bab iii hasil penelitian dan analisisrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/t1_312008001_bab...

32
42 BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Gambaran hasil penelitian dalam Bab mengenai Hasil Penelitian dan Analisis ini akan dimulai dari pemaparan hasil penelitian terhadap peraturan perundang- undangan sebagaimana telah dikemukakan dalam Bab I tentang Satuan Amatan /Penelitian. 44 Pada bagian pertama akan dikemukakan gambaran hasil penelitian terhadap UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Uraian hasil penelitian tentang UU No. 13 tahun 2003 menitik beratkan pada kaedah-kaedah yang berkaitan dengan PKWT dan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain sebagai suatu jenis perjanjian sui generis (hybrid). Disamping peraturan perundang-undangan, sebagaimana telah dinyatakan dalam satuan amatan penelitian, penelitian ini, bagian kedua juga mengamati antara lain satu putusan pengadilan, dalam hal ini yaitu Putusan Pengadilan Hubungan Industrial, No. 153 K/PDT.SUS/2010 yang memutus sengketa industrial antara Serikat Buruh Nestle Panjang melawan PT. Nestle Indonesia. Penelitian terhadap putusan pengadilan No. 153 K/PDT.SUS/2010 ini, dilakukan dalam rangka menemukan asas-asas dan kaedah-kaedah hukum yang mengatur mengenai PKWT dan Penyerahan Sebagian Pekerjaan kepada Perusahaan Lain, sebagai suatu jenis perjanjian sui generis (hybrid). 44 Lihat Sub Judul 1.5 tentang Metode Penelitian dalam Bab I karya tulis ini.

Upload: phungtram

Post on 13-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

42

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

Gambaran hasil penelitian dalam Bab mengenai Hasil Penelitian dan Analisis

ini akan dimulai dari pemaparan hasil penelitian terhadap peraturan perundang-

undangan sebagaimana telah dikemukakan dalam Bab I tentang Satuan Amatan

/Penelitian.44

Pada bagian pertama akan dikemukakan gambaran hasil penelitian

terhadap UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Uraian hasil penelitian

tentang UU No. 13 tahun 2003 menitik beratkan pada kaedah-kaedah yang berkaitan

dengan PKWT dan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain sebagai

suatu jenis perjanjian sui generis (hybrid).

Disamping peraturan perundang-undangan, sebagaimana telah dinyatakan

dalam satuan amatan penelitian, penelitian ini, bagian kedua juga mengamati antara

lain satu putusan pengadilan, dalam hal ini yaitu Putusan Pengadilan Hubungan

Industrial, No. 153 K/PDT.SUS/2010 yang memutus sengketa industrial antara

Serikat Buruh Nestle Panjang melawan PT. Nestle Indonesia.

Penelitian terhadap putusan pengadilan No. 153 K/PDT.SUS/2010 ini,

dilakukan dalam rangka menemukan asas-asas dan kaedah-kaedah hukum yang

mengatur mengenai PKWT dan Penyerahan Sebagian Pekerjaan kepada Perusahaan

Lain, sebagai suatu jenis perjanjian sui generis (hybrid).

44

Lihat Sub Judul 1.5 tentang Metode Penelitian dalam Bab I karya tulis ini.

Page 2: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

43

Perlu Penulis kemukakan di sini bahwa tidak semua isi dari putusan No. 153

K/PDT.SUS/2010 itu akan Penulis gambarkan di bawah judul Bab III tentang Hasil

Penelitian tersebut. Hanya hal-hal yang Penulis anggap relevan dalam rangka untuk

mencapai tujuan penelitian sajalah yang akan penulis gambarkan di sini. Sedangkan

gambaran lengkap tentang putusan No. 153 K/PDT.SUS/2010 tersebut Penulis

sertakan dalam lampiran45

skripsi ini.

3.1. Hakikat PKWT dalam UU Ketenagakerjaan

Kaedah di mana hakikat dari Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu dan

Penyerahan Sebagian Pekerjaan kepada Perusahaan Lain memang tidak dapat

ditemukan secara tersirat dalam Tinjauan Kepustakaan sebagaimana telah Penulis

kemukakan dalam studi pustaka dalam Bab terdahulu. Oleh sebab itu, dalam Bab III

mengenai hasil penelitian ini, unsur-unsur dari Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu

dan Penyerahan Sebagian Pekerjaan kepada Perusahaan Lain itu akan digambarkan

terlebih dahulu.

Pasal 50 UU Ketenagakerjaan mendefinisikan elemen pertama dalam judul

skripsi Penulis ini. Hubungan Kerja terjadi karena adanya Perjanjian Kerja antara

Pengusaha dan Pekerja/Buruh. Sementara itu, Pasal 1 UU Ketenagakerjaan Ayat (15)

juga memberi pemahaman tentang hakikat hubungan kerja, yaitu, hubungan antara

Pengusaha dengan Pekerja/Buruh berdasarkan Perjanjian Kerja, yang mempunyai

unsur pekerjaan, upah, dan perintah.

45

Lihat lampiran skripsi ini.

Page 3: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

44

Sementara itu, hakikat Perjanjian Kerja juga ada dalam UU Ketenagakerjaan

Pasal 1 ayat (14) UU Ketenagakerjaan, yaitu, perjanjian antara Pekerja/Buruh dengan

Pengusaha atau Pemberi Kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban

para pihak.

Bentuk dari Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud di atas bisa tertulis atau

bisa juga lisan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 UU Ketenagakerjaan.

Sedangkan jenis Perjanjian Kerja diatur dalam Pasal 56 Ayat (1) UU

Ketenagakerjaan, yaitu Perjanjian Kerja dibuat untuk Waktu Tertentu. Dalam Ayar

(2) ditegaskan bahwa Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu itu didasarkan atas

jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu. Bentuk dari Perjanjian Kerja

untuk Waktu Tertentu tersebut harus dalam bentuk tertulis. Hal ini memerlihatkan

bahwa formalitas sangat diutamakan dalam Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu

itu.

