bab iii metodologi 3.1 bagan pemodelan perancangan …eprints.undip.ac.id/41551/4/4-bab_iii.pdf ·...
TRANSCRIPT
43
BAB III
METODOLOGI
3.1 Bagan Pemodelan Perancangan Gerbong
Berikut adalah diagram alir perancangan produk, pembentukan geometri,
pemodelan, dan analisa gerbong.
Mulai
Membuat daftar persyaratan kebutuhan teknis (technical specification)
Menetukan standar baku yang akan digunakan dalam perancangan gerbong tangki
Menentukan fungsi struktur gerbong tangki dan membuat beberapa alternatif desain
Mendefinisikan beban yang akan ditimbulkan atau yang akan diterima oleh gerbong tangki
Pemodelan desain gerbong tangki dengan modeler Ansys atau software CAD
Analisa Finite Element (Finite Element Analysis) dan pembebanan statik dengan Ansys Mechanical 12
Mengkaji tegangan yang terjadi pada struktur modelgerbong tangki
Pengambilan data
Dokumentasi teknik
Selesai
Perhitungan dan penentuan geometri awal gerbong tangki
Study lapangan di PT INKA Madiun
Pemilihan tipe Element
Pendeskripsian Real Constant
Pendeskripsian Material Properties
Pendefinisian Elemen (Mehing)
Pendefinisian Beban Muatan
Solution
Pengambilan Hasil Analisa :1. Von Misses2. Defleksi sumbu Y
YA
TIDAK
Gambar 3. 1 Diagram alir perancangan dan analisa gerbong
44
Dari Gambar 3.1, dapat diketahui bahwa terdapat tiga tahapan dalam perancangan
gerbong yaitu, perancangan gerbong dan pembentukan geometri, pemodelan gerbong,
dan analisa tegangan pada gerbong. Untuk pemodelan gerbong, software yang
digunakan yaitu Ansys Mechanial APDL 12.
3.2 Penentuan Geometri Gerbong
Penentuan geometri gerbong dilakukan dengan menentukan jumlah kebutuhan
angkut awal dan dimensi jalur rel yang akan dilalui. Geometri gerbong dapat ditentukan
mulai dari wadah tangki hingga komponen lainnya. Penentuan geometri tersebut
didasarkan pada pertimbangan gaya dan desain kebutuhan awal gerbong itu sendiri,
sedangkan kapasitas muatan dari gerbong akan menentukan panjang dan lebar dari
gerbong.
3.2.1 Penentuan Dimensi Awal Wadah Muatan
Penetuan dimensi wadah muatan gerbong ditentukan dari volume yang
dibutuhkan ditambah faktor kelebihan desain sebesar 1.3 dan dikombinasikan dengan
batas ruang bebas material yang berlaku di Indonesia. Perhitungan wadah gerbong
ditentukan sebagai berikut:
Volume spesifikasi awal tangki ditentukan dari kebutuhan awal yang kita
inginkan. Kebutuhan wadah angkut yang di inginkan adalah 38.000 liter.
38.000 liter = 38 m3
Volume yang dibutuhkan dalam pemodelan merupakan volume spesifikasi
awal dikalikan dengan faktor pengali dalam pemodelan wadah muatan yang
telah ditentukan dalam standar yaitu sebesar 1,3 kali dari volume awal.
1,3 x 38 m3
= 49,4 m3
Lebar awal desin bejana ditentukan dengan melihat ketentuan lebar lintasan
dan alat penunjang lalu lintas yang ada di Indonesia. Untuk lebar gerbong yang
diijinkan di indonesia adalah 3,08 meter, dari ketentuan tersebut berarti lebar
gerbong tidak lebih dari 3,08 meter. Lebar yang diijinkan dikurangi dengan
lebar peralatan penunjang gerbong tangki seperti tangga dan alat bongkar muat
muatan sehaingga lebar untuk wadah muatan sekitar 2,4 – 2,5 meter.
45
Gambar 3. 2 Lebar lintasan standar di Indonesia
3,08 – lebar peralatan penunjang = 2,4 m
Panjang tabung awal merupakan perkiraan panjang awal dari wadah muatan
yang diinginkan.
Gambar 3. 3 Panjang perkiraan awal tabung
(3-1)
( )
46
Tutup bejana elipsoidal dipilih untuk menentukan bentuk awal karena bentuk
ini lebih efektif dan termasuk sudah aman untuk tangki yang bergerak dengan
muatan cair di dalamnya.
Gambar 3. 4 Diameter dan tinggi awal tutup tangki
t = 0,25 m (ketentuan untuk tempat alat penunjang gerbong)
D = 2,4 m (sesuai dengan diameter tabung awal yang digunakan)
(3-2)
Volume tabung akhir didapat dari selisih antara volume tabung awal dengan
volume elipsoidal yang didapat.
( )
Panjang tabung akhir didapatkan dari volume akhir.
(3-3)
( )
47
Total panjang bejana merupakan panjang keseluruhan dari wadah.
