27
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN KOPERASI SIMPAN
PINJAM DAN HUKUM JAMINAN
A. Tinjauan Umum Koperasi
1. Pengertian, Peran dan Prinsip Koperasi
Dilihat dari segi bahasa, secara umum koperasi berasal dari kata –
kata Latin yaitu Cum yang berarti dengan, dan Aperari yang berarti bekerja.
Dari dua kata ini, dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Co dan
Operation, yang dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah Cooperative
Vereneging yang berarti bekerja dengan bersama orang lain untuk mencapai
suatu tujuan tertentu.1Dalam bahasa Indonesia dilafalkan menjadi koperasi.2
Kata CoOperation kemudian diangkat dan dikenal dengan istilah
ekonomi sebagai Kooperasi yang dibakukan menjadi suatu bahasa ekonomi
yang dikenal dengan istilah KOPERASI, yang berarti organisasi ekonomi
dengan keanggotaan yang bersifat sukarela. 3 Oleh karena itu koperasi dapat
didefinisikan sebagai berikut :
1 Sutantya Rahardja Hadikusumah, Hukum Koperasi Indonesia, Rajagrafindo
Persada, Jakerta : 2000, hlm. 1 2 Andjar Pachta, Hukum Koperasi Indonesia Pemahaman, Regulasi, Pendirian, dan
Modal Usaha, Badan Penerbit FH UI,Jakarta : 2008, hlm 15 3 Ibid
28
“Koperasi adalah suatu perkumpulan atau organisasi ekonomi yang beranggotakan orang – orang atau badan – badan, yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebaga anggota menurut peraturan yang ada dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan suatu usaha, dengan tujuan mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.”
Dari definisi tersebut, maka dapatlah dilihat adanya unsur – unsur
koperasi seperti berikut :
1. Koperasi bukan suatu organisasi perkumpulan modal (akumulasi
modal), tetapi perkumpulan orang – orang yang berasaskan
social, kebersamaan bekerja dan bertanggung jawab.
2. Keanggotaan koperasi tidak mengenal adanya paksaan apapun
dan oleh siapapun, bersifat sukarela, netral terhadap aliran, isme
dan agama.
3. Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota dengan
cara bekerja sama secara kekeluargaan.
Undang – Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
memberikan definisi tentang Koperasi bahwa :
“Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang – orang atau badan hukum dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.”
29
Pada penjelasan tersebut koperasi memiliki ciri – ciri khusus yaitu :4
a. Beberapa orang disatukan oleh kepentingan ekonomi yang sama. b. Tujuan mereka, baik bersama dengan tindakan perseorangan
adalah memajukan kesejahteraan bersama dengan tindakan bersama secara kekeluargaan.
c. Alat untuk mencapai tujuan itu adalah badan usaha yang dimiliki, dibiayai, dan dikelola bersama.
d. Tujuan utama badan usaha itu adalah meningkatkan kesejahteraan semua anggota perkumpulan.
e. Dari berbagai definisi dan pengertian koperasi, pada umumnya terdapat beragam unsur yang terkandung, tetapi pada pokoknya sama yaitu :5
1. Merupakan perkumpulan modal orang, bukan semata perkumpulan modal.
2. Adanya kesamaan baik dalam tujuan, kepentingan maupun dalam bentuk kegiatan sosial, menyebabkan lahirnya beragam bentuk dan jenis koperasi.
3. Merupakan usaha yang bersifat sosial, tetapi tetap bermotif ekonomi.
4. Bukan bertujuan untuk keuntungan badan koperasi itu sendiri, tetapi untuk kepentingan kesejahteraan koperasi.
5. Diurus bersama, dengan semangat kebersamaan dan gotong royong.
6. Netral. 7. Demokratis 8. Menghindari persaingan antar anggota. 9. Merupakan suatu system (terintegrasi dan terorganisasi). 10. Sukarela. 11. Mandiri dan kepercayaan diri. 12. Keuntungan dan manfaat sama, propordional dengan jasa
yang diberikan. 13. Pendidikan 14. Moral. 15. Pengaturan beragam untuk setiap Negara, tetapi dengan
satu prinsip yang tetap sama, yaitu prinsip – prinsip koperasi. .
4 Abdulkadir Muhammad, Hukum Koperasi, Alumni, Bandung, 1982, hlm 120
5 Andjar Pachta,op.cit, hlm 20
30
Pada bab II, Bagian Kedua, Pasal 3 UU No. 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian, tertuang tujuan koperasi Indonesia seperti berikut :
“Memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasioanal dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945”
Pasal 4 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian diuraikan
fungsi dan peran koperasi Indonesia seperti berikut:6
a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya.
d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama atas dasar asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Pada Bab II, Bagian Kedua, Pasal 5 UU No. 25 Tahun 1992 diuraikan
mengenain prinsip Koperasi bahwa :
1. Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi sebagai berikut :
a. keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka. b. pembagian dilakukan secara demokratis c. pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil dan
sebanding dengan besarnya jasa usaha masing – masing anggota.
d. pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.
6 Idem, hlm 40
31
e. pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal. f. kemandirian.
2. Dalam mengembangkan koperasi, maka koperasi melaksanakan pula prinsip koperasi sebagai berikut :
a. pendidikan perkoperasian b. kerja sama antar koperasi.
Penjelasan dari Pasal 5 UU No. 25 Tahun 1992 tersebut, diuraikan
bahwa prinsip koperasi adalah merupakan satu kesatuan dan tidak dapat
dipisahkan dalam kehidupan berkoperasi. Dengan melaksanakan
keseluruhan prinsip tersebut, koperasi mewujudkan dirinya sebagai badan
usaha sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berwatak sosial.
Menurut Andjar Pachta dalam bukunya Hukum Koperasi Indonesia
Pemahaman, Regulasi, Pendirian, dan Modal Usaha, Prinsip koperasi
merupakan esensi dari dasar kerja koperasi sebagai badan usaha dan
merupakan ciri khas serta jati diri dari koperasi. Dengan adanya prinsip
tersebut, koperasi dapat dibedakan dari badan usaha lainnya, karena
adanya: 7
a. Sifat kesukarelaan dalam keanggotaan koperasi
Sifat ini mengandung arti bahwa menjadi anggota koperasi tidak
boleh dipaksakan oleh siapapun. Sifat kesukarelaan ini juga
mengandung arti bahwa seorang anggota koperasi dapat
mengundurkan diri dari koperasi sesuai dengan syarat yang
7 Idem, hlm 48 - 52
32
ditentukan dalam Anggaran Dasar Koperasi. Sedangkan sifaat
terbuka mengandung arti bahwa dalam keanggotaan koperasi tidak
terdapat pembatasan atau diskriminasi dalam bentuk apapun dan
oleh siapapun. Koperasi terbuka untuk setiap warga Negara
Indonesia, artinya keanggotaan koperasi Indonesia tidak mengenal
perbedaan jenis kelamin, agama atau kepercayaan, suku, status
ekonomi maupun golongan atau paham yang dianutnya. Menjadi
anggota koperasi harus dengan penuh kesadaran dan keyakinan
bahwa melalui koperasi akan diperolehnya manfaat yang akan
mampu menaikkan taraf hidupnya, baik secara material maupun
secara mental spiritual.