3.1.1. Pihak-Pihak dalam PKWT

Memerhatikan hakikat Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu sebagaimana

dikemukakan di atas, hasil penelitian Penulis membuktikan bahwa pihak-pihak dalam

Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu adalah pihak-pihak yang sama dalam setiap

Perjanjian Kerja pada umumnya, yaitu Pekerja/Buruh dengan Pengusaha atau

Pemberi Kerja.

Page 4: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

45

3.1.2. Dimulainya PKWT

Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

dalam Penelitian Penulis menemukan bahwa waktu dimulainya Perjanjian Kerja

untuk Waktu Tertentu adalah sama dengan waktu dimulainya Perjanjian Kerja pada

umumnya, yaitu sejak terjadinya atau dicapainya kata sepakat antara pihak-pihak

yang membuat Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu yang memunyai kemampuan

atau kecakapan melakukan perbuatan hukum untuk melakukan pekerjaan yang

diperjanjikan dan pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengam ketertiban

umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3.1.3. Formalitas dalam PKWT

Mengenai formalitas dalam Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu, Penelitian

ini menghasilkan temuan bahwa Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu dibuat secara

tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. Perjanjian kerja

untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk

waktu tidak tertentu.

Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing,

apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku

perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia.

Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa

percobaan kerja. Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja

Page 5: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

46

sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal

demi hukum.

Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka

pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi Pekerja/Buruh yang

bersangkutan. Surat pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), sekurang

kurangnya memuat keterangan: nama dan alamat Pekerja/Buruh; tanggal mulai

bekerja; jenis pekerjaan; dan besarnya upah.

3.1.4. Sifat dan Jenis PKWT

Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan

tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam

waktu tertentu, yaitu: pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama

dan paling lama 3 (tiga) tahun; pekerjaan yang bersifat musiman; atau pekerjaan yang

berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih

dalam percobaan atau penjajakan.

Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan

yang bersifat tetap. Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu dapat diperpanjang atau

diperbaharui. Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu

tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. Pengusaha

yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama

Page 6: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

47

7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan

maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.

3.1.5. Pembaruan Perjanjian Kerja

Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah

melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja

waktu tertentuyang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh

dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), Ayat (2), Ayat (4), Ayat (5), dan Ayat (6)

maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).

Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa

percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan. Dalam masa percobaan kerja yang

demikian itu, pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang

berlaku.

3.1.6. Berakhirnya PKWT

Perjanjian kerja berakhir apabila: Pekerja meninggal dunia; berakhirnya

jangka waktu perjanjian kerja; adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau

penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap; atau adanya keadaan atau kejadian tertentu yang

Page 7: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

48

dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja

bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

3.1.7. Penyelesaian Perselisihan PKWT

Dalam suatu analisis kontraktual, yang dimulai dengan hakikat perjanjian

akan berakhir dengan penyelesaian sengketa. Dalam penelitian, Penulis menemukan

bahwa penyelesaian sengketa PKWT adalah melalui dua jalur. Jalur litigasi yaitu

melalui PHI, berdasarkan UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial dan juga non litigasi atau penyelesaian di luar pengadilan,

misalnya melalui mediasi.

3.1.8. Pengalihan Perusahaan dan Hak-Hak Pekerja PKWT

Perjanjian Kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau

beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah.

Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh

menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian

pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.

Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris

pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan

Pekerja/Buruh.

Page 8: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

49

Dalam hal Pekerja/Buruh meninggal dunia, ahli waris Pekerja/Buruh berhak

mendapatkan hak haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau

perjanjian kerja bersama.

Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya

jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya

hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksudkan di atas maka,

pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada

pihak lainnya sebesar upah Pekerja/Buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka

waktu perjanjian kerja.

3.2. Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain

Setelah uraian temuan atau hasil penelitian Penulis tentang Perjanjian Kerja

untuk Waktu Tertentu, kini tiba giliran Penulis untuk menggambarkan hasil

penelitian Penulis tentang unsur yang kedua dari judul skripsi Penulis yaitu Perjanjian

Penyerahan Sebagian Pekerjaan kepada Perusahaan Lain.

3.2.1. Hakikat Perjanjian Penyerahan Sebagian Pekerjaan

Mengenai kaedah yang mengatur mengenai hakikat Penyerahan Sebagian

Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain juga Penulis temukan dalam UU

Ketenagakerjaan yang akan dikemukakan di bawah ini:

Page 9: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

50

Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada

perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa

Pekerja/Buruh yang dibuat secara tertulis.

Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain

dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa

Pekerja/Buruh yang dibuat secara tertulis. Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada

perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam kaedah di atas harus memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut: dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; dilakukan

dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; merupakan

kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan tidak menghambat proses

produksi secara langsung.

Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ketentuan di atas harus

berbentuk badan hukum.

Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi Pekerja/Buruh pada

perusahaan lain sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-

syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

3.2.2. Pihak-Pihak dalam Perjanjian Penyerahan Pekerjaan

Memerhatikan hakikat Perjanjian Penyerahan Sebagian Pekerjaan kepada

Perusahaan Lain sebagaimana dikemukakan di atas, maka menurut Penulis, pihak-

pihak dalam Perjanjian Penyerahan Sebagian Pekerjaan melalui Perjanjian

Page 10: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

51

Pemborongan Pekerjaan adalah: (1) pihak Pekerja; (2) pihak Pengusaha atau Pemberi

Kerja.

