bab iii hasil penelitian dan...

15
95 BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Hasil Penelitian 1. Kedudukan Hasil Tes DNA Sebagai Alat Bukti Sebelum membahas mengenai kedudukan Tes DNA sebagai sebuah alat bukti terlebih dahulu penulis akan mengemukakan persoalan yang serius yang sering diperbincangkan mengenai klasifikasi alat bukti dalam hukum acara perdata, apakah selain alat-alat Kitab Undang-undang Hukum Perdata, HIR dan R.bg tidak terdapat lagi alat-alat bukti lainnya. Berkembang pesatnya teknologi telah memunculkan alat-alat bukti baru sebagaimana dikemukakan oleh Subekti bahwa dengan majunya tekhnik yang pesat dalam setengah abad yang lalu ini muncul lah beberapa Ulat-alat baru, seperti foto Copy, tape rekorder dan lain-lain yang dapat dipakai sebagai alat bukti. 1 Mengingat bahwa ketentuan-ketentuan hukum yang kita pakai sekarang (KUH Perdata, HIR, R.Bg) ini dibuat seratus tahun yang lalu, sehingga sangat tertinggal dengan perkembangan masyarakat maka dari itu dengan majunya teknologi mengharuskan hukum untuk mewadahi perkembangan tersebut. Tes DNA adalah bagian dari perkembangan tersebut Hal serupa juga dikemukakan oleh Achmad Ali dalam “Asas-asas Hukum Pembuktian Perdata” menerangkan bahwa menjadi tugas ilmuwan untuk 1 R. Subekti, Hukum Pembuktian, Op.Cit, h. 23

Upload: vuthien

Post on 03-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14624/3/T1_312010040_BAB... · sering diperbincangkan mengenai klasifikasi alat bukti dalam hukum acara

95

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Hasil Penelitian

1. Kedudukan Hasil Tes DNA Sebagai Alat Bukti

Sebelum membahas mengenai kedudukan Tes DNA sebagai sebuah alat

bukti terlebih dahulu penulis akan mengemukakan persoalan yang serius yang

sering diperbincangkan mengenai klasifikasi alat bukti dalam hukum acara

perdata, apakah selain alat-alat Kitab Undang-undang Hukum Perdata, HIR dan

R.bg tidak terdapat lagi alat-alat bukti lainnya.

Berkembang pesatnya teknologi telah memunculkan alat-alat bukti baru

sebagaimana dikemukakan oleh Subekti bahwa dengan majunya tekhnik yang

pesat dalam setengah abad yang lalu ini muncul lah beberapa Ulat-alat baru,

seperti foto Copy, tape rekorder dan lain-lain yang dapat dipakai sebagai alat

bukti.1

Mengingat bahwa ketentuan-ketentuan hukum yang kita pakai sekarang

(KUH Perdata, HIR, R.Bg) ini dibuat seratus tahun yang lalu, sehingga sangat

tertinggal dengan perkembangan masyarakat maka dari itu dengan majunya

teknologi mengharuskan hukum untuk mewadahi perkembangan tersebut. Tes

DNA adalah bagian dari perkembangan tersebut

Hal serupa juga dikemukakan oleh Achmad Ali dalam “Asas-asas Hukum

Pembuktian Perdata” menerangkan bahwa menjadi tugas ilmuwan untuk

1R. Subekti, Hukum Pembuktian, Op.Cit, h. 23

Page 2: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14624/3/T1_312010040_BAB... · sering diperbincangkan mengenai klasifikasi alat bukti dalam hukum acara

96

mengemukakan alat-alat bukti baru yang muncul seiring dengan berkembangnya

teknologi, alat-alat bukti tersebut adalah:

a. Pembicaraan telepon;

b. Testing darah

c. Hasil komputer

d. Fotocopy;

e. Rekaman kaset;

f. Hasil fotografi;

g. Dan sebagainya.2

Dari pemaparan di atas bahwa memang dimungkinkan untuk diakuinya alat

bukti lain selai yang diatur secara spesifik dalam hukum acara perdata, sehingga

pada prinsipnya Tes DNA juga dimungkinkan untuk diakui sebagai alat bukti di

pengadilan.

