bab ii tinjauan umum mengenai pengaturan koperasi...

41
27 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN KOPERASI SIMPAN PINJAM DAN HUKUM JAMINAN A. Tinjauan Umum Koperasi 1. Pengertian, Peran dan Prinsip Koperasi Dilihat dari segi bahasa, secara umum koperasi berasal dari kata kata Latin yaitu Cum yang berarti dengan, dan Aperari yang berarti bekerja. Dari dua kata ini, dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Co dan Operation, yang dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah Cooperative Vereneging yang berarti bekerja dengan bersama orang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu. 1 Dalam bahasa Indonesia dilafalkan menjadi koperasi. 2 Kata CoOperation kemudian diangkat dan dikenal dengan istilah ekonomi sebagai Kooperasi yang dibakukan menjadi suatu bahasa ekonomi yang dikenal dengan istilah KOPERASI, yang berarti organisasi ekonomi dengan keanggotaan yang bersifat sukarela. 3 Oleh karena itu koperasi dapat didefinisikan sebagai berikut : 1 Sutantya Rahardja Hadikusumah, Hukum Koperasi Indonesia, Rajagrafindo Persada, Jakerta : 2000, hlm. 1 2 Andjar Pachta, Hukum Koperasi Indonesia Pemahaman, Regulasi, Pendirian, dan Modal Usaha, Badan Penerbit FH UI,Jakarta : 2008, hlm 15 3 Ibid

Upload: dinhnhu

Post on 11-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

27

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN KOPERASI SIMPAN

PINJAM DAN HUKUM JAMINAN

A. Tinjauan Umum Koperasi

1. Pengertian, Peran dan Prinsip Koperasi

Dilihat dari segi bahasa, secara umum koperasi berasal dari kata –

kata Latin yaitu Cum yang berarti dengan, dan Aperari yang berarti bekerja.

Dari dua kata ini, dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Co dan

Operation, yang dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah Cooperative

Vereneging yang berarti bekerja dengan bersama orang lain untuk mencapai

suatu tujuan tertentu.1Dalam bahasa Indonesia dilafalkan menjadi koperasi.2

Kata CoOperation kemudian diangkat dan dikenal dengan istilah

ekonomi sebagai Kooperasi yang dibakukan menjadi suatu bahasa ekonomi

yang dikenal dengan istilah KOPERASI, yang berarti organisasi ekonomi

dengan keanggotaan yang bersifat sukarela. 3 Oleh karena itu koperasi dapat

didefinisikan sebagai berikut :

1 Sutantya Rahardja Hadikusumah, Hukum Koperasi Indonesia, Rajagrafindo

Persada, Jakerta : 2000, hlm. 1 2 Andjar Pachta, Hukum Koperasi Indonesia Pemahaman, Regulasi, Pendirian, dan

Modal Usaha, Badan Penerbit FH UI,Jakarta : 2008, hlm 15 3 Ibid

28

“Koperasi adalah suatu perkumpulan atau organisasi ekonomi yang beranggotakan orang – orang atau badan – badan, yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebaga anggota menurut peraturan yang ada dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan suatu usaha, dengan tujuan mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.”

Dari definisi tersebut, maka dapatlah dilihat adanya unsur – unsur

koperasi seperti berikut :

1. Koperasi bukan suatu organisasi perkumpulan modal (akumulasi

modal), tetapi perkumpulan orang – orang yang berasaskan

social, kebersamaan bekerja dan bertanggung jawab.

2. Keanggotaan koperasi tidak mengenal adanya paksaan apapun

dan oleh siapapun, bersifat sukarela, netral terhadap aliran, isme

dan agama.

3. Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota dengan

cara bekerja sama secara kekeluargaan.

Undang – Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

memberikan definisi tentang Koperasi bahwa :

“Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang – orang atau badan hukum dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.”

29

Pada penjelasan tersebut koperasi memiliki ciri – ciri khusus yaitu :4

a. Beberapa orang disatukan oleh kepentingan ekonomi yang sama. b. Tujuan mereka, baik bersama dengan tindakan perseorangan

adalah memajukan kesejahteraan bersama dengan tindakan bersama secara kekeluargaan.

c. Alat untuk mencapai tujuan itu adalah badan usaha yang dimiliki, dibiayai, dan dikelola bersama.

d. Tujuan utama badan usaha itu adalah meningkatkan kesejahteraan semua anggota perkumpulan.

e. Dari berbagai definisi dan pengertian koperasi, pada umumnya terdapat beragam unsur yang terkandung, tetapi pada pokoknya sama yaitu :5

1. Merupakan perkumpulan modal orang, bukan semata perkumpulan modal.

2. Adanya kesamaan baik dalam tujuan, kepentingan maupun dalam bentuk kegiatan sosial, menyebabkan lahirnya beragam bentuk dan jenis koperasi.

3. Merupakan usaha yang bersifat sosial, tetapi tetap bermotif ekonomi.

4. Bukan bertujuan untuk keuntungan badan koperasi itu sendiri, tetapi untuk kepentingan kesejahteraan koperasi.

5. Diurus bersama, dengan semangat kebersamaan dan gotong royong.

6. Netral. 7. Demokratis 8. Menghindari persaingan antar anggota. 9. Merupakan suatu system (terintegrasi dan terorganisasi). 10. Sukarela. 11. Mandiri dan kepercayaan diri. 12. Keuntungan dan manfaat sama, propordional dengan jasa

yang diberikan. 13. Pendidikan 14. Moral. 15. Pengaturan beragam untuk setiap Negara, tetapi dengan

satu prinsip yang tetap sama, yaitu prinsip – prinsip koperasi. .

4 Abdulkadir Muhammad, Hukum Koperasi, Alumni, Bandung, 1982, hlm 120

5 Andjar Pachta,op.cit, hlm 20

30

Pada bab II, Bagian Kedua, Pasal 3 UU No. 25 Tahun 1992 tentang

Perkoperasian, tertuang tujuan koperasi Indonesia seperti berikut :

“Memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasioanal dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945”

Pasal 4 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian diuraikan

fungsi dan peran koperasi Indonesia seperti berikut:6

a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.

b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.

c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya.

d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama atas dasar asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

Pada Bab II, Bagian Kedua, Pasal 5 UU No. 25 Tahun 1992 diuraikan

mengenain prinsip Koperasi bahwa :

1. Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi sebagai berikut :

a. keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka. b. pembagian dilakukan secara demokratis c. pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil dan

sebanding dengan besarnya jasa usaha masing – masing anggota.

d. pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.

6 Idem, hlm 40

31

e. pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal. f. kemandirian.

2. Dalam mengembangkan koperasi, maka koperasi melaksanakan pula prinsip koperasi sebagai berikut :

a. pendidikan perkoperasian b. kerja sama antar koperasi.

Penjelasan dari Pasal 5 UU No. 25 Tahun 1992 tersebut, diuraikan

bahwa prinsip koperasi adalah merupakan satu kesatuan dan tidak dapat

dipisahkan dalam kehidupan berkoperasi. Dengan melaksanakan

keseluruhan prinsip tersebut, koperasi mewujudkan dirinya sebagai badan

usaha sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berwatak sosial.

Menurut Andjar Pachta dalam bukunya Hukum Koperasi Indonesia

Pemahaman, Regulasi, Pendirian, dan Modal Usaha, Prinsip koperasi

merupakan esensi dari dasar kerja koperasi sebagai badan usaha dan

merupakan ciri khas serta jati diri dari koperasi. Dengan adanya prinsip

tersebut, koperasi dapat dibedakan dari badan usaha lainnya, karena

adanya: 7

a. Sifat kesukarelaan dalam keanggotaan koperasi

Sifat ini mengandung arti bahwa menjadi anggota koperasi tidak

boleh dipaksakan oleh siapapun. Sifat kesukarelaan ini juga

mengandung arti bahwa seorang anggota koperasi dapat

mengundurkan diri dari koperasi sesuai dengan syarat yang

7 Idem, hlm 48 - 52

32

ditentukan dalam Anggaran Dasar Koperasi. Sedangkan sifaat

terbuka mengandung arti bahwa dalam keanggotaan koperasi tidak

terdapat pembatasan atau diskriminasi dalam bentuk apapun dan

oleh siapapun. Koperasi terbuka untuk setiap warga Negara

Indonesia, artinya keanggotaan koperasi Indonesia tidak mengenal

perbedaan jenis kelamin, agama atau kepercayaan, suku, status

ekonomi maupun golongan atau paham yang dianutnya. Menjadi

anggota koperasi harus dengan penuh kesadaran dan keyakinan

bahwa melalui koperasi akan diperolehnya manfaat yang akan

mampu menaikkan taraf hidupnya, baik secara material maupun

secara mental spiritual.

b. Adanya prinsip demokrasi

Prinsip ini menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakukan

atas kehendak dan keputusan para anggotanya. Karena pada

prinsipnya para anggota itulah yang memegang dan melaksanakan

kekuasaan teringgi dalam kopeasi, dan koperasi Indonesia adalah

milik anggota dan untuk anggota. Sehingga koperasi di dalam

kegiatan usahanya harus berusaha melayani anggota dengan

sebaik – baiknya. Oleh karena itu pelaksanaan kepengurusan

koperasi harus terbuka bagi setiap usahanya harus berusaha

melayani anggota dengan sebaik – baiknya. Oleh karena itu

pelaksanaan kepengurusan koperasi harus terbuka bagi setiap

33

anggota. Anggota berhak pula melakukan kontrol atas jalannya

kepengurusan koperasi. Anggota koperasi mempunyai hak suara

yang sama di dalam Rapat Anggota Koperasi, yang membicarakan

dan memutuskan segala kebijaksanaan dan ketentuan – ketentuan

yang harus dilaksanakan oleh pengurus koperasi. Rapat Anggota

Koperasi ini adalah merupakan sendi dasar kehidupan koperasi.

c. Pembagian sisa hasil usaha berdasar atas prinsip keadilan dan

asas kekeluargaan

Sisa hasil usaha koperasi tidak dibagi semata – mata atas dasar

modal yang dimiliki anggota dalam koperasi, tetapi juga atas dasar

perimbangan jasa usaha mereka terhadap koperasi. Meskipun sisa

hasil usaha yang berupa keuntungan itu tidak sebesar jika

menjalankan perusahaan non koperasi, tetapi keuntungan tersebut

diharapkan nantinya dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan

anggota dan juga untuk dana cadangan, dana social, dana

pendidikan serta lainnya. Pada koperasi pemula yang masih

memerlukan tambahan modal usaha, sisa hasil usaha yang didapat

biasanya tidak dibagikan kepada para anggota, tetapi digunakan

untuk menambah modal usaha koperasi bersangkutan.

d. Koperasi bukan merupakan akumulasi modal.

Meskipun koperasi bukan merupakan suatu akumulasi modal,

tetapi koperasi memerlukan modal pula untuk menjalankan

34

kegiatan usahanya. Modal untuk kemanfaatan anggotanya, bukan

untuk sekedar mencari keuntungan. Oleh karena itu, balas jasa

terhadap modal yang mereka berikan kepada para anngota juga

terbatas, tidak didasarkan semata – mata atas besarnya modal

yang diberikan kepada koperasi. Terbatas di sini dimaksudnya

adalah wajar, dalam arti tidak melebihi besarnya suku bunga yang

berlaku.

e. Prinsip kemandirian dari koperasi.

Mengandung arti bahwa koperasi harus dapat berdiri – sendiri,

tanpa bergantung kepada pihak lain yang dilandasi oleh

kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan, dan

usaha sendiri. Kemandirian ini terkandung pula pengertian

kebebasan yang bertanggung jawab, otonomi, swadaya, berani

mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri, dan kehendak untuk

mengelola diri sendiri. Tanpa adanya modal kepercyaaan atau

keyakinan akan kemampuan dan kekuatan sendiri ini, niscaya tidak

mungkin timbul suatu kegiatan dalam koperasi. Untuk itu, setiap

kegiatan koperasi Indonesia selalu harus mendasarkan kepada

prinsip swadaya, swakerta dan swasembada. Swadaya artinya

koperasi Indonesia harus berusaha untuk dapat berdiri tegak di

atas kekuatannya sendiri, baik kekuatan modal usaha maupun

mental spiritual dari para anggota koperasi. Swakerta artinya

35

buatan sendiri. Dengan perinsip swakerta ini koperasi diharapkan

dapat melaksanakan sendiri segala kegiatannya dengan

menggunakan alat – alat buatan sendiri atau mengutamakan

memakai barang – barang buatan bangsa sendiri. Sedangkan

swasembada mempunyai arti kemampuan sendiri. Sifat ini

menghendaki anggota koperasi dan masyarakat, dapat mencukupi

kebutuhan snediri dengan kemampuanyya sendiri. Meskipun untuk

itu dalam pelaksanaannya koperasi harus melakukan kerja sama

dengan badan – badan usaha lainnnya.

f. Prinsip pendidikan perkoperasian dan kerja sama antar koperasi.

Penyelenggaraan pendidikan perkoperasian dan kerja sama antar

koperasi merupakan prinsip koperasi yang penting dalam

meningkatkan kemampuan, memperluas wawasan anggota, dan

memperkuat solidaritas dalam mewujudkan tujuan koperasi. Kerja

sama ini dapat dilakukan antar koperasi baik di tingkat local,

regional, nasional, maupun di tingkat internasional. Dengan

pendidikan ini diharapkan para anggota memiliki pengertian

tentang seluk – beluk dan lika liku koperasi, dan dari pengertian

yang diperoleh tersebut akan tumbuh kesadaran berkoperasi dan

kesetiaan pada koperasi pada diri dan jiwa para anggota koperasi,

yang dapat meningkatkan taraf partisipasi anggota terhadap

koperasi. Sedangkan kerjasama antar koperasi ini akan dapat

36

memperkuat dan memperkokoh koperasi sebagai suatu badan

usaha ekonomi, sehingga dapat mewujudkan keinginan dari

ketentuan Pasal 33 UUD 1945 di mana koperasi sebagai sokoguru

perekonomian bangsa Indonesia.

2. Bentuk dan Jenis Koperasi

Jenis – jenis koperasi menurut Pasal 15 UU No. 25 tahun 1992

menyatakan Koperasi dapat berbentuk Koperasi Primer atau Koperasi

Sekunder. Koperasi sekunder, menurut penjelasan dari undang – undang

tersebut adalah meliputi semua koperasi yang didirikan oleh dan

beranggotakan koperasi primer dan / atau koperasi sekunder. Berdasarkan

kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi, koperasi sekunder dapat

didirikan oleh koperasi sejenis maupun berbagai jenis atau tingkatan. Dalam

hal koperasi mendirikan koperasi sekunder dalam berbagai tingkatan seperti

yang selama ini dikenal sebagai Pusat, Gabungan, dan Induk, maka jumlah

tingkatan maupun penamaannya diatur sendiri oleh koperasi yang

bersangkutan.8

Jika dilihat kembali ketentuan Pasal 15 dan 16 UU No. 12 tahun 1967

tentang Pokok – Pokok Koperasi Indonesia beserta penjelasannnya, maka

dapat diketahui adanya empat tingkatan organisasi koperasi yang diasarkan

8Sutantya Hadhikusuma, op.cit, hlm 60

37

atau disesuaikan dengan tingkat daerah administrasi pemerintahan. Empat

tingkatan koperasi tersebut dapat dijelaskan seperti berikut :9

a. Induk Koperasi, terdiri dari sekurang – kurangnya 3 (tiga)

gabungan koperasi yang berbadan hukum. Induk Koperasi ini

daerah kerjanya adalah Ibukota Negara Republik Indonesia

(tingkat Nasional).

b. Gabungan Koperasi, terdiri dari sekurang –kurangnya 3 (tiga)

Pusat Koperasi yang berbadan hukum. Gabungan koperasi ini

daerah kerjanya adalah daerah tingkat I (tingkat Provinsi).

c. Pusat Koperasi, terdiri dari sekurang –kurangnya 5 (lima)

Koperasi Primer yang berbadan hukum. Pusat Koperasi ini

daerah kerjanya adalah Daaerah Tingkat II (tingkat Kabupaten).

d. Koperasi Primer, terdiri dari sekurang –kurangnya 20 (dua puluh)

orang telah memenuhi syarat – syarat keanggotaan sebagaimana

ditentukan dalam undang – undang.

Dengan tingkatan organisasi koperasi seperti tersebut, maka koperasi

tingkat atas mempunyai kewajiban memberi bimbingan dan pula mempunyai

wewenang untuk mengadakan pemeriksaan pada koperasi tingkat bawah,

dengan tanpa mengurangi hak koperasi tingkat bawah. Adanya kerja sama

yang baik di dalam organisasi koperasi dari tingkat Pusat sampai pada

9 Ibid

38

tingkat daerah atau dari tingkat atas sampai bawah, akan dapat memajukan

usaha koperasi secara keseluruhan.10

Pemusatan koperasi menjadi empat tingkat organisasi dalam kesatuan

yang tak dapat dipisah – pisahkan ini memiliki beberapa keuntungan yaitu :11

a. Menghilangkan atau menekan kemungkinan persaiangan yang tidak

sehat di antara koperasi – koperasi yang ada.

b. Di antara koperasi – koperasi tersebut, ada hubungan saling

melengkapi dalam suasana asas kekeluargaan, beban diperingan,

biaya usaha dapat dikurangi, dan harga dapat ditekan serendah

mungkin.

c. Dengan bekerjanya asas kebebasan yang bertanggung jawab

(subsidaritas) dijamin sehatnya sektor koperasi dari sudut

kehidupan organisasi dan usaha :

1) Koperasi Primer atau salah satu tingkat organisasi lain yang

kuat, dapat terus maju dengan tenaganya sendiri dan menjadi

dasar yang sehat bagi tingkat organisasi di atasnya,

sedangkan yang lemah dibantu oleh tingkat organisasi di

atasnya (permodalan, administrasi dan manajemen).

10 Nindyo Pramono, Beberapa Aspek Koperasi pada Umumnya dan Koperasi

Indonesia di dalam Perkembangan, Taman Pustaka Kristen, Yogyakarta : 1986, hlm 61 11

Tom Gunadi, Sistem Perekonomian menurut Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945, Angkasa, Bandung : 1981, hlm. 244

39

2) Masalah – masalah dalam koperasi dapat diatasi dalam

lingkungan kerja samanya sendiri, dan ini berarti berkurangnya

atau hilangnya ketergantungan pada perusahaan atau badan

lain di luarnya atau bahkan dari sektor lain.

Dalam ketentuan pasal 16 UU No. 25 tahun 1992 dinyatakan bahwa

jenis koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan

ekonomi anggotanya. Sedangkan dalam penjelasan pasal tersebut mengenai

jenis koperasi ini diuraikan seperti antara lain Koperasi Simpan Pinjam,

Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran, dan Koperasi

jasa. Untuk koperasi – koperasi yang dibentuk oleh golongan fungsional

seperti pegawai negeri, anggota ABRI, karyawan dan sebagainya, bukanlah

merupakan suatu koperasi tersendiri.

3. Kepengurusan Koperasi

Keanggotaan koperasi didasarkan pada kesadaran dan kehendak

secara bebas dari para calon anggota, tanpa adanya paksaan apapun dan

oleh siapapun. Di dalam koperasi dijunjung tinggi asas persamaan derajat di

antara sesame anggota koperasi, serta adanya jalinan hubungan koordinasi

yang harmonis antar sesama anggota tanpa memandang perbedaan

keturunan, politik dan agama. Anggota – anggota inilah yang mempunyai

kewenangan penuh dalam koperasi.

40

Setiap orang yang merasa mempunyai kepentingan dan kebutuhan

sama dan mempunyai kesadaran berkoperasi, boleh ikut serta menjadi

anggota koperasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam keanggotaan

koperasi dikenal adanya sifat bebas, sukarela, dan terbuka. Pada pasal 19

ayat (1) UU Perkoperasian, dinyatakan bahwa :

“Keanggotaan koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha koperasi. Ketentuan ini menunjukkan bahwa factor kesamaan kepentingan dalam usaha koperasi merupakan tolak ukur untuk menentukan diterima atau tidaknya seseorang / badan hukum koperasi menjadi anggota koperasi baik untuk Koperasi Primer maupun Koperasi Sekunder.”

Ketentuan Pasal 18 ayat (1) UU Perkoperasian menjelaskan bahwa :

“Yang dapat menjadi anggota koperasi Indonesia adalah setiap warga Negara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum atau koperasi yang memenuhi persyaratan seperti ditetapkan dalam anggaran dasar.”

Hal tersebut dimaksudkan sebagai konsekuensi dari koperasi yang

berstatus badan hukum (rechts person). Namun demikian ketentuan ini tidak

menutup bagi para pelajar, siswa atau yang dipersamakan dan dianggap

belum mampu untuk melakukan tindakan – tindakan hukum, untuk

membentuk badan usaha koperasi. Mereka dapat membentuk badan usaha

koperasi namun demikian koperasi tersebut tidak disahkan sebagai badan

hukum dan statusnya hanya sebaga Koperasi tercatat.

41

Kewajiban dari setiap anggota koperasi seperti tercantum di dalam

ketentuan Pasal 20 ayat (1) UU Perkoperasian dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Mematuhi Anggaran Dasar Koperasi 2. Mematuhi Anggaran Rumah Tangga Koperasi 3. Mematuhi hasil Keputusan – Keputusan Rapat Anggota Koperasi 4. Berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan

koperasi 5. Mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasar atas

asas kekeluargaan 6. Menghadiri rapat anggota dan ambil bagian secara aktif dalam

rapat tersebut 7. Memanfaatkan fasilitas – fasilitas usaha koperasi 8. Berlaku jujur dan tidak melakukan tindakan – tindakan yang dapat

merugikan koperasi 9. Bertanggung jawab dalam hutang – hutang koperasi

Hak dari setiap anggota koperasi seperti yang tercantum pada

ketentuan Pasal 20 ayat (2) UU Perkoperasian dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Hadir di dalam Rapat Anggota 2. Menyatakan pendapat di dalam Rapat Anggota 3. Memberikan suara di dalam Rapat Anggota 4. Memilih dan / atau dipilih dalam kepengurusan (sebagai Pengurus

atau sebagai Pengawas) 5. Meminta diadakannya Rapat Anggota menurut ketentuan dalam

Rapat Anggota 6. Mengemukakan pendapat dan / atau saran kepada pengurus di

luar Rapat Anggota, baik diminta maupun tidak 7. Mendapatkan keuntungan atau sisa hasil usaha 8. Memanfaatkan koperasi dan mendapat pelayanan yang sama

antara sesama anggota dalam koperasi 9. Menerima pengembalian uang simpanan sebagai anggota 10. Menerima bonus dan / atau bunga atas modal saham, obligasi, dan

sebagainya

42

11. Menerima kembali modal saham, obligasi jika anggota tersebut mengundurkan diri sebagai anggota koperasi tersebut bubar

12. Mengundurkan diri sebagai anggota koperasi 13. Mendapat keterangan – keterangan tentang perkembangan dari

koperasi

Ketentuan pengenai perangkat organisasi koperasi diatur dalam Pasal

21 beserta Penjelasannya, terdiri dari :

1. Rapat Anggota

Menurut Pasal 23 UU Perkoperasian Rapat Anggota Koperasi menentukan :

a) Anggaran Dasar b) Kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen dan

usaha koperasi c) Pemilihan, pengangkutan, pemberhentian Pengurus dan

Pengawas d) Rencana kerja, rencana pendapatan dan belanja koperasi serta

pengesahan laporan keuangan e) Pengesahan pertanggungjawaban pengurus dalam pelaksanaan

tugasnya f) Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) g) Penggabungan, peleburan, pembagian, dan pembubaran

koperasi

2. Pengurus Koperasi

Mengenai tugas dan kewenangan pengurus, sesuai dengan ketentuan

Pasal 30 UU Perkoperasian adalah seperti berikut :

a) Mengelola koperasi dan usaha koperasi. b) Mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan rencana

anggaran pendapatan dan belanja koperasi. c) Menyelenggarakan rapat anggota.

43

d) Mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas.

e) Memelihara daftar buku anggota dan pengurus. f) Mewakili koperasi di dalam dan di luar pengadilan. g) Memutuskan dalam penerimaan dan penolakan anggota baru,

serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

h) Melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan serta kemanfaatan koperasi, sesuai tanggung jawabnya dan sesuai keputusan rapat anggota.

3. Pengawas Koperasi Indonesia

Tugas dan wewenang pengawas di dalam UU Perkoperasian dalam

Pasal 39 antara lain seperti berikut :

a) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi.

b) Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya. c) Meneliti catatan yang ada pada koperasi. d) Mendapatkan segala keterangan yang diperlukan. e) Merahasiakan hasil pengawsannya terhadap pihak ketiga.

Pertanggungjawaban dari Koperasi sebagai badan hukum yang

melakukan perbuatan melawan hukum adalah dapat digugat atas perbuatan

melawan hukum yang dilakukan oleh orgaannya sebagai organ (als zodenig

door de organ).12Mengenai sanksi-sanksi yang diberikan oleh pengurus yang

tidak memenuhi kewajibannya diatur dalam Anggaran Dasar KSU 23 secara

khusus pada bab XIX pasal 41 bahwa anggota Koperasi yang tidak aktif

dalam kegiatan usaha tidak mendapatkan bagian SHU. Selanjutnya pada

Pasal 42 diatur bahwa jika tindakan Pengurus oleh Rapat Anggota dinilai

12 Chaidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung : 1991, hlm. 218

44

merugikan Koperasi, maka anggota Koperasi dapat diberhentikan dari

kedudukan sebagai Pengurus. Pengurus yang bersangkutan harus

mengganti kerugian yang diderita oleh koperasi.

4. Anggaran Dasar Koperasi

Anggaran dasar adalah keseluruhan aturan yang mengatur secara

langsung kehidupan koperasi dan hubungan antara koperasi dengan para

anggotanya, untuk terselenggaranya tertib organisasi. Dalam batas – batas

tertentu, anggaran dasar koperasi dianggap sebagai peraturan intern

koperasi yang harus ditaati oleh seluruh perangkat organisasi koperasi dan

seluruh anggota koperasi. Anggaran Dasar Koperasi dibuat dan disahkan

dalam rapat anggota sebagai kekuasaan tertinggi koperasi.

Anggaran dasar koperasi ini memuat ketentuan – ketentuan pokok

seperti antara lain :

a. Nama Koperasi

b. Tempat Kerja atau Daerah Kerja

c. Maksud dan Tujuan

d. Syarat – syarat keanggotaan

e. Permodalan

f. Hak dan Kewajiban serta Tanggung Jawab Anggota

g. Pengurus dan Pengawas Koperasi

45

h. Rapat Anggota dan Keputusan Rapat Anggota

i. Penetapan Tahun Buku

5. Penggolongan Usaha Koperasi Indonesia

Mengenai penggolongan jenis koperasi ini, jika ditinjau dari berbagai

sudut pendekatan maka dapatlah diuraikan seperti berikut :13

a. Berdasar pendekatan sejarah timbulnya gerakan koperasi, maka

dikenal jenis – jenis koperasi seperi berikut :

1) Koperasi Konsumsi.

2) Koperasi Kredit.

3) Koperasi Produksi.

b. Berdasar pendekatan menurut lapangan usaha dan/ atau tempat

tinggal para anggotanya, maka dikenal beberapa jenis koperasi

antara lain :

1) Koperasi Desa

Adalah koperasi yang anggota – anggotanya terdiri dari

penduduk desa yang mempunyai kepentingan –

kepentingan yang sama dalam koperasi dan menjalankan

aneka usaha dalam suatu lingkungan tertentu.

2) Koperasi Unit Desa (KUD)

13 Nindyo Pramono, op.cit., hlm. 118

46

Adalah Unit Desa ini berdasarkan Instruksi Presiden

Republik Indonesia No. 4 Tahun 1973 adalah merupakan

bentuk antara dari Badan Usaha Unit Desa (BUUD)csebagai

suatu lembaga ekonomi berbentuk koperasi, yang pada

tahap awalnya dapat merupakan gabungan dari koperasi –

koperasi pertanian atau koperasi desa wilayah Unit Desa,

yang dalam perkembangannya kemudian dilebur atau

disatukan menjadi satu KUD. Dengan keluarnya Instruksi

Presiden Republik No. 2 tahun 1978, KUD bukan lagi

merupakan bentuk antara dari BUDD tetapi telah menjadi

organisasi ekonomi yang merupakan wadah bagi

pengembangan berbagai kegiatan ekonomi masyarakat

pedesaan yang diselenggarakan oleh dan untuk masyarakat

pedesaan itu sendiri serta memberikan pelayanan kepada

anggotanya dan masyarakat pedesaan.

3) Koperasi Konsumsi

Koperasi Konsumsi adalah koperasi yang anggota –

anggotanya terdiri dari tiap – tiap orang yang mempunyai

kepentingan langsung dalam lapangan konsumsi. Koperasi

jenis ini biasanya menjalankan usahanya untuk mencukupi

kebutuhan sehari – hari para anggotanya dan masyarakat

sekitarnya.

47

4) Koperasi Pertanian (Koperta)

Koperasi ini adalah koperasi yang anggota – anggotanya

terdiri dari para petani pemilik tanah, penggadoh atau buruh

tani, dan orang – orang yang berkepentingan serta bermata

pencaharian yang berhubungan dengan usaha – usaha

pertanian.

5) Koperasi Peternakan

Adalah kperasi yang anggotanya terdiri dari peternak,

pengusaha peternak dan buruh peternak yang

berkepentingan dan mata pencahariannya yang

berhubungan dengan usaha – usaha pertanian.

6) Koperasi Perikanan

Adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari para peternak

ikan, pengusaha perikanan, pemilik kolam ikan, pemilik alat

perikanan, nelayan, dan sebagainya yang kepentingan serta

mata pencahariannya langsung berhubungan dengan soal –

soal perikanan.

7) Koperasi kerajinan atau Koperasi Industri

Koperasi kerajinan atau Koperasi Industri adalah koperasi

yang anggotanya terdiri dari para pengusaha kerajinan /

industry dan buruh yang berkepentingan serta mata

48

pencahariannya langsung berhubungan dengan kerajinan

atau industri.

8) Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Kredit

Adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari orang – orang

yang mempunyai kepentingan langsung dalam soal – soal

perkreditan atau simpan pinjam.

c. Berdasarkan pendekatan menurut golongan fungsionalnya, maka

dikenal jenis – jenis koperasi seperti antara lain :

1) Koperasi Pegawai Negeri (KPN)

2) Koperasi Angkatan Darat (KOPAD)

3) Koperasi Angkatan Laut (KOPAL)

4) Koperasi Angkatan Udara (KOPAU)

5) Koperasi Angkatan Kepolisian (KOPAK)

6) Koperasi Pensiunan Angkatan Darat

7) Koperasi Pensiunan Pegawai Negeri

8) Koperasi Karyawan, dan lain – lainnya

6. Pembubaran Koperasi

Cara pembubaran koperasi pada UU Perkoperasian diatur dalam

ketentuan Pasal 46 – 50 beserta Penjelasannya. Menurut ketentuan Pasal 46

UU Perkoperasian terdapat 2 (dua) cara yang dapat dilakukan untuk

membubarkan koperasi yaitu :

49

1) Berdasar Keputusan Rapat Anggota

Pembubaran Koperasi atas kehendak Rapat Anggota ini, di dalam ketentuan Pasal 46 – 50 UU Perkoperasian tidak diberikan penjelasan mengenai alasan – alasan apa yang dipakai oleh rapat anggota, sehingga rapat anggota boleh memutuskan untuk membubarkan koperasi tersebut.

2) Pembubaran Oleh Pejabat Koperasi

Pemerintah dalam hal ini Pejabat Koperasi, berhak pula melakukan pembubaran koperasi. Pembubaran koperasi oleh pejabat koperasi ini harus berdasarkan alasan – alasan tertentu, yang menyebabkan koperasi tersebut terpaksa harus dibubarkan. Sebelum Pejabat memberikan Keputusan maka menurut Pasal 42, Pejabat memberitahukan niatnya kepada Koperasi dan kepada Menteri dengan surat tercatat.

Selama tiga bulan, dihitung dari tanggal pengiriman surat tercatat ini,

maka baik Pengurus Koperasi maupun sekurang – kurangnya sepertiga

bagian dari pada anggota Koperasi dapat mengajukan keberatan kepada

Menteri. Selama tiga bulan itu, Menteri meninjau niat Pejabat akan

membubarkan Koperasi atau keberatan – keberatan tersebut dan

memutuskan menyetujui atau tidak pembubaran, Keputusan Menteri ini juga

dapat dengan surat tercatat dikirim kepada Koperasi dan Pejabat. Setelah

pemberitahuan Menteri ini yang mengandung menyetujui pembubaran

Koperasi, maka Pejabat berkuasa memutuskan pembubaran tersebut.

50

B. Tinjauan Kegiatan Koperasi Simpan Pinjam

1. Pengertian Koperasi Simpan Pinjam

Pasal 1 angka 2 Kepmenkop No. 96/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang

Pedoman Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi yang selanjutnya

disebut dengan Kepmenkop No. 96 memberikan definisi mengenai Koperasi

Simpan Pinjam adalah kopersi yang kegiatannya hanya usaha simpan

pinjam. Pasal 1 angka 2 menjelaskan bahwa Kegiatan Usaha Simpan Pinjam

adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkan

melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota, calon anggota

Koperasi yang bersangkutan, Koperasi lain dan atau anggotanya. Pasal 1

angka 3 menerangkan bahwa Usaha Simpan Pinjam adalah unit koperasi

yang bergerak dibidang usaha simpan pinjam sebagai bagian dari kegiatan

usaha koperasi yang bersangkutan.

Berdasarkan Pasal 44 UU Perkoperasian dan penjelasannya telah

diatur bahwa :

”Koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui

kegiatan usaha simpan pinjam.”

Kegiatan usaha simpan pinjam tersebut dilaksanakan dan untuk :

a. anggota Koperasi yang bersangkutan

51

b. calon anggota yang memenuhi syarat

c. koperasi lain dan / atau anggotanya

Ketentuan ini menjadi dasar hukum yang kuat bagi Koperasi untuk

melaksanankan kegiatan usaha simpan pinjam baik sebagai salah satu

ataupun satu – satunya kegiatan usaha koperasi, sebagai penghimpun dan

penyalur dana masyarakat walaupun dalam lingkup yang terbatas. Kegiatan

usaha ini banyak menanggung resiko, oleh karena itu penelolaannya harus

dilakukan secara profesional.

2. Persyaratan Pembentukan Unit Simpan Pinjam

Keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah

Republik Indonesia Nomor 351/Kep/M/XII/1998 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam memberikan syarat – syarat

dalam pembentukan Unit Simpan Pinjam adalah sebagai berikut :

a. Bagi koperasi yang sudah berbadan hukum dan di dalam anggaran dasarnya telah merncantumkan kegiatan usaha simpan pinjam sebagai salah satu kegiatan usahanya tetap belum melaksanakan usaha simpan pinjam setelah dikeluarkan petunjuk pelaksanaan ini maka Pejabat yang berwenang memberikan pengesahan akte pendirian dan perubahan anggaran dasar koperasi, mengeluarkan surat keputusan yang menyatakan bahwa ijin usaha simpan pinjam tersebut tidak berlaku. Hal ini dilakukan setelah diberikan peringatan terlebih dahulu secara tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut -turut dalam waktu 6 (enam) bulan.

b. Bagi Koperasi yang sudah berbadan hukum tetap sebelum mencantumkan kegiatan usaha simpan pinjam didalam anggaran dasarnya, apabila akan melakukan kegiatan usaha simpan pinjam

52

maka pengurus koperasi tersebut wajib nengajukan permohonan pengesahan perubahan anggaran dasarnya dengan mencantumkan usaha simpan pinjam didalam anggaran dasar tersebut kepada pejabat yang berwenang memberikan pengesahan akte pendirian dan perubahan anggaran dasar koperasi.

c. Bagi Koperasi yang sudah berbadan hukum dan telah melaksanakan kegiatan simpan pinjam tetapi belum mencantumkan kegiatan usaha simpan pinjam didalam anggaran dasarnya, diberikan kesempatan paling lambat 6 (enam) bulan sejak berlakunya Petunjuk Pelaksanaan ini, sudah harus mengajukan perubahan anggaran dasarnya. Apabila koperasi tidak mengajukan perubahan anggaran dasarnya sampai batas waktu yang ditentukan maka koperasi yang bersangkutan tidak diijinkan untuk melanjutkan usaha simpan pinjam.

d. Dalam pembentukan USP harus sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akte Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi serta Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan Koperasi, Pengesahan Akte Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.

e. Bagi Koperasi yang membentuk USP, permohonan pengesahan pembentukan USP dan Perubahan anggaran dasar koperasinya diajukan kepada Pejabat yang berwenang memberikan pengesahan akte pendirian dan perubahan anggaran dasar koperasi.

f. Dalam pengajuan permohonan tersebut harus disertai lampiran sebagai berikut: 1) Surat bukti penyetoran modal tetap USP pada koperasi primer

sekurang-kurangnya Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) dan Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) untuk USP pada koperasi sekunder berupa deposito pada Bank Pemerintah yang disetorkan atas nama Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah cq. Ketua Koperasi yang bersangkutan.

2) Rencana Kerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun. 3) Administrasi dan pembukuan koperasi. 4) Nama dan riwayat hidup Pengurus, Pengawas dan calon

Pengelola. 5) Daftar sarana kerja. 6) Surat perjanjian kerja antara Pengurus Koperasi dengan

Pengelola/Manager/Direksi.

53

Penjelasan Iebih lanjut untuk ayat (2) s/d ayat (5) sesuai dengan penjelasan pada persyaratan pendirian KSP butir (e) mengenai permohonan pengesahan akte pendirian.

g. Jawaban terhadap permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar koperasi akan dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang memberikan pengesahan akte pendirian dan perubahan anggaran dasar koperasi paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya permohonan perubahan anggaran dasar secara lengkap. Persetujuan perubahan anggaran dasar tersebut berlaku sebagai ijin usaha. Berdasarkan ijin usaha tersebut USP yang bersangkutan langsung dapat melakukan kegiatan usaha simpan pinjam.

h. Pencairannya dilakukan Pengurus Koperasi dengan menunjukkan Surat Keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah tentang Pengesahan Akta Pendirian Koperasi dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.

3. Jenis Kegiatan Koperasi Simpan Pinjam

Pelaksanakan kegiatan usaha penghimpunan dana, ada 2 (dua)

bentuk simpanan yang diperbolehkan yaitu tabungan koperasi dan simpanan

berjangka.Untuk melayani kebutuhan penyimpanan, koperasi dapat

menciptakan berbagai jenis tabungan koperasi dan simpanan berjangka.

Pemberian nama dan ketentuan mengenai jenis-jenis tabungan koperasi dan

simpanan berjangka merupakan wewenang pengurus koperasi.

Pinjaman yang diberikan oleh koperasi menanggung resiko, sehingga

dalam pelaksanaannya koperasi harus memperhatikan asas-asas

peminjamannya yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan

pemberian pinjaman dalam arti keyakinan atas kemampuan dan

54

kesanggupan peminjam untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang

diperjaniikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh koperasi

Untuk memperoleh keyakinan tersebut sebelum memberikan

pinjaman, koperasi harus melakukan penilaian yang seksama terhadap

watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari peminjam.

Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian

pinjaman, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah diperoleh

keyakinan mengenai kemampuan peminjam dalam mengembalikan pinjaman

tersebut, maka agunan dapat berupa barang atau hak tagih yang dibiayai

oleh dana pinjaman yang bersangkutan atau pernyataan kesediaan tanggung

renteng diantara anggota atas segala kewajiban peminjam. Barang tersebut

secara phisik tetap berada pada peminjam.

Dalam hal terdapat kelebihan dana yang telah dihimpun setelah

melaksanakan kegiatan pemberian pinjaman, maka KSP dan USP hanya

dapat menempatkan kelebihan dana tersebut dalam bentuk:

a. Giro, deposito berjangka, tabungan, sertifikat deposito pada bank

dan lembaga keuangan lainnya;

b. Tabungan dan/atau simpanan berjangka pada koperasi lain;

c. Pembelian saham melalui pasar modal yang terdaftar pada bursa

di Indonesia;

55

d. Pembelian obligasi yang terdaftar pada pasar bursa di Indonesia.

Penempatan dana untuk pembelian saham, obligasi dan sarana

investasi lainnya harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dan Rapat

Anggota karena bentuk investasi tersebut menangung resiko yang cukup

tinggi.

C. Perikatan Pada Umumnya

1. Perikatan yang Timbul dari Perjanjian

Gunawan Widjaja dalam bukunya yang berjudul Perikatan yang Lahir

dari Undang-Undang menjelaskan bahwa perikatan melahirkan kewajiban

dalam lapangan harta kekayaan. Rumusan tersebut membawa konsekuensi

bahwa seluruh harta kekayaan seseorang atau badan yang diakui sebagai

badan hukum, akan dijadikan jaminan atas setiap perikatan orang

perorangan dan atau badan hukum tersebut. Rumusan Pasal 1131

KUHPerdata menyatakan :14

“Segala kebendaan, yang bergerak dan tak bergerak milik debitor, baik

yang sudah ada maupun yang aka nada, menjadi jaminan untuk

perikatan-perikatan perorangan debitor itu”.

14

Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang”, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta : 2003, hlm. 1

56

Buku Seri Hukum Perikatan : Perikatan pada umunya telah dijelaskan

bahwa berdasarkan dengan rumusan Pasal KUHPerdata, yang merupakan

pasal pertama Buku III KUHPerdata Tentang Perikatan, yang menyatakan

bahwa “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena

Undang-Undang”, selain perjanjian, KUHPerdata menentukan perikatan

dapat lahir dari Undang-Undang. Dengan pernyataan ini, pembuat Undang-

Undang hendak menyatakan hubungan hukum dalam lapangan harta

kekayaan dapat terjadi setiap saat., baik terjadi karena dikehendaki oleh

peihak yang terikat dalam perikatan tersebut, maupun secara yang tidak

dikehendaki olah orang perorangan yang terikat (yang wajib berprestasi)

tersebut. 15

Pasal 1313 KUHPerdata mendefinisikan mengenai perjanjian yaitu

suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang atau lebih. Rumusan dari definisi tersebut dianggap tidak lengkap

dan terlalu luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan

sepihak saja. Sangat luas karena dengan dipergunakannya perkataan

“perbuatan” tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan

hukum. 16

15 Idem, hlm. 1-2 16

R. Setiawan, Pokok – Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung : 1977, hlm.

49

57

Macam – macam perjanjian obligatoir :

a. Perjanjian sepihak dan timbal balik

Setiap perjanjian merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau

jamak. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan

kewajiban pokok – pokok kepada kedua belah pihak. Perjanjian

sepihak adalah perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada

salah satu pihak saja (hibah).

b. Perjanjian dengan cuma – cuma atau atas beban

Perjanjian atas beban adalah perjanjian di mana terhadap prestasi

pihak yang satu terhadap prestasi pihak yang lain. Antara kedua

prestasi tersebut terdapat hubungan hukum satu dengan yang lain

(jual – beli, sewa – menyewa). Perjanjian dengan cuma – cuma

adalah perjanjian di mana salah satu pihak mendapatkan

keuntungan pihak yang lain secara cuma – cuma.

c. Perjanjian konsensuil, riil dan formil

Perjanjian kensensuil adalah perjanjian yang terjadi dengan kata

sepakat. Perjanjian riil adalah perjanjian di mana selain diperlukan

kata sepakat juga diperlukan penyerahan barang. Misalnya,

penitipan barang, pnjam pakai dan pinjam mengganti. Adakalanya

58

kata sepakat harus dituangkan dalam bentuk tertentu atau formil.

Misalnya hibah.

d. Perjanjian bernama, tidak bernama dan campuran.

Perjanjian – perjanjian bernama adalah perjanjian – perjanjian yang

oleh undang – undang telah diatur secara khusus. Diatur pada

KUHPerdata Bab V sampai dengan XVIII ditambah title VII A dalam

KUHD perjanjian – perjanjian asuransi dan pengangkutan.

Perjanjian – perjanjian bernama ataupun tidak bernama pada

azasnya berlaku ketentuan – ketentuan Bab I, II, dan IV pada buku

III KUHPerdata, sedangkan perjanjian tidak bernama adalah

perjanjian yang tidak diatur secara khusus.

Perjanjian pada asasnya hanya mengikat pihak – pihak yang membuat

perjanjian saja (Pasal 1315 – Pasal 1318 KUHPerdata dan Pasal 1340

KUHPer). Akan tetapi terhadap asas tersebut undang – undang mengadakan

pengecualian yang tersebut dalam Pasal 1317 KUHPerdata yaitu mengenai

janji bagi kepentingan pihak ketiga.

Pasal 1316 KUHPerdata yang mengatur perjanjian untuk menanggung

atau menjamin pihak ketiga untuk berbuat sesuatu, sebenarnya bukan

merupakan pengecualian dari Pasal 1315 KUHPerdata. Karena seseorang

yang menanggung pihak ketiga untuk berbuat sesuatu, mengikatkan dirinya

59

atas sesuatu kewajiban terhadap lawannya dalam perjanjian, bahwa

manakala pihak ketiga tidak melakukan apa yang diharapkan dari padanya ia

akan membayar ganti rugi. Dalam hal ini pihak ketiga menurut hukum tidak

terikat oleh persetujuan tersebut.

2. Perikatan yang Timbul dari Undang – Undang

Perikatan yang lahir bukan dari perjanjian ini secara prinsipil agak

berbeda dari perikatan yang lahir dari perjanjian, yang selama memenuhi

ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yang selanjutnya disebut dengan

KUHPerdata, yang pelaksanaannya dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 1321

KUHPerdata hingga Pasal 1337 KUHPerdata, serta berbagai macam

peraturan perundang – undangan lainnya yang bersifat memaksa berlaku

secara sah bagi mereka yang membuatnya (dalam hal ini perlu diperhatikan

bahwa sebagian besar ketentuan yang terdapat dalam Bab I hingga Bab IV

Buku III KUHPerdata, termasuk Pasal 1320 hingga Pasal 1327 KUHPerdata

bersifat memaksa dan ketentuan – ketentuan yang merupakan unsur – unsur

esensialia dari setiap bentuk perjanjian yang diatur dalam Bab V hingga Bab

XVII Buku III KUHPerdata juga bersifat memaksa).17 Dan karena sifatnya

yang berbeda inilah maka KUHPerdata, perikatan yang lahir secara khusus

pula, yaitu dalam Bab III KUHPerdata di bawah judul besar “Tentang

Perikatan – Perikatan yang Dilahirkan demi Undang – Undang”.

17

Gunawan Widjaja, op.cit, hlm 5

60

Dalam dua ketentuan awal di bawah ketentuan Buku III KUHPerdata

tersebut dijelaskan rumusan pasal yang menyatakan bahwa :

“Perikatan – perikatan yang dilahirkan demi undang – undang timbul

dari undang – undang saja atau dari undang – undang sebagai akibat

perbuatan orang (Pasal 1352 KUHPerdata)”

“Perikatan – perikatan yang dilahirkan dari undang – undang sebagai

akibat perbuatan orang, terbit dari perbuatan halal atau dari perbuatan

melanggar hukum (Pasal 1353 KUHPerdata)”

Konteks pasal 1352 KUHPerdata tersebut dapat kita lihat bahwa

undang – undang membagi perikatan yang lahir ke dalam :

1. Perikatan yang lahir dari Undang – Undang saja.

2. Perikatan yang lahir dari Undang – Undang sebagai akibat

perbuatan atau tindakan manusia.

Terhadap golongan yang kedua, Pasal 1353 KUHPerdata

membaginya lagi ke dalam :

1. Perikatan yang lahir dari Undang – Undang sebagai akibat

perbuatan manusia atau orang perorangan yang diperkenankan

oleh undang – undang, yang halal, yang tidak bertentangan

dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

61

2. Perikatan yang lahir dari undang – undang sebagai akibat dari

perbuatan manusia atau orang perorangan yang melanggar

undang – undang yang tidak diperkenankan oleh hukum, yang

melawan hukum.

D. Perbuatan Melawan Hukum

Perbuatan melawan hukum merupakan suatu bentuk perikatan yang

lahir dari Undang-Undang sebagai akibat perbuatan manusia yang

melanggar hukum sebagaimana telah diatur dalam

KUHPerdata.18Pengaturan tentang perbuatan melawan hukum secara

khusus diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata dan Pasal 1366 KUHPerdata.

Unsur-unsur perbuatan melawan hukum adalah :19

a. Ada suatu perbuatan yang melawan hukum

b. Perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian pada pihak lain

c. Ada kesalahan dala perbuatan atau tindakan hukum yang

dilakukan tersebut.

d. Adanya hubungan sebab akibat antara kerugian yang

ditimbulkan karena perbuatan melawan hukum tersebut. 20

18

Idem, hlm. 81 19 Idem, hlm. 82

62

E. Perjanjian Jaminan pada Kegiatan Simpan Pinjam

1. Pengertian dan Fungsi Jaminan

Pengertian benda jaminan dalam Pasal 1131 KUHPerdata disebut

jaminan yaitu:

”Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik

yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk

perikatan-perikatan perorangan debitur itu”.

Pasal 1131 KUHPerdata mencakup schuld dan haftung dari debitur

dan merupakan jaminan yang ada karena telah ditentukan oleh Undang-

Undang meskipun tidak diperjanjikan lebih dulu oleh kreditur dan debitur.

Oleh karenanya Pasal 1131 KUHPerdata berlaku bagi semua kreditur dan

meliputi semua kreditur dan meliputi semua harta kekayaan debitur. Jaminan

tersebut dinamakan jaminan umum dalam pengertian umum bagi semua

kreditur dan umum mengenai macam jaminannya yaitu tidak ditunjuk secara

khusus. Kreditur sebagai pemegang jaminan menurut Pasal 1131

KUHPerdata sebagai kreditur konkurent yaitu semua kreditur kedudukannya

sama dalam praktek tidak memuaskan kreditur.

20

Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung : 2006, hlm. 267

63

Jaminan digolongkan menjadi beberapa bagian, yang dijelaskan

sebagai berikut :

a. Jaminan Berdasar Undang-Undang Dan Jaminan Berdasar

Perjanjian jaminan

Berdasarkan Undang-Undang ada dalam Pasal 1131

KUHPerdata, sedangkan jaminan berdasar perjanjian yaitu

terjadinya karena adanya perjanjian jaminan dalam bentuk gadai,

fidusia, hak tanggungan dan jaminan perorangan serta garansi

bank.

b. Jaminan Umum Dan Jaminan Khusus

Jaminan umum meliputi pengertian untuk semua kreditur

(kreditur konkurent) dan untuk seluruh harta kekayaan artinya tidak

ditunjuk secara khusus yaitu yang ditentukan dalam Pasal 1131

KUHPerdata. Jaminan khusus yaitu hanya untuk kreditur tertentu

(kreditur preferent) dan benda jaminannya ditunjuk secara khusus

(tertentu) yaitu gadai, fidusia, hak tanggungan apabila orang/Badan

Hukum yaitu penanggungan atau misal garansi bank.

64

c. Jaminan Kebendaan Dan Jaminan Perorangan

Jaminan yang bersifat kebendaan yaitu jaminan yang berupa

hak mutlak atas suatu benda yaitu hak milik. Jaminan perorangan

adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada

perorangan tertentu Pasal 1820 KUHPerdata.

d. Jaminan Atas Benda Bergerak Dan Benda Tidak Bergerak

Jaminan berupa benda bergerak lembaga jaminannya gadai

dan fidusia. Jaminan berupa benda tidak bergerak dahulu Hipotek,

Credietverband dan sekarang Hak Tanggungan.

e. Jaminan Dengan Menguasai Bendanya Dan Tanpa Menguasai

Bendanya

Jaminan Dengan Menguasai Bendanya yaitu gadai dan hak

retensi. Gadai tidak pesat pertumbuhannya karena terbentur syarat

inbezit stelling yang dirasakan berat oleh debitur yang justru

memerlukan benda yang dijaminkan untuk menjalankan pekerjaan

atau usahanya.

Jaminan Tanpa Menguasai Bendanya yaitu Hipotek,

Credietverband dan sekarang fidusia dan Hak Tanggungan.

Jaminan tanpa menguasai bendanya menguntungkan debitur

65

sebagai pemilik jaminan karena tetap dapat menggunakan benda

jaminan dalam kegiatan pekerjaannya atau usahanya.

Fungsi dari jaminan itu sendiri adalah :

a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank / kreditur untuk

mendapatkan pelunasan agunan, apabila debitur melakukan cidera

janji.

b. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk

membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan

usahanya dengan merugikan diri sendiri dapat dicegah.

c. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya.

2. Sistem Hukum Jaminan dalam Kitab Undang – Undang Hukum

Perdata

Dilihat dari sistematika KUHPerdata maka seolah-olah hukum jaminan

hanya merupakan jaminan kebendaan saja, karena pengaturan jaminan

kebendaan terdapat dalam buku II tentang benda, sedangkan perjanjian

jaminan perorangan (persoonlijke zekerheids rechten, personal guaranty)

seperti perjanjian penangungan (borgtocht) di dalam KUHPerdata merupakan

salah satu jenis perjanjian yg diatur dalam buku III tentang perikatan.

66

Perjanjian jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan keduanya

timbul dari perjanjian, hanya dalam sistematika KUHPerdata dipisahkan

letaknya, maka seakan – akan hanya jaminan kebendaan yg merupakan

obyek hukum jaminan. Menurut KUHPerdata jaminan dibagi menjadi dua

yaitu jaminan umum dan jaminan khusus. Kekayaan seorang dijadikan

jaminan untuk semua kewajibannya, yaitu semua utangnya yang disebut juga

dengan istilah haftung.

Dasar hukum Jaminan Khusus adalah Pasal 1133 dan Pasal 1134

KUHPerdata. Hukum jaminan timbul karena ada perjanjian antara kreditur

(pemilik piutang) dengan debitur (penghutang) biasanya dalam pinjam

meminjam uang. Jaminan bisa ada/bisa tidak ada tergantung dari

kepercayaan si kreditur. Pasal 1820 KUHPerdata menyebutkan bahwa :

“Jaminan dengan hak perorangan yaitu apabila orang yang menjamin (memberikan jaminan) meninggal, maka tidak ada jaminan lagi, sedangkan jaminan dengan hak kebendaan, sampai kapan pun jaminan tersebut melekat pada bendanya. “

3. Hapusnya Perjanjian Jaminan

Tentang hapusnya atau berakhirnya perjanjian jaminan pada

umumnya disebabkan karena hapusnya perutangan pokok. Dengan

hapusnya perutangan pokok, yang berwujud perjanjian kredit, maka

perjanjian jaminannya ikut berakhir. Hal ini karena sifat perjanjian jaminan

67

merupakan perjanjian yang accesoir atau perjanjian pelengkap. Sedang

hapusnya perutangan pokok pada umumnya disebabkan karena pembayaran

piutang oleh pihak debitur kepada pihak kreditur.