Gambar 3. 5 Panjang total desain wadah muatan
( )
(3-4)
( ) + 0,158
3.2.2 Penentuan Tebal Plat Tangki
Perhitungan tebal plat tangki dilakukan dengan memperhitungkan tegangan
maksimal akibat tekanan yang dapat diterima oleh tangki tersebut. Tekanan kerja
yang diperhitungkan adalah tekanan hidrostatik dan tekanan internal atau tekanan
uap dari fluida. Tegangan maksimal terjadi pada membran shell berbentuk silinder
pada wadah bejana yang digunakan. Tegangan membran akan diperhitungkan untuk
menentukan tebal awal plat yang digunakan dalam desain awal. Untuk perhitungan
digunakan silinder biasa dengan tutup berupa bidang datar untuk mempermudah
hitungan awal. Sedangkan untuk tutup bejana yang berbentuk elipsoidal 3:1 dapat
digunakan faktor pengali sesuai dengan standar keamanan yang ada. Untuk faktor
pengali pada standar DOT Part 179 – Specifications for Tank Car adalah sebesar
1,83 kali tebal shell yang ada.
Gambar 3. 6 Arah tegangan meridional dan tegangan aksial
48
(3-5)
Untuk tegangan aksial besarnya sehingga :
(3-6)
Jika
(3-7)
Sehingga didapat tegangan aksial :
(3-8)
Untuk tegangan meridional besarnya sehingga :
(3-9)
Jika
(3-10)
Sehingga didapat tegangan meridional :
(3-11)
Rumus diatas digunakan untuk menghitung tegangan hanya berdasarkan
tekanan internal, namun untuk kasus yang dihadapi terdapat juga tekanan hidrostatik.
49
Sehingga kita harus menggunakan penurunan rumus tegangan membran berdasarkan
tekanan hirostatik dan tekanan internal.
Untuk mempermudah penghitungan kita menggunakan circular segment atau
potongan melintang dari silinder yang berupa lingkaran.
Gambar 3. 7 Potongan melintang silinder
Keterangan :
(3-12)
√ ( ⁄ )
(3-13)
√ ( ) ( ⁄ )
(3-14)
(
) (
)
(3-15)
( ⁄ )
(3-16)
(
)
(3-17)
( ⁄ )
(3-18)
50
(
) ( )√
( )
(3-19)
Tegangan meridional ( m)
Tegangan meridional merupakan tegangan yang terjadi pada dinding bejana
pada arah melingkar. Berikut diagram benda bebas dari tegangan meridional yang
terjadi :
Gambar 3. 8 DBB tegangan meridional
∑
( )
( )
( ⁄ )
[ ⁄ ( )] {[ (
⁄ ⁄ )] }
⁄
( ⁄ )
[ ⁄ ( )] {[ (
⁄ ⁄ )] }
⁄
( ⁄ )
(3-20)
51
Tegangan aksial ( a)
Tegangan aksial merupakan tegangan yang terjadi pada membran yang sejajar
dengan arah memanjang dari bejana tersebut. Tegangan aksial dihitung seragam
tanpa perbedaan pada setiap ketinggiannya. Hal ini dilakukan untuk
menyerdahanakan proses perhitungan.
Gambar 3. 9 DBB tegangan aksial
∑
(3-21)
Dari rumus diatas tegangan yang berfariasi hanya untuk tegangan meridional
sedangkan tegangan aksial dianggap seragam. Pada setiap ketinggian tegangan
meridional akan berbeda perhitungan dilakukan pada sudut kritis yang ada. Sudut
kritis bisa terdapat pada titik terendah, titik tertinggi atau tepat pada titik perbedaan
tebal yang ada, misalnya pada dudukan tangki.
52
Gambar 3. 10 Sudut kritis perhitungan
Dari Gambar 3.10 kita dapat mengambil titik ritis pada sudut theta 10, 20
0,
1300, 180
0, 270
0. Dan untuk sudut alfa besarnya tetap yaitu 90
0. Untuk data yang lain
digunakan asumsi awal sesuai data yang didapat saat study lapangan di PT INKA.
Asumsi awal seperti tebal plat yang digunakan adalah 10 mm. Data tersebut
digunakan dalam perhitungan tegangan aksial dan tegangan meridional maka akan
didapat besar tegangan sebagai berikut :
Tabel 3. 1 Hasil perhitungan tegangan meridional dan tegangan aksial
No Sudut theta Sudut alfa Tegangan meridional
(MPa)
Tegangan aksial
(MPa)
1 10 90
0 9,320 4,270
2 200 90
0 9,315 4,270
3 1300 90
0 9,141 4,270
4 1800 90
0 9,084 4,270
5 2700 90
0 9,665 4,270
53
Dari Tabel 3.1 di atas tegangan terbesar terjadi pada sudut 2700, namun
perbedaan tegangan yang terjadi tidak terlalu besar sehingga dapat diambil tegangan
terbesar sebagai acuan awal yaitu untuk tegangan meridional sebesar 9,665 MPa dan
tegangan aksial sebesar 4,270 MPa.