Hasil penelitian Penulis tentang pihak-pihak dalam Perjanjian Penyerahan

Sebagian Pekerjaan kepada Perusahaan Lain di atas memerlihatkan bahwa Perjanjian

Penyerahan Sebagian Pekerjaan kepada Perusahaan Lain tersebut hanya melibatkan

Perkerja atau Buruh dengan Pengusaha atau Pemberi Kerja. Sedangkan Pasal 65 UU

Ketenagakerjaan yang menjadi satuan amatan penelitian Penulis mencatat keinginan

Pembuat undang-undang Ketenagakerjaan bahwa pihak yang menerima Penyerahan

Sebagian Pekerjaan dari Perusahaan yang memberikan pekerjaan adalah harus

berbentuk badan hukum. Sehingga, jelas terlihat dari hasil penelitian bahwa pihak

perusahaan yang menerima pekerjaan dari perusahaan pemberi kerja adalah selalu

berkedudukan sebagai Pekerja bukan Buruh. Buruh adalah istilah untuk pihak

manusia.

3.2.3. Saat Mulai Perjanjian Penyerahan Sebagian Pekerjaan

Sama seperti saat mulainya Perjanjian Pekerjaan untuk Waktu Tertentu, saat

dimulainya Perjanjian Penyerahan Sebagian Pekerjaan kepada Perusahaan Lain, baik

melalui Perjanjian Pemborongan Pekerjaan maupun Perjanjian Penyediaan jasa

Pekerja/Buruh dimulai saat terjadinya atau dicapainya kata sepakat antara pihak-

pihak yang membuat Perjanjian Penyerahan Sebagian Pekerjaan Kepada Perusahaan

Lain yang mempunyai kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum

untuk melakukan perbuatan hukum untuk melakukan pekerjaan yang diperjanjikan

Page 11: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

52

tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

3.2.4. Formalitas dalam Perjanjian Penyerahan Pekerjaan

Sama seperti formalitas yang dituntut dalam PKWT, formalitas dalam

Perjanjian Penyerahan Sebagian Pekerjaan kepada Perusahaan Lain melalui

Perjanjian Pemborongan Pekerjaan itu adalah juga tertulis. Hal ini diatur dalam Pasal

65 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan.

3.2.5. Sifat-Sifat dan Jenis Perjanjian Penyerahan Sebagian Pekerjaan

Sama seperti formalitas yang dituntut untuk PKWT, sifat-sifat dalam

Perjanjian Penyerahan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain melalui Perjanjian

Pemborongan Pekerjaan maupun Perjanjian Penyediaan jasa Pekerja/Buruh adalah

untuk melaksanakan pekerjaan yang selesai dalam waktu tertentu.

Perjanjian Penyerahan Sebagian Pekerjaan baik melalui Perjanjian

Pemborongan Pekerjaan maupun Perjanjian Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh tidak

dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

3.2.6. Pembaruan Perjanjian Penyerahan Pekerjaan

Sama seperti PKWT, dimana perjanjian itu dapat diperpanjang atau

diperbaharui, Perjanjian Penyerahan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain, baik melalui

Perjanjian Pemborongan Pekerjaan maupun Perjanjian Penyediaan Jasa

Page 12: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

53

Pekerja/Buruh dapat diadakan untuk waktu yang sama dengan waktu yang telah

ditentukan untuk PKWT.

3.2.7. Berakhirnya Perjanjian Penyerahan Sebagian Pekerjaan

Mengenai berakhirnya Perjanjian Penyerahan Sebagian Pekerjaan kepada

Perusahaan Lain, baik yang dilakukan melalui Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

maupun melalui Perjanjian Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh pada dasarnya sama

dengan kaedah yang berlaku dalam PKWT.

3.2.8. Penyelesaian Perselisihan dalam Penyerahan Pekerjaan

Memerhatikan berbagai uraian di atas, Penulis berpendapat bahwa

penyelesaian sengketa yang timbul dari Perjanjian Penyerahan Sebagian Pekerjaan

kepada Perusahaan Lain, baik melalui Perjanjian Pemborongan Pekerjaan maupun

Perjanjian Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh adalah pada prinsipnya sesuai dengan UU

No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

3.3. Penyedia Jasa Berbadan Hukum

Penyedia jasa Pekerja/Buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum

dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), Ayat (2) huruf (a), huruf

(b), dan huruf (d) serta Ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan

Page 13: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

54

kerja antara Pekerja/Buruh dan perusahaan penyedia jasa Pekerja/Buruh beralih

menjadi hubungan kerja antara Pekerja/Buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.

Hubungan kerja berdasarkan PKWT dan Penyerahan Sebagian Pekerjaan

Kepada Perusahaan Lain adalah dua konsep yang berbeda.

Konsep yang pertama yaitu PKWT dan konsep yang kedua yaitu Penyerahan

Sebagian Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.

Bagan 2. Pola Hubungan Hukum PKWT

PKWT

Bagan 3. Pola Hubungan Hukum antara Pemberi Kerja dan Perusahaan Pemakai Jasa

Perusahaan/Pemberi

Kerja

Pekerja

Perusahaan / pemberi

kerja yang menyerahkan

sebagian pekerjaan

Perusahaan yang

menerima penyerahan

sebagian pekerjaan

Page 14: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

55

Bagan 4. Pola Hubungan Hukum Pasal 64 UU Ketenagakerjaan

Namun demikian, judul Hubungan Kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu

Tertentu (PKWT) dan Penyerahan Sebagian Pekerjaan kepada Perusahaan Lain

adalah dua konsep yang menjadi satu kesatuan (Hybrid). Pola hubungan hukum

tersebut dapat dilihat dalam Bagan 5.

Perjanjian Pemborongan

Pekerjaan

Perjanjian Penyediaan

Jasa Pekerja Tertulis

Page 15: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

56

Memang tidak ada perjanjian kerja waktu tertentu

tetapi berdasarkan UU perjanjian kerja waktu tertentu

(Pasal 65 Ayat (6) & (7))

Bagan 5. Pola Hubungan Hukum Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

Bagan 6. Pola Hubungan Hukum Penyerahan Pekerjaan kepada Perusahaan yang

Tidak Berbadan Hukum.

