bab ii tinjauan teoritis - perpustakaan digital...

116
30 BAB II TINJAUAN TEORITIS Pengantar Tinjauan ini dibagi menjadi lima bagian: a. Kajian mengenai teori kreativitas yang mencakup teori kreativitas secara keseluruhan, pengembangan kreativitas pada anak, pengembangangan kreativitas usia dewasa, tahap proses pemikiran kreatif, dan segala hal yang berhubungan dengan kreatif dan kreativitas secara psikologis. b. Kajian mengenai teori-teori pembelajaran desain c. Kajian mengenai teori pengajaran desain interior d. Kajian mengenai teori psikologi arsitektur yang berhubungan dengan penelitian. e. Kajian mengenai hasil-hasil penelitian terhadap aspek-aspek dalam ruang yang dapat menstimulasi indra (sehingga dapat merangsang otak dan pikiran untuk bekerja secara lebih kreatif) 2.1 KREATIVITAS 2.1.1Konsep Kreativitas Kreativitas adalah alat utama untuk mengembangkan inovasi. Kreativitas berasal dari kata Inggris : To createcreativecreativity To create 1 dalam Bahasa Indonesia berarti menciptakan atau membuat sesuatu yang berbeda (bentuk, susunan, gayanya) dengan yang biasa dikenal orang banyak. Kreativitas adalah kemampuan yang efektif untuk mencipta. Konsep tentang kreatif baru berkembang dalam tradisi Barat pada abad ke-18 seiring dengan tumbuh dan berkembangnya gerakan-gerakan Romantik, suatu gelombang peradaban yang muncul bersamaan dengan Abad Pencerahan dan dilatarbelakangi masa Renaissans. Pada masa itu, konsep manusia dalam budaya Barat dibuat lebih “mandiri” dan menempati posisi sentral dalam kehidupan. Pada masa inilah konsep tentang kreativitas diterapkan untuk pertama kalinya pada manusia. 1 Cre-ate:1. to cause to come into existence; bring into being; make; originate; esp.,to make or design (something requiring art, skill, invention, etc.) 2. to bring about; give rise to; cause (new industries vreate new jobs). 3. to invest with new rank, function, etc. 4. to be the first to portray (a particular role in play) (Webster’s New World Dictionary, 1988: 325)

Upload: ngodieu

Post on 28-Jul-2018

212 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

30

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

Pengantar

Tinjauan ini dibagi menjadi lima bagian:

a. Kajian mengenai teori kreativitas yang mencakup teori kreativitas secara

keseluruhan, pengembangan kreativitas pada anak, pengembangangan

kreativitas usia dewasa, tahap proses pemikiran kreatif, dan segala hal yang

berhubungan dengan kreatif dan kreativitas secara psikologis.

b. Kajian mengenai teori-teori pembelajaran desain

c. Kajian mengenai teori pengajaran desain interior

d. Kajian mengenai teori psikologi arsitektur yang berhubungan dengan penelitian.

e. Kajian mengenai hasil-hasil penelitian terhadap aspek-aspek dalam ruang yang

dapat menstimulasi indra (sehingga dapat merangsang otak dan pikiran untuk

bekerja secara lebih kreatif)

2.1 KREATIVITAS

2.1.1Konsep Kreativitas

Kreativitas adalah alat utama untuk mengembangkan inovasi. Kreativitas berasal dari

kata Inggris : To create→ creative→ creativity

To create1 dalam Bahasa Indonesia berarti menciptakan atau membuat sesuatu yang

berbeda (bentuk, susunan, gayanya) dengan yang biasa dikenal orang banyak. Kreativitas

adalah kemampuan yang efektif untuk mencipta.

Konsep tentang kreatif baru berkembang dalam tradisi Barat pada abad ke-18 seiring

dengan tumbuh dan berkembangnya gerakan-gerakan Romantik, suatu gelombang

peradaban yang muncul bersamaan dengan Abad Pencerahan dan dilatarbelakangi masa

Renaissans. Pada masa itu, konsep manusia dalam budaya Barat dibuat lebih “mandiri”

dan menempati posisi sentral dalam kehidupan. Pada masa inilah konsep tentang

kreativitas diterapkan untuk pertama kalinya pada manusia.

1 Cre-ate:1. to cause to come into existence; bring into being; make; originate; esp.,to make or design (something requiring art, skill, invention, etc.) 2. to bring about; give rise to; cause (new industries vreate new jobs). 3. to invest with new rank, function, etc. 4. to be the first to portray (a particular role in play) (Webster’s New World Dictionary, 1988: 325)

31

Salah satu konsep yang amat penting dalam bidang kreativitas adalah hubungan

antara kreativitas dan aktualisasi diri. Menurut psikolog humanistik seperti Abraham

Maslow dan Carl Rogers, aktualisasi diri adalah apabila seseorang menggunakan semua

bakat dan talentanya untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi-mengaktualisasikan

atau mewujudkan potensinya. Pribadi yang dapat mengaktualisasikan dirinya adalah

seseorang yang sehat mental, dapat menerima dirinya, selalu tumbuh, berfungsi

sepenuhnya, berpikiran demokratis, dan sebagainya. Menurut Maslow (1968) aktualisasi

diri merupakan karakteristik yang fundamental, suatu potensialitas yang ada pada semua

manusia saat dilahirkan, akan tetapi yang sering hilang, terhambat, atau terpendam dalam

proses pembudayaan.

Rogers menekankan (1962) bahwa sumber dari kreativitas adalah kecenderungan

untuk mengaktualisasi diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang dan

menjadi matang, kecenderungan untuk mengekspresikan dan mengaktifkan semua

kemampuan organisme. Clark Moustakis (1967), psikolog humanistik lain yang

terkemuka, menyatakan bahwa kreativitas adalah pengalaman mengekspresikan dan

mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri

sendiri, dengan alam, dan dengan orang lain. Hal ini sudah dibuktikan dengan beberapa

penelitian bahwa aktualisasi diri dan kreativitas saling berkaitan dan berkorelasi.

Maslow membedakan antara ’kreativitas aktualisasi diri’ dan ’kreativitas talenta

khusus’. Orang-orang dengan kreativitas talenta khusus memiliki bakat atau talenta

kreatif yang luar biasa dalam bidang seni, sastra, musik, teater, sains, bisnis, atau bidang

lainnya. Orang-orang ini bisa saja menunjukkan penyesuaian diri dan aktualisasi diri

yang baik, tetapi mungkin juga tidak. Sejarah cukup banyak menunjukkan adanya orang-

orang yang unggul kreatif, tetapi neurotis, seperti Vincent Van Gogh, Edgar Allan Poe,

dan mungkin juga Beethoven dan Mozart. Sedangkan orang-orang kreatif yang mampu

mengaktualisasikan diri adalah sehat mental, hidup sepenuhnya dan produktif, dan

cenderung menghadapi semua aspek kehidupannya secara fleksibel dan kreatif. Tetapi

belum tentu mereka memiliki talenta kreatif yang menonjol dalam salah satu bidang

khusus, misalnya seni atau sains.

Implikasi dari pembedaan antara kreativitas aktualisasi diri dan kreativitas talenta

khusus adalah penekanan pada pentingnya ciri-ciri afektif dari kreativitas- ciri-ciri

kepribadian , sikap, motivasi, dan predisposisi untuk berpikir kreatif. Kreativitas adalah

suatu gaya hidup, suatu cara dalam mempersepsi dunia. Hidup kreatif berarti

mengembangkan talenta yang dimiliki, belajar menggunakan kemampuan diri sendiri

32

secara optimal, menjajaki gagasan baru, tempat-tempat baru, aktivitas-aktivitas baru,

mengembangkan kepekaan terhadap masalah lingkungan, masalah orang lain, masalah

kemanusiaan.

Banyak program kreativitas yang berhasil bertujuan a) meningkatkan kesadaran

kreativitas, b) memperkokoh sikap kreatif, seperti menghargai gagasan baru, c)

mengajarkan teknik menemukan gagasan dan memecahkan masalah secara kreatif, d)

melatih kemampuan kreatif secara umum. Program seperti ini membantu siswa

memahami kreativitas dan menggunakan pendekatan yang kreatif terhadap masalah-

masalah pribadi, akademis, dan profesional.

Saat ini kreativitas telah menjadi sebuah studi yang dikembangkan dalam disiplin

ilmu psikologi. Bagian dari ilmu psikologi yang memfokuskan diri pada pertanyaan-

pertanyaan yang berkaitan dengan para pendukung dalam proses artistik (seniman,

pengamat, kritikus) adalah psikologi seni.

Kreativitas dapat dipandang sebagai produk dan sebagai proses. Kreativitas sebagai

proses adalah kemampuan mengidentifikasi banyak kemungkian solusi pada persoalan

tertentu (Vecchio,1995). Sebagai suatu proses yang dimaksudkan adalah upaya yang

bersifat imajinatif, tidak konvensional, estetis, fleksibel, integrasi informasi dan proses

sejenis (Sprinthall dan Sprinthall, 1990), atau setiap tindakan, gagasan atau produk yang

mengubah domain yang ada atau domain yang baru (Csikzentmihalyi,1996).

Kreativitas sebagai produk berkaitan dengan penemuan sesuatu, memproduksi sesuatu

yang baru, dari pada akumulasi keterampilan atau berlatih pengetahuan dan mempelajari

buku. Kreativitas berkaitan dengan apa yang dikembangkan (Nunnally,1964). Kreativitas

bukanlah ciri kepribadian, tetapi keterampilan atau proses yang menghasilkan produk

yang kreatif (Woolfok,1993).

Model kreativitas Csikzentmihalyi (1996) menyatakan bahwa kreativitas mempunyai

komponen The Domain, The Field dan The Individual Person. Berpikir kreatif

menyangkut kemampuan melakukan operasi kognitif yang berbeda, yaitu fluency,

flexibility, originally dan elaboration (Khatena, 1992).

Selain itu beberapa penulis menunjukkan ciri kreatif, antara lain Csikzentmihalyi

(1996), Vecchio (1995) dan Semiawan (1990). Sebagai teori, kreativitas ditemukan oleh

Gowan yang membedakan antara kreativitas personal dan kreativitas kultural (Barbara

Clark, 1983). Sedangkan teori Roweton, mengklasifikasi kreativitas menjadi 6 (enam)

yaitu: Definitional, Behavioristic, Dispositional, Humanistic, Psychoanalytic dan

operational (Khatena, 1992). Sedangkan kreativitas menurut Baron dan Donn (1989)

33

merupakan konsep terpadu yang terdiri dari thinking, feeling, sensing dan intuiting.

Akhirnya Treffinger (1980) menyatakan bahwa kreativitas berkembang secara bertahap :

fungsi divergen, proses pemikiran serta perasaan yang majemuk dan terlibat pada

tantangan yang nyata.

Karena kompleksitas dari konsep kreativitas seperti yang telah dijelaskan di atas,

maka sepertinya hal ini tidak mungkin dan tidak perlu, karena kreativitas dapat ditinjau

dari berbagai aspek, yang meskipun saling berkaitan tetapi penekanannya berbeda-beda.

Rhodes (1961) dalam menganalisis lebih dari 40 definisi tentang kreativitas,

menyimpulkan bahwa pada umumnya kreativitas dirumuskan dalam istilah pribadi

(person), proses, dan produk. Kreativitas dapat juga ditinjau dari kondisi pribadi dan

lingkungan yang mendorong (press) individu ke perilaku kreatif. Rhodes menyebut

keempat jenis definisi tentang kreativitas ini sebagai ” Four P’s of Creativity: Person,

Process, Press, Product”. Kebanyakan definisi kreativitas berfokus pada salah satu dari

empat P ini atau kombinasinya. Keempat P ini saling berkaitan: Pribadi kreatif yang

melibatkan diri dalam proses kreatif, dan dengan dukungan dan dorongan (press) dari

lingkungan, menghasilkan produk kreatif.

2.1.2 Pengertian kreativitas berdasarkan empat P menurut para pakar:

a. Definisi pribadi

Menurut Hullbeck (1945) ”Creative action is an imposing of one’s own whole

personality on the environment in an unique and characteristic way”. Tindakan kreatif

muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya.

Definisi ini jelas menekankan segi pribadi.

Definisi yang lebih baru tentang kreativitas diberikan dalam ”three-facet model of

creativity” oleh Sternberg (1988), yaitu kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas

antara tiga atribut psikologis yaitu: intelegensi, gaya kognitif, dan kepribadian/ motivasi.

Secara bersama-sama ketiga segi dari alam pikiran ini membantu memahami apa yang

melatarbelakangi individu yang kreatif.

Intelegensi meliputi kemampuan verbal, pemikiran lancar, pengetahuan, perencanaan,

perumusan masalah, penyusunan strategi, representasi mental, keterampilan pengambilan

keputusan, dan keseimbangan serta integrasi intelektual secara umum.

Gaya kognitif atau intelektual dari pribadi yang kreatif menunjukkan kelonggaran dari

keterikatan pada konvensi menciptakan aturan sendiri, melakukan hal-hal dengan

34

caranya sendiri, menyukai masalah yang tidak terlalu terstruktur, senang menulis,

merancang, lebih tertarik pada jabatan yang kreatif seperti pengarang, saintis, artis,

arsitek atau desainer.

Dimensi kepribadian/ motivasi meliputi ciri-ciri seperti fleksibilitas, toleransi

terhadap kedwiartian (keambiguan), dorongan untuk berprestasi dan mendapat

pengakuan, keuletan dalam menghadapi rintangan, dan pengambilan resiko yang

moderat.

Sternberg dan Lubart (1992,1996) juga mengemukakan teori tentang investasi dalam

kreativitas. Mereka mengatakan bahwa untuk menjadi kreatif diperlukan investasi dalam

kemampuan seseorang dan kekuatan dalam gagasan-gagasan baru dan berkualitas tinggi,

dan untuk menjadi seseorang yang kreatif, seseorang tersebut harus dapat menjadi seperti

investor yang baik, “ membeli dengan harga rendah dan menjual dengan harga tinggi”.

Hal ini berarti bahwa orang yang kreatif harus memformulasikan gagasan-gagasan yang

dikeluarkan agar gagasan-gagasan tersebut bersifat terbaru, mutakhir, tetapi juga

berpotensi untuk diterima oleh masyarakat luas.

Selain itu, definisi tentang kreativitas yang dinyatakan oleh Abraham Maslow-

seorang ahli psikologis- juga berfokus kepada definisi pribadi, kreativitas merupakan

sebuah wujud nyata dari aktualisasi diri manusia. Di mana aktualisasi diri adalah

kebutuhan yang memiliki tingkatan tertinggi dari lima kebutuhan manusia ( fisiologis,

keamanan, cinta, rasa memiliki dan dihargai, dan aktualisasi diri).

Ketika tingkat yang lebih rendah telah terpenuhi, motivasi untuk memenuhi

kebutuhan di tingkat yang lebih tinggi menjadi aktif. Pada prinsipnya, makin sulit untuk

berhasil memenuhi kebutuhan-kebutuhan di tingkat yang lebih tinggi. Sangat sedikit

orang yang benar-benar mencapai tingkat aktualisasi diri, bagi sebagian lain merupakan

proses seumur hidup. Lalu ketika kita telah merasa butuh aktualisasi diri itu artinya kita

telah menjadi manusia.

b. Definisi proses

Definisi proses yang terkenal adalah definisi Torrance (1988) tentang kreativitas yang

pada dasarnya menyerupai langkah-langkah dalam metode ilmiah, yaitu:

...the process of 1) sensing difficulties, problems, gaps in information, missing elements,

something asked; 2) making guesses and formulating hypotheses about these

deficiencies; 3) evaluating and testing these guesses and hypotheses; 4) possibly revising

and retesting them; and finally 5) communicating the results.

35

Definisi Torrance ini meliputi seluruh proses kreatif dan ilmiah mulai dari menemukan

masalah sampai dengan menyampaikan hasil.

Definisi tentang kreativitas yang dinyatakan oleh Prof. Dr. Primadi Tabrani dalam

bukunya “ Proses Kreasi, Apresiasi, Belajar” juga berfokus pada definisi proses.

Menurut Prof. Dr. Primadi Tabrani-dosen yang mengajar di FSRD-ITB, Universitas

Trisakti, dan Universitas Pasundan- mengatakan bahwa kreativitas adalah salah satu

kemampuan manusia yang dapat membantu kemampuannya yang lain, hingga sebagai

keseluruhan dapat mengintegrasikan stimuli-luar (yang melandanya dari luar sekarang)

dengan stimuli dalam (yang telah dimiliki sebelumnya-memori) hingga tercipta suatu

kebulatan baru.

Kreativitas merupakan salah satu dari tiga kemampuan utama yang dimiliki oleh

manusia, yaitu: kemampuan fisik, kemampuan kreatif, dan kemampuan rasio.

Kemampuan kreatif tidak dapat berdiri sendiri, tetapi bekerja sama dengan kemampuan

fisik dan perasaan, kemampuan rasio dan imajinasi.

Kreativitas adalah kelebihan manusia dari binatang dan mesin atau komputer.

Kreativitas bukan hanya milik anak, genius, penemu, atau seniman. Setiap manusia

memiliki kreativitas seperti juga setiap manusia memiliki kemampuan rasio dan fisik,

hanya berbeda mutu dan perimbangannya. Jika kemampuan rasio dan fisik sudah

mundur, dapat kita tingkatkan. Tetapi tidak demikian dengan kemampuan kreatif.

Kemampuan kreatif jika telah mundur, akan sulit meningkatkannya kembali. Kehilangan

kreativitas akan menurunkan kualitas intuisi (intuisi terdapat pada ujung/ puncak limas

citra manusia) hingga manusia menjadi seperti robot, kehilangan rasio akan menurunkan

kualitas intuisi hingga manusia menjadi pelamun yang tak pernah mampu memasuki

dunia realita, sedangkan kehilangan fisik berarti manusianya mati.

Kreativitas berbeda dengan konsep IQ, bakat, dan skill. IQ lebih merupakan ukuran

tingkat rasio seseorang dan bukan tingkat kecerdasan seseorang. Bakat menunjukkan

spesialisasi atau keahlian yang cocok bagi seseorang. Sedangkan skill merupakan bagian

dari kemampuan fisik (keterampilan motorik) yang berhubungan dengan bakat.

c. Definisi produk

Definisi yang berfokus pada produk kreatif menekankan orisinalitas seperti definisi

dari Barron (1969) yang menyatakan bahwa ”kreativitas” adalah kemampuan untuk

menghasilkan/ menciptakan sesuatu yang baru. Begitu pula Haefele (1962) yang

menyatakan bahwa ”kreativitas” adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-

36

kombinasi baru yang mempunyai makna sosial. Definisi Haefele ini menunjukkan bahwa

tidak keseluruhan produk itu harus baru, tetapi kombinasinya. Unsur-unsurnya bisa saja

sudah ada lama sebelumnya. Contoh: kursi dan roda sudah ada selama berabad-abad,

tetapi gagasan pertama untuk menggabung kursi dan roda menjadi kursi roda merupakan

gagasan yang kreatif. Definisi Haefele menekankan pula bahwa suatu produk kreatif

tidak hanya harus baru tetapi juga diakui sebagai bermakna.

Rogers (dalam Vernon, 1982) mengemukakan kriteria untuk produk kreatif, adalah:

1. Produk itu harus nyata (observable)

2. Produk itu harus baru

3. Produk itu adalah hasil dari kualitas unik individu dalam interaksi dengan

lingkungannya.

Selain itu terdapat definisi kretivitas menurut Robert W. Olson yang juga berfokus

kepada definisi produk. Menurut Robert W. Olson, kreativitas adalah kemampuan untuk

mencipta/berkreasi. Sedangkan oleh segelintir orang kreativitas dianggap sebagai suatu

kemampuan untuk menghasilkan gagasan baru atau wawasan yang segar.

Menurut Robert W.Olson, dari semua makhluk yang ada di dunia hanya manusia yang

dikaruniai akal untuk mengubah perilakunya ke arah yang lebih berbudaya,

merencanakan kehidupannya dan melahirkan gagasan kreatif. Dan dengan akal tersebut

manusia memiliki kemampuan self-determination, menentukan pilihannya sendiri

dengan pertimbangan tanggung-jawab. Sedangkan hambatan yang seringkali dihadapi

untuk menjadi kreatif adalah: kebiasaan, keterbatasan waktu dan energi,

ketidakmampuan mengenali masalah, takut gagal, kritik orang lain, puas diri, tidak

berpendirian dan kesulitan memusatkan konsentrasi.

Pengertian kreativitas yang juga berfokus pada produk kreatif adalah definisi

kreativitas menurut Howard Gardner (1998) yang menyatakan bahwa kreativitas adalah

kemampuan untuk memecahkan masalah, menciptakan sesuatu yang berbeda (baru dan

unik) dari orang lain pada umumnya. Kreativitas juga merupakan kemampuan untuk

menemukan masalah baru yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh orang lain dan juga

mampu untuk mencari solusi dari masalah tersebut.

Sedangkan pengertian kreativitas menurut Tony Buzan (di dalam bukunya ”Buku

Pintar Mind Map”) -pengarang buku terlaris tentang How to Mind Map, Mind Map for

Kids, Mind Map at Work dan juga merupakan konsultan bagi perusahaan-perusahaan

multinasional (di antaranya adalah Microsoft, Boeing, HSBC, dll), pemerintahan, bidang

37

pendidikan, dll- bahwa kreativitas adalah kemampuan berpikir dengan cara baru-menjadi

orisinal. Pemikiran kreatif termasuk:

1. Kefasihan.

Adalah seberapa cepat dan sebarapa mudah seseorang dalam melepaskan ide-ide baru

yang kreatif.

2. Fleksibilitas.

Adalah kemampuan seseorang melihat sesuatu dari sudut pandang lain,

mempertimbangkan sesuatu dari sudut pandang yang berlawanan, mengambil konsep-

konsep lama dan mengaturnya kembali dalam cara baru, dan membalikkan ide-ide

yang sudah ada. Hal ini juga termasuk kemampuan seseorang menggunakan semua

indra dalam menciptakan ide-ide baru.

3. Orisinalitas.

Orisinalitas merupakan inti dari semua pemikiran kreatif, dan mewakili kemampuan

seseorang menghasilkan ide-ide yang unik, tidak biasa, “eksentrik” (yang secara

harfiah berarti “menjauh dari pusat”). Meskipun banyak orang menganggap orang

seperti ini sebagai “tidak terkendali”, sebenarnya yang benar justru sebaliknya.

Karena orisinalitas seringkali merupakan hasil dari sejumlah besar energi intelektual

yang diarahkan, dan pada umumnya menunjukkan kemampuan konsentrasi tinggi.

Demikian pula pengertian kreativitas menurut Mihaly Csikszentmihalyi dalam

bukunya “Creativity”, Flow and The Psychology of Discovery and Invention” yang

berfokus pada definisi produk bahwa kreativitas adalah tindakan, ide, atau produk yang

membuat perubahan pada bidang/ sesuatu yang telah ada sebelumnya atau membuat

perubahan bentuk pada bidang/ sesuatu yang telah ada tersebut menjadi bentuk yang baru.

d. Definisi lingkungan pendorong (press)

Kategori keempat dari definisi dan pendekatan terhadap kreativitas menekankan

faktor ”press” atau dorongan, baik dorongan internal (dari diri sendiri berupa keinginan

dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif) maupun dorongan eksternal

dari lingkungan sosial dan psikologis. Definisi Simpson (dalam Vernon, 1982) merujuk

pada aspek dorongan internal, yaitu kemampuan kreatif dirumuskan sebagai ” the

initiative that one manifest by his power to break away from the usual sequence of

thought”. Mengenai “press” dari lingkungan, ada lingkungan yang tidak menghargai

38

imajinasi atau fantasi, dan menekankan kreativitas dan inovasi. Kreativitas juga tidak

berkembang dalam kebudayaan yang terlalu menekankan konformitas dan tradisi, dan

kurang terbuka terhadap perubahan atau perkembangan baru.

Masyarakatlah yang menentukan apa dan siapa yang dapat disebut kreatif. Di dalam

sejarah banyak contoh seniman yang dalam zamannya tidak dihargai sebagai kreatif,

bahkan ada yang dianggap sebagai berbahaya. Mozart dan Van Gogh meninggal dalam

keadaan miskin. Seperti juga di dalam bidang-bidang keilmuan lainnya, pemberian

atribut kreativitas merupakan proses sosial, yang seperti halnya dengan seni, bisa relatif,

keliru, atau bahkan menjadi terbalik dengan perubahan jaman. Yang dulu bermakna

menjadi tidak dihargai lagi, atau yang dulu tidak mendapat penghargaan, sekarang

disanjung-sanjung.

2.1.3 Penjelasan Umum Tentang Kreativitas

Kreativitas merupakan proses perubahan genetik yang merupakan hasil dari evolusi

biologis, di mana terdapat variasi acak pada sel-sel kromosom manusia, di bawah ambang

sadar manusia. Perubahan ini menyebabkan perbedaan karakteristik pada seorang anak,

dan jika ciri atau sifat ini mengalami kemajuan atau perkembangan daripada apa yang

telah ada sebelumnya maka hal itu akan menjadi kesempatan yang sangat baik untuk

dapat diteruskan kepada keturunan dari anak tersebut nantinya. Tetapi hampir semua

perkembangan ciri atau sifat yang terjadi tidak berkembang lebih jauh dan hal ini

kemudian menghilang pada generasi-generasi berikutnya. Tetapi meskipun begitu, hal ini

tetap merupakan hal yang berharga untuk evolusi biologis. Kreativitas lebih mudah untuk

ditingkatkan dengan cara melakukan perubahan pada lingkungan dibandingkan dengan

membuat seseorang untuk berpikir lebih kreatif. Kreativitas tidak dapat muncul begitu

saja seperti sebuah cahaya di kegelapan, tetapi muncul melalui bertahun-tahun kerja

keras. Perbedaan antar manusia seperti perbedaan bahasa, ekspresi artistik, pemahaman

tentang ilmu pengetahuan, teknologi adalah nilai-nilai individual yang didapat melalui

pembelajaran. Dan tanpa kreativitas, susunan genetik manusia akan sama dengan

simpanse.

Kreativitas meliputi jangkauan yang luas karena terdiri dari banyak kesatuan-kesatuan

yang berbeda-beda. Karena itu kreativitas lalu dibedakan dalam tiga fenomena yang

berbeda:

1. Kreativitas menunjuk pada seseorang yang mengekspresikan gagasan/ ide yang tidak

biasa, yang tertarik dan terstimulasi pada sesuatu, dan seseorang yang terlihat luar

39

biasa cemerlang, seperti misalnya seseorang yang memiliki banyak minat dan juga

kecepatan dalam berpikir. Orang seperti ini bisa saja disebut kreatif. Tetapi jika

mereka telah menyumbangkan sesuatu yang berarti dan bersifat permanen, maka

orang-orang ini lebih tepat disebut brilian daripada disebut kreatif.

2. Kreativitas menunjuk pada seseorang yang berpengalaman dalam menciptakan

sesuatu yang baru dan asli lahir dari pemikirannya sendiri (original). Nilai-nilai

“kebaruan” dan “keaslian” selalu berkorelasi dengan kreativitas. Orang-orang seperti

ini memiliki persepsi yang baru, memiliki pendapat yang berwawasan, seseorang

yang memiliki kemungkinan untuk melakukan penemuan penting. Orang-orang ini

dapat disebut sebagai kreatif secara pribadi. Melalui serangkaian penelitian, Morgan

(1953) menyatakan bahwa faktor universal bagi kreativitas adalah kebaruan (novelty),

dan kebaruan membutuhkan keaslian (originality). Arasteh2 membuat peryataan

mengenai kreativitas: “…creativity is a vision and actualization of that vision. This

vision is a unit; it is complete and pregnant. Just as night gives birth to day, the seed

to a plant, an ovum to a child, so too creative vision gives birth indefinitely and its

actualization produces scientific, artistic or religious forms”

Sternberg dan Lubert (1995) menyatakan bahwa kebaruan harus dilengkapi

dengan kelayakan (appropriateness) apakah aktivitas tersebut dapat dianggap kreatif.

Kebaruan dapat merupakan perpaduan dari dua atau lebih benda atau pemikiran.

Sebagai contoh: Damien Hirst adalah seorang seniman kontroversial yang memotong-

motong binatang, namun banyak orang tidak menganggapnya kreatif meskipun ia

menampilkan sesuatu yang baru dan orisinal. Banyak orang tidak mengenali faktor

kelayakan dalam karyanya dan menganggapnya tidak bermanfaat serta gagal.

3. Kreativitas menunjuk pada individual seperti Leonardo, Edison, Picasso, atau

Einstein, yang melakukan perubahan pada kebudayaan manusia dalam aspek-aspek

yang penting. Mereka adalah orang-orang yang kreatif tanpa batasan tertentu.

Banyak yang tertukar antara kreativitas dengan talenta atau bakat. Talenta berbeda

dengan kreativitas dalam hal kemampuan mengerjakan sesuatu dengan sangat baik yang

merupakan bawaan sejak lahir. Ada kemungkinan bahwa orang berbakat dipengaruhi

secara genetik untuk menunjukkan kemampuan yang tidak dimiliki setiap orang dalam

satu atau lebih lingkup (seni). Misalnya anak yang dilahirkan dengan bakat musik 2 Arasteh, A.R. & Arasteh, J.D. Creativity in Human Development, John Wiley & Sons, New York, 1976, hlm.140

40

mungkin memiliki kemampuan sempurna atau nyaris sempurna untuk membedakan nada.

Atau anak yang lahir dengan bakat seni rupa mungkin memiliki kelebihan dalam

imajinasi, kemampuan untuk mengingat adegan visual dalam setiap detil, dan lain-lain.

Anak-anak yang sadar bahwa mereka memiliki bakat mungkin memberi reaksi dengan

membangun struktur kepribadian yang kuat, mandiri, dan bermotivasi tinggi. Bisa

dikatakan bahwa Michael Jordan adalah seorang atlet yang berbakat, atau Mozart adalah

musisi yang berbakat, tanpa menyebut bahwa mereka juga kreatif. Terdapat contoh yang

dilakukan Profesor Csikszentmihalyi bahwa banyak orang yang memiliki bakat dalam

matematika atau musik tetapi sebagian besar dapat dikatakan kreatif tanpa

memperlihatkan bakat yang luar biasa. Tetapi bakat juga merupakan sesuatu yang bersifat

relatif, sehingga untuk membandingkan orang yang “rata-rata” dengan orang yang kreatif

adalah bakat. Karena itu dapat disimpulkan bahwa bakat dan kreativitas meskipun

memiliki pengertian yang berbeda tetapi merupakan suatu kesatuan karena

keberadaannya saling melengkapi.