Dari tegangan meridional dan tegangan aksial kita dapat memperhitungkan
tegangan ekuivalen yang terjadi. Tegangan ekuivalen dapat dihitung dengan
perhitungan persamaan tegangan ekuivalen kriteria Von Misses. Persamaan tegangan
ekuivalen sebagai berikut :
√
(3-22)
Dari tabel 3. 1 didapat besar tegangan :
Maka tegangan ekuivalen dapat dihitung sebagai berikut :
√ ( )
Setelah didapat tegangan ekuivalen kita dapat mencari faktor keamanan dari
tebal plat asumsi. Besarnya faktor keamanan untuk tebal plat 10 mm adalah sebagai
berikut :
(3-23)
54
Dari bilangan faktor keamanan yang didapat maka tebal 10 mm masih dapat
diperkecil untuk mendapatkan efisiensi dalam produksi. Kita dapat menentukan tebal
plat yang digunakan dengan mengolah kembali rumus tegangan meridional dan
tegangan aksial.
√
(
)
(
)
(
) (
)
( )
( )
( )
*
( )
( )
+
*
( )
( )
+
*
( )
( )
+
√
*
( )
( )
+
(3-24)
Dengan :
[ (
) ]
(3-25)
55
[
( )]
(3-26)
(3-27)
(3-28)
Dari rumus (3-24) kita dapat menghitung tebal shell dari faktor keamanan yang
diinginkan dengan bantuan Ms Exel. Sedangkan untuk tebal head didapat dari
pengalian tebal shell dengan faktor pengali sebesar 1,83. Tabel 3.2 berikut ini
memberikan hasil perhitungan yang telah dilakukan :
Tabel 3. 2 Tebal shell dengan variasi faktor keamanan
No SF Tebal Shell (mm) Tebal Head (mm)
1 1 0,342 0,627
2 2 0,685 1,253
3 3 1,027 1,880
4 4 1,370 2,507
5 5 1,712 3,133
6 6 2,055 3,760
7 7 2,397 4,386
8 8 2,739 5,013
9 9 3,082 5,640
10 10 3,424 6,266
11 11 3,767 6,893
12 12 4,109 7,520
13 13 4,451 8,146
14 14 4,794 8,773
15 15 5,136 9,399
16 16 5,479 10,026
17 17 5,821 10,653
18 18 6,164 11,279
19 19 6,506 11,906
20 20 6,848 12,533
Perhitungan yang telah dilakukan diatas hanya menggunakan beban tekanan
internal dan tekanan hidrostatik muatan fluida yang diangkut. Oleh karena itu kita
56
perlu menetapkan faktor keamanan yang tinggi. Untuk tebal awal ditetapkan faktor
keamanan sebesar 10 dengan tebal shell 3,424 mm dan tebal head 6,266 mm.
3.2.3 Penentuan Dimensi Rangka Dasar (Underframe)
Pada penentuan dimensi rangka dasar (underframe), dilakukan dengan
penyesuaian dengan wadah bejana yang telah ditentukan. Jarak dudukan bogie
(center pivot) dengan end beam harus disesuaikan dengan jenis bogie agar presisi.
Begitu juga dengan jarak center pivot dengan bagian bawah wadah. Tebal masing-
masing beam dipilih yang sesuai, artinya menyamakan dengan bentuk yang ada
dipasaran, nantinya akan di analsia terlebih dahulu dengan metode trial and error.
Akibat penyesuaian wadah dengan bagian rangka dasar akan didapatkan jenis
dan tebal awal sebagai berikut:
Tabel 3. 3 Bagian rangka dasar
No Nama bagian Jenis beam Jumlah Tebal (mm)
1 Center sill Rectangular hollow beam 1 9
2 Side sill C beam 2 9
3 End beam C beam 2 6
4 Cross beam C beam 4 9
5 Bolster Rectangular hollow beam 2 9
Sehingga akan didapatkan dimensi:
Jarak antar center pivot = 8000 mm
Jarak center pivot dengan end beam = 2000 mm
Jarak center pivot dengan dudukan coupler = 1085 mm
Lebar total wadah = 2430 mm
Panjang total = 12000 mm
57
Gambar 3. 11 Sketsa underframe
3.2.4 Rancangan Gerbong
Setelah ketebalan dinding dari wadah gerbong tersebut ditentukan, komponen
lainnya dalam gerbong dapat ditentukan. Dengan pertimbangan gaya muatan desain
dari gerbong itu sendiri, dari pemilihan komponen komponen tersebut maka
diperoleh spesifikasi teknis gerbong sebagai berikut :
Spesifikasi Gerbong
- Kapasitas = 29,64 ton
- Volume = 38 m3
- Tinggi gerbong dari kepala rel = 2639,5 mm
- Lebar maksimum = 2600 mm
- Jarak antar center pivot = 8000 mm
- Panjang antar end sill = 12000 mm
3.3 Perhitungan Pembebanan
Pembebanan dilakukan pada saat analisa. Analisa dilakukan dalam dua tahap
yaitu analisa off the road (dilakukan saat di workshop) dan analisa on the road
(dilakukan saat di lapangan). Dalam analisa off the road pembebanan dilakukan
terhadap struktur gerbong sesuai dengan standar yang berlaku (JIS, UIC, ORE, FRA,
atau DOT) sedangkan untuk analisa on the road, pembebanan diberikan kepada gerbong
yang telah jadi sesuai dengan keadaan sebenarnya saat dilakukan test run.
