2 tinjauan pustaka - perpustakaan digital...

15
3 2 Tinjauan Pustaka Dalam bab ini akan diuraikan beberapa tinjauan pustaka yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Penyajian pustaka meliputi pembahasan mengenai mitokondria, DNA mitokondria, gen heteroplasmi, teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dan referensi analisis yaitu Cambridge Reference Sequence dan Mitomap. 2.1 Mitokondria Dalam sel biologi, mitokondria adalah suatu organel yang terdapat pada hampir semua sel eukariotik. Mitokondria kadang-kadang dideskripsikan sebagai “kekuatan sel tanaman”, karena fungsinya mengubah material organik menjadi energi dalam bentuk ATP melalui proses fosforilasi oksidatif (Mathews dan Van Holde, 1996). Biasanya sel memiliki ratusan hingga ribuan mitokondria, dimana dapat menempati sampai dengan 25% sitoplasma. Mitokondria memiliki DNA sendiri, dan berdasarkan teori endosimbiotik, dapat diturunkan dari prokariot bebas yang sangat dekat kekerabatannya dengan bakteri rickettsia (Margullis, 1981). 2.1.1 Stuktur mitokondria Mitokondria banyak terdapat pada sel yang memiliki aktivitas metabolisme tinggi dan memerlukan banyak ATP dalam jumlah banyak, misalnya sel otot jantung. Jumlah dan bentuk mitokondria bisa berbeda-beda untuk setiap sel. Mitokondria berbentuk elips dengan diameter 0,5 μm dan panjang 0,5 – 1,0 μm. Struktur mitokondria terdiri dari empat bagian utama, yaitu membran luar, membran dalam, ruang antar membran, dan matriks yang terletak di bagian dalam membran (Cooper, 2000). Membran luar mitokondria memiliki perbandingan protein dengan fosfolipid sama seperti pada membran plasma eukariot (sekitar 1:1 dari berat). Membran luar mengandung banyak integral protein yang disebut porins, yang mengandung internal channel yang luas (sekitar 2-3 nm) yang permeabel kepada seluruh molekul. Molekul yang besar dapat melewati membran luar dengan transpor aktif. Membran luar juga mengandung enzim yang terlibat

Upload: lamnguyet

Post on 16-Sep-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2 Tinjauan Pustaka - Perpustakaan Digital ITBdigilib.itb.ac.id/files/disk1/549/jbptitbpp-gdl-deapuspita-27446-3... · Gambar 2.2 Proses replikasi mitokondria Mitokondria membesar

3

2 Tinjauan Pustaka

Dalam bab ini akan diuraikan beberapa tinjauan pustaka yang berkaitan dengan penelitian

yang dilakukan. Penyajian pustaka meliputi pembahasan mengenai mitokondria, DNA

mitokondria, gen heteroplasmi, teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dan referensi

analisis yaitu Cambridge Reference Sequence dan Mitomap.

2.1 Mitokondria

Dalam sel biologi, mitokondria adalah suatu organel yang terdapat pada hampir semua sel

eukariotik. Mitokondria kadang-kadang dideskripsikan sebagai “kekuatan sel tanaman”,

karena fungsinya mengubah material organik menjadi energi dalam bentuk ATP melalui

proses fosforilasi oksidatif (Mathews dan Van Holde, 1996). Biasanya sel memiliki ratusan

hingga ribuan mitokondria, dimana dapat menempati sampai dengan 25% sitoplasma.

Mitokondria memiliki DNA sendiri, dan berdasarkan teori endosimbiotik, dapat diturunkan

dari prokariot bebas yang sangat dekat kekerabatannya dengan bakteri rickettsia (Margullis,

1981).

2.1.1 Stuktur mitokondria

Mitokondria banyak terdapat pada sel yang memiliki aktivitas metabolisme tinggi dan

memerlukan banyak ATP dalam jumlah banyak, misalnya sel otot jantung. Jumlah dan

bentuk mitokondria bisa berbeda-beda untuk setiap sel. Mitokondria berbentuk elips dengan

diameter 0,5 µm dan panjang 0,5 – 1,0 µm. Struktur mitokondria terdiri dari empat bagian

utama, yaitu membran luar, membran dalam, ruang antar membran, dan matriks yang

terletak di bagian dalam membran (Cooper, 2000).

Membran luar mitokondria memiliki perbandingan protein dengan fosfolipid sama seperti

pada membran plasma eukariot (sekitar 1:1 dari berat). Membran luar mengandung banyak

integral protein yang disebut porins, yang mengandung internal channel yang luas (sekitar

2-3 nm) yang permeabel kepada seluruh molekul. Molekul yang besar dapat melewati

membran luar dengan transpor aktif. Membran luar juga mengandung enzim yang terlibat

Page 2: 2 Tinjauan Pustaka - Perpustakaan Digital ITBdigilib.itb.ac.id/files/disk1/549/jbptitbpp-gdl-deapuspita-27446-3... · Gambar 2.2 Proses replikasi mitokondria Mitokondria membesar

dalam bermacam-macam aktivitas sebagai elongasi dari asam lemak; oksidasi efinefrin

(adrenalin); dan degradasi dari triptofan.