b. Adanya prinsip demokrasi
Prinsip ini menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakukan
atas kehendak dan keputusan para anggotanya. Karena pada
prinsipnya para anggota itulah yang memegang dan melaksanakan
kekuasaan teringgi dalam kopeasi, dan koperasi Indonesia adalah
milik anggota dan untuk anggota. Sehingga koperasi di dalam
kegiatan usahanya harus berusaha melayani anggota dengan
sebaik – baiknya. Oleh karena itu pelaksanaan kepengurusan
koperasi harus terbuka bagi setiap usahanya harus berusaha
melayani anggota dengan sebaik – baiknya. Oleh karena itu
pelaksanaan kepengurusan koperasi harus terbuka bagi setiap
33
anggota. Anggota berhak pula melakukan kontrol atas jalannya
kepengurusan koperasi. Anggota koperasi mempunyai hak suara
yang sama di dalam Rapat Anggota Koperasi, yang membicarakan
dan memutuskan segala kebijaksanaan dan ketentuan – ketentuan
yang harus dilaksanakan oleh pengurus koperasi. Rapat Anggota
Koperasi ini adalah merupakan sendi dasar kehidupan koperasi.
c. Pembagian sisa hasil usaha berdasar atas prinsip keadilan dan
asas kekeluargaan
Sisa hasil usaha koperasi tidak dibagi semata – mata atas dasar
modal yang dimiliki anggota dalam koperasi, tetapi juga atas dasar
perimbangan jasa usaha mereka terhadap koperasi. Meskipun sisa
hasil usaha yang berupa keuntungan itu tidak sebesar jika
menjalankan perusahaan non koperasi, tetapi keuntungan tersebut
diharapkan nantinya dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan
anggota dan juga untuk dana cadangan, dana social, dana
pendidikan serta lainnya. Pada koperasi pemula yang masih
memerlukan tambahan modal usaha, sisa hasil usaha yang didapat
biasanya tidak dibagikan kepada para anggota, tetapi digunakan
untuk menambah modal usaha koperasi bersangkutan.
d. Koperasi bukan merupakan akumulasi modal.
Meskipun koperasi bukan merupakan suatu akumulasi modal,
tetapi koperasi memerlukan modal pula untuk menjalankan
34
kegiatan usahanya. Modal untuk kemanfaatan anggotanya, bukan
untuk sekedar mencari keuntungan. Oleh karena itu, balas jasa
terhadap modal yang mereka berikan kepada para anngota juga
terbatas, tidak didasarkan semata – mata atas besarnya modal
yang diberikan kepada koperasi. Terbatas di sini dimaksudnya
adalah wajar, dalam arti tidak melebihi besarnya suku bunga yang
berlaku.
e. Prinsip kemandirian dari koperasi.
Mengandung arti bahwa koperasi harus dapat berdiri – sendiri,
tanpa bergantung kepada pihak lain yang dilandasi oleh
kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan, dan
usaha sendiri. Kemandirian ini terkandung pula pengertian
kebebasan yang bertanggung jawab, otonomi, swadaya, berani
mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri, dan kehendak untuk
mengelola diri sendiri. Tanpa adanya modal kepercyaaan atau
keyakinan akan kemampuan dan kekuatan sendiri ini, niscaya tidak
mungkin timbul suatu kegiatan dalam koperasi. Untuk itu, setiap
kegiatan koperasi Indonesia selalu harus mendasarkan kepada
prinsip swadaya, swakerta dan swasembada. Swadaya artinya
koperasi Indonesia harus berusaha untuk dapat berdiri tegak di
atas kekuatannya sendiri, baik kekuatan modal usaha maupun
mental spiritual dari para anggota koperasi. Swakerta artinya
35
buatan sendiri. Dengan perinsip swakerta ini koperasi diharapkan
dapat melaksanakan sendiri segala kegiatannya dengan
menggunakan alat – alat buatan sendiri atau mengutamakan
memakai barang – barang buatan bangsa sendiri. Sedangkan
swasembada mempunyai arti kemampuan sendiri. Sifat ini
menghendaki anggota koperasi dan masyarakat, dapat mencukupi
kebutuhan snediri dengan kemampuanyya sendiri. Meskipun untuk
itu dalam pelaksanaannya koperasi harus melakukan kerja sama
dengan badan – badan usaha lainnnya.
f. Prinsip pendidikan perkoperasian dan kerja sama antar koperasi.
Penyelenggaraan pendidikan perkoperasian dan kerja sama antar
koperasi merupakan prinsip koperasi yang penting dalam
meningkatkan kemampuan, memperluas wawasan anggota, dan
memperkuat solidaritas dalam mewujudkan tujuan koperasi. Kerja
sama ini dapat dilakukan antar koperasi baik di tingkat local,
regional, nasional, maupun di tingkat internasional. Dengan
pendidikan ini diharapkan para anggota memiliki pengertian
tentang seluk – beluk dan lika liku koperasi, dan dari pengertian
yang diperoleh tersebut akan tumbuh kesadaran berkoperasi dan
kesetiaan pada koperasi pada diri dan jiwa para anggota koperasi,
yang dapat meningkatkan taraf partisipasi anggota terhadap
koperasi. Sedangkan kerjasama antar koperasi ini akan dapat
36
memperkuat dan memperkokoh koperasi sebagai suatu badan
usaha ekonomi, sehingga dapat mewujudkan keinginan dari
ketentuan Pasal 33 UUD 1945 di mana koperasi sebagai sokoguru
perekonomian bangsa Indonesia.