DNA adalah DeoxyribonucleicAcid atau asam deoksiribonukleat, yaitu

suatu persenyawaan kimia yang membawa keterangan genetik dan sel khusus dari

makhluk secara keseluruhannya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam

DNA terkandung informasi keturunan makhluk hidup yang akan mengatur

program keturunan selanjutnya.3 Jadi DNA bertugas untuk

menyimpan (record)dan mentransfer informasi genetik (tranpormation of genetic

information)kemudian menerjemahkan informasi itu secara tepat dan

akurat. Dengan karakteristiknya yang sedemikian itu maka DNA pada dasarnya

2Achmad Ali, Wiwie Heryani, Op.Cit., h. 78

3 http://id.Wikipedia.org

Page 3: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14624/3/T1_312010040_BAB... · sering diperbincangkan mengenai klasifikasi alat bukti dalam hukum acara

97

sangat potensial untuk dimanfaatkan dalam melacak asal-usul keturunan

seseorang. DNA akan membentuk materi genetika yang terdapat di dalam tubuh

tiap orang yang diwarisi dari kedua orang tua.

Tes DNA adalah prosedur yang digunakan untuk mengetahui informasi

genetika seseorang. Dengan Tes DNA, seseorang bisa mengetahui garis keturunan

dan juga risiko penyakit tertentu. Tes DNA sebagai pemeriksaan genetika

umumnya dilakukan melalui pengambilan sampel darah atau jaringan. Sebagian

besar sampel menggunakan darah dari pembuluh, namun ada juga yang

memanfaatkan sampel air liur atau dengan menyeka bagian dalam mulut.

Sekiranya terjadi persoalan hukum yang bertemali dengan asal-usul

keturunan seseorang, seperti pemerkosaan, pemalsuan wali, pemalsuan ahli waris

dan sebagainya, (kecuali halnya kaitannya dengan pembunuhan di mana DNA

hanya sebagai identifikasi baik pada mayat atau bendanya), maka informasi

genetik dalam DNA itu bisa sangat bermanfaat untuk upaya-upaya pembuktian di

pengadilan. Tetapi masalahnya pembuktian tindak pidana di pengadilan itu berada

dalam wilayah yuridis formal, sehingga sah tidaknya sesuatu untuk digunakan

sebagai alat bukti amat bergantung kepada ketentuan-ketentuan formal yang

mengaturnya. Jika dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan formal mengenai alat-

alat bukti yang sah dalam hukum positif (khusus dalam KUHAP), seperti telah

dikemukakan di atas, maka jelas sekali bahwa hasil Tes DNA tidak termasuk

kategori sebagai salah satu alat bukti.

Meskipun ada yang berpendapat Tes DNA dapat dijadikan sebagai alat

bukti untuk mendapatkan hak keperdataan dari pengadilan bagi status anak diluar

Page 4: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14624/3/T1_312010040_BAB... · sering diperbincangkan mengenai klasifikasi alat bukti dalam hukum acara

98

nikah. Sebab, hasil tes itu akan menegaskan hak anak diluar nikah agar diakui

eksistensisnya dalam sistem hukum yang ada. Untuk itu mendapatkan hak

keperdataan bisa ditempuh dengan caraTes DNA, karena itu merupakan salah satu

hasil teknologi yang hadir dalam proses kehidupan hukum manusia sehingga

dapat membuktikan kedudukan anak diluar nikah

DNA merupakan proses pemeriksaan yang dilakukan secara ilmu

kedokteran yang memperlihatkan sifat genetika sebagai proses penurunan sifat-

sifat dari orangtua kepada anaknya yang dilakukan melalui pemeriksaan golongan

darah. Dan hal ini pun dapat dijadikan sebagai alat bukti yang membantu

memperkuat bukti-bukti lainnya sehingga memberikan keyakinan terhadap

kebenaran. Proses DNA melalui sistem golongan darah ini memperkenalkan

beberapa sistem tes darah dari perkalian (sistem silang) darah kedua orangtuanya,

sehingga dapat memberikan gambaran bahwa anak yang ada dalam

perkawinannya adalah benar sebagai anak mereka.

Kemudian dari pihak medis (laboratorium / rumah sakit) mengeluarkan

surat resmi yang berisikan penjelasan mengenai hasil tes darah tersebut serta

adanya kesaksian dari dokter sebagai keterangan ahli yang dapat memberikan

penjelasan dan kesaksian di hadapan sidang pengadilan dalam penyelesaian kasus

pembuktian anak zina sebagai keterangan ahli yang dapat memberikan penjelasan

dan kesaksian di hadapan sidang pengadilan dalam penyelesaian kasus

pembuktian anak zina.