Di dalam definisi USOE tentang keberbakatan dikatakan bahwa anak berbakat adalah

mereka yang oleh orang-orang profesional diidentifikasi sebagai anak yang mampu

mencapai prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan-kemampuan yang unggul.

Anak-anak tersebut memerlukan program pendidikan yang berdiferensiasi dan/ atau

pelayanan di luar jangkauan program sekolah biasa agar dapat merealisasikan

sumbangan mereka terhadap masyarakat maupun untuk pengembangan diri sendiri. lalu

muncul beberapa implikasi dari definisi ini bagi identifikasi dan pengembangan anak

berbakat yaitu:

1. Bahwa harus dibedakan antara bakat sebagai potensi yang mungkin belum

terwujud dan bakat yang sudah terwujud dan nyata dalam prestasi yang unggul.

Hal ini berarti bahwa anak berbakat yang ”underachiever” (yaitu yang belum

berprestasi sesuai dengan potensinya yang unggul) juga diidentifikasi sebagai

anak berbakat.

2. Tuntutan bahwa anak berbakat memerlukan pelayanan dan program pendidikan

khusus sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuannya. Hal ini sesuai dengan

UU No.2 Pasal 24 Ayat (1).

Konsepsi lain tentang keberbakatan yang digunakan dalam identifikasi siswa berbakat di

Indonesia adalah ”Three-Ring Conception” dari Renzulli dan kawan-kawan (1981) yang

menyatakan bahwa tiga ciri pokok yang merupakan kriteria (persyaratan) keberbakatan

adalah keterkaitan antara:

41

- Kemampuan umum di atas rata-rata.

- Kreativitas.

- Pengikatan diri terhadap tugas (task commitment) cukup tinggi.

Riset tentang individu kreatif/ produktif menunjukkan secara konsisten bahwa orang-

orang yang mendapat pengakuan karena prestasi dan kontribusi mereka yang unik

memiliki tiga hal tersebut di atas yaitu: kemampuan umum di atas rata-rata, kreativitas,

dan pengikatan diri terhadap tugas. Yang penting diperhatikan adalah bahwa memiliki

salah satu kelompok ciri-ciri, misalnya intelegensi yang tinggi, belum mencerminkan

keberbakatan. Setiap poin dalam ketiga kelompok ciri-ciri itu sama-sama menentukan

keberbakatan. Berikut ini akan dibahas masing-masing cluster ciri-ciri tersebut:

a. Kemampuan di Atas Rata-Rata (Intelegensi)

Salah satu kesalahan dalam identifikasi anak berbakat adalah anggapan bahwa hanya

kecerdasan dan kecakapan sebagaimana diukur dengan tes prestasi belajar yang

menentukan keberbakatan dan produktivitas kreatif seseorang. Bahkan Terman (1959)

yang dalam penelitiannya terhadap anak berbakat hanya menggunakan kriteria inteligen,

dalam tulisan-tulisannya kemudian mengakui bahwa intelegensi tinggi tidak sinonim

dengan keberbakatan. Wallach (1976) pun menunjukkan bahwa mencapai skor tertinggi

pada tes akademis belum tentu mencerminkan potensi untuk kinerja kreatif/ produktif.

b. Kreativitas

Kelompok ciri kedua yang dimiliki oleh anak/ orang berbakat adalah kreativitas sebagai

kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk

memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah,

atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur

yang sudah ada sebelumnya.

c. Pengikatan Diri Terhadap Tugas

Kelompok ciri ketiga yang dimiliki oleh anak/ orang berbakat adalah pengikatan diri

terhadap tugas sebagai bentuk motivasi internal yang mendorong seseorang untuk tekun

dan ulet mengerjakan tugasnya meskipun mengalami bermacam-macam rintangan atau

hambatan, menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya karena ia telah

mengikatkan diri terhadap tugas tersebut atas kehendaknya sendiri (merupakan motivasi

intrinsik).

42

Gambar 2.1: Konsepsi Renzulli tentang Keberbakatan

Sumber: Prof. Dr. Utami Munandar. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. (Jakarta:

PT. Rineka Cipta), hlm. 26.

Perbedaan antara konsep ”berbakat” antara definisi USOE dengan konsepsi Renzulli

(1981) adalah dalam hal motivasi- task commitment (pengikatan diri terhadap tugas)

sebagai ciri afektif yang penting pada orang berbakat.

Hal lain yang sering tertukar dengan kreativitas adalah jenius. Hal ini berbeda tetapi

saling melengkapi. Mungkin kita berpikir bahwa orang yang jenius adalah seseorang yang

brilian dan juga kreatif dalam waktu bersamaan. Tetapi tentu saja seseorang dapat

merubah kebudayaan dalam aspek yang penting tanpa harus menjadi jenius. Tetapi

meskipun begitu, hubungan antara intelegensi dengan kreativitas amat erat hubungannya,

karena kreativitas dipengaruhi oleh intelegensi. Hal ini telah dibuktikan dalam penelitian

Utami Munandar (1977) bahwa berpikir divergen (kreativitas) menunjukkan hubungan

yang bermakna dengan berpikir konvergen (intelegensi).

Kreativitas dapat diamati melalui tiga komponen utama:

1. Daerah (domain). Domain yang terdiri dari sejumlah peraturan simbolis dan

prosedur. Matematika adalah bidang (domain) seperti halnya aljabar, teori angka, dan

lain-lain. Domain adalah sekumpulan yang biasanya kita sebut sebagai budaya atau

pengetahuan simbolis yang merupakan bagian dari masyarakat yang khusus, atau

bagian dari kehidupan manusia keseluruhan.

43

2. Bidang (field). Bidang (field) yang termasuk semua individual yang berlaku sebagai

penjaga pintu dari domain. Ini adalah pekerjaan mereka untuk memutuskan gagasan-

gagasan baru atau produk yang akan dimasukkan ke dalam domain. Dalam seni

visual, bidang (field) terdiri dari guru-guru seni, kurator museum, kolektor benda seni,

kritikus, yayasan administrasi dan agen pemerintahan yang semuanya berhubungan

dengan budaya dalam masyarakat. Ini adalah bidang yang menyeleksi karya-karya

seni apa yang pantas untuk diterima, dilindungi, dipertahankan, dan diingat.

Teori yang mendukung gagasan Profesor Csikszentmihalyi ini adalah teori Skinner

tentang seniman. Ia berpendapat bahwa kreasi artistik adalah suatu perilaku yang bisa

dilihat (bukan seperti teori Freud yang mengatakan bahwa kreasi artistik adalah

kekuatan bawah sadar), dan merupakan penguatan dari lingkungan.

3. Manusia individual. Kreativitas terjadi ketika seseorang dengan menggunakan

simbol-simbol yang ditetapkan di dalam domain (seperti desain, musik, teknik, bisnis,

matematika, dan lain-lain) memiliki sebuah gagasan baru atau melihat sebuah pola

baru dan ketika kebaruan ini terpilih oleh bidang (field) untuk masuk ke dalam

domain yang relevan. Generasi yang berikutnya akan menghadapi kebaruan yang

telah ada dan jika mereka kreatif mereka akan melakukan perubahan lebih jauh

terhadap kebaruan yang telah ada tersebut. Adakalanya kreativitas memunculkan

domain yang benar-benar baru dan belum pernah ada sebelumnya, seperti Galileo

yang memulai eksperimen tentang fisika/ ilmu alam atau Freud yang memulai

psikoanalisis di luar domain yang telah ada yaitu neuropatologi. Tetapi jika Galileo

atau Freud tidak dapat mengumpulkan pengikut-pengikut mereka yang juga

mendukung gagasan mereka, maka gagasan mereka tidak akan mendapat banyak

pengaruh atau tidak berpengaruh sama sekali.

Menurut Sternberg dan Lubart (1992), ilmu pengetahuan adalah salah satu dari enam

sumber yang dibutuhkan oleh kreativitas. Lima hal lain yang menjadi sumber kreativitas

adalah: kecerdasan, cara berpikir (misalnya: menerima tantangan, menggunakan cara

berpikir makro daripada mikro dalam melihat suatu masalah), karakteristik seseorang

(contoh: berani mengambil resiko dan berniat untuk mengatasi rintangan), motivasi, dan

lingkungan yang mendukung.

Keegan (1996) juga mendukung peryataan Sternberg dan Lubart bahwa ilmu

pengetahuan adalah amat penting. Ia mengilustrasikan hal ini dengan karya Charles

Darwin yang mempelajari sekumpulan ilmu pengetahuan tentang sejarah tentang alam

44

sebelum ia mengajukan teorinya kepada dunia. Keegan juga menemukan bahwa motivasi

(dalam hal ini tujuan) adalah hal yang sangat penting untuk usaha menuju kreatif,

ditambah dengan pengaruh dari keterlibatan emosi-kecintaan seseorang terhadap apa

yang dia kerjakan.

2.1.4 Pembentukan Kreativitas

Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa kreativitas adalah proses perubahan

genetik yang merupakan evolusi biologis dan terjadi di bawah ambang sadar manusia.

Selain itu dikatakan bahwa tanpa kreativitas susunan genetik manusia akan sama dengan

simpanse. Hal ini berati bahwa setiap manusia memiliki kemampuan kreatif dan pada

setiap orang kemampuan kreatif itu memiliki perimbangan yang berbeda-beda.

Kita sering melihat bahwa terdapat perbedaan antara orang-orang kebanyakan dengan

orang-orang yang memiliki kreativitas menonjol. Sepertinya orang-orang kebanyakan ini

tidak memiliki kreativitas jika dibandingkan dengan orang-orang yang menonjol dalam

bidangnya masing-masing tersebut. Padahal hal ini sama sekali salah. Pada orang-orang

kebanyakan, kemampuan kreatif yang mereka miliki tidak digali, dilatih, dikembangkan

dan dipelihara. Kesadaran dan ketertarikan mereka pada suatu bidang tertentu tidak

diasah juga tidak ditumbuhkan rasa keingintahuan mereka akan sesuatu. Bagi orang-

orang seperti ini, kehidupan benar-benar berjalan secara datar dan hambar.

Lain halnya yang terjadi dengan orang-orang yang terlihat menonjol di bidangnya

(baik seniman, ilmuwan, dan bidang-bidang profesi lainnya). Kemampuan kreatif yang

mereka miliki digali bahkan kadang terjadi secara tidak sengaja pada saat mereka kanak-

kanak atau bahkan dewasa. Mulai munculnya kemampuan kreatif ini adalah ketika

seseorang memiliki ketertarikan akan sesuatu. Dengan rasa tertarik itu akan muncul

keingintahuan tentang hal tersebut. Rasa ingin tahu ini terus dipelihara sehingga semakin

mereka mendalami bidang tersebut mereka akan lebih baik dan semakin baik lagi dalam

bidang yang mereka geluti tersebut. Karena mereka semakin lama semakin baik dalam

bidangnya maka mereka akan semakin menikmati dalam mengerjakan apa yang mereka

lakukan dan akhirnya mereka menjadi menonjol dan sukses dalam bidangnya tersebut.

Hal ini akan membuat kita melihat mereka sebagai orang yang kreatif.

Maka dari itu dapat kita simpulkan bahwa kreativitas yang pada dasarnya dimiliki

oleh setiap manusia (terjadi di bawah ambang sadar manusia) tidak dapat begitu saja

muncul ke permukaan dan membuat orang tersebut secara instan menjadi hebat dan

45

menonjol di bidangnya. Pembentukan kreativitas membutuhkan proses yang panjang dan

usaha yang keras.

2.1.4.1 Teori tentang Pembentukan Pribadi Kreatif

Terdapat teori yang tentang pembentukan pribadi kreatif, yaitu teori psikoanalisis dan

teori humanistik:

a. Teori Psikoanalisis

Pada umumnya teori-teori psikoanalisis melihat kreativitas sebagai hasil

mengatasi suatu masalah, yang biasanya mulai di masa anak. Pribadi kreatif

dipandang sebagai seseorang yang pernah mempunyai pengalaman traumatis,

yang dihadapi dengan memungkinkan gagasan-gagasan yang disadari dan tidak

disadari bercampur menjadi pemecahan movatif dari trauma. Tindakan kreatif

mentransformasi keadaan psikis yang tidak sehat menjadi sehat.

1. Teori Freud

Menurut beberapa pakar psikologi kemampuan kreatif merupakan ciri

kepribadian yang menetap pada lima tahun pertama dari kehidupan.

Sigmund Freud (1856- 1939) adalah tokoh utama yang menganut

pandangan ini.

2. Teori Kris

Teori Kris menjelaskan bahwa jika seseorang mampu untuk ”regress” ke

kerangka berpikir atau pola perilaku seperti anak, rintangan antara alam

pikiran sadar dan tidak sadar menjadi kurang, dan bahan yang tidak

disadari yang sering mengandung benih kreativitas dapat menembus ke

alam kesadaran. Teori ini mengatakan bahwa orang-orang kreatif adalah

mereka yang paling mampu memanggil bahan-bahan dari alam pikiran

tidak sadar. Sebagai orang dewasa kita tidak pernah seperti anak lagi.

Orang kreatif tidak mengalami hambatan untuk bisa seperti anak dalam

pemikiran mereka. Mereka dapat mempertahankan sikap bermain dengan

masalah-masalah serius dalam kehidupan. Dengan demikian, mereka

mampu melihat masalah-masalah dengan cara yang segar dan inovatif

untuk ”regress in the service of the ego”.

3. Teori Jung

46

Carl Jung (1875-1961) juga percaya bahwa ketidaksadaran memainkan

peranan yang amat penting dalam kreativitas tingkat tinggi. Alam pikiran

yang tidak disadari dibentuk oleh masa lalu pribadi.

b. Teori Humanistik

Berbeda dari teori psikoanalisis, teori humanistik melihat kreativitas sebagai hasil

dari kesehatan psikologis tingkat tinggi. Kreativitas dapat berkembang selama

hidup, dan tidak terbatas pada lima tahun pertama.

1. Teori Maslow

Menurut Abraham Maslow (1908-1970) pendukung utama dari teori

humanistik, manusia mempunyai naluri-naluri dasar yang menjadi nyata

sebagai kebutuhan. Kebutuhan ini harus dipenuhi dalam urutan tertentu,

kebutuhan primitif muncul pada saat lahir, dan kebutuhan tingkat tinggi

berkembang sebagai proses pematangan.

Hirarki kebutuhan menurut Maslow:

Jenis Kebutuhan Tingkat

Kebutuhan

1. Kebutuhan faal yang diperlukan untuk

mempertahankan hidup seperti air, makanan,

minuman, udara, zat asam.

Deficiency Rendah

2. Kebutuhan keamanan. Sebagai manusia, kita

perlu merasa bebas dari ancaman terhadap

hidup kita, seperti kebutuhan akan keakraban,

keteraturan, dan mempunyai rumah tempat

tinggal.

Deficiency

3. Kebutuhan akan belonging dan cinta. Semua

orang ingin merasakan bahwa mereka

tergolong pada sesuatu dan bahwa paling tidak

satu orang mencintai/ menyayanginya.

Deficiency

47

4. Kebutuhan akan penghargaan dan harga diri.

Kita perlu merasa bahwa kita berharga dan

mampu, dan bahwa masyarakat menghargai

sumbangan kita terhadapnya.

Deficiency

5. Kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan akan

pengembangan dan perwujudan potensi kita

sepenuhnya, termasuk imajinasi dan

kreativitas.

Being

6. Kebutuhan estetik. Kebutuhan untuk memberi

sumbangan bermakna untuk kemanusiaan.

Hasrat untuk memahami dunia sekeliling kita

dan tujuan hidup. Kebutuhan ini berada pada

tingkat sangat tinggi dan hanya sedikit orang

yang mengalaminya (misalnya Albert

Einstein).

Being Tinggi

Tabel 2.1 Hirarki kebutuhan menurut Maslow.

Urutan dari hirarki kebutuhan ini jelas yaitu tidak ada yang dapat

mewujudkan dirinya jika menderita karena kelaparan. Keempat kebutuhan

pertama disebut kebutuhan ”deficiency” karena mungkin dapat dipuaskan

sampai tidak dirasakan sebagai kebutuhan lagi. Misalnya, jika kita lapar kita

dapat makan sepuasnya sehingga kebutuhan itu terpenuhi. Dua kebutuhan

pada tingkat tertinggi (aktualisasi dan estetik) disebut kebutuhan ”being”,

karena jika dipupuk kebutuhan itu menjadi semakin kuat, yang memperkaya

keberadaan kita. Contohnya, belajar memahami dan menghargai desain

meningkatkan hasrat untuk belajar lebih banyak tentang desain. Proses

perwujudan diri erat kaitannya dengan kreativitas.

2. Teori Rogers

Menurut Carl Rogers (1902-1987) tiga kondisi pribadi yang kreatif adalah:

48

a. keterbukaan terhadap pengalaman

b. kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi seseorang

(internal locus of evaluation)

c. Kemampuan untuk bereksperimen, untuk ”bermain” dengan konsep-

konsep.

Setiap orang yang mempunyai ketiga ciri ini kesehatan psikologisnya

sangat baik. Orang ini berfungsi sepenuhnya, menghasilkan karya-karya

kreatif, dan hidup secara kreatif. Ketiga ciri atau kondisi tersebut juga

merupakan dorongan dari dalam untuk berkreasi (internal press).

Kedua aliran teori di atas (aliran psikoanalisis dan teori humanistik) amat

berbeda dalam penjelasan pribadi kreatif. Keduanya mempunyai maknanya

tersendiri. Penekanan teori psikoanalisis pada alam pikiran tidak sadar dan

timbulnya kreativitas sebagai kompensasi dari masa anak yang sulit dapat

menjelaskan kehidupan banyak tokoh-tokoh yang produktif.

Sedangkan teori humanistik lebih menekankan pada kesehatan psikologis yang

memungkinkan seseorang mengatasi masalah kehidupan. Aliran humanistik

melihat kreativitas sebagai lebih sadar, kognitif, dan intensional daripada teori

psikoanalisis. Konsep humanistik adalah bahwa kreativitas dilahirkan karena

dorongan utnuk mencapai kemungkinan-kemungkinan yang tertinggi dalam

hidup dan bukan sebagai pertahanan terhadap neurosis.

2.1.4.2.Ciri Pribadi Kreatif

Biasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan

menyukai kegemaran dan aktivitas kreatif. Anak dan remaja kreatif biasanya cukup

mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko (tetapi

dengan perhitungan) daripada anak-anak pada umumnya. Artinya dalam melakukan

sesuatu yang bagi mereka amat berarti, penting, dan disukai, mereka tidak terlalu

menghiraukan kritik atau ejekan dari orang lain. Mereka pun tidak takut untuk

membuat kesalahan dan mengemukakan pendapat mereka walaupun mungkin tidak

disetujui orang lain. Orang yang inovatif berani untuk berbeda, menonjol, membuat

kejutan, atau menyimpang dari tradisi. Rasa percaya diri, keuletan, dan ketekunan

membuat mereka tidak cepat putus asa dalam mencapai tujuan mereka. Thomas

Edison dikatakan bahwa dalam melakukan percobaan ia mengalami kegagalan lebih

49

dari 200 kali, sebelum ia berhasil dengan penemuan bola lampu yang bermakna bagi

seluruh umat manusia; ia mengungkapkan bahwa ” Genius is 1% inspiration and 99%

perspiration”.

Treffinger mengatakan bahwa pribadi yang kreatif biasanya lebih terorganisasi

dalam tindakan. Rencana inovatif serta produk orisinal mereka telah dipikirkan

dengan matang lebih dahulu, dengan mempertimbangkan masalah yang mungkin

timbul dan implikasinya.

Tingkat energi, spontanitas, dan kepetualangan yang luar biasa sering tampak

pada orang kreatif, demikian pula keinginan yang besar untuk mencoba aktivitas yang

baru dan mengasyikkan misalnya untuk menghipnotis, terjun payung, atau menjajaki

kota atau tempat baru.

Siswa berbakat kreatif biasanya mempunyai rasa humor yang tinggi, dapat

melihat masalah dari berbagai sudut tinjau, dan memiliki kemampuan untuk bermain

dengan ide, konsep, atau kemungkinan-kemungkinan yang dikhayalkan.

Ciri yang lebih serius pada orang berbakat ialah ciri seperti idealisme,

kecenderungan untuk melakukan refleksi, merenungkan peran dan tujuan hidup, serta

makna atau arti keberadaan mereka. Anak berbakat lebih cepat menunjukkan

perhatian pada masalah orang dewasa, seperti politik, ekonomi, polusi, kriminalitas,

dan masalah lain yang dapat mereka amati di dalam masyarakat.

Ciri kreatif lainnya adalah kecenderungan untuk lebih tertarik pada hal-hal

yang rumit dan misterius. Misalnya kecenderungan untuk percaya pada yang

paranormal. Mereka lebih sering memiliki pengalaman indra keenam atau kejadian

mistik.

Minat seni dan keindahan juga lebih kuat dari rata-rata. Walaupun tidak semua

orang berbakat kreatif menjadi seniman, tetapi mereka mempunyai minat yang cukup

besar terhadap seni, sastra, musik, dan teater.

Individual yang kreatif memiliki energi fisik yang hebat, tetapi mereka

terkadang pendiam. Mereka dapat bekerja dalam waktu yang lama, dengan

konsentrasi yang mengagumkan dan penuh antusias. Tetapi mereka juga banyak

beristirahat. Ritme aktivitasnya tidak ditentukan oleh waktu atau tanggal, dan lain-

lain, tetapi ditentukan oleh mereka sendiri dan melalui percobaan dan kegagalan

untuk mencapai tujuan mereka. Dan salah satu manifestasi dari energi fisik mereka

adalah seksualitas.

50

Individual kreatif cenderung cerdas, dan juga naif dalam waktu yang

bersamaan. Seseorang yang IQ nya tinggi, belum tentu kreatif. Tetapi untuk menjadi

kreatif, dibutuhkan kecerdasan. Tetapi seberapa cerdas mereka, itu juga masih sebuah

pertanyaan. Selain itu, individual kreatif merupakan kombinasi antara kejenakaan dan

disiplin, tanggung jawab dan ketidaktanggungjawaban.

Ciri kreatif lainnya adalah bahwa individual kreatif memiliki fantasi dan

imajinasi di satu sisi, dan di sisi lain adalah kenyataan. Albert Einstein mengatakan

bahwa ilmu pengetahuan dan seni adalah bentuk paling hebat dalam membuat

manusia melarikan diri dari kenyataan karena ilmu pengetahuan dan seni dapat

membuat manusia berimajinasi. Dan karena imajinasi ini maka individual kreatif

dapat menciptakan suatu kebaruan. Individual kreatif juga memiliki kecenderungan

antara sikap peduli pada sekitar dan sikap tidak peduli pada sekitar (extrovert dan

introvert secara bersamaan).

Individual kreatif rendah hati dan sombong di waktu yang bersamaan.

Kadang-kadang dari luar mungkin terlihat sombong dan arogan, tetapi hal itu untuk

menutupi rasa malu yang ada di dalam dirinya.

Dalam semua kebudayaan, pria tumbuh menjadi bersifat “maskulin”, bersikap

acuh tak acuh, sedangkan wanita bersifat “feminin” dan bersikap peduli. Tetapi

berdasarkan hasil tes kemaskulinan/ kefeminiman, menunjukkan bahwa gadis yang

kreatif dan berbakat lebih dominan dan bersifat keras, sedangkan anak lelaki yang

kreatif dan berbakat lebih sensitif dan kurang agresif dibandingkan dengan lelaki

sebayanya.

Secara umum, individual yang kreatif berpikir lebih cenderung memberontak

dan bebas. Orang-orang biasa umumnya seperti bermain dalam “area aman”,

sedangkan individual kreatif bermain di “area yang belum terbayangkan sebelumnya”

sehingga mereka dapat membuat inovasi dan terobosan terbaru. Hampir semua orang-

orang kreatif sangat bergairah terhadap pekerjaan mereka, dan mereka dapat menjadi

sangat objektif tentang itu. Gairah ini penting untuk menjadikan pekerjaan tetap

menarik bagi mereka, dan sikap yang objektif dibutuhkan agar pekerjaan dapat

berjalan dengan sangat baik dan memiliki kredibilitas.

Dan terakhir, individual yang kreatif seringkali memperlihatkan sikap yang

terbuka dan sensitif. Rasa sensitif yang besar ini menjadikan mereka seringkali sakit

hati karena merasa terabaikan atau menyebabkan kegelisahan.

51

Ada juga karakteristik dari siswa kreatif yang mandiri, percaya diri, ingin tahu,

penuh semangat, cerdik, tetapi tidak penurut, hal ini dapat membuat pengajar menjadi

pusing. Anak yang kreatif bisa juga bersifat tidak kooperatif, egosentris, terlalu

asertif, kurang sopan, acuh tak acuh terhadap aturan, keras kepala, emosional,

menarik diri, dan menolak dominasi atau otoritas guru. Ciri-ciri tersebut

membutuhkan pengertian dan kesadaran, dalam beberapa kasus membutuhkan koreksi

dan pengarahan.

Penelitian pertama tentang ciri-ciri kepribadian yang kreatif dilakukan tahun

1977 oleh Prof. Dr. Utami Munandar dengan membandingkan pendapat tiga

kelompok, yaitu kelompok psikolog, guru, dan orang tua. Alat penelitian yan

digunakan adalah adaptasi dari Torrance yaitu Ideal Pupil Checklist yang terdiri atas

60 ciri melalui studi empiris. Dari penelitian ini ditemukan perbedaan kelompok

orang yang sangat kreatif dari kelompok orang yang kurang kreatif.

Ciri-ciri perilaku yang ditemukan pada orang-orang yang memberikan

sumbangan kreatif yang menonjol terhadap masyarakat digambarkan sebagai berikut:

berani dalam pendirian/ keyakinan, keingintahuan, mandiri dalam berpikir dan

mempertimbangkan, bersibuk diri terus menerus dengan pekerjaannya, intuituf, ulet,

tidak bersedia menerima pendapat dari otoritas begitu saja. Kenyataan menunjukkan

bahwa guru dan orang tua lebih menginginkan perilaku sopan, rajin dan patuh dari

anak, ciri-ciri yang tidak berkaitan dengan kreativitas.

Peringkat dari 10 ciri-ciri pribadi kreatif yang diperoleh dari kelompok pakar

psikologi (30 orang) adalah sebagai berikut:

1. Imajinatif

2. Mempunyai prakarsa

3. Mempunyai minat luas

4. Mandiri dalam berpikir

5. Keingintahuan yang besar

6. Senang berpetualang

7. Penuh energi

8. Percaya diri

9. Bersedia mengambil resiko

10. Berani dalam pendirian dan keyakinan

52

Bandingkan ciri-ciri tersebut dengan peringkat ciri siswa yang paling diinginkan

oleh guru:

1. Penuh energi

2. Mempunyai prakarsa

3. Percaya diri

4. Sopan

5. Rajin

6. Melaksanakan pekerjaan pada waktunya

7. Sehat

8. Berani dalam berpendapat

9. Mempunyai ingatan baik

10. Ulet

Dari daftar ciri-ciri ini tidak tampak banyak kesamaan antara ciri-ciri pribadi

yang kreatif menurut pakar psikologi dengan ciri-ciri yang diinginkan oleh guru pada

siswa. Hal ini menimbulkan pertanyaan sejauh mana iklim pendidikan di Indonesia

menunjang pengembangan kreativitas peserta didik.

2.1.4.3. Hubungan Antara Kreativitas dengan Usia

Banyak kontroversi tentang hubungan antara usia dan kreativitas. Ketika topik

ini untuk pertama kalinya dipelajari, ditemukan bahwa kreativitas mencapai

puncaknya dalam tiga dekade awal dalam kehidupan (misalnya 0-30 an tahun), dan

kurang dari 10 persen kontribusi yang hebat berasal dari individu-individu yang

berusia lebih dari 60 tahun.

Dalam bidang ilmu pengetahuan, kontribusi tetap mengalir lancar meskipun

pada usia antara 30-60 tahun, tetapi berbeda halnya dengan bidang seni. Terdapat

perbedaan yang menurun dalam hal kontribusi dalam bidang seni setelah usia 60

tahun. Tetapi produktivitas mereka tetap tidak mengalami penurunan dalam kedua

bidang tersebut, dan semakin meningkat saat bertambahnya usia. Tetapi hal ini

menjadi perdebatan karena ternyata terdapat orang-orang yang justru memberikan

karya terbaiknya saat mereka berusia tua. Contohnya adalah Linus Pauling yang pada

usia 91 tahun mengatakan bahwa ia telah menerbitkan dua kali lebih banyak makalah

pada saat usianya antara 70 sampai 90 tahun dibandingkan saat periode 20 tahun masa

awal karirnya.

53

Penelitian menunjukkan bahwa tidak hanya kuantitas tetapi juga kualitas yang

dihasilkan semakin meningkat dan bertahan seiring berjalannya waktu, dan banyak

dari karya-karya yang luar biasa dari seseorang dilakukan ketika tahun-tahun

belakangan karirnya. Contohnya: Giuseppe Verdi menulis Falstaff ketika ia berusia

80 tahun, dan opera tersebut termasuk karyanya yang paling sukses dari semua yang

pernah ia tulis sebelumnya; Benjamin Franklin menemukan lensa bifokal ketika ia

berusia 78 tahun, Frank Llyod Wright menyelesaikan karyanya yaitu Museum

Guggenheim yang merupakan salah satu karya masterpieces-nya pada saat ia berusia

91 tahun, dan Michelangelo melukis fresko di kapel Pauline di Vatikan saat berusia

89 tahun. Jadi, meskipun banyak hal dalam hidup akan mencapai puncaknya pada usia

20-an tahun, tetapi kemampuan untuk kreatif dan memberikan kontribusi yang berarti

pada suatu bidang memiliki kemungkinan untuk meningkat di tahun-tahun

belakangan.

Individual kreatif yang menjadi responden dari penelitian mengatakan bahwa

mereka tidak merasakan sebuah perbedaan saat mereka berusia 50 dan 70 tahun, atau

60 dan 80 tahun. Mereka merasakan bahwa kemampuan mereka untuk berkarya tidak

mengalami hambatan, tujuan mereka akan selalu sama seperti saat-saat awal mereka

memulai semua itu berpuluh-puluh tahun yang lalu, dan kuantitas juga kualitas

mereka hanya berubah sedkit dari tahun-tahun sebelumnya. Meskipun kesehatan dan

juga keadaan fisik mereka yang semakin mengalami keterbatasan karena usia, tetapi

mereka tetap memiliki kekuatan kreatif di balik segala keterbatasan yang timbul

karena usia tersebut.

Hal yang mengejutkan justru muncul karena berdasarkan penelitian, jumlah

jawaban yang positif dua kali lebih banyak dibandingkan dengan jawaban yang

negatif tentang tahun-tahun belakangan individu-individu kreatif yang usianya sudah

tua.