2. Bentuk dan Jenis Koperasi
Jenis – jenis koperasi menurut Pasal 15 UU No. 25 tahun 1992
menyatakan Koperasi dapat berbentuk Koperasi Primer atau Koperasi
Sekunder. Koperasi sekunder, menurut penjelasan dari undang – undang
tersebut adalah meliputi semua koperasi yang didirikan oleh dan
beranggotakan koperasi primer dan / atau koperasi sekunder. Berdasarkan
kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi, koperasi sekunder dapat
didirikan oleh koperasi sejenis maupun berbagai jenis atau tingkatan. Dalam
hal koperasi mendirikan koperasi sekunder dalam berbagai tingkatan seperti
yang selama ini dikenal sebagai Pusat, Gabungan, dan Induk, maka jumlah
tingkatan maupun penamaannya diatur sendiri oleh koperasi yang
bersangkutan.8
Jika dilihat kembali ketentuan Pasal 15 dan 16 UU No. 12 tahun 1967
tentang Pokok – Pokok Koperasi Indonesia beserta penjelasannnya, maka
dapat diketahui adanya empat tingkatan organisasi koperasi yang diasarkan
8Sutantya Hadhikusuma, op.cit, hlm 60
37
atau disesuaikan dengan tingkat daerah administrasi pemerintahan. Empat
tingkatan koperasi tersebut dapat dijelaskan seperti berikut :9
a. Induk Koperasi, terdiri dari sekurang – kurangnya 3 (tiga)
gabungan koperasi yang berbadan hukum. Induk Koperasi ini
daerah kerjanya adalah Ibukota Negara Republik Indonesia
(tingkat Nasional).
b. Gabungan Koperasi, terdiri dari sekurang –kurangnya 3 (tiga)
Pusat Koperasi yang berbadan hukum. Gabungan koperasi ini
daerah kerjanya adalah daerah tingkat I (tingkat Provinsi).
c. Pusat Koperasi, terdiri dari sekurang –kurangnya 5 (lima)
Koperasi Primer yang berbadan hukum. Pusat Koperasi ini
daerah kerjanya adalah Daaerah Tingkat II (tingkat Kabupaten).
d. Koperasi Primer, terdiri dari sekurang –kurangnya 20 (dua puluh)
orang telah memenuhi syarat – syarat keanggotaan sebagaimana
ditentukan dalam undang – undang.
Dengan tingkatan organisasi koperasi seperti tersebut, maka koperasi
tingkat atas mempunyai kewajiban memberi bimbingan dan pula mempunyai
wewenang untuk mengadakan pemeriksaan pada koperasi tingkat bawah,
dengan tanpa mengurangi hak koperasi tingkat bawah. Adanya kerja sama
yang baik di dalam organisasi koperasi dari tingkat Pusat sampai pada
9 Ibid
38
tingkat daerah atau dari tingkat atas sampai bawah, akan dapat memajukan
usaha koperasi secara keseluruhan.10
Pemusatan koperasi menjadi empat tingkat organisasi dalam kesatuan
yang tak dapat dipisah – pisahkan ini memiliki beberapa keuntungan yaitu :11
a. Menghilangkan atau menekan kemungkinan persaiangan yang tidak
sehat di antara koperasi – koperasi yang ada.
b. Di antara koperasi – koperasi tersebut, ada hubungan saling
melengkapi dalam suasana asas kekeluargaan, beban diperingan,
biaya usaha dapat dikurangi, dan harga dapat ditekan serendah
mungkin.
c. Dengan bekerjanya asas kebebasan yang bertanggung jawab
(subsidaritas) dijamin sehatnya sektor koperasi dari sudut
kehidupan organisasi dan usaha :
1) Koperasi Primer atau salah satu tingkat organisasi lain yang
kuat, dapat terus maju dengan tenaganya sendiri dan menjadi
dasar yang sehat bagi tingkat organisasi di atasnya,
sedangkan yang lemah dibantu oleh tingkat organisasi di
atasnya (permodalan, administrasi dan manajemen).
10 Nindyo Pramono, Beberapa Aspek Koperasi pada Umumnya dan Koperasi
Indonesia di dalam Perkembangan, Taman Pustaka Kristen, Yogyakarta : 1986, hlm 61 11
Tom Gunadi, Sistem Perekonomian menurut Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945, Angkasa, Bandung : 1981, hlm. 244
39
2) Masalah – masalah dalam koperasi dapat diatasi dalam
lingkungan kerja samanya sendiri, dan ini berarti berkurangnya
atau hilangnya ketergantungan pada perusahaan atau badan
lain di luarnya atau bahkan dari sektor lain.
Dalam ketentuan pasal 16 UU No. 25 tahun 1992 dinyatakan bahwa
jenis koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan
ekonomi anggotanya. Sedangkan dalam penjelasan pasal tersebut mengenai
jenis koperasi ini diuraikan seperti antara lain Koperasi Simpan Pinjam,
Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran, dan Koperasi
jasa. Untuk koperasi – koperasi yang dibentuk oleh golongan fungsional
seperti pegawai negeri, anggota ABRI, karyawan dan sebagainya, bukanlah
merupakan suatu koperasi tersendiri.
3. Kepengurusan Koperasi
Keanggotaan koperasi didasarkan pada kesadaran dan kehendak
secara bebas dari para calon anggota, tanpa adanya paksaan apapun dan
oleh siapapun. Di dalam koperasi dijunjung tinggi asas persamaan derajat di
antara sesame anggota koperasi, serta adanya jalinan hubungan koordinasi
yang harmonis antar sesama anggota tanpa memandang perbedaan
keturunan, politik dan agama. Anggota – anggota inilah yang mempunyai
kewenangan penuh dalam koperasi.
40
Setiap orang yang merasa mempunyai kepentingan dan kebutuhan
sama dan mempunyai kesadaran berkoperasi, boleh ikut serta menjadi
anggota koperasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam keanggotaan
koperasi dikenal adanya sifat bebas, sukarela, dan terbuka. Pada pasal 19
ayat (1) UU Perkoperasian, dinyatakan bahwa :
“Keanggotaan koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha koperasi. Ketentuan ini menunjukkan bahwa factor kesamaan kepentingan dalam usaha koperasi merupakan tolak ukur untuk menentukan diterima atau tidaknya seseorang / badan hukum koperasi menjadi anggota koperasi baik untuk Koperasi Primer maupun Koperasi Sekunder.”
Ketentuan Pasal 18 ayat (1) UU Perkoperasian menjelaskan bahwa :
“Yang dapat menjadi anggota koperasi Indonesia adalah setiap warga Negara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum atau koperasi yang memenuhi persyaratan seperti ditetapkan dalam anggaran dasar.”
Hal tersebut dimaksudkan sebagai konsekuensi dari koperasi yang
berstatus badan hukum (rechts person). Namun demikian ketentuan ini tidak
menutup bagi para pelajar, siswa atau yang dipersamakan dan dianggap
belum mampu untuk melakukan tindakan – tindakan hukum, untuk
membentuk badan usaha koperasi. Mereka dapat membentuk badan usaha
koperasi namun demikian koperasi tersebut tidak disahkan sebagai badan
hukum dan statusnya hanya sebaga Koperasi tercatat.