DNA dapat dijadikan sebagai alat di persidangan dalam rangka penentuan

asal usul keturunan anak juga dapat digunakan untuk mengingkari anak.Meskipun

Page 5: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14624/3/T1_312010040_BAB... · sering diperbincangkan mengenai klasifikasi alat bukti dalam hukum acara

99

DNA sebagai alat bukti di persidangan belum atau tidak terdapat sebagai alat-alat

bukti, namun menurut perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, maka

DNA dapat dijadikan sebagai alat bukti.

2. Alat Bukti Dalam Putusan MK No. No.46/PUU-VIII/ 2010

Putusan MK No. No.46/PUU-VIII/ 2010 pada dasarnya dilatar belakangi

atas permohonan yang dilakukan oleh Marcica melalui kuasa hukumnya ke MK

atas pengujian UU perkawinan, dalam gugatannya ke MK meminta dua

permohonan, yang pertama adalah pada pokonya meminta agar perkawinan di

bawah tangan atau sirih dapat memiliki kesahan secara hukum, dan yang kedua

meminta agar anak hasil perkawinan sirih tersebut diakui sebagai anak yang sah

dan memiliki hubungan perdata dengan ayah dalam perkawinan sirih tersebut.

Akan tetapi MK dalam putusannya menolak permohonan yang pertama

banwa sebuah pernikanahan dapat dianggap sah secara hukum hanya jika

dilakukan secara benar menurut agama dan kepercayaan masing-masing jadi

perkawinan Marcica dan Moerdiono yang dilakukan secara sirih tetap tidak

dianggap sebagai perkawinan yang sah. Bunyi putusan yang pertama ini

kemudian berimbas pada pokok permohonan yang kedua dengan tidak sahnya

perkawinan tersebut maka secara otomatis anak yang dilahirkan dalam hubungan

tersebut secara hukum harus dianggap sebagai anak luar kawin.

Nilai positif dalam putusan MK tersebut yaitu walaupun seorang anak

dianggap sebagai anak luar kawin ia tetap memiliki hubugan keperdataan dengan

ayah biologisnya dan keluarga ayah biologisnya tersebut dengan catatan mampu

dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Page 6: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14624/3/T1_312010040_BAB... · sering diperbincangkan mengenai klasifikasi alat bukti dalam hukum acara

100

Dalam putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/ 2010 dikatakan

bawa:

“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai

hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan

laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu

pengetahuan dan teknologi dan/ atau alat bukti lain menurut hukum

mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan

keluarga ayahnya”

Pada dasarnya dalam putusan ini tidak dikemukakan secara jelas bahwa yang

dimaksud dengan teknologi tersebut adalah Tes DNA karena secara redaksiona

dalam putusannya hanya ditulis “berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi”

bahkan dalam putusan tersbut ditambahkan “dan/ atau alat bukti lain”. Rumusan

ini kemudian harus di pecahkan dahulu, apakah yang dimaksud oleh MK ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Sebagaiman dikemukakan di atas bahwa DNA adalah Deoxyribonucleic

Acid atau asam deoksiribonukleat, yang adalah semacam persenyawaan kimia

yang membawa keterangan genetik dan sel khusus dari makhluk secara

keseluruhannya dari satu generasi ke generasi berikutnya. DNA dapat

memberikan informasi keturunan makhluk hidup karena dalam DNA tersimpan

rekam informasi genetik (tranpormation of genetic information) secara tepat dan

akurat. Dengan kata lain bahwa DNA dapat digunakan untuk melacak melacak

asal-usul keturunan seseorang karana ia akan membentuk materi genetika yang

terdapat di dalam tubuh tiap orang yang diwarisi dari kedua orang tua.

Dalam Putusan MK dijelaskan bahwa sepanjang dapat dibuktikan memiliki

hubungan darah dengan laki-laki yang merupakan ayah biologis, mengingat

kemampuan informasi yang dapat diberikan dalam DNA maka bisa di bilang

Page 7: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14624/3/T1_312010040_BAB... · sering diperbincangkan mengenai klasifikasi alat bukti dalam hukum acara

101

bahwa untuk mengetahiu hubungan darah seseorang dengan orangtuanya dapat

dilakukan melalui Tes DNA, yaitu prosedur yang digunakan untuk

mengetahui informasi genetika seseorang. Selanjutnya menurut penulis dengan

melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini satu-satunya cara

yang di mungkinkan adalah Tes DNA.4 Jadi dapat dikatakan bahwa pembuktian

hubungan darah antara anak dan ayah biologisnya berdasarkan putusan

No.46/PUU-VIII/ 2010 yaitu melalui Tes DNA, maka dari itu Tes DNA harus

diakui sebagai sebuah alat bukti baru yang di syaratkan dalam Putusan Mahkamah

Konstitusi No.46/PUU-VIII/ 2010.

B. Analisis

1. Pembuktian dengan Tes DNA

Setelah dikemukakan di atas dalam analisis kedudukan Tes DNA sebagai

alat bukti, selanjutnya muncul perdebatan kalau demikian siapa yang harus

membuktikan. Pertanyaan tersebut sangat berkaitan erat mengenai beban

pembuktian karena ketika Tes DNA di akui sebagai alat bukti yang sah pihak

manakah yang diberikan beberanpembuktian nya.

Dalam keadaan normal mengenai beban pembuktian digunakan asas “siapa

yang mendalilkan dia yang membuktikan.” Jadi dalam asas ini dimana

membuktikan suatu dalil tanggungjawab pembuktiannya diberikan kepada pihak

yang mendalilkannya. Masalahnya apakah pembuktian dengan Tes DNA

merupakan keadaan yang normal atau tidak sehingga beban pembuktiannya harus

tunduk pada asas ini atau tidak.

4 Dengan tidak menutup kemungkinan adanya cara lain mengingat ilmu pengetahuan dan

teknologi masih terus berkembang dengan pesatnya.

Page 8: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14624/3/T1_312010040_BAB... · sering diperbincangkan mengenai klasifikasi alat bukti dalam hukum acara

102

Pembuktian dengan Tes DNA merupakan sebuah kondisi khusus sehingga

tidak bisa digunakan asas siapa yang siapa yang mendalilkan dia yang

membuktikan, hal tersebut disebabkan oleh penguasaan alat buktinya, semua

orang telah mengetahui bahwa Tes DNA hanya bisa dilakukan jika seseorang

yang diduga memiliki ikatan darah atau tidak memiliki ikatan darah dengan orang

lain yang mendalilkan mau untuk melakukan Tes DNA tersebut, disini dapat

dilihat bahwa penguasaan alat bukti berada di pihak yang digugat, dalam keadaan

penguasaan alat bukti yang berada di pihak tergugat sedangkan beban pembuktian

nya diberikan kepada pihak penggugat maka sampai kapan pun penggugat tidak

mungkin dapat membuktikan dalilnya tersebut sebagaimana terjadi dalam kasus

Marcica Mochtaar dimana Tes DNA yang dilakukannya memang telah

membuktikan bahwa Iqbal 99,99 persen anak Machica. Tapi, yang menjadi

masalah tidak ada Tes DNA pembanding pihak Moerdiono.

Dengan demikian bahwa keadaan yang berbeda harus juga diperlakukan

dengan berbeda maka dari itu kondisi dalam pembuktian Dengan Tes DNA adalah

kondisi yang berbeda sehingga tidak bisa dipersamakan dengan kondisi yang

normal maka dari itu asas siapa yang mendalilkan dia yang membuktikan tidak

bisa di terapkan dalam pembuktian ini.

Dalam menganalisis permasalahan dalam penelitian ini menurut penulis

dapat diselesaikan dengan menggunakan teori Pembebanan Pembuktian secara

Proporsional.

Dasar landasan penerapan pembebanan secara proporsional bertitik tolak

dari ketentuan Pasal 1865 KUH Perdata, Pasal 163 HIR, Pasal 1865 KUH Perdata

Page 9: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14624/3/T1_312010040_BAB... · sering diperbincangkan mengenai klasifikasi alat bukti dalam hukum acara

103

Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau

menunjuk suatu peristiwa untukmeneguhkan haknya itu atau untuk

membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikanadanya hak itu

atau kejadian yang dikemukakan itu.

Pasal 163 HIR.

Barang siapa, yang mengatakan ia mempunyai hak, atau ia

menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau

untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan

adanya hak itu atau adanya kejadian itu.

Teori ini memperluas ketentuan dalam pasal di atas dimana, diperluas

dengan asas kepatutan sesuai dengan berat ringan nya beban pembuktian yang

dihadapi para pihak. Teori ini pada pokoknya memberikan pembebanan

pembuktian diman masing-masing pihak dibebani wajib bukti unjuk membuktikan

dalil gugatan dan dalil bantahan (secara proporsional).