Perusahaan / Pemberi

Kerja sebagian pekerjaan

Perusahaan yang

menerima pernyerahan

sebagian pekerjaan

(Pekerja)

Perjanjian pemborongan

pekerjaan

Buruh yang menerima

pekerjaan

Buruh pada Pekerja/

perusahaan penerima

penyerahan sebagian

pekerjaan

PK

WT

Perusahaan / Pemberi

Kerja yang menyerahkan

sebagian pekerjaan

Perusahaan yang menerima

penyerahan sebagian pekerjaan tidak

berbadan hukum tidak memberikan

pekerjaan

Status hubungan kerja

otomatis

Demi hukum

Buruh PKWT

Page 16: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

57

Menurut pendapat Penulis, Bagan 5 di atas memerlihatkan bahwa Hubungan

Kerja berdasarkan PKWT dan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada

Perusahaan Lain yang tidak berbadan hukum menyebabkan lahirnya perjanjian kerja

waktu tertentu dan bahkan dapat menyebabkan PKWTT secara otomatis karena UU.

3.4. Jenis Perjanjian Kerja Sui Generis (Hybrid)

Putusan No. 153K/PDT.SUS/2010 ini menjadi satuan amatan dalam

penelitian ini mengingat menurut pendapat Penulis, Putusan tersebut dapat

menggambarkan adanya suatu pola hubungan hukum berjenis Hubungan Kerja

Berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Penyerahan Sebagian

Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.

Ada dua jenis perjanjian kerja yaitu perjanjian kerja dibuat untuk waktu

tertentu atau untuk waktu tidak tertentu (Pasal 56 UU Ketenagakerjaan). Namun jenis

hubungan kerja seperti yang terdapat atau diatur UU tersebut adalah jenis perjanjian

kerja yang langsung antara pihak Pemberi Kerja/Pengusaha dengan Pekerja atau

Buruh.

Penulis berpendapat bahwa masih ada jenis perjanjian kerja lainnya yaitu

perjanjian kerja penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain

yang dibedakan lagi ke dalam jenis perjanjian pemborongan jenis pekerjaan dan jenis

penyediaan jasa Pekerja/Buruh.

Penelitian dan Penulisan ini memfokuskan diri dalam mengkaji PKWT dan

Penyerahan Sebagian Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain sebagai suatu jenis

Page 17: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

58

perjanjian kerja yang ada dalam UU Ketenagakerjaan, tetapi tidak dinyatakan atau

diatur secara khusus atau berdiri sendiri.

Menurut pendapat Penulis, setelah melalui suatu analisa hasil penelitian

sebagaimana tergambarkan di bawah ini, jenis perjanjian kerja PKWT dan

Penyerahan Sebagian Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain itu adalah gabungan

(hybrid) antara unsur-unsur dalam jenis perjanjian kerja menurut Pasal 56 dengan

jenis perjanjian kerja sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 64 UU

Ketenagakerjaan. Perjanjian PKWT dan penyerahan sebagian pekerjanan kepada

perusahaan lain, tetapi masih dalam perusahaan yang sama walaupun jenis, nama atau

pekerjaan pada perusahaan yang berbeda dan diatur dalam kesepakatan kerja.

Ada soal mendasar sehubungan dengan jenis perjanjian kerja Pasal 64 UU

Ketenagakerjaan sebagaimana dikemukakan di atas. Pertama, bagaimana kedudukan

perusahaan lain yang menerima pekerjaan melalui jenis perjanjian pemborongan

pekerjaan dari perusahaan yang memberikan pekerjaan melalui perjanjian

pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis tersebut; apakah perusahaan

penerima sebagian pekerjaan dari perusahaan lain tersebut berkedudukan sama

dengan Pekerja/Buruh? Pasal 61 Ayat (2), Ayat (3) dan lebih tegas lagi, Pasal 65

Ayat (1) jo (3) harus berbentuk badan hukum. Jenis perjanjian dalam Pasal 64

tersebut; khusus perjanjian yang pertama dalam Pasal 64 adalah bukan perjanjian

kerja. Mengapa, sebab setiap perjanjian kerja harus melibatkan dua pihak utama;

Pengusaha/Pemberi Kerja dan Pekerja atau Buruh.

Page 18: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

59

3.5. Perjanjian Pemborongan Pekerjaan itu adalah PKWT

Namun demikian perjanjian pemborongan pekerjaan dalam rangka suatu

perusahaan lain menerima sebagian pekerjaan dari perusahaan yang memberikan

pekerjaan tersebut adalah suatu perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT).

Apabila Penulis menganalisis hal itu lebih jauh, maka perjanjian (thesis setence)

Penulis sebagaimana telah dikemukakan di atas, didukung oleh beberapa indikator

atau ciri-ciri dari suatu perjanjian kerja.

Pertama, alasan dibuatnya perjanjian pemborongan pekerjaan dalam rangka

menerima penyerahan sebagian pekerjaan dari perusahaan pemberi kerja adalah

karena tuntutan undang-undang yang mengatur tentang ketenagakerjaan. Sedangkan

ketenagakerjaan segala hal yang berhubungan dengan tenagakerja pada waktu

sebelum, selama, dan sesudah masa kerja (Pasal 1 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan).

Sementara itu, yang dimaksud dengan Tenaga Kerja adalah setiap orang (dus manusia

maupun badan hukum) yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang

dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.

Menurut pendapat Penulis, meskipun perusahaan yang mengikatkan diri

dalam perjanjian pemborongan pekerjaan tersebut bukan Buruh, sebab merupakan

badan hukum, tetapi dia adalah Pekerja, sebab perusahaan itu menerima sebagian

pekerjaan dari perusahaan yang menyerahkan sebagian pekerjaan kemudian

melakukan perjanjian kerja dengan Pekerja atau Buruh.

Page 19: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

60

Kedua, perjanjian pemborongan pekerjaan yang berlangsung antara

perusahaan yang menerima sebagian pekerjaan dari perusahaan yang memberikan

pekerjaan itu dibuat untuk waktu tertentu dan secara tertulis.