41
Kewajiban dari setiap anggota koperasi seperti tercantum di dalam
ketentuan Pasal 20 ayat (1) UU Perkoperasian dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Mematuhi Anggaran Dasar Koperasi 2. Mematuhi Anggaran Rumah Tangga Koperasi 3. Mematuhi hasil Keputusan – Keputusan Rapat Anggota Koperasi 4. Berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan
koperasi 5. Mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasar atas
asas kekeluargaan 6. Menghadiri rapat anggota dan ambil bagian secara aktif dalam
rapat tersebut 7. Memanfaatkan fasilitas – fasilitas usaha koperasi 8. Berlaku jujur dan tidak melakukan tindakan – tindakan yang dapat
merugikan koperasi 9. Bertanggung jawab dalam hutang – hutang koperasi
Hak dari setiap anggota koperasi seperti yang tercantum pada
ketentuan Pasal 20 ayat (2) UU Perkoperasian dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Hadir di dalam Rapat Anggota 2. Menyatakan pendapat di dalam Rapat Anggota 3. Memberikan suara di dalam Rapat Anggota 4. Memilih dan / atau dipilih dalam kepengurusan (sebagai Pengurus
atau sebagai Pengawas) 5. Meminta diadakannya Rapat Anggota menurut ketentuan dalam
Rapat Anggota 6. Mengemukakan pendapat dan / atau saran kepada pengurus di
luar Rapat Anggota, baik diminta maupun tidak 7. Mendapatkan keuntungan atau sisa hasil usaha 8. Memanfaatkan koperasi dan mendapat pelayanan yang sama
antara sesama anggota dalam koperasi 9. Menerima pengembalian uang simpanan sebagai anggota 10. Menerima bonus dan / atau bunga atas modal saham, obligasi, dan
sebagainya
42
11. Menerima kembali modal saham, obligasi jika anggota tersebut mengundurkan diri sebagai anggota koperasi tersebut bubar
12. Mengundurkan diri sebagai anggota koperasi 13. Mendapat keterangan – keterangan tentang perkembangan dari
koperasi
Ketentuan pengenai perangkat organisasi koperasi diatur dalam Pasal
21 beserta Penjelasannya, terdiri dari :
1. Rapat Anggota
Menurut Pasal 23 UU Perkoperasian Rapat Anggota Koperasi menentukan :
a) Anggaran Dasar b) Kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen dan
usaha koperasi c) Pemilihan, pengangkutan, pemberhentian Pengurus dan
Pengawas d) Rencana kerja, rencana pendapatan dan belanja koperasi serta
pengesahan laporan keuangan e) Pengesahan pertanggungjawaban pengurus dalam pelaksanaan
tugasnya f) Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) g) Penggabungan, peleburan, pembagian, dan pembubaran
koperasi
2. Pengurus Koperasi
Mengenai tugas dan kewenangan pengurus, sesuai dengan ketentuan
Pasal 30 UU Perkoperasian adalah seperti berikut :
a) Mengelola koperasi dan usaha koperasi. b) Mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan rencana
anggaran pendapatan dan belanja koperasi. c) Menyelenggarakan rapat anggota.
43
d) Mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas.
e) Memelihara daftar buku anggota dan pengurus. f) Mewakili koperasi di dalam dan di luar pengadilan. g) Memutuskan dalam penerimaan dan penolakan anggota baru,
serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
h) Melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan serta kemanfaatan koperasi, sesuai tanggung jawabnya dan sesuai keputusan rapat anggota.
3. Pengawas Koperasi Indonesia
Tugas dan wewenang pengawas di dalam UU Perkoperasian dalam
Pasal 39 antara lain seperti berikut :
a) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi.
b) Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya. c) Meneliti catatan yang ada pada koperasi. d) Mendapatkan segala keterangan yang diperlukan. e) Merahasiakan hasil pengawsannya terhadap pihak ketiga.
Pertanggungjawaban dari Koperasi sebagai badan hukum yang
melakukan perbuatan melawan hukum adalah dapat digugat atas perbuatan
melawan hukum yang dilakukan oleh orgaannya sebagai organ (als zodenig
door de organ).12Mengenai sanksi-sanksi yang diberikan oleh pengurus yang
tidak memenuhi kewajibannya diatur dalam Anggaran Dasar KSU 23 secara
khusus pada bab XIX pasal 41 bahwa anggota Koperasi yang tidak aktif
dalam kegiatan usaha tidak mendapatkan bagian SHU. Selanjutnya pada
Pasal 42 diatur bahwa jika tindakan Pengurus oleh Rapat Anggota dinilai
12 Chaidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung : 1991, hlm. 218
44
merugikan Koperasi, maka anggota Koperasi dapat diberhentikan dari
kedudukan sebagai Pengurus. Pengurus yang bersangkutan harus
mengganti kerugian yang diderita oleh koperasi.
4. Anggaran Dasar Koperasi
Anggaran dasar adalah keseluruhan aturan yang mengatur secara
langsung kehidupan koperasi dan hubungan antara koperasi dengan para
anggotanya, untuk terselenggaranya tertib organisasi. Dalam batas – batas
tertentu, anggaran dasar koperasi dianggap sebagai peraturan intern
koperasi yang harus ditaati oleh seluruh perangkat organisasi koperasi dan
seluruh anggota koperasi. Anggaran Dasar Koperasi dibuat dan disahkan
dalam rapat anggota sebagai kekuasaan tertinggi koperasi.
Anggaran dasar koperasi ini memuat ketentuan – ketentuan pokok
seperti antara lain :
a. Nama Koperasi
b. Tempat Kerja atau Daerah Kerja
c. Maksud dan Tujuan
d. Syarat – syarat keanggotaan
e. Permodalan
f. Hak dan Kewajiban serta Tanggung Jawab Anggota
g. Pengurus dan Pengawas Koperasi
45
h. Rapat Anggota dan Keputusan Rapat Anggota
i. Penetapan Tahun Buku
5. Penggolongan Usaha Koperasi Indonesia
Mengenai penggolongan jenis koperasi ini, jika ditinjau dari berbagai
sudut pendekatan maka dapatlah diuraikan seperti berikut :13
a. Berdasar pendekatan sejarah timbulnya gerakan koperasi, maka
dikenal jenis – jenis koperasi seperi berikut :
1) Koperasi Konsumsi.
2) Koperasi Kredit.
3) Koperasi Produksi.
b. Berdasar pendekatan menurut lapangan usaha dan/ atau tempat
tinggal para anggotanya, maka dikenal beberapa jenis koperasi
antara lain :
1) Koperasi Desa
Adalah koperasi yang anggota – anggotanya terdiri dari
penduduk desa yang mempunyai kepentingan –
kepentingan yang sama dalam koperasi dan menjalankan
aneka usaha dalam suatu lingkungan tertentu.
2) Koperasi Unit Desa (KUD)
13 Nindyo Pramono, op.cit., hlm. 118
46
Adalah Unit Desa ini berdasarkan Instruksi Presiden
Republik Indonesia No. 4 Tahun 1973 adalah merupakan
bentuk antara dari Badan Usaha Unit Desa (BUUD)csebagai
suatu lembaga ekonomi berbentuk koperasi, yang pada
tahap awalnya dapat merupakan gabungan dari koperasi –
koperasi pertanian atau koperasi desa wilayah Unit Desa,
yang dalam perkembangannya kemudian dilebur atau
disatukan menjadi satu KUD. Dengan keluarnya Instruksi
Presiden Republik No. 2 tahun 1978, KUD bukan lagi
merupakan bentuk antara dari BUDD tetapi telah menjadi
organisasi ekonomi yang merupakan wadah bagi
pengembangan berbagai kegiatan ekonomi masyarakat
pedesaan yang diselenggarakan oleh dan untuk masyarakat
pedesaan itu sendiri serta memberikan pelayanan kepada
anggotanya dan masyarakat pedesaan.
3) Koperasi Konsumsi
Koperasi Konsumsi adalah koperasi yang anggota –
anggotanya terdiri dari tiap – tiap orang yang mempunyai
kepentingan langsung dalam lapangan konsumsi. Koperasi
jenis ini biasanya menjalankan usahanya untuk mencukupi
kebutuhan sehari – hari para anggotanya dan masyarakat
sekitarnya.
47
4) Koperasi Pertanian (Koperta)
Koperasi ini adalah koperasi yang anggota – anggotanya
terdiri dari para petani pemilik tanah, penggadoh atau buruh
tani, dan orang – orang yang berkepentingan serta bermata
pencaharian yang berhubungan dengan usaha – usaha
pertanian.
5) Koperasi Peternakan
Adalah kperasi yang anggotanya terdiri dari peternak,
pengusaha peternak dan buruh peternak yang
berkepentingan dan mata pencahariannya yang
berhubungan dengan usaha – usaha pertanian.
6) Koperasi Perikanan
Adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari para peternak
ikan, pengusaha perikanan, pemilik kolam ikan, pemilik alat
perikanan, nelayan, dan sebagainya yang kepentingan serta
mata pencahariannya langsung berhubungan dengan soal –
soal perikanan.
7) Koperasi kerajinan atau Koperasi Industri
Koperasi kerajinan atau Koperasi Industri adalah koperasi
yang anggotanya terdiri dari para pengusaha kerajinan /
industry dan buruh yang berkepentingan serta mata
48
pencahariannya langsung berhubungan dengan kerajinan
atau industri.
8) Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Kredit
Adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari orang – orang
yang mempunyai kepentingan langsung dalam soal – soal
perkreditan atau simpan pinjam.
c. Berdasarkan pendekatan menurut golongan fungsionalnya, maka
dikenal jenis – jenis koperasi seperti antara lain :
1) Koperasi Pegawai Negeri (KPN)
2) Koperasi Angkatan Darat (KOPAD)
3) Koperasi Angkatan Laut (KOPAL)
4) Koperasi Angkatan Udara (KOPAU)
5) Koperasi Angkatan Kepolisian (KOPAK)
6) Koperasi Pensiunan Angkatan Darat
7) Koperasi Pensiunan Pegawai Negeri
8) Koperasi Karyawan, dan lain – lainnya
6. Pembubaran Koperasi
Cara pembubaran koperasi pada UU Perkoperasian diatur dalam
ketentuan Pasal 46 – 50 beserta Penjelasannya. Menurut ketentuan Pasal 46
UU Perkoperasian terdapat 2 (dua) cara yang dapat dilakukan untuk
membubarkan koperasi yaitu :
49
1) Berdasar Keputusan Rapat Anggota
Pembubaran Koperasi atas kehendak Rapat Anggota ini, di dalam ketentuan Pasal 46 – 50 UU Perkoperasian tidak diberikan penjelasan mengenai alasan – alasan apa yang dipakai oleh rapat anggota, sehingga rapat anggota boleh memutuskan untuk membubarkan koperasi tersebut.
2) Pembubaran Oleh Pejabat Koperasi
Pemerintah dalam hal ini Pejabat Koperasi, berhak pula melakukan pembubaran koperasi. Pembubaran koperasi oleh pejabat koperasi ini harus berdasarkan alasan – alasan tertentu, yang menyebabkan koperasi tersebut terpaksa harus dibubarkan. Sebelum Pejabat memberikan Keputusan maka menurut Pasal 42, Pejabat memberitahukan niatnya kepada Koperasi dan kepada Menteri dengan surat tercatat.
Selama tiga bulan, dihitung dari tanggal pengiriman surat tercatat ini,
maka baik Pengurus Koperasi maupun sekurang – kurangnya sepertiga
bagian dari pada anggota Koperasi dapat mengajukan keberatan kepada
Menteri. Selama tiga bulan itu, Menteri meninjau niat Pejabat akan
membubarkan Koperasi atau keberatan – keberatan tersebut dan
memutuskan menyetujui atau tidak pembubaran, Keputusan Menteri ini juga
dapat dengan surat tercatat dikirim kepada Koperasi dan Pejabat. Setelah
pemberitahuan Menteri ini yang mengandung menyetujui pembubaran
Koperasi, maka Pejabat berkuasa memutuskan pembubaran tersebut.
50
B. Tinjauan Kegiatan Koperasi Simpan Pinjam
1. Pengertian Koperasi Simpan Pinjam
Pasal 1 angka 2 Kepmenkop No. 96/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang
Pedoman Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi yang selanjutnya
disebut dengan Kepmenkop No. 96 memberikan definisi mengenai Koperasi
Simpan Pinjam adalah kopersi yang kegiatannya hanya usaha simpan
pinjam. Pasal 1 angka 2 menjelaskan bahwa Kegiatan Usaha Simpan Pinjam
adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkan
melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota, calon anggota
Koperasi yang bersangkutan, Koperasi lain dan atau anggotanya. Pasal 1
angka 3 menerangkan bahwa Usaha Simpan Pinjam adalah unit koperasi
yang bergerak dibidang usaha simpan pinjam sebagai bagian dari kegiatan
usaha koperasi yang bersangkutan.
Berdasarkan Pasal 44 UU Perkoperasian dan penjelasannya telah
diatur bahwa :
”Koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui
kegiatan usaha simpan pinjam.”
Kegiatan usaha simpan pinjam tersebut dilaksanakan dan untuk :
a. anggota Koperasi yang bersangkutan
51
b. calon anggota yang memenuhi syarat
c. koperasi lain dan / atau anggotanya
Ketentuan ini menjadi dasar hukum yang kuat bagi Koperasi untuk
melaksanankan kegiatan usaha simpan pinjam baik sebagai salah satu
ataupun satu – satunya kegiatan usaha koperasi, sebagai penghimpun dan
penyalur dana masyarakat walaupun dalam lingkup yang terbatas. Kegiatan
usaha ini banyak menanggung resiko, oleh karena itu penelolaannya harus
dilakukan secara profesional.