Berangkat dari pemahaman dasar bahwa siapa yang mendalilkan ia yang

membuktikan, maka seharusnya dalam setiap persengketaan perdata pihak

penggugat dianggap lebih layak dibebani wajib bukti untuk membuktikan setiap

dalilnya, akan tetapi dalam hal penggugat tidak mungkin dapat membuktikan dalil

gugatan tersebut, hakim harus mencari jalan keluar yang lebih bijak sana untuk

memberikan keadilan bagi para pencari keadilan. Untuk itu pembebanan

pembuktian harus diproporsionalkan sesuai dengan kepatutan. Penerapan beban

pembuktian berdasarkan pedoman ini memunculkan beberapa variabel.

Kedua dalil yang diajukan para pihak saling memiliki bobot yang

samaDalam kasus seperti ini, asas kepatutan atau kelayakan mengajarkan untuk

memikul kan beban pembuktian berdasarkan prinsip: diletakkan berdasar

keseimbangan, tetapi harus dengan asas proporsional yaitu:

penggugat wajib membuktikan dalil gugatan;

Page 10: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14624/3/T1_312010040_BAB... · sering diperbincangkan mengenai klasifikasi alat bukti dalam hukum acara

104

tergugat wajib membuktikan dalil bantahan.

Dalam menangani kasus semacam ini yang memenuhi unsur di atas hakim

harus berpedoman kepada landasan pembebanan pembuktian yang seimbang

sesuai dengan bobot dalil yang diajukan masing-masing pihak. Penggugat

mendalilkan sebagai anak biologis dan keberadaan tergugat membantah hal

tersebut.

Dengan melihat pada posisi tersebut maka pihak penggugat harus

membuktikan bahwa ada hubungan darah antara anak tersebut dengan tergugat

dan tergugat juga harus membuktikan tidak adanya hubungan darah antara

tergugat dengan pihak penggugat. Maka sistem pembuktian yang diterapkan

berdasarkan stelplicht (kewajiban pembuktian):

Pihak anak luar kawin (penggugat) dibebani kewajiban untuk membuktikan

kebenaran bahwa pihak yang di gugat adalah ayahnya secara biologis.

Pihak laki-laki yang digugat (tergugat), dibebani kewajiban membuktikan

bahwa Ia atau yang bersangkutan bukanlah ayah secara biologis penggugat.

Demikian bahwa beban pembuktian yang dianut dalam konsep ini

menandakan dimana tidak selalu siapa yang mendalilkan dia yang harus

membuktikan, akan tetapi dalam keadaan tertentu hukum melihat keseimbangan

dalam pembuktian , yaitu dalam hal posisi tergugat dengan penggugat tidak sama

dimana pihak tergugat memiliki keunggulan dalam hal alat bukti.

Anak Di luar pernikahan bisa (diakui sebenarnya) asal bisa dibuktikan

melalui penelitian ilmiah dalam hal ini uji DNA. Cara yang pertama adalah hal

tersebut tetap dibuktikan oleh pihak anak luar kawin dengan ketentuan ada

Page 11: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14624/3/T1_312010040_BAB... · sering diperbincangkan mengenai klasifikasi alat bukti dalam hukum acara

105

tatacara yang mengharuskan keluarga pihak laki-laki yang dituduhkan sebagai

ayah biologis anak luar kawin harus ada yang mau diambil DNA-nya, atau yang

kedua konstruksi pembuktian dalam hal pembuktian dengan Tes DNA adalah

beban pembuktiannya dilakukan secara Proporsional.

2. Upaya Pembuktian Melalui TES DNA

Tes DNA sebagai alat bukti yang disyaratkan sehubungan dengan adanya

Putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/ 2010, sebagaimana diuraikan

dalam hasil penelitian bahwa terhalang oleh kendala yang cukup serius yaitu

proses pengajuan nya yang cukup sulit mengingat pihak tergugat juga harus ikut

berpartisipasi dalam Tes DNA dimaksud.

Jalan keluar sempat dikemukakan dalam hasil penelitian bahwa beban

pembuktiaannya harus dibebankan secara proporsional kepada masing-masing

pihak tergugatdan penggugat yang masing-masing menguasai alat bukti, karena

untuk menghasilkan sebuah Tes DNA harus melibatkan kedua belah pihak dalam

proses pengambilan Tesnya.