Dari penelitian tersebut maka dapat dibuat kesimpulan bahwa kreativitas tidak

menurun sejalan dengan bertambahnya usia. Justru mungkin saja karya-karya terbaik

dihasilkan bahkan pada saat seseorang beranjak tua karena ternyata kematangan

kreativitas tidak terjadi pada usia-usia tertentu, tetapi terus berkembang sejalan

dengan cara seseorang memelihara dan mengembangkan kemampuan kreatifnya.

Karena penelitian tersebut, maka kreativitas tidak hanya menetap pada lima

tahun pertama dari kehidupan seperti yang disebutkan dalam teori psikoanalisis, tetapi

54

kreativitas adalah suatu kemampuan sadar yang dapat diasah, dipelihara, dan

dikembangkan seperti yang disebutkan dalam teori humanistik.

2.1.4.4. Kekuatan Ego (Ego Strength)3

Dalam pandangan umum, para jenius terbesar di bidang seni adalah orang

yang secara emosional tidak stabil, bahkan mungkin sedikit “gila”. Orang-orang

berpikir tentang Van Gogh, yang menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya di

rumah sakit jiwa, atau Dostoevsky, yang menjadi korban serangan epilepsi yang

datang tiba-tiba. Tetapi pandangan seperti ini hanya memiliki sedikit kebanaran

karena kenyataannya dalam banyak penelitian yang dilakukan pada tahun 1960-an di

Institute for Personality Assesment and Research di Berkeley, menunjukkan hal yang

bertentangan. Menurut penelitian ini, seniman yang paling kreatif umumnya tidak

menderita neurosis (gangguan jiwa) atau kegelisahan. Sebaliknya, mereka memiliki

ego yang sangat kuat dan tingkat kemandirian yang tinggi.

Donald MacKinnon dari Universitas California melakukan sejumlah penelitian

yang ditujukan terutama kepada profesi arsitek (1961, 1962, 1965). Objek

penelitiannya terbagi dalam tiga kelompok: para arsitek yang dinominasikan oleh

profesor arsitektur sebagai yang paling kreatif di bidangnya, para arsitek yang dipilih

karena ia bekerja sama dengan salah seorang arsitek kreatif tersebut sedikitnya dua

tahun, dan para arsitek yang dipilih secara acak dari daftar anggota (directory of

architects).

Kepada ketiga kelompok tersebut diajukan sejumlah tes kepribadian berupa

daftar kepribadian atau tipologi yang harus dijawab dengan “setuju” atau “tidak

setuju”. Daftar kepribadian tersebut menunjukkan bahwa setiap kelompok

menunjukkan kumpulan sifat yang berbeda. Arsitek dengan kreativitas tinggi

memperlihatkan keinginan yang kuat, percaya diri, kemampuan untuk memimpin, dan

individualistis (self-centered). Sebagai contoh, dibandingkan dengan kelompok

lainnya mereka lebih menyetujui pernyataan seperti, “Saya pikir saya akan menikmati

memiliki kekuasaan terhadap orang lain”, atau, “Saya memiliki bakat alami untuk

mempengaruhi orang.” Mereka tidak peduli dengan kesan yang ditimbulkannya pada

orang lain.

3 Ellen Winner, Invented World: The Psychology of The Arts, Harvard University Press, 1982, hlm. 23-26.

55

Kebalikannya, para arsitek yang biasa, menunjukkan dominasi dan

kemandirian yang sangat kurang. Ciri-ciri kepribadian yang mereka tunjukkan jauh

lebih mudah diterima dan konvensional, seperti kerja sama, rasa hormat, sosialisasi,

tanggung jawab, dan pengendalian diri (self control). Sebagai contoh, mereka lebih

suka untuk setuju dengan pernyataan: “Saya tidak pernah mencoba sesuatu yang

berbahaya hanya untuk merasakan ketegangan” (ukuran untuk tanggung jawab),

tetapi tidak setuju dengan,”Orangtua saya tidak pernah sungguh-sungguh memahami

saya” (ukuran untuk sosialisasi).

Mereka yang berada di kelompok antara, yang tidak sangat kreatif namun

pernah bekerja beberapa waktu bersama dengan para arsitek kreatif, meraih nilai

kepribadian menengah dibandingkan dua kelompok lainnya. Mereka menunjukkan

rasa percaya diri dan dominasi yang agak kurang dibandingkan arsitek kreatif, tetapi

tetap lebih dibandingkan kelompok yang biasa. Mereka menunjukkan konflik

tertinggi dalam konflik emosi. Sebagai contoh: mereka menunjukkan hasrat untuk

mengontrol sekaligus dikontrol, dan hasrat untuk mandiri sekaligus keinginan untuk

dilibatkan dalam kegiatan yang lainnya. Dan mereka menunjukkan tingkat kecemasan

tertinggi dibandingkan kelompok lainnya. Meskipun mereka tidak dikatakan neurotik

(terganggu jiwanya), mereka lebih menampakkan kecenderungan tersebut, seperti

konflik dan kecemasan, dibandingkan arsitek kreatif atau yang biasa-biasa saja.

Tipologi kepribadian seperti di atas sesuai dengan teori kreativitas Otto Rank

(1945). Hal pokok dari pemilahan Rank tentang kepribadian kreatif dan tidak kreatif

adalah konsep tentang keinginan dan rasa bersalah (will and guilty).

Anak-anak pertama-tama menghayati keinginan orangtuanya. Selanjutnya

timbul keinginannya sendiri atau keinginan tandingan (counterwill) mulai timbul, dan

hal ini sering bertentangan dengan keinginan orangtua. Konflik tertentu menakibatkan

rasa bersalah dan dipecahkan dalam satu dari tiga cara, yang menentukan karakternya

di masa depan.

Solusi pertama bagi anak tersebut adalah dengan benar-benar menyesuaikan

keinginannya dengan keinginan orangtua. Sekali anak menyatukan keinginannya

dengan keinginan orangtua maka tidak ada lagi konflik dan tidak ada lagi rasa

bersalah. Anak-anak yang mengambil solusi seperti itu akan menjadi orang dewasa

yang sesuai dengan norma-norma masyarakat. Beberapa mengalami konflik kecil dan

juga tidak benar-benar kreatif. Inilah ciri orang dewasa yang umum.

56

Bila anak menolak menyesuaikan keinginannya dengan orangtuanya, dua

kemungkinan terbuka baginya. Mereka dapat separo menolak keinginan orangtuanya.

Karena pemberontakannya hanya sebagian, mereka tidak sepenuhnya mencapai

kemandirian serta meninggalkan perasaan bersalah dan rendah diri. Orang seperti ini,

meskipun penuh konflik dan menderita gangguan emosi, tetapi lebih kreatif daripada

orang yang benar-benar menyesuaikan diri, tepatnya karena memiliki beberapa

pencapaian ukuran kemandirian. Kemungkinan kedua bagi anak yang menolak untuk

menyesuaikan diri adalah melibatkan pendirian yang penuh kemandirian. Orang yang

menegakkan gagasan-gagasan kemandirian dan keinginannya sendiri mencapai

tingkat perkembangan tertinggi. Inilah orang yang kreatif, seniman, orang yang

berkeinginan kuat.

Dengan otonomi dan kekuatan egonya, arsitek kreatif sesuai dengan deskripsi

Rank tentang orang kreatif. Kepribadian para arsitek tersebut menunjukkan bahwa

mungkin ada hubungan antara otonomi dan kreativitas. Riwayat hidup dari arsitek

kreatif memberikan dukungan lebih jauh bagi pandangan Rank. Para arsitek kreatif

melaporkan bahwa orangtua mereka memperlihatkan penghargaan yang luar biasa

pada mereka di usia dini, menghadiahi mereka dengan kebebasan yang tak biasa dan

mengharapkan agar mereka mandiri. Kemandirian ini didukung oleh kurangnya

kedekatan yang kuat antara orangtua dan anak.

Penelitian di atas bisa disimpulkan bahwa orang yang kreatif adalah mereka

yang ambisius dan memiliki keinginan yang kuat, mandiri, dan tidak konvensional.

2.1.4.5. Cara Berpikir yang Tidak Biasa (Atypical Thinking)4

Seni, menurut anggapan umum, terutama merupakan aktivitas emosional.

Proses kreasi lebih melibatkan perasaan daripada pemikiran; seniman tidak berpikir,

mereka hanya merasakan. Kepercayaan umum bahwa seni terutama lebih bersifat

emosional daripada aktivitas rasional didukung oleh pandangan Freudian tentang

seniman yang didominasi oleh dorongan naluri di balik kontrol rasionalnya. Akan

tetapi berkat pengaruh para pemikir seperti Nelson Goodman (1968), Susanne Langer

(1942), dan Rudolf Arnheim (1962, 1969, 1972, 1974), muncul pandangan yang lebih

rasional tentang seni.

4 Ibid, hlm.28-31.

57

Para psikolog mendefinisikan kreativitas sebagai suatu keterlibatan bentuk

pemikiran khusus, dan telah melaksanakan sejumlah percobaan untuk

mengungkapkan kerja orang kreatif. Salah satu percobaan dilakukan oleh Profesor

Joy P.Guilford (1967) dari Universitas California Selatan. Dengan mengembangkan

“Tes Kreativitas”, Guilford mencoba menunjukkan bahwa kreativitas bukanlah

penyatuan keterampilan tetapi lebih merupakan sekumpulan komponen kemampuan

yang berbeda-beda. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tes tersebut tidak

mempunyai satu jawaban yang tepat. Sejumlah pertanyaan menuntut subjek untuk

memberikan persamaan dari kata yang diberikan; untuk memberikan kata-kata yang

diawali huruf tertentu; untuk menyebutkan berbagai kegunaan barang biasa, seperti

misalnya batu bata; atau untuk membayangkan akibat-akibat dari peristiwa yang tak

terbayangkan seperti misalnya kemungkinan yang terjadi bila semua orang menjadi

tuli. Makin banyak jawaban yang diberikan, dan lebih bervariasi serta tidak biasa

tanggapannya, makin tinggi skor yang dicapai.

Istilah divergent thinking (pemikiran menyebar) digunakan untuk

menerangkan proses berpikir dari mereka yang mencapai skor tinggi. Cara berpikir

menyebar dicirikan oleh tiga komponen terpisah: fluency/ kelancaran/ kemampuan

untuk menghasilkan banyak gagasan (diukur dari jumlah tanggapan yang dihasilkan);

fleksibilitas/ kelenturan/ kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam

pendekatan dalam mengatasi persoalan (diukur dari keragaman tanggapan); dan

orisinalitas/ keaslian/ kemampuan untuk mencetuskan gagasan-gagasan asli (diukur

dari kebaruan tanggapan). Cara berpikir menyebar berlawanan dengan convergent

thinking (cara berpikir memusat), jenis cara berpikir yang berorientasi ke arah

pengetahuan, solusi yang benar.

Meskipun cara berpikir memusat maupun menyebar sering diperlukan untuk

mencari jalan keluar dari suatu masalah, Guilford berhipotesis bahwa kemampuan

untuk berpikir secara menyebar merupakan karakteristik khusus dari individu kreatif.

Menurut Guilford, pikiran kreatif adalah fasih dalam arti memiliki sejumlah bahan

yang siap dipakai, fleksibel dalam pemikirannya, tidak konvensional, dan asli.

Beberapa studi melaporkan hubungan positif antara cara berpikir menyebar

dan kreativitas. Contoh: Victor Lowenfeld dan Kenneth Behtel (1959) menemukan

bahwa para siswa yang dinilai sangat kreatif dalam bidang seni rupa mencapai skor

tinggi dalam sejumlah faktor dari cara berpikir menyebar. Tetapi MacKinnon (1961)

menemukan tidak ada hubungan antara cara berpikir menyebar dan kreativitas pada

58

para arsitek, dan Jacob Getzels dan Profesor Csikszentmihalyi (1976) menemukan

hubungan negatif antara skor cara berpikir menyebar dan kesuksesan seseorang

sebagai seniman. Mungkin hubungan yang pasti antara cara berpikir menyebar dan

kreativitas dalam seni belum ditetapkan karena pada kenyataannya jenis tes yang

digunakan untuk mengukur cara berpikir menyebar jauh sekali dari wujud usaha

kreatif.

Para peneliti pada Institute for Personality Assessment yang menemukan

bahwa orang kreatif memberi tanggapan yang tidak biasa dalam tes asosiasi kata,

menyimpulkan bahwa orang kreatif terutama pandai dalam merasakan hubungan baru.

Sarnoff Mednick (1962) melakukan pengujian yang disebut “Remote Associates Test”

di mana subjek menerima sejumlah kata dari kategori yang berbeda, seperti rat, blue,

dan cottage, dan diminta untuk memikirkan sesuatu yang menghubungkan ketiganya,

seperti cheese. Orang yang ukuran lain dinilai kreatif mendapat nilai lebih tinggi

dalam tes ini daripada orang yang dinilai tidak kreatif. Mereka bereaksi dengan cepat,

menghasilkan lebih banyak hubungan (asosiasi), dan hubungan tersebut lebih

beragam dan tidak biasa. Penemuan ini mendukung pandangan bahwa inti kreativitas

melibatkan kemampuan untuk membentuk hubungan-hubungan yang tidak biasa.

Peneliti lain, Albert Rothenberg (1971), melalui sejumlah pengujian,

berpendapat bahwa orang kreatif merasakan kesamaan ketika pikiran biasa hanya

melihat perbedaan. Pendapat ini mendukung pandangan bahwa orang kreatif harus

mampu menyejajarkan dan menggabungkan elemen-elemen yang biasanya dianggap

sangat bertentangan. Jadi, menurut sudut pandang ini, orang kreatif berbeda dari

orang biasa terutama dalam kemampuannya untuk merasakan suatu kesamaan pada

saat orang biasa hanya melihat perbedaan.

Penemuan bahwa orang-orang kreatif berpikir dengan cara yang tidak biasa

tidak berarti bahwa mereka “lebih cerdas” dibandingkan orang-orang biasa. Tetapi

walaupun kreativitas mungkin hadir tanpa kecerdasan tinggi, tingkat kecerdasan

tertentu mungkin dibutuhkan bila seseorang ingin memperoleh pengakuan dalam

dunia seni yang penuh persaingan.

2.1.4.6. Penemuan Masalah (Discovering Problems)5

5 Ellen Winner, Invented World: The Psychology of The Arts, Harvard University Press, 1982, hlm.32-34

59

Sebagian besar ukuran tradisional untuk kreativitas, sebagaimana halna

kecerdasan, menilai kemampuan individu untuk memecahkan masalah. Tetapi,

walaupun pemecahan masalah penting dalam bidang seni, keahlian yang terkait pun

lebih utama; kemampuan untuk menemukan masalah. Mungkin seniman yang paling

kreatif tidak sekadar cakap dalam menyelesaikan masalah tetapi juga mampu

menemukan masalah-masalah yang menantang. Dengan asumsi ini maka Getzel dan

Csikszentmihalyi berhipotesis bahwa seseorang yang kreatif adalah orang yang selalu

mencari stimulus atau rangsang untuk mencapai kesempurnaan, dan menurut mereka

orang seperti inilah yang termotivasi untuk mencari dan menemukan masalah untuk

diselesaikan.

Untuk membuktikan hipotesis ini, keduanya mengadakan percobaan terhadap

sekelompok siswa sekolah seni. Para siswa diberi sekumpulan benda dan diminta

untuk memilih beberapa di antaranya, kemudian menyusunnya sesuai dengan

keinginan masing-masing dan hasilnya digunakan sebagai model untuk gambar still

life. Yang diamati dalam percobaan ini adalah mana yang lebih banyak keberhasilan

dan kegagalan dalam melaksanakan tugas ini, terutama tingkat eksplorasi penyusunan

objek-objek yang mereka miliki dan pengembangan saat menggambar ketika model

dipindahkan ke atas kertas. Hasil gambar akan dinilai berdasarkan tiga komponen

penilaian, yaitu: faktor kemampuan teknik, faktor keaslian atau orisinalitas, dan faktor

estetisnya.

Hasilnya, ternyata yang berhasil membuat karya paling orisinal dan bernilai

estetis paling tinggi adalah mereka yang terus mengeksplorasi penyusunan benda

sampai menemukan sebuah masalah desain yang menarik dan menantang bagi

mereka. Mereka yang hasil karyanya tidak terlalu orisinal dan estetis adalah mereka

yang lebih pasif, hanya sekadar menerima persoalan apa adanya dan tidak

dieksplorasi lagi, serta tidak berusaha untuk menemukan pemecahan lain yang

memungkinkan. Mereka hanya menyusun benda dengan ukuran atau cara

konvensional yang sudah ada (simetris atau asimetris). Satu hal yang menarik dari

hasil percobaan ini adalah tidak diketemukannya hubungan antara kemauan untuk

terus mencari sesuatu yang baru (menemukan masalah) dengan kemampuan teknis

yang minim.

Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dari percobaan tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa seorang seniman tidak hanya termotivasi oleh keinginan untuk

60

memecahkan sebuah masalah, tetapi juga seringkali didorong oleh keinginan untuk

menemukan masalah baru untuk dipecahkan.

Kesimpulan

Dengan memperhatikan berbagai pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

kreativitas adalah kemampuan menyampaikan gagasan, melakukan tindakan, mengubah

pola pikir, pemecahan masalah atau mengembangkan konsep baru dengan cara-cara tidak

konvensional. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka aspek-aspek kreativitas adalah :

(1) memiliki daya imajinasi yang kuat, (2) memiliki banyak inisiatif, (3) memiliki energi

besar, (4) orientasi jangka panjang, (5) memiliki sikap tegas, (6) memiliki minat luas, (7)

mempunyai sifat ingin tahu, (8) berani mengambil resiko, (9) berani berpendapat, dan

(10) memiliki rasa percaya diri.

2.1.5. Mengembangkan Kreativitas

Sejarah menunjukkan bahwa gagasan kreatif adalah hasil usaha yang gigih dan

peningkatan yang mantap. Meskipun untuk menjadi kreatif diperlukan kecerdasan, tetapi

kreativitas tidak memerlukan intelegensi yang besar (jenius). Terdapat riset yang

menunjukkan bahwa orang yang paling kreatif dalam profesi apa pun tidak lebih pintar

dibandingkan koleganya. Hal ini menunjukkan bahwa mereka hanya tahu bagaimana

cara mendapatkan gagasan, memilih gagasan yang baik, dan bagaimana cara

menyelesaikannya. Penyelesaian pekerjaan ini mungkin mengesankan dan mengejutkan

kolega mereka, tetapi tidak bagi pekerja yang kreatif karena mereka tahu bahwa itu

adalah hasil dari imajinasi yang terfokus, kerja giat, dan peningkatan yang mantap.

Keuntungan yang terdapat dalam indera manusia tidak terlalu berpengaruh di dalam

kreativitas yang terjadi. Contohnya: Beethoven mengalami ketulian ketika dia menggubah

karya-karyanya yang terbaik dan terkenal. Tetapi meskipun begitu, keuntungan yang

didapat dari indera manusia memiliki pengaruh terhadap perkembangan akan ketertarikan

pada suatu domain yang menjadi syarat penting bagi kreativitas.

Tanpa kecukupan akan keingintahuan, pengaruh, dan ketertarikan akan sesuatu yang

mereka suka dan mereka kerjakan, maka akan sulit untuk membuat suatu masalah

61

menjadi menarik. Perhatian yang dilakukan terus menerus terhadap sesuatu adalah suatu

keuntungan yang amat besar dalam menciptakan suatu kebaruan atau penemuan baru.

Tanpa ada ketertarikan terhadap sesuatu maka kreativitas akan sulit berkembang apalagi

untuk menekan individual menjadi lebih kreatif. Seseorang akan selalu membutuhkan

akses kepada domain. Memang hal ini juga berkaitan dengan keberuntungan seseorang

dalam hal keluarga yang mendukung, sekolah yang berkualitas baik, mentor, pengajar.

Semua hal ini merupakan faktor pendukung yang amat berpengaruh terhadap

perkembangan seseorang. Mereka yang dapat memberikan kepada anak-anak mereka

lingkungan yang penuh dengan buku-buku menarik, percakapan yang dapat

menstimulasi, pendidikan yang baik dan berkualitas, pengajar, pendidik, koneksi yang

baik, dan banyak lagi, maka akan dapat mengembangkan anak-anak mereka dengan lebih

baik. Seseorang juga membutuhkan akses kepada bidang (field). Akses kepada bidang ini

juga sama pentingnya dengan akses kepada domain. Beberapa orang, dengan amat

disayangkan, berpendidikan tetapi mereka enggan untuk berkomunikasi dengan orang

lain selama masa-masa perkembangan karir mereka. Seseorang yang tidak dikenal dan

tidak disadari keberadaannya maka akan sangat sulit mendapat kesempatan untuk

mengerjakan sesuatu yang akan dilihat sebagai hal yang kreatif. Seperti seseorang yang

tidak mendapatkan kesempatan untuk belajar dan mendapat informasi terbaru,

kemungkinan tidak akan mendapatkan kesempatan untuk bekerja, dan jika dia

mengerjakan sesuatu penemuan yang baru, maka kebaruan ini akan diabaikan atau

dianggap tidak ada.

Dalam bidang ilmu pengetahuan dan juga seni, berada di universitas yang tepat

menjadi sangat penting. Seperti misalnya pelukis yang berada di New York akan

mendapatkan kesempatan menjadi seseorang yang dianggap kreatif karena di New York

terdapat banyak galeri-galeri yang terkenal dan juga tempat di mana para kolektor benda-

benda seni berada. Hal ini menjadi suatu keuntungan dan faktor yang sangat penting bagi

pelukis tersebut untuk diakui dan diingat oleh masyarakat. Lain halnya jika pelukis

tersebut berada di kota-kota kecil lain yang tidak memiliki potensi untuk seni. Pelukis

tersebut akan tidak diakui, dilupakan, dan lain-lain kecuali jika dia telah mendapat

pengakuan dari New York sebagai salah satu pusat seni yang diakui masyarakat.

62

2.1.5.1. Kreativitas Anak dan Perkembangannya6

Ketika seorang anak dengan bangga memperlihatkan gambar yang dibuatnya setiap

ada waktu senggang, apakah kita dapat menduga bahwa anak ini kreatif? Seorang anak

yang cerdas, dengan keingintahuannya yang besar, dan dia selalu mengambil resiko

(padahal kita tidak mengharapkannya demikian), akan terlihat dengan jelas motivasi dan

emosionalnya. Tetapi hal ini belum cukup untuk disebut kreatif karena kreatif

membutuhkan sumber yang amat penting yaitu ilmu pengetahuan.

Keegan (1996) mengatakan bahwa anak-anak tentu saja memiliki kemampuan untuk

menerima sekumpulan ilmu pengetahuan. Ia mencontohkan hal ini: seorang anak dapat

memberitahu kita tidak hanya nama-nama dari dinosaurus-dinosaurus yang berbeda,

tetapi juga dalam periode kapan mereka hidup, penyebab kepunahan mereka, dan di mana

kawah akibat meteorit terbentuk.

Di sisi lain, Albert (1996) dan Runco (1996) mengatakan bahwa tidak hanya ilmu

pengetahuan dari subjek saja yang dibutuhkan tetapi juga diperlukan sebuah ilmu

pengetahuan yang dapat menilai dan mengevaluasi kekuatan kreatif anak tersebut. Runco

menambahkan hal ini karena anak-anak seringkali tidak dapat membedakan antara

kenyataan dan fantasi. Mereka tidak dapat menjadi benar-benar kreatif sampai mereka

mencapai tahap pra-remaja.

Menurut Russ (1996), meskipun anak-anak tidak memiliki dasar ilmu pengetahuan

atau teknik, tetapi mereka dapat memiliki gagasan-gagasan yang baru dan baik dalam hal

menciptakan sesuatu yang baru yang sesuai dengan usia dan perkembangan mereka. Dan

mereka seringkali menggunakan tindakan kreatif dan pemecahan masalah secara kreatif.

Bermain terutama berfantasi, atau berperilaku berpura-pura, memberi kesempatan kepada

anak untuk mempraktekkan kemampuan berpikir secara menyebar (divergent thinking)

yang berperan penting di masa depan bagi mereka untuk menciptakan sesuatu yang hebat

(Russ 1996).

Vygotsky mengatakan bahwa bermain adalah fasilitas untuk kreativitas dan

memperlihatkan kreativitas sebagai proses perkembangan:” Permainan anak bukan

ingatan masa lalu yang sederhana, tetapi sebuah kreativitas yang dikombinasikan dengan

pengaruh dan konstruksi bentuk dari realitas yang baru yang merupakan kebutuhan setiap

anak”.

6 E. Mavis Hetherington & Ross D. Parke, Child Psychology: A Contemporary Viewpoint, Mc.Graw-Hill Companies, New York, 2003. hlm. 454-455.

63

Mendukung Vygotsky, Russ mengatakan bahwa anak-anak yang bermain

mengembangkan imajinasi kombinasi, kemampuan untuk mengkombinasikan elemen-

elemen dari pengalaman kepada situasi yang baru dengan tingkah laku yang juga baru,

dan kemampuan ini adalah bagian dari kreativitas artistik dan ilmu pengetahuan.

Tahap-tahap perkembangan kreativitas anak dalam bidang seni

• Tahap awal menulis (saat tulisan masih berantakan). Sekitar usia 2-4 tahun.

- Anak-anak merasa kagum dengan kemampuan mereka membuat coretan-coretan.

Mereka hanya menyadari bahwa mereka dapat berinteraksi dan mempengaruhi

lingkungannya.

- Banyak waktu yang dihabiskan untuk melakukan kemampuan motorik.

- Anak-anak memulai menggambar bulat, lalu kotak, dan bentuk-bentuk geometris

lainnya.

- Anak-anak mencoba untuk mereka ulang dunianya sendiri. Mereka mungkin akan

menginginkan memberi nama pada bagian-bagian dalam gambar yang mereka buat.

• Tahap pre-skematik. Sekitar usia 7 tahun.

- Mencoba untuk menggambarkan manusia atau objek. Gambar mereka telah dapat

dikenali bentuknya oleh orang dewasa yang melihatnya.

- Anak-anak memperlihatkan keterpesonaan pada variasi warna.

- Terdapat hubungan yang jelas antara objek-objek yang berlainan yang terdapat dalam

gambarnya.

- Perasaan diterima oleh guru dan teman-teman penting untuknya.

- Mudah untuk merasa kecil hati dan kelelahan.

- Anak-anak bersifat aktif, antusias dalam belajar, dan memusatkan segala sesuatu

pada diri sendiri (self-centered).

- Berimajinasi tinggi tetapi terfokus pada satu ide di satu waktu.

- Mencari banyak jalan untuk dapat memperlihatkan ide mereka.

• Tahap skematis. Sekitar usia 7-9 tahun.

- Penggunaan simbol meningkat seperti salib untuk gereja, dan warna-warna gelap

untuk menggambarkan malam hari.

- Self-centered berkurang.

64

- Masih belum memiliki kesadaran yang jelas akan lingkungan mereka.

- Koordinasi mata dan tangan serta motorik meningkat.

- Perhatian akan sesuatu meningkat.

- Kemampuan humor berkembang.

- Anak-anak bermain secara terpisah oleh gender.

- Karakteristik khusus akan terlihat pada objek atau orang yang digambar (misalnya

ibunya mempunyai rambut ikal dan memakai kacamata, maka hal ini akan tampak

pada gambarnya tentang ibunya).

• Tahap realistis. Sekitar usia 9-12 tahun.

- Mudah terpengaruh oleh kawan-kawan sebayanya.

- Penggunaan simbol meningkat dan terdapat banyak detil dalam gambarnya.

- Perbedaan individual berkembang.

- Mengembangkan seperangkat nilai-nilai.

- Ingin mengerjakan segala sesuatu dengan “benar”.

• Tahap pseudo-naturalis. Sekitar usia 12-14 tahun.

- Anak-anak menjadi sangat kritis terhadap karya yang mereka buat.

- Ingin terlihat seperti “orang dewasa”

- Periode puncak di mana perbadaan individual terlihat dalam banyak hal seperti fisik,

mental, emosional, dan lingkungan sosial.

- Seni menjadi mata pelajaran pilihan di sekolah.

- Periode untuk mempertinggi kesadaran akan diri sendiri. Karena pada masa ini, anak-

anak membutuhkan penegasan dari teman-teman sebayanya di mana hal ini justru

dapat membuat kemampuan kreatif mereka terhambat.

Tetapi pada kenyataannya, sekolah formal cenderung untuk memfokuskan

pendidikan umum, untuk melewati tes dan ujian, naik kelas, dan akhirnya anak

tersebut sampai di universitas. Menurut Albert (1996), periode pertengahan masa

kanak-kanak sampai masa pra-remaja ketika tanda-tanda kreativitas mulai menghilang

karena anak-anak dikonsentrasikan dan dikontrol dalam hal kemampuan belajar.

Kemampuan berpikir secara menyebar (divergent thinking) tidak populer di kelas-

kelas.

65

Russ (1996) mengatakan bahwa mengembangkan program yang dapat

membantu anak-anak belajar bermain akan menjadi investasi yang bagus untuk masa

depan yang kreatif bagi anak-anak kita.

Ericsson dan Charness (1994) juga menemukan bahwa individual yang amat

berbakat seringkali tidak disebut demikian ketika mereka berusia kanak-kanak, dan

malahan seringkali digambarkan dengan individu yang paling ingin tahu, dan juga

individu yang paling senang dan bahagia. Seperti yang telah dikatakan oleh Russ,

memutuskan bagaimana untuk meningkatkan kreativitas, dan bagaimana untuk

menghubungkan hal itu dengan kemampuan sosial dan nilai-nilai sosial, merupakan

tujuan yang penting dalam masyarakat kita.

Prof. Dr. Conny Semiawan (dalam seminar “ Kiat Menggali Potensi Anak:

Kompromi Antara Ambisi Orangtua Vs Kapasitas Anak”) mengatakan bahwa cara

guru mengajar dan mendidik siswanya dengan mengabaikan perkembangan imajinasi

dan kreativitas anak justru telah membuat "gembok" dalam otak belahan kanan anak-

anak. Gembok itu harus segera dibuka sehingga perkembangan otak kanan anak

Indonesia bisa seimbang dengan otak kirinya. Cara untuk membuka gembok itu antara

lain dengan memberikan latihan kepada anak lewat kegiatan pengamatan, interpretasi,

ramalan, dan eksperimen atau penerapan teori.

Ia lalu memberi contoh sikap guru yang mengunci kreativitas dan imajinasi

anak. Mereka memberi soal yang punya lebih dari satu jawaban, tetapi ketika siswa

memberi jawaban tak sama dengan keinginan guru, jawaban itu dianggap salah.

Padahal, fungsi belahan otak kanan adalah berpikir divergen yang menuntut lebih dari

satu jawaban benar terhadap masalah multidimensial. Sementara belahan otak kiri

lebih banyak merespons hal bersifat linear, logis dan teratur.

