perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/03/... · web...

24
1 Tatalaksana Glaukoma Sekunder Pascaimplantasi Anterior Chamber IOL Abstract Introduction : Secondary glaucoma can occured after ocular surgery including cataract surgery. The implantation of intraocular lens (IOL) can lead to a variety of secondary glaucoma. Angle closure glaucoma is the most form of secondary glaucoma in patient with anterior chamber IOL (AC IOL) implantation. Trabeculectomy is currently the most frequent perfomed surgical procedure for glaucoma. It allows aqueous to by pass the trabecular meshwork into the subconjunctival space. The use of antifibrotic agent such as 5-Fluorouracil (5-FU) and Mitomycin C (MMC) could reduce fibrosis and improve the success rate of the procedure. Purpose : To report the management of a patient with secondary glaucoma after anterior chamber intraocular lens (AC IOL) Case : A 24-year old man came to Glaucoma unit of Cicendo National Eye Center Hospital with chief complaint blurry left eye. He was diagnosed as secondary glaucoma after secondary AC IOL implantation. Intraocular pressure (IOP) in left eye was 32 mmHg. Anterior segment examination on left eye showed oval and eccentric pupil, closed angle on all of quadrant. Cup-disc ratio is 0,5- 0,6 with cupping. Trabeculectomy with 5-FU application was perfomed to this patient. Conclusion :Trabeculectomy with application of 5-FU can reduce the intraocular pressure in young patient with secondary glaucoma after AC IOL implantation. Monitoring IOP after the procedure is important . Keyword : Secondary glaucoma, anterior chamber intraocular lens, trabeculectomy, 5-fluorouracil I.PENDAHULUAN Glaukoma dengan berbagai bentuk dapat terjadi sebagai bentuk komplikasi dari pembedahan yang dilakukan pada mata seperti filtration surgery, pembedahan katarak dan pembedahan vitreoretina. Implantasi IOL dapat meyebabkan terjadinya glaukoma sekunder antara

Upload: others

Post on 13-Dec-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/03/... · Web viewTujuan pemaparan kasus ini adalah untuk memberi pemahaman tentang penanganan glaukoma

1

Tatalaksana Glaukoma Sekunder

Pascaimplantasi Anterior Chamber IOL

Abstract Introduction : Secondary glaucoma can occured after ocular surgery including cataract surgery. The implantation of intraocular lens (IOL) can lead to a variety of secondary glaucoma. Angle closure glaucoma is the most form of secondary glaucoma in patient with anterior chamber IOL (AC IOL) implantation. Trabeculectomy is currently the most frequent perfomed surgical procedure for glaucoma. It allows aqueous to by pass the trabecular meshwork into the subconjunctival space. The use of antifibrotic agent such as 5-Fluorouracil (5-FU) and Mitomycin C (MMC) could reduce fibrosis and improve the success rate of the procedure.Purpose : To report the management of a patient with secondary glaucoma after anterior chamber intraocular lens (AC IOL) Case : A 24-year old man came to Glaucoma unit of Cicendo National Eye Center Hospital with chief complaint blurry left eye. He was diagnosed as secondary glaucoma after secondary AC IOL implantation. Intraocular pressure (IOP) in left eye was 32 mmHg. Anterior segment examination on left eye showed oval and eccentric pupil, closed angle on all of quadrant. Cup-disc ratio is 0,5- 0,6 with cupping. Trabeculectomy with 5-FU application was perfomed to this patient.Conclusion :Trabeculectomy with application of 5-FU can reduce the intraocular pressure in young patient with secondary glaucoma after AC IOL implantation. Monitoring IOP after the procedure is important . Keyword : Secondary glaucoma, anterior chamber intraocular lens, trabeculectomy, 5-fluorouracil

I.PENDAHULUAN

Glaukoma dengan berbagai bentuk dapat terjadi sebagai bentuk komplikasi

dari pembedahan yang dilakukan pada mata seperti filtration surgery,

pembedahan katarak dan pembedahan vitreoretina. Implantasi IOL dapat

meyebabkan terjadinya glaukoma sekunder antara lain sindroma uveitik-

glaukoma-hifema (UGH), secondary pigmentary glaucoma dan blok pupil pada

pseudofakia.3 Studi yang dilakukan oleh Wu dkk, menunjukkan bahwa pada 62

mata yang dilakukan pemasangan AC IOL ditemukan glaukoma sekunder sudut

tertutup sebanyak 11,3% dan ditemukan peripheral anterior synechia (PAS) pada

87,1% mata.