58
1. Pembebanan off the road
Terdapat 4 jenis pembebanan disini yaitu, pembebanan struktur, pembebanan
muatan, pembebanan tekan, dan pembebanan muatan dan tekan.
a. Pembebanan struktur dilakukan untuk menguji struktur gerbong saat kondisi
kosong dan diam apakah tegangan dan defleksi yang terjadi masih memenuhi
ambang batas. Caranya dengan menumpu bagian center pivot sebagai pengganti
bogie (sebagai constraint) dan dengan memberikan gaya gravitasi pada gerbong
sehingga diketahui tegangan dan defleksi pada gerbong.
b. Pembebanan muatan dilakukan untuk menguji stuktur gerbong pada muatan
penuh apakah struktur gerbong mampu menahan massa muatan yang telah
ditentukan atau tidak. Caranya dengan memberikan tumpuan pada bagian center
pivot dan diberi pembebanan maksimum yaitu sebesar muatan yang telah
ditentukan dikali gaya gravitasi serta dikali factor kelebihan desain sebesar 1.3.
c. Pembebanan tekan dilakukan sama hanya dengan pembebanan struktur, namun
ditambah dengan gaya tekan pada dudukan coupler maksimum sebesar 150 ton.
Penekanan yang dilakukan secara bertahap mulai dari 30 ton, 60 ton, 90 ton, 120
ton sampai 150 ton pada salah satu dudukan coupler arah horizontal sedangkan
dudukan coupler yang lain diberikan constraint.
d. Pembebanan kombinasi merupakan kombinasi dari pembebanan muatan dengan
pembebanan tekan. Gerbong dengan muatan penuh ditekan secara bertahap
sebesar 30 ton, 60 ton, 90 ton, 120 ton sampai 150 ton sama halnya dengan
pembebanan tekan.
Tabel 3. 4 Pembebanan analisa off the road
Jenis Analisa
Pembebanan
DBB
Gravitasi Beban
Muatan Gaya Tekan
Beban
Struktur 9,81 m/s
2 - -
59
Beban Muatan 9,81 m/s2
1G, 2G,
3G, 4G dan
5G
-
Beban Tekan 9,81 m/s2 -
30, 60, 90,
120, 150 ton
Beban
Kombinasi 9,81 m/s
2
1G, 2G,
3G, 4G dan
5G
30, 60, 90,
120, 150 ton
Keterangan :
1G = Mm x 1g ; 2G = Mm x 2g ; 3G = Mm x 3g ; 4G = Mm x 4g ; 5G = Mm x 5g
2. Pembebanan on the road
Untuk pembebanan on the road dilakukan dengan memperhitungkan gaya yang
terjadi pada rangkaian kereta api. Saat kereta api berjalan terdapat tahanan-tahanan
yang terjadi. Ada 3 jenis lintasan yang diperhitungkan disini yaitu datar, tikungan
dan tanjakan. Selain itu juga terdapat tahanan saat gerbong diberi percapatan dan
kombinasi dari keseluruhan tahanan-tahanan tersebut.
Asumsi awal diberikan sesuai standar yang berlaku di Indonesia dan juga
berdasarkan kejadian di lapangan :
Lokomotif jenis CC201
Gerbong tangki berjumlah 15
Kecepatan bervariasi 10 -100 km/jam
Tanjakan sebesar 10 meter per 1000 meter
Kelengkungan jalur rel sejauh 80 meter
Percepatan sebesar 0,01 m/s2
Berikut rumus yang digunakan dalam perhitungan tahanan yang terjadi pada
suatu rangkaian gerbong :
60
a. Tahanan Lokomotif
Tahanan lokomotif diesel di Indonesia dihitung dengan rumus berikut :
(
) (3-29)
dimana:
ml = massa total lokomotif [ton]
A = luas penampang lokomotif [m2]
V = kecepatan [km/jam]
a = konstanta yang tergantung pada mekanisme dan susunan gandar
b = konstanta yang tergantung pada bentuk lokomotif
[
Beberapa angka praktis :
Tabel 3. 5 Angka praktis dan konstanta pada jenis-jenis lokomotif di Indonesia
Besaran Jenis Lokomotif CC 201 BB 201 BB 301 BB 303
ml [ton] 84 74 52 48
A [m2] 10 10 10 10
a 2,86 2,65 3,5 3,5
b 0,69 0,54 0,55 0,55
Rangkaian menggunakan lok CC 201 karena mayoritas lokomotif yang beredar
saat ini adalah lokomotif tersebut.
b. Tahanan Rolling
Tahanan rolling spesifik untuk kereta penumpang empat gandar dan gerbong
empat gandar :
(3-30)
Tahanan rolling spesifik untuk gerbong dua gandar :
(3-31)
dimana :
V = kecepatan [km/jam]
Tahanan rolling:
(3-32)
61
Gerbong yang di analisa memiliki 4 gandar. Sehingga rumus yang dipakai
adalah .
[
c. Tahanan Tanjakan
Tahanan tanjakan pada suatu rangkaian yang terdiri dari lokomotif yang
menarik beban rangkaian adalah sebagai berikut :
(3-33)
dimana :
ml = berat lokomotif [ton]
mw = berat rangkaian [ton]
S = besarnya tanjakan atau lereng [‰]
Untuk analisa ini digunakan gradient sebesar 10‰.