Pola mengajar dan mendidik seperti itu harus berubah dengan lebih banyak

mengajak anak mengamati untuk membuat perbandingan, interpretasi untuk

menemukan maksud dan hubungannya, serta menyarankan kemungkinan alternatif

penemuan jawaban serta kesimpulan. Kegiatan lain, ramalan untuk melatih penalaran

dari pengamatan dan menyimpulan dari pengamatan dan interpretasi, sedangkan

eksperimen untuk melatih perencanaan pengamatan dari penerapan teori sampai

menguraikan kesimpulannya. Diingatkan pula agar orangtua tak menjejali anak

dengan bermacam les atau memaksakan masuk kelas akselerasi sehingga mereka

kehilangan masa bermainnya.

66

Kreativitas anak agar dapat terwujud membutuhkan adanya dorongan dalam diri

individu (motivasi intrinsik) maupun dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik):

a. Motivasi untuk Kreativitas

Pada setiap orang ada kecenderungan atau dorongan untuk mewujudkan

potensinya, untuk mewujudkan dirinya (seperti teori humanistik Abraham Maslow)

dan menjadi matang, dorongan untuk mengungkapkan dan mengaktifkan semua

kapasitas seseorang. Dorongan ini merupakan motivasi primer untuk kreativitas ketika

individu membentuk hubungan-hubungan baru dengan lingkungannya dalam upaya

menjadi dirinya sepenuhnya (Rogers, Vernon 1982). Dorongan ada pada setiap orang

dan bersifat internal, ada dalam diri individu sendiri, namun membutuhkan kondisi

yang tepat untuk diekspresikan.

b. Kondisi Eksternal yang Mendorong Perilaku Kreatif

Kreativitas memang tidak dapat dipaksakan, tetapi harus dimungkinkan untuk

tumbuh. Menurut pengalaman Rogers dalam psikoterapi, penciptaan kondisi

keamanan dan kebebasan psikologis memungkinkan timbulnya kreativitas yang

konstruktif.

1. Keamanan psikologis

Hal ini dapat terbentuk dengan tiga proses yang saling berhubungan:

a. Menerima individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan

keterbatasannya. Jika orang tua atau guru memberikan kepercayaan

kepada anak bahwa pada dasarnya ia mampu, bagaimanapun tingkah laku

atau prestasi anak saat ini maka ia akan mendorong pengembangan

kreativitas anak tersebut. Efeknya adalah anak menghayati suasana

keamanan.

b. Mengusahakan suasana yag di dalamnya evaluasi eksternal tidak ada (atau

setidaknya tidak bersifat atau mempunyai efek mengancam). Evaluasi

selalu mengandung ancaman sehingga menimbulkan kebutuhan akan

pertahanan. Bagi anak untuk berada dalam suasana di mana ia tidak

dinilai, tidak diukur menurut patokan dari luar, dapat memberi rasa

kebebasan.

c. Memberikan pengertian secara empatis (dapat ikut menghayati). Mengenal

dan ikut menghayati perasaan-perasaan anak, pemikiran-pemikirannya,

67

tindakan-tindakannya, dapat melihat dari sudut pandang anak dan tetap

menerimanya, hal ini betul-betul memberi rasa keamanan.

Dalam keadaan seperti ini, ”real self” dimungkinkan untuk timbul, untuk

diekspresikan dalam bentuk-bentuk baru dalam hubungannya dengan

lingkungannya. Inilah pada dasarnya yang disebut dengan memupuk

kreativitas.

2. Kebebasan psikologis

Jika orang tua atau guru mengizinkan atau memberi kesempatan pada anak

untuk bebas mengekspresikan secara simbolis pikiran-pikiran atau perasaan-

perasaannya, permissiveness ini akan memberikan pada anak kebebasan dalam

berpikir atau merasa sesuai dengan apa yang ada di dalam dirinya.

2.1.5.1.1. Teori Persimpangan Kreativitas (Creativity Intersection)

Dalam membantu anak mewujudkan kreativitas mereka, anak perlu dilatih

dalam keterampilan tertentu sesuai dengan minat pribadinya dan diberi

kesempatan untuk mengembangkan bakat atau talenta mereka. Pendidik terutama

orang tua perlu menciptakan iklim yang merangsang pemikiran dan keterampilan

kreatif anak, serta menyediakan sarana prasarana.

Di samping perhatian, dorongan dan pelatihan dari lingkungan, perlu juga

ada motivasi intrinsik pada anak. Minat anak untuk melakukan sesuatu harus

tumbuh dari dalam dirinya sendiri, atas keinginannya sendiri.

Keberhasilan kreatif adalah persimpangan antara keterampilan anak dalam

bidang tertentu (domain skills), keterampilan berpikir dan bekerja kreatif, dan

motivasi intrinsik, dapat juga disebut motivasi batin. Motivasi intrinsik seperti

yang telah dikemukakan adalah motivasi yang tumbuh dari dalam, berbeda

dengan motivasi ekstrinsik yang ditimbulkan dari luar, oleh lingkungan.

Motivasi intrinsik untuk menggambar, adalah misalnya:

1. Jika anak mempunya keinginan dan prakarsa sendiri melakukan suatu kegiatan.

2. Jika anak senang melakukan kegiatan itu tanpa disuruh.

3. Jika anak mengalami kepuasan dengan melakukan kegiatan itu, atau

4. Keuntungan materiil tidak menjadi alasan untuk menggambar

68

Motivasi ekstrinsik untuk menggambar, adalah misalnya:

1. Jika anak menggambar karena didorong atau disuruh orang tua dan guru.

2. Jika anak menginginkan penghargaan untuk karyanya.

3. Jika tanpa dorongan atau penghargaan, anak tidak senang melakukan kegiatan itu,

atau

4. Jika anak menggambar terutama karena mencari keuntungan materiil atau

finansial.

2.1.5.1.2. Karakteristik Keluarga yang Kreatif

1. Faktor Genetis Versus Lingkungan

Terdapat penelitian psikologi yang dilakukan oleh Dacey pada tahun

1989 di Inggris yaitu dengan memilih beberapa keluarga. Dalam

keluarga-keluarga dipilih karena salah seorang dari orang tua dinilai

sangat kreatif, lebih dari separuh anak mereka juga di atas rata-rata

dalam kreativitas. Pada keluarga yang dipilih karena sekolah menunjuk

anak remajanya sebagai sangat kreatif, hanya sepertiga dari orang tua

di atas rata-rata dalam prestasi kreatif. Meskipun hasil ini belum tuntas

memecahkan masalah ”nature versus nuture”, namun jelas

menunjukkan peranan faktor lingkungan seperti cara asuhan orang tua

dan iklim keluarga.

2. Aturan Perilaku

Orang tua dari remaja kreatif tidak banyak menentukan aturan perilaku

dalam keluarga. Kelompok orang tua ini rata-rata hanya menentukan

kurang dari satu aturan seperti jumlah jam belajar, waktu tidur, dan

aturan untuk kegiatan lain. Kelompok keluarga yang tidak kreatif

menerapkan rata-rata enam aturan perilaku. Namun, orang tua dari

remaja kreatif tidak ”permissive” dalam cara asuhan. Mereka

menentukan dan meneladankan (model) seperangkat nilai yang jelas

dan mendorong anak-anak mereka untuk menentukan perilaku apa

yang mencerminkan nilai-nilai tersebut. Kebanyakan dari orang tua ini

69

tidak mengalami masakah dengan penerapan disiplin di dalam

keluarga.

3. Humor

Bercanda, berolok-olok, dan memperdayakan sebagai lelucon, biasa

terjadi pada keluarga kreatif. Anggota keluarga sering saling

memberikan nama atau julukan lucu, dan menggunakan kosakata yang

hanya dapat dimengerti oleh mereka. Rasa humor menduduki

peringkat yang jauh lebih tinggi daripada ciri seperti ’mempunyai IQ

tinggi’.

4. Ciri-ciri Menonjol Lainnya

Berentangan dengan pendapat streotipe, anak-anak kreatif melihat

dirinya mudah bergaul dengan orang lain dan menilai tinggi ciri ini.

Mereka memandang dirinya ’berbeda’ dan mengatakan mempunyai

pikiran ini pada usia dini (biasanya sebelum usia 6 tahun). Kebanyakan

melihat hal ini sebagai aset, sebagai sesuatu yang positif. Dalam

penelitian juga menunjukkan bahwa orang tua dari remaja kreatif

setuju bahwa ciri-ciri seperti ’menonjol dalam ciri-ciri karakter seperti

kejujuran dan dapat diandalkan’ paling tepat menggambarkan anak-

anak mereka, diikuti oleh ciri ’paling mampu melihat hal-hal dengan

cara baru dan menemukan gagasan baru’. Orang tua memberi

peringkat paling rendah terhadap ciri-ciri ’penampilan baik’ dan

’sehat’.

Kebanyakan memberi nilai sedang terhadap ciri-ciri ’mencapai nilai

tertinggi’ dan memiliki ’IQ tertinggi’. Keadaan internal seperti

imajinasi dan kejujuran mendapat penghargaan jauh lebih tinggi

daripada ciri-ciri seperti angka dan kesehatan.

5. Perumahan

Kebanyakan dari keluarga kreatif menempati rumah yang jauh berbeda

dengan rumah-rumah orang lain. Ada yang modern, ada yang berlokasi

di dalam hutan, misalnya ada yang antik, ada yang perabotnya tidak

konvensional. Rumah-rumah tersebut di dalamnya didekorasi dengan

koleksi yang langka, seperti teko teh dari Turki. Atau di dalam salah

70

satu rumah, satu ruangan disediakan untuk 47 burung yang langka.

Kebanyakan dari keluarga kreatif tersebut taraf sosial-ekonominya

tergolong menengah atau menengah-tinggi.

6. Pengakuan dan Penguatan pada Usia Dini

Orang tua dalm penelitian ini diminta menyatakan pada usia berapa

mereka pertama kali menduga bahwa anak mereka memiliki

kemampuan yang luar biasa dan apa yang membuat mereka berpikir

demikian. Kebanyakan melihat dengan memperhatikan tanda-tanda

seperti pola pikiran khusus atau kemampuan memecahkan masalah

yang tinggi sebelum anak mencapai umur tiga tahun. Meskipun sedikit

yang bermaksud memupuk ciri-ciri ini pada anak mereka, kebanyakan

pernyataan bahwa mereka tergugah dan berusaha untuk mendorong

kecenderungan ini. Biasanya mereka memberi banyak kesempatan (les,

peralatan, kontak, situasi) yang mengembangkan ciri-ciri ini. Tanpa

kecuali, mereka senang menemukan bahwa anak mereka menunjukkan

tanda-tanda memiliki kreativitas tinggi. Kebanyakan anak mengatakan

mereka merasakan mendapat dorongan kuat dari orang tua mereka.

7. Gaya Hidup Orang Tua

Kebanyakan orang tua dari keluarga kreatif dapat menceritakan salah

satu aspek dari kehidupan mereka yang tidak biasa. Misalnya:

kebanyakan ibu mempunyai pekerjaan yang jarang dilakukan wanita

seperti menjadi pengacara, ahli bedah, atau seniman, misalnya. Praktis

semua orang tua mempunyai minat yang dikembangkan di samping

pekerjaan mereka, dan kebanyakan dari minat ini luar biasa. Pada

cukup banyak keluarga, anak mempunyai minat yang sama seperti

orang tua.

8. Trauma

Anak kreatif lebih banyak mengalami trauma daripada anak biasa;

peristiwa yang menyebabkan kesedihan, kemarahan, atau keduanya,

dan amat menganggu kehidupan anak. Orang tua dari remaja kreatif

mengingat dua dari sembilan peristiwa traumatis yang dialami,

71

dibandingkan hanya satu sampai tiga pada keluarga yang tidak

dianggap kreatif.

9. Dampak dari Sekolah

Baik anak maupun orang tua dalam studi tersebut semua sepakat

bahwa hanya sedikit sekolah yang mempunyai dampak terhadap

pengembangan kreativitas anak.

10. Bekerja Keras

Subjek dari studi tersebut setuju dengan ungkapan Thomas Edison,

bahwa kreativitas itu “one part inspiration and 99 parts perspiration”.

Kreativitas itu hanya sedikit sekali merupakan hasil ilham, tetapi jauh

lebih banyak merupakan hasil kerja keras. Hampir tanpa kecuali

mereka mengatakan bahwa mereka bekerja jauh lebih keras daripada

teman sekolah mereka dan telah melakukan demikian sejak saat masuk

sekolah. Hal ini juga berlaku untuk macam-macam pekerjaan dan

jabatan, termasuk pekerjaan rumah dan tugas dalam keluarga.

11. Dominasi Lateral

Beberapa teoretikus berpendapat bahwa kekidalan lebih banyak

ditemukan pada pribadi-pribadi kreatif, karena merupakan petunjuk

bahwa mereka lebih dikuasai oleh belahan otak kanan. Belahan otak

kiri lebih dilihat sebagai bagian yang ‘logis’ sedangkan belahan otak

kanan sebagai bagian yang ‘intuitif’. Meskipun situasinya tidak begitu

sederhana, tetapi studi ini cukup mendukung teori tersebut. Pada

populasi umum, 5-10 persen adalah kidal (left-handed). Dalam studi

ini dari mereka yang nilai kreativitasnya rendah 8 persen kidal,

sedangkan 20 persen dari mereka yang kreativitasnya dinilai tinggi

adalah kidal.

12. Perbedaan Jenis Kelamin

Meskipun dalam studi ini ayah mencapai skor lebih tinggi daripada ibu

hampir dalam semua kategori, gender dari sampel remaja tidak

menunjukkan perbedaan yang nyata dalam nilai kreativitas. Hal ini

72

kemungkinan besar disebabkan oleh persepsi yang berubah mengenai

peran gender wanita, yang lebih mendorong produktivitas perempuan

daripada di masa lalu.

Dalam studi Dacey yang dilakukan, kedua orang tua sepakat bahwa

hampir dua kali banyaknya dari remaja kreatif mempunyai rasa

identifikasi yang kuat dengan ibu mereka. Dari data wawancara

tersebut, nyata bahwa remaja meniru keberhasilan ayah tetapi lebih

mengandalkan pada ibu untuk mendapat dorongan. Yang menarik

adalah pendapat Ikeda dari Jepang pada tahun 1979 bahwa ibu

mempunyai peranan utama dalam pengembangan kreativitas

keluarganya. Menurut Ikeda, kehidupan kreatif ibu secara alamiah

akan tertanam dalam pikiran anak-anaknya, menjadi bagian yang hidup

dari pemikiran mereka.

13. Jumlah Koleksi

Makin tinggi kreativitas remaja, makin banyak jumlah koleksi mereka.

Koleksi ini tidak biasa (lazim) pada umur mereka.

Dari studi yang dilakukan Dacey di atas, terlihat perbedaan yang nyata

yang ditemukan antara keluarga yang kreativitasnya tinggi dan rendah, cukup

menjadi petunjuk kuat bahwa keluarga merupakan kekuatan yang penting, dan

merupakan sumber pertama dan yang paling utama dalam pengembangan

kemampuan kreatif anak.

2.1.5.1.3. Hubungan antara Latar Belakang Keluarga dan Kinerja Anak

Pada tahun 1977, Prof. Dr. Utami Munandar melakukan studi di Jakarta

untuk melihat hubungan antara beberapa perubah lingkungan keluarga dan kinerja

anak, termasuk intelegensi kreativitas dan prestasi belajar. Beberapa kesimpulan

dari studi tersebut adalah:

Pada umumnya tampak bahwa makin tinggi tingkat pendidikan orang tua,

makin baik prestasi anak. Jika membandingkan prestasi anak yang ayahnya

berpendidikan SLTA atau lebih tinggi dengan prestasi anak yang pendidikan

ayahnya lebih rendah dari SLTA, maka pada tingkat SD tampak perbedaan yang

nyata dalam skor kreativitas, intelegensi, daya ingat, dan prestasi sekolah. Tetapi

73

pada tingkat SLTP perbedaannya hanya bermakna dalam prestasi sekolah. Yang

menarik adalah bahwa pendidikan ibu lebih jelas dan positif hubungannya dengan

prestasi anak, daripada pendidikan ayah. Di SD maupun SLTP kelompok anak

yang pendidikan ibunya SLTA ke atas skornya nyata lebih tinggi pada kreativitas,

intelegensi, dan prestasi sekolah, daripada kelompok anak yang pendidikan ibunya

lebih rendah dari SLTA.

Pada tingkat SD kecenderungannya adalah bahwa perhatian dan

pengawasan orang tua terhadap pekerjaan rumah anak menunjukkan hubungan

yang positif dengan kinerja anak, tetapi pada tingkat SLTP, anak tidak

memerlukan pengawasan orang tua untuk berprestasi baik. Bahkan tampak

kecenderungan bahwa antara pengawasan yang ketat dan kinerja anak ada

hubungan yang terbalik.

Sejauh mana keluarga mampu menyediakan fasilitas tertentu untuk anak

(seperti langganan surat kabar, televisi, dan buku bacaan) menunjukkan hubungan

yang positif dengan tingkat kinerja anak.

Mengenai kegiatan senggang, ternyata bahwa membaca, bercakap-cakap,

dan bermain mempunyai dampak lebih positif terhadap skor kreativitas daripada

mendengarkan radio, melihat televisi, dan membantu orang tua dengan pekerjaan

rumah tangga.

Sehubungan dengan sikap orang tua dalam pendidikan, data menunjukkan

bahwa perhatian menunjukkan hubungan yang positif dengan kinerja kreatif

seorang anak, akan tetapi bahwa pendekatan otoriter mempunyai dampak yang

sebaliknya terhadap kinerja anak.

Terlalu banyak ikut campur dari pihak orang tua, misalnya terhadap cara

berbicara anak, minat anak terhadap membaca, dalam menentukan peraturan di

rumah, tidak menghasilkan tingkat kinerja yang lebih tinggi pada kreativitas.

Hasil-hasil dari studi tersebut pada umumnya memperkuat teori-teori di

mana kreativitas dikonsepsikan sebagai bertentangan dengan sifat otoriter

(Gowan, 1967), bahwa kreativitas merupakan manifestasi dari aktualisasi diri

individu yang berfungsi sepenuhnya (teori Abraham Maslow dalam hirarki

kebutuhan manusia). Selain itu juga bahwa kreativitas dapat berkembang dalam

suasana non-otoriter, yang memungkinkan individu untuk berpikir dan

menyatakan diri secara bebas, dan di mana sumber dari pertimbangan evaluatif

adalah internal (Rogers, dalam Vernon, 1982).

74

2.1.5.1.4.. Sebuah Hasil Studi tentang Keluarga Anak Berbakat di Indonesia

Pada tahun 1982, Prof. Dr. Utami Munandar melakukan studi di Jakarta

untuk memperoleh gambaran mengenai keadaan keluarga anak berbakat bila

dibandingkan dengan keluarga anak yang mempunyai taraf kecerdasan rata-rata.

Hasil studi ini menunjukkan bahwa orang tua anak berbakat mempunyai tingkat

pendidikan, jabatan profesional, dan penghasilan yang lebih tinggi. Lebih banyak

dari mereka yang mempunyai hobi membaca, walaupun secara umum kebiasaan

membaca semua orang tua belum tinggi. Taraf aspirasi orang tua anak berbakat

sehubungan dengan pendidikan anak lebih tinggi. Jumlah anak dalam keluarga

lebih kecil dan persentasi anak berbakat yang termasuk anak sulung lebih tinggi.

Gambaran keluarga anak berbakat ini menunjukkan kecenderungan yang sama

sebagaimana dikemukakan para ahli berdasarkan penelitian di luar negeri.

Sehubungan dengan ciri-ciri anak yang menurut orang tua perlu

dikembangkan, dalam penelitian tersebut nyata bahwa orang tua anak berbakat

lebih mementingkan ciri ”ketekunan” dan ”inisiatif” dibandingkan orang tua

kelompok anak dengan kecerdasan rata-rata. Inisiatif memang merupakan ciri

anak berbakat.

Dibandingkan orang tua anak berbakat, orang tua anak dengan IQ rata-rata

lebih mementingkan ciri ”kepatuhan” pada anak. Anak berbakat tidak banyak

dituntut orang tua untuk mengerjakan tugas-tugas di rumah dibandingkan dengan

anak IQ rata-rata, sehingga mereka lebih banyak waktu untuk melakukan hal-hal

yang mereka senangi.

Sebuah contoh kasus mengembangkan kreativitas anak di rumah:

Jason, anak laki-laki yang baru berumur 12 tahun, berhasil mendapat

penghargaan dari yayasan untuk perhimpunan dramatik karena mengarang drama

televisi Tender Places pada tahun 1985. Amabile (1989) yang mengemukakan

kasus ini ingin tahu bagaimana seorang anak yang sebelumnya tidak pernah

menulis lakon, dapat mencipta karya yang begitu kreatif. Oleh karena itu, ia

tinggal sehari bersama keluarga Jason.

Jason adalah seorang anak yang rasa ingin tahunya sangat besar dan

mempunyai motivasi tinggi untuk mendapat pengalaman melakukan hal-hal baru.

Ia senang membaca buku komik, dan kemudian juga menulis buku komik. Dari

keinginan ini timbul minat untuk mencoba drama televisi. Pada suatu hari ibunya

75

menunjukkan pengumuman kepada Jason dan saudara-saudaranya tentang kontes

menulis drama bagi remaja serta menanyakan apakah ada yang ingin mencoba

menulis, dan Jason menyatakan berminat, karena merupakan pengalaman yang

baik dan menyenangkan baginya.

Kompetisi seperti kontes dapat merusak motivasi intrinsik dan kreativitas.

Tetapi Jason dan ibunya dalam hal ini tidak mementingkan aspek kompetisinya

dan lebih melihat kontes itu sebagai kesempatan yang memberi tantangan dan

petualangan.

Pengalaman Jason di masa kecilnya mempersiapkan dia dengan

keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk menulis lakon. Ia mengikuti

sekolah dengan program yang banyak melatih anak untuk menulis. Di samping

itu, ia main di panggung dan di acara televisi untuk anak, dan belajar bagaimana

naskah disusun dan dibaca. Namun, lingkungan rumah dan keluarga Jason

sepertinya lebih berperan terhadap perkembangan kreativitasnya daripada

pengaruh-pengaruh dari luar. Orang tua Jason bercerai ketika ia berumur enam

tahun. Ia sekarang tinggal bersama ibunya, saudaranya, ayah tiri, dan dua saudara

tiri, kecuali itu di rumah banyak hewan piaraan. Falsafah ibu Jason dalam

mengasuh anak adalah untuk tidak menggunakan banyak tekanan terhadap anak-

anak. Meskipun senang dengan keberhasilan anaknya, ibu tidak mendorongnya

untuk meraih penghargaan yang lebih besar lagi. Ia memberikan banyak

kebebasan kepada anaknya untuk berimajinasi dan melakukan kegiatan kreatif.

Namun, ia juga mengharapkan anak menaati prinsip-prinsip tertentu dalam

perilaku mereka. Mereka boleh bebas selama mereka tidak mengganggu

kebebasan orang lain. Dalam hal ini penting untuk menentukan batas-batas

terhadap perilaku anak.

Di rumah, anak tidak mendapat banyak tekanan, tetapi pasti di sekolah ada

banyak tekanan. Jika menghadapi guru yang menerapkan aturan-aturan ketat

dengan ancaman hukuman, orang tua melakukan dua hal. Pertama, anak dibantu

untuk menerima situasi ini dan menyesuaikan diri. Anak harus belajar bahwa

orang memang berbeda-beda dan bahwa ia harus belajar hidup dengan mereka.

Mungkin suatu hari ia mempunyai atasan seperti itu juga. Kedua adalah dengan

menghibur anak, bersama melakukan sesuatu yang menyenangkan jika anak baru

mendapat teguran atau hukuman di sekolah.

76

Ibu menjadi model maupun sumber bagi Jason dalam kegiatannya menulis

lakon. Dia sendiri pernah menulis sejumlah lakon dan melibatkan anak-anaknya

dalam bermain peran. Yang penting di sini bukan fakta bahwa ibu menulis lakon,

tetapi ia menunjukkan kepada anak bahwa kegiatan apa pun menuntut dedikasi.

”Yang penting adalah bahwa mereka melihat saya bekerja keras dan

menyelesaikannya!”. Secara konkret ia juga membantu Jason dengan mengajarnya

bagaimana menulis lakon. Setelah Jason mengambil keputusan untuk menulis

lakon dan setelah menulis konsep pertama, Jason meminta umpan balik dari

ibunya, yang selalu diberikan, bukan mengenai apa yang harus ditulisnya, tetapi

apakah yang telah ditulisnya kedengarannya bagus atau tidak. Ibu gemar

membaca buku, dan sejak awal melatih membaca buku kepada anak, atau

membaca bersama anak. Di dalam rumah banyak sekali buku-buku.

Ibu juga selalu menawarkan pengalaman-pengalaman baru kepada anak.

Ketika mereka masih kanak-kanak, ia melibatkan mereka dalam membuat cerita

atau nyanyian. Anggota keluarga itu sering bersama-sama melakukan kegiatan,

seperti membuat teka-teki silang. Kata ibu ” Saya tidak pernah menyuruh anak

untuk menggambar atau melukis, saya hanya menyediakan peralatan untuk

melukis seperti cat, kuas, kanvas, dan mereka menggunakannya”. Rumah mereka

memang merangsang untuk bersibuk diri secara kreatif, penuh objek-objek yang

membantu dalam melakukan kegiatan kreatif, seperti ada beberapa mesin tik,

komputer, piano, foto-foto di mana-mana, macam-macam permainan, dan banyak

objek yang tidak lazim yang merangsang imajinasi: karya-karya anak dipajang di

mana-mana. Lukisan yang dibuat salah seorang saudara Jason ketika ia duduk di

kelas satu SD, suatu karangan yang ditulis saudara lain mengenai ”Bagaimana

menjadi anak baik” yang penuh humor.

Anak-anak yang hidup dalam lingkungan yang merangsang dan tidak

konvensional, akan belajar menikmati keragaman, keterbukaan dan orisinalitas.

Kesempatan dan kebebasan untuk melakukan macam-macam kegiatan, selalu

memberikan anak pengalaman-pengalaman baru. Ibu Jason menganggap penting

untuk mencari keindahan dalam segala sesuatu; untuk mendorong

mengungkapkan perasaan. Ia melihat setiap anak mempunyai kekuatan dan

kelemahannya, keunikannya. Menerima dan menghargai keunikan anak itu

merupakan langkah awal dalam mengembangkan kreativitas anak.

77

Dari kasus Jason di atas, kita dapat melihat contoh nyata dari penerapan 4P

(Pribadi, Pendorong, Proses, dan Produk) dalam mengembangkan kreativitas

anak. Pertama, Jason dalam perilakunya menampilkan ciri-ciri pribadi kreatif.

Ibunya menghargai keunikan pribadi Jason dan mendorong minat dan prakarsa

Jason dalam menulis lakon, tanpa memberikan tekanan kepada anak, tetapi

membebaskannya untuk menjajaki dan mencoba kegiatan-kegiatan kreatif.

Demikian ia membantu tumbuhnya motivasi intrinsik (dorongan dalam diri anak)

yang kuat pada anak. Berperan sebagai model dan narasumber, ibu menunjukkan

kepada anak bahwa apa pun yang dipilih untuk dilakukan, harus dikerjakan

dengan baik sampai selesai. Dengan menyediakan berbagai sarana dan prasarana

yang beragam, ia memudahkan proses bersibuk diri secara kreatif dan kemudian ia

menunjukkan bahwa ia menghargai produk-produk kreativitas anaknya, dengan

memajang karya-karya tersebut di dalam rumah, hal mana akan memotivasi anak

untuk melakukan kegiatan kreatif.

Ibu Jason memberi pesan kepada orang yang ingin memupuk kreativitas

anak:

Bermainlah dengan anak-anakmu, berhentilah memberi petunjuk. Ikutilah mereka.

Biarkan mereka menceritakan kepada Anda mengenai objek-objek dan kejadian-

kejadian, daripada Anda yang selalu menceritakannya, karena anak dapat melihat

sesuatu dengan cara yang sama sekali berbeda, kadang-kadang aneh tetapi

kadang-kadang amat bagus.

2.1.5.1.5.Dampak Sikap Orang Tua terhadap Kreativitas Anak

1. Beberapa Faktor Penentu

Sudah lebih dari 30 tahun pakar psikologis menemukan bahwa sikap dan

nilai orang tua berkaitan erat dengan kreativitas anak. Beberapa faktor yang

menentuka menurut Amabile adalah:

a. Kebebasan

Orang tua yang percaya untuk memberikan kebebasan pada anak cenderung

mempunyai anak kreatif. Mereka tidak otoriter, tidak selalu mau mengawasi

anak, dan mereka tidak terlalu membatasi kegiatan anak. Mereka juga tidak

terlalu cemas mengenai anak mereka.

78

b. Respek

Anak yang kreatif biasanya mempunyai orang tua yang menghormati mereka

sebagai individu, percaya akan kemampuan mereka, dan menghargai keunikan

anak. Anak-anak ini secara alamiah mengembangkan kepercayaan diri untuk

berani melakukan sesuatu yang orisinal.

c. Kedekatan emosional yang sedang

Kreativitas anak dapat dihambat dengan suasana emosional yang

mencerminkan rasa permusuhan, penolakan, atau rasa terpisah. Tetapi

keterikatan emosional yang berlebih juga tidak menunjang pengembangan

kreativitas anak, mungkin karena kurang memberikan kebebasan kepada anak

untuk tidak tergantung kepada orang lain dalam menentukan pendapat atau

minat. Anak perlu merasa bahwa ia diterima dan disayangi tetapi seyogianya

tidak menjadi terlalu tergantung kepada orang tua.

d. Prestasi, bukan angka

Orang tua anak kreatif menghargai prestasi anak; mereka mendorong anak

untuk berusaha sebaik-baiknya dan menghasilkan karya-karya yang baik.

Tetapi mereka tidak terlalu menekankan untuk mencapai angka atau nilai

tinggi atau mencapai peringkat tertinggi. Bagi mereka mencapai angka

tertinggi kurang penting dibandingkan mempunyai imajinasi dan kejujuran.

e. Orang tua aktif dan mandiri

Bagaimana sikap orang tua terhadap diri sendiri amat penting, karena orang

tua menjadi model utama bagi anak. Orang tua anak yang kreatif merasa aman

dan yakin tentang diri sendiri, tidak memperdulikan status sosial, dan tidak

terlalu terpengaruh oleh tuntutan sosial. Mereka juga amat kompeten dan

mempunyai banyak minat, baik di dalam maupun di luar rumah.

f. Menghargai kreativitas

Anak yang kreatif memperoleh banyak dorongan dari orang tua untuk

melakukan hal-hal yang kreatif. Seperti Charles Dickens, penulis buku cerita

anak yang terkenal, sering mengunjungi teater bersama ayahnya ketika ia

79

masih anak-anak; ayahnya sering bercerita kepadanya; dan pengasuh Charles

Dickens sering menceritakan cerita yang seram sebelum Charles tidur.