Page 2: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/03/... · Web viewTujuan pemaparan kasus ini adalah untuk memberi pemahaman tentang penanganan glaukoma

2

Penatalaksanaan glaukoma sekunder diawali dengan terapi medikamentosa.

Apabila penggunaan terapi medikamentosa tidak dapat ditoleransi oleh pasien,

tidak efektif , tidak sesuai untuk pasien tertentu dan glaukoma tetap tidak

terkontrol yang ditandai dengan kerusakan yang progresif dari saraf mata maka

terapi pembedahan dapat dilakukan. Trabekulektomi adalah filtration surgery

yang sering dilakukan. Tujuan utama dilakukan trabekulektomi adalah untuk

mengalirkan cairan akuos humor melewati trabecular meshwork menuju daerah

subkonjungtiva untuk menurunkan tekanan intraokular (TIO), sehingga mencapai

TIO yang optimum dan diharapkan dapat mencegah terjadinya kebutaan.

Penggunaan antifibrotik seperti MMC dan 5-FU dapat meningkatkan keberhasilan

dari prosedur trabekulektomi. Pemberian antifibrotik ini dapat memodulasi proses

penyembuhan luka yang dapat menyebabkan tertutupnya saluran akuos humor

yang baru.2,4-7

Penggunaan antifibrotik perlu dilakukan dengan hati-hati karena dapat

meningkatkan risiko terjadinya komplikasi pascaoperasi seperti makulopati

hipotoni. Penyembuhan komplit dari epitel dan luka pada konjungtiva dengan

penyembuhan inkomplit dari luka pada sklera adalah tujuan dari prosedur

trabekulektomi. 2,4,6,7

Laporan kasus ini akan memaparkan sebuah kasus tentang seorang pria dengan

diagnosis glaukoma sekunder pada pascaimplantasi AC IOL mata kiri yang telah

dilakukan tindakan trabekulektomi dengan pemberian 5- FU. Tujuan pemaparan

kasus ini adalah untuk memberi pemahaman tentang penanganan glaukoma

sekunder dengan trabekulektomi disertai dengan pemberian agen antifibrotik.

II.LAPORAN KASUS

Seorang pria berusia 24 tahun datang untuk kontrol ke Unit Glaukoma PMN

RS Mata Cicendo pada tanggal 14 Juli 2016 dengan keluhan mata kiri buram yang

dirasakan pasien sejak setelah operasi penanaman lensa pada mata kiri. Pasien

mengatakan pandangan mata kirinya tidak sejelas mata kanannya setelah

dioperasi. Keluhan ini disertai dengan riwayat mata merah dan rasa nyeri pada

mata kiri. Keluhan tidak disertai dengan rasa sakit kepala berat, mual, muntah,

Page 3: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/03/... · Web viewTujuan pemaparan kasus ini adalah untuk memberi pemahaman tentang penanganan glaukoma

3

maupun melihat cahaya seperti melihat pelangi. Orang tua pasien mengatakan

pasien terlihat seperti meraba-raba bila akan mengambil sesuatu sejak usia tiga

tahun. Pasien dibawa ke dokter mata dan dikatakan katarak, pasien dioperasi

katarak kedua mata pada usia 7 tahun di RS Muhammadiyah Bandung tetapi tidak

dilakukan penanaman IOL pada saat itu. Pasien menjalani operasi pemasangan

IOL mata kanan dengan fiksasi sulkus di PMN RS Mata Cicendo pada tanggal 4

Maret 2016. Pasien mengeluh pandangan ganda saat menutup mata kiri sejak 3

hari setelah operasi tersebut, sehingga dilakukan operasi ulang pada tanggal 28

April 2016 untuk reposisi IOL mata kanan. Pemeriksaan Non Contact Tonometry

(NCT) pada tanggal 24 Mei 2016 menunjukkan TIO mata kanan 21 mmHg

sedangkan mata kiri 16 mmHg. Pasien juga menjalani operasi penanaman AC

IOL mata kiri pada tanggal 25 Mei 2016. Pasien mendapat terapi post operasi

yaitu ciprofloksasin tablet 2x500 mg, levofloksasin 8x1 tetes mata kiri,

prednisolon asetat 1% 8x1 tetes mata kiri dan timolol maleat 0,5 % 2x 1 tetes

mata kiri. Satu minggu setelah operasi pada mata kiri, pasien kontrol ke Unit

Katarak dan Bedah Refraktif dan mengeluhkan pandangan buram seperti melihat

kabut. Pemeriksaan TIO dengan mengunakan NCT menunjukkan TIO mata kanan

19 mmHg, mata kiri 25 mmHg. Pasien mendapatkan terapi timolol maleat 0,5%

2x1 tetes mata kiri, asetozalamide tablet 3x 250 mg dan kalium aspartat tablet

1x1. Pasien dikonsulkan pada tanggal 9 Juni 2016 ke Unit Glaukoma dengan TIO

mata kanan 19mmHg dan mata kiri 37 mmHg . Pasien mendapatkan terapi timolol

maleat 0,5% 2x1 tetes mata kiri, asetazolamid 3x 250 mg tablet, kalium aspartat

tablet 1x1. Pasien kontrol kembali pada tanggal 23 Juni 2016 ke Unit Glaukoma,

TIO mata kanan 19 mmHg sedangkan mata kiri 37 mmHg, pasien kemudian

mendapatkan timolol maleat 0,5% 2x 1 tetes mata kiri, latanoprost 1x1 tetes mata

kiri, asetazolamid tablet 3x250 mg, kalium aspartat 1x1 tablet.

Page 4: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/03/... · Web viewTujuan pemaparan kasus ini adalah untuk memberi pemahaman tentang penanganan glaukoma

4

(A) (C)

( B) (D)

Gambar 2.1. Segmen anterior mata kanan (A,B) dan kiri (C,D) tanggal 14 Juli 2016

Pemeriksaan fisik pada tanggal 14 Juli 2016 menunjukkan tekanan darah

110/80 mmHg, nadi 80 kali/menit, pernapasan 18x/menit, suhu afebris. Status

generalis dalam batas normal. Status oftalmologis didapatkan visus dasar pada

mata kanan 0,4 pinhole 0,5 F2 dan pada mata kiri 0,3 F2 pinhole 0,3. Pemeriksaan

TIO dengan menggunakan tonometri aplanasi Goldmann menunjukkan TIO mata

kanan 20 mmHg dan mata kiri 32 mmHg. Pemeriksaan segmen anterior dengan

lampu celah pada mata kanan menunjukkan palpebra superior/inferior tenang,

konjungtiva bulbi tenang, kornea jernih, bilik mata depan Van Herrick derajat III

dengan flare/cell -/-, pupil ireguler dengan refleks cahaya +/+, iris sinekia (-), dan

PC IOL dengan IOL pupillary captured. Pemeriksaan segmen anterior mata kiri

menunjukkan palpebra superior/inferior tenang, dan konjungtiva bulbi tenang,

kornea jernih, bilik mata depan Van Herrick derajat II-III dengan flare/cell -/-,

pupil lonjong, eksentrik dengan reflek cahaya +/+, iridotomi di arah jam 5, iris

sinekia (-) dan AC IOL. Pemeriksaan gonioskopi dengan lensa Sussmann 4-mirror

pada mata kanan menunjukkan gambaran sudut terbuka dengan scleral spur pada

Page 5: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/03/... · Web viewTujuan pemaparan kasus ini adalah untuk memberi pemahaman tentang penanganan glaukoma

5

seluruh kuadaran. Pemeriksaan gonioskopi dengan lensa Sussmann 4-mirror pada

mata kiri menunjukkan gambaran sudut tertutup dengan schwalbe line pada

seluruh kuadran. Pemeriksaan cup/disc ratio mata kanan 0,3-0,4 dan mata kiri

0,5-0,6. Riwayat trauma, menggunakan obat minum dan tetes mata jangka

panjang disangkal oleh pasien. Riwayat keluarga dengan glaukoma disangkal

pasien. Riwayat alergi obat, tekanan darah tinggi, kencing manis, maupun asma

disangkal pasien.

Page 6: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/03/... · Web viewTujuan pemaparan kasus ini adalah untuk memberi pemahaman tentang penanganan glaukoma

6

(A)

(B) (C)

Gambar 2.2 Foto Fundus OD (A), Humphrey Visual Field 30.2 OD (B) dan OS (C)

Pasien menjalani pemeriksaan penunjang pada tanggal 14 Juli 2016 antara lain

foto fundus, Humphrey Visual Field 30.2 ODS seperti yang terlihat pada gambar

2.2 dan Ocular Computed Tomography (OCT) Cirrus antara lain Ganglion Cell

Analysis, Optic Nerve Head dan Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL) seperti yang

terlihat pada gambar 2.3. Hasil OCT mata kiri rata-rata ketebalan RNFL 88 µm,

rim area 1,07 mm², disc area 1,66 mm², C/D ratio rata-rata 0,60, vertical C/D

ratio 0,61, cup volume 0,127 mm². Distribusi ketebalan Neuro-Retinal Rim yaitu

pada 0-1%. Distribusi ketebalan RNFL pada kuadran inferior terdapat pada 5-

95%, kuadran superior terdapat pada 0-1 %, kuadran nasal terdapat pada > 95 %

dan kuadran temporal terdapat pada 1-5%.

Page 7: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/03/... · Web viewTujuan pemaparan kasus ini adalah untuk memberi pemahaman tentang penanganan glaukoma

7

(A) (B)

Gambar 2.3 Optical Coherence Tomography (A) Ganglion Cell Analysis (B) Optic Nervd Headd dan Retinal Nerve Fiber Layer

Pasien didiagnosa dengan glaukoma sekunder OS + pseudofakia ODS. Pasien

kemudian mendapatkan timolol maleat 0,5% 2x 1 tetes mata kiri, latanoprost 1x1

tetes mata kiri, asetazolamid tablet 3x250 mg, kalium aspartat 1x1 tablet dan

direncanakan tindakan trabekulektomi + 5-FU OS dalam monitored anaesthesia

care.

Side port dibuat pada arah jam 9 dengan menggunakan stab knife. Flap sklera

dibuat dengan ukuran 4x3 milimeter dengan menggunakan stab knife dan

crescent. Sklerostomi dibuat dengan menggunakan stab knife dan gunting vannas

kemudian dilakukan iridektomi. Flap sklera dijahit sebanyak 2 jahitan dengan

menggunakan benang nilon 10.0. Konjungtiva dijahit dengan menggunakan

benang nilon 10.0. Jahitan traksi kornea dilepas. Garamisin dan deksametason

disuntikkan pada subkonjungtiva.

Pasien diberikan siprofloksasin tablet 2x500 mg, natrium diklofenak tablet

2x50 mg, prednisolon asetat 1% tetes mata 6x1 tetes mata kiri, levofloksasin tetes

Page 8: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/03/... · Web viewTujuan pemaparan kasus ini adalah untuk memberi pemahaman tentang penanganan glaukoma

8

mata 6x1 tetes mata kiri, kloramfenikol/hidrokortison salep mata 3x1 mata kiri

setelah operasi.

Gambar 2.4 Insisi konjungtiva fornix-based (A), aplikasi 5-FU dalam sponge selama 4 menit (B), pembentukan flap sklera (C), sklerostomi dan iridektomi (D), penjahitan flap sklera (E),

penjahitan konjungtiva (F), segmen anterior pascaoperasi hari pertama (G,H,I)

Pemeriksaan oftalmologis pada hari ke-1 pasca operasi tanggal 21 Juli 2016

menunjukkan visus dasar mata kanan 0,5 F2 pinhole 0,5 dan mata kiri 0,125

pinhole 0,16. Pengukuran TIO dengan menggunakan aplanasi tonometri

Goldmann OD 13mmHg dan pada mata kiri 5mmHg. Segmen anterior mata kanan

menunjukkan palpebra superior/inferior tenang, konjungtiva bulbi tenang, kornea

jernih, bilik mata depan Van Herrick derajat III dengan flare/cell -/-, pupil

ireguler dengan refleks cahaya +/+, iris sinekia (-), dan PC IOL dengan pupillary

Page 9: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/03/... · Web viewTujuan pemaparan kasus ini adalah untuk memberi pemahaman tentang penanganan glaukoma

9

IOL captured. Pemeriksaan segmen anterior mata kiri didapatkan palpebra

superior/inferior blefarospasme minimal dan lakrimasi, konjungtiva bulbi injeksi

siliar dan subconjunctival bleeding, bleb tampak pada daerah superior, beleb

leakage (-) kornea edema minimal, dan jahitan intak, bilik mata depan Van

Herrick derajat II-III dengan flare/cell +2/+2, pupil lonjong, iridektomi perifer

(+) di arah jam 12, iridotomi (+) di arah jam 5, iris sinekia (-) dan lensa AC IOL.

Pasien diperbolehkan pulang, disarankan untuk balut tekan, diberikan obat-obat

yang sama dengan sebelumnya dan dianjurkan kontrol Senin, 25 Juli 2016.

Gambar 2.4 Segmen anterior mata kiri tanggal 25 Juli 2016

Pasien kontrol ke unit Glaukoma PMN RS Mata Cicendo pada tanggal 25 Juli

2016. Keluhan saat kontrol rasa mengganjal pada mata kiri. Pemeriksaan

oftalmologis didapatkan visus mata kanan 0,4 F1 pinhole 0,5F2 dan mata kiri

0,125 pinhole 0,2. Pengukuran TIO dengan menggunakan tonometri aplanasi

Goldmann pada mata kanan 15mmHg dan mata kiri 10 mmHg. Pemeriksaan

segmen anterior pada mata kanan sama dengan pemeriksaan sebelumnya.

Pemeriksaan segmen anterior mata kiri menunjukkan palpebra superior/inferior

tenang, bleb pada konjungtiva bulbi (+),bleb leakage (-), perdarahan

subkonjungtival, injeksi silier minimal, kornea edema minimal dan hekting intak,

bilik mata depan Van Herrick derajat II-III dengan flare/cell ±/±, pupil lonjong,

eksentrik dengan reflek cahaya +/+, iridotomi di arah jam 5, iridektomi perifer

tampak pada arah jam 12, iris sinekia (-) dan AC IOL. Pemeriksaan segmen

posterior mata kanan dalam batas normal, segmen posterior mara kiri cup/disc

Page 10: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/03/... · Web viewTujuan pemaparan kasus ini adalah untuk memberi pemahaman tentang penanganan glaukoma

10

ratio 0,5-0,6 dengan cupping. Pasien kemudian diberikan terapi lefofloksasin 6x1

tetes mata kiri, prednisolon asetat 1% tetes mata 6x1 tetes mata kiri minggu

pertama dan 5x1 tetes mata kiri untuk minggu kedua, kloramfenikol/hidrokortison

salep mata 3x1 mata kiri, stop balut tekan mata kiri dan disarankan untuk kontrol

ke Unit Glaukoma 2 minggu kemudian.

III. PEMBAHASAN

Peningkatan TIO setelah operasi katarak merupakan hal yang dapat terjadi.

Peningkatan TIO ini biasanya ringan dan dapat hilang dengan sendirinya,

memerlukan atau tidak memerlukan penggunakan antiglaukoma jangka panjang.

Penyebab peningkatan TIO secara akut ini adalah adanya retensi bahan

viskoelastis, sumbatan pada trabecular meshwork dengan debris peradangan dan

blok pupil dan siliar. Pasien-pasien yang sebelumnya memiliki glaukoma

mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya peningkatan TIO yang akut

secara signifikan.2,9,10

Glaukoma sekunder adalah hasil akhir dari berbagai proses yang

mengakibatkan gangguan aliran humor akuos pada struktur trabekula yang

mengakibatkan peningkatan TIO. Glaukoma sekunder pasca bedah katarak dapat

terjadi berupa sindrom uveitis glaucoma hypyema (UGH), secondary pigmentary

glaucoma dan pseudophakic pupillary block. Peningkatan TIO yang terjadi pada

pasien yang menjalani prosedur operasi mata dapat diakibatkan adanya pelepasan

pigmen iris, adanya sel-sel radang dan debris, deformasi trabecular meshwork dan

terbentuknya sudut tertutup pada bilik mata depan. Pasien ini telah menjalani

implantasi AC IOL pada mata kirinya. Peradangan pasca operasi dan adanya

sudut tertutup pada bilik mata depan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan

TIO pada pasien ini. Sel-sel radang dan debris dapat menutup struktur trabecular

meshwork sehingga aliran akuos humor akan terganggu. Pemasangan AC IOL

dapat menyebabkan terjadinya blok pupil yang disebabkan oleh aposisi dari iris,

vitreous face dan atau lens optic.1,2,9

Setelah operasi katarak pada mata kiri pasien ini, peningkatan TIO terjadi sejak

tanggal 2 Juni 2016. Pasien telah mendapatkan terapi oral asetozalamide dan

Page 11: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/03/... · Web viewTujuan pemaparan kasus ini adalah untuk memberi pemahaman tentang penanganan glaukoma

11

topikal berupa tetes mata timolol maleat 0,5% sejak tanggal 2 Juni 2016. Pasien

mendapatkan tambahan latanaprost tetes mata sejak tanggal 23 Juni 2016 untuk

menurunkan TIO. Trabekulektomi secara umum diindikasikan pada glaukoma

yang disertai dengan nyeri mata yang tidak dapat ditoleransi (umumnya pada

kasus emergensi seperti hifema traumatika), TIO yang tidak turun dengan

pemberian regimen antiglaukoma yang maksimal, kerusakan nervus optikus yang

progresif, kehilangan lapang pandang yang progresif, alergi terhadap obat-obatan

antiglaukoma, atau pada pasien yang memiliki tingkat kepatuhan yang rendah.

Kontraindikasi relatif tindakan ini antara lain adalah pada mata dengan

tajampenglihatan no light perception, rubeosis iridis, dan iritis.2,4

Trabekulektomi adalah prosedur pembedahan yang paling banyak dilakukan

pada pasien glaukoma. Trabekulektomi merupakan suatu teknik pembedahan

filtrasi yang bersifat partial thickness dengan membuang bagian kornea perifer

yang berada di bawah flap sklera. Flap sklera ini akan memberikan tahanan dan

membatasi aliran akuos humor sehingga dapat menurunkan resiko terjadinya

komplikasi yang berkaitan dengan hipotoni awal seperti bilik mata depan yang

dangkal, katarak, efusi koroidal, edema makula dan edema pada nervus

optikus.2,4,5

Penggunaan terapi oral dan topikal untuk menurunkan TIO sejak tanggal 25

Mei 2016 sampai 14 Juli 2016 dengan penggunanaan medikamentosa yang

maksimal dinilai tidak dapat menurunkan TIO. Pada saat pasien kontrol tanggal

14 Juli 2016 TIO mata kiri ditemukan 32 mmHg, adanya penipisian pada retinal

nerve fiber layer (RNNFL) pada kuadran superior dan temporal, adanya gangguan

lapang pandang daerah superior dan temporal mata kiri dan hasil pemeriksaan

Humphrey 30.2 dan adanya cupping pada mata kiri. Peningkatan TIO pasca

operasi dapat menyebabkan kerusakan dari nervus optikus dapat terjadi dalam

waktu yang singkat pada beberapa pasien, seperti pada pasien ini. Studi The Advanced Glaucoma Intervention Study (AGIS) menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kegagalan trabekulektomi seperti usia muda, TIO yang tinggi, diabetes, komplikasi pos operasi, peradangan hebat pos operasi atau TIO

Page 12: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/03/... · Web viewTujuan pemaparan kasus ini adalah untuk memberi pemahaman tentang penanganan glaukoma

12

yang meningkat. Tindakan trabekulektomi dengan aplikasi 5-FU dipilih

sebagai tatalaksana pada pasien ini karena tindakan trabekulektomi pada usia

muda menunjukkan resiko kegagalan filtrasi yang lebih besar sehingga dengan

pemberian aplikasi 5-FU diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan bleb.2,10

Tindakan trabekulektomi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut,

yaitu jahitan traksi kornea atau jahitan rektus superior, insisikonjungtiva (fornix-

based atau limbus-based), pembentukan flap sklera,parasintesis, sklerostomi,

iridektomi, penjahitan flap sklera, dan penjahitankonjungtiva. Pemberian agen

antifibrotik dapat dilakukan pada saat intraoperative untuk meningkatkan

keberhasilan operasi. Agen antifibrotik yang paling sering digunakan untuk

menghambat fibrosis adalah 5-FU dan MMC. Antifibrotik tersebut diberikan pada

saat operasi dengan menggunakan sponge bedah pada ruang subkonjungtiva.

Pemberian antifibrotik harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari

paparan intrakameral karena sifatnya yang toksik.2,5-7

Kesuksesan trabekulektomi tergantung dari penatalaksanaan pascaoperasi yang

cermat. Pemberian kortikosteroid topikal diberikan secara intensif dan sebaiknya

diturunkan secara perlahan berdasarkan derajat hiperemis konjungtiva, bukan dari

reaksi bilik mata depan karena reaksi bilik mata depan lebih cepat mereda.

Tindakan bleb massage, injeksi 5-FU, atau suture lysis dapat dilakukan sesuai

indikasi pada bulan pertama pascaoperasi. Pasien diharapkan kontrol setiap

minggu atau lebih cepat dalam bulan pertama. Kegagalan filtrasi bleb ditandai

dengan bleb yang rendah, penebalan dinding bleb, vaskularisasi pada bleb,

hilangnya mikrokista konjungtiva, dan peningkatan TIO. Faktor utama yang

mempengaruhi keberhasilan trabekulektomi adalah ras, dimana ras kulit hitam

mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terbentukan jaringan parut dibanding

ras yang lain. Studi di Inggris menunjukkan keberhasilan 60% trabekulektomi

tanpa tambahan obat topikal dan sekitar 90% tingkat keberhasilan dengan

menggunakan obat topikal setelah pemantauan 20 tahun.2,4,12

Antimetabolit 5 FU dan MMC sering digunakan sebagai antifibrosis untuk

membantu menurunkan TIO setelah tindakan trabekulektomi. 5-FU yang

merupakan agen kemoterapi, dapat menghambat pertumbuhan fibroblast dan

Page 13: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/03/... · Web viewTujuan pemaparan kasus ini adalah untuk memberi pemahaman tentang penanganan glaukoma

13

mengganggu fungsinya sehingga mengurangi pembentukan sikatriks. Pasien

dengan resiko rendah kegagalan filtrasi, pemberian MMC 0,2 mg/mL selama 2

menit memiliki efikasi yang sama dengan 5-FU 50mg/mL selama 5 menit.

Mitomycin C merupakan derivat dari Streptococcus caespitosus yangmemiliki

sifat antibiotik dan antineoplastik. Mekanisme aksi MMC adalah dengan

menghambat fibroblast dan pertumbuhan sel endotel. Mitomycin C memiliki sifat

sitotoksik terhadap fibroblast dan sel endotel sedangkan 5-FU hanya sitotoksik

terhadap fibroblast.2,4

Komplikasi penggunaan antifibrotik antara lain adalah toksisitas kornea,

hipotoni makulopati, kebocoran bleb, blebitis, dan endoftalmitis. Menurut

guideline pemberian antifibrotik intraoperatif oleh European Glaucoma Society,

MMC diberikan dengan dosis 0,2-0,4 mg/mL selama 2-5 menit pada pasien

dengan risiko sedang hingga tinggi untuk terjadi pembentukan sikatriks, riwayat

operasi sebelumnya, target TIO rendah, iridocorneal endothelial syndrome

syndrome, glaukoma kongenital, dan glaukoma juvenil. Sedangkan pada risiko

terbentuknya sikatriks yang rendah hingga sedang, 5-FU dengan dosis 25-50

mg/mL selama 5 menit sebaiknya menjadi pilihan.2,13

Hasil pemeriksaan hari pertama post operasi, TIO mata kiri menunjukkan 5

mmHg. Keadaan hipotoni pada pasien pasca trabekulektomi pada minggu pertama

atau kedua bukan merupakan komplikasi selama tidak ada kebocoran bleb,

peradangan yang masif, bilik mata depan yang dangkal dan gambaran segmen

posterior yang abnormal. Hipotoni makulopati dapat terjadi apabila keadaan ini

terus menetap. Faktor resiko terjadinya hipotoni makulopati di antaranya usia

muda, miopia, penggunaan carbonic anhydrase inhibitor (CAI) sebelum operasi.

Hal ini dapat dicegah dengan penggunaan antimetabolit konsentrasi yang lebih

rendah atau penggunaan antimetabolit dengan konsentrasi yang lebih tinggi

dengan waktu pemaparan yang lebih singkat dan penggunaan balut tekan post

operasi.

IV. SIMPULAN

Page 14: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/03/... · Web viewTujuan pemaparan kasus ini adalah untuk memberi pemahaman tentang penanganan glaukoma

14

Glaukoma sekunder dapat terjadi setelah suatu operasi katarak.

Trabekulektomi merupakan tindakan operasi glaukoma yang dapat digunakan

sebagai pilihan. Aplikasi antimetabolit seperti 5 FU dapat digunakan untuk

meningkatkan keberhasilan trabekulektomi. Pemantauan pasca operasi diperlukan

untuk mencegah dan mengatasi terjadinya komplikasi awal maupun lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Allingham RR, Damji KF, Freedman S, Moroi SE, Rhee DJ. Glaucoma. Edisi ke-6. Lippincott Williams & Wilkins. USA. 2011. Hal 370-3,501-5

Page 15: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/03/... · Web viewTujuan pemaparan kasus ini adalah untuk memberi pemahaman tentang penanganan glaukoma

15

2. American Academy of Ophthalmology. Glaucoma. San Fransisco : American Academy of Ophthalmology, 2014. Hal 118-9,194-205

3. Wu L et al. Seconday Glaucoma After Intraocular Lens Implantation. Zhonghua Yan Ke Zha Zi. 1999. 35(3): 183-5

4. Fellman RL, Grover DS. Trabeculectomy. Dalam: Sharaawy TM, Sherwoodn MB, Hitchings RA, Crowston JG, editor. Glaucoma. Edisi Kedua. London: Elsevier; 2014. Hal 749–80

5. Migdal C dan Trope GE. How to do a Trabeculectomy. Dalam : Trope GE,editor. Glaucoma Surgery. USA. 2005

6. Leonard K S et al. Wound Modulation After Filtration Surgery. Survey Of Ophthalmology .2012. Volume 57 (6) : 530-50

7. Wells A, Wong TT, Crowston JG.Wound Healing And Bleb Evaluation After Trabeculectomy. Dalam: Sharaawy TM, Sherwoodn MB, Hitchings RA, Crowston JG, editor. Glaucoma. Edisi Kedua. London: Elsevier; 2014. Hal 786-95

8. Kohnen T, et al. Complications of Cataract Surgery. Dalam : Yanoff, editor. Opthalmology. Edisi ke-4. Elsevier. 2014. Hal 400-1

9. Seymour JP dan Tai TYT. Other Secondary Glaucomas. Dalam : Sharaawy TM, Sherwoodn MB, Hitchings RA, Crowston JG, editor. Glaucoma. Edisi Kedua. London: Elsevier; 2014. Hal 786-95

10. The Advanced Glaucoma Intervention Study (AGIS). 11. Risk factors for failure of trabeculectomy and argon laser trabeculoplasty. Am J Ophthalmol 2002;134(4):481–98

11. Landers J,et al. A twenty-year follow-up study of trabeculectomy: risk factors and outcomes. Ophthalmology 2012;119:694–702

12. Labbé A dan Baudouin C. Modulation of Wound Healing. Dalam: Sharaawy TM,Sherwood MB, Hitchings RA, Crowston JG, editor. Glaucoma. London: Elsevier; 2014. Hal 894–905