2. Persyaratan Pembentukan Unit Simpan Pinjam
Keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 351/Kep/M/XII/1998 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam memberikan syarat – syarat
dalam pembentukan Unit Simpan Pinjam adalah sebagai berikut :
a. Bagi koperasi yang sudah berbadan hukum dan di dalam anggaran dasarnya telah merncantumkan kegiatan usaha simpan pinjam sebagai salah satu kegiatan usahanya tetap belum melaksanakan usaha simpan pinjam setelah dikeluarkan petunjuk pelaksanaan ini maka Pejabat yang berwenang memberikan pengesahan akte pendirian dan perubahan anggaran dasar koperasi, mengeluarkan surat keputusan yang menyatakan bahwa ijin usaha simpan pinjam tersebut tidak berlaku. Hal ini dilakukan setelah diberikan peringatan terlebih dahulu secara tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut -turut dalam waktu 6 (enam) bulan.
b. Bagi Koperasi yang sudah berbadan hukum tetap sebelum mencantumkan kegiatan usaha simpan pinjam didalam anggaran dasarnya, apabila akan melakukan kegiatan usaha simpan pinjam
52
maka pengurus koperasi tersebut wajib nengajukan permohonan pengesahan perubahan anggaran dasarnya dengan mencantumkan usaha simpan pinjam didalam anggaran dasar tersebut kepada pejabat yang berwenang memberikan pengesahan akte pendirian dan perubahan anggaran dasar koperasi.
c. Bagi Koperasi yang sudah berbadan hukum dan telah melaksanakan kegiatan simpan pinjam tetapi belum mencantumkan kegiatan usaha simpan pinjam didalam anggaran dasarnya, diberikan kesempatan paling lambat 6 (enam) bulan sejak berlakunya Petunjuk Pelaksanaan ini, sudah harus mengajukan perubahan anggaran dasarnya. Apabila koperasi tidak mengajukan perubahan anggaran dasarnya sampai batas waktu yang ditentukan maka koperasi yang bersangkutan tidak diijinkan untuk melanjutkan usaha simpan pinjam.
d. Dalam pembentukan USP harus sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akte Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi serta Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan Koperasi, Pengesahan Akte Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
e. Bagi Koperasi yang membentuk USP, permohonan pengesahan pembentukan USP dan Perubahan anggaran dasar koperasinya diajukan kepada Pejabat yang berwenang memberikan pengesahan akte pendirian dan perubahan anggaran dasar koperasi.
f. Dalam pengajuan permohonan tersebut harus disertai lampiran sebagai berikut: 1) Surat bukti penyetoran modal tetap USP pada koperasi primer
sekurang-kurangnya Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) dan Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) untuk USP pada koperasi sekunder berupa deposito pada Bank Pemerintah yang disetorkan atas nama Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah cq. Ketua Koperasi yang bersangkutan.
2) Rencana Kerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun. 3) Administrasi dan pembukuan koperasi. 4) Nama dan riwayat hidup Pengurus, Pengawas dan calon
Pengelola. 5) Daftar sarana kerja. 6) Surat perjanjian kerja antara Pengurus Koperasi dengan
Pengelola/Manager/Direksi.
53
Penjelasan Iebih lanjut untuk ayat (2) s/d ayat (5) sesuai dengan penjelasan pada persyaratan pendirian KSP butir (e) mengenai permohonan pengesahan akte pendirian.
g. Jawaban terhadap permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar koperasi akan dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang memberikan pengesahan akte pendirian dan perubahan anggaran dasar koperasi paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya permohonan perubahan anggaran dasar secara lengkap. Persetujuan perubahan anggaran dasar tersebut berlaku sebagai ijin usaha. Berdasarkan ijin usaha tersebut USP yang bersangkutan langsung dapat melakukan kegiatan usaha simpan pinjam.
h. Pencairannya dilakukan Pengurus Koperasi dengan menunjukkan Surat Keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah tentang Pengesahan Akta Pendirian Koperasi dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
3. Jenis Kegiatan Koperasi Simpan Pinjam
Pelaksanakan kegiatan usaha penghimpunan dana, ada 2 (dua)
bentuk simpanan yang diperbolehkan yaitu tabungan koperasi dan simpanan
berjangka.Untuk melayani kebutuhan penyimpanan, koperasi dapat
menciptakan berbagai jenis tabungan koperasi dan simpanan berjangka.
Pemberian nama dan ketentuan mengenai jenis-jenis tabungan koperasi dan
simpanan berjangka merupakan wewenang pengurus koperasi.
Pinjaman yang diberikan oleh koperasi menanggung resiko, sehingga
dalam pelaksanaannya koperasi harus memperhatikan asas-asas
peminjamannya yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan
pemberian pinjaman dalam arti keyakinan atas kemampuan dan
54
kesanggupan peminjam untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang
diperjaniikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh koperasi
Untuk memperoleh keyakinan tersebut sebelum memberikan
pinjaman, koperasi harus melakukan penilaian yang seksama terhadap
watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari peminjam.
Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian
pinjaman, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah diperoleh
keyakinan mengenai kemampuan peminjam dalam mengembalikan pinjaman
tersebut, maka agunan dapat berupa barang atau hak tagih yang dibiayai
oleh dana pinjaman yang bersangkutan atau pernyataan kesediaan tanggung
renteng diantara anggota atas segala kewajiban peminjam. Barang tersebut
secara phisik tetap berada pada peminjam.
Dalam hal terdapat kelebihan dana yang telah dihimpun setelah
melaksanakan kegiatan pemberian pinjaman, maka KSP dan USP hanya
dapat menempatkan kelebihan dana tersebut dalam bentuk:
a. Giro, deposito berjangka, tabungan, sertifikat deposito pada bank
dan lembaga keuangan lainnya;
b. Tabungan dan/atau simpanan berjangka pada koperasi lain;
c. Pembelian saham melalui pasar modal yang terdaftar pada bursa
di Indonesia;
55
d. Pembelian obligasi yang terdaftar pada pasar bursa di Indonesia.
Penempatan dana untuk pembelian saham, obligasi dan sarana
investasi lainnya harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dan Rapat
Anggota karena bentuk investasi tersebut menangung resiko yang cukup
tinggi.
C. Perikatan Pada Umumnya
1. Perikatan yang Timbul dari Perjanjian
Gunawan Widjaja dalam bukunya yang berjudul Perikatan yang Lahir
dari Undang-Undang menjelaskan bahwa perikatan melahirkan kewajiban
dalam lapangan harta kekayaan. Rumusan tersebut membawa konsekuensi
bahwa seluruh harta kekayaan seseorang atau badan yang diakui sebagai
badan hukum, akan dijadikan jaminan atas setiap perikatan orang
perorangan dan atau badan hukum tersebut. Rumusan Pasal 1131
KUHPerdata menyatakan :14
“Segala kebendaan, yang bergerak dan tak bergerak milik debitor, baik
yang sudah ada maupun yang aka nada, menjadi jaminan untuk
perikatan-perikatan perorangan debitor itu”.
