bab ii - acehrecsam.files.wordpress.com file · web viewtujuan pembangunan diri itu ialah untuk...

32
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Hakikat Kreativitas Siswa Kreativitas merupakan kemampuan interaksi antara individu dan lingkungannya. Seseorang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia berada. Dengan demikian perubahan di dalam individu maupun di dalam lingkungan dapat menunjang atau dapat menghambat upaya kreativitas. Khabibah (2006 : 9) menyatakan bahwa salah satu konsep yang amat penting dalam bidang kreativitas adalah hubungan antara kreativitas dan aktualisasi diri. Abraham Maslaw dan Carl (dalam Khabibah, 2006) menyatakan bahwa seseorang dikatakan mengaktualisasi dirinya apabila seseorang menggunakan semua bakat dan talentanya untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi, mengaktualisasikan atau mewujudkan potensinya. Menurut Maslaw aktualisasi diri merupakan karakteristik yang fundamental, yaitu suatu potensial yang ada pada semua manusia saat 8

Upload: vohanh

Post on 30-May-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Hakikat Kreativitas Siswa

Kreativitas merupakan kemampuan interaksi antara individu dan

lingkungannya. Seseorang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan dimana

ia berada. Dengan demikian perubahan di dalam individu maupun di dalam

lingkungan dapat menunjang atau dapat menghambat upaya kreativitas.

Khabibah (2006 : 9) menyatakan bahwa salah satu konsep yang amat penting

dalam bidang kreativitas adalah hubungan antara kreativitas dan aktualisasi diri.

Abraham Maslaw dan Carl (dalam Khabibah, 2006) menyatakan bahwa seseorang

dikatakan mengaktualisasi dirinya apabila seseorang menggunakan semua bakat dan

talentanya untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi, mengaktualisasikan atau

mewujudkan potensinya. Menurut Maslaw aktualisasi diri merupakan karakteristik

yang fundamental, yaitu suatu potensial yang ada pada semua manusia saat

dilahirkan, akan tetapi sering hilang, terlambat atau terpendam dalam proses

pembudayaan. Jadi kreativitas selain sebagai suatu proses dapat juga dipandang

sebagai suatu produk, seperti yang dijelaskan oleh Maslaw di atas.

Kreativitas sebagai produk berkaitan dengan penemuan sesuatu, memproduksi

sesuatu yang baru, bukan merupakan akumulasi ketrampilan atau berlatih

pengetahuan dan mempelajari buku. Kreativitas bukanlah ciri kepribadian, akan

tetapi ketrampilan atau proses yang menghasilkan produk yang kreatif yang memang

sudah ada di dalam dirinya (Wodfok, 2003 dalam www.depdiknas.go.id).

8

Dalam library. gunadarma. ac. Id / files /disk1/11/jbptgunadarma-gdl-course-

2006-dr%3Eherubas-548-kreativi-s.doc juga diperjelas tentang pandangan kreativitas

sebagai sebuah proses dan produk.

1. Kreativitas sebagai Proses- Kreativitas adalah suatu proses yang menghasilkan

sesuatu yang baru, apakah suatu gagasan atau suatu objek dalam suatu bentuk atau susunan yang baru (Hurlock, 1978)

- Proses kreatif sebagai “ munculnya dalam tindakan suatu produk baru yang tumbuh dari keunikan individu di satu pihak, dan dari kejadian, orang-orang, dan keadaan hidupnya dilain pihak” (Rogers, 1982)Penekanan pada : - aspek baru dari produk kreatif yang dihasilkan

- aspek interaksi antara individu dan lingkungannya / kebudayaannya

- Kreativitas adalah suatu proses upaya manusia atau bangsa untuk membangun dirinya dalam berbagai aspek kehidupannya. Tujuan pembangunan diri itu ialah untuk menikmati kualitas kehidupan yang semakin baik (Alvian, 1983)

- Krativitas adalah suatu proses yang tercermin dalam kelancaran, kelenturan (fleksibilitas) dan originalitas dalam berpikir (Munandar, 1977).

