub-kawasan Timur meliputi areal reklamasi bagian timur, terdiri dari Pulau
N, Pulau O, Pulau P, dan Pulau Q.
Dapat diindikasikan bahwa strategi relokasi perumahan dari bantaran sungai dan
lokasi fasilitas umum melalui penyediaan rumah susun/kampung vertikal tidak
termasuk dalam kawasan yang tata ruangnya diatur dalam Pasal 15 rancangan
Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta, sehingga perlu disinkronkan
dengan rencana tata ruang wilayah daratan, yaitu Perda Provinsi DKI Jakarta No.
1 Tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta 2030 dan Perda Provinsi DKI Jakarta
No. 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.
C. Isu berkaitan dengan Rencana Pulau N – Q yang bersifat indikatif
Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, rencana pola ruang maupun
rencana intensitas bangunan untuk Pulau N hingga Q belum diatur dengan
kedetilan seperti pengaturan pada pulau A – M. Pada Pasal 15 dinyatakan bahwa
Pulau N, Pulau O, Pulau P, Pulau Q dan sebagian Pulau M dikembangkan secara
khusus oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjadi kawasan pelabuhan
terpadu untuk mendukung peran ibukota negara dan penggambaran struktur
ruang dan pola ruangnya secara detail akan dimuat dalam peraturan perundang-
undangan lainnya. Pasal 15 menunjukkan bahwa kewenangan tata ruang Pulau N
– Q merupakan kewenangan Pemerintah bersama Pemerintah Daerah.
D. Isu berkaitan dengan terganggunya kinerja instalasi penting di pesisir
Utara
Pada saat ini terdapat beberapa instalasi penting di kawasan Pantura Jakarta.
seperti PLTU/PLTGU Muara Karang, Pelabuhan Tanjung Priok yang merupakan
pelabuhan laut internasional, jaringan kabel dan pipa gas bawah laut dan
sebagainya. Instalasi penting tersebut membutuhkan kondisi perairan tertentu.
Untuk pelayaran kapal dibutuhkan perairan yang bebas dilalui oleh kapal besar
dua arah dan perairan yang dalam. PLTU/PLTGU membutuhkan kondisi suhu
perairan tertentu. Sementara jaringan kabel dan gasbawah laut memerlukan
jarak bebas tertentu. Selain itu adanya rencana pembangunan tanggul di
sepanjang pesisir juga mengubah garis pantai lama. Oleh sebab itu bentuk pulau
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 36
harus mempertimbangkan alur keluar-masuk kapal dari dan ke pelabuhan dan
pusat kegiatan perikanan, batasan kedalaman, kanal pemisah yang berpedoman
pada peraturan perundangan, jarak minimal pulau dengan keberadaan instalasi
pipa dan kabel yang disyaratkan pada peraturan, memperhatikan aliran 13 sungai
yang bermuara ke Teluk Jakarta serta laju sedimentasinya, serta harus
memperhatikan infrastruktur penting di kawasan pesisir daratan.
Berikut adalah gambar titik lokasi instalasi penting yang disandingkan dengan
titik-titik potensi permasalahan lingkungan di kawasan Pantura Jakarta.
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 37
Gambar 3.14. Titik Lokasi Instalasi Penting Kawasan Pesisir Pantura
Gambar 3.15. Peta Isu Lingkungan Lingkup Pesisir Pantai Utara Jakarta
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 38
E. Isu berkaitan dengan peningkatan bangkitan lalu lintas
Rencana pengembangan Pantura yang bersifat massif akan membawa
konsekuensi pada peningkatan bangkitan lalu lintas terutama pada akses menuju
ke dan dari pulau. Selain itu pengembangan suatu kawasan menjadi Kawasan
Strategis Provinsi apalagi yang memiliki nilai strategis secara ekonomi social dan
lingkungan bersama-sama akan menimbulkan mobilitas yang tinggi ke dan dari
kawasan. Sementara secara struktur ruang Kawasan Strategis Pantura ini akan
memiliki keterhubungan dengan kawasan-kawasan strategis lainnya di wilayah
DKI Jakarta terutama yang berkaitan dengan kawasan strategis kepentingan
ekonomi
Sebagaimana termuat dalam raperda, akses utama menuju KSP Pantura dari
daratan Jakarta adalah berupa jaringan angkutan umum massal dan jaringan
jalan untuk kendaraan pribadi (Pasal 25). Jaringan angkutan umum massal
berbasis jalan dari Pulau C, D, E, F, G, H, I, J dan L langsung terkoneksi dengan
jaringan angkutan umum berbasis jalan di daratan sebagaimana direncanakan
dalam RTRW 2030. Sementara itu pasal 27 juga menyebutkan bahwa jaringan
jalan untuk kendaraan pribadi akan terhubung langsung dengan jalan arteri di
daratan Jakarta. Potensi kemacetan akan terjadi pada titik – titik pertemuan
antara jalan akses dan jalan arteri di daratan.
Gambar berikut menunjukkan titik potensi kemacetan yang terjadi di wilayah
daratan DKI Jakarta sebagai pengaruh dari pengembangan KSP Pantura. Sebagai
informasi titik kemacetan ini dibagi dalam lingkup kurun waktu hari kerja dan hari
libur kerja (weekend days). Dalam kondisi eksisting saat ini pada kurun waktu
hari kerja diketahui terdapat 10 titik kemacetan di kawasan Pesisir Jakarta. Dan
diperkirakan selanjutnya bila pulau reklamasi sudah dibangun terdapat
penambahan 6 titik kemacetan baru karena jalan akses utama dari area pulau-
pulau reklamasi.
Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan konektivitas jaringan jalan di pulau
dengan jalan di daratan yang dapat meminimalisir terjadinya konflik sebidang,
antara lain melalui pembangunan jalan arteri layang di daratan pantai lama yang
terhubung langsung dengan akses jalan menuju pulau.
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 39
Gambar 3.16. Titik Kemacetan Kawasan Pesisir Serta Perkiraan
Dampak Dari Timbulnya Bangkitan Lalu Lintas Dari Pengembangan
Kawasan Reklamasi
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 40
Tabel 3.10. Informasi Titik Kemacetan Eksisting Pada Situasi Hari Kerja Di Kawasan Pesisir Pantura Jakarta
Waktu Pengamatan
Hari Kerja: Senin - Jumat
Identifikasi Titik Kemacetan
Pukul 8.00 WIB
Titik Kemacetan: 1. Persimpangan Jalan Tol
Lingkar Luar Jakarta -
Jalan Tol Prof. Sedyatmo 2. Persimpangan Jalam Pluit
Selatan Raya - Jalan Jembatan Tiga
3. Persimpangan Jalan R.E.
Martadinata - Jalan Gunung Sahari Raya
4. Persimpangan Jalan Sulawesi - Jalan Raya
Pelabuhan 5. Persimpangan Jalan
Cilincing Raya - Jalan
Cakung Cilincing Raya
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 41
Waktu Pengamatan
Hari Kerja: Senin - Jumat
Identifikasi Titik Kemacetan
Pukul 12.00
WIB
Titik Kemacetan:
1. Jalan Raya Dadap dan Jalan Tol Prof. Sedyatmo
2. Persimpangan Jalan Tol
Lingkar Luar Jakarta - Jalan Tol Prof. Sedyatmo
3. Jalan Tol Prof. Sedyatmo dan akses keluar Jalan
Pluit Selatan Raya
4. Persimpangan Jalam Pluit Selatan Raya - Jalan
Jembatan Tiga 5. Jalan Tol Pelabuhan
6. Persimpangan Jalan Cilincing Raya - Jalan
Cakung Cilincing Raya
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 42
Waktu Pengamatan
Hari Kerja: Senin - Jumat
Identifikasi Titik Kemacetan
Pukul 18.00
WIB
Titik Kemacetan:
1. Jalan Raya Dadap dan Jalan Tol Prof. Sedyatmo
2. Persimpangan Jalan Tol
Lingkar Luar Jakarta - Jalan Tol Prof. Sedyatmo
3. Jalan Tol Prof. Sedyatmo dan akses keluar Jalan
Pluit Selatan Raya
4. Persimpangan Jalam Pluit Selatan Raya - Jalan
Jembatan Tiga 5. Jalan Tol Pelabuhan
6. Persimpangan Jalan R.E. Martadinata - Jalan
Gunung Sahari Raya
7. Jalan Tol Pelabuhan 8. Jalan Tol Pelabuhan dan
Jalan Yos Sudarso 9. Persimpangan Jalan
Sulawesi - Jalan Raya
Pelabuhan 10. Persimpangan Jalan
Cilincing Raya - Jalan Cakung Cilincing Raya
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 43
Waktu Pengamatan
Hari Kerja: Senin - Jumat
Identifikasi Titik Kemacetan
Pukul 22.00
WIB
Titik Kemacetan:
1. Persimpangan Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta -
Jalan Tol Prof. Sedyatmo
2. Persimpangan Jalam Pluit Selatan Raya - Jalan
Jembatan Tiga 3. Persimpangan Jalan
Sulawesi - Jalan Raya
Pelabuhan 4. Persimpangan Jalan
Cilincing Raya - Jalan Cakung Cilincing Raya
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 44
Tabel 3.11. Informasi Titik Kemacetan Eksisting Pada Situasi Hari Libur Kerja (Weekend Days) Di Kawasan Pesisir Pantura
Jakarta
Waktu Pengamatan
Hari Lbur Kerja (Weekend Days): Sabtu - Minggu
Identifikasi Titik Kemacetan
Pukul 8.00
WIB
Titik Kemacetan:
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 45
Waktu Pengamatan
Hari Lbur Kerja (Weekend Days): Sabtu - Minggu
Identifikasi Titik Kemacetan
Pukul 12.00 WIB
Titik Kemacetan:
1. Persimpangan Jalan Tol
Lingkar Luar Jakarta - Jalan Tol Prof. Sedyatmo
2. ersimpangan Jalam Pluit
Selatan Raya - Jalan Jembatan Tiga
3. Persimpangan Jalan R.E. Martadinata - Jalan
Gunung Sahari Raya 4. Persimpangan Jalan
Cilincing Raya - Jalan
Cakung Cilincing Raya
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 46
Waktu Pengamatan
Hari Lbur Kerja (Weekend Days): Sabtu - Minggu
Identifikasi Titik Kemacetan
Pukul 18.00 WIB
Titik Kemacetan:
1. Persimpangan Jalan Tol
Lingkar Luar Jakarta - Jalan Tol Prof. Sedyatmo
2. ersimpangan Jalam Pluit
Selatan Raya - Jalan Jembatan Tiga
3. Persimpangan Jalan R.E. Martadinata - Jalan
Gunung Sahari Raya 4. Persimpangan Jalan
Cilincing Raya - Jalan
Cakung Cilincing Raya
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 47
Waktu Pengamatan
Hari Lbur Kerja (Weekend Days): Sabtu - Minggu
Identifikasi Titik Kemacetan
Pukul 22.00 WIB
Titik Kemacetan:
1. Persimpangan Jalan Tol
Lingkar Luar Jakarta - Jalan Tol Prof. Sedyatmo
2. Persimpangan Jalam Pluit
Selatan Raya - Jalan Jembatan Tiga