14
Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang”, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta : 2003, hlm. 1
56
Buku Seri Hukum Perikatan : Perikatan pada umunya telah dijelaskan
bahwa berdasarkan dengan rumusan Pasal KUHPerdata, yang merupakan
pasal pertama Buku III KUHPerdata Tentang Perikatan, yang menyatakan
bahwa “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena
Undang-Undang”, selain perjanjian, KUHPerdata menentukan perikatan
dapat lahir dari Undang-Undang. Dengan pernyataan ini, pembuat Undang-
Undang hendak menyatakan hubungan hukum dalam lapangan harta
kekayaan dapat terjadi setiap saat., baik terjadi karena dikehendaki oleh
peihak yang terikat dalam perikatan tersebut, maupun secara yang tidak
dikehendaki olah orang perorangan yang terikat (yang wajib berprestasi)
tersebut. 15
Pasal 1313 KUHPerdata mendefinisikan mengenai perjanjian yaitu
suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih. Rumusan dari definisi tersebut dianggap tidak lengkap
dan terlalu luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan
sepihak saja. Sangat luas karena dengan dipergunakannya perkataan
“perbuatan” tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan
hukum. 16
15 Idem, hlm. 1-2 16
R. Setiawan, Pokok – Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung : 1977, hlm.
49
57
Macam – macam perjanjian obligatoir :
a. Perjanjian sepihak dan timbal balik
Setiap perjanjian merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau
jamak. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan
kewajiban pokok – pokok kepada kedua belah pihak. Perjanjian
sepihak adalah perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada
salah satu pihak saja (hibah).
b. Perjanjian dengan cuma – cuma atau atas beban
Perjanjian atas beban adalah perjanjian di mana terhadap prestasi
pihak yang satu terhadap prestasi pihak yang lain. Antara kedua
prestasi tersebut terdapat hubungan hukum satu dengan yang lain
(jual – beli, sewa – menyewa). Perjanjian dengan cuma – cuma
adalah perjanjian di mana salah satu pihak mendapatkan
keuntungan pihak yang lain secara cuma – cuma.
c. Perjanjian konsensuil, riil dan formil
Perjanjian kensensuil adalah perjanjian yang terjadi dengan kata
sepakat. Perjanjian riil adalah perjanjian di mana selain diperlukan
kata sepakat juga diperlukan penyerahan barang. Misalnya,
penitipan barang, pnjam pakai dan pinjam mengganti. Adakalanya
58
kata sepakat harus dituangkan dalam bentuk tertentu atau formil.
Misalnya hibah.
d. Perjanjian bernama, tidak bernama dan campuran.
Perjanjian – perjanjian bernama adalah perjanjian – perjanjian yang
oleh undang – undang telah diatur secara khusus. Diatur pada
KUHPerdata Bab V sampai dengan XVIII ditambah title VII A dalam
KUHD perjanjian – perjanjian asuransi dan pengangkutan.
Perjanjian – perjanjian bernama ataupun tidak bernama pada
azasnya berlaku ketentuan – ketentuan Bab I, II, dan IV pada buku
III KUHPerdata, sedangkan perjanjian tidak bernama adalah
perjanjian yang tidak diatur secara khusus.
Perjanjian pada asasnya hanya mengikat pihak – pihak yang membuat
perjanjian saja (Pasal 1315 – Pasal 1318 KUHPerdata dan Pasal 1340
KUHPer). Akan tetapi terhadap asas tersebut undang – undang mengadakan
pengecualian yang tersebut dalam Pasal 1317 KUHPerdata yaitu mengenai
janji bagi kepentingan pihak ketiga.
Pasal 1316 KUHPerdata yang mengatur perjanjian untuk menanggung
atau menjamin pihak ketiga untuk berbuat sesuatu, sebenarnya bukan
merupakan pengecualian dari Pasal 1315 KUHPerdata. Karena seseorang
yang menanggung pihak ketiga untuk berbuat sesuatu, mengikatkan dirinya
59
atas sesuatu kewajiban terhadap lawannya dalam perjanjian, bahwa
manakala pihak ketiga tidak melakukan apa yang diharapkan dari padanya ia
akan membayar ganti rugi. Dalam hal ini pihak ketiga menurut hukum tidak
terikat oleh persetujuan tersebut.
2. Perikatan yang Timbul dari Undang – Undang
Perikatan yang lahir bukan dari perjanjian ini secara prinsipil agak
berbeda dari perikatan yang lahir dari perjanjian, yang selama memenuhi
ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yang selanjutnya disebut dengan
KUHPerdata, yang pelaksanaannya dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 1321
KUHPerdata hingga Pasal 1337 KUHPerdata, serta berbagai macam
peraturan perundang – undangan lainnya yang bersifat memaksa berlaku
secara sah bagi mereka yang membuatnya (dalam hal ini perlu diperhatikan
bahwa sebagian besar ketentuan yang terdapat dalam Bab I hingga Bab IV
Buku III KUHPerdata, termasuk Pasal 1320 hingga Pasal 1327 KUHPerdata
bersifat memaksa dan ketentuan – ketentuan yang merupakan unsur – unsur
esensialia dari setiap bentuk perjanjian yang diatur dalam Bab V hingga Bab
XVII Buku III KUHPerdata juga bersifat memaksa).17 Dan karena sifatnya
yang berbeda inilah maka KUHPerdata, perikatan yang lahir secara khusus
pula, yaitu dalam Bab III KUHPerdata di bawah judul besar “Tentang
Perikatan – Perikatan yang Dilahirkan demi Undang – Undang”.
17
Gunawan Widjaja, op.cit, hlm 5
60
Dalam dua ketentuan awal di bawah ketentuan Buku III KUHPerdata
tersebut dijelaskan rumusan pasal yang menyatakan bahwa :
“Perikatan – perikatan yang dilahirkan demi undang – undang timbul
dari undang – undang saja atau dari undang – undang sebagai akibat
perbuatan orang (Pasal 1352 KUHPerdata)”
“Perikatan – perikatan yang dilahirkan dari undang – undang sebagai
akibat perbuatan orang, terbit dari perbuatan halal atau dari perbuatan
melanggar hukum (Pasal 1353 KUHPerdata)”
Konteks pasal 1352 KUHPerdata tersebut dapat kita lihat bahwa
undang – undang membagi perikatan yang lahir ke dalam :
1. Perikatan yang lahir dari Undang – Undang saja.
2. Perikatan yang lahir dari Undang – Undang sebagai akibat
perbuatan atau tindakan manusia.
Terhadap golongan yang kedua, Pasal 1353 KUHPerdata
membaginya lagi ke dalam :
1. Perikatan yang lahir dari Undang – Undang sebagai akibat
perbuatan manusia atau orang perorangan yang diperkenankan
oleh undang – undang, yang halal, yang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
61
2. Perikatan yang lahir dari undang – undang sebagai akibat dari
perbuatan manusia atau orang perorangan yang melanggar
undang – undang yang tidak diperkenankan oleh hukum, yang
melawan hukum.
D. Perbuatan Melawan Hukum
Perbuatan melawan hukum merupakan suatu bentuk perikatan yang
lahir dari Undang-Undang sebagai akibat perbuatan manusia yang
melanggar hukum sebagaimana telah diatur dalam
KUHPerdata.18Pengaturan tentang perbuatan melawan hukum secara
khusus diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata dan Pasal 1366 KUHPerdata.
Unsur-unsur perbuatan melawan hukum adalah :19
a. Ada suatu perbuatan yang melawan hukum
b. Perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian pada pihak lain
c. Ada kesalahan dala perbuatan atau tindakan hukum yang
dilakukan tersebut.
d. Adanya hubungan sebab akibat antara kerugian yang
ditimbulkan karena perbuatan melawan hukum tersebut. 20
18
Idem, hlm. 81 19 Idem, hlm. 82
62
E. Perjanjian Jaminan pada Kegiatan Simpan Pinjam
1. Pengertian dan Fungsi Jaminan
Pengertian benda jaminan dalam Pasal 1131 KUHPerdata disebut
jaminan yaitu:
”Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik
yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk
perikatan-perikatan perorangan debitur itu”.
Pasal 1131 KUHPerdata mencakup schuld dan haftung dari debitur
dan merupakan jaminan yang ada karena telah ditentukan oleh Undang-
Undang meskipun tidak diperjanjikan lebih dulu oleh kreditur dan debitur.
Oleh karenanya Pasal 1131 KUHPerdata berlaku bagi semua kreditur dan
meliputi semua kreditur dan meliputi semua harta kekayaan debitur. Jaminan
tersebut dinamakan jaminan umum dalam pengertian umum bagi semua
kreditur dan umum mengenai macam jaminannya yaitu tidak ditunjuk secara
khusus. Kreditur sebagai pemegang jaminan menurut Pasal 1131
KUHPerdata sebagai kreditur konkurent yaitu semua kreditur kedudukannya
sama dalam praktek tidak memuaskan kreditur.
20
Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung : 2006, hlm. 267
63
Jaminan digolongkan menjadi beberapa bagian, yang dijelaskan
sebagai berikut :
a. Jaminan Berdasar Undang-Undang Dan Jaminan Berdasar
Perjanjian jaminan
Berdasarkan Undang-Undang ada dalam Pasal 1131
KUHPerdata, sedangkan jaminan berdasar perjanjian yaitu
terjadinya karena adanya perjanjian jaminan dalam bentuk gadai,
fidusia, hak tanggungan dan jaminan perorangan serta garansi
bank.
b. Jaminan Umum Dan Jaminan Khusus
Jaminan umum meliputi pengertian untuk semua kreditur
(kreditur konkurent) dan untuk seluruh harta kekayaan artinya tidak
ditunjuk secara khusus yaitu yang ditentukan dalam Pasal 1131
KUHPerdata. Jaminan khusus yaitu hanya untuk kreditur tertentu
(kreditur preferent) dan benda jaminannya ditunjuk secara khusus
(tertentu) yaitu gadai, fidusia, hak tanggungan apabila orang/Badan
Hukum yaitu penanggungan atau misal garansi bank.
64
c. Jaminan Kebendaan Dan Jaminan Perorangan
Jaminan yang bersifat kebendaan yaitu jaminan yang berupa
hak mutlak atas suatu benda yaitu hak milik. Jaminan perorangan
adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada
perorangan tertentu Pasal 1820 KUHPerdata.
d. Jaminan Atas Benda Bergerak Dan Benda Tidak Bergerak
Jaminan berupa benda bergerak lembaga jaminannya gadai
dan fidusia. Jaminan berupa benda tidak bergerak dahulu Hipotek,
Credietverband dan sekarang Hak Tanggungan.
e. Jaminan Dengan Menguasai Bendanya Dan Tanpa Menguasai
Bendanya
Jaminan Dengan Menguasai Bendanya yaitu gadai dan hak
retensi. Gadai tidak pesat pertumbuhannya karena terbentur syarat
inbezit stelling yang dirasakan berat oleh debitur yang justru
memerlukan benda yang dijaminkan untuk menjalankan pekerjaan
atau usahanya.
Jaminan Tanpa Menguasai Bendanya yaitu Hipotek,
Credietverband dan sekarang fidusia dan Hak Tanggungan.
Jaminan tanpa menguasai bendanya menguntungkan debitur
65
sebagai pemilik jaminan karena tetap dapat menggunakan benda
jaminan dalam kegiatan pekerjaannya atau usahanya.
Fungsi dari jaminan itu sendiri adalah :
a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank / kreditur untuk
mendapatkan pelunasan agunan, apabila debitur melakukan cidera
janji.
b. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk
membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan
usahanya dengan merugikan diri sendiri dapat dicegah.
c. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya.
2. Sistem Hukum Jaminan dalam Kitab Undang – Undang Hukum
Perdata
Dilihat dari sistematika KUHPerdata maka seolah-olah hukum jaminan
hanya merupakan jaminan kebendaan saja, karena pengaturan jaminan
kebendaan terdapat dalam buku II tentang benda, sedangkan perjanjian
jaminan perorangan (persoonlijke zekerheids rechten, personal guaranty)
seperti perjanjian penangungan (borgtocht) di dalam KUHPerdata merupakan
salah satu jenis perjanjian yg diatur dalam buku III tentang perikatan.
66
Perjanjian jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan keduanya
timbul dari perjanjian, hanya dalam sistematika KUHPerdata dipisahkan
letaknya, maka seakan – akan hanya jaminan kebendaan yg merupakan
obyek hukum jaminan. Menurut KUHPerdata jaminan dibagi menjadi dua
yaitu jaminan umum dan jaminan khusus. Kekayaan seorang dijadikan
jaminan untuk semua kewajibannya, yaitu semua utangnya yang disebut juga
dengan istilah haftung.
Dasar hukum Jaminan Khusus adalah Pasal 1133 dan Pasal 1134
KUHPerdata. Hukum jaminan timbul karena ada perjanjian antara kreditur
(pemilik piutang) dengan debitur (penghutang) biasanya dalam pinjam
meminjam uang. Jaminan bisa ada/bisa tidak ada tergantung dari
kepercayaan si kreditur. Pasal 1820 KUHPerdata menyebutkan bahwa :
“Jaminan dengan hak perorangan yaitu apabila orang yang menjamin (memberikan jaminan) meninggal, maka tidak ada jaminan lagi, sedangkan jaminan dengan hak kebendaan, sampai kapan pun jaminan tersebut melekat pada bendanya. “
3. Hapusnya Perjanjian Jaminan
Tentang hapusnya atau berakhirnya perjanjian jaminan pada
umumnya disebabkan karena hapusnya perutangan pokok. Dengan
hapusnya perutangan pokok, yang berwujud perjanjian kredit, maka
perjanjian jaminannya ikut berakhir. Hal ini karena sifat perjanjian jaminan