- Guilford (1986) menekankan perbedaan berfikir divergen ( disebut juga berfikir kreatif) dan berpikir konvergen.Berfikir Divergen : bentuk pemikiran terbuka, yang menjajagi macam-macam kemungkinan jawaban terhadap suatu persoalan/ masalah.Berfikir Konvergen: sebaliknya berfokus pada tercapainya satu jawaban yang paling tepat terhadap suatu persoalan atau masalah.Dalam pendidikan formal pada umumnya menekankan berfikir konvergen dan kurang memikirkan berfikir divergen.Torrance (1979) menekankan adanya ketekunan, keuletan, kerja keras, jadi jangan tergantung timbulnya inspirasi

2. Kreativitas sebagai Produk- Kreativitas sebagai kemampuan untuk menghasilkan

sesuatu yang baru.- Kecuali unsur baru, juga terkandung peran faktor

lingkungan dan waktu (masa). Produk baru dapat disebut karya kreatif jika mendapatkan pengakuan (penghargaan) oleh masyarakat pada waktu tertentu (Stein, 1963). Namun menurut ahli lain pertama-tama bukan suatu karya kreatif bermakna bagi umum, tetapi terutama bagi si pencipta sendiri.

- Kreativitas atau daya kreasi itu dalam masyarakat yang progresif dihargai sedemikian tingginya dan dianggap begitu penting

9

sehingga untuk memupuk dan mengembangkannya dibentuk laboratorium atau bengkel-bengkel khusus yang tersedia tempat, waktu dan fasilitas yang diperlukan (Selo 1983).

Gie (Khabibah, 2006) juga memberikan batasan tentang pemikiran kreatif.

Menurut Gie, pemikiran kreatif adalah ”Suatu rangkaian tindakan yang dilakukan

oleh orang dengan menggunakan budinya untuk menciptakan buah pikiran baru dari

kumpulan ingatan yang berisi berbagai ide, keterangan, konsep, pengalaman dan

pengetahuan”. Menurut Khabibah (2006 : 10) definisi tersebut kurang tepat karena

mendefinisikan ”pemikiran” dengan ”tindakan”. Definisi tersebut akan tepat jika

istilah ”tindakan” diganti dengan istilah ”aktivitas”.

Dengan memperhatikan berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud dengan kreativitas adalah kemampuan menyampaikan

gagasan, melakukan aktivitas, mengubah pola pikir, pemecahan masalah atau

mengembangkan konsep baru dengan cara-cara tidak konvensional, atau dapat

dilakukan tidak hanya terfokus pada satu cara saja. Oleh karena itu, dalam

http://www.depdiknas.go.id/jurnal/29/faktor.htm disebutkan aspek-aspek kreativitas,

antara lain: (1) memiliki daya imajinasi kuat; (2) memiliki banyak inisiatif;

(3) memiliki energi besar; (4) orientasi jangka panjang; (5) memiliki sikap tegas;

(6) memiliki minat luas; (7) mempunyai sifat ingin tahu; (8) berani mengambil resiko

; (9) berani berpendapat; dan (10) memiliki rasa percaya diri.

2.2. Pengaruh Kreativitas dalam Pembelajaran Matematika

Di atas telah dirumuskan bahwa kreativitas menunjukkan kemampuan

menyampaikan gagasan, mengubah pola pikir atau mengembangkan konsep baru,

melakukan tindakan, dan memecahkan masalah dengan cara-cara tidak konvensional.

10

Namun demikian kreativitas seseorang sangat bervariasi pula, sehingga

pengukuran dilakukan terhadap indikator-indikator yang mencerminkan ciri-ciri

orang kreatif. Berdasarkan hal tersebut, Seto (Khabibah, 2006) menyatakan ciri-ciri

orang kreatif meliputi ciri yang bersifat aptitude (bakat) atau kognitif (berkaitan

dengan kemampuan berpikir) dan ciri yang bersifat non aptitude (berkaitan dengan

sikap atau perasaan).

