bab ii - acehrecsam.files.wordpress.com file · web viewtujuan pembangunan diri itu ialah untuk...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Hakikat Kreativitas Siswa
Kreativitas merupakan kemampuan interaksi antara individu dan
lingkungannya. Seseorang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan dimana
ia berada. Dengan demikian perubahan di dalam individu maupun di dalam
lingkungan dapat menunjang atau dapat menghambat upaya kreativitas.
Khabibah (2006 : 9) menyatakan bahwa salah satu konsep yang amat penting
dalam bidang kreativitas adalah hubungan antara kreativitas dan aktualisasi diri.
Abraham Maslaw dan Carl (dalam Khabibah, 2006) menyatakan bahwa seseorang
dikatakan mengaktualisasi dirinya apabila seseorang menggunakan semua bakat dan
talentanya untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi, mengaktualisasikan atau
mewujudkan potensinya. Menurut Maslaw aktualisasi diri merupakan karakteristik
yang fundamental, yaitu suatu potensial yang ada pada semua manusia saat
dilahirkan, akan tetapi sering hilang, terlambat atau terpendam dalam proses
pembudayaan. Jadi kreativitas selain sebagai suatu proses dapat juga dipandang
sebagai suatu produk, seperti yang dijelaskan oleh Maslaw di atas.
Kreativitas sebagai produk berkaitan dengan penemuan sesuatu, memproduksi
sesuatu yang baru, bukan merupakan akumulasi ketrampilan atau berlatih
pengetahuan dan mempelajari buku. Kreativitas bukanlah ciri kepribadian, akan
tetapi ketrampilan atau proses yang menghasilkan produk yang kreatif yang memang
sudah ada di dalam dirinya (Wodfok, 2003 dalam www.depdiknas.go.id).
8
Dalam library. gunadarma. ac. Id / files /disk1/11/jbptgunadarma-gdl-course-
2006-dr%3Eherubas-548-kreativi-s.doc juga diperjelas tentang pandangan kreativitas
sebagai sebuah proses dan produk.
1. Kreativitas sebagai Proses- Kreativitas adalah suatu proses yang menghasilkan
sesuatu yang baru, apakah suatu gagasan atau suatu objek dalam suatu bentuk atau susunan yang baru (Hurlock, 1978)
- Proses kreatif sebagai “ munculnya dalam tindakan suatu produk baru yang tumbuh dari keunikan individu di satu pihak, dan dari kejadian, orang-orang, dan keadaan hidupnya dilain pihak” (Rogers, 1982)Penekanan pada : - aspek baru dari produk kreatif yang dihasilkan
- aspek interaksi antara individu dan lingkungannya / kebudayaannya
- Kreativitas adalah suatu proses upaya manusia atau bangsa untuk membangun dirinya dalam berbagai aspek kehidupannya. Tujuan pembangunan diri itu ialah untuk menikmati kualitas kehidupan yang semakin baik (Alvian, 1983)
- Krativitas adalah suatu proses yang tercermin dalam kelancaran, kelenturan (fleksibilitas) dan originalitas dalam berpikir (Munandar, 1977).
- Guilford (1986) menekankan perbedaan berfikir divergen ( disebut juga berfikir kreatif) dan berpikir konvergen.Berfikir Divergen : bentuk pemikiran terbuka, yang menjajagi macam-macam kemungkinan jawaban terhadap suatu persoalan/ masalah.Berfikir Konvergen: sebaliknya berfokus pada tercapainya satu jawaban yang paling tepat terhadap suatu persoalan atau masalah.Dalam pendidikan formal pada umumnya menekankan berfikir konvergen dan kurang memikirkan berfikir divergen.Torrance (1979) menekankan adanya ketekunan, keuletan, kerja keras, jadi jangan tergantung timbulnya inspirasi
2. Kreativitas sebagai Produk- Kreativitas sebagai kemampuan untuk menghasilkan
sesuatu yang baru.- Kecuali unsur baru, juga terkandung peran faktor
lingkungan dan waktu (masa). Produk baru dapat disebut karya kreatif jika mendapatkan pengakuan (penghargaan) oleh masyarakat pada waktu tertentu (Stein, 1963). Namun menurut ahli lain pertama-tama bukan suatu karya kreatif bermakna bagi umum, tetapi terutama bagi si pencipta sendiri.
- Kreativitas atau daya kreasi itu dalam masyarakat yang progresif dihargai sedemikian tingginya dan dianggap begitu penting
9
sehingga untuk memupuk dan mengembangkannya dibentuk laboratorium atau bengkel-bengkel khusus yang tersedia tempat, waktu dan fasilitas yang diperlukan (Selo 1983).
Gie (Khabibah, 2006) juga memberikan batasan tentang pemikiran kreatif.
Menurut Gie, pemikiran kreatif adalah ”Suatu rangkaian tindakan yang dilakukan
oleh orang dengan menggunakan budinya untuk menciptakan buah pikiran baru dari
kumpulan ingatan yang berisi berbagai ide, keterangan, konsep, pengalaman dan
pengetahuan”. Menurut Khabibah (2006 : 10) definisi tersebut kurang tepat karena
mendefinisikan ”pemikiran” dengan ”tindakan”. Definisi tersebut akan tepat jika
istilah ”tindakan” diganti dengan istilah ”aktivitas”.
Dengan memperhatikan berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan kreativitas adalah kemampuan menyampaikan
gagasan, melakukan aktivitas, mengubah pola pikir, pemecahan masalah atau
mengembangkan konsep baru dengan cara-cara tidak konvensional, atau dapat
dilakukan tidak hanya terfokus pada satu cara saja. Oleh karena itu, dalam
http://www.depdiknas.go.id/jurnal/29/faktor.htm disebutkan aspek-aspek kreativitas,
antara lain: (1) memiliki daya imajinasi kuat; (2) memiliki banyak inisiatif;
(3) memiliki energi besar; (4) orientasi jangka panjang; (5) memiliki sikap tegas;
(6) memiliki minat luas; (7) mempunyai sifat ingin tahu; (8) berani mengambil resiko
; (9) berani berpendapat; dan (10) memiliki rasa percaya diri.
2.2. Pengaruh Kreativitas dalam Pembelajaran Matematika
Di atas telah dirumuskan bahwa kreativitas menunjukkan kemampuan
menyampaikan gagasan, mengubah pola pikir atau mengembangkan konsep baru,
melakukan tindakan, dan memecahkan masalah dengan cara-cara tidak konvensional.
10
Namun demikian kreativitas seseorang sangat bervariasi pula, sehingga
pengukuran dilakukan terhadap indikator-indikator yang mencerminkan ciri-ciri
orang kreatif. Berdasarkan hal tersebut, Seto (Khabibah, 2006) menyatakan ciri-ciri
orang kreatif meliputi ciri yang bersifat aptitude (bakat) atau kognitif (berkaitan
dengan kemampuan berpikir) dan ciri yang bersifat non aptitude (berkaitan dengan
sikap atau perasaan).
Munandar (www.bpplsp-reg5.go.id/download/tesis3.doc) menjelaskan
tentang aspek kognitif dan afektif (non aptitude) dalam ciri- ciri kreativitas, sebagai
berikut :
a. Aspek Kognitif. Ciri-ciri kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kreatif//divergen (ciri-ciri aptitude) yaitu: 1) keterampilan berpikir lancar (fluency); (2) keterampilan berpikir luwes/fleksibel (flexibility); (3) keterampilan berpikir orisinal (originality); (4) keterampilan memperinci (elaboration); dan (5) keterampilan menilai (evaluation). Makin kreatif seseorang, ciri-ciri tersebut makin dimiliki. (Williams dalam Munandar, 1999: 88)
b. Aspek Afektif. Ciri-ciri kreativitas yang lebih berkaitan dengan sikap dan perasaan seseorang (ciri-ciri non-aptitude) yaitu: (a) rasa ingin tahu; (b) bersifat imajinatif/fantasi; (c) merasa tertantang oleh kemajemukan; (d) sifat berani mengambil resiko; (e) sifat menghargai; (f) percaya diri; (g) keterbukaan terhadap pengalaman baru; dan (h) menonjol dalam salah satu bidang seni (Williams dan Munandar, 1999).
Kreativitas juga harus muncul dalam pembelajaran matematika, agar minat
siswa untuk mempelajarinya bernilai lebih, sehingga membuat pembelajaran lebih
bermakna. Dari kebermaknaan belajar itulah nanti akan timbul keefektifan belajar
dengan cara membangkitkan kreativitas siswa dengan baik. Semakin tinggi
kreativitas seseorang, semakin tinggi pula manfaat yang dapat diperoleh dari praktik
dan semakin tinggi pula efektifitas belajar (www.depdiknas.go.id/ jurnal/ 29/faktor .
htm). Agar pembelajaran menimbulkan kreativitas di dalamnya, maka dibutuhkan
11
cara dari pelaksanaannya www. puskur. net / download / naskahakademik / bidang
ketrampilan / pedkabm / kbm. doc, didalamnya dikemukakan beberapa cara
mengelola pembelajaran agar tampak lebih menarik, sehingga memunculkan
kreativitas siswa di dalamnya, diantaranya :
1. Pengelolaan ruang belajar2. Pengelolaan bahan belajar3. Pengeloaan waktu dan kegiatan4. Pengelolaan siswa5. Pengelolaan sumber belajar6. Pengelolaan perilaku mengajar
2.2.1. Pengelolaan Ruang Belajar
Matematika masih dianggap sebagai pembelajaran yang membosankan
oleh siswa. Dalam kehidupan belajar saat ini kita dapat menyaksikan bahwa jika
siswa masuk ke dalam kelas dengan keadaan kelas bersih karena belum
menghasilkan sesuatu, setelah keluar dari kelas tersebut juga masih bersih tanpa
adanya suatu hasil karya dari peserta didiknya. Hal ini menunjukkan bahwa
ruangan kelas tersebut bersifat monoton. Ruangan kelas seperti ini tidak akan
membuat siswa tersebut senang terhadap mata pelajaran yang diikutinya. Siswa
akan merasa jenuh dan bosan terhadap pembelajaran seperti ini. Dengan
bosannya siswa, maka kreativitas siswa sangat sulut untuk dimunculkan. Agar
kreativitas siswa muncul, guru seharusnya memberikan tugas-tugas yang
membutuhkan pola pikir berbeda dalam penyelesaiannya kepada siswa. Siswa
diharapkan dapat menghasilkan sesuatu karya tersendiri tanpa ada contekan
terhadap sesuatu yang lain. Setelah itu, maka semua hasil karya siswa tersebut
dipajangkan secara bagus dan menarik di dalam ruangan kelas.
12
(www.puskur.net/download/naskahakademik/bidangketrampilan/pedkabm/
kbm.doc) juga menyatakan bahwa:
Tempat belajar seperti ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAKEM (Pendekatan Pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan). Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya.
Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa dan ditata
dengan baik, dapat membantu guru dalam KBM karena dapat dijadikan rujukan
ketika membahas suatu masalah. Pengelolaan tempat belajar meliputi
pengelolaan beberapa benda/ objek yang ada dalam ruang belajar seperti meja-
kursi, pajangan sebagai hasil karya siswa, perabot sekolah, atau sumber belajar
yang ada di kelas. Pengelolaan meja-kursi dapat disusun secara kelompok,
bentuk U, atau bentuk berjajar atau secara berbaris. Susunan ini bergantung
strategi yang akan digunakan dan tujuan yang akan dicapai. Namun jika
menginginkan intensitas interaksi antar siswa yang tinggi, disarankan untuk tidak
menggunakan bentuk berjajar-berbaris. Tetapi jika menginginkan interaksi
timbul antar siswa, maka disarankan menggunakan bentuk u atau disarankan
berkelompok.
2.2.2. Pengelolaan Bahan Belajar
Matematika memang pelajaran yang membutuhkan pemikiran dan
keaktifan penuh dari siswa. Realitanya sekarang ini dari pengalaman penulis
13
mengajar, jarang ada guru yang tahu cara mengajak siswa untuk ikut aktif di
dalam pembelajaran matematika. Agar pemikiran dan keaktifan siswa muncul di
dalam pembelajaran guna menghasilkan karya sendiri dengan caranya sendiri,
guru perlu merencanakan tugas dan alat belajar yang menantang untuk diikuti.
Seperti yang dikemukakan Puskur dalam situsnya di atas, bahwa dalam
pengelolaan kegiatan pembelajaran ini guru perlu memiliki kemampuan
merancang pertanyaan produktif dan mampu menyajikan pertanyaan sehingga
memungkinkan semua siswa terlibat baik secara mental maupun secara fisik.
Dalam situs Puskur tersebut juga dikemukakan: “Pertanyaan produktif
merupakan inti dari penyediaan tugas menantang adalah penyediaan seperangkat
pertanyaan yang mendorong siswa bernalar atau melakukan kegiatan ilmiah.”
2.2.3. Pengeloalaan Waktu dan Kegiatan
Proses belajar mengajar secara garis besar dikelompokkan ke dalam tiga
kegiatan: awal, inti, dan penutup. Kegiatan awal biasanya diisi dengan
mengemukakan hal-hal yang menarik minat siswa untuk belajar, membahas
ulang pengetahuan prasyarat, atau menyampaikan informasi awal beserta
penjelasan tugas secara klasikal. Pengetahuan prasyarat yang dibahas hendaknya
betul-betul yang dekat sekali dengan konsep baru yang akan dipelajari, tidak
terlalu jauh, sehingga waktu yang digunakan menjadi singkat. Ketika akan
memulai materi kubus dan balok, misalnya, mulailah dengan mengingatkan
kembali tentang bangun ruang dan pengertian persegipanjang serta persegi.
Penyampaian informasi awal dan tugas hendaknya jelas, kalau perlu tidak terlalu
cepat dalam mengajar. Informasi dan tugas yang tidak jelas hanya akan membuat
14
guru sibuk menjelaskan ulang informasi/tugas tersebut ke setiap (kelompok),
sementara siswa sudah mulai bekerja. Akibatnya, siswa kurang memperhatikan
penjelasan ulangan tersebut.
Kegiatan inti disediakan agar siswa “mengalami kegiatan” seperti
melakukan percobaan, bermain peran, kegiatan pemecahan masalah, atau
simulasi. Dalam kegiatan ini sebaiknya siswa didudukkan ke dalam kelompok-
kelompok. Hal ini dimaksudkan agar timbulnya interaksi saling menjelaskan
proses dan hasil belajarnya antar siswa. Misalnya ketika menyelesaikan membuat
jaring-jaring kubus dan balok, antara satu siswa dengan siswa yang lain di dalam
kelompok tersebut bisa saling tukar pikiran untuk menemukan pemecahan
masalahnya. Sehingga siswa dapat belajar secara mandiri. Setelah dilibatkan ke
dalam kelompok, baru siswa diberi tugas perseorangan. Melalui cara ini
kreativitas siswa akan muncul karena siswa telah saling memberikan dorongan
pada saat bekerja dalam kelompok tadi, sehingga wawasannya semakin terbuka.
Dalam hal ini selain interaksi antar siswa, guru juga bisa memberikan berupa
penghargaan kepada siswa perseorangan atau kelompok yang menjadi juaranya,
agar minat belajar siswa lebih tinggi.
Kegiatan penutup biasanya diisi dengan rangkuman hasil belajar secara
klasikal. Alokasi waktu untuk kegiatan awal dan penutup masing-masing
sebaiknya tidak lebih dari 10-15 menit, sehingga sisanya untuk kegiatan inti.
2.2.4. Pengelolaan Siswa
Pada saat pengelolaan terhadap siswa, hendaknya guru memperhatikan
karakteristik siswa yang akan dikelolanya. Karakteristik yang dipunyai oleh
15
siswa sangat berpengaruh terhadap apa yang dipelajarinya. Siswa yang tidak
senang terhadap sesuatu hal tidak dapat dipaksakan secara sekaligus untuk hal
itu, tetapi perlu waktu didalam penyesuaiannya. Karakteristik siswa berbeda-
beda sehingga dalam menerapkan cara pembelajaran juga harus diperhatikan
penempatan siswa pada model yang diterapkan, apakah dalam perseorangan,
berpasangan, ataupun berkelompok, sesuai dengan karakteristik bahan ajar.
Dalam melihat kreativitas siswa untuk pembelajaran geometri, dapat
digunakan kelompok, ataupun perseorangan, atau bahkan keduanya. Untuk
membangkitkan kreativitas melalui kelompok atau perseorangan, guru bisa
memberi dorongan kepada siswa agar siswa bersemangat dalam melaksanakan
tugas-tugasnya. Dorongan dapat berupa pemberian umpan balik, berupa
pertanyaan menantang yang mendorong siswa untuk unjuk kemampuan serta
diselingi dengan adanya penghargaan kepada siswa yang memperoleh hasil
terbaik.
2.2.5. Pengelolaan Sumber Belajar
Pemanfaatan lingkungan dapat mengembangkan sejumlah keterampilan
seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan,
berhipotesis, mengklarifikasi, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram.
Keterampilan terhadap sesuatu memang merupakan sesuatu yang harus dimiliki
oleh orang kreatif. Oleh sebab itu, maka pemanfaatan lingkungan dalam
menglola sumber belajar juga dapat memunculkan kreativitas. Dalam materi
kubus dan balok, untuk membuat dan menggambar jaring-jaring kubus dan balok
16
guru dapat memberikan contoh-contoh benda riil dalam kehidupan sehari-hari
kepada siswa. Kemudian siswa diminta untuk mengutak-atik benda-benda
tersebut sesuai dengan arahan guru, tetapi dengan cara mereka sendiri.
2.2.6. Pengelolaan Perilaku Mengajar
“Jika perasaan tertekan, maka kerja otak tidak akan optimal. Otak dibajak
secara emosional” (ide Quantum Teaching) Kalimat di atas memberi kesan
bahwa emosi sangat mempengaruhi kerja kognisi (otak). Oleh karena itu, hal
yang paling harus dijaga adalah perilaku kita sebagai guru untuk tidak
mengganggu emosi atau perasaan siswa. Perasaan tersinggung, terhina, terancam,
merasa disepelekan, perasaan jenuh merupakan contoh perasaan yang akan
mengganggu kerja otak siswa. Hasil penelitian internasional mengungkapkan
bahwa kebutuhan anak mencakup 5 hal: dipahami, dihargai, dicintai, merasa
bernilai, merasa aman.
2.3. Pembelajaran Matematika melalui Pendekatan Realistik
Pembelajaran matematika tidak dapat dipisahkan dari sifat matematika itu
sendiri, yang dikembangkan dari proses matematisasi. Menurut Freudenthal (dalam
Hadi, 2003) dalam aktivitas matematika, seseorang memecahkan masalah, mencari
masalah, dan mengorganisasi atau mematisasikan pelajaran. Dia berpendapat bahwa
siswa tidak dapat dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi.
Pendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai macam situasi
dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali matematika
17
berdasarkan usaha mereka sendiri meskipun para ahli sudah menemukannya terlebih
dahulu.
Johar (2006: 11) menyatakan bahwa yang disebut dengan aktivitas
”matematisasi” adalah matematika dipandang sebagai aktivitas menyelesaikan
masalah, dan aktivitas dalam mengorganisasi pelajaran. Masalah ini bisa berasal dari
realitas yang telah diatur/ diorganisasikan. Dua jenis matematisasi diformulasikan
oleh Treffers (dalam Johar, 2006), yaitu matematisasi horizontal dan vertikal.
Contoh matematisasi horisontal adalah pengidentifikasian, perumusan, dan
penvisualisasi masalah dalam cara-cara yang berbeda, dan pentransformasian
masalah dunia real ke masalah matematika. Contoh matematisasi vertikal adalah
representasi hubungan-hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model
matematika, penggunaan model-model yang berbeda, dan penggeneralisasian.
Dalam Khabibah (2006) Van den Heuvel-Panhuizen berpendapat kedua jenis
matematisasi ini mendapat perhatian seimbang, karena kedua matematisasi ini
mempunyai nilai sama.
Berdasarkan matematisasi horizontal dan vertikal, pendekatan dalam
pendidikan matematika dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu mekanistik,
emperistik, strukturalistik, dan realistik. Pendekatan mekanistik merupakan
pendekatan tradisional dan didasarkan pada apa yang diketahui dari pengalaman
sendiri (diawali dari yang sederhana ke yang lebih kompleks). Dalam pendekatan ini
manusia dianggap sebagai mesin. Pendekatan emperistik adalah suatu pendekatan
dimana konsep-konsep matematika tidak diajarkan, dan diharapkan siswa dapat
menemukan melalui matematisasi horisontal. Pendekatan strukturalistik merupakan
18
pendekatan yang menggunakan sistem formal, misalnya pengajaran penjumlahan
cara panjang perlu didahului dengan nilai tempat, sehingga suatu konsep dicapai
melalui matematisasi vertikal. Pendekatan realistik adalah suatu pendekatan yang
menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran. Melalui
aktivitas matematisasi horisontal dan vertikal diharapkan siswa dapat menemukan
dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika.
Kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika
ke dalam situasi kehidupan real. Hal lain yang menyebabkan sulitnya matematika
bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika kurang bermakna. Guru dalam
pembelajaran di kelas tidak mengaitkan matematika dengan skema yang telah
dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan
kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika. Soedjadi (dalam Johar,
2006) menyatakan bahwa mengaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dan
lingkungan dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas penting
dilakukan sebagai fase awal pembelajaran untuk membangun konsep-konsep tertentu
yang selanjutnya juga untuk mencapai simbolisasi atau perumusan umum. Bila anak
belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari maka anak akan
cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika. Selanjutnya Heuvel-
Panhuizen (dalam Johar, 2006) menambahkan, di samping matematisasi masalah
”real” dengan siswa, disediakan juga ruangan untuk matematisasi konsep, notasi, dan
prosedur penyelesaian masalah. Oleh karena itu, akhirnya Treffers membedakan
menjadi matematisasi horizontal dan vertikal seperti yang telah diuraikan di atas.
19
Realistic Mathematics Education (RME) merupakan pendekatan dalam
pembelajaran matematika. Teori RME pertama kali diperkenalkan dan
dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Teori ini
mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus
dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti
matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-
hari. Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan
kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan
bimbingan orang dewasa. Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi
dan persoalan-persoalan “realistik”. Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak
hanya mengacu pada realitas tetapi juga pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh
siswa. Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi oleh prosedur-prosedur
pemecahan informal, sedangkan proses penemuan kembali menggunakan konsep
matematisasi. Pembelajaran Matematika Realistik mempunyai lima karakteristik : (1)
menggunakan konteks yang real terhadap siswa sebagai titik awal untuk belajar; (2)
menggunakan model sebagai suatu jembatan antara real dan abstrak yang membantu
siswa belajar matematika pada level abstraksi yang berbeda; (3) menggunakan
produksi siswa sendiri atau strategi sebagai hasil dari mereka “doing mathematics”;
(4) interaksi adalah penting untuk belajar matematika antara guru dan siswa, siswa
dan siswa; dan (5) keterkaitan antara unit-unit matematika dan masalah-masalah
yang ada dalam dunia ini.
(http:// www.geocities.com/ratuilma/tutoroverviewrmeindo.html)
20
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka RME merupakan salah satu
pendekatan yang cocok diterapkan guna menanamkan konsep matematika secara
utuh kepada siswa. Freudenthal (dalam Hadi, 2003) menyatakan bahwa RME
menggabung pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar
matematika, dan bagaimana matematika harus diajarkan. Penelitian yang dilakukan
Fauzan ( dalam Hadi, 2003) tentang implementasi materi pembelajaran realistik di
Sekolah Dasar kelas 4 di Surabaya, menunjukkan bahwa pendekatan RME dapat
digunakan di Sekolah Dasar dalam pembelajaran matematika. Dalam penelitian
tersebut Fauzan menemukan bahwa para guru dan siswa-siswa menyukai materi
pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik.