[
d. Tahanan Lengkung
Tahanan lengkung spesifik untuk lebar sepur 1067 mm adalah sebagai berikut :
(3-34)
Tahanan lengkung :
( ) (3-35)
Untuk kasus ini dipakai tikungan terkecil minimal sebesar 80 m dengan
peninggian rel bagian luar sebesar α = 50.
[
e. Tahanan Percepatan
Tahanan percepatan spesifik pada rangkaian adalah sebagai berikut:
( ) (3-36)
Sehingga tahanan total akibat percapatan adalah:
( ) (3-37)
dimana:
α = percepatan [m/s2]
c = 0,06 (untuk rangkaian lokomotif dan gerbong)
62
Untuk kasus ini dipakai percepatan gravitasi g = 9.81 dan percepatan lokomotif
sebesar 0,01 m/s2
.
[
Pembagian analisa on the road dilakukan dengan penggabungan antara tahanan
yang terjadi dengan daya lokomotif yang ada dan semuanya disesuaikan dengan
kejadian sesungguhnya di lapangan. Perhitungan dilakukan dengan variasi jumlah
gerbong dan variasi kecepatan. Untuk hasil perhitungan atau data base perhitungan
keseluruhan akan dibantu dengan program Ms Excel.
Gambar 3. 12 Rangkaian kereta api pengangkut bahan bakar premium
Berikut beberapa analisa on the road yang dilakukan :
a. Analisa lintas datar
Pada lintas datar tahanan yang terjadi berupa tahanan rolling, baik tahanan
rolling lokomotif maupun tahanan rolling gerbong. Sebelum mengetahui gaya
tahanan yang diberikan oleh gerbong, terlebih dahulu menghitung selisih antara gaya
tarik lokomotif dengan tahanan lokomotif pada kecepatan tertentu untuk mengetahui
gaya tarik sebenarnya yang dapat dilakukan oleh lokomotif.
Diketahui kekuatan lokomotif jenis CC 201 sebesar 1945 HP atau sebesar
1450000. Untuk gaya tarik lokomotif sebenarnya dapat ditentukan dengan rumus
sebagai berikut :
[
( (
)
) ] (3-38)
dimana:
FL = gaya tarik lokomotif
P = daya lokomotif
ml = massa total lokomotif [ton]
63
A = luas penampang lokomotif [m2]
V = kecepatan [km/jam]
a = konstanta pada mekanisme dan susunan gandar
b = konstanta yang tergantung pada bentuk lokomotif
g = percepatan gravitasi [m/s2]
Setelah diketahui gaya tarik lokomotif (untuk jumlah gerbong 15) lalu dicari
tahanan gerbongnya dengan rumus :
* (
)+ (3-39)
dimana :
mw = massa total gerbong [ton]
n = jumlah gerbong
Rangkaian kereta api dapat berjalan apabila . Dari hasil perhitungan
didapatkan nilai efektif untuk kasus ini yaitu :
Kecepatan yang efektif untuk kasus ini adalah 60 km/jam
Besar gaya tarik lokomotif pada kecepatan 60 km/jam (FL) adalah
23695,187 N
Besar gaya tahanan rangkaian kereta pada kecepatan 60 km/jam (FW) adalah
23584,613 N
b. Analisa lintas tanjakan
Pada lintas tanjakan tahanan yang terjadi berupa tahanan rolling, baik tahanan
rolling lokomotif maupun tahanan rolling gerbong serta tahanan tanjakan. Gaya tarik
lokomotif yang sebenarnya dihitung dari selisih antara gaya tarik lokomotif pada
kecepatan tertentu dengan tahanan lokomotif :
[
( (
)
) ] (3-40)
Setelah diketahui kecepatan untuk gaya tarik untuk 15 buah gerbong kemudian
dicari gaya tahanan gerbongnya dengan rumus :
* (
) ( )+ (3-41)
64
Dimana S adalah besar gradient tanjakan 10‰, artinya setiap jarak 1000 m (x)
ketinggiannya sebesar 10 m (y).
Dari hasil perhitungan didapatkan nilai efektif untuk kasus ini yaitu :
Kecepatan yang efektif untuk kasus ini adalah 40 km/jam
Besar gaya tarik lokomotif pada kecepatan 40 km/jam (FL) adalah
35916,520 N
Besar gaya tahanan rangkaian kereta pada kecepatan 40 km/jam (FW) adalah
32981,122 N
c. Analisa lintas tikungan
Pada lintas tikungan tahanan yang terjadi berupa tahanan rolling, baik tahanan
rolling lokomotif maupun tahanan rolling gerbong serta tahanan tikungan. Gaya tarik
lokomotif yang sebenarnya dihitung dari selisih antara gaya tarik lokomotif pada
kecepatan tertentu dengan tahanan lokomotif :
[
( (
)
) ] (3-42)
Setelah diketahui kecepatan untuk gaya tarik untuk 15 buah gerbong kemudian
dicari gaya tahanan gerbongnya dengan rumus :
* (
) ( ) (
)+ (3-43)
Dimana R adalah besar radius tikungan yang dilewati yaitu 80 meter.