Membran dalam mengandung lebih dari 100 polipeptida yang berbeda dan memiliki rasio

protein dengan fosfolipid yang sangat besar (lebih dari 3:1 dari berat, dimana 1 protein untuk

15 fosfolipid). Sebagai tambahan, membran dalam kaya akan fosfolipid yang tidak biasa,

kardiolipin, dimana dapat mengkarakterisasi membran plasma bakteri. Tidak seperti pada

membran luar, membran dalam tidak mengandung porins, dan sangat impermeabel; hampir

semua ion dan molekul memerlukan transporter khusus untuk masuk atau keluar matriks.

Membran ini merupakan tempat utama pembentukan ATP. Luas permukaan ini meningkat

sangat tinggi diakibatkan banyaknya lipatan yang menonjol ke dalam matriks, disebut krista

(Lodish, 2001). Struktur mitokondria ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur mitokondria Mitokondria berbentuk elips dengan diameter ~5 μm dan panjang 0,5 – 1,0 μm. Strukturnya terdiri atas membran luar, membran dalam, krista, ruang antar membran, dan matriks yang mengandung antara lain materi genetik (mtDNA) dan ribosom. (Gambar diambil dari http://www.kalbe.co.id, tanggal akses 26 Juli 2007).

Karena memiliki DNA sendiri, maka mitokondria dapat melakukan replikasi secara mandiri

(self replicating) seperti sel bakteri. Gambar 2.2 menunjukkan proses replikasi mitokondria

secara lengkap (Childs, 1998). Replikasi terjadi apabila mitokondria ini menjadi terlalu besar

sehingga melakukan pemecahan (fission). Pada awalnya sebelum mitokondria bereplikasi,

terlebih dahulu dilakukan replikasi DNA mitokondria. Proses ini dimulai dari pembelahan

pada bagian dalam yang kemudian diikuti pembelahan pada bagian luar (Childs, 1998).

4

Page 3: 2 Tinjauan Pustaka - Perpustakaan Digital ITBdigilib.itb.ac.id/files/disk1/549/jbptitbpp-gdl-deapuspita-27446-3... · Gambar 2.2 Proses replikasi mitokondria Mitokondria membesar

Gambar 2.2 Proses replikasi mitokondria Mitokondria membesar sehingga melakukan pemecahan. Proses dimulai dari replikasi DNA mitokondria, kemudian pemecahan dimulai dari membran dalam mitokondria lalu membran luar. (Gambar diambil dari http://cellbio.utmb.edu/microanatomy, tanggal akses 16 Juli 2007).

2.1.2 Fungsi mitokondria

Meskipun telah diketahui bahwa mitokondria mengubah material organik menjadi energi sel

berupa ATP, mitokondria memainkan peranan penting dalam beberapa fungsi metabolik,

seperti apoptosis sebagai pemrogram kematian sel, glutamat sebagai pelindung luka neuronal

eksitotoksik, cellular proliferation, sintesis heme, dan sintesis steroid.

Beberapa fungsi mitokondria hanya terdapat pada jenis sel tertentu. Sebagai contoh,

mitokondria pada sel liver mengandung enzim yang memungkinkan untuk menguraikan

ammonia, suatu produk buangan dari metabolisme protein. Suatu mutasi pada fungsi ini

dalam regulasi gen dapat menyebabkan penyakit mitokondria.

5

Page 4: 2 Tinjauan Pustaka - Perpustakaan Digital ITBdigilib.itb.ac.id/files/disk1/549/jbptitbpp-gdl-deapuspita-27446-3... · Gambar 2.2 Proses replikasi mitokondria Mitokondria membesar

2.2 DNA Mitokondria

Mitokondria memiliki materi genetik sendiri yang karakteristiknya berbeda dengan materi

genetik inti sel. DNA mitokondria (mtDNA) berukuran 16.569 pasang basa dan terdapat

dalam matriks mitokondria, berbentuk sirkuler serta memiliki untai ganda yang terdiri dari

untai heavy (H) dan light (L). Penamaan ini didasarkan pada perbedaan densitas tiap untai,

dimana untai H memiliki berat molekul yang lebih besar dibandingkan dengan untai L

karena untai H memiliki lebih banyak basa-basa purin yang memiliki dua buah cincin pada

strukturnya. Untai L memiliki komposisi basa sebagai berikut T 24,7%, C 31,2%, A 30,9%,

dan G 13,2%. Dapat dilihat bahwa komposisi basa purin (A+G) lebih kecil (44,1%)

dibandingkan dengan basa pirimidin (T+C), yaitu 55,9% (Anderson et al., 1981). Struktur

DNA mitokondria dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.2 DNA mitokondria (mtDNA) manusia MtDNA berbentuk sirkuler dengan ukuran 16.569 pasang basa, memiliki untai ganda yaitu untai H dan L, terdiri dari coding region dan non-coding region, serta terdapat juga daerah pengontrol (control region) yang mengandung D-loop. (Gambar diambil dari http://www.kalbe.co.id, tanggal akses 26 Juli 2007).