Teori RME sejalan dengan teori belajar yang berkembang saat ini, seperti
konstruktivisme dan pembelajaran kontekstual. Namun baik pendekatan
konstruktivis ataupun kontekstual mewakili teori belajar secara umum, sedangkan
RME adalah suatu teori pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika.
Selanjutnya juga diakui bahwa konsep RME sejalan dengan kebutuhan untuk
memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan
bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan
mengembangkan daya nalar.
Beberapa konsepsi RME tentang siswa, guru dan pengajaran yang diuraikan
berikut ini yang mempertegas bahwa RME sejalan dengan paradigma baru
pendidikan, sehingga pantas untuk dipertimbangkan di Indonesia.
21
Konsepsi tentang siswa
Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika
yang mempengaruhi belajar selanjutnya;
Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu
untuk dirinya sendiri;
Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yanh meliputi
penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan
penolakan;
Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendri berasal dari
seperangkat ragam pengalaman;
Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya, dan jenis kelamin mampu
memahami dan mengerjakan matematika.
Konsepsi peran guru
Guru hanya sebagai fasilitator belajar;
Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif;
Guru harus memberikan kesepatan kepada siswa dalam menafsirkan
persoalan riil;
Guru tidak terpancing pada materi yang termaktub dalam kurikulum,
melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia riil, baik fisik maupun
sosial.
22
Konsepsi tentang pengajaran
Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang ”riil” bagi siswa
sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa
segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna;
Permasalahan tersebut tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai dalam pelajaran tersebut;
Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara
informal terhadap persoalan yang diajukan;
Pengajaran berlangsung secara interaktif: siswa menjelaskan dan memberikan
alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya
(siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan,
mencari alternatif penyelesaian yang lain, dan melakukan refleksi terhadap
setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran.
(Hadi, 2003)
2.4. Materi Jaring-jaring Kubus dan Balok
Materi jaring-jaring kubus dan balok diajarkan pada semester genap di kelas
VIII SMP/ MTs.
2.4.1. Definisi Kubus dan Balok
Kubus dan balok merupakan bentuk bangun ruang yang paling banyak
terdapat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya bentk lemari, buku, tempat pensil,
batu-bata, dan sebagainya. Kubus dan balok memiliki bidang yang membatasi bagian
dalam dan bagian luar yang disebut sisi yang selanjutnya bidang. Bidang-bidang
pada suatu balok maupun kubus berpotongan atau bertemu pada suatu garis yang
23
disebut rusuk. Balok diberi nama menurut bidang alas dan bidang atasnya. Balok
pada gambar 1 diberi nama dengan balok ABCD.EFGH dengan bidang atas ABCD
dan bidang atas EFGH.
Balok pada gambar 1, bidang ABCD (bawah), EFGH (atas), BCGF (kanan),
BCGF (kanan), dan ADHE (kiri) tampak berbentuk jajargenjang, tetapi
sesungguhnya bangun-bangun itu berbentuk persegi panjang. Jadi, semua bidang
balok berbentuk persegi panjang.pada saat tertentu terdapat balok yang semua
bidangnya berbentuk persegi. Balok yang demikian dinamakan dengan kubus
(gambar 2).
2.4.2. Jaring-jaring kubus
Jika suatu bangun ruang diiris pada beberapa rusuknya, kemudian direbahkan
sehingga terjadi bangun datar, maka bangun datar tersebut disebut jaring-jaring
(Sugijono, 2002:50)
Gambar 3 (i) adalah kubus ABCD.EFGH yang terbuat dari kertas. Jika kubus
tersebut diiris sepanjang rusuk-rusuk AE, EH, EF, FB, HG, dan GC seperti gambar 3
24
BA
CDE F
GH
Gambar 1
A B
CD
E F
GH
Gambar. 2
(ii), kemudian direbahkan di atas bidang datar seperti gambar 3 (iii), maka bangun
datar tersebut disebut jaring-jaring kubus. Jika rusuk-rusuk yang diiris berbeda,
maka akan diperoleh jaring-jaring kubus yang berbeda pula.
`
Jaring-jaring kubus merupakan rangkaian 6 buah persegi, yang jika dilipat-lipat
menurut garis persekutuan dua persegi dapat membentuk kubus, dan tidak ada yang
rangkap (ganda).
2.4.3. Jaring-jaring balok
Model balok pada gambar 4 (i) berikut diiris seperti seperti gambar 4 (ii),
kemudian direbahkan seperti gambar 4 (iii), maka terjadilah jaring-jaring balok.
Jika rusuk-rusuk yang diiris berbeda, maka akan membentuk jaring-jaring balok yang
berbeda pula.
25
A B
CD
E F
GH
A B
CF
GE
HGH
D
E FE
H
E
H D
A B
C
F
G
E
H
E F
H GGambar 3(i) Gambar 3(ii)
Gambar 3 (iii)
2.5. Kreativitas Siswa pada Materi Pokok Jaring-jaring Kubus dan Balok
melalui Pendekatan Realistik
Pada pokok bahasan jaring-jaring kubus dan balok guru dapat melakukan
pendekatan realistik dengan mengaitkan jenis-jenis kubus dan balok pada sesuatu
benda yang nyata yang sering siswa temui di lingkungan sekitarnya, atau dengan hal-
hal yang bisa siswa kerjakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti membuat kotak
kue, jika diberikan masalah bahwa kue tersebut berbentuk sedemikian hingga, dan
harus muat secara tepat ke dalam kotak yang dibuat.
Sebelum siswa membuat kotak tersebut, guru terlebih dahulu memberikan
masalah matematika yang berhubungan dengan kotak kue tersebut. Guru terlebih
dahulu mengenalkan bangun-bangun ruang kepada siswa melalui benda-benda yang
riil di sekitar siswa, seperti : kotak sepatu, es krim conello, coklat tobleron, dan lain-
26
Gambar 4(i)Gambar 4(ii)
Gambar 4(iii)
lain benda yang menyerupai bangun-bangun ruang materi yang disampaikan.
Kemudian siswa diminta untuk memilih diantara benda-benda tersebut, yang mana
bentuknya seperti bangun ruang dalam materi yang sedang berlangsung (kubus dan
balok). Kemudian guru memberikan arahan untuk mengguntinh benda yang telah
dipilih tersebut dengan arahan setiap sisinya masih saling terekat, walaupun
guntingan benda tersebut telah menjadi sebuah bangun datar. Dari hal itu guru
meminta siswa untuk menjelaskan alasan dari potongannya yang sudah menjadi
bangun datar tersebut.
Siswa yang telah melakukan aktivitas tersebut diberikan penghargaan,
sebagai motivasinya. Setelah itu guru mengambil kesimpulan tentang penjelasan dari
siswa yang memberi penjelasan. Guru meminta siswa untuk menggambar jaring-
jaring kubus dan balok dengan bentuk yang berbeda dari yang ditemukan temannya
tadi di depan, sebanyak yang siswa tersetu mampu. Melalui hal ini maka kreativitas
terseut akan timbul karena siswa menciptakan sesuatu dari hasil karyanya sendiri,
serta dapat mempertanggung jawabkan hasil kerjanya tersebut.
Setelah siswa berhasil menggambar jaring-jaring kubus dan balok, maka
selanjutnya guru memberikan masalah realistik baru ketingkat yang lumayan tinggi,
seperti membuat kotak kue sehingga nantinya kue tersebut harus bisa mengisi dengan
tepat kotak tersebut. Pandangannya selain dikaitkan dengan dunia nyata, matematika
juga harus dapat di transmisikan sebagai aktivitas manusia. Pada hakikatnya, selain
mengaitkan pokok bahasan jaring- jaring bangun ruang kedalam kehidupan nyata di
lingkungan sekitar siswa, siswa juga diharuskan beraktivitas dan menemukan sendiri
27