Berangkat dari teori beban pembuktian proporsional sebagaimana

dikemukakan dia atas, sebenarnya teori ini memiliki kekurangan dan karenanya

tidak bisa ditetapkan secara mentah-mentah untuk memecahkan permasalahan

dalam pembuktian hubungan darah sebagaimana di amanat kan oleh Putusan MK

di atas. Untuk itu baik penggugat maupun tergugat dalam mengemukakan bukti

atas dalilnya sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa pada saat ini satu-satunya

alat bukti ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan rekaman

hubungan darah atau hubungan keturunan adalah melalui Tes DNA.

Page 12: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14624/3/T1_312010040_BAB... · sering diperbincangkan mengenai klasifikasi alat bukti dalam hukum acara

106

Kekurangan yang paling krusial jika diterapkan dalam kasus ini adalah

bahwa walaupun beban pembuktian nya diletakkan secara proporsional atau

seimbang akan tetapi tetap saja para pihak harus berusaha secara sendiri-sendiri

untuk menemukan bukti yang dapat membuktikan dalilnya masing-masing, yang

mana keadaan tersebut sangat tidak dimungkinkan dalam hal pembuktian melalui

Tes DNA karena sebagaimana telah dikemukakan di atas para pihak penggugat

dan tergugat harus bekerjasama secara bersama-sama untuk memberikan sampel

darah atau sampel lain yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil tes DNA yang

memberikan keterangan hubungan darah antara keduanya.

Masalah masih belum terpecahkan yaitu bagaimana jikalau ada pihak yang

menolak untuk di Tes DNA nya padahal hanya itu satu-satunya bukti yang

dimungkinkan. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka pembuktian secara

proporsional harus dimodifikasi atau disesuaikan dengan kondisi dalam

pembuktian dengan Tes DNA. Teori ini bisa digunakan dalam pembuktian adanya

hubungan darah antara anak dengan ayah biologis dengan Tes DNA maka mau-

tidak mau hakim lah yang harus lebih bijak dalam mengambil tindakan dimana

hakim yang memeriksa kasus seperti ini harus sedikit lebih aktif mengingat

memang masalah pembuktian dengan DNA ini merupakan kondisi yang sangat

berbeda dengan perkara pada umumnya, jika melihat pada kamar hukum pidana

dimana sesuatu yang khusus di selesaikan dengan cara khusus yang kita kenal

dengan pidana khusus yang tata cara hukum acara nya banyak menyimpang dari

pidana konvensional, maka mungkin jika di analogi kan pembuktian hubungan

darah dengan Tes DNA adalah kondisi yang khusus juga.

Page 13: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14624/3/T1_312010040_BAB... · sering diperbincangkan mengenai klasifikasi alat bukti dalam hukum acara

107

Tindakan hakim yang sedikit lebih aktif yang penulis sarankan di sini adalah

dengan kekuatan pengadilan hakim dapat memerintahkan para pihak untuk

mengikuti Tes DNA baik tergugat ataupun penggugatan (tergantung pihak mana

yang menolak untuk mengikuti Tes DNA) dengan perintah Hakim harus mau di

Tes DNA nya.

Menurut penulis hal tersebut di atas tidak terlalu berlebihan melainkan harus

dilakukan mengingat memang Putusan Mahkamah Konstitusi mengharuskan

adanya tes DNA dan hukum harus mengikuti nya dengan tata cara untuk

memperoleh tes tersebut melalui pengadilan sebagai lembaga terakhir yang dapat

menjamin seseorang untuk memperoleh keadilan, karena jikalau Pengadilan tidak

dapat melakukan pemaksaan untuk bagi pihak yang digugat sebagai ayah biologis

maka tidak ada lagi lembaga lain yang dapat kelakuannya dan Hak anak luar

kawin yang tidak diakui oleh ayah biologis nya hanya sebatas Mimpi Saja. Maka

dari itu Tes DNA sebagai alat bukti dapat di upayakan dengan perintah pengadilan

kepada para pihak untuk di tes DNA nya.

Page 14: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14624/3/T1_312010040_BAB... · sering diperbincangkan mengenai klasifikasi alat bukti dalam hukum acara
Page 15: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14624/3/T1_312010040_BAB... · sering diperbincangkan mengenai klasifikasi alat bukti dalam hukum acara

109