Munandar (www.bpplsp-reg5.go.id/download/tesis3.doc) menjelaskan

tentang aspek kognitif dan afektif (non aptitude) dalam ciri- ciri kreativitas, sebagai

berikut :

a. Aspek Kognitif. Ciri-ciri kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kreatif//divergen (ciri-ciri aptitude) yaitu: 1) keterampilan berpikir lancar (fluency); (2) keterampilan berpikir luwes/fleksibel (flexibility); (3) keterampilan berpikir orisinal (originality); (4) keterampilan memperinci (elaboration); dan (5) keterampilan menilai (evaluation). Makin kreatif seseorang, ciri-ciri tersebut makin dimiliki. (Williams dalam Munandar, 1999: 88)

b. Aspek Afektif. Ciri-ciri kreativitas yang lebih berkaitan dengan sikap dan perasaan seseorang (ciri-ciri non-aptitude) yaitu: (a) rasa ingin tahu; (b) bersifat imajinatif/fantasi; (c) merasa tertantang oleh kemajemukan; (d) sifat berani mengambil resiko; (e) sifat menghargai; (f) percaya diri; (g) keterbukaan terhadap pengalaman baru; dan (h) menonjol dalam salah satu bidang seni (Williams dan Munandar, 1999).

Kreativitas juga harus muncul dalam pembelajaran matematika, agar minat

siswa untuk mempelajarinya bernilai lebih, sehingga membuat pembelajaran lebih

bermakna. Dari kebermaknaan belajar itulah nanti akan timbul keefektifan belajar

dengan cara membangkitkan kreativitas siswa dengan baik. Semakin tinggi

kreativitas seseorang, semakin tinggi pula manfaat yang dapat diperoleh dari praktik

dan semakin tinggi pula efektifitas belajar (www.depdiknas.go.id/ jurnal/ 29/faktor .

htm). Agar pembelajaran menimbulkan kreativitas di dalamnya, maka dibutuhkan

11

cara dari pelaksanaannya www. puskur. net / download / naskahakademik / bidang

ketrampilan / pedkabm / kbm. doc, didalamnya dikemukakan beberapa cara

mengelola pembelajaran agar tampak lebih menarik, sehingga memunculkan

kreativitas siswa di dalamnya, diantaranya :

1. Pengelolaan ruang belajar2. Pengelolaan bahan belajar3. Pengeloaan waktu dan kegiatan4. Pengelolaan siswa5. Pengelolaan sumber belajar6. Pengelolaan perilaku mengajar

2.2.1. Pengelolaan Ruang Belajar

Matematika masih dianggap sebagai pembelajaran yang membosankan

oleh siswa. Dalam kehidupan belajar saat ini kita dapat menyaksikan bahwa jika

siswa masuk ke dalam kelas dengan keadaan kelas bersih karena belum

menghasilkan sesuatu, setelah keluar dari kelas tersebut juga masih bersih tanpa

adanya suatu hasil karya dari peserta didiknya. Hal ini menunjukkan bahwa

ruangan kelas tersebut bersifat monoton. Ruangan kelas seperti ini tidak akan

membuat siswa tersebut senang terhadap mata pelajaran yang diikutinya. Siswa

akan merasa jenuh dan bosan terhadap pembelajaran seperti ini. Dengan

bosannya siswa, maka kreativitas siswa sangat sulut untuk dimunculkan. Agar

kreativitas siswa muncul, guru seharusnya memberikan tugas-tugas yang

membutuhkan pola pikir berbeda dalam penyelesaiannya kepada siswa. Siswa

diharapkan dapat menghasilkan sesuatu karya tersendiri tanpa ada contekan

terhadap sesuatu yang lain. Setelah itu, maka semua hasil karya siswa tersebut

dipajangkan secara bagus dan menarik di dalam ruangan kelas.

12

(www.puskur.net/download/naskahakademik/bidangketrampilan/pedkabm/

kbm.doc) juga menyatakan bahwa:

Tempat belajar seperti ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAKEM (Pendekatan Pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan). Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya.

Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa dan ditata

dengan baik, dapat membantu guru dalam KBM karena dapat dijadikan rujukan

ketika membahas suatu masalah. Pengelolaan tempat belajar meliputi

pengelolaan beberapa benda/ objek yang ada dalam ruang belajar seperti meja-

kursi, pajangan sebagai hasil karya siswa, perabot sekolah, atau sumber belajar

yang ada di kelas. Pengelolaan meja-kursi dapat disusun secara kelompok,

bentuk U, atau bentuk berjajar atau secara berbaris. Susunan ini bergantung

strategi yang akan digunakan dan tujuan yang akan dicapai. Namun jika

menginginkan intensitas interaksi antar siswa yang tinggi, disarankan untuk tidak

menggunakan bentuk berjajar-berbaris. Tetapi jika menginginkan interaksi

timbul antar siswa, maka disarankan menggunakan bentuk u atau disarankan

berkelompok.