DNA mitokondria diketahui mengkode 37 gen, yaitu 13 protein, 22 tRNAs dan 2 rRNAs.

Protein yang diproduksi oleh DNA mitokondria terlibat dalam proses respirasi sel. Pada

genom mitokondria dikode 7 subunit kompleks enzim respirasi I (ND1, ND2, ND3, ND4,

ND4L, ND5, ND6), satu subunit kompleks enzim respirasi III (apositokrom b), 3 subunit

kompleks enzim respirasi IV (COI, COII, COIII), dan 2 subunit enzim ATP sintase (ATPase

6 dan ATPase8). Kebanyakan gen ini ditranskripsi dari untai H, yaitu 2 rRNA,14 dari 22

tRNA dan 12 polipeptida. MtDNA tidak memiliki intron dan semua gen pengode terletak

6

Page 5: 2 Tinjauan Pustaka - Perpustakaan Digital ITBdigilib.itb.ac.id/files/disk1/549/jbptitbpp-gdl-deapuspita-27446-3... · Gambar 2.2 Proses replikasi mitokondria Mitokondria membesar

berdampingan (Anderson et al., 1981, Wallace et al., 1992, Zeviani et al., 1998). Sedangkan

protein lainnya yang juga berfungsi dalam fosforilasi oksidatif seperti enzim-enzim

metabolisme, DNA dan RNA polimerase, protein ribosom dan mtDNA regulatory factors

semuanya dikode oleh gen inti, disintesis dalam sitosol dan kemudian diimpor ke organel

(Wallace et al., 1997).

Daerah yang tidak mengode dari mtDNA berukuran 1122 pb, dimulai dari nukleotida 16024

hingga 576 dan terletak diantara gen tRNApro dan tRNAphe. Daerah ini mengandung daerah

yang memiliki variasi tinggi yang disebut displacement loop (D-loop). D-loop memiliki dua

daerah dengan laju polymorphism yang tinggi sehingga urutannya sangat bervariasi antar

individu, yaitu Hypervariable Segment I (HVSI) dan Hypervariable Segment II (HVSII)

(Anderson et al., 1981).

2.2.1 Sifat-sifat dan keunikan DNA mitokondria

DNA mitokondria memiliki sifat unik yang berbeda dengan DNA inti, yaitu hanya

diturunkan dari jalur ibu tanpa mengalami rekombinasi dari DNA mitokondria ayah. Hal ini

dikarenakan lepasnya bagian ekor sel sperma yang berasal dari ayah ketika masuk ke dalam

sel telur yang berasal dari ibu (Childs, 1998). Pola pewarisan ini akan ditunjukkan dalam

Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Pola pewarisan DNA mitokondria Gambar ini menunjukkan bagaimana mtDNA (berwarna hijau) diwariskan dari ibu ke seluruh anaknya. Anak lelaki tidak akan mewariskan mtDNA pada keturunannya. Lelaki direpresentasikan oleh kotak dan perempuan direpresentasikan oleh lingkaran. (Gambar diambil dari http://www.contexo.info/DNA_Basics/Mitochondria.htm, tanggal akses 16 Juli 2007).

Selain itu, DNA mitokondria memiliki laju mutasi yang jauh lebih tinggi daripada DNA inti

akibat tidak adanya mekanisme perbaikan (repairing system) dan dalam mitokondria terdapat

kandungan radikal bebas yang tinggi (Wuryanturi, 2001). Kemudian juga diketahui bahwa

7

Page 6: 2 Tinjauan Pustaka - Perpustakaan Digital ITBdigilib.itb.ac.id/files/disk1/549/jbptitbpp-gdl-deapuspita-27446-3... · Gambar 2.2 Proses replikasi mitokondria Mitokondria membesar

tidak seperti DNA inti, DNA mitokondria tidak dilindungi oleh protein histon sehingga

mudah mengalami mutasi (Lewin, 1997).