2. Orang Tua sebagai Model

Penelitian menunjukkan bahwa anak kreatif mengidentifikasi diri dengan

banyak orang dewasa dari dua jenis kelamin, dan bahwa komunikasi dengan

orang dewasa yang menarik, aktif, dan berprestasi dapat merangsang

kreativitas anak. Model yang paling penting ialah orang tua yang kreatif yang

memusatkan perhatian terhadap bidang minatnya, yang menunjukkan keahlian

dan disiplin diri dalam bekerja, semangat, dan motivasi intrinsik.

Penelitian menunjukkan hubungan yang erat antara sikap bermain dan

kreativitas. Melalui bermain anak belajar, menghadapi tantangan, dan

menemukan minat-minat mereka. Anak yang menggunakan waktu untuk

bermain, cenderung lebih kreatif pada tugas-tugas yang mereka lakukan segera

sesudah itu daripada anak yang dari tugas satu langsung melakukan tugas lain.

Yang penting dalam bermain dengan anak adalah untuk menghindari

mengawasi terlalu banyak. Meskipun tampaknya anak mengalami kesulitan

melakukan sesuatu, ia perlu waktu dan ruang untuk mencoba

menyelesaikannya sendiri. Meskipun anak menggunakan alat permainan

dengan cara yang salah, biarkan anak menemukan sendiri cara yang tepat dan

mungkin baru untuk menggunakannya.

Orang tua sering merasa khawatir jika anak bermain fantasi. Bermain fantasi

adalah normal dan berguna, dapat membantu anak menghadapi beberapa

masalah psikologi dan dapat merangsang kreativitas. Anak perempuan

cenderung lebih realistis dalam tema bermain (misalnya main rumah-rumahan)

dan anak laki-laki cenderung menyukai permainan fantasi ( misalnya Batman).

Kreativitas anak akan berkembang jika baik orang dewasa maupun anak

mempunyai kebiasaan-kebiasaan kreatif. Misalnya kebiasaan mempertanyakan

apa yang dilihat, mempunyai pandangan baru, menemukan cara lain untuk

melakukan sesuatu, dan bersibuk diri secara kreatif sebanyak mungkin.

3. Sikap Orang Tua yang Menunjang dan yang Tidak Menunjang Pengembangan

Kreatif Anak

80

Dari berbagai penelitian diperoleh hasil, bahwa sikap orang tua yang

memupuk kreativitas adalah:

- Menghargai pendapat anak dan mendorongnya untuk mengungkapkannya.

- Memberi waktu kepada anak untuk berpikir, merenung, dan berkhayal.

- Membiarkan anak mengambil keputusan sendiri.

- Mendorong rasa ingin tahu anak untuk menjajaki dan mempertanyakan

banyak hal.

- Meyakinkan anak bahwa orang tua menghargai apa yang ingin dicoba

dilakukan, dan apa yang dihasilkan.

- Menunjang dan mendorong kegiatan anak.

- Menikmati keberadaannya bersama anak.

- Memberi pujian yang sungguh-sungguh kepada anak.

- Mendorong kemandirian anak dalam bekerja, dan

- Melatih hubungan kerja sama yang baik dengan anak.

Sedangkan sikap orang tua yang tidak menunjang pengembangan kreativitas

anak, adalah:

- Mengatakan kepada anak bahwa ia akan dihukum jika berbuat salah.

- Tidak membolehkan anak menjadi marah terhadap orang tua.

- Tidak membolehkan anak mempertanyakan keputusan orang tua.

- Tidak membolehkan anak bermain dengan anak dari keluarga yang

mempunyai pandangan dan nilai yang berbeda dari keluarga anak.

- Anak tidak boleh berisik.

- Orang tua ketat mengawasi kegiatan anak.

- Orang tua memberi saran-saran spesifik tentang penyelesaian tugas.

- Orang tua kritis terhadap anak dan menolak gagasan anak.

- Orang tua tidak sabar dengan anak.

- Orang tua dan anak adu kekuasaan, dan

- Orang tua menekan dan memaksa anak untuk menyelesaikan tugas.

.1.5.1.6. Peranan Sekolah dalam Mengembangkan Kreativitas Anak

Bagi anak berbakat, guru hendaknya lebih berfungsi sebagai fasilitator belajar

daripada instruktur. Istilah fasilitator menunjukkan bahwa tanggung jawab akhir

untuk belajar haruslah pada anak dalam menemukan dirinya. Namun fasilitator

81

membantu dan memudahkan anak dalam proses pengembangan dan perwujudan

diri.

Mandell dan Fiscus (dikutip oleh Utami Munandar,2004) melaporkan hasil

penelitian bahwa siswa berbakat dapat bereaksi dengan kemarahan, kebencian,

atau kesebalan jika guru menekan mereka. Karakteristik guru yang penting dalam

pendidikan anak berbakat adalah:

1. Kompetensi dan minat untuk belajar.

2. Kemahiran dalam mengajar.

3. Adil dan tidak memihak.

4. Sikap kooperatif demokratis.

5. Fleksibilitas.

6. Rasa humor.

7. Menggunakan penghargaan dan pujian.

8. Minat luas.

9. Memberi perhatian terhadap masalah anak.

10. Penampilan dan sikap yang menarik.

Guru dapat melatih keterampilan bidang- pengetahuan dan keterampilan teknis

dalam bidang khusus seperti seni, bahasa, dll. Guru juga dapat mengajar

keterampilan kreatif tentang cara berpikir menghadapi masalah secara kreatif, atau

teknik-teknik untuk memunculkan gagasan-gagasan orisinal. Keterampilan ini

dapat diajarkan secara langsung, tetapi paling baik disampaikan melalui contoh.

Untuk motivasi intrinsik, guru dapat menjadi model dari motivasi intrinsik dengan

menggunakan secara bebas rasa ingin tahunya, minatnya, dan tantangan pribadi

untuk memecahkan suatu masalah atau melakukan suatu tugas. Mendorong

motivasi intrinsik adalah cara paling baik bagi guru (pengajar) untuk

mengembangkan kreativitas siswa. Cara yang paling penting untuk mendorong

motivasi intrinsik di sekolah adalah dengan membangun lingkungan kelas yang

bebas dari kendala-kendala yang merusak motivasi diri yaitu dengan

memungkinkan siswa untuk bisa diberi otonomi sampai batas tertentu di kelas

(siswa tidak diawasi tetapi diarahkan).

.1.5.2. Mengembangkan Kreativitas pada Usia Dewasa.

82

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa untuk menjadi seseorang yang

dianggap kreatif membutuhkan bakat, latihan, dan juga keberuntungan. Karena tanpa

akses menuju domain, dan tanpa dukungan bidang yang bersangkutan (field),

seseorang akan sulit diakui kreatif. Meskipun begitu, kreativitas personal merupakan

hal yang lebih penting daripada sekadar pengakuan oleh masyarakat. Kreativitas

personal dapat dikembangkan dengan misalnya: membuat percobaan-percobaan

dengan lebih bersemangat, lebih dinikmati, lebih menghargai. Ketika kita hidup

secara kreatif, kebosanan dibuang dan setiap saat menjanjikan suatu penemuan yang

baru dan segar. Di luar faktor berguna atau tidaknya penemuan-penemuan ini untuk

dunia sekitar kita, hidup secara kreatif menghubungkan kita dengan proses evolusi.

Hampir semua saran dan anjuran yang diperoleh dari penelitian tentang hidup

secara kreatif dapat dilakukan oleh semua orang tanpa memperhatikan usia, gender,

dan kondisi sosial, selain itu juga terdapat beberapa langkah yang lebih tepat untuk

para orangtua atau orang dewasa lain yang ingin mengembangkan kondisi optimal

untuk meningkatkan kreativitas anak-anak.

Terdapat empat hal utama yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan potensi dalam

kreativitas:

1. Energi kreatif

Dalam memproses informasi, semua otak bekerja secara serupa satu sama lain.

Batasan berapa banyaknya informasi yang dapat diproses dalam satu waktu dan

seberapa cepat informasi tersebut dapat diproses juga hampir serupa antara otak

yang satu dengan otak yang lain. Pada prinsipnya, karena kecenderungan yang

sama antara kerja serebral otak maka hampir semua orang dapat bertukar pikiran

tentang ilmu pengetahuan yang sama dan juga memperlihatkan kerja mental yang

sama. Tetapi kita melihat betapa banyaknya perbedaan dalam cara berpikir orang-

orang dan bervariasinya apa yang mereka pikirkan.

Dalam upaya menggunakan energi untuk menjadi kreatif, hal yang paling

mendasar adalah perbedaan manusia dalam jumlah ketertarikan dan perhatiannya

terhadap kebaruan (novelty). Pada kenyataannya, ada sejumlah batasan berapa

banyak perhatian yang dapat diberikan seseorang dalam waktu bersamaan dan jika

kelangsungan hidup membutuhkan semua perhatian orang tersebut maka orang

tersebut tidak akan dapat menjadi seseorang yang kreatif.

83

Untuk memunculkan energi kreatif, kita perlu mengalihkan perhatian kita dari

hal-hal biasa yang dapat diperkirakan ke hal-hal yang benar-benar baru dengan

segala persoalannya tersendiri.

a. Rasa ingin tahu dan ketertarikan.

Hal pertama untuk membuat hidup menjadi lebih kreatif adalah dengan

meningkatkan rasa ingin tahu dan ketertarikan, menaruh perhatian terhadap

sesuatu dan segala persoalannya. Untuk hal ini, anak-anak lebih memiliki

keuntungan karena keingintahuan dan ketertarikan mereka akan sesuatu lebih

besar daripada orang dewasa. Sejalan dengan pertambahan usia, hampir semua

orang kehilangan rasa ingin tahu terhadap sesuatu, perasaan terpesona akan variasi

dalam dunia kita sendiri. Tanpa keterpesonaan, hidup akan menjadi sebuah

rutinitas. Individual yang kreatif seperti anak-anak dalam hal keingintahuan

mereka dan hal ini terus berlangsung. Keingintahuan mereka tidak berakhir dan

kesukaan mereka terhadap sesuatu pun tidak berakhir meskipun mereka sudah tua.

Untuk meningkatkan keingintahuan dan ketertarikan, terdapat beberapa saran:

-Mencoba untuk selalu ingin mengetahui sesuatu setiap hari.

Hal-hal tersebut bisa saja apa yang kita dengar, kita lihat atau kita baca. Kita harus

menghentikan pikiran bahwa kita mengetahui segala sesuatu dan hal itu akan

berakhir begitu saja tanpa ada sesuatu yang bisa memancing rasa ingin tahu kita.

-Mencoba untuk selalu berhubungan sosial dengan orang lain

Dengan berhubungan sosial dengan orang lain, maka kita akan lebih banyak

mendengar tentang berbagai pengalaman mereka, saling bertukar pikiran tentang

segala sesuatu yang menarik minat kita. Hal ini akan menambah wawasan kita dan

juga pengetahuan kita.

-Menulis setiap pengalaman yang membuat kita terkesan dan tertarik.

Kita dapat menulis pengalaman-pengalaman yang membuat kita tertarik atau

terkesan. Tulisan-tulisan yang kita buat itu suatu saat dapat kita baca kembali dan

di situ mungkin terdapat indikasi tentang beberapa hal (domain) yang bisa kita

teliti lebih jauh.

-Jika seseorang mencetuskan suatu gagasan yang menarik, ikuti itu.

Sebenarnya banyak hal yang dapat menarik perhatian kita, seperti misalnya:

sebuah gagasan baru, sebuah lagu, dan lain-lain. Tetapi kita seringkali berpikir

84

bahwa hal itu bukan urusan kita dan kita karena kita bukan seorang pemikir, atau

seorang penyanyi misalnya. Pemikiran seperti ini salah karena dengan kita ingin

tahu dan belajar banyak hal maka kita akan tahu hal-hal apa yang sesuai dengan

kepribadian kita, potensi dalam diri kita.

b. Mengatur kehidupan sehari-hari

Kita menaruh perhatian dan konsentrasi ketika kita membutuhkannya seperti saat

kita berpakaian, saat mengemudikan mobil, dan bekerja. Tetapi ketika tidak ada

faktor luar yang menuntut kita untuk berkonsentrasi, maka pikiran kita akan

kehilangan fokus. Ketika hal ini terjadi, kekacauan mental akan mengambil-alih.

Pikiran yang tidak nyaman akan muncul, kelupaan menjadi hal yang sering terjadi,

dan hal ini akan membuat kita menjadi depresi. Tetapi jika kita belajar untuk

menikmati energi kreatif yang kita miliki maka hal itu akan mengembangkan

kemampuan konsentrasi kita. Kita tidak hanya menghindarkan diri dari depresi,

tetapi juga meningkatkan kapasitas dalam diri kita sendiri.

- Bangun pagi dengan sebuah tujuan spesifik yang ingin dicapai hari itu.

Individual kreatif tidak seharusnya mengulur-ulur waktu untuk bangun dari

tidurnya, mereka justru ingin memulai hari yang baru setiap hari. Mereka

percaya bahwa ada sesuatu yang berarti dan berguna untuk dilakukan setiap

harinya dan mereka bersemangat untuk memulainya. Kebiasaan seperti ini harus

kita tumbuhkan dalam diri kita dan dimulai dari tujuan-tujuan yang sederhana

dan perlahan-lahan meningkat ke tujuan yang lebih kompleks.

- Jika kita mengerjakan sesuatu dengan baik, maka kita akan menikmatinya.

Semakin banyak pekerjaan yang kita lakukan dengan baik dan memuaskan, akan

semakin baik penghargaan kita terhadap apa yang kita lakukan.

- Untuk tetap menikmati sesuatu, kita perlu meningkatkan kompleksitasnya.

Kita tidak dapat menikmati aktivitas yang sama berulang-kali karena kita akan

menjadi bosan karenanya. Tetapi dengan kompleksitas yang semakin baru dan

beragam, maka kita akan menemukan kesempatan baru di dalamnya.

c. Kebiasaan yang ditanamkan

85

Setelah energi kreatif muncul, maka hal itu harus kita pelihara dan kembangkan

dengan cara membebaskan pikiran, berani menerima tantangan dan resikonya.

Individu yang kreatif sekilas tampak memiliki energi yang lebih daripada orang-

orang “biasa”, padahal sebenarnya mereka miliki energi dan disiplin yang sama

dengan orang-orang “biasa”. Hanya saja bedanya, mereka mengembangkan dan

memelihara kebiasaan disiplin dan energi yang mereka miliki sehingga membuat

mereka menjadi individu yang lebih kreatif daripada orang-orang lainnya.

-Membuat jadwal.

Seringkali kita terjebak dalam rutinitas seperti jadwal kerja atau sekolah, waktu

makan, tenggat waktu pekerjaan, dan lain-lain. Semua ini membelenggu kita dan

pikiran kita karena sebenarnya belum tentu jadwal tersebut sesuai dengan saat-saat

di mana energi kreatif kita berada pada puncaknya. Setiap orang memiliki

kebiasaan yang berbeda dalam hal waktu di mana mereka dapat mengeluarkan

energi kreatif mereka. Mungkin ada yang terbiasa di pagi hari atau larut malam.

Tetapi meskpun begitu, kita tidak dapat begitu saja keluar dari rutinitas kita

sehari-hari. Karena itu hal yang bisa dilakukan adalah mengidentifikasi jadwal

yang kita ikuti setiap hari apakah sesuai dan cocok dengan ritme kehidupan kita,

seperti waktu makan, minum, tidur, yang terbaik untuk kita. Setelah itu kita dapat

mengetahui apa yang kurang sesuai dan cocok dari jadwal tersebut. Kita dapat

mengaturnya sehingga menjadi sesuai dengan kita karena ternyata waktu memang

lebih fleksibel daripada yang kita pikirkan.

-Meluangkan waktu untuk refleksi dan relaksasi.

Banyak orang, khususnya mereka yang sukses dalam pekerjaan, merasa tidak

nyaman, gelisah ketika mereka tidak memiliki kesibukan. Kesibukan yang

konstan memang disarankan dan lebih baik dibandingkan tidak ada kesibukan dan

hanya menyesali diri sendiri. Tetapi kesibukan yang terus-menerus bukan suatu

saran yang baik untuk menjadi kreatif. Stres dan monoton juga bukan hal yang

baik untuk kreativitas karena otak membutuhkan istirahat untuk bisa digunakan

berpikir kreatif.

-Membentuk lingkungan kita sendiri.

Lingkungan juga berpengaruh terhadap kreativitas kita. Setiap orang

membutuhkan lingkungan yang berbeda untuk memunculkan ide kreatif mereka.

Seperti misalnya, ada seseorang yang lebih menyukai pantai dan merasa ide

86

kreatifnya muncul ketika terhanyut dalam suasana pantai, atau misalnya seseorang

yang lebih menyukai suasana pegunungan, dan lain-lain.

-Menemukan apa yang kita suka dan kita benci.

Bagi individual yang kreatif, emosi memegang peranan yang besar dalam hidup

mereka. Mereka amat sensitif dan mudah merasa sakit hati, bosan, untuk merasa

bahagia, merasa tertarik, dan lain-lain. Karena itu penting bagi seseorang untuk

dapat mengenal dirinya sendiri dan emosinya sehingga dapat lebih meningkatkan

energi kreatif saat emosi mereka memungkinkan untuk itu.

-Memulai dengan mengerjakan sesuatu yang kita suka lebih banyak dibandingkan

apa yang kita benci.

Kita dapat menganalisis diri kita dan pola hidup kita di dalam catatan atau buku

harian kita. Hal ini akan membuat kita lebih mengenal diri sendiri dan minat juga

ketidaksukaan kita akan sesuatu hal. Dengan mengerjakan hal-hal yang menjadi

minat kita, maka kita akan secara tidak langsung menghindarkan diri dari stres.

Sedangkan untuk hal-hal yang tidak kita sukai, kita dapat menambahkan sesuatu

yang menarik sehingga hal-hal yang tidak kita sukai itu menjadi menarik minat

kita.

Untuk dapat terus menjadi kreatif, diperlukan teknik-teknik untuk

mengorganisasikan waktu, tempat dan juga aktivitas yang kita lakukan sehingga

bermanfaat untuk kita.

Faktor internal

Kita sering berpikir apakah mungkin membentuk ulang kepribadian untuk

membuatnya menjadi lebih kreatif? Sulit bagi orang dewasa untuk mengubah

kepribadian. Banyak dari kebiasaan yang membentuk kepribadian berdasarkan

pada temperamen, atau kekhususan genetik yang membuat seseorang menjadi

pemalu, atau agresif, dan lain-lain. Meskipun sulit, tetapi mengubah kepribadian

bukan hal yang tidak mungkin.

a. Mengembangkan kekurangan kita.

Setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihan. Dengan kekurangan

yang kita miliki, kita tidak harus menjadi terhambat untuk maju dan

berkembang. Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk

mengembangkannya asalkan kita memiliki kemauan dan tekad untuk

87

mengembangkannya. Dan tidak menjadi sesuatu yang mustahil jika suatu

saat kekurangan kita itu akan menjadi kelebihan kita. Berikut ini ada

contoh orang yang memiliki kekurangan tetapi menjadikan kekurangan itu

suatu kelebihan:

Richard Branson bukan murid cemerlang ketika bersekolah, ia

menderita disleksia parah dan berjuang keras selama menempuh

pendidikan akademisnya, ia merasa malu akan kekurangannya dalam

membaca sehingga menghabiskan berjam-jam menghafal setiap kata dari

teks bila ia tahu ia harus membaca di depan umum. Nilai tingkat

kecerdasannya rendah dan bagi guru-gurunya ia jelas bukan siswa pandai.

Bagaimana Richard Branson beranjak dari posisi yang tidak menjanjikan

semasa kanak-kanak menjadi seorang otak besar di belakang 150

perusahaan yang membawa nama Virgin, dengan kekayaan pribadi yang

diperkirakan sekitar tiga miliar poundsterling?

Yang gagal diukur tes kecerdasan (IQ) adalah ambisinya yang

menyala-nyala, yang mndorongnya menemukan jalan keluar kreatif

terlepas dari apa pun masalahnya, dan untuk tekun bertahan ketika orang

lain telah menyerah jauh sebelumnya. Tes-tes itu juga tidak pernah

mengenali kemampuannya mambagi visi dan impiannya kepada orang

lain, dan meleburkan impian mereka dengan impiannya.

Sebagai remaja, Richard Branson menjadi semakin frustasi (seperti

semua orang kreatif lainnya) karena kekakuan aturan sekolah. Tindakan

pemberontakan kreatif pertamanya adalah memulai koran siswanya

sendiri.

Cara orisinal yang digunakan Branson untuk mengarahkan korannya

adalah ia tidak memfokuskannya pada sekolah, tetapi memutuskan

mengambil pandangan yang sebaliknya dan berfokus pada siswa. Daripada

koran standar yang membosankan, Richard menginginkan korannya penuh

warna dan semarak, yang menarik bagi setiap orang, dan terutama

perusahaan-perusahaan besar yang akan membeli iklannya.

Branson memutuskan tampil beda dengan bukan saja mengundang

siswa wartawan, tetapi juga mengundang bintang musik rock, selebriti

film, “nama-nama” kreatif, dan bintang olahraga untuk menyumbang

artikel.

88

Mulai saat itu, Branson mengembangkan ide orisinalnya, memulai

perusahaan-perusahaan baru, menciptakan produk-produk baru,

memunculkan ide-ide baru, dan terus menarik bagi impian orang lain.

Perusahaan penerbangannya, Virgin Airlines, adalah contoh sempurna

kreativitas. Bukannya ikut-ikutan memotong harga tiket dan mengurangi

layanan, ia justru memutuskan membalik pemikiran normal, dengan

mempertahankan harga tiket tetapi menambah layanan, yang termasuk ide-

ide yang sangat orisinal seperti pesan-pesan selama penerbangan, ek krim

dan film, shower, sarana olahraga, dan kamar tidur pribadi.

b. Berpikir secara terbuka dan kritis.

Individual kreatif mengintegrasikan cara berpikir yang terbuka dan

mau menerima, dan sisi lain memfokuskan diri dan bekerja keras. Mereka

membiarkan pikiran mereka berkelana untuk mencari kemungkinan-

kemungkinan baru, hubungan baru, pola baru, dan secara bersamaan

mereka juga mengevaluasi secara kritis setiap kebaruan yang mereka

temukan, melupakan segala sesuatu yang bersifat palsu, lalu

mengkonsentrasikan pikiran mereka untuk mengembangkan dan

menyadari kemungkinan-kemungkinan yang paling menjanjikan.

2. Mengaplikasikan energi kreatif

Meskipun motivasi, kebiasaan, dan kepribadian yang mendukung pemikiran

kreatif telah ada, tetapi untuk lebih membuat energi kreatif berkembang dan lebih

bebas juga diperlukan untuk mengetahui cara-cara:

a. Memecahkan masalah.

Individual kreatif memecahkan masalah dengan melihat dari sudut-sudut

pandang yang berbeda. Tidak hanya dari sudut pandang seperti orang-

orang pada umumnya. Dan mereka memiliki alternatif-alternatif solusi

yang orang “biasa” tidak memilikinya.

b. Cara berpikir menyebar (divergent thinking).

Cara berpikir menyebar ini didukung oleh Tony Buzan melalui metode

berpikir Mind Map. Mind Map adalah cara mencatat yang menggunakan

89

bahasa gambar untuk menyusun, mengembangkan, dan mengingat pikiran

kita, dan secara harfiah “memetakan” pikiran kita.

Albert Einstein mengatakan bahwa imajinasi lebih penting daripada

pengetahuan karena imajinasi tidak terbatas. Dalam bahasa gambar yang

digunakan dalam Mind Map, kita akan berpikir secara diagramatis dan

skematis.

Selama ini, proses belajar pada pendidikan di Indonesia (khususnya)

adalah menganggap bahwa anak didik adalah suatu tabularasa, kertas putih

yang dapat diisi oleh para pendidik dengan apa pun yang dikehendaki

masyarakat bagi anak didik tersebut. Sehingga kegiatan belajar adalah

menjadi: guru memberi dan murid menerima. Karena terlalu

mementingkan segi komunikasi-luar dari proses belajar, segi komunikasi-

dalam menjadi terabaikan. Dari segi komunikasi-dalam, secara teori,

kelemahan teori proses belajar masa lalu tersebut adalah karena volume

memori manusia terbatas sehingga suatu saat akan penuh. Setelah

menempuh pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, SMU, dan akhirnya

perguruan tinggi, maka saat di perguruan tinggi mungkin mulai terasa

penuhnya otak. Dan bila otak sudah penuh, untuk bisa diisi kembali harus

ada yang dibuang. Tetapi masalahnya, yang dibuang masih harus ditempuh

ujiannya, sehingga kita terpaksa bersusah payah belajar kembali. Tetapi

hal ini berarti ada pelajaran lain yang terpaksa dibuang dan lingkaran tak

berujung berulang kembali. Oleh sebab itu, mata kuliah favorit adalah

yang model paket, yang boleh dilupakan setelah lulus. Akibat tak

langsungnya adalah membuat kita berpikir apa gunanya belajar tekun jauh-

jauh sebelum ujian sebab tak lama kemudian sudah lupa lagi. Maka tak

mengherankan bila kemudian terjadi penurunan mutu perguruan tinggi

khususnya, pendidikan umumnya, karena mahasiswa mendapat kesulitan

untuk mengakumulasikan (mengumpulkan), apalagi mengintegrasikan

pengetahuan yang telah diperolehnya. 7

Banyaknya kasus seperti di atas yang juga terjadi dalam kehidupan

manusia sehari-hari. Pikiran kita berubah menjadi terbetuk secara sektoral

dan berpikir secara memusat (konvergen). Semua informasi tersusun

7 Tabrani, Primadi. Proses Kreasi, Apresiasi, Belajar.ITB.2000. hlm.36-37.

90

secara acak dan berantakan. Dan karena itu maka harus ada yang dibuang

jika otak mulai terasa penuh supaya bisa diisi kembali.

Lalu muncullah metode Mind Map. Metode ini adalah metode yang

merupakan hak paten dari The Buzan Organization yang telah digunakan

di banyak perusahaan terkemuka dunia seperti Microsoft, Boeing, HSBC,

Oracle, General Motors.

Menurut Michael Michalko dalam bukunya “Cracking Creativity”

terdapat banyak kegunaan dari metode Mind Map diantaranya adalah:

metode ini akan mengaktikan seluruh otak, membereskan akal dari

kekusutan mental, memungkinkan kita berfokus pada pokok bahasan,

membantu menunjukkan hubungan antara bagian-bagian informasi yang

saling terpisah (individual kreatif akan menemukan hubungan-hubungan

dalam hal-hal yang menurut orang “biasa” tidak ada hubungannya),

memberi gambaran yang jelas pada keseluruhan dan perincian,

memungkinkan kita mengelompokkan konsep, dan lain-lain.

2.1.5.3. Strategi 4P Dalam Pengembangan Kreativitas

Kreativitas : Pribadi, Pendorong, Proses, Produk (4P)

Setiap orang pada dasarnya memiliki bakat kreatif dan kemampuan untuk

mengungkapkan dirinya secara kreatif, meskipun masing-masing dalam bidang dan

dalam kadar yang berbeda-beda. Yang terutama penting bagi dunia pendidikan adalah

bahwa bakat tersebut dapat dan perlu dikembangkan dan ditingkatkan.

1. Pribadi

Kreativitas adalah ungkapan (ekspresi) dari keunikan individu dalam

interaksi dengan lingkungannya. Ungkapan kreatif adalah yang mencerminkan

orisinalitas dari individu tersebut. Dari ungkapan pribadi yang unik inilah

dapat diharapkan timbulnya ide-ide baru dan produk-produk yang inovatif.

Oleh karena itu pendidik hendaknya dapat menghargai keunikan pribadi dan

bakat-bakat siswanya (jangan mengharapkan semua melakukan yang sama).

Pendidik hendaknya membantu siswa menemukan bakat-bakatnya dan

menghargainya. Dengan dihargainya bakat-bakat ini dan ditingkatkan sejak

dini, maka pada saat masa kuliah, siswa dapat meneruskan ”sifat dan

kebiasaan” kreatifnya.

91

2. Pendorong

Bakat kreatif siswa akan terwujud jika ada dorongan dan dukungan

dari lingkungannya ataupun jika ada dorongan kuat dalam dirinya sendiri

(motivasi internal) untuk menghasilkan sesuatu.

Bakat kreatif dapat berkembang dalam lingkungan yang mendukung, tetapi

dapat pula terhambat dalam lingkungan yang tidak menunjang. Di dalam

keluarga, di sekolah, di dalam lingkungan pekerjaan maupun di dalam

masyarakat harus ada penghargaan dan dukungan terhadap sikap dan perilaku

kreatif individu atau kelompok individu.

3. Proses

Untuk mengembangkan kreativitas, anak perlu diberi kesempatan

untuk bersibuk diri secara kreatif. Pendidik hendaknya dapat merangsang anak

untuk melibatkan dirinya dalam kegiatan kreatif, dengan membantu

mengusahakan sarana prasarana yang diperlukan. Dalam hal ini yang penting

ialah memberi kebebasan kepada anak untuk mengekspresikan dirinya secara

kreatif, tentu saja dengan persyaratan tidak merugikan orang lain atau

lingkungan. Pertama-tama yang perlu ialah proses bersibuk diri secara kreatif

tanpa perlu selalu atau terlalu cepat menuntut dihasilkannya produk-produk

kreatif yang bermakna. Hal itu akan datang dengan sendirinya dalam iklim

yang menunjang, menerima, dan menghargai. Perlu pula diingat bahwa

kurikulum sekolah yang terlalu padat sehingga tidak ada peluang untuk

kegiatan kreatif, dan jenis pekerjaan yang monotn, tidak menunjang siswa

untuk mengungkapkan dirinya secara kreatif.

4. Produk

Kondisi yang memungkinkan seseorang menciptakan produk kreatif

yang bermakna ialah kondisi pribadi dan kondisi lingkungan, yaitu sejauh

mana keduanya mendorong (press) seseorang untuk melibatkan dirinya dalam

proses (kesibukan, kegiatan) kreatif. Dengan dimilikinya bakat dan ciri-ciri

pribadi kreatif, dan dengan dorongan (internal maupun eksternal) untuk

bersibuk diri secara kreatif, maka produk-produk kreatif yang bermakna

dengan sendirinya akan timbul.

92

2.1.5.4. Kerja Otak

Area terpenting otak yang perlu dipahami dalam mengenali kekuatan otak adalah

serebrum, atau yang sering disebut sebagai otak “kiri dan kanan”. Serebrum

mengendalikan semua ingatan utama dan keterampilan pembelajaran yang kita

andalkan untuk membuat diri kita cemerlang.

Pada tahun 1950-an dan 1960-an, Profesor Roger Sperry dan timnya

melakukan beberapa percobaan yang luar biasa pada korteks serebral bersamaan

dengan Profesor Robert Ornstein. (Kelak Profesor Sperry menerima hadiah Nobel

untuk karyanya ini). Mereka meminta para mahasiswa untuk melakukan berbagai

tugas mental seperti melamun, menghitung, membaca, menggambar, berbicara,

menulis, memberi warna berbagai bentuk, dan mendengarkan musik, sementara

mereka mengukur gelombang otak mereka. Hasilnya, bahwa pada umumnya korteks

serebral membagi tugas ke dalam dua kategori utama: tugas otak kiri dan tugas otak

kanan. Tugas otak kanan antara lain: irama, kesadaran ruang, imajinasi, melamun,

warna, dimensi, dan tugas-tugas yang membutuhkan kesadaran holistik atau

gambaran keseluruhan. Tugas-tugas otak kiri termasuk: kata-kata, logika, angka,

urutan, daftar, dan analisis.

Gambar keterampilan otak kiri dan kanan:

Gambar 2.2 Gambar keterampilan otak kiri dan kanan

Sumber: Buzan, Tony. Buku Pintar Mind Map. Jakarta: Gramedia. 2006.

93

Juga menjadi tampak bahwa orang-orang yang telah dilatih dalam

keterampilan-keterampilan yang lebih mengandalkan salah satu “sisi” otak,

melanjutkannya dengan membentuk kebiasaan-kebiasaan dominan yang lebih

memilih kegiatan yang dikendalikan sisi otak tersebut. Terlebih lagi, mereka bahka

menggambarkan dirinya dengan istilah-istilah dari sisi otak ini. Istilah-istilah populer

yang meliputi kegiatan belahan kiri otak adalah “akademik”, “intelektual”, dan

“bisnis”, sementara “artistik”, “kreatif”, dan “naluriah” untuk kegiatan belahan kanan

otak.

Kajian lanjutan mengungkapkan bahwa kekuatan dan kelemahan yang

berkelanjutan dari keterampilan kortikal pada setiap orang lebih merupakan fungsi

kebiasaan daripada desain dasar otak. Bila seseorang yang memiliki kelemahan pada

area tertentu dilatih oleh pakar, keterampilan dan kekuatan mereka pada area tersebut

akan meningkat, dan hebatnya lagi, kinerja mereka di area-area lain ikut menguat.

Misalnya, jika seseorang yang lemah dalam keterampilan menggambar dilatih

menggambar dan melukis, maka kinerja akademisnya akan meningkat secara

keseluruhan, terutama pada bidang-bidang seperti geometri di mana persepsi dan

imajinasi berperan penting.

Contoh lain adalah keterampilan yang dimiliki otak kanan yaitu melamun,

yang sangat penting bagi ketahanan hidup otak. Melamun memberi istirahat yang

diperlukan kepada bagian-bagian otak yang telah melakukan pekerjaan analitis dan

pengulangan, melatih pemikiran proyektif dan imajinatif, dan memberi kita

kesempatan untuk mengintegrasikan dan mencipta. Kebanyakan jenius besar

menggunakan lamunan yang diarahkan untuk membantu mereka memecahkan

masalah, menghasilkan ide, dan mencapai tujuan.

Sayangnya, sistem pendidikan modern memiliki kecenderungan untuk lebih

memilih keterampilan-keterampilan “otak kiri” seperti: matematika, bahasa, dan ilmu

pengetahuan daripada seni, musik, dan pengajaran keterampilan berpikir, terutama

keterampilan berpikir secara kreatif. Ketika hanya berfokus pada setengah bagian

otak, sistem pendidikan kita hanya menciptakan orang-orang yang setengah pintar. Ini

disebabkan karena otak bekerja menurut dua prinsip penting: sinergi dan

pengulangan. Jika kita hanya mengandalkan salah satu sisi otak dan melalaikan sisi

lainnya, kita mengurangi potensi keseluruhan otak secara drastis.

Cara mendorong kreativitas kita menurut metode Mind Map

94

Untuk membebaskan potensi kreatif kita perlu menumbuhkan suatu lingkungan

pemikiran bagi otak yang akan membebaskan cara pikir sinergisnya. Seperti yang

telah disebutkan di atas, bahwa otak tidak berpikir secara linier atau berurutan seperti

komputer, tetapi berpencar ke luar dan “meledak” seperti yang terdapat di gambar di

bawah ini.

Gambar otak berpikir secara radial (memancar) dan “meledak”.

Gambar 2.3 Gambar otak berpikir secara radial (memancar) dan ”meledak” Sumber: Buzan, Tony. Buku Pintar Mind Map. Jakarta: Gramedia. 2006.

Pemikiran kreatif melibatkan penggunaan seluruh keterampilan mental otak

kiri dan kanan, termasuk:

Belahan Otak Kiri Belahan Otak Kanan

Kata-kata

Logika

Angka

Urutan

Linieritas

Analisis

Daftar

Irama

Kesadaran ruang

Dimensi

Imajinasi

Melamun

Warna

Kesadaran holistik (gestalt)

Tabel 2.2 Belahan otak kanan dan kiri dikutip dari Buku Pintar Mind Map Sumber: Buzan, Tony. Buku Pintar Mind Map. Jakarta: Gramedia. 2006.

95

Belahan Otak Kiri Belahan Otak Kanan

Intelek

Konvergen

Intelektual

Rasional

Verbal

Horisontal

Konkret

Realistik

Diarahkan

Diferensial

Sekuensial

Historikal

Analitis

Eksplisit

Objektif

Suksesif

Intuisi

Divergen

Emosional

Metaforik, intuitif

Non-verbal

Vertikal

Abstrak

Impulsif

Bebas

Eksistensial

Multipel

Tanpa batas waktu

Sintetis, holistik

Implisit

Subjektif

Simultan

Tabel 2.3 Belahan otak kanan dan kiri dikutip dari Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat

ditulis oleh Prof. Dr. Utami. Sumber: Munandar, Prof.Dr.Utami. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. 2004. Jakarta:PT.Rineka Cipta

Sistem pendidikan cenderung berfokus pada keterampilan otak kiri dan kurang

menekankan keterampilan otak kanan, yang langsung berdampak pada kemampuan

berpikir kita secara kreatif. Metode Mind Map melibatkan setiap aspek dari korteks

kiri dan kanan, dan karenanya merupakan alat pikir yang melibatkan seluruh bagian

otak. Metode ini dapat diandalkan untuk membantu kita berpikir secara ekspansif

(divergent thinking), menemukan asosiasi pada hal-hal baru, sehingga kita bisa

berpikir secara kreatif.

2.1.5.5.. Kreativitas dan Ingatan

Untuk menjadi kreatif, kita perlu membebaskan imajinasi dan mendorong otak untuk

membuat asosiasi-asosiasi yang baru dan lebih kuat di antara ide-ide yang sudah ada

dan ide-ide yang baru dimunculkan. Ketika kita mengembangkan keterampilan kreatif

96

kita, kita bukan hanya memperbaiki kemampuan untuk menghasilkan ide-ide yang

inovatif dan jalan keluar yang mengilhami, tetapi keterampilan kreatif yang kuat juga

akan meningkatkan kemampuan kita untuk mengingat segala sesuatu. Hal ini karena

kreativitas dan ingatan adalah dua proses mental yang persis sama yaitu mereka

mencapai titik terbaik ketika kita menggunakan imajinasi dan asosiasi.

2.5.1.6. Produktivitas Kreatif

Kelancaran dalam pemikiran kreatif mengacu pada jumlah ide yang bisa kita ciptakan,

dan kecepatan menciptakannya. Ketika kuantitas dan kecepatan ide menaik, kualitas

keseluruhan ide juga menaik. Hal ini membalikkan dugaan kita sebelumnya yang

berpikir bahwa semakin cepat kita menghasilkan ide atau gagasan, maka kualitasnya

akan semakin menurun.

Mungkin akan terdapat banyak ide yang kurang cemerlang sewaktu kita berusaha

berpikir secara kreatif dan meningkatkan kecepatan berpikir kreatif kita. Tetapi dari

ide yang kurang cemerlang itu akan memungkinkan untuk munculnya ide yang

cemerlang, melalui pengembangan ide ataupun memilih yang terbaik dari ide-ide

yang sudah dikeluarkan tersebut.

Contoh metode Mind Map:

97

Gambar 2.4 Gambar Mind Map

98

c. Memilih suatu domain khusus.

Setiap individu kreatif memilih sebuah domain khusus yang menurutnya

sesuai dan cocok untuk dirinya. Selain itu karena individu tersebut tertarik

kepada domain tertentu. Karena ketertarikannya ini, maka individu kreatif

tersebut akan berkembang di dalam domain tersebut dan membuatnya

menghasilkan suatu karya yang kemudian dianggap sebagai karya yang

kreatif oleh bidang tertentu (field).

2.1.6. Tahapan-tahapan Proses Kreasi

Secara garis besar teori-teori tentang proses kreasi dapat dikelompokkan menjadi dua,

yaitu:

a. Teori yang mendasarkan pada inspirasi, aspek ketidaksadaran (unconscious). Di sini

kreativitas dipandang sebagai suatu peristiwa tak sadar, yang tidak dapat diprediksi.

Kreativitas dianggap berkorelasi dengan inspirasi atau ilham.

Contoh: Mozart-komponis, Louis Pasteur-ahli kimia dan mikrobiologi Perancis,

Gauss-ahli matematika dari Jerman, Wagner-komponis.

b. Teori yang mendasarkan pada kehendak atau kemauan sadar (conscious) yang kuat.

Dalam teori ini kreativitas dianggap berdasar pada pola perilaku yang disadari, dapat

dilatih atau direkayasa, dan dapat ditumbuhkan.

Contoh: para ilmuwan seperti Thomas Edison, Alfred Nobel, Albert Einstein, pelukis

Delacroix, penulis Edgar Allan Poe, komedian Charlie Chaplin.

Sehingga ada dua kecenderungan dalam proses berpikir kreatif, yaitu:

1. Proses berpikir kreatif tak sadar.

2. Proses berpikir kreatif sadar.

Ada yang berpendapat bahwa proses berpikir kreatif itu tidak sadar seperti

misalnya Max Ernst, pelukis surealis, yang menyatakan bahwa dalam menciptakan

sebuah karya ia merasa seperti seorang penonton yang mengamati kelahiran dari

karyanya. Hal ini diumpamakannya seperti melihat proses kelahiran bayi, di mana

hanya sedikit kesadaran yang terlibat. Tetapi berbeda dengan pendapat Edgar Allan

Poe, seorang penulis, yang mengatakan bahwa proses kreasi sepenuhnya sadar, dapat

diperhitungkan dan rasional. Sebagian besar seniman dan ilmuwan berpendapat lain

99

lagi. Bahwa menurut mereka proses berpikir mereka terdapat di antara kedua hal

tersebut, misalnya: setelah mereka melakukan berbagai usaha dan percobaan, hingga

pada suatu saat ketika mereka tidak dapat menemukan penyelesaian masalah.

Kemudian mereka mencoba untuk mengalihkan pikiran mereka dari hal-hal tersebut,

dan pada saat itulah tiba-tiba muncul bibit-bibit penyelesaian dari masalah mereka itu.

Meskipun begitu, inspirasi yang tiba-tiba muncul itu masih merupakan awal dari

sebuah karya, yang harus diikuti dengan usaha sadar untuk menciptakan karya akhir

dari inspirasi tersebut.

Jadi ada dua hal yang dapat diambil dari proses kreasi ini, yaitu:

1. Sebuah inspirasi harus diikuti dengan kerja keras untuk menghasilkan sebuah

karya.

2. Sebuah kerja keras dapat memunculkan inspirasi.

a.Wallas8 mengemukakan bahwa proses kreasi melibatkan empat tahap berurutan, yaitu:

1. Preparation (tahap persiapan atau masukan).

Tahap ini adalah tahap pengumpulan informasi atau data yang diperlukan

untuk memecahkan suatu masalah. Dengan bekal bahan pengetahuan

maupun pengalaman, individu mengalami bermacam-macam

kemungkinan, penyelesaian masalah. Di sini belum ada arah yang pasti/

tetap, akan tetapi alam pikirannya mengeksplorasi macam-macam

alternatif. Pada tahap ini pemikiran divergen dan pemikiran kreatif sangat

penting.

2. Incubation (tahap pengeraman).

Tahap ini adalah tahap ketika individu seakan-akan melepaskan diri untuk

sementara dari masalah tersebut, dalam arti bahwa ia tidak sedang

memikirkan masalahnya secara sadar, tetapi “mengeraminya” dalam alam

pra-sadar. Seperti dilaporkan dari analisa biografi maupun laporan tokoh-

tokoh seniman dan ilmuwan, tahap ini penting artinya dalam proses

timbulnya inspirasi. Mereka melaporkan bahwa inspirasi yang merupakan

titik awal dari suatu penemuan atau kreasi baru berasal dari daerah pra-

sadar atau timbul dalam keadaan ketidaksadaran penuh.

8 Wallas, G. Stages in the Creative Process, dalam Rothenherg, A. & Hausman, C.R. (eds) The Creativity Question, Duke University Press, USA, 1978.

100

Contoh: A.E. Housman, seorang penyair Inggris, yang mendapat ide ketika

sedang berjalan-jalan dan minum the.

3. Illumination (tahap ilham atau inspirasi).

Tahap ini adalah tahap timbulnya insight atau Aha-Erlebnis, saat

timbulnya inspirasi atau gagasan baru beserta proses-proses psikologis

yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi/gagasan baru.

Contoh: A.E. Housman mendapatkan dua bait puisinya ketika melintasi

Hampstead Heath, antara Spaniard’s Inn dan jalan kecil menuju Temple

Fortune, Inggris.

4. Verification (tahap pembuktian atau pengujian).

Tahap ini disebut juga tahap evaluasi adalah tahap ketika ide atau kreasi

baru tersebut harus diuji terhadap realitas. Di sini diperlukan pemikiran

yang kritis dan konvergen. Dengan kata lain, proses divergensi (pemikiran

kreatif) harus diikuti oleh proses konvergensi (pemikiran kritis). Pemikiran

dan sikap spontan harus diikuti oleh pemikiran selektif. Akseptasi total

harus diikuti oleh kritik. Firasat harus diikuti oleh pemikiran yang logis.

Keberanian harus diikuti oleh sikap hati-hati. Imajinasi harus diikuti oleh

pengujian terhadap realitas (reality-testing).

Contoh: Willem de Kooning, seorang pelukis abstrak, membuat sebuah

lukisan yang menghabiskan waktu dua tahun dan beratus-ratus kali

perbaikan. Setiap kali melukis, ia akan merenungi karyanya. Jika belum

puas, ia lalu menggantinya dengan kanvas baru dan membuat

perbaikannya.

Dukungan teori terhadap pandangan Wallas dimunculkan dari hasil kerja

psikoanalitik Ernst Kris (1952) dan Lawrence Kubie (1958). Menurut Kris, suatu

kerja kreatif melibatkan suatu fase inspirasi yang diikuti oleh suatu periode elaborasi.

Masing-masing tahap memiliki kegiatan mental dan tingkat kesadaran yang berbeda.

101

TEORI KRIS

INSPIRATION ELABORATION

↓ ↓

Primary process Secondary process

thought thought

↓ ↓

Preconscious Conscious/Logical

↓ ↓

THE ARTIST → regression in the

service of the ego conciously works out the ideas

supplied by the workings of the

preconscious.

Tahap inspirasi atau ilham dipandu oleh proses berpikir primer (primary

process thought), sebuah tipe berpikir yang menurut Freud merupakan pemikiran

yang tidak rasional, kacau-balau, toleran terhadap kontradiksi dan sesuatu yang tidak

logis. Freud percaya bahwa pemikiran tersebut berlandaskan pada mimpi, fantasi, atau

halusinasi, di mana semua ketentuan ruang dan waktu dilanggar. Menurut pandangan

Freud, proses berpikir primer terletak di alam bawah-sadar/ tak sadar (unconscious).

Tetapi menurut revisi Kris terhadap psikoanalitis, proses berpikir primer terletak pada

ambang-sadar (preconscious), satu tingkat yang lebih dekat ke permukaan (alam

sadar) daripada teori bawah-sadar Freud.

Menurut Kris, ketika berada di tahap ilham, seniman sementara mundur ke

alam ambang-sadar, tingkat proses berpikir primer. Tahap ini berkaitan dengan tahap

inkubasi (pengeraman) yang digambarkan oleh Wallas. Kemunduran yang

dihubungkan dengan cara berpikir kreatif ini digambarkan sebagai “kemunduran

dalam ego” (regression in the service of the ego), untuk membedakannya dengan

kemunduran berpikir pada kasus-kasus gangguan mental. Dalam kasus cara berpikir

psikotik (gila/orang gila), individu mundur ke proses berpikir primer dan tidak dapat

kembali pada cara berpikir yang logis dan teratur. Bagaimanapun, untuk seniman,

kemunduran ini bersifat sementara dan ego yang sadar tetap memegang kendali

penuh.

102

Toleransi terhadap kontradiksi yang dimungkinkan oleh kemunduran ke arah

proses berpikir primer, meningkatkan kemungkinan munculnya kombinasi baru dari

ide-ide dan citra (images), suatu proses utama dalam kreativitas. Tahap kemunduran

ini diikuti oleh tahap pengerjaan (elaboration) karya melalui proses berpikir sekunder

(secondary process thought) yang logis dan sadar, suatu tahap yang berhubungan

dengan tahap pengujian (verification) menurut Wallas. Pada tahap ini seniman bekerja

secara sadar, mengeluarkan gagasan-gagasan yang dihasilkan dari ambang-sadar

sebelumnya.

3. Dessoir membagi proses kreasi dalam empat tahap, yaitu:

1. Kondisi awal seniman yang secara samar-samar mengalami pencerahan.

2. Tahap kejelasan konsepsi.

3. Perwujudan konsep dalam sketsa.

4. Penyelesaian karya.

4. John Livingstone Lowes membagi proses kreasi dalam tiga tahap, yaitu:

1. Proses mengisi sumur, atau mengisi pikiran dengan material dan

pengalaman.

2. Visi mendadak mendahului sugesti.

3. Penyelesaian karya: menerjemahkan visi menjadi bentuk nyata.

5. Max Schoen membagi proses kreasi dalam dua tahap, yaitu:

1. Pengembaraan (adventure)

• Persiapan

• Elaborasi (mencari alternatif)

2. pendapatan (discovery)

• Iluminasi

• Pelaksanaan

6. Menurut Calvin Taylor ada lima tingkat kreativitas yang diringkasnya dari hasil

analisis terhadap sekitar 100 definisi tentang kreativitas, yaitu:

1.Tingkat Ekspresif

Esensi kreativitas ini adalah ekspresi yang biasanya

103

bebas dari keahlian dan keaslian. Jenis hasil

kretivitas ini kurang penting. Tampak bahwa yang

membedakan individu-individu yang berbakat pada

tingkat kreativitas ini adalah dua sifat: spontanitas

dan kebebasan

kelancaran

2. Tingkat Produktif

Individu-individu beralih dari tingkat kreativitas

ekspresif ke tingkat produktif apabila keahlian

mereka berkembang sehingga mereka bisa

menghasilkan karya-karya yang purna. Suatu hasil

karya menjadi bersifat kreatif apabila individu

sampai pada pencapaian tertentu. Atas dasar hal ini

maka hasil kreativitas diharapkan tidak

mendapatkan inspirasinya dari karya individu lain.

kelancaran

3. Tingkat Inventif

Tingkat kreativitas ini tidak menuntut keahlian atau

intuisi. Sebaliknya ia memerlukan keluwesan dalam

memahami hubungan-hubungan baru yang tidak

biasa antara komponen-komponen terpisah yang

telah ada sebelumnya.

keluwesan

4. Tingkat Inovatif

Tingkat kreativitas ini memerlukan kemampuan

konseptualisasi abstrak kuat yang terdapat pada

waktu prinsip-prinsip yang utama dipahami secara

cukup, sehingga mempermudah bagi individu

kreatif untuk memperbaiki dan mengubahnya.

keluwesan

5. Tingkat Emergentif

Tingkat ini merupakan bentuk kreativitas tertinggi.

Hal ini mencakup konseptualisasi suatu prinsip

yang benar-benar baru dalam kebanyakan tingkat,

dan yang paling abstrak.

keahlian

Tabel 2.4 Proses kreasi menurut Calvin Taylor

104

7. Menurut Prof. Dr. Primadi Tabrani9 terdapat delapan tahap ide yang mecakup

tingkat kesiagaan, tingkat proses kreasi, dan tingkat proses emosi, yaitu:

1. Tingkat 1- Persiapan

Dapat dibagi dalam dua aspek. Yang pertama adalah aspek luar seperti

suasana khas yang dibutuhkan (misalnya: udara terbuka, kamar tertutup, kicau

burung, gemuruh ombak, desah angin, dan lain-lain). Yang kedua adalah

aspek dalam seperti imajinasi, konsentrasi, perenungan, meditasi, dan lain-

lain. Aspek-aspek ini berbeda antara orang yang satu dengan yang lain, pada

orang yang sama pun perimbangan dan kombinasinya bisa berubah sebab

tingkat persiapan ini berada di antara ambang tak sadar dan ambang sadar.

2. Tingkat 2- Pengumpulan bahan

Ketika pada tingkat 1 kita “menyetel” diri agar dapat menangkap getaran

alam dan kalbu, maka pada tingkat 2 getaran mulai masuk, getaran kalbu

mulai terasa, dan keduanya serempak melanda kita, baik muncul sendiri atau

sengaja kita cari.

Pada mereka yang terlalu rasional, berarti lebih condong ke kesadaran,

imajinasi-terikatnya segera mentransfer sejumlah memori menjadi berbagai

image sebagai bahan pembanding bagi image sensasi-persepsi yang datang

dari luar. Tergantung pada kefanatikan rasionya, sensor ini dapat menjadi pra-

duga dan justru memiskinkan proses pengumpulan bahan karena bahan yang

dikumpulkan hanya yang telah dikenal saja dan stimuli yang masuk segera

dikotak-kotakkan dalam kategori masing-masing.

Pada mereka yang kuat kreativitasnya, proses lebih antara tak sadar dan

ambang sadar, imajinasi bebasnya tidak membentuk sensor yang berpraduga

tetapi menstransfer sejumlah memori, tidak ke dalam image konkret atau

image abstrak, tetapi ke dalam pra-image. Sehingga proses pengumpulan

bahan diperkaya dengan berbagai kemungkinan baru.

3. Tingkat 3- Empati menuju pra ide

Pada tingkat ini telah terdapat hubungan tertentu antara stimuli luar dan

stimuli dalam. Mereka yang hidup intuisinya, kuat kreativitasnya, atau secara

kebetulan terkadang tidak memerlukan tingkat kreasi 1 dan 2, tetapi langsung

ke tingkat 3. Pada mereka yang terlalu rasional, tingkat 3 ini merupakan proses

9 Tabrani, Primadi. Proses Kreasi; Apresiasi; Belajar, Penerbit ITB, Bandung, 2000, hlm. 25.

105

yang hambar, ilham-empatinya tidak tercetus, pra-ide yang dicapai hanya

bersifat objektif, rasional, logis.

4. Tingkat 4- Pengeraman pra ide

Tingkat proses kreasi 4 ini dapat berlangsung cepat atau lambat, terkadang

sampai bertahun-tahun. Di tingkat ini jabaran kemampuan kreatif dan rasio

dalam daerah ciri-umum akan menghasilkan apa yang disebut merenung dan

vision, kemudian menangkap ilham-penetasan dalam renungan tersebut hingga

tercipta ide yang matang.

5. Tingkat 5- Penetasan ide

Biasanya tingkat 5 ini berlangsung sangat cepat dan berbagai ide peralihan

berintegrasi menjadi ide yang matang.

Pada mereka yang terlalu rasional akan mengakibatkan penyempitan pra-ide

karena berbagai ide yang terlalu rasional. Pada mereka yang hidup intuisinya,

kuat kreativitasnya, seluruh tingkat kreasi 3 sampai 5 melebur menjadi satu

proses. Mereka tidak menyempitkan pra-ide. Peleburan tingkat kreasi 3

sampai 5 bekerja dengan semua jenis image yang dimiliki (pra-image10, image

konkret11, dan image abstrak12). Pada tingkat 5 ini bermunculan berbagai

ilham yang mencapai puncaknya pada tahap penetasan, bukan hanya tercipta

satu kreasi tetapi terdapat dua atau lebih. Karena itu, mereka yang hidup

intuisinya, kuat kreativitasnya terkadang dapat mencetuskan berbagai ide

cemerlang yang berbeda dengan pra-ide itu sendiri, atau menciptakan

beberapa ide yang saling mencetuskan secara simultan atau berantai.

6. Tingkat 6- Aspek luar pelaksanaan

Pada mereka yang idenya kurang kuat, setelah tercetus ide, maka peralihan

tidak langsung ke tingkat kreasi 5, tetapi ke tingkat 6 lebih dulu. Aspek-luar

pelaksanaan ini tampak dari perlibatan diri dengan sengaja melalui berbagai

usaha seperti trial and error, eksperimen, pendekatan dengan berbagai sistem,

pengurangan, perbaikan, dan sebagainya. Tingkat kreasi 6 biasanya memakan

waktu lama. Mereka yang pelaksanaannya lebih kuat daripada ide, maka di

tingkat kreasi 6 proses pelaksanaannya lebih menonjol daripada proses idenya.

7. Tingkat 7- Aspek integral pelaksanaan 10 Pra image adalah image yang kabur, samar, tak jelas bentuknya, tetapi ikut membantu kita dalam proses berpikir. 11 Image konkret adalah image yang jelas bentuknya. 12 Image abstrak adalah image konkret yang telah menjadi bahasa.

106

Pada mereka yang hidup intuisinya, kuat kreativitasnya, kuat ide dan

pelaksanaannya, maka tingkat kreasi 6 tidak mereka perlukan. Mereka telah

terlatih dan memiliki skill pelaksanaan, telah menguasai teknik hingga dapat

melaksanakan setiap hasil proses ide.

8. Tingkat 8-Tingkat kreasi tertinggi

Tingkat ini merupakan integrasi dari pelaksanaan dan ide. Tingkat ini dimiliki

oleh setiap orang dan “ketinggian” yang dapat dicapai seseorang tergantung

pada kadar kreativitas dan perimbangan kemampuan fisik-kreatif-rasio yang

dimiliki masing-masing.

Rudolf Arnheim, seorang ahli psikologi Gestalt, mengemukakan teorinya

tentang kreativitas berdasarkan hasil penelitiannya terhadap proses penciptaan lukisan

Guernica karya Picasso, pada tahun 1962. Ia berpendapat bahwa dalam berkreasi,

seniman berjuang untuk memecahkan masalah dengan mengerahkan seluruh

kesadaran dan kemampuan intelektual yang mereka miliki. Menurut Arnheim,

kreativitas membutuhkan lebih dari sekadar kecepatan berpikir untuk menerima

berbagai kombinasi baru. Selama seniman berkreasi, ia memiliki suatu tujuan dalam

pikirannya. Tujuan ini merupakan pandangan seniman tersebut mengenai hasil yang

ingin dicapainya dengan melibatkan kerja keras. Proses kreasi diarahkan sepenuhnya

oleh seniman.

Dari sekian banyak teori tentang proses kreasi yang diuraikan, belum terdapat

teori tentang proses kreasi yang penjelasannya lengkap dan menekankan pada proses

kreasi dalam bidang desain (seni). Karena itu berikut ini akan diuraikan tentang teori

proses kreasi menurut Geoffrey Petty dalam bukunya How To Be Better at Creativity.

Menurut Geoffrey Petty, terdapat 6 tahap dalam proses kreasi yaitu tahap inspirasi,

klarifikasi, distilasi, perspirasi, evaluasi, dan inkubasi. Setiap tahap ini dilakukan

beberapa kali, tidak berurutan, dan kadang-kadang dalam waktu yang sangat pendek.

1. Inspirasi

Tahap ini adalah tahap penelitian dan yang ditekankan adalah membangkitkan

gagasan sebanyak-banyaknya. Proses yang tanpa penghalang (kritik), spontanitas,

eksperimentasi, intuisi, dan ambil resiko. Orang-orang kreatif menemukan gagasan

bagus mereka di antara tumpukan besar gagasan-gagasan yang buruk.

107

Dalam bidang seni kreatif, tahap inspirasi sering dilakukan dengan mencari

perasaan mendalam yang memiliki kaitan dengan pokok permasalahan. Dalam

menemukan respons personal ini, bisa ditemukan suara individual dan orisinal. Pada

tahap ini dibutuhkan improvisasi. Improvisasi adalah eksplorasi yang mengalir bebas

yang paling baik dilaksanakan dengan penuh keyakinan dan antusias. Improvisasi

adalah mencari gagasan tanpa kritik dan penuh eksperimen. Dalam bidang seni dan

desain, improvisasi dapat berupa menerawang dan membuat sketsa. Gagasan hampir

tidak pernah dapat masuk ke kepala kita begitu saja tanpa diundang, kitalah yang

harus keluar mencarinya karena itu amat dibutuhkan eksperimen sebagai bagian dari

pencarian inspirasi.

2. Klarifikasi

Tahap ini adalah tahap yang bertujuan untuk mengklarifikasi maksud atau

tujuan suatu pekerjaan dan yang menjadi penekanan dalam tahap ini adalah fokus

pada sasaran.

Dalam pekerjaan kreatif, di saat kita sedang mengatasi kesulitan yang rumit,

kita mudah kehilangan rasa memiliki arah. Jadi sewaktu-waktu kita perlu melepaskan

diri dari hambatan ini dan bertanya ”apa yang sesungguhnya ingin kita lakukan?”.

Jika kita terhenti di tengah-tengah sebuah proyek, daripada mencari-cari

alternatif, kita perlu mengklarifikasi tujuan kita dan ingin ke mana kita sesungguhnya.

Klarifikasi mengeluarkan kita dari ”kubangan lumpur” tetapi klarifikasi juga

diperlukan ketika seorang desainer harus memilih di antara dua atau lebih pendekatan

yang sama-sama menarik. Keputusan semacam itu memerlukan rasa adanya tujuan

yang jelas.

3. Distilasi

Tahap ini adalah tahap untuk memeriksa gagasan yang telah dihasilkan dan

mencoba untuk menentukan pekerjaan yang akan dikerjakan. Gagasan terbaik dipilih

untuk pengembangan lebih lanjut, atau dikombinasikan menjadi gagasan yang lebih

baik.

Distilasi adalah tahap berpikir kritis terhadap diri sendiri. Tahap yang

memerlukan analisis dan penilaian dengan kepala dingin, bukan spontanitas yang

biasanya membingungkan. Tetapi kita tidak perlu begitu kritis karena itu akan

menghalangi produktivitas. Gagasan yang kita miliki baru berupa gagasan dan

108

bukannya solusi lengkap. Ke mana gagasan tersebut akan membawa kitalah yang

berarti, bukan gagasan itu sendiri.

4. Perspirasi

Tahap ini adalah tahap di mana kita mengerjakan gagasan terbaik yang kita miliki

dengan tekun. Kita terlibat dalam usaha gigih menuju sasaran, dan kita biasanya akan

terlibat dalam tahap inspirasi, distilasi, dan klarifikasi lebih lanjut.

5. Inkubasi

Tahap inkubasi ini bisa berlangsung di mana saja, bisa saja terjadi saat kemacetan lalu

lintas, di kamar mandi, dan lain-lain. Inkubasi bermanfaat setelah tahap inspirasi atau

perspirasi, atau jika sebuah masalah telah ditemui. Herannya, orang-orang kreatif mau

bersabar dan tidak beraturan, dan senang membiarkan gagasan yang setengah matang,

hal-hal yang tidak terurus, dan ketidakkonsistenan terjadi dalam bawah sadar mereka

sampai ”sesuatu muncul”. Khususnya pada tahap inkubasi ini, istirahat dapat

digunakan sebagai selingan untuk memulai kembali kreativitas. Setelah berpikir

intens tentang pemecahan masalah, kita harus menyempatkan pikiran untuk

beristirahat sejenak dan membiarkan pikiran menjadi netral untuk sejenak. Cara

beristirahat ini bisa dengan berjalan-jalan, duduk dekat air yang mengalir, dengan

melihat tembok yang berwarna netral, langit-langit, atau melihat ke jendela.

Seringkali ide-ide yang terbaik muncul pada tahap inkubasi ini.

6. Evaluasi

Dalam tahap evaluasi, kita memeriksa kekuatan dan kelemahan pekerjaan kita.

Kemudian kita perlu mempertimbangkan bagaimana pekerjaan itu dapat ditingkatkan,

dengan menghilangkan kelemahan dan memanfaatkan kekuatannya. Kemudian

mungkin terdapat kebutuhan akan adanya tahap perspirasi lain untuk merespons

saran-saran secara positif untuk peningkatan. Tahap perspirasi dan evaluasi sering

silih berganti membentuk sebuah siklus.

Salah satu kesulitan utama orang kreatif adalah bahwa tahap yang berbeda memerlukan sikap

pemikiran yang sangat berbeda pula dan bahkan berlawanan, yang masing-masing sulit

dipertahankan tanpa upaya yang sungguh-sungguh.

109

Tahap proses kreatif Sikap pemikiran yang dibutuhkan

Inspirasi

Untuk dapat menghasilkan gagasan sebanyak-

banyaknya, kita harus benar-benar memiliki

ketertarikan, tanpa rasa takut dan bebas, spontan,

ambil resiko, senang, tidak mempermasalahkan

pekerjaan yang memusingkan, intuitif dan

berimprovisasi.

Klarifikasi

Pada tahap ini dibutuhkan pemikiran yang

strategis, tidak terburu-buru, logis dan berpikiran

jernih, dan tidak mengajukan pertanyaan yang

sulit.

Evaluasi

Untuk memperbaiki kerja yang lebih awal kita

harus berpikir kritis, positif, dan mau belajar: kritis

terhadap diri sendiri, tetapi positif dalam hal visi

bagaimana seharusnya pekerjaan itu dan

kemampuan kita untuk melakukannya. Kita harus

melihat kelemahan sebagai peluang untuk

memperbaiki dan untuk belajar.

Distilasi

Untuk memilih gagasan terbaik dari tahap

inspirasi, kita perlu berpikir positif, strategis, dan

berani: bisa memutuskan, tetapi optimis ke mana

setiap gagasan akan membawa kita.

Inkubasi

Kita harus mengharap kesulitan dan percaya

kepada diri sendiri untuk mendapatkan sebuah

jalan dan tidak panik dalam mengambil solusi yang

lemah.

110

Perspirasi

Supaya gagasan kita menjadi padat berisi kita

harus kritis, antusias, dan responsif. Bepikir positif

dan berpendirian, berkomitmen tinggi dan

berperan, dan siap merespons secara positif setiap

kekurangan.

Tabel 2.5 Tahap proses kreatif menurut Geoffrey Petty

Dalam setiap tahap proses kreatif, terdapat sikap pemikiran yang berbeda-beda dan bahkan

hampir saling berlawanan sehingga diperlukan banyak fleksibilitas. Dalam tahap inspirasi,

kita tidak boleh berpikir kritis, ambil resiko, dan subjektif, tetapi dalam tahap klarifikasi kita

harus berpikir kritis, berhati-hati dan objektif. Jika kita menggunakan sikap pemikiran yang

tidak sesuai, kita akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan banyak gagasan orisinal.

Tahap proses kreatif menurut Geoffrey Petty ini yang digunakan sebagai dasar dalam

penelitian.

2.1.7. Teori Tentang Produk Kreatif

Pada pribadi kreatif jika memiliki kondisi pribadi dan lingkungan yang menunjang

atau lingkungan yang memberi kesempatan/ peluang untuk bersibuk diri secara kreatif maka

diprediksikan bahwa produk kreativitasnya akan muncul.

Cropley (1994) menunjukkan hubungan antara tahap-tahap proses kreatif dan produk

yang dicapai. Ia menekankan bahwa perilaku kreatif memerlukan kombinasi antara ciri-ciri

psikologis yang berinteraksi sebagai berikut: sebagai hasil dari berpikir konvergen atau

intelegensi (memperoleh pengetahuan dan pengembangan keterampilan), manusia memiliki

seperangkat unsur-unsur mental. Jika dihadapkan pada situasi yang menuntut tindakan

(pemecahan masalah dalam arti yang luas), individu mengerjakan dan menggabung unsur-

unsur mental sampai timbul ”konfigurasi”. Konfigurasi ini dapat berupa gagasan, model,

tindakan, bentuk, cara menyusun kata, melodi.

Pemikir divergen mampu menggabung unsur-unsur dengan cara-cara yang tidak lazim

dan tidak diduga (kreatif). Namun konstruksi konfigurasi tidak hanya memerlukan berpikir

konvergen dan divergen saja, tetapi juga motivasi (misalnya dorongan untuk menghasilkan

solusi yang lebih baik), karakteristik pribadi yang sesuai (misalnya keterbukaan terhadap

pembaruan), unsur-unsur sosial (ketersediaan untuk tidak mengikuti saja), dan keterampilan

komunikasi. Proses ini disertai perasaan dan emosi, yang dapat menunjang atau menghambat.

111

Sejumlah peneliti akhir-akhir ini bersibuk diri dengan masalah penelitian produk

(Amabile 1982) terutama yang menyangkut konsep tingkat penemuan (inventivlevel) sebagai

kajian integral dari hukum paten di Amerika Serikat.

a. Hukum paten dalam penilaian produk penemuan

Hukum paten AS mempertimbangkan unsur-unsur berikut dalam memberikan hak

paten kepada investor, yaitu:

1) Kegiatan intelektual yang bermutu mendahului penemuan/ rekaan.

2) Gagasannya jelas dalam mengatasi masalah/ kesulitan khusus.

3) Jumlah eksperimentasi yang dilakukan sebelum mencapai produk baru

dianggap penting.

4) Sejauh mana telah mengalami kegagalan.

5) Produk harus berguna dan merupakan kemajuan.

6) Produk terutama dinilai kreatif jika ada orang-orang dalam bidang kegiatan

tersebut sebelumnya menunjukkan keragu-raguan (skepticism) tentang

kemungkinan penemuan yang baru.

7) Produk harus memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi.

Kegagalan memberikan nilai plus karena hal ini berkaitan dengan keyakinan dan

keuletan investor tersebut. Seperti Thomas Edison yang mengalami lebih dari 200 kali

kegagalan sebelum akhirnya ia berhasil dengan penemuannya. Demikian pula sikap

ketidakpercayaan dari orang seprofesi (nomer 6) yang tidak menggoyahkan tujuan

investor menggarisbawahi ketangguhan dan keseriusan investor mengenai apa yang

ingin dicipta. Patokan dari hukum paten ini cukup membantu tetapi tidak cukup

spesifik untuk penilaian secara ilmiah. Karena dibutuhkan perangkat kriteria yang

disetujui untuk menilai produk kreatif dan kemampuan kreatif.

b. Model dari Besemer dan Treffinger

Besemer dan Treffinger (1981) menyarankan bahwa produk kreatif dapat

digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu: 1. kebaruan (novelty), 2. pemecahan

(resolution), serta 3. kerincian (elaboration) dan sintesis.

Kebaruan menurut Besemer dan Treffinger adalah sejauh mana produk itu

baru dalam hal jumlah dan luas proses yang baru, teknik baru, bahan baru, konsep

112

baru yang terlibat, dalam hal di dalam dan di luar lapangan/ bidang, dalam hal

dampak dari produk terhadap produk produk kreatif di masa depan.

Produk itu orisinal dalam arti sangat langka di antara produk-produk yang

dibuat oleh orang-orang dengan pengalaman dan pelatihan yang sama; juga

menimbulkan kejutan (surprising) sebelum memberikan penilaian orang tercengang

bahkan kaget; dan terakhir produk itu germinal (asal mula) dalam hal dapat

menimbulkan gagasan produk orisinal lainnya.

Pemecahan (resolution) menyangkut derajat sejauh mana produk itu

memenuhi kebutuhan dari situasi bermasalah. Tiga kriteria dalam dimensi ini ialah

bahwa produk itu harus bermakna (valuable) menurut para pengamat, karena

memenuhi kebutuhan; logis; dengan mengikuti aturan yang ditentukan dalam bidang

tertentu; dan berguna, karena dapat diterapkan secara praktis.

Elaborasi dan sintesis. Dimensi ini merujuk pada derajat/ sejauh mana produk

itu menggabung unsur-unsur yang tidak sama/serupa menjadi keseluruhan yang

canggih dan koheren (bertahan secara logis). Lima kriteria untuk menilai hal ini ialah:

produk itu harus organis, dalam arti mempunyai arti inti seputar mana produk itu

disusun; elegan, yaitu canggih, mempunyai nilai lebih dari yang tampak; kompleks,

yaitu berbagai unsur digabung pada satu tingkat atau lebih; dapat dipahami, karena

tampil secara jelas dan menunjukkan keterampilan atau keahlian yang baik,

dikerjakan secara seksama.

Menurut Besemer dan Treffinger tidak perlu produk itu menonjol dalam

semua kriteria. Misalnya nilai cukup tinggi pada semua kriteria sebanding dengan

nilai sangat tinggi pada beberapa kriteria, dan rendah pada beberapa lainnya. Tabel di

bawah menunjukkan penilaian Dacey (1989) terhadap tingkat penemuan Graham Bell

yaitu telepon.

Kriteria Tingkat

Orisinal

Kejutan

Germinal

Bermakna

Logis

Berguna

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

113

Organis

Elegan

Majemuk

Dapat dipahami

Keterampilan

Tinggi

Rendah

Rata-rata

Tinggi

Rendah

Tabel 2.6 Tingkat produk kreatif penemuan telepon Graham Bell Sumber: Munandar, Prof.Dr.Utami. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. 2004. Jakarta:PT.Rineka Cipta

Terdapat masalah menyangkut dimensi”kebaruan”. Pertanyaannya ialah

apakah produk itu harus baru untuk seluruh masyarakat atau hanya bagi si pencipta.

Jika diterapkan pada anak, kemungkinan besar tidak ada karya anak yang dapat dinilai

kreatif. Namun, kebanyakan para pakar sependapat bahwa ”kebaruan” harus

dipertimbangkan dari sudut pengalaman si pencipta. Contohnya, lukisan anak jika

dinilai dengan kriteria orang dewasa, mungkin tidak termasuk kreatif karena sudah

pernah dibuat sebelumnya oleh orang lain. Tetapi ditinjau dari tingkat perkembangan

anak (misalnya baru usia pra-sekolah) dan baginya karya itu baru (ia belum pernah

membuat sebelumnya dan lukisannya tidak merupakan tiruan dari contoh) maka

produk anak itu termasuk kreatif. Lain halnya jika berbicara mengenai makna produk

yang memang harus dipertimbangkan dari makna sosialnya bagi kebudayaan di mana

produk itu dihasilkan.

2.2. Teori tentang Proses Pembelajaran Desain

Terdapat beberapa model pembelajaran desain menurut para peneliti di bidang

pendidikan desain:

1. Taksonomi Bloom.

Saat ini yang paling dikenal dan diterapkan di Indonesia dalam kurikulum reguler

adalah taksonomi Bloom yang mencakup enam tingkat pemikiran mulai dari yang

rendah sampai dengan yang tinggi. Namun dalam kenyataan proses pembelajaran

pada umumnya terbatas pada tingkat pengenalan, pemahaman dan penerapan,

sedangkan proses pemikiran yang tinggi (analisis, sintesis, dan evaluasi) jarang

dilatih. Untuk siswa berbakat justru proses pemikiran yang tinggi inilah yang dapat

114

merangsang dan menantang mereka untuk belajar, sesuai dengan potensi intelektual

dan bakat mereka. Taksonomi Bloom banyak digunakan untuk pengembangan

keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam kurikulum berdiferensiasi untuk anak

berbakat.

Gambar 2.5 Taksonomi Bloom

115

Gambar 2.6 Proses pembelajaran desain Taksonomi Bloom Sumber: Munandar, Prof.Dr.Utami. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. 2004. Jakarta:PT.Rineka Cipta

Terdapat 6 tahap perilaku kognitif yaitu:

- Pengetahuan

Menyangkut kemampuan siswa untuk mengingat.

- Pemahaman

Kemampuan untuk mengingat dan menggunakan informasi, tanpa perlu

menggunakannya dalam situasi baru atau berbeda. Menerjemahkan, menafsirkan,

menghubungkan dan memperhitungkan atau meramalkan kemungkinan termasuk

dalam keterampilan pemahaman.

- Penerapan

116

Siswa mampu menggunakan informasi dengan cara baru atau dalam situasi baru.

Keterampilan ini lebih majemuk daripada keterampilan pemahaman karena siswa

tidak hanya perlu memahami informasi itu dalam konteks yang asli tetapi mampu

menggunakannya dengan cara baru atau berbeda.

- Analisis

Meliputi kemampuan untuk memisahkan suatu bahan menjadi komponen-komponen

untuk melihat hubungan dari bagian-bagian kesesuaiannya. Ini sering disebut sebagai

awal dari keterampilan berpikir tingkat tinggi.

- Sintesis

Kemampuan untuk menggabung bagian-bagian menjadi keseluruhan yang baru,

kegiatan mengembangkan, merancang, mencipta. Tahap ini berkenaan dengan

kreativitas siswa karena menuntut siswa untuk menggabung unsur-unsur informasi

atau materi menjadi struktur yang sebelumnya tidak diketahui.

- Evaluasi

Meliputi kemampuan berpikir tinggi dan membuat pertimbangan atau penilaian untuk

membuat keputusan atas dasar internal (logika, ketepatan) atau eksternal

(membandingkan karya, teori atau prinsip dalam bidang tertentu).

2. Model Dialektikal

Model ini meliputi proses perkembangan sebuah ide atau produk dengan pemikiran

dan imajinasi yang dipikirkan di dalam kepala dan perilaku kognitif yang timbul.

117

Gambar 2.7 Proses pembelajaran desain model dialektikal

Sumber: Design in the Classroom - GeorgiaTechResearch.com

Terdapat tahap impresi yang tidak jelas atau kabur, lalu tahap spekulasi dan eksplorasi

yang diikuti dengan tindakan diskusi, gambar, sketsa, diagram, catatan, grafik, angka.

Lalu tahap berikutnya yang terjadi di dalam pemikiran adalah tahap klarifikasi dan

memutuskan diikuti tindakan membuat model untuk memperkirakan atau

menggambarkan kenyataan dan membuat prototipe atau menentukan solusi. Tahap

selanjutnya adalah tahap kritis dan penilaian (evaluasi) terhadap produk yang telah

selesai.

Model ini dikembangkan oleh Dr.Richard Kimbell dari Goldsmith College. Model ini

menekankan pentingnya kemampuan yang diasah dengan aktivitas mental yang

terjadi. Model yang disebutnya sebagai ”Interaksi Tangan dan Pikiran” ini

118

menggambarkan jalan pikiran seorang desainer dalam memunculkan ide-idenya dan

melakukan tindakan konkretnya yang mendukung evolusi desain dari mulai ide

sampai gambar ke prototipe dan akhirnya ke produk. Pada model ini terlihat bahwa

proses selalu maju dan sebuah produk terselesaikan, masalah datang dan berhasil

diselesaikan.

3. Model Lingkaran Desain

Gambar 2.8 Proses pembelajaran desain model lingkaran desain

Sumber: Design in the Classroom - GeorgiaTechResearch.com

- Pada tahap brainstorm atau bertukar pikiran, desainer berpikir secara divergen atau

menyebar sehingga mereka tidak terkunci di dalam area yang sama terus menerus.

Mereka melakukan tukar pikiran dengan sebanyak mungkin ide tanpa mengkritik

119

atau mengevaluasi ide-ide tersebut dan mengesampingkan batasan-batasan seperti

biaya atau tenggat waktu ketika mengerjakan fase awal dari pengembangan ide.

- Dalam tahap “research” atau penelitian, desainer seringkali menelusuri sejarah dari

suatu karya untuk melihat hal-hal apa yang telah dan belum dilakukan karya tersebut

pada masa lalu, mempelajari ilmu pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengetahui

bagaimana karya tersebut “bekerja”, mengobservasi orang-orang yang menggunakan

karya tersebut atau melakukan pertemuan dengan orang-orang tersebut.

- Pada tahap menemukan/meninjau ulang masalah, desainer memulai pekerjaan

mereka dengan menemukan kebutuhan pengguna dan kemudian mencoba untuk

mengidentifikasinya. Mereka memulai dengan menulis deskripsi tentang hal-hal apa

yang dapat dilakukan-kriteria dengan memberi batasan-batasan. Daftar ini akan

ditinjau ulang kembali di lain waktu selama penyelesaian proyek desain secara

keseluruhan.

- Tahap tes atau evaluasi. Setelah prototipe dibuat, desainer mengetes ide mereka.

Prorotipe ini dibandingkan dalam hal kriteria desain dan batasan-batasan pada daftar

deskripsi yang telah dibuat pada tahap menemukan masalah. Evaluasi yang

dihasilkan melalui tes pada prototipe ini dibutuhkan untuk meninjau ulang masalah

dan jika mungkin terdapat hal-hal yang perlu diperbaiki, ditambahkan, atau ide-ide

lain yang lebih baik.

- Tahap melaksanakan. Pada tahap ini, dibuat prorotipe untuk mengetahui material

yang sesuai dan bagaimana mengerjakan karya dengan material tersebut (dalam

bidang desain interior tahap ini merupakan tahap mencoba mencocokkan material

dan teknis pembuatannya).

- Pada tahap ini, setelah produk dibuat, hasilnya dievaluasi kembali dan dicocokkan

kembali dengan daftar deskripsi tentang kriteria yang dibutuhkan yang telah dibuat

pada tahap menemukan masalah. Hal ini dilakukan agar produk/ karya yang dibuat

tetap berpegang pada kerangka awal desain.

Ilustrasi di atas memperlihatkan beberapa tipe strategi desain. Poin standar yang

terjadi adalah dengan membaca dan mengerti spesifikasi dan batasan-batasan dari

tantangan desain yang ada, lalu diikuti dengan mencari ide dan kemudian bertukar

pikiran untuk mencari solusi-solusi dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat

dilakukan. Ide-ide yang banyak tersebut kemudian disaring kembali dan yang

120

dianggap terbaik mendapat prioritas dan ditindaklanjuti. Prototipe yang dibuat

kemudian dievaluasi berdasarkan spesifikasi produk yang telah dibuat.

Pengalaman desainer menunjukkan bahwa terdapat arah berputar pada tahap-tahap

tersebut dalam pekerjaan mereka ketika mereka mendesain dengan banyak

pertimbangan yang terjadi sebelum desain final diselesaikan. Mula-mula desainer

mengembangkan sebuah ide, lalu mencoba membangun prototipe untuk mencoba ide

tersebut, dari percobaan tersebut terlihat hal-hal yang kurang atau yang perlu

ditambahkan, lalu perubahan dibuat dan mengevaluasi produk baru yang dihasilkan.

4. Desain Lingkaran Simetris

Gambar 2.9 Proses pembelajaran desain model lingkaran simetris

Sumber: Design in the Classroom - GeorgiaTechResearch.com

Model Lingkaran Desain Simetris ini dibuat oleh Nigel Cross yang merupakan

peneliti pertama dalam bidang penelitian tentang pembelajaran desain. Nigel Cross

adalah seorang editor dari jurnal ”Design Studies” dan mengajar di universitas

terbuka di Inggris.

121

Pada model ini terlihat dua tingkat deskripsi yaitu:

- Lingkaran luar menunjukkan peninjauan terhadap masalah-masalah yang ada.

- Lingkaran dalam menunjukkan strategi yang mungkin dapat digunakan dalam

pekerjaan ketika ditemukan masalah.

5. Model Desain Spiral

Lingkaran Pemecahan Masalah

Gambar 2.10 Proses pembelajaran desain model desain spiral Sumber: Design in the Classroom - GeorgiaTechResearch.com

Model ini memperlihatkan proses pemecahan masalah dan evolusi ide desain yang

lebih rumit dibandingkan Model Lingkaran Desain. Model ini menunjukkan bahwa

proses pemecahan masalah dan evolusi ide desain berbentuk spiral dan memiliki titik

temu pada solusi.

122

Gambar 2.11 Proses pembelajaran desain model desain spiral

Sumber: Design in the Classroom - GeorgiaTechResearch.com

Model ini menunjukkan penemuan solusi pada ujung-ujung berbeda pada setiap

pertimbangan yang berbeda.

Kesimpulan:

Dari sekian model yang telah diuraikan di atas, penulis memilih untuk menggunakan model

taksonomi Bloom dengan alasan:

1) Taksonomi Bloom merupakan taksonomi yang digunakan untuk meningkatkan

kreativitas dan juga merupakan taksonomi yang digunakan dalam proses belajar

desain.

2) Taksonomi Bloom merupakan model yang paling dikenal dan diterapkan di Indonesia

meskipun penerapannya belum optimal.

3) Taksonomi Bloom banyak digunakan untuk pengembangan keterampilan berpikir

tingkat tinggi dalam kurikulum untuk anak berbakat. Penerapannya di dalam kelas

tidak membutuhkan banyak biaya atau perubahan dari material dan prosedur yang

sekarang.

4) Taksonomi Bloom digunakan sebagai cara untuk mengembangkan dan mengevaluasi

pertanyaan yang diajukan pendidik kepada siswa. Siswa memerlukan latihan dan

kesempatan untuk belajar berpikir dengan cara yang efektif.

123

2.3. Pembelajaran dalam Desain Interior

2.3.1.Mata Kuliah Dalam Desain Interior, Aktivitas, dan Tempat Berlangsungnya

Kegiatan Perkuliahan

124

2.3.2. Pembelajaran Desain Interior di Studio Desain Interior

Aditjipto(1993) menyimpulkan bahwa ada dua konteks yang mempengaruhi

seseorang (mahasiswa) dalam mendesain:

1. Konteks ideologi

Konteks ideologi adalah hal-hal yang merupakan konsep pemikiran yang

berdasarkan pada prinsip-prinsip, doktrin, teori-teori dan hal lain yang akhirnya

akan membentuk sebuah mental concepts terhadap sesuatu hal. Konteks ini akan

mempengaruhi apresiasi dan pemahaman seseorang akan suatu hal.

Pada dasarnya dalam desain interior, tidak ada perbedaan persepsi dalam

penciptaan bentuk antara orang yang satu dengan yang lainnya. Yang ada adalah

perbedaan dari prinsip-prinsip desain yang dianut (school of tought) dan metode

desain yang digunakan. Perbedaan-perbedaan ini dipengaruhi oleh karakter,

ideologi, latar belakang budaya, pelatihan profesional, dan cara berpikir.

2. Konteks fisik

125

Konteks fisik adalah hal-hal yang konkret yang dijumpai dalam proses

merancang, yang meliputi material, warna, ukuran, sistem struktur, dan lainnya.

Konteks ini berkaitan dengan ruang dalam (interior). Kesadaran akan adanya

parameter-parameter tersebut akan banyak membantu mehasiswa dalam

perancangan. Mahasiswa harus dapat memutuskan parameter apa yang akan

dipakai dalam merancang dan alasannya.

Pengetahuan tentang merancang sendiri, yakni memecahkan masalah (problem

solving) diajarkan setelah mahasiswa mengetahui masalahnya itu sendiri (problem

seeking). Walaupun masalah yang dihadapi adalah simulasi, tetapi mahasiswa

akan tetap belajar bagaimana mesalah tersebut dipecahkan.

Langkah desain interior memecahkan problem desain.

Desain memecahkan problem desain dengan alat/ tools atau medium, bahasa

visual dan metode dan pendekatan masalah tertentu melalui proses yang

dinamakan perancangan, demikian pula desain interior dalam memecahkan

problem desainnya. Tetapi sebelum problem tersebut dapat dipecahkan, proses

pemecahan ini harus diawali dengan tahap yang dinamakan programming atau

pemograman, yaitu: tahap awal desain di mana masalah desain untuk pertama kali

diidentifikasi, dirumuskan, dan dinyatakan.

1. Tahap Programming/ Pemprograman

Pada tahap ini desainer mengumpulkan data dan informasi tentang kebutuhan

dari calon pengguna (user) gedung. Cara yang dilakukan untuk tugas ini

adalah dengan mengadakan riset yaitu dengan mempelajarinya melalui

literatur atau studi literatur, mengamati gedung-gedung dengan fungsi sejenis

atau observasi, menanyakan langsung kepada calon pengguna dengan cara

menyodorkan kuisioner atau dengan mewawancara langsung kepada calon

pengguna.

Setelah data terkumpul tahap selanjutnya adalah mengorganisir data tersebut

menjadi informasi yang merupakan data olahan dari data yang telah terkumpul

dari tahap sebelumnya. Setelah mengorganisir data, tahap selanjutnya adalah

menganalisis data. Pada tahap analisis ini, desain interior bertujuan untuk

dapat menyimpulkan masalahnya ke dalam beberapa hal seperti visi, misi,

budaya, citra, program kegiatan, fungsi dan jenis kegiatan, budaya, kebiasaan,

126

dan lain-lain. Dari temuan itu, desainer dapat menetapkan informasi dasar

yang bersifat konkrit, eksplisit, dan realistik.

Dari data yang telah diolah tersebut, desainer juga dapat menetapkan falsafah

desain dan konsep perancangan.

2. Tahap Perancangan

Pada tahap ini, desainer interior benar-benar terlibat dengan proses kreatif

karena desainer interior dihadapkan pada berbagai masalah yang harus dapat

ditemukan solusinya melalui desain.

Di dalam studio desain interior, terjadi proses perancangan yang merupakan

tahap yang paling membutuhkan kreativitas. Karena itu penelitian yang

dilakukan memfokuskan pada tahap perancangan di studio desain interior.

Mengumpulkan data dan informas

Mengorganisir data

Menganalisis data

Tahap perancangan

Programming

Designing

Gambar 2.13 Tahap desainer interior dalam memecahkan masalah dan mendesain

Programming

Problem seeking Problem solving

Designing

Gambar 2.14 Tahap desainer interior dalam memecahkan masalah dan mendesain

2.3.3. Persyaratan Standar Ruang Studio Desain Interior

127

Lingkungan sekitar ruangan tenang sehingga tidak mengganggu aktivitas belajar di

dalam ruang studio.

Ada sirkulasi udara yang cukup di dalam ruang studio.

Kamar mandi dan air minum sebaiknya diletakkan di dekat ruang studio.

Untuk mencegah tranmisi gaduh yang tidak diharapkan, maka ruang studio dan kamar

mandi harus memiliki dinding, lantai, maupun langit2 yang terpisah.

Desain ruang harus mempertimbangkan tingkat kegaduhan suara, area duduk, dan

finishing yang memiliki daya tahan yang baik.

Pencahayaan alami dan buatan harus baik.

Sirkulasi udara harus baik.

Ruang studio terdiri dari meja gambar.

Standar ukuran berdasarkan literatur:

128

Gambar 2.15 Standar ukuran berdasarkan ergonomi

2.4. Psikologi Arsitektur

2.4.1. Mengenai Psikologi Arsitektur

129

Psikologi Arsitektur termasuk ke dalam kelompok Psikologi

Lingkungan (Environmental Psychology) yang mengembangkan teori-teori

tentang hubungan perilaku dengan lingkungan (Environment-behavior

relationship theories), mendalami perancangan lingkungan tempat tinggal dan

institusional (Residential and Institutional Environmental design), melakukan

observasi lingkungan-lingkungan kerja, belajar, dan rekreasi (Work, learning,

and leisure environments), mempelajari isu-isu psikologis dalam perencanaan

lingkungan (psychological issues in environmental planning) serta meneliti

pengaruh bising, cuaca, iklim, dan hubungannya denan perilaku manusia

(noise, weather, climate and behaviour). Hal yang terakhir ini juga sangat

terkait dengan disiplin ergonomi.

Penelitian tentang Psikologi Arsitektur dimulai kira-kira tahun 1950 di

Amerika dalam sebuah kampanye yang khusus diselenggarakan untuk

mengembangkan desain terbaik dan sesuai untuk rumah sakit jiwa. Arsitek

yang menangani pembangunan rumah sakit-rumah sakit ini lalu mencari ahli-

ahli jiwa (psikolog) untuk mendapatkan informasi tentang kognisi serta

perilaku manusia dan perilaku sosialnya, terutama pasien rumah sakit jiwa,

karena pasien sakit jiwa tidak melulu identik dengan kegilaan tetapi juga

mereka yang hanya memerlukan konseling pribadi.

Kerja sama antara para arsitek dan para psikolog saat itu melahirkan

sebuah disiplin baru yang disebut Psikologi Arsitektur. Sebenarnya para

peneliti, baik dalam disiplin psikologi maupun arsitektur sudah banyak

menemukan ketidakcocokan antara manusia dan lingkungannya. Psikolog

mulai mencoba memecahkan masalah-masalah ini melalui pengembangan

perencanaan. Sebuah bidang kajian yang dimulai dengan meneliti warna dan

susunan tempat duduk di rumah sakit-rumah sakit jiwa, lalu mengadakan

observasi terhadap pengunjung di taman-taman nasional dan sampai kepada

mempelajari stres yang terasosiasi dengan pergerakan kota. Masalah yang

dipelajari berkembang sampai pada taman dan seni pertamanan, cara dan gaya

hidup komunitas sampai kepada lalu lintas. Hal ini dalam perkembangannya

melahirkan suatu disiplin dengan nama Psikologi Lingkungan.

Jadi saat ini Psikologi Lingkungan lebih dipahami sebagai studi

terhadap bangunan dan pengaruhnya terhadap perilaku manusia yang ada di

dalamnya. Sedangkan Psikologi Lingkungan lebih kepada studi keseluruhan

130

lingkungan binaan/ fisikal lainnya (termasuk jalan, taman, tempat parkir, dan

sebagainya) dengan orientasi kepada pencarian pola perilaku komunal dan

kultural.

Banyak bidang studi yang terkait dengan Psikologi Arsitektur seperti

misalnya Ergonomi, Ekonomi Perkotaan, Desain Interior, dan Otomatisasi

Bangunan, tergantung dari tujuan penelitian yang dilakukan.

2.4.2. Teori Psikologi Arsitektur yang Berhubungan dengan Penelitian

(Sumber: Psikologi Arsitektur, Pengantar Kajian Lintas Disiplin-Deddy

Halim, Ph.D)

• Pemakaian karpet dengan warna-warna berintensitas rendah, secara

psikologis bisa membawa suasana hangat dan menciptakan perasaan

rileks. Di samping itu karpet mampu meredam suara.

• Musik bisa digunakan untuk menciptakan kenyamanan dan meredakan

rasa cemas.

• Bentuk lain yang menjadi kebutuhan semua orang, yaitu ruang visual.

Ruang visual adalah tempat dalam jangkauan visual manusia yang

diperlukan untuk mengistirahatkan matanya demi memenuhi kebutuhan

privasi dengan membatasi wilayah yang ada di sekitar orang tersebut.

Kadangkala orang lebih memilih untuk tidak melihat orang lain, karena ia

membutuhkan privasi. Namun tidak berarti ia harus sendirian dalam ruang.

• Rintangan visual (visual barrier) dapat dipakai untuk memberikan privasi

sebagai kompensasi personal.

• Bentuk lain dari ruang fisik yang harus dipertimbangkan adalah ruang

persepsional. Ruang persepsional adalah ruang yang dipersepsikan melalui

indra manusia. Meskipun ruang yang dimiliki individu luas dan secara

fisik dapat mengakomodasi kebutuhan ruang visual, namun suara dapat

menganggu orang dan memberikan perasaan kurang nyaman. Bunyi yang

terlalu keras sering menyebabkan penyakit psikologis yang sangat buruk

seperti insomnia, gelisah, dan jantung berdebar, yang dapat merusak

auditory sense. Pada tingkat tertentu, hal ini dapat mengakibatkan

keresahan, kecemasan, stress, dan perasaan tidak aman pada manusia.

131

• Kita tidak dapat memproses seluruh informasi dalam saluran indera kita.

Kita menyaring atau secara parsial memblok sebagian input yang masuk

ketika sedang membiarkan input lainnya masuk. Misalnya: ketika kita

berada dalam suatu pesta dan kita berdiri di antara dua grup yang secara

berkesinambungan membicarakan dua topik berbeda. Kita mungkin dapat

mengerti beberapa percakapan pada waktu bersamaan, hal ini biasa disebut

parallel processing. Tetapi kita akan menemukan bahwa kita lebih fokus

hanya pada salah satu dari dua percakapan tadi. Sangatlah sulit untuk

fokus kepada lebih dari satu input. Hal yang sering dilakukan adalah serial

processing, yaitu memusatkan perhatian/ fokus pada suatu input kemudian

berlanjut ke input lainnya. Atau mungkin kita bahkan tidak lagi mengikuti

dua percakapan, melainkan memilih untuk memfokuskan perhatian pada

satu percakapan saja. Atau kita mungkin akan mengalihkan perhatian pada

percakapan yang orang-orangnya bersuara keras.

• Ruang sebagai kebutuhan manusia selain dilihat sebagai kebutuhan fisik

seperti tidur dan makan, kebutuhan akan ruang juga dapat dilihat sebagai

kebutuhan psikologis. Ini biasanya memiliki empat dimensi psikologis,

yaitu: kepemilikan ruang, personalisasi ruang, tingkat privasi ruang, dan

kontrol atas ruang. Dimensi-dimensi ini akan mempengaruhi pengaturan

spasial ruangan dari sudut pandang nilai. Kepemilikan atas ruang secara

verbal langsung dapat diketahui ketika kita menyebut suatu tempat itu

milik kita; personalisasi ruang menunjukkan kreativitas dalam mencirikan

suatu tempat sebagai milik kita; tingkat privasi ruang, suatu usaha untuk

memperoleh waktu bagi diri sendiri; dan kontrol atas ruang

mengindikasikan kemampuan untuk mengatur ruang.

• Kepemilikan ruang. Semua makhluk hidup memiliki kebutuhan untuk

memiliki. Memiliki suatu barang adalah satu aspek kepemilikan dan

memiliki tempat untuk barang tersebut adalah aspek lain yang secara

integral saling berhubungan. Kita bisa memiliki aspek yang satu tanpa

yang lainnya misalnya jika bepergian dengan kopor, kita tidak memiliki

tempat untuk menyimpan milik kita, sebaliknya ketika pindah ke

apartemen kosong kita tidak punya perabotan. Kepuasan manusia tidak

terpenuhi dalam keadaan-keadaan seperti itu. Kita membutuhkan barang

132

untuk dimiliki dan tempat buat meletakannya, di mana keyakinan atas

amannya barang tersebut membuat diri kita merasa aman.

• Personalisasi ruang. Melalui personalisasi, seseorang menciptakan

kesadaran bahwa daerah atau barang miliknya dihargai. Pengrusakan

daerah atau barang tersebut akan menimbulkan rasa permusuhan dari

pemiliknya. Personalisasi juga berarti memberi ”cap pribadi”, artinya

menjadikan sesuatu sebagai bagian dirinya, termasuk munculnya bentuk

kreativitas yang bisa tidak diterima masyarakat. Orang tak perlu

mempersonalisasi segala sesuatu, hanya apa yang dianggap miliknya saja.

Misalnya anak yang tinggal dalam lingkungan komunal (asrama, rumah

kos, dan sebagainya) tidak akan mempersonalisasi daerah-daerah yang

dipakai oleh semua penghuni, tetapi hanya mendekorasi ruangannya

sendiri secara individualis, menaruh obyek-obyek dengan menyolok

sehingga mengungkapkan dirinya. Dengan melihat ruangannya, orang

asing sudah bisa menceritakan sedikit kepribadiannya. Lukisan dan

presentasi diri adalah aspek penting dari ekspresi pribadi.

Personalisasi dapat menghasilkan rasa keterikatan pada sebuah tempat dan

meningkatkan perasaan nyaman ”seperti di rumah” (Becker dan Coniglio,

1975).

• Secara fisik, orang membutuhkan besar ruang tertentu di sekitar mereka

untuk merasa aman. Jumlah dan bentuk ruang ini bervariasi, tergantung

pada individu dan aktivitasnya. Misalnya, seseorang yang sedang terlibat

dalam sebuah percakapan dengan seorang sahabat, dapat merasa cukup

nyaman dengan jarak 45 cm di antara mereka. Tetapi jarak ini dapat

menjadi tak tertahankan dalam sebuah pertemuan bisnis resmi dari 2

eksekutif perusahaan yang belum saling mengenal. Jarak yang dipilih oleh

seseorang dapat mempengaruhi mood aktivitasnya. Kurangnya ruang

personal menimbulkan perasaan ”salah tempat” dan secara psikologis

dapat menganggu emosi seseorang. Hewan mana pun, termasuk manusia,

memiliki sebuah tempat atau sesuatu yang dinamakan ”milik pribadi”

termasuk di dalamnya kebutuhan akan sebuah ruang, atau rootedness. Hal

ini melibatkan emosi seseorang pada sebuah tempat. Karena orang

memerlukan nilai emosional untuk sebuah obyek fisik.

133

• Dalam skala kecil, semua orang memiliki sebuah gelembung ruang

personal, yang dapat kita definisikan sebagai sebuah wilayah yang

mengelilingi seseorang di mana orang lain tidak diharapkan masuk kecuali

diundang. Ukuran wilayah ini bervariasi, tergantung individu dan

kebudayaan. Kebudayaan tertentu menuntut ruang keliling yang besar,

sementara yang lain merada nyaman dengan ruang kecil saja. Tetapi

kebanyakan orang dapat menerima keberadaan orang lain yang berada

dekat dengan mereka selama mereka tidak saling berhadapan.

• Ruang personal merupakan bulatan atau gelembung yang tak terlihat,

mengelilingi dan dibawa-bawa organisme, dan ada di antara dirinya dan

orang lain.

Mempertahankan ruang personal dan memperlihatkan perilaku teritorial

merupakan dua mekanisme untuk mencapai tingkat privasi yang

diinginkan guna menghindari stres yang tidak perlu.

Kita mempertahankan ruang personal antara diri kita dengan orang lain

untuk menghindari stimulasi yang berlebihan. Scott (1993) menyatakan

bahwa terlalu dekat jarak kita dengan orang lain akan menyebabkan kita

terlalu banyak dihujani oleh stimulan sosial ataupun fisikal. Kita

mempertahankan ruang personal untuk menghindari berbagai macam

penyebab stress yang diasosiasikan dengan jarak yang terlalu dekat. Ruang

personal harus dijaga untuk mencegah hilangnya kebebasan berperilaku

karena orang lain terlalu dekat dengan kita.

Invasi ruang personal akan menyebabkan situasi yang membuat stres.

Yerkes Dodson Law (1908) juga membuktikan bahwa invasi menurunkan

kinerja. Tetapi ini dipengaruhi dan tergantung pada kompleksitas tugas

yang dikerjakan. Pada pekerjaan yang tidak terlampau sulit, kinerja tidak

terlalu terlihat negatif. Tetapi pada pekerjaan yang lebih kompleks invasi

menjadi sedemikian berpengaruh pada kinerja. Evans dan Howard (1972)

serta Barefoot dan Kleck (1970) juga menemukan bahwa invasi terhadap

ruang personal dapat menurunkan kemampuan memproses informasi. Oleh

sebab itu pada saat belajar di perpustakaan ketika seseorang mendekati

kita, seringkali kita menjadi terganggu dan kualitas kerja menurun.

134

• Berbeda dengan ruang personal yang sulit terlihat, dinamis mengikuti

subjek, berpusat pada orang dan mengatur jarak individu; teritorialitas

merupakan sesuatu yang terlihat, bersifat relatif menetap, tidak bergerak

mengikuti organisme, berpusat pada tempat dan mengatur orang yang akan

berinteraksi. Teritorialitas memiliki lima ciri yang menegaskan: 1) ber-

ruang, 2)dikuasai, dimiliki, atau dikendalikan oleh seorang individu atau

kelompok, 3)memuaskan beberapa kebutuhan/ motif, 4)ditandai baik

secara konkrit dan/ atau simbolik, 5)dipertahankan atau setidak-tidaknya

orang merasa tidak senang bila dimasuki/ dilanggar dengan cara apa pun

oleh orang asing. Selain itu, teritori pada umumnya lebih luas daripada

ruang personal; apakah kita sedang berada di dalam teritori milik kita

sendiri atau tidak, kita tetap mempertahankan dan menciptakan ruang

personal. Definisi teritori adalah ruang yang dikuasai/ dikendalikan oleh

individu/ kelompok dalam memuaskan motif/ kebutuhan dan ditandai

dengan konkrit/ simbolik serta dipertahankan.

Teritorialitas manusia diasosiasikan dengan kebutuhan-kebutuhan yang

lebih tinggi daripada kebutuhan teritorialitas binatang untuk bertahan

hidup, seperti misalnya citra diri (self-image) dan pengakuan diri.

Teritori pribadi dan personalisasi lingkungan menciptakan atmosfir sosial

dan dapat meningkatkan perasaan positif.

Hubungan antara privasi, ruang personal, teritorialitas, dan kesesakan:

Isolasi sosial(Privasi yang didapat > Privasi yang diinginkan)

Mekanisme Kontrol Interpersonal-Personal Space-Teritori-Perilaku Verbal-Perilaku non Verbal

Kesesakan(Privasi yang didapat < Privasi yang diinginkan)

Privasi yang diinginkan(ideal)

Hasil(Privasi yang didapat)

Optimum(privasi yang didapat=privasi yang diinginkan)

Gambar 2.16 Hubungan antara privasi, ruang personal, teritorialitas, dan kesesakan

135

• Tingkat privasi ruang. Kekurangan waktu untuk menyendiri akan

menimbulkan efek psikologis yang dapat memperbesar pelanggaran,

kejahatan, dan kepasifan. Punya waktu pribadi memberikan kita

kesempatan menemukan diri sendiri. Seringkali, jika kita merasa tidak

aman dengan diri kita sendiri, kita akan merasa kesulitan untuk merasa

aman dengan orang lain atau situasi luar diri kita. Privasi mengijinkan

orang untuk mencari jati diri masing-masing, untuk berkembang, dan

untuk menjadi diri sendiri.

• Konsep privasi dengan ruang peronal dan perilaku teritorial sangat

berhubungan. Orang berjuang untuk mendapatkan tingkat privasi yang

sesuai untuk kegiatan yang mereka lakukan. Privasi mempunyai hubungan

dengan kemampuan seseorang atau kelompok untuk mengendalikan

interaksi visual (penglihatan), auditif (pendengaran), dan olfaktori

(penciuman) dengan orang lain. Ada beberapa jenis privasi dan masing-

masing memiliki karakteristik dan manfaat yang berbeda. Westin (1970)

membedakan empat jenis privasi, yaitu: solitude, keadaan bebas dari

pengamatan orang lain; intimacy, keadaan bersama orang lain tetapi bebas

dari dunia luar; anonimity, keadaan tidak dikenali bahkan dalam

keramaian; dan reserve, keadaan di mana seseorang membuat batasan

psikologis untuk mengendalikan gangguan yang tidak diinginkan. Altman

(1975) mendefinisikan privasi sebagai kontrol seleksi manusia untuk

mengakses kepentingan diri sendiri dan kelompok. Definisi ini mempunyai

dua elemen penting yaitu: pertama adalah privasi sebagai kemampuan

untuk memisahkan diri dari orang lain, dan kedua adanya ukuran-ukuran

fisik dari ruang untuk mendapatkan privasi.

Orang bisa menggunakan area kerja untuk meningkatkan privasi, tapi bisa

juga melakukan penyesuaian struktur partisi (pembatas ruang) dari ruang

interior. Selain secara visual, instruksi privasi juga dapat dicapai melalui

rintangan suara (auditory barrier).

Bilamana lingkungan fisik tidak menyediakan privasi, banyak masalah

akan muncul. Vinsel, dkk (1980) melakukan penelitian terhadap para

136

mahasiswa. Hasilnya menyatakan bahwa mahasiswa dropout akibat

kurangnya privasi.

Privasi merupakan hal yang penting dan sangat dibutuhkan untuk

menciptakan kesenangan dan kebahagiaan.

• Faktor dari besarnya ukuran ruang yang diperlukan untuk memenuhi

fungsi tersebut adalah situasi. Aktivitas dan hubungan tertentu menuntut

lebih banyak jarak untuk mendapatkan komunikasi yang sesuai dan

proteksi yang cukup. Zona yang dipakai tergantung dari hubungan kita

dengan orang lain dan aktivitas yang kita lakukan. Keempat zona tersebut

dipresentasikan dalam jarak-jarak fisik yang disebut juga sebagai jarak

proksemik (kedekatan), yaitu: jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, jarak

publik yang bervariasi dalam hal kualitas dan kuantitas stimulasi.

Hubungan dan Aktivitas yang sesuai Kualitas Sensorik

Jarak intim

(0-0.45m)

Kontak intim (hubungan seksual,

kenyamanan kontak badan) dan

olahraga fisik (gulat).

Peningkatan kewaspadaan input sensor,

sentuhan mengambil alih vokalisasi

verbal sebagai bentuk komunikasi.

Jarak

pribadi

(0.45-1.2m)

Kontak antara teman dekat, juga

interaksi setiap hari dengan kenalan.

Input sensor sedikit lebih waspada

daripada jarak intim, pandangan normal

dan menyediakan feedback spesifik;

komunikasi verbal ketimbang sentuhan.

Jarak sosial

(1.2-3.6m)

Kontak yang tidak pribadi dan

kontak bisnis.

Input sensor minimal; pandangan

kurang spesifik ketimbang jarak

pribadi; suara normal (audibel 6m)

dipertahankan; tidak memungkinkan

sentuhan.

Jarak

publik

(>3.6m)

Kontak formal antar individu (aktor,

politikus) dengan publik.

Tidak ada input sensor; tidak ada visual

spesifik.

Tabel 2.7 Jarak Proksemik

Keempat jarak yang diuraikan di atas dapat dibagi menjadi dua subfase

pada masing-masing jaraknya sebagai berikut:

- Jarak Intim

137

Fase dekat (0-15cm): perlindungan dan kasih sayang, pandangan

tidak tajam, suara tidak perlu.

Fase jauh (15-45 cm): jarak sentuh, tidak layak di muka umum,

pandangan terdistorsi, bau tercium, suara rendah berbisik.

- Jarak Pribadi

Fase dekat (0.45-0.75 m): mempengaruhi perasaan, pandangan

terganggu, fokus lelah, tekstur jelas.

Fase jauh (0.75-1.2 m): pembicaraan soal pribadi, pandangan baik,

suara jelas/ perlahan.

- Jarak Sosial

Fase jauh (2.1-3.6 m): melihat diri, formalitas.

Fase dekat (1.2-2.1 m): dominasi dan kerja sama.

- Jarak Publik

Fase jauh (>7.5 m): tokoh dengan massanya.

Fase dekat (3.6-7.5 m): belum saling kenal.

• Kontrol atas ruang. Kontrol atas lingkungan adalah aspek untuk bertahan

hidup dan dibutuhkan untuk membentuk konsep diri dan kedewasaan

seseorang. Jika orang merasa kehilangan kontrol atas lingkungannya,

secara psikologis kemampuannya untuk berfungsi akan berkurang. Sebuah

tempat personal yang dapat kita pengaruhi dan dapat disebut sebagai milik

kita menjadi penting untuk pertumbuhan kita. Kehilangan kontrol atas

lingkungan dapat perlahan-lahan menurunkan ambisi dan rasa percaya diri.

2.5. Data-data Hasil Penelitian Tentang Aspek-aspek yang Dapat Mestimulasi Indra

Manusia

Menghasilkan ide yang lebih banyak (kreatif) dapat dicapai salah satunya dengan

memanfaatkan dan mengoptimalkan lima alat indera yang ada13, karena itu stimulasi

13 Kutipan dari Buku Psikologi Arsitektur; oleh Deddy Halim, Ph.D.

138

terhadap indera merupakan hal yang penting yang juga harus diperhatikan dalam

kaitannya dengan peningkatan kreativitas.

• Berdasarkan artikel yang dari Majalah Edutopia pada bulan April 2007 yang

ditulis oleh Prakash Nair dan Randall Fielding mengemukakan bahwa

kenyamanan penting dalam meningkatkan produktivitas dan kreativitas dalam

proses belajar. Prakash Nair dan Randall Fielding merupakan pemilik dan arsitek

perusahaan Fielding Nair International.

Kenyamanan ini meliputi:

- Tempat yang tidak gaduh. Karena gaduh dapat menganggu konsentrasi,

kejernihan pikiran, meningkatkan tekanan darah naik, dan mengakibatkan

timbulnya permasalahan dalam pembelajaran.

- Kursi yang nyaman karena murid duduk di situ dalam waktu yang lama.

- Kualitas udara di dalam ruang adalah kebutuhan pokok akan kenyamanan.

- Temperatur yang nyaman (sekitar 20-22˚C dan kelembapan antara 30-70%)

• Peneliti otak Marian Diamond, meneliti secara ekstensif terhadap pembelajaran

dan peningkatan dan perbaikan lingkungan belajar. Penelitian ini dilakukan secara

metode eksperimen. Dari penelitian ini ditemukan bahwa sel dendritik di dalam

otak bertumbuh seiring peningkatan dan perbaikan lingkungan belajar. Sehingga

peningkatan lingkungan belajar berdampak positif pada kemampuan belajar.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ketika siswa tidak merasa nyaman secara

mental maupun fisikal, maka otak mereka akan terfokus pada kondisi tersebut

daripada terfokus terhadap belajar yang seharusnya mereka lakukan. Tetapi jika

lingkungan belajar membuat mereka merasa nyaman dan suasananya mendukung

untuk proses pembelajaran, maka otak siswa akan berkembang dan lebih mudah

dalam menerima informasi.

Bersantai juga merupakan hal yang penting karena menenangkan otak menuju

gelombang alpha (sekitar 9-11 siklus per detik). Gelombang ini sangat baik untuk

meningkatkan pembelajaran dan kreativitas. Bersantai ini dapat dilakukan dengan

bernapas dalam-dalam sekitar 5-10 menit untuk mengendurkan stres dari tubuh

dan pikiran. Dengan bernapas dalam-dalam maka akan meningkatkan jumlah

oksigen ke otak. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak untuk berpikir kreatif

karena oksigen yang dipasok ke otak secara tidak langsung mengontrol tingkat

139

neurotransmitter serotonin sehingga memunculkan relaksasi dan meningkatkan

intuisi.

• Penelitian secara metode ekperimen yang dilakukan oleh Universitas Texas A&M

yang diketuai oleh Dr. Roger Ulrich pada lingkungan kerja menunjukkan bahwa

tanaman dan bunga membuat orang merasa senang, meningkatkan produktivitas

kerja, memperluas ide para karyawannya, meningkatkan kemampuan kreatif para

karyawannya dan juga meningkatkan kemampuan mereka dalam memecahkan

masalah.

Selama penelitian ini yang dikondisikan di lingkungan kerja yang memiliki

tanaman dan bunga, baik pria maupun wanita menunjukkan peningkatan inovasi

dalam cara berpikir, peningkatan perluasan dalam mendapatkan ide dan solusi

yang original. Sampel pria yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan

peningkatan sebanyak 15% dalam mendapatkan lebih banyak ide. Ketika sampel

pria lebih memperluas perolehan ide mereka, sampel wanita menunjukkan

peningkatan kemampuan kreatif, solusi yang lebih fleksibel.

Hal ini menunjukkan pentingnya lingkungan alami dalam mempengaruhi

pembelajaran. Selain itu tanaman dan bunga juga mempengaruhi psikologi

manusia, stres dan kesehatan.

Dr. Ulrich merupakan peneliti tingkah laku dan direktur dari Center for Health

Systems and Design di Universitas Texas A&M di Texas. Dr Ulrich juga

merupakan profesor dalam bidang arsitektur pertamanan (landscape) dan diakui

secara internasional sebagai ahli dalam bidang pengaruh-pengaruh

lingkungan,perilaku, dan kesehatan manusia.

140

Gambar 2.17 Ruang kerja yang menggunakan dekorasi tanaman dan bunga

• Penelitian secara metode eksperimental yang dilakukan oleh Boyatzis dan

Varghese pada tahun 1994 mengenai emosi anak-anak terhadap warna-warna

menemukan bahwa warna-warna terang menimbulkan emosi yang positif (seperti

senang, kuat) dan warna-warna gelap (seperti hitam, abu-abu) menimbulkan

emosi yang negatif (seperti sedih, marah). Penelitian juga dilakukan terhadap

warna-warna ”dingin” (seperti biru, hijau, ungu) dan warna-warna ”hangat”

(seperti merah, kuning, oranye). Penelitian ini menemukan bahwa warna-warna

dingin menimbulkan perasaan tenang dan istirahat, sedangkan warna-warna

hangat menimbulkan perilaku aktif dan menstimulasi.

• Data-data yang diperoleh dari website perusahaan Herman Miller:

Tabel 2.8 Perbedaan antara ciri kelas tradisional dengan situasi pembelajaran studio

Tabel di atas adalah perbandingan antara ciri kelas tradisional dengan situasi

pembelajaran studio yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan di Estrella

Mountain Community College oleh perusahaan Herman Miller. Dari tabel di atas

dapat dilihat perbedaan yang nyata antara kondisi ruang belajar tradisional dengan

kondisi ruang belajar yang dibutuhkan oleh siswa. Dari penelitian tersebut juga

141

ditemukan bahwa kelas yang nyaman secara fisik dan psikologi dapat

meningkatkan fokus pikiran, memperkecil perasaan terganggu, menjernihkan

pikiran dari gangguan yang dapat menghalangi pekerjaan atau pembelajaran.

Sedangkan ketidaknyamanan membuat orang merasa terganggu.

Gambar 2.18 Piramida cara pembelajaran berdasarkan penelitian National Training

Laboratories

Penelitian yang dilakukan oleh National Training Laboratories menemukan bahwa

pengajaran dan pembelajaran secara aktif dan kolaboratif terbukti lebih efektif

karena itu tempat duduk dalam kelas sebaiknya dibuat berkelompok melingkar

agar menunjang pengajaran secara kinetik dan dinamis. Tempat duduk jangan

disusun secara berbaris dan tidak dapat dipindah-pindah karena susunan tempat

duduk berbaris menimbulkan kepasifan.

142

Gambar 2.19 Ruangan yang sama dengan furniture yang fleksibel dapat membuat berbagai konfigurasi yang

dibutuhkan sesuai dengan model pembelajaran yang dibutuhkan.

Gambar 2.20 Membagi ide menjadi sebuah proses yang interaktif

143

Gambar 2.21 Furniture yang fleksibel dan dukungan teknologi memudahkan siswa untuk belajar

• Penelitian dengan metode riset dan survey yang dilakukan oleh Beth Schapiro &

Associates menunjukkan bahwa kelas (ruang belajar) yang didesain dengan baik

akan meningkatkan pembelajaran dan prestasi siswa. Sehingga dapat dikatakan

bahwa desain ruang belajar memberikan dampak yang penting terhadap

pembelajaran dan prestasi siswa. Selain itu, kelas yang nyaman seperti tempat

duduk dan area belajar yang nyaman, pencahayaan yang baik, suasana yang tenang

merupakan hal penting dalam meningkatkan pembelajaran dan prestasi siswa.

Suasana yang tenang dapat dipenuhi dengan membatasi kapasitas siswa 15-20 orang

per kelas.

Material lantai yang direkomendasikan untuk ruang belajar adalah karpet karena

karpet tidak licin sehingga mencegah terpeleset, memberi kenyamanan, menyerap

suara.

• Pencahaayaan pada ruang studio sebaiknya dari pencahayaan alami karena

pencahayaan alami adalah cahaya berspektrum penuh sehingga dalam tahap

144

pengerjaan pewarnaan kita dapat konsisten. Hal ini mengharuskan studio memiliki

bukaan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pencahayaan alami secara merata.

Tetapi pencahayaan buatan juga dibutuhkan untuk mengantisipasi cuaca yang tidak

menentu. Pencahayaan buatan (baik lampu incandescent maupun fluorescent)

sebaiknya mendekati pencahayaan alami yaitu yang berspektrum penuh.

Pencahayaan alami memiliki ukuran 100CRI (Color Rendering Index) karena itu

pencahayaan buatan juga sebaiknya yang mendekati 100CRI (sekitar 91 CRI ke

atas).

• Penelitian Dr. Gilian Hale menemukan bahwa aromatik dapat digunakan untuk

meningkatkan konsentrasi, mengendurkan stres, meningkatkan produktivitas dan

mood (seperti aromatik cedarwood, dan daun lemon). Sedangkan aromatik ekaliptus

dapat digunakan untuk meningkatkan kreativitas, mengatasi kebingungan, dan

kegelisahan.

Dr. Gilian Hale adalah peneliti berkebangsaan Inggris yang bergelut dalam bidang

alternatif aromaterapi.

• Penelitian ekstensif dan eksperimen yang dilakukan oleh Chris Boyd Brewer

(diambil dari buku yang telah ditulisnya yang berjudul Music and Learning pada

tahun 1995) menemukan bahwa musik dapat membantu dalam proses belajar karena

musik dapat meningkatkan kreativitas, fokus, perhatian, daya ingat, menimbulkan

inspirasi dan motivasi, menimbulkan imajinasi, merubah gelombang otak (menjadi

gelombang alpha karena gelombang alpha meningkatkan intuisi dan menimbulkan

rasa santai), dan lain-lain.

Khususnya untuk meningkatkan kreativitas, telah dilakukan sebuah penelitian pada

kelas mengarang (menulis) dan terbukti bahwa siswa menulis dua kali lebih banyak

ketika ada musik dibanding dengan ketika tidak ada musik.

Dari penelitian tersebut dihasilkan jenis-jenis musik yang dapat digunakan untuk

menstimulasi siswa:

- Musik yang dapat membangkitkan suasana menggembirakan seperti: Dance of the

Renaissance karya Richard Searles, Emerald Castles karya Richard Searles, Sun

Spirit karya Deuter, dan lain-lain.

145

- Musik yang dapat digunakan untuk membuat pengguna terfokus dan berkonsentrasi

seperti: Relax with the Classics dari the Lind Institute, Velvet Dreams karya Daniel

Kobialka, Mozart and Baroque Music dari the Barzak Institute, dan lain-lain.

- Musik yang dapat digunakan untuk membangkitkan energi dan produktivitas, seperti:

Earth Tribe Rhythms karya Brent Lewis, Hooked on Classics, Tunes for Trainers,

dan lain-lain.

- Musik yang dapat digunakan untuk membangkitkan kreativitas, seperti: Pianoforte

karya Eric Daub, Oceans karya Christopher Peacock, Mozart Effect: Relax,

Daydream, and Draw, dan lain-lain.

- Musik yang dapat membangkitkan suasana yang menyenangkan dan penyambutan,

seperti: Boundaries karya Scott Wilkie, Echoes of Incas karya Ventana al Sol, dan

lain-lain.

BAB III

METODE PENELITIAN DAN STUDI KASUS

3.1 Metode Penelitian

3.1.1 Rancangan Penelitian

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang

telah dikemukakan pada bab di depan, metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode kuantitatif dan metode kualitatif. Dalam kaitan dengan penelitian

ini, metode kuantitatif dan kualitatif bertujuan untuk menjelaskan tentang metode

pembelajaran seperti apa, bagaimana fasilitas ruang pendidikan yang dapat

mengakomodasi metode pembelajaran, dan bagaimana desain ruang studio desain

interior yang dapat meningkatkan kreativitas mahasiswa desain interior di

pendidikan tinggi (seni rupa dan) desain di Indonesia.