2.2.2. Pengelolaan Bahan Belajar

Matematika memang pelajaran yang membutuhkan pemikiran dan

keaktifan penuh dari siswa. Realitanya sekarang ini dari pengalaman penulis

13

mengajar, jarang ada guru yang tahu cara mengajak siswa untuk ikut aktif di

dalam pembelajaran matematika. Agar pemikiran dan keaktifan siswa muncul di

dalam pembelajaran guna menghasilkan karya sendiri dengan caranya sendiri,

guru perlu merencanakan tugas dan alat belajar yang menantang untuk diikuti.

Seperti yang dikemukakan Puskur dalam situsnya di atas, bahwa dalam

pengelolaan kegiatan pembelajaran ini guru perlu memiliki kemampuan

merancang pertanyaan produktif dan mampu menyajikan pertanyaan sehingga

memungkinkan semua siswa terlibat baik secara mental maupun secara fisik.

Dalam situs Puskur tersebut juga dikemukakan: “Pertanyaan produktif

merupakan inti dari penyediaan tugas menantang adalah penyediaan seperangkat

pertanyaan yang mendorong siswa bernalar atau melakukan kegiatan ilmiah.”

2.2.3. Pengeloalaan Waktu dan Kegiatan

Proses belajar mengajar secara garis besar dikelompokkan ke dalam tiga

kegiatan: awal, inti, dan penutup. Kegiatan awal biasanya diisi dengan

mengemukakan hal-hal yang menarik minat siswa untuk belajar, membahas

ulang pengetahuan prasyarat, atau menyampaikan informasi awal beserta

penjelasan tugas secara klasikal. Pengetahuan prasyarat yang dibahas hendaknya

betul-betul yang dekat sekali dengan konsep baru yang akan dipelajari, tidak

terlalu jauh, sehingga waktu yang digunakan menjadi singkat. Ketika akan

memulai materi kubus dan balok, misalnya, mulailah dengan mengingatkan

kembali tentang bangun ruang dan pengertian persegipanjang serta persegi.

Penyampaian informasi awal dan tugas hendaknya jelas, kalau perlu tidak terlalu

cepat dalam mengajar. Informasi dan tugas yang tidak jelas hanya akan membuat

14

guru sibuk menjelaskan ulang informasi/tugas tersebut ke setiap (kelompok),

sementara siswa sudah mulai bekerja. Akibatnya, siswa kurang memperhatikan

penjelasan ulangan tersebut.

Kegiatan inti disediakan agar siswa “mengalami kegiatan” seperti

melakukan percobaan, bermain peran, kegiatan pemecahan masalah, atau

simulasi. Dalam kegiatan ini sebaiknya siswa didudukkan ke dalam kelompok-

kelompok. Hal ini dimaksudkan agar timbulnya interaksi saling menjelaskan

proses dan hasil belajarnya antar siswa. Misalnya ketika menyelesaikan membuat

jaring-jaring kubus dan balok, antara satu siswa dengan siswa yang lain di dalam

kelompok tersebut bisa saling tukar pikiran untuk menemukan pemecahan

masalahnya. Sehingga siswa dapat belajar secara mandiri. Setelah dilibatkan ke

dalam kelompok, baru siswa diberi tugas perseorangan. Melalui cara ini

kreativitas siswa akan muncul karena siswa telah saling memberikan dorongan

pada saat bekerja dalam kelompok tadi, sehingga wawasannya semakin terbuka.

Dalam hal ini selain interaksi antar siswa, guru juga bisa memberikan berupa

penghargaan kepada siswa perseorangan atau kelompok yang menjadi juaranya,

agar minat belajar siswa lebih tinggi.

Kegiatan penutup biasanya diisi dengan rangkuman hasil belajar secara

klasikal. Alokasi waktu untuk kegiatan awal dan penutup masing-masing

sebaiknya tidak lebih dari 10-15 menit, sehingga sisanya untuk kegiatan inti.

2.2.4. Pengelolaan Siswa

Pada saat pengelolaan terhadap siswa, hendaknya guru memperhatikan

karakteristik siswa yang akan dikelolanya. Karakteristik yang dipunyai oleh

15

siswa sangat berpengaruh terhadap apa yang dipelajarinya. Siswa yang tidak

senang terhadap sesuatu hal tidak dapat dipaksakan secara sekaligus untuk hal

itu, tetapi perlu waktu didalam penyesuaiannya. Karakteristik siswa berbeda-

beda sehingga dalam menerapkan cara pembelajaran juga harus diperhatikan

penempatan siswa pada model yang diterapkan, apakah dalam perseorangan,

berpasangan, ataupun berkelompok, sesuai dengan karakteristik bahan ajar.

Dalam melihat kreativitas siswa untuk pembelajaran geometri, dapat

digunakan kelompok, ataupun perseorangan, atau bahkan keduanya. Untuk

membangkitkan kreativitas melalui kelompok atau perseorangan, guru bisa

memberi dorongan kepada siswa agar siswa bersemangat dalam melaksanakan

tugas-tugasnya. Dorongan dapat berupa pemberian umpan balik, berupa

pertanyaan menantang yang mendorong siswa untuk unjuk kemampuan serta

diselingi dengan adanya penghargaan kepada siswa yang memperoleh hasil

terbaik.

2.2.5. Pengelolaan Sumber Belajar

Pemanfaatan lingkungan dapat mengembangkan sejumlah keterampilan

seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan,

berhipotesis, mengklarifikasi, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram.

Keterampilan terhadap sesuatu memang merupakan sesuatu yang harus dimiliki

oleh orang kreatif. Oleh sebab itu, maka pemanfaatan lingkungan dalam

menglola sumber belajar juga dapat memunculkan kreativitas. Dalam materi

kubus dan balok, untuk membuat dan menggambar jaring-jaring kubus dan balok

16

guru dapat memberikan contoh-contoh benda riil dalam kehidupan sehari-hari

kepada siswa. Kemudian siswa diminta untuk mengutak-atik benda-benda

tersebut sesuai dengan arahan guru, tetapi dengan cara mereka sendiri.

2.2.6. Pengelolaan Perilaku Mengajar

“Jika perasaan tertekan, maka kerja otak tidak akan optimal. Otak dibajak

secara emosional” (ide Quantum Teaching) Kalimat di atas memberi kesan

bahwa emosi sangat mempengaruhi kerja kognisi (otak). Oleh karena itu, hal

yang paling harus dijaga adalah perilaku kita sebagai guru untuk tidak

mengganggu emosi atau perasaan siswa. Perasaan tersinggung, terhina, terancam,

merasa disepelekan, perasaan jenuh merupakan contoh perasaan yang akan

mengganggu kerja otak siswa. Hasil penelitian internasional mengungkapkan

bahwa kebutuhan anak mencakup 5 hal: dipahami, dihargai, dicintai, merasa

bernilai, merasa aman.

2.3. Pembelajaran Matematika melalui Pendekatan Realistik

Pembelajaran matematika tidak dapat dipisahkan dari sifat matematika itu

sendiri, yang dikembangkan dari proses matematisasi. Menurut Freudenthal (dalam

Hadi, 2003) dalam aktivitas matematika, seseorang memecahkan masalah, mencari

masalah, dan mengorganisasi atau mematisasikan pelajaran. Dia berpendapat bahwa

siswa tidak dapat dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi.

Pendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai macam situasi

dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali matematika

17

berdasarkan usaha mereka sendiri meskipun para ahli sudah menemukannya terlebih

dahulu.

Johar (2006: 11) menyatakan bahwa yang disebut dengan aktivitas

”matematisasi” adalah matematika dipandang sebagai aktivitas menyelesaikan

masalah, dan aktivitas dalam mengorganisasi pelajaran. Masalah ini bisa berasal dari

realitas yang telah diatur/ diorganisasikan. Dua jenis matematisasi diformulasikan

oleh Treffers (dalam Johar, 2006), yaitu matematisasi horizontal dan vertikal. 

Contoh matematisasi horisontal adalah pengidentifikasian, perumusan, dan

penvisualisasi masalah dalam cara-cara yang berbeda, dan pentransformasian

masalah dunia real ke masalah matematika.  Contoh matematisasi vertikal adalah

representasi hubungan-hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model

matematika, penggunaan model-model yang berbeda, dan penggeneralisasian. 

Dalam Khabibah (2006) Van den Heuvel-Panhuizen berpendapat kedua jenis

matematisasi ini mendapat perhatian seimbang,  karena kedua matematisasi ini

mempunyai nilai sama.

Berdasarkan matematisasi horizontal dan vertikal, pendekatan dalam

pendidikan matematika dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu mekanistik,

emperistik, strukturalistik, dan realistik.  Pendekatan mekanistik merupakan

pendekatan tradisional dan didasarkan pada apa yang diketahui dari pengalaman

sendiri (diawali dari yang sederhana ke yang lebih kompleks).  Dalam pendekatan ini

manusia dianggap sebagai mesin. Pendekatan emperistik adalah suatu pendekatan

dimana konsep-konsep matematika tidak diajarkan, dan diharapkan siswa dapat

menemukan melalui matematisasi horisontal.  Pendekatan strukturalistik merupakan

18

pendekatan yang menggunakan sistem formal, misalnya pengajaran penjumlahan

cara panjang perlu didahului dengan nilai tempat, sehingga suatu konsep dicapai

melalui matematisasi vertikal.  Pendekatan realistik adalah suatu pendekatan yang

menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran.  Melalui

aktivitas matematisasi horisontal dan vertikal diharapkan siswa dapat menemukan

dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika. 

Kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika

ke dalam situasi kehidupan real.  Hal lain yang menyebabkan sulitnya matematika

bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika kurang bermakna.  Guru dalam

pembelajaran di kelas tidak mengaitkan matematika dengan skema yang telah

dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan

kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika.  Soedjadi (dalam Johar,

2006) menyatakan bahwa mengaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dan

lingkungan dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas penting

dilakukan sebagai fase awal pembelajaran untuk membangun konsep-konsep tertentu

yang selanjutnya juga untuk mencapai simbolisasi atau perumusan umum.  Bila anak

belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari maka anak akan

cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika. Selanjutnya Heuvel-

Panhuizen (dalam Johar, 2006) menambahkan, di samping matematisasi masalah

”real” dengan siswa, disediakan juga ruangan untuk matematisasi konsep, notasi, dan

prosedur penyelesaian masalah. Oleh karena itu, akhirnya Treffers membedakan

menjadi matematisasi horizontal dan vertikal seperti yang telah diuraikan di atas.

19

Realistic Mathematics Education (RME) merupakan pendekatan dalam

pembelajaran matematika.  Teori RME pertama kali diperkenalkan dan

dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal.  Teori ini

mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus

dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia.  Ini berarti

matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-

hari.  Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan

kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan

bimbingan orang dewasa.  Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi

dan persoalan-persoalan “realistik”.  Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak

hanya mengacu pada realitas tetapi juga pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh

siswa.  Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi oleh prosedur-prosedur

pemecahan informal, sedangkan proses penemuan kembali menggunakan konsep

matematisasi. Pembelajaran Matematika Realistik mempunyai lima karakteristik : (1)

menggunakan konteks yang real terhadap siswa sebagai titik awal untuk belajar; (2)

menggunakan model sebagai suatu jembatan antara real dan abstrak yang membantu

siswa belajar matematika pada level abstraksi yang berbeda; (3) menggunakan

produksi siswa sendiri atau strategi sebagai hasil dari mereka “doing mathematics”;

(4) interaksi adalah penting untuk belajar matematika antara guru dan siswa, siswa

dan siswa; dan (5) keterkaitan antara unit-unit matematika dan masalah-masalah

yang ada dalam dunia ini.

(http:// www.geocities.com/ratuilma/tutoroverviewrmeindo.html)

20

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka RME merupakan salah satu

pendekatan yang cocok diterapkan guna menanamkan konsep matematika secara

utuh kepada siswa. Freudenthal (dalam Hadi, 2003) menyatakan bahwa RME

menggabung pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar

matematika, dan bagaimana matematika harus diajarkan. Penelitian yang dilakukan

Fauzan ( dalam Hadi, 2003) tentang implementasi materi pembelajaran realistik di

Sekolah Dasar kelas 4 di Surabaya, menunjukkan bahwa pendekatan RME dapat

digunakan di Sekolah Dasar dalam pembelajaran matematika. Dalam penelitian

tersebut Fauzan menemukan bahwa para guru dan siswa-siswa menyukai materi

pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik.

Teori RME sejalan dengan teori belajar yang berkembang saat ini, seperti

konstruktivisme dan pembelajaran kontekstual. Namun baik pendekatan

konstruktivis ataupun kontekstual mewakili teori belajar secara umum, sedangkan

RME adalah suatu teori pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika.

Selanjutnya juga diakui bahwa konsep RME sejalan dengan kebutuhan untuk

memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan

bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan

mengembangkan daya nalar.

Beberapa konsepsi RME tentang siswa, guru dan pengajaran yang diuraikan

berikut ini yang mempertegas bahwa RME sejalan dengan paradigma baru

pendidikan, sehingga pantas untuk dipertimbangkan di Indonesia.

21

Konsepsi tentang siswa

Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika

yang mempengaruhi belajar selanjutnya;

Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu

untuk dirinya sendiri;

Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yanh meliputi

penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan

penolakan;

Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendri berasal dari

seperangkat ragam pengalaman;

Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya, dan jenis kelamin mampu

memahami dan mengerjakan matematika.

Konsepsi peran guru

Guru hanya sebagai fasilitator belajar;

Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif;

Guru harus memberikan kesepatan kepada siswa dalam menafsirkan

persoalan riil;

Guru tidak terpancing pada materi yang termaktub dalam kurikulum,

melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia riil, baik fisik maupun

sosial.

22

Konsepsi tentang pengajaran

Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang ”riil” bagi siswa

sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa

segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna;

Permasalahan tersebut tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai dalam pelajaran tersebut;

Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara

informal terhadap persoalan yang diajukan;

Pengajaran berlangsung secara interaktif: siswa menjelaskan dan memberikan

alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya

(siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan,

mencari alternatif penyelesaian yang lain, dan melakukan refleksi terhadap

setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran.

(Hadi, 2003)

2.4. Materi Jaring-jaring Kubus dan Balok

Materi jaring-jaring kubus dan balok diajarkan pada semester genap di kelas

VIII SMP/ MTs.

2.4.1. Definisi Kubus dan Balok

Kubus dan balok merupakan bentuk bangun ruang yang paling banyak

terdapat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya bentk lemari, buku, tempat pensil,

batu-bata, dan sebagainya. Kubus dan balok memiliki bidang yang membatasi bagian

dalam dan bagian luar yang disebut sisi yang selanjutnya bidang. Bidang-bidang

pada suatu balok maupun kubus berpotongan atau bertemu pada suatu garis yang

23

disebut rusuk. Balok diberi nama menurut bidang alas dan bidang atasnya. Balok

pada gambar 1 diberi nama dengan balok ABCD.EFGH dengan bidang atas ABCD

dan bidang atas EFGH.

Balok pada gambar 1, bidang ABCD (bawah), EFGH (atas), BCGF (kanan),

BCGF (kanan), dan ADHE (kiri) tampak berbentuk jajargenjang, tetapi

sesungguhnya bangun-bangun itu berbentuk persegi panjang. Jadi, semua bidang

balok berbentuk persegi panjang.pada saat tertentu terdapat balok yang semua

bidangnya berbentuk persegi. Balok yang demikian dinamakan dengan kubus

(gambar 2).

2.4.2. Jaring-jaring kubus

Jika suatu bangun ruang diiris pada beberapa rusuknya, kemudian direbahkan

sehingga terjadi bangun datar, maka bangun datar tersebut disebut jaring-jaring

(Sugijono, 2002:50)

Gambar 3 (i) adalah kubus ABCD.EFGH yang terbuat dari kertas. Jika kubus

tersebut diiris sepanjang rusuk-rusuk AE, EH, EF, FB, HG, dan GC seperti gambar 3

24

BA

CDE F

GH

Gambar 1

A B

CD

E F

GH

Gambar. 2

(ii), kemudian direbahkan di atas bidang datar seperti gambar 3 (iii), maka bangun

datar tersebut disebut jaring-jaring kubus. Jika rusuk-rusuk yang diiris berbeda,

maka akan diperoleh jaring-jaring kubus yang berbeda pula.