Dari hasil perhitungan didapatkan nilai efektif untuk kasus ini yaitu :
Kecepatan yang efektif untuk kasus ini adalah 45 km/jam
Besar gaya tarik lokomotif pada kecepatan 45 km/jam (FL) adalah
31859,417 N
Besar gaya tahanan rangkaian kereta pada kecepatan 45 km/jam (FW) adalah
29429,866 N
d. Analisa rangkaian dengan pemberian percepatan
Pada analisa rangkaian dengan pemberian percepatan tahanan yang terjadi
berupa tahanan rolling, baik tahanan rolling lokomotif maupun tahanan rolling
gerbong serta tahanan akibat percepatan. Gaya tarik lokomotif yang sebenarnya
65
dihitung dari selisih antara gaya tarik lokomotif pada kecepatan tertentu dengan
tahanan lokomotif :
[
( (
)
) ] (3-44)
Setelah diketahui kecepatan untuk gaya tarik untuk 15 buah gerbong kemudian
dicari gaya tahanan gerbongnya dengan rumus :
* (
) ( ) (
( ))+ (3-45)
Dimana α adalah percepatan rangkaian dan c adalah konstanta untuk rangkaian
lokomotif dan gerbong.
Dari hasil perhitungan didapatkan nilai efektif untuk kasus ini yaitu :
Kecepatan yang efektif untuk kasus ini adalah 55 km/jam
Besar gaya tarik lokomotif pada kecepatan 55 km/jam (FL) adalah
25931,831 N
Besar gaya tahanan rangkaian kereta pada kecepatan 55 km/jam (FW) adalah
23977,557 N
e. Analisa rangkaian dengan kombinasi tahanan total
Pada pembebanan ini tahanan yang terjadi berupa kombinasi tahanan yang
telah dibahas sebelumnya yaitu tahanan rolling, tahanan tanjakan, tahanan tikungan
dan tahanan percepatan. Gaya tarik lokomotif yang sebenarnya dihitung dari selisih
antara gaya tarik lokomotif pada kecepatan tertentu dengan tahanan lokomotif :
[
( (
)
) ] (3-46)
Setelah diketahui kecepatan untuk gaya tarik untuk 15 buah gerbong kemudian
dicari gaya tahanan gerbongnya dengan rumus :
* (
) ( ) (
( ))
( ) (
) ( )+ (3-47)
Dari hasil perhitungan didapatkan nilai efektif untuk kasus ini yaitu :
Kecepatan yang efektif untuk kasus ini adalah 35 km/jam
66
Besar gaya tarik lokomotif pada kecepatan 35 km/jam (FL) adalah
41252,851 N
Besar gaya tahanan rangkaian kereta pada kecepatan 35 km/jam (FW) adalah
41120,966 N
Tabel 3. 6 Pembebanan analisa on the road
Jenis
Analisa Tahanan
Besar Tahanan
Normal
(N)
DBB Keterangan
Lintas
Datar Rolling
23.584,613
Konstan,
lurus, datar.
Lintas
Tanjakan
Rolling,
Tanjakan
32.981,122
10 ‰
Lintas
Tikungan
Rolling,
Tikungan
29.429,866
80 meter
Percepatan Rolling,
Percepatan
23.977,557
0,01 m/s
2
Kombinasi
Rolling,
Tanjakan,
Tikungan,
Percepatan
41.120,966
Kombinasi
Variasi :
1G = BT x 1 ; 2G = BT x 2 ; 3G = BT x 3 ; 4G = BT x 4 ; 5G = BT x 5
3.4 Proses Pemodelan Konstruksi Gerbong Tangki
Dalam menganalisa suatu konstruksi melalui software terlebih dulu dibuat bentuk
3 dimensi agar dapat mendekati bentuk aslinya. Dengan kesepakatan sebagai berikut:
Sistem sumbu yang digunakan :
X = sumbu lateral
Y = sumbu vertikal
Z = sumbu longitudinal
67
Tipe elemen :
Shell 4 node dengan 6 derajat kebebasan pada tiap node (shell 63) untuk
memodelkan konstruksi gerbong dari struktur
Sistem satuan :
Milimeter (mm) untuk jarak
Newton (N) untuk beban
Mega Pascal (MPa) untuk tegangan
Karakteristik material :
SS 400 : digunakan pada wadah.
SM 490A : digunakan pada underframe dan penguat.
Dalam proses ini langkah-langkah yang dilakukan adalah :
3.4.1 Persiapan Program
Sebelum memulai pemodelan, untuk memudahkan dan kerapian dalam
penyimpanan data hasil analisa, dibuat direktori khusus untuk setiap produk yang
berbeda. Perintah yang diberikan adalah :
Start > Program > ANSYS 12.0 > ANSYS Produk Launcher.
Kemudian isikan kolom Job Directory dan Jobname sesuai desain produk
yang akan dianalisa yaitu “KKW”. Setelah langkah tersebut dilakukan, klik tab
Run.
Setelah masuk ke jendela utama, masukkan judul pekerjaan yang dilakukan.
Perintah yang diberikan adalah :
Utility Menu > File > Change Title.
Judul yang dimasukkan adalah “KKW”. Perlu diketahui sebelumnya bahwa
pada software ANSYS ini tidak ada fasilitas Undo atau Redo. Karena itulah, untuk
keamanan dalam proses analisa ini, file database analisa perlu disimpan secara
berkala untuk mencegah terjadinya kesalahan fatal. Untuk melakukannya, klik tab
SAVE_DB pada ANSYS Toolbar, dan untuk kembali ke tahapa pada saat di-save,
klik RESUM_DB.
68
Gambar 3. 13 ANSYS Produk Launcher
Gambar 3. 14 Jendela utama Ansys Mechanical APDL 12
3.4.2 Preprocessing
Pada tahap ini dilakukan pemodelan, pendefinisian material, dan meshing.
A. Pemodelan
Perintah : Preprocessor > Modelling
Basis pemodelan dari software ini adalah keypoint yang dipisahkan dalam
jarak koordinat (X,Y, dan Z).
69
Perintah : Preprocessor > Modelling > Create > Keypoint > In Active CS
Perintah tersebut digunakan untuk membuat keypoint menggunakan
koordinat pada coordinate system (CS).
Gambar 3. 15 Membuat keypoint menggunakan sistem koordinat
Untuk awal proses pemodelan, dibuat nomor keypoint 1 pada koordinat
system dengan posisi (0,0,0)
Preprocessor > Modelling > Create > Keypoint > On Line
Perintah tersebut digunakan untuk membuat keypoint pada sepanjang garis
yang telah dibuat sebelumnya.
Preprocessor > Modelling > Create > Keypoint > KP between KPs
Perintah tersebut digunakan untuk membuat keypoint ditengah-tengah antara
dua buah keypoint.
Dari keypoint yang dibuat, dapat digunakan untuk membuat garis (line) atau
suatu luasan (area).
Perintah : Preprocessor > Modelling > Create > Lines > Lines > Straight Lines
Digunakan untuk membuat sebuah atau beberapa garis berdasarkan keypoint
yang telah dibuat, minimal terdapat dua buah keypoint untuk membuat suatu garis.
70
Gambar 3. 16 Membuat garis awal pemodelan
Preprocessor > Modelling > Create > Areas > Arbitrary > Through KPs
Perintah tersebut digunakan untuk membuat area dari minimal tiga buah
lines yang saling bersambung.
Gambar 3. 17 Membuat area melalui garis
Pada pemodelan awal dibuat seperempat bagian dari keseluruhan gerbong
agar menyingkat waktu dan tenaga dengan catatan titik koordinat (0,0,0)
71
terdapat dipusat geometri gerbong, untuk membuat pemodelan secara
keseluruhan akan digunakan menu reflect dengan perintah:
Preprocessor > Modelling >Reflect>Area
Perintah tersebut digunakan untuk merefleksikan keypoint, line, area,
volume, node, elemen atau keseluruhan komponen yang terdapat pada pemodelan
melalui salah satu dari tiga sumbu yakni sumbu x, sumbu y, maupun sumbu z.
Seperti ditunjukan pada gambar 3. 18 berikut :
Gambar 3. 18 Perintah reflect pada pemodelan
Sebelum menginjak tahapan selanjutnya diwajibkan menyatukan area
pemodelan satu sama lain, karena akan berpengaruh pada hasil mesh dan
analisa. Ciri area yang belum menyatu adalah garis (lines) pada area yang
belum terhubung masih berupa garis putus-putus. Ada tiga cara membuat
area pada pemodelan menyatu, yaitu:
Preprocessor>Modeling>Operate>Booleans>Glue
Perintah ini digunakan pada area yang belum menyatu pada ujung-ujungnya
Preprocessor>Modeling>Operate>Booleans>Overlap
Perintah ini digunakan pada area yang terpotong dengan area yang lain
sehingga belum bisa dikatakan menyatu.
Preprocessor>Modeling>Operate>Booleans>Devide
Perintah ini banyak pilihannya antara lain, area by area, area by lines, lines
72
by keypoints, dan sebagainya. Fungsinya untuk membagi area agar dapat di glue
Pastikan keseluruhan model menyatu dengan baik agar hasil mesh dan
analisa benar.
B. Material Model
Digunakan untuk mendefinisikan material yang sesuai dengan simmulasi
yang diinginkan. Jika diinginkan kekakuan elastisnya saja yang ditinjau, maka
dipilih sifat material Linear Elastic, dan untuk melihat kekakuan hingga
deformasi plastisnya, dipilih Nonlinear Inelastic. Untuk mendefinisikan sifat
plastis dari suatu material, terlebih dahulu didefinisikan sifat elastisnya.
Kemudian dimasukkan data-data material yang digunakan pada model.
Perintah : Preprocessor > Material Props > Material Models
Gambar 3. 19 Penentuan jenis material pada model
Pada material mode dibuat tiga macam model material yaitu:
a. Material model 1 (SM 490A) :
Structural>Linear>Elastic>Isotropic
Modulus Elastisitas (EX) = 210 GPa
Poisson Ratio (PRXY) = 0.3
Structural>Density
Massa Jenis (DENS) = 7850 kg/m3
73
b. Material model 2 (SS 400) :
Structural>Linear>Elastic>Isotropic
Modulus Elastisitas (EX) = 207 GPa
Poisson Ratio (PRXY) = 0.3
Structural>Density
Massa Jenis (DENS) = 7860 kg/m3
c. Material Model 3 (Penampang Bolster)
Structural>Linear>Elastic>Isotropic
Modulus Elastisitas (EX) = 210 GPa
Poisson Ratio (PRXY) = 0.3
C. Pendefinisian Tipe Elemen
ANSYS memiliki lebih dari 150 tipe elemen yang berbeda. Setiap elemen
memiliki penomoran dan prefix khusus yang mencirikannya berdasarkan kategori.