2.3 Gen Heteroplasmi

Terdapat ribuan molekul mtDNA dalam tiap sel, dan secara umum terdapat beberapa mutasi

patogenik mtDNA, tetapi bukan semuanya. Sehingga sel dan jaringan tercampur mtDNA

normal dan mutan, keadaan ini disebut heteroplasmi. Heteroplasmi juga terdapat pada

tingkat organel yaitu mitokondrion dengan mtDNA normal dan mutan yang bercampur. Pada

orang normal semua mtDNA adalah identik (homoplasmi). Ilustrasi heteroplasmi dapat

dilihat pada Gambar 2.5 dimana sel induk memiliki mitokondria yang materi genetiknya

(mtDNA) ada yang mengalami mutasi dan ada yang tidak. Ketika terjadi pembelahan sel,

mtDNA ini akan didistribusikan secara acak ke sel anak, suatu proses yang disebut

replicative segregation (Finnila, 2000), sehingga terdapat sel anak yang mtDNAnya adalah

tipe liar (wild type) semua atau mutan semua, suatu keadaan yang disebut homoplasmi tadi,

tetapi ada juga sel anak yang memiliki kedua tipe mtDNA, suatu keadaan yang disebut

dengan heteroplasmi.

Gambar 2.5 Ilustrasi heteroplasmi Ilustrasi heteroplasmi menggambarkan pendistribusian mtDNA kepada sel anak dari sel induk yang materi genetiknya mengalami mutasi dan ada yang tidak, sehingga pada sel anak terdapat keadaan homoplasmi dan heteroplasmi (Finnila, 2000).

Terjadinya heteroplasmi erat kaitannya dengan laju mutasi mtDNA yang tinggi. Seperti telah

dijelaskan sebelumnya mtDNA memiliki laju mutasi yang tinggi karena mtDNA secara

alami dihadapkan pada faktor-faktor yang tidak menguntungkan seperti: (a) tingginya kadar

spesies oksigen reaktif sebagai produk samping metabolisme oksidatif mitokondria, (b)

8

Page 7: 2 Tinjauan Pustaka - Perpustakaan Digital ITBdigilib.itb.ac.id/files/disk1/549/jbptitbpp-gdl-deapuspita-27446-3... · Gambar 2.2 Proses replikasi mitokondria Mitokondria membesar

9

terpaparnya mtDNA terhadap oksigen reaktif tersebut karena tidak adanya proteksi oleh

nukleoprotein, yang berlainan dengan DNA inti sel dan (c) tidak adanya sistem repair DNA

yang efektif di dalam organel ini (Soenarto dan Hadi, 2005). Laju mutasi yang tinggi ini

menyebabkan mtDNA mudah mengalami mutasi sehingga heteroplasmi pun dapat terjadi.

Heteroplasmi terdeteksi dalam bentuk perbedaan urutan mtDNA, baik berupa substitusi basa

pada satu titik (Gambar 2.6 A) atau delesi dan insersi yang akan menyebabkan variasi

panjang mtDNA (Gambar 2.6 B). Heteroplasmi dapat terjadi pada daerah yang mengode dan

daerah yang tidak mengode, terutama pada daerah D-loop (HVSI dan HVSII) yang memiliki

laju mutasi yang tinggi. Pola panjang heteroplasmi mirip untuk individu-individu segaris

keturunan ibu tetapi bervariasi untuk individu yang tidak segaris keturunan ibu (Malik et al.,

2002).

A B

atttccaggcatttttaccagga attccttgattcagggccccccc atttccaggcatttttaccagga attccttgattcagggccccccc atttccaggcatttttaccagga attccttgattcagggcccccccc atttccaggcatttttaccagga attccttgattcagggcccccccc atttccaggcatttttaccagga attccttgattcagggccccccccc atttccaggcatctttaccagga attccttgattcagggccccccccc

Gambar 2.6 Jenis-jenis heteroplasmi (A). Heteroplasmi berupa perubahan satu basa pada satu titik. Pada gambar terjadi mutasi substitusi dari T menjadi C. (B). Heteroplasmi berupa variasi panjang mtDNA karena adanya insersi (Malik et al., 2002).

Heteroplasmi dapat terjadi pada daerah pengode atau pada daerah yang tidak mengode.

Apabila terjadi pada daerah pengode dan mengubah urutan asam amino dari protein yang

dikode, maka heteroplasmi dapat menimbulkan penyakit. Namun, untuk terlihat pada

fenotipe berupa penyakit tadi, subpopulasi mtDNA mutan harus berada dalam jumlah yang

cukup besar (dominan). Tidaklah mengherankan bila dengan jumlah mtDNA minimal belum

terjadi disfungsi oksidatif. Tiap-tiap sel organ memiliki ambang batas tersendiri, tergantung

metabolisme jaringan tersebut. Efek tersebut lebih rendah pada jaringan yang tergantung

pada metabolisme oksidatif, seperti: otak, jantung, otot rangka, retina, tubulus ginjal, dan

kelