profil koperasi-koperasi di kawasan prigi trenggalek jawa timur
DESCRIPTION
profil kesehatan koperasi di kawasan pesisir prigi trenggalek, jawa timur, tahun 2005-2007TRANSCRIPT
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Profil
5.1.1 Pantai Prigi Credit Union (PPCU)
Pantai Prigi Credit Union (PPCU) merupakan lembaga keuangan mikro
berbentuk koperasi yang pendiriannya diprakarsai oleh para sarjana ekonomi dari
kawasan Prigi. PPCU didirikan pada tanggal 12 Juni 2002 dengan jumlah anggota
awal sebanyak 34 orang. Modal awal dari PPCU sebesar Rp. 3.400.000,- dari anggota
sendiri dan tanpa bantuan modal dari pihak lain.
Latar belakang berdirinya PPCU diantaranya adalah keinginan untuk
membantu memperlancar kegiatan perekonomian petani dan nelayan khususnya dan
masyarakat kawasan Prigi pada umumnya. Kemudian menjadi wadah untuk
menampung segala aspirasi masyarakat kawasan Prigi sehingga mereka menyadarai
pentingnya suatu lembaga perekonomian dan yang penting adalah meningkatkan rasa
solidaritas petani dan nelayan kawasan pantai Prigi.
PPCU dalam menjalankan kegiatan usahanya membuka kantor yang
beralamat di Jalan Raya Pasir Putih, Desa Tasikmadu, Kecamatan Watulimo,
Kabupaten Trenggalek dengan nomer telepon (0355) 551853. PPCU melayani
anggotanya setiap hari kecuali hari Minggu dan hari libur lainnya. Untuk memenuhi
aspek legalisasi PPCU terdaftar sebagai koperasi dengan Badan Hukum Nomor :
188.42/006/406.057/BH/03.
Jumlah anggota pada awal berdirinya koperasi sebanyak 34 orang. Perekrutan
anggota dilakukan setiap satu bulan sekali, tentunya bagi calon anggota yang
mempunyai niat baik dan komitmen yang tinggi untuk mengembangkan PPCU,
terbukti secara sah telah mengikuti pendidikan dasar dan menyelesaikan persyaratan
yang ditentukan baik secara administratif, kualitatif maupun normatif. Dari tahun ke
tahun jumlah anggota semakin menunjukkan perkembangan yang menggembirakan.
Pada tahun 2004 mempunyai anggota sebanyak 151 orang dan meningkat pada tahun
2005 menjadi 231 orang dan meningkat lagi menjadi 284 orang pada tahun 2006.
PPCU melakukan kegiatan usaha simpan pinjam yang hanya melayani
anggotanya saja. Kegiatan simpanan dibagi menjadi simpanan saham dan simpanan
non saham. Simpanan saham adalah simpanan kepemilikan terhadap PPCU, terdiri
dari simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan kapitalisasi dan simpanan sukarela
dengan nilai saham per lembar Rp. 1000,-. Sedangkan simpanan non saham dibagi
menjadi Simpanan sukarela berjangka (Sisuka) dan Simpanan bunga harian
(Sibuhar).
Disamping kegiatan simpanan, PPCU juga memberikan berbagai jenis
pinjaman kepada anggotanya. Beberapa jenis pinjaman yang diberikan adalah :
a. Pinjaman umum, yaitu pinjaman dengan sistem angsuran tiap bulan, yang
besarnya maksimal tiga kali dari total simpanan saham dengan bunga 2,5 %
menurun.
b. Pinjaman khusus, yaitu pinjaman yang diberikan dengan batasan maksimal
Rp. 300.000,- dengan jangka waktu pengembalian 3 bulan dengan bunga 3%
flat.
c. Pinjaman produktif, yaitu pinjaman dengan jangka waktu pengembalian
maksimal 15 hari tanpa angsuran dan bunga 5 %.
43
PPCU merupakan primer koperasi dan menjadi anggota Induk Credit Union
yang berpusat di Jakarta. PPCU tergabung dalam wilayah Jawa Timur bagian Timur
yang berpusat di Malang. Sedangkan kerjasama dengan bank hanya sebatas sebagai
tempat menyimpan uang yang bisa diambil sewaktu-waktu.
5.1.2 Koperasi Bakul Nelayan (KBN)
Latar belakang berdirinya Koperasi Bakul Nelayan (KBN) adalah munculnya
solidaritas antara bakul (pedagang) dan nelayan yang berharap meningkatnya
kesejahteraan yang tentunya memerlukan sebuah wadah. Sehingga dibentuk wadah
berupa koperasi yang mempunyai jumlah anggota pada awal berdirinya sebanyak 35
orang. KBN resmi berdiri pada tanggal 27 September 2001.
KBN dalam menjalankan kegiatan usahanya mempunyai kantor yang
beralamat di Jalan Raya Pantai Prigi, Desa Tasikmadu, Kecamatan Watulimo,
Kabupaten Trenggalek. KBN terdaftar sebagai koperasi dengan Badan Hukum
Nomor : 188.42/004/BH/IX/2001 Tanggal 27 September 2001.
Anggota KBN adalah masyarakat kawasan Pantai Prigi yang mayoritas
berprofesi sebagai pedagang (bakul) dan nelayan disamping Pegawai Negeri Sipil,
petani, tukang dan swasta. Jumlah anggota pada awal berdiri sebanyak 35 orang dan
meningkat menjadi 124 orang pada tahun 2004. Tetapi berkurang menjadi 120 orang
pada tahun 2005 dan 2006.
KBN mempunyai kegiatan usaha perkreditan dan perdagangan. Tetapi
kegiatan usaha yang berjalan lancar adalah unit simpan pinjam. Sedangkan unit
perdagangan kurang berjalan efektif.
44
KBN bergerak sebagai koperasi primer yang mandiri dan tidak mempunyai
kerjasama dengan koperasi lain. Kerjasama yang dilakukan hanya dengan pemerintah
sebagai pembina dan sumber modal usaha dengan kredit lunak yang diberikan.
5.1.3 Unit Simpan Pinjam (USP) Koperasi Unit Desa (KUD) Mina Tani
Sempurna
Koperasi Unit Desa (KUD) Mina Tani Sempurna pada awalnya merupakan
sebuah Badan Usaha Unit Desa dan pada tahun 1980 terjadi perubahan badan hukum
menjadi Koperasi Unit Desa (KUD). Latar belakang berdirinya Koperasi Unit Desa
(KUD) Mina Tani Sempurna adalah kebutuhan akan lembaga yang mampu
menggerakkan kegiatan ekonomi pedesaan dan banyak dipengaruhi oleh kepentingan
pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat pedesaan.
Sehingga peran pemerintah dalam pendirian KUD pada waktu itu cukup besar.
Koperasi Unit Desa (KUD) Mina Tani Sempurna mempunyai kantor di Jalan
Raya Prigi, Desa Prigi, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek. Koperasi Unit
Desa (KUD) Mina Tani Sempurna mempunyai Badan Hukum Nomor : 4611
A/BH/11/1980 Tanggal 23 September 1996.
Koperasi Unit Desa (KUD) Mina Tani Sempurna mempunyai anggota
koperasi yang cukup banyak. Sampai dengan tahun 2006 jumlah anggota Koperasi
Unit Desa (KUD) Mina Tani Sempurna yang tercatat adalah 8.637 orang. Salah satu
penyebab jumlah anggota yang cukup banyak adalah karena koperasi ini telah berdiri
cukup lama. Tetapi jumlah anggota yang tercatat ini tidak semuanya aktif sebagai
45
anggota koperasi. Dan sampai saat ini belum diperoleh jumlah anggota yang benar-
benar masih aktif karena sulitnya melakukan pendataan anggota.
Koperasi Unit Desa (KUD) Mina Tani Sempurna mempunyai beberapa
kegiatan usaha yang dibagi menjadi 6 unit usaha. Salah satu unit usaha yang
dilaksanakan adalah unit simpan pinjam. Sedangkan unit usaha lain adalah unit
SPBU, unit pupuk, unit listrik, unit kapal dan unit toko.
Pada unit simpan pinjam melayani kegiatan pinjaman kepada anggotanya.
Adapun kredit yang diberikan ada 2 jenis yaitu kredit 1 tahunan dengan bunga 1,85%
per bulan dan kredit 3 bulanan dengan bunga 4% per bulan. Jumlah peminjam pada
tahun 2006 adalah sebanyak 174 orang.
Kerjasama yang dilakukan Koperasi Unit Desa (KUD) Mina Tani Sempurna
adalah dengan Bank Jatim yang dalam hal ini sebagai pemberi pinjaman modal. Bank
Jatim memberikan pinjaman modal sebesar Rp. 750.000.000,- pada tahun 2004 dan
2005 dan sebesar Rp. 500.000.000,- pada tahun 2006 yang digunakan sebagai modal
dalam unit simpan pinjam.
5.1.4 Unit Simpan Pinjam (USP) Koperasi Mina Tani Teluk Prigi (SINATI)
Latar belakang berdirinya Koperasi Mina Tani Teluk Prigi (SINATI)
berkaitan dengan begitu besarnya jumlah nelayan purse seine yang ada di kawasan
pantai Prigi. Sehingga nelayan yang memiliki latar belakang profesi yang sama
mendirikan sebuah koperasi pada tanggal 15 Februari 1999. Sebenarnya sebelum
mendirikan koperasi sendiri kelompok purse seine ini ikut bergabung dalam KUD
Mina Tani Sempurna dan berlangsung sampai dengan tahun 1997.
46
Koperasi Mina Tani Teluk Prigi (SINATI) melaksanakan kegiatan usaha dan
pelayanan terhadap anggota di kantor yang beralamat di Jalan Raya Pantai Prigi, Desa
Prigi, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, Nomer telepon (0355) 551394.
SINATI telah terdaftar di Dinas Koperasi dengan Badan Hukum Nomor : 10/BH/
KDK.13-1.1/II/1999.
Jumlah anggota pada awal berdirinya koperasi sebanyak 62 orang.
Perkembangan jumlah anggota pada tiga tahun terakhir mengalami penurunan. Pada
tahun 2004 jumlah anggota yang aktif sebanyak 57 orang dan menjadi 56 orang pada
tahun 2005 dan berkurang lagi menjadi 52 orang pada tahun 2006.
SINATI merupakan koperasi serba usaha yang bergerak pada beberapa bidang
usaha. Kegiatan usaha SINATI adalah unit perdagangan Bahan dan Alat
Penangkapan (BAP), unit simpan pinjam dan unit penangkapan. Tetapi kegiatan
usaha yang memberikan pendapatan terbesar adalah unit simpan pinjam.
Kerjasama usaha dengan pihak lain dilakukan oleh SINATI dalam rangka
penghimpunan modal usaha. Kerjasama dengan Bank Jatim telah menghasilkan
tambahan modal sebanyak Rp. 400.000.000,- pada tahun 2004 dan Rp. 500.000.000,-
pada tahun 2005. Selain dengan Bank Jatim, pada tahun 2006 SINATI juga mendapat
bantuan modal dari pemerintah propinsi Jawa Timur sebesar Rp. 103.500.000,-.
5.1.5 Koperasi Wanita Puteri Bahari (KPB)
Latar belakang berdirinya Koperasi Wanita Puteri Bahari (KPB) adalah untuk
memperkuat perkumpulan wanita di wilayah teluk Prigi dalam sisi kelembagaan
sekaligus menampung bantuan-bantuan yang ditujukan kepada para wanita tani dan
47
nelayan. Anggota Koperasi Wanita Puteri Bahari (KPB) pada awalnya adalah para
wanita yang tergabung dalam kumpulan Peningkatan Peran Wanita Tani dan Nelayan
(P2WTN) di 5 (lima) desa di Kecamatan Watulimo yaitu Desa Tasikmadu, Desa
Prigi, Desa Sawahan, Desa Margomulyo dan Desa Karanggandu. Koperasi Wanita
Puteri Bahari (KPB) mulai didirikan pada tahun 1994 dengan beranggotakan
sebanyak 25 orang.
Koperasi Wanita Puteri Bahari (KPB) tidak memiliki kantor secara khusus.
Sehingga dalam rangka pelayanan kepada anggotanya dilakukan di aula kecamatan
dengan melakukan pertemuan rutin pada tanggal 9 tiap bulannya. Walaupun tidak
memiliki kantor sekretariat yang menetap tetapi KPB telah mempunyai Badan
Hukum Koperasi dengan Nomor : 154/BH/KDK.13.20/1/N/1999, Tanggal 21
September 1999.
Jumlah anggota pada awal berdirinya koperasi ini adalah 25 orang dan
mengalami perkembangan menjadi 128 anggota pada tahun 2004 dan 2005 dan
bertambah lagi menjadi 131 anggota pada tahun 2006.
Koperasi Wanita Puteri Bahari (KPB) hanya mempunyai satu kegiatan usaha
yaitu kegiatan simpan pinjam saja. Setiap anggota yang ingin pinjam harus hadir pada
pertemuan tiap tanggal 9 dan hanya berhak satu kali pinjam sampai pinjaman yang
sebelumnya lunas. Setiap pinjaman dikenakan bunga 2% per bulan dengan batas
maksimal peminjaman sebesar Rp. 3.000.000,-. Koperasi Wanita Puteri Bahari (KPB)
tidak mempunyai hubungan kerjasama usaha dengan pihak lain, walaupun pada
awalnya mendapat bantuan dari pemerintah. Sehingga KPB dalam menjalankan
kegiatan usahanya hanya mengandalkan kemampuan anggotanya sendiri.
48
5.2 Hasil Analisis CAMEL
5.2.1 Permodalan (Capital)
Pada aspek permodalan terdapat dua komponen penilaian yaitu rasio modal
sendiri terhadap total aset dan rasio modal sendiri terhadap pinjaman diberikan yang
beresiko. Jumlah skor yang diperoleh dari dua komponen penilaian tersebut maka
disebut skor permodalan. Skor permodalan maksimal yang bisa dicapai oleh koperasi
dalam penilaian kesehatan koperasi adalah sebesar 20. Adapun perolehan skor
permodalan dari masing-masing koperasi yang diteliti dapat dilihat pada gambar 2.
berikut ini :
Gambar 2. Grafik skor permodalan beberapa koperasi di kawasan Prigi tahun 2004
sampai dengan tahun 2006
Berdasarkan Gambar 2. diketahui bahwa KBN dan KPB pada tahun 2004
sampai dengan tahun 2006 memiliki kondisi permodalan yang baik. Hal ini
ditunjukkan oleh skor permodalan yang dicapai sebesar 20 dimana merupakan skor
49
10.57.8
17
20 20 20
17
20
14
6.3
1.60
20 20 20
0
5
10
15
20
25
2004 2005 2006
permodalan
PPCU
KBN
MTS
SINATI
KPB
maksimal yang bisa diperoleh dari skor permodalan. Kondisi permodalan PPCU pada
tahun 2004 dan 2005 kurang baik. Hal ini disebabkan oleh kecilnya perbandingan
antara modal sendiri dengan total aset yang dimiliki dan besarnya jumlah pinjaman
diberikan yang beresiko. Kecilnya jumlah modal sendiri karena PPCU aktif
menghimpun modal asing dari anggotanya melalui berbagai macam tabungan
disamping simpanan pokok dan simpanan wajib. Besarnya jumlah pinjaman
diberikan yang beresiko terjadi karena banyaknya pinjaman yang diberikan tanpa
disertai jaminan yang riil. Sedangkan pada tahun 2006 kondisi permodalan PPCU
sudah cukup baik. Hal ini bisa dicapai karena pertumbuhan modal sendiri lebih cepat
dari pertumbuhan total aset dan semakin kecilnya jumlah pinjaman diberikan yang
beresiko.
Perkembangan kondisi permodalan USP KUD MTS relatif stabil dan
mempunyai kondisi permodalan yang baik pada tahun 2005. Hal ini bisa dicapai
karena besarnya modal sendiri yang disetor pada unit simpan pinjam cukup besar dan
setiap pinjaman yang diberikan disertai dengan jaminan sehingga mengurangi jumlah
pinjaman diberikan beresiko. Pada tahun 2006 kondisi permodalan sedikit mengalami
penurunan. Hal ini terjadi karena adanya penarikan modal sendiri dari unit simpan
pinjam dan dialihkan kepada unit usaha yang lain.
Kondisi permodalan USP SINATI pada tahun 2004 adalah kurang baik dan
menurun lagi pada tahun 2005 menjadi buruk. Kondisi ini bisa terjadi karena USP
SINATI hanya menanam modal sendiri dalam jumlah yang sedikit dan lebih
mengutamakan modal asing dalam hal ini adalah dari bank atau pemerintah. Jumlah
modal sendiri yang relatif sedikit tidak mampu menutupi jumlah kredit diberikan
50
yang beresiko sehingga menjadi indikator kurang baiknya kondisi permodalan USP
SINATI.
5.2.2 Kualitas Aktiva Produktif (Asset Quality)
Penilaian kesehatan koperasi dari aspek kualitas aktiva produktif dapat dilihat
melalui tiga kriteria, yaitu pertama adalah rasio antara volume pinjaman kepada
anggota terhadap total pinjaman yang diberikan. Besar rasio agar kualitas aktiva
produktif dalam kondisi baik maka nilai rasio harus lebih besar dari 60%. Rasio yang
kedua adalah rasio resiko pinjaman bermasalah terhadap pinjaman diberikan. Besar
rasio agar kualitas aktiva produktif dalam kondisi baik maka rasio harus kurang dari
50% dan paling baik sebesar 0%. Dan yang ketiga adalah rasio cadangan resiko
terhadap resiko pinjaman bermasalah. Besar rasio agar kualitas aktiva produktif
dalam kondisi baik maka rasio harus lebih besar dari 100%. Skor kualitas aktiva
produktif diperoleh dengan menjumlahkan skor yang diperoleh dari ketiga rasio
tersebut. Jumlah maksimal skor kualitas aktiva produktif yang bisa dicapai oleh
koperasi dalam penilaian kesehatan koperasi adalah sebesar 30.
Kondisi kualitas aktiva produktif dari beberapa koperasi yang diteliti rata-rata
cukup baik dan stabil. Bahkan PPCU memiliki kondisi kualitas aktiva produktif yang
sangat baik dengan ditunjukkan oleh skor yang dicapai mendekati sempurna. Hanya
KBN yang mengalami penurunan kualitas aktiva produktif dari tahun 2004 ke tahun
2005 dan 2006. Adapun skor kualitas aktiva produktif yang dicapai oleh koperasi
yang diteliti dapat dilihat pada gambar 3. berikut ini :
51
Gambar 3. Grafik skor kualitas aktiva produktif beberapa koperasi di kawasan Prigi
tahun 2004 sampai dengan tahun 2006
Skor kualitas aktiva produktif yang dicapai PPCU mendekati sempurna. Hal
ini bisa terjadi karena pinjaman hanya diberikan kepada anggota, resiko pinjaman
bermasalah yang relatif kecil jika dibandingkan dengan pinjaman yang diberikan dan
adanya dana cadangan resiko untuk menutupi pinjaman yang bermasalah sehingga
tidak mengganggu kegiatan operasional koperasi. Resiko pinjaman bermasalah yang
relatif kecil ini merupakan hasil dari selektifnya dalam perekrutan anggota sehingga
karakter anggota yang baik berdampak pada itikad baik anggota dalam melaksanakan
kewajiban sebagai anggota koperasi.
Skor kualitas aktiva produktif yang dicapai oleh USP KUD MTS, USP
SINATI dan KPB hampir sama yaitu kurang dari 20. Hal utama yang menyebabkan
skor yang dicapai tidak bisa maksimal adalah karena tidak adanya dana cadangan
52
29.4 29.4 29.628.6
11 11.4
18.4 18.415.2
19.4 19.2
0
19.2 19.2 19
0
5
10
15
20
25
30
35
2004 2005 2006
kualitas aktiva produktif
PPCU
KBN
MTS
SINATI
KPB
resiko untuk menutup pinjaman diberikan yang bermasalah. Sehingga jika ada
pinjaman bermasalah akan mengganggu kegiatan operasional koperasi.
Kualitas aktiva produktif KBN mengalami penurunan dari tahun 2004 ke
tahun 2005. Pada tahun 2004 KBN memiliki dana cadangan resiko yang mampu
menutupi jumlah pinjaman diberikan yang bermasalah. Tetapi pada tahun 2005 dan
2006 jumlah pinjaman bermasalah semakin besar dan tidak diikuti dengan besarnya
dana cadangan resiko sehingga mengganggu kegiatan operasional koperasi. Besarnya
pinjaman diberikan yang bermasalah menunjukkan kurangnya tanggung jawab
anggota koperasi terhadap kewajibannya dan kurangnya pengawasan pengelola
koperasi terhadap pinjaman yang diberikan.
5.2.3 Manajemen (Management)
Dalam aspek manajemen penilaian didasarkan pada banyak nilai positif dari
25 pertanyaan atau pernyataan yang diajukan. Semakin banyak nilai positif maka skor
yang diperoleh semakin tinggi dan menunjukkan aspek manajemen berlangsung
dengan baik. Skor maksimal yang bisa dicapai koperasi dari aspek manajemen pada
penilaian kesehatan koperasi adalah sebesar 25. Beberapa koperasi yang diteliti
memiliki skor manajemen kurang dari 15. hanya PPCU yang memperoleh skor
manajemen mendekati sempurna. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pada
beberapa koperasi aspek manajemen belum dilaksanakan secara optimal sedangkan
khusus pada PPCU aspek manajemen telah mendapat perhatian. Adapun skor
manajemen yang dicapai oleh beberapa koperasi yang diteliti dapat dilihat pada
gambar 4. berikut ini:
53
Gambar 4. Grafik skor manajemen beberapa koperasi di kawasan Prigi tahun 2004
sampai dengan tahun 2006
Selain PPCU, skor manajemen yang dicapai beberapa koperasi kurang dari
15. Hal ini terutama disebabkan oleh kurang diperhatikannya berbagai aspek
manajemen. Beberapa aspek manajemen yang kurang diperhatikan adalah manajemen
pertumbuhan modal sendiri dan tabungan, manajemen pinjaman beresiko dan
bermasalah, manajemen administrasi dan transaksi, manajemen kualitas sumberdaya
anggota, pengelola dan pengurus koperasi, manajemen pemberian pinjaman dan
manajemen pengendalian likuiditas
5.2.4 Rentabilitas (Earning)
Penilaian kesehatan koperasi dari aspek rentabilitas dapat dilihat melalui tiga
kriteria, yang pertama adalah rasio SHU sebelum pajak terhadap pendapatan
operasional. Agar koperasi dapat dikatakan sehat maka nilai rasio SHU sebelum
54
22 22 22
12 11 11
14 1412
14 14
11 11 11
0
5
10
15
20
25
2004 2005 2006
manajemen
PPCU
KBN
MTS
SINATI
KPB
pajak terhadap pendapatan operasional sebesar 5% atau lebih. Rasio yang kedua
adalah rasio SHU sebelum pajak terhadap total aset. Agar koperasi dapat dikatakan
sehat maka nilai rasio SHU sebelum pajak terhadap total aset sebesar 10% atau lebih.
Rasio yang ketiga adalah rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional.
Agar koperasi dapat dikatakan sehat maka nilai rasio beban operasional terhadap
pendapatan operasional harus kurang dari 90%. Skor rentabilitas maksimal yang bisa
dicapai koperasi dalam penilaian kesehatan koperasi adalah sebesar 15. Berdasarkan
perhitungan yang dilakukan diperoleh skor rentabilitas dari beberapa koperasi di
kawasan Prigi dan dapat dilihat pada gambar 5. berikut ini :
Gambar 5. Grafik skor rentabilitas beberapa koperasi di kawasan Prigi tahun 2004
sampai dengan tahun 2006
Berdasarkan gambar 5. di atas diketahui bahwa hampir semua koperasi yang
diteliti mencapai skor rentabilitas yang mendekati sempurna yaitu 15. Hanya USP
SINATI yang nilai skor rentabilitasnya pada kisaran angka 10. Beberapa koperasi
mampu memperoleh skor rentabilitas yang baik karena nilai SHU sebelum pajak
55
14 14.5 1412.5 12.5 12.5
15 15 15
10.58.5
0
15 1514
0
5
10
15
20
2004 2005 2006
rentabilitas
PPCU
KBN
MTS
SINATI
KPB
yang diperoleh relatif besar jika dibandingkan dengan pendapatan operasional atau
total aset. Disamping itu, besarnya beban operasional yang lebih kecil dari
pendapatan operasional juga menentukan besarnya skor rentabilitas yang diperoleh.
Sedangkan pada USP SINATI skor rentabilitas yang dicapai tidak bisa
maksimal karena nilai SHU sebelum pajak yang diperoleh jauh lebih kecil jika
dibandingkan dengan total aset yang dimiliki. Apalagi ditambah dengan beban
operasional yang hampir sama dengan pendapatan operasional yang diperoleh.
5.2.5 Likuiditas (Liquidity)
Rasio yang digunakan dalam menilai likuiditas adalah rasio pinjaman yang
diberikan terhadap dana yang diterima. Agar kondisi likuiditas dapat dikatakan baik
maka nilai rasio harus kurang dari 90%. Skor likuiditas maksimal yang bisa dicapai
oleh koperasi pada penilaian kesehatan koperasi adalah sebesar 10. Adapun skor
likuiditas yang dicapai beberapa koperasi di kawasan Prigi dapat dilihat pada gambar
6. berikut ini :
56
10 10 1010 10 1010
0 0
10
00 0 0
-5
0
5
10
15
2004 2005 2006
likuiditas
PPCU
KBN
MTS
SINATI
KPB
10 10 1010 10 1010
0 0
10
00 0 0
-5
0
5
10
15
2004 2005 2006
likuiditas
PPCU
KBN
MTS
SINATI
KPB
Gambar 6. Grafik skor likuiditas beberapa koperasi di kawasan Prigi tahun 2004
sampai dengan tahun 2006
Berdasarkan gambar 6. di atas diketahui bahwa hanya PPCU dan KBN yang
rasio likuiditasnya selama 3 tahun kurang dari 90%. Sedangkan pada USP MTS dan
USP SINATI rasio likuiditasnya pada tahun 2004 kurang dari 90% tetapi pada tahun
berikutnya rasio likuiditas melewati batas rasio likuiditas yang aman sebesar 90%.
PPCU mampu mengelola rasio likuiditasnya karena mempunyai sistem pemantauan
likuiditas dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya. Sedangkan pada beberapa
koperasi yang lainnya aspek likuiditas kurang diperhatikan. Seperti yang terjadi pada
KPB dimana 99% dari total asetnya berada di tangan anggota koperasi.
Rasio likuiditas yang tinggi di satu sisi menguntungkan koperasi karena
keuntungan yang diperoleh dari bunga semakin besar. Tetapi di satu sisi akan
menyebabkan kesulitan finansial jika ada penarikan dana dari anggota atau sumber
modal. Kasus pada KPB merupakan contoh dimana likuiditas yang tinggi
menguntungkan. Semakin besar dana yang dipinjamkan maka bunga yang diperoleh
semakin besar sedangkan kewajiban yang harus dipenuhi koperasi jika ada penarikan
dana dari anggota atau sumber modal dapat ditutup dengan dana yang diperoleh dari
angsuran anggota. Hal ini bisa terjadi karena KPB hanya melaksanakan transaksi satu
kali dalam sebulan. Sehingga kegiatan penarikan dana atau pemberian pinjaman
hanya bisa dilaksanakan pada waktu pertemuan yang hanya sekali dalam sebulan.
Rasio likuiditas yang tinggi harus dihindari KPB jika mulai menggunakan modal
asing yang bisa ditarik sewaktu-waktu. Karena kemampuan memenuhi kewajiban
57
dari koperasi terhadap kewajiban yang dimiliki menunjukkan kredibilitas koperasi
tersebut.
5.3 Tingkat Kesehatan Koperasi
Tingkat kesehatan beberapa koperasi dapat diketahui berdasarkan
penjumlahan nilai skor yang diperoleh dari masing-masing aspek penilaian. Skor total
yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar predikat tingkat kesehatan
koperasi yang telah ditetapkan. Rincian perolehan skor total yang dicapai beberapa
koperasi yang diteliti dapat dilihat pada tabel 11. berikut ini :
Tabel 11. Skor total tingkat kesehatan koperasi beberapa koperasi di kawasan Prigi
tahun 2004, 2005 dan 2006
KOPE-RASI
TAHUN
ASPEK
SKOR TOTA
Lpermo-dalan
kualitas aktiva
produk-tif
manaje-men
renta-bilitas
likuiditas
PPCU2004 10,5 29,4 22 14 10 85,92005 7,8 29,5 22 14,5 10 83,92006 17 29,6 22 14 10 92,6
KBN2004 20 28,6 12 12,5 10 83,12005 20 11 11 12,5 10 64,52006 20 11,4 11 12,5 10 64,4
USP KUD MTS
2004 17 18,4 14 15 10 74,42005 20 18,4 14 15 0 67,42006 14 15,2 12 15 0 56,2
USP SINATI
2004 6,3 19,4 14 10,5 10 60,22005 1,6 19,2 14 8,5 0 43,3
KPB2004 20 19,2 11 15 0 65,2
2005 20 19,2 11 15 0 65,22006 20 19 11 14 0 65
58
(Sumber : Hasil Penelitian, 2007)
Berdasarkan skor total yang diperoleh tersebut kemudian dapat diketahui
tingkat kesehatan beberapa koperasi di kawasan Prigi pada tahun 2004, tahun 2005
dan 2006. Adapun tingkat kesehatan yang diperoleh beberapa koperasi di kawasan
Prigi berdasarkan analisis CAMEL dapat dilihat pada tabel 12. berikut ini :
Tabel 12. Tingkat kesehatan beberapa koperasi di kawasan Prigi pada tahun 2004,
2005 dan 2006 berdasarkan analisis CAMEL
KOPERASI TAHUN SKOR TOTAL
TINGKAT KESEHATAN
PPCU2004 85,9 sehat2005 83,9 sehat2006 92,6 sehat
KBN2004 83,1 sehat2005 64,5 kurang sehat2006 64,4 kurang sehat
USP KUD MTS
2004 74,4 cukup sehat2005 67,4 cukup sehat2006 56,5 kurang sehat
USP SINATI
2004 60,2 kurang sehat2005 43,2 tidak sehat
KPB2004 65,2 kurang sehat2005 65,2 kurang sehat2006 65 kurang sehat
(Sumber : Hasil Penelitian, 2007)
Berdasarkan penelitian terhadap 5 koperasi yang ada di kawasan Prigi dapat
diketahui bahwa selama 3 tahun mulai tahun 2004 sampai dengan tahun 2006 hanya
terdapat satu koperasi yang mempunyai kesehatan stabil sehat yaitu PPCU. Kemudian
terdapat satu koperasi yang stabil kesehatannya tetapi kurang sehat yaitu Koperasi
Wanita Puteri Bahari (KPB). Sedangkan tiga koperasi yang lain mengalami
59
penurunan kesehatan. KBN termasuk koperasi sehat pada tahun 2004 tetapi menurun
menjadi koperasi kurang sehat pada tahun 2005 dan 2006. USP SINATI juga
mengalami penurunan tingkat kesehatan dari koperasi kurang sehat pada tahun 2004
menjadi koperasi tidak sehat pada tahun 2005. Sedangkan USP KUD Mina Tani
Sempurna mengalami penurunan kesehatan dari koperasi cukup sehat pada tahun
2004 dan 2005 menjadi koperasi kurang sehat pada tahun 2006. Adapun
perkembangan tingkat kesehatan koperasi di kawasan Prigi secara lengkap dapat
dilihat pada gambar 7. berikut ini :
Gambar 7. Grafik perkembangan tingkat kesehatan beberapa koperasi di kawasan
Prigi tahun 2004 sampai dengan tahun 2006
Berdasarkan nilai skor yang diperoleh maka Pantai Prigi Credit Union
(PPCU) termasuk koperasi sehat karena nilai skor yang diperoleh lebih dari 81. Pada
tahun 2004 PPCU mempunyai tingkat kesehatan sehat dengan skor yang diperoleh
85,9 dari skor maksimal sebesar 100. Walaupun sudah masuk kategori sehat agar
kondisi koperasi semakin baik maka perlu memperhatikan aspek permodalan yaitu
60
35
50
65
80
95
PPCU KBN USPMTS
USPSINATI
KPB
KOPERASI
SK
OR
2004
2005
2006
dengan meningkatkan penghimpunan modal sendiri dan memperhatikan jumlah
pinjaman yang beresiko. Karena semakin besar modal sendiri dari modal asing dan
semakin kecil jumlah pinjaman yang beresiko dari pinjaman yang diberikan akan
menjamin ketersediaan modal dan likuiditas. Sedangkan aspek yang penting
diperhatikan selain aspek permodalan adalah aspek manajemen yaitu dengan
memacu agar pertumbuhan modal sendiri lebih besar dari pertumbuhan aset, menjalin
kerjasama dengan lembaga keuangan lain dan mengurangi resiko kredit macet.
Sedangkan kondisi aspek lainnya sudah bagus dan perlu dipertahankan agar tingkat
kesehatan koperasi semakin baik.
Tingkat kesehatan PPCU pada tahun 2005 tetap sehat tetapi skor yang
diperoleh sedikit turun. Menurunnya skor yang diperoleh disebabkan oleh rasio
modal sendiri terhadap aset yang semakin kecil dari tahun 2004 dan semakin
besarnya jumlah pinjaman beresiko yang menyebabkan nilai rasio antara modal
sendiri dengan pinjaman beresiko semakin kecil. Untuk meningkatkan skor yang
diperoleh maka penghimpunan modal sendiri harus lebih besar dari penghimpunan
modal asing dan mengurangi jumlah pinjaman yang beresiko. Sedangkan aspek lain
harus tetap dijaga kestabilannya atau lebih ditingkatkan lagi.
Kinerja yang dicapai PPCU pada tahun 2006 semakin meningkat. Hal ini
ditunjukan oleh peningkatan skor tingkat kesehatan dari 83,9 pada tahun 2005
menjadi 92,6 pada tahun 2006. Peningkatan yang cukup besar ini merupakan hasil
pemupukan modal sendiri yang cukup besar dan kemampuan untuk mengurangi
jumlah pinjaman yang beresiko. Sedangkan dari aspek manajemen kondisi tahun
2006 tetap sama dengan tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena PPCU selain
61
memberikan pinjaman kepada anggota juga menghimpun dana tabungan yang
jumlahnya cukup besar. Sehingga modal asing yang dihimpun juga cukup besar.
Kemudian PPCU dalam memberikan pinjaman tidak mementingkan jaminan
sehingga jumlah pinjaman beresiko cukup besar. Walaupun pinjaman yang diberikan
banyak yang tidak menggunakan jaminan tetapi PPCU tetap memperhatikan faktor
resiko yang akan diterima. Sehingga dalam memberikan pinjaman akan selektif dan
disesuaikan dengan karakter dari peminjam. Sedangkan masalah manajemen yang
ketiga yaitu hubungan dengan lembaga keuangan lain yang belum dilakukan karena
kebutuhan modal masih dapat dicukupi.
Berdasarkan nilai skor yang diperoleh maka Koperasi Bakul Nelayan (KBN)
termasuk koperasi sehat pada tahun 2004 karena nilai skor yang diperoleh diantara 81
sampai dengan 100. Sedangkan pada tahun 2005 dan 2006 menjadi koperasi kurang
sehat karena nilai skor yang diperoleh diantara 51 sampai dengan 66.
Berdasarkan perhitungan analisa CAMEL dapat diketahui bahwa kondisi
kesehatan KBN pada tahun 2004 termasuk kategori sehat dengan memperoleh skor
83,1. Pada tahun ini aspek permodalan, kualitas aktiva produktif dan likuiditas dalam
kondisi bagus. Sedangkan aspek rentabilitas cukup bagus tetapi aspek manajemen
kurang bagus. Kondisi yang bagus ini dapat dicapai karena adanya kerjasama yang
baik antara anggota, pengurus, pengelola dan pengawas koperasi.
Tingkat kesehatan KBN pada tahun 2005 dan 2006 hampir sama yaitu
mengalami penurunan drastis menjadi koperasi kurang sehat. Hal ini khususnya
dikarenakan semakin meningkatnya jumlah pinjaman bermasalah sehingga kualitas
62
aktiva produktif semakin menurun disamping tidak adanya perbaikan aspek
manajemen yang kurang baik pada tahun sebelumnya.
Agar kesehatan koperasi meningkat maka perlu memprioritaskan pada aspek
kualitas aktiva produktif dan manajemen. Misalnya dengan meningkatkan kesadaran
anggota koperasi dalam kedisiplinan membayar pinjaman, memberikan pinjaman
untuk kegiatan produktif sehingga dapat mencegah atau mengurangi jumlah kredit
bermasalah. Disamping itu juga meningkatkan manajemen pengelolaan koperasi
dengan mengacu kepada Keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia Nomor: 351/KEP/M/XII/1998 tentang petunjuk
pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi.
Kondisi likuiditas dan permodalan KBN memenuhi kategori yang baik dalam
penilaian tingkat kesehatan tetapi jumlah modal yang dimiliki dari tahun ke tahun
tidak mengalami peningkatan yang berarti. Maka pihak koperasi perlu meningkatkan
sejumlah modal dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas anggota koperasi.
Dengan meningkatnya kualitas anggota diharapkan timbulnya rasa memiliki dan
keinginan untuk memajukan koperasi oleh anggota koperasi.
Berdasarkan nilai skor yang diperoleh maka Koperasi Unit Desa (KUD) Mina
Tani Sempurna termasuk koperasi cukup sehat pada tahun 2004 dan 2005 karena nilai
skor yang diperoleh diantara 66 sampai dengan 80. Sedangkan pada tahun 2006
termasuk koperasi kurang sehat karena hanya memperoleh skor antara 51 sampai
dengan 65.
USP KUD Mina Tani Sempurna pada tahun 2004 mempunyai tingkat
kesehatan cukup sehat. Adapun titik kelemahan dari USP KUD Mina Tani Sempurna
63
adalah pada aspek kualitas aktiva produktif dan aspek manajemen. Pada aspek
kualitas aktiva produktif tidak ada anggaran untuk dana cadangan resiko sehingga
jika ada kredit bermasalah akan mengganggu tingkat permodalan dan likuiditas.
Sedangkan titik lemah aspek manajemen diantaranya adalah tidak mampu
mengendalikan jumlah pinjaman lancar dalam jumlah lebih besar dari 90% pinjaman
yang diberikan. USP KUD Mina Tani Sempurna juga belum mempunyai sistem
informasi manajemen likuiditas yang baik walaupun likuiditasnya kurang dari 90%.