`

Jaring-jaring kubus merupakan rangkaian 6 buah persegi, yang jika dilipat-lipat

menurut garis persekutuan dua persegi dapat membentuk kubus, dan tidak ada yang

rangkap (ganda).

2.4.3. Jaring-jaring balok

Model balok pada gambar 4 (i) berikut diiris seperti seperti gambar 4 (ii),

kemudian direbahkan seperti gambar 4 (iii), maka terjadilah jaring-jaring balok.

Jika rusuk-rusuk yang diiris berbeda, maka akan membentuk jaring-jaring balok yang

berbeda pula.

25

A B

CD

E F

GH

A B

CF

GE

HGH

D

E FE

H

E

H D

A B

C

F

G

E

H

E F

H GGambar 3(i) Gambar 3(ii)

Gambar 3 (iii)

2.5. Kreativitas Siswa pada Materi Pokok Jaring-jaring Kubus dan Balok

melalui Pendekatan Realistik

Pada pokok bahasan jaring-jaring kubus dan balok guru dapat melakukan

pendekatan realistik dengan mengaitkan jenis-jenis kubus dan balok pada sesuatu

benda yang nyata yang sering siswa temui di lingkungan sekitarnya, atau dengan hal-

hal yang bisa siswa kerjakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti membuat kotak

kue, jika diberikan masalah bahwa kue tersebut berbentuk sedemikian hingga, dan

harus muat secara tepat ke dalam kotak yang dibuat.

Sebelum siswa membuat kotak tersebut, guru terlebih dahulu memberikan

masalah matematika yang berhubungan dengan kotak kue tersebut. Guru terlebih

dahulu mengenalkan bangun-bangun ruang kepada siswa melalui benda-benda yang

riil di sekitar siswa, seperti : kotak sepatu, es krim conello, coklat tobleron, dan lain-

26

Gambar 4(i)Gambar 4(ii)

Gambar 4(iii)

lain benda yang menyerupai bangun-bangun ruang materi yang disampaikan.

Kemudian siswa diminta untuk memilih diantara benda-benda tersebut, yang mana

bentuknya seperti bangun ruang dalam materi yang sedang berlangsung (kubus dan

balok). Kemudian guru memberikan arahan untuk mengguntinh benda yang telah

dipilih tersebut dengan arahan setiap sisinya masih saling terekat, walaupun

guntingan benda tersebut telah menjadi sebuah bangun datar. Dari hal itu guru

meminta siswa untuk menjelaskan alasan dari potongannya yang sudah menjadi

bangun datar tersebut.

Siswa yang telah melakukan aktivitas tersebut diberikan penghargaan,

sebagai motivasinya. Setelah itu guru mengambil kesimpulan tentang penjelasan dari

siswa yang memberi penjelasan. Guru meminta siswa untuk menggambar jaring-

jaring kubus dan balok dengan bentuk yang berbeda dari yang ditemukan temannya

tadi di depan, sebanyak yang siswa tersetu mampu. Melalui hal ini maka kreativitas

terseut akan timbul karena siswa menciptakan sesuatu dari hasil karyanya sendiri,

serta dapat mempertanggung jawabkan hasil kerjanya tersebut.

Setelah siswa berhasil menggambar jaring-jaring kubus dan balok, maka

selanjutnya guru memberikan masalah realistik baru ketingkat yang lumayan tinggi,

seperti membuat kotak kue sehingga nantinya kue tersebut harus bisa mengisi dengan

tepat kotak tersebut. Pandangannya selain dikaitkan dengan dunia nyata, matematika

juga harus dapat di transmisikan sebagai aktivitas manusia. Pada hakikatnya, selain

mengaitkan pokok bahasan jaring- jaring bangun ruang kedalam kehidupan nyata di

lingkungan sekitar siswa, siswa juga diharuskan beraktivitas dan menemukan sendiri

27

bagaimana bentuk jaring-jaringnya. Dalam hal ini Djamarah (2000 : 67) menyatakan

belajar sambil melakukan aktivitas lebih banyak mendatangkan hasil.

28