Hal ini jelas menjustifikasi atau membenarkan thesis sentence Penulis bahwa

hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu dan penyerahan sebagian

pekerjaan kepada perusahaan lain adalah suatu perjanjian tersendiri, jenis perjanjian

kerja yang tidak secara tegas dinyatakan dalam UU Ketenagakerjaan, tetapi ada

(tersirat) dalam Undang-Undang tesebut. Terbukti dengan adanya unsur (1) dibuat

untuk waktu tertentu; (2) secara tertulis; (3) dalam konteks ketenagakerjaan

sebagaimana dimaksud oleh UU Ketenagakerjaan.

Ketiga, perjanjian pemborongan pekerjaan yang berlangsung antara

perusahaan yang menerima sebagian pekerjaan dari perusahaan yang memberikan

pekerjaan itu dibuat dengan rujukan penuh kepada, ketentuan yang mengatur tentang

perjanjian kerja untuk waktu tertentu senbagaimana diatur dalam Pasal 59 Ayat (1)

Huruf (a), (b), (c), (d), Ayat (2), (3), (4), (5), (6), (7), dan (8).

Selanjutnya yang keempat, perjanjian pemborongan pekerjaan yang

berlangsung antara perusahaan yang menerima sebagian pekerjaan dari perusahaan

yang memberikan pekerjaan itu dibuat dengan tunduk kepada kaedah dalam Pasal 65

UU Ketenagakerjaan.

Kelima, bukti yang lain yang juga memerlihatkan kebenaran thesis sentence

Penulis bahwa hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT)

dan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain itu adalah suatu jenis

Page 20: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

61

perjanjian kerja yang berdiri sendiri dan dikenal secara tersirat tetapi harus digali

dalam UU Ketenagakerjaan adalah, disamping hal-hal yang telah dikemukakan di

atas, secara khusus Penulis hendak mengemukakan pula bahwa berdasarkan Pasal 65

Ayat (2) Huruf (b), dipersyaratkan bahwa pekerjaan yang dapat diserahkan kepada

perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis

tersebut harus memenuhi syarat-syarat antara lain, dilakukan dengan perintah

langsung dari perusahaan yang menyerahkan sebagian pekerjaan kepada perusahaan

yang menerima sebagian pekerjaan tersebut. Hal ini semakin membuktikan lagi

bahwa perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat dalam rangka menerima

sebagian pekerjaan dari perusahaan lain tersebut adalah sesungguhnya merupakan

perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang berlangsung antara perusahaan yang

menyerahkan sebagian pekerjaan dengan perusahaan yang menerima sebagian

pekerjaan terseut melalui perjanjian pemborongan pekerjaan. UU Ketenagakerjaan

mengisyaratkan suatu unsur esensial suatu hubungan kerja; yaitu adanya perintah.

(Pasal 1 Ayat (15)), disamping adanya pekerjaan dan upah.

Sedangkan pemborongan pekerjaan hanya bersifat sementara atau dikatakan

hanya dalam waktu tertentu yang didasarkan pada pekerjaan tersebut atau yang

memberikan pekerjaan itu, ketika pekerjaan itu selesai maka berakhir pula

pekerjaannya.

Soal mendasar yang kedua sehubungan dengan jenis perjanjian kerja Pasal 64

UU Ketenagakerjaan sebagaimana dikemukakan di atas adalah, bagaimana

kedudukan perusahaan lain yang menerima pekerjaan melalui jenis perjanjian

Page 21: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

62

penyediaan jasa Pekerja/Buruh yang juga harus dibuat secara tertulis itu; apakah

perusahaan penerima sebagian pekerjaan dari perusahaan lain tersebut berkedudukan

sama dengan Pekerja/Buruh seperti dalam perjanjian pemborongan di atas? Untuk

menjawab persoalan kedua seperti telah dikemukakan di atas tersebut, maka Pasal 66

UU Ketenagakerjaan dapat menyediakan jawaban atas pertanyaan tersebut.

Berbeda dengan kedudukan atau status perusahaan yang menerima sebagian

pekerjaan dari perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan,

sebagaiman telah dikemukakan di atas adalah sebagai Pekerja PKWT mengingat

antara lain ada unsur perintah, maka status atau kedudukan perusahaan yang

menerima penyerahan sebagian pekerjaan dari perusahaan lain melalui perjanjian

keagenan (penyedia jasa Pekerja/Buruh) yang juga dibuat secara tertulis, perusahaan

dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya

melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa Pekerja/Buruh yang

dibuat secara tertulis (Pasal 64 UU No. 13 tahun 2003), relatif lebih sejajar atau

koordinatif, dibandingkan dengan sub ordinasif melalui pemborongan pekerjaan.

Hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu dan penyerahan

sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain sebagai suatu jenis perjanjian kerja yang

sebetulnya ada tertulis dalam UU Ketenagakerjaan namun untuk mengidentifikasi hal

itu dibutuhkan suatu penggalian yang mendalam sebagaimana telah Penulis lakukan

dan gambarkan hasilnya di atas lebih cocok dipergunakan untuk memahami hakikat

dari perjanjian pemborongan kerja antara perusahaan yang menyerahkan sebagian

pekerjaan kepada perusahaan yang menerima penyerahan sebagian pekerjaan melalui

Page 22: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

63

perjanjian pemborongan pekerjaan sebagaimana diatur dalam Pasal 64 jo Pasal 65

UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Hubungan kerja sebagaiman telah dikemukakan di atas tersebut berbeda

dengan jenis hubungan kerja PKWT saja, atau jenis hubungan kerja outsourcing saja

sebagaimana telah banyak dibahas oleh berbagai Penulis. Hubungan kerja sui generis

(hybrid) sebagaiman telah Penulis kemukakan di atas adalah suatu hubungan kerja

yang baru yang pernah diungkap oleh suatu penelitian ilmiah, dan hal itulah yang

dapat Penulis katakan sebagai temuan yang asli dari penelitian dan karya tulis

kesarjanaan Penulis ini.