Aspek permodalan, aspek rentabilitas dan aspek likuiditas yang dicapai pada tahun
2004 adalah baik dan perlu dipertahankan untuk tahun-tahun berikutnya.
Tingkat kesehatan USP KUD Mina Tani Sempurna pada tahun 2005 dan 2006
mengalami penurunan status menjadi koperasi kurang sehat. Hal ini terutama karena
kurang baiknya manajemen dan kualitas aktiva produktif seperti tahun 2004 dan
ditambah memburuknya tingkat likuiditas yang melebihi 90%. Untuk memperbaiki
tingkat kesehatan perlu langkah-langkah yang harus dilakukan misalnya memperbaiki
aspek manajemen baik manajemen permodalan, kualitas aktiva produktif,
pengelolaan, rentabilitas maupun manajemen likuiditas. Kemudian menjaga tingkat
likuiditas dan terus meningkatkan modal sendiri dan mengurangi ketergantungan dari
modal asing atau dari lembaga keuangan.
Berdasarkan nilai skor yang diperoleh maka Koperasi Mina Tani Teluk Prigi
(SINATI) termasuk koperasi kurang sehat pada tahun 2004 karena nilai skor yang
diperoleh diantara 51 sampai dengan 65. Sedangkan pada tahun 2005 termasuk
koperasi tidak sehat karena hanya memperoleh skor kurang dari 51.
64
USP Sinati pada tahun 2004 mempunyai tingkat kesehatan kurang sehat. Hal
ini disebabkan oleh kurang baiknya beberapa aspek khususnya aspek permodalan,
kualitas aktiva produktif dan manajemen. Pada aspek permodalan USP Sinati lebih
banyak menggunakan modal asing dan hanya menanam modal sendiri dalam jumlah
sedikit. Besarnya modal asing memberikan resiko yang tinggi khususnya bila terjadi
pinjaman bermasalah dalam jumlah besar dan penarikan modal asing. Tetapi USP
Sinati cukup tanggap yaitu dengan meminta jaminan bagi setiap pinjaman yang
diberikan sehingga ada upaya untuk mengurangi jumlah pinjaman bermasalah.
Sedangkan pada aspek kualitas aktiva produktif USP Sinati mempunyai kelemahan
pada tidak adanya dana cadangan resiko untuk menutupi kredit bermasalah. Sehingga
setiap pinjaman bermasalah yang timbul akan mengurangi tingkat permodalan dan
likuiditas. Aspek yang juga menjadi titik lemah kesehatan USP Sinati adalah aspek
manajemen yaitu rendahnya upaya meningkatkan modal sendiri, tidak adanya
program pendidikan yang rutin terhadap anggota atau pegawai, kurangnya upaya
untuk menjaga atau meningkatkan rentabilitas dan belum menggunakan sistem
informasi manajemen yang memadai untuk pemantauan likuiditas.
Tingkat kesehatan USP Sinati pada tahun 2005 justru semakin turun menjadi
koperasi tidak sehat. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya perbaikan terhadap
masalah yang dihadapi pada tahun 2004 dan adanya pengalihan modal sendiri pada
unit usaha yang lain. Sehingga jumlah modal sendiri pada unit simpan pinjam
semakin sedikit. Hal ini bertentangan dengan Keputusan Menteri Koperasi,
Pengusaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor: 351/KEP/M/XII/1998
tentang petunjuk pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi yang mengharuskan
65
modal sendiri minimal yang harus disetor kepada unit simpan pinjam sebesar
Rp. 15.000.000,-. Untuk meningkatkan kesehatan koperasi perlu dilakukan beberapa
upaya diantaranya adalah memperbaiki manajemen yang dilakukan selama ini,
memperkuat permodalan sendiri dan menjaga kualitas aktiva produktif. Disamping
itu juga mempertahankan rentabilitas dan likuiditas yang dicapai selama ini.
Berdasarkan nilai skor yang diperoleh maka Koperasi Wanita Puteri Bahari
(KPB) termasuk koperasi kurang sehat baik pada tahun 2004, 2005 maupun 2006
karena nilai skor yang diperoleh diantara 51 sampai dengan 66. Beberapa faktor
utama yang menyebabkan tingkat kesehatan KPB kurang sehat adalah kurang
baiknya tingkat likuiditas, manajemen dan kualitas aktiva produktif. Besarnya rasio
likuiditas yang mencapai 99% menunjukkan banyaknya uang yang beredar pada
anggota sebagai pinjaman. Sehingga kemampuan koperasi untuk memberikan
pinjaman atau memenuhi kewajibannya hanya dapat dilakukan setiap satu bulan
sekali ketika berlangsung pertemuan rutin. Aspek manajemen juga kurang
diperhatikan dengan baik. Hal ini terjadi karena kurangnya frekuensi pertemuan
anggota koperasi yang praktis hanya sekali dalam sebulan. Sedangkan aspek kualitas
produktif menjadi salah satu titik lemah karena tidak adanya alokasi dana cadangan
resiko terhadap kredit bermasalah. Adapun aspek permodalan dan rentabilitas dari
KPB sudah bagus karena modal sendiri mencapai 99% dari total aset dan persentase
rentabilitas yang diperoleh selalu tergolong besar jika dibandingkan dengan ketentuan
dalam analisa CAMEL.
Walaupun tingkat kesehatan tergolong kurang sehat tetapi KPB mempunyai
keunikan yaitu tidak adanya kredit macet padahal pinjaman yang diberikan tanpa
66
disertai jaminan. Hal ini bisa terjadi karena karakter dan keaktifan anggota koperasi
menjadi pertimbangan dalam pemberian pinjaman. Sehingga anggota koperasi
menjadi aktif dan disiplin dalam melaksanakan kewajibannya.
67