Untuk penggunaan pada pemodelan produk PT. INKA (persero), maka pemilihan
elemen harus sesuai dengan jenis pembebanan dan hasil keluaran yang
diharapkan. Perintahnya yaitu:
Preprocessor > Element Types > Add/Edit/Delete > Add
Gambar 3. 20 Macam-macam elemen pada ANSYS
74
Untuk pemodelan pelat, digunakan tipe elemen SHELL. Jika pelat yang
akan didefinisikan tidak berlapis, maka digunakanlah SHELL 63. Untuk
pelat berlapis, gunakan SHELL 99.
Untuk pemodelan rangka-rangka atau batang berprofil, digunakan elemen
BEAM. Jika batang yang akan dimodelkan hanya untuk ditinjau hasil rata-
rata saja, digunakan BEAM5. Untk batang yang ditinjau hasil permukaan
atau spesifik pada suatu lokasi, digunakan BEAM188.
Untuk pemodelan struktur yang cukup kecil dan tebal, digunakan elemen
SOLID. Pada umumnya, analisis benda yang menggunakan elemen SOLID
akan menggunakan elemen SOLID 95.
Elemen SHELL dan BEAM membutuhkan pendefinisian tebal dan
penampang. Kedua parameter tersebut didefinisikan dalam Real Constant.
Dalam kotak dialognya, diisikan semua parameter yang dibutuhkan dalam
bagian yang akan didefinisikan tersebut. Perintahnya yaitu:
Preprocessor > Real Constant > Add/Edit/Delete
Gambar 3. 21 Pemberian jenis tebal pada elemen shell dan beam
Mendefinisikan bentuk penampang batang dengan perintah Section yaitu:
Preprocessor > Sections > Beam> Common Sections
Dalam pemodelan ini menu section hanya digunakan pada tumpuan penahan
75
bawah yang terdapat pada dua buah bolster yang hanya mempunyai garis (lines),
karena hanya sebagai pengganti tumpuan bogie yang tidak mempunyai tebal plat,
dalam menu ini terdapat beberapa jenis penampang antara lain: silinder pejal,
persegi pejal, I beam, C beam, O Beam, dan lain lain. Dapat dilihat pada gambar
3.22.
Gambar 3. 22 Section beam pada tumpuan bolster
D. Meshing
Pertama kali yang dilakukan adalah memberikan atribut pada elemen, yaitu
dengan perintah Mesh Attributes. Sesuaikan elemen dengan Real Constant
dan penampang yang dibutuhkan pada bagian yang akan di-mesh.
Preprocessor >Meshing>Mesh Attributes>Picked Area
76
Gambar 3. 23 Pemberian atribut pada plat
Setelah diberi atribut plat, untuk membedakan atribut plat digunakan
perintah
PlotCtrls>Numbering
Gambar 3. 24 Plot numbering control
Pilih real constant number pada element/attribute numbering dan pilih
colors only pada numbering shown with jika hanya ingin menampilkan warna saja
77
Kemudian diberikan ukuran elemen sesuai kebutuhan. Bila diperlukan hasil
analisis yang detail pada bagian tertentu, maka ukuran elemen di bagian
tersebut harus diperkecil. Konsekuensi dalam pemberian ukuran elemen ini
adalah makin kecil elemennya, makin lama waktu yang diperlukan untuk
running pada software ini.
Perintah : Preprocessor > MeshTool
Untuk langkah pertama proses meshing dilakukan penentuan besar elemen
sebesar 75 dengan klik pada lines set dan pada pilihan mesh pilih lines lalu
Mesh>PickAll jika ingin satu pemodelan seragam bentuk mesh-nya.
Gambar 3. 25 Penentuan besar elemen melalui garis
Untuk memastikan hasil besaran ukuran mesh klik Plot>Lines
Gambar 3. 26 Besaran elemen pada lines
78
Dilakukan meshing pada model. Diusahakan pola mesh serapi mungkin
karena akan berpengaruh pada hasil akhir nanti. Bila perlu digunakan
Mapped Meshing. Jika tidak bisa menggunakan Mapped Meshing, maka
diatur agar ukuran elemen dapat dibuat mesh yang rapi. Terdapat dua
macam shaped pada proses meshing yaitu Quad dan Tri yang berarti bentuk
pada mesh apakah persegi atau segi tiga, di pemodelan ini dipilih quad
karena hasil perhitungan lebih akurat.
Perintah : Preprocessor > MeshTool pada pilihan mesh pilih Mesh>PickAll
Gambar 3. 27 Hasil pemodelan setelah dimesh sebesar 75 mm
Untuk mengecek berat total pemodelan dapat diketahui melalui
Preprocessor>Modeling>Operate>Calc Geom Items
Dari pemodelan ini didapat massa total 11.136 kg, hasil ini masih dibawah
batas maksimum massa yang diperbolehkan yaitu 13.000 kg