3.6. Penyelesaian Hubungan Industrial

Sehubungan dengan penyelesaian sengketa, misalnya timbul perselisihan

antara perusahaan penerima sebagian pekerjaan dari perusahaan yang menyerahkan

sebagian pekerjaan dengan perusahaan yang menerima pekerjaan, maka menurut

pendapat Penulis, forum untuk menyelesaikan sengketa, sepanjang menyangkut isi

perjanjian pemborongan pekerjaan sebagai hubungan hukum antara perusahaan yang

menyerahkan pekerjaan adalah melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang

diatur dalam UU No. 2 tahun 2004.

3.6.1. Arbitrase Hubungan Industrial

Meskipun demikian, Penulis berpendapat bahwa sebaiknya dalam hubungan

hukum yang terjadi antara perusahaan penerima sebagian pekerjaan diselesaikan

Page 23: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

64

konsensuilsecara tertulis dahulu oleh kedua belah pihak atau oleh pihak-pihak yang

bersangkutan. Dalam hal ini, penyelesaian sengketa secara konsensuil tersebut dapat

menempuh Arbitrase Hubungan Industrial. Arbitrase Hubungan Industrial yang

selanjutnya disebut arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan

perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar

Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang

berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang

putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.46

Arbiter Hubungan Industrial

yang selanjutnya disebut arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para

pihak yang berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri untuk

memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar

serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan yang diserahkan

penyelesaiannya melalui arbitrase yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat

final.47

3.7. Hasil Penelitian Putusan No. 153

Seperti telah dikemukakan di depan, berikut ini Penulis akan memaparkan

Hasil Penelitian terhadap putusan pengadilan PHI No. 153 yang melibatkan Serikat

Buruh Nestle Panjang versus PT. Nestle Indonesia. Yang berselisih karena tidak

46

Pasal 1 Ayat (15) UU No. 2 tahun 2004.

47

Pasal 1 Ayat (16) UU No. 2 tahun 2004.

Page 24: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

65

tercapaimya kesepakatan antara Serikat Buruh Nestle Panjang versus PT. Nestle

Indonesia dan semakin berlarut-larutnya penyelesaian perundingan PKB.

3.7.1. Pihak-Pihak dalam Hubungan Industrial No. 153

Putusan MA No. 153 K/PDT.SUS/2010 itu melibatkan pihak pemohon kasasi

dahulu Tergugat. Serikat Buruh Nestle Panjang tersebut juga mewakili pekerja.

Sedangkan di sisi Termohon Kasasi dahulu Penggugat/Pengusaha adalah PT Nestle

Indonesia.

Menurut pendapat Penulis, pihak Pekerja yang diwakili oleh serikat Buruh

Nestle Panjang dalam perkara No. 153 K/PDT.SUS/2010 itu, juga termasuk di

dalamnya adalah pekerja yang terikat dalam PKWT, dan pekerja dalam perikatan

penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain. Itulah sebabnya Penulis

memandang bahwa kasus itu relevan untuk diamati, berikut ini gambaran hasil

penelitian atas Putusan tersebut.

3.7.2. Dalil-Dalil dalam Persidangan

Penggugat mendalilkan bahwa sejak 01 Februari 2008 hingga 24 April 2008,

Penggugat dan Tergugat melakukan perundingan perubahan atas Perjanjian Kerja

Bersama (PKB) periode 01 Januari 2008 sampai dengan 31 Desember 2009 tetapi

hingga berakhirnya perundingan PKB pada 24 April 2008 tidak tercapai kata sepakat

antara Penggugat dan Tergugat. Untuk mendukung dalil Penggugat tersebut,

Page 25: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

66

Penggugat melampirkan Risalah Perundingan PKB tertanggal 24 April 2008 antara

Penggugat dan Tergugat sebagai Bukti.

Menurut dalil Penggugat tidak tercapainya kata sepakat antara Penggugat dan

Tergugat karena Tergugat menuntut agar dalam rancangan PKB 2008 – 2009

dicantumkan beberapa hal padahal hal-hal tersebut tidak perlu untuk dicantumkan

dalam rancangan PKB 2008 karena merupakan peraturan normatif yang telah diatur

dalam peraturan perundang-undangan.

UU No. 21 tahun 2000 jelas dan tegas telah mengatur kebebasan pekerja

untuk berserikat, khusus mengenai pihak soal yang berkaitan dengan masalah

penelitian ini, Penggugat mendalilkan bahwa outsourcing juga telah diatur dalam

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003.

Mengenai upah, struktur dan skala upah juga telah diatur dalam Keputusan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Kep-49/Men/IV/2004, tanggal 08

April 2004 Kepmen No. Kep-49/Men/IV/2004. Penggugat menjadikan Kepmen No.

Kep-49/Men/IV/2004 sebagai dasar kebijakan dalam penentuan upah dan skala upah

di perusahaannya.

Menyangkut hak pekerja atas istirahat UU No. 13 Tahun 2003 juga juga, telah

mengatur mengenai hal ini. Perihal pembayaran dalam hal terjadi PHK, pengunduran

diri dan pensiun dini padahal juga telah diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003.

Khusus mengenai PKB, Penggugat mendalilkan bahwa PKB cukuplah

memuat/hal yang belum/tidak diatur dalam ketentuan perundang-undangan, mengatur

lebih baik dari pada ketentuan perundang-undangan.

Page 26: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

67

3.7.3. Sebab-Sebab Menuju Kesepakatan

Berdasarkan apa yang terjadi selama perundingan perubahan PKB 2008 -

2009, serta pernyataan-pernyataan Tergugat yang dikutip oleh berbagai surat kabar

harian terbukti bahwa tercapainya kesepakatan antara Penggugat dan Tergugat

sebenarnya dapat dilakukan apabila Tergugat tidak menolak besaran kenaikan upah

dan tunjangan transportasi yang telah ditawarkan oleh Penggugat kepada seluruh

pekerjanya ; dan Tergugat tidak menuntut bahwa kebijakan Penggugat dalam

menentukan besaran upah dan tunjangan-tunjangan kepada seluruh pekerjanya harus

selalu didasarkan pada kesepakatan antara Penggugat dan Tergugat.

Dalam perundingan PKB 2008 – 2009 Penggugat telah menyetujui untuk

menaikkan upah tahun 2008 sebesar 11%, tetapi Tergugat meminta kenaikan upah

hingga 18%. Perubahan tunjangan transportasi sejak Juni 2008 sebesar 22%, tetapi

Tergugat menuntut kenaikan tunjangan sebesar 33%. Penulis berasumsi bahwa hal ini

tentu berlaku untuk semua Pekerja, baik PKWTT maupun PKWT.

Persoalan yang patut dianalisis adalah apa dasar pengusaha (Penggugat)

menaikkan hak-hak pekerjanya, termasuk Pekerja dalam hubungan hukum PKWT

dan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain? Menurut pendapat

Penulis, memerhatikan Putusan No. 153 K/PDT.SUS/2010 tersebut, dasar

perhubungan hukum tersebut adalah hukum, dalam hal ini, lebih khusus adalah asas

itikad baik. Dus, meskipun tidak ada kewajiban untuk menaikkan hak, namun

Page 27: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

68

pengusaha menaikan upah atas dasar itikad baik. Hal ini sejalan dengan kaedah yang

mensubkan bahwa setiap perjanjian, perjanjian jelas didasarkan atas itikad baik.

Walaupun Pasal 92 Ayat (2) UU No. 13 tahun 2003 tidak mewajibkan

pengusaha untuk melakukan peninjauan upah secara berkala, namun keputusan

Penggugat menaikkan upah dan tunjangan transportasi tahun 2008 tersebut telah

sesuai dengan amanat dalam Pasal 92 Ayat (2) UU No. 13 tahun 2003.

Sebab selanjutnya adalah Tergugat tidak menghargai iktikad baik Penggugat

yang telah memberikan kenaikan upah dan tunjangan transportasi. Tatkala di berbagai

daerah banyak pengusaha yang tidak mampu memberikan kenaikan upah bahkan

semakin bertambah pengusaha yang melakukan PHK terhadap pekerjanya

dikarenakan kesulitan ekonomi akibat terjadinya krisis ekonomi dunia.

Sebab lain adalah dalam setiap perundingan PKB 2008 – 2009 dan melalui

inter office memo kepada seluruh Pekerja48

, Penggugat berulangkali menyampaikan

dasar Penggugat tidak dapat menerima tuntutan Tergugat sebab perusahaan di tempat

mana Tergugat bekerja yang hanya memberikan kontribusi kurang dari 10% dari

seluruh bisnis Penggugat. Dengan demikian, maka peranan pabrik Penggugat di

Lampung sangatlah kecil dilihat dari keseluruhan bisnis Penggugat yang selain di

Panjang juga ada di Cikupa – Tangerang, Gempol – Pasuruan dan Kejayan Jawa

Timur. Namun demikian tidak dapat dibantah bahwa upah yang diterima para pekerja

48

Penulis berasumsi bahwa konsep seluruh Pekerja dalam inter office memo tersebut mencakup juga

Pekerja dalam PKWT yang langsung memunyai hubungan hukum dengan Penggugat maupun Pekerja

PKWT dan PKWTT yang punya hubungan hukum dengan perusahaan penyerahan sebagian pekerjaan

kepada perusahaan lain.

Page 28: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

69

Penggugat di pabrik Penggugat di Lampung termasuk yang terbaik di Lampung

sebagaimana dinyatakan oleh Ketua Apindo Lampung dalam surat kabar harian

"Lampung Post" halaman 13 tertanggal 10 November 2008.

3.7.4. Kemana Menuntut Hak?

Pekerja yang sudah barang tentu meliputi Pekerja berdasarkan PKWT maupun

PKWTT, baik yang langsung direkrut oleh PT. Nestle maupun yang direkrut oleh

Perusahaan yang menerima penyerahan sebagian pekerjaan dari PT. Nestle Indonesia,

berdasarkan Pasal 5 UU No. 2/2004, baik itu perusahaan yang menerima sebagian

pekerjaan dari PT. Nestle Panjang melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau

perusahaan yang menerima sebagian pekerjaan melalui perjanjian keagenan

(perjanjian penyediaan jasa Pekerja/Buruh) yang dibuat secara tertulis berhak,

berdasarkan UU, bukan karena Perjanjian, menuntut hak yang lahir dari hubungan

kerja dengan pemberi kerja, setelah menerima Anjuran, ke Pengadilan Hubungan

Industrial. Meskipun, tidak ada larangan melakukan unjuk rasa sebagai bentuk

perjuangan terhadap kesejahteraan Pekerja.

Dalam Putusan No. 153 K/PDT.SUS/2010 upaya penyelesaian melalui

Pengadilan justru diambil oleh pihak Penggugat (PT. Nestle) karena tidak tercapainya

kesepakatan antara Penggugat dan Tergugat dan semakin berlarut-larutnya

penyelesaian perundingan PKB. Melalui surat tertanggal 05 Mei 2008, No.

172/Panjang-HRD/KU/08, perihal penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Melalui Mediasi, Penggugat mencatatkan Perselisihan Hubungan Industrial tentang

Page 29: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

70

kepentingan ke Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi Kota Bandar Lampung. Setelah

mediasi oleh mediator Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi Kota Bandar Lampung

gagal mencapai kesepakatan antara Tergugat dan Penggugat langkah selanjutnya

adalah melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial

pada Pengadilan Negeri setempat. Penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud

dalam Ayat (1) dilaksanakan dengan pengajuan gugatan oleh salah satu pihak di

Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat".

UU No. 2 Tahun 2004, dalam Pasal 1 angka 3 mendefinisikan "Perselisihan

kepentingan sebagai perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak

adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat

kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau

perjanjian kerja bersama".

Definisi yang diberikan oleh Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 mengatur

hal-hal yang diperselisihkan dalam perselisihan kepentingan yaitu tidak adanya

kesesuaian pendapat mengenai pembuatan PKB, tidak adanya kesesuaian pendapat

mengenai perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau

peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

3.7.5. Pekerjaan yang Sebagian diserahkan Kepada Perusahaan Lain

Yang termasuk ke dalam bisnis utama (core business) PT. Nestle Indonesia

Panjang Factory adalah seluruh kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan

Page 30: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

71

langsung dengan produksi mulai dari pengelolaan dan penerimaan bahan mentah kopi

hingga pada saat produk siap dipasarkan.

Seluruh bagian atau kegiatan dalam bisnis utama perusahaan sebagaimana

dijelaskan dalam Pasal 23 Ayat (2) harus dikerjakan oleh buruh tetap, yang direkrut

langsung oleh PT. Nestle Indonesia Panjang Factory. Hal ini sebaliknya memberi

sinyal bahwa pekerjaan yang sebagian diserahkan kepada perusahaan lain adalah

pekerjaan yang bukan core business PT. Nestle Indonesia.

Menurut pendapat Penulis, argumen “Hak Buruh outsourcing minimal harus

sama dengan ketentuan terendah yang mengatur kesejahteraan buruh tetap”

melahirkan asumsi: 1) bahwa Penggugat juga memiliki hubungan hukum dengan

pihak pekerja outsourcing atau Pekerja perusahaan yang diserahi sebagian pekerjaan

oleh PT. Nestle Indonesia (Penggugat). Baik itu Pekerja PKWT, maupun Pekerja

PKWTT dalam perusahaan yang diserahi sebagian pekerjaan oleh PT. Nestle

Indonesia atau Penggugat. 2) tidak ada sama sekali tanda-tanda apabila PT. Nestle

Indonesia (Penggugat) menolak kewajiban untuk menjadi terikat dengan para Pekerja

dalam perusahaan yang menerima sebagian pekerjaan dari PT. Nestle Indonesia atas

dasar asumsi hukum bahwa PT. Nestle Indonesia hanya memunyai hubungan hukum

(perjanjian) dengan perusahaan yang menyediakan buruh bagi PT. Nestle Indonesia.

Page 31: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

72

Bagan 7. Pola Hubungan Kerja kasus PT. Nestle Indonesia versus Serikat Buruhnya

Hanya saja, secara prinsipil adalah bahwa PT. Nestle tidak memunyai

hubungan hukum dengan Pekerja, baik Pekerja PKWTT maupun Pekerja PKWT dari

perusahaan yang diserahi sebagian pekerjaan oleh PT. Nestle Indonesia (Penggugat)

Hak buruh outsourcing minimal harus sama dengan ketentuan terendah yang

mengatur kesejahteraan buruh tetap” ini terlihat ada pembedaan hak antara buruh

tetap yang direkrut langsung oleh PT. Nestle dan Pekerja outsourcing yang tidak

direkrut oleh PT. Nestle (Penggugat).

Dalam Putusan No. 153 K/PDT.SUS/2010 itu, MA mengatakan Kasasi

Serikat Buruh Nestle Panjang yang dalam hal ini juga termasuk mewakili Pekerja di

PT. Nestle Panjang tidak dapat diterima. Hal itu berarti bahwa asumsi para Pekerja

bahwa ada hubungan hukum yang lahir dari perjanjian (PKB), dalam hal ini termasuk

Pekerja

PKWTT

Buruh PKWT

Perusahaan lain (Pekerja)

yang diserahi sebagian

pekerjaan oleh PT. Nestle

PT. Nestle

(Penggugat)

Page 32: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2668/4/T1_312008001_BAB III... · Sedangkan mulai kapan dimulainya Perjanjian Kerja untuk Wajtu Tertentu,

73

hak-hak para Pekerja PKWT yang dapat dituntut langsung dari pemberi kerja (PT.

Nestle Panjang), tidak dapat diterima oleh MA.

Dari putusan Mahkamah Agung tersebut dapat diketahui bahwa ada hubungan

antara pekerja PKWT yang bergabung dalam perusahaan yang merekrut mereka

dengan perusahaan yang memberikan atau menyerahkan sebagian pada perusahaan

yang merekrut mereka. Dalam putusan tersebut menyangkut tentang hak dan

kewajiban Pekerja dalam satu pekerjaan pada perusahaan tersebut. Dan di dalam

pekerjaan itu seorang Pekerja sudah seharusnya mendapatkan hak yang diatur dalam

perjanjian tersebut. Begitu juga sebaliknya dengan yang pemberi pekerjaan.

Berdasar pada putusan Mahkamah Agung, dalam hukum ketenagakerjaan

mengatakan bahwa “setiap orang (Pekerja) yang bekerja pada orang lain mempunyai

hak-hak normatif yang sudah diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan. Jadi

suatu perusahaan yang menyerahkan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain tidak

dapat berdalih bahwa perusahaan tersebut tidak mempunyai hubungan hukum49

dengan pekerja perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang ditampung oleh

perusahaan yang menghimpun mereka hanya karena tidak adanya suatu perjanjian

antara perusahaan yang menyerahkan sebagian pekerjaan dengan para pekerja, tetapi

ada kontrak.

49

Asas kepribadian atau privity of contract seperti diuraikan di sub judul 2.2.2. Bab II skripsi ini tidak

dapat dipergunakan sebagai alasan Pemberi Kerja untuk menolak kewajiban yang harus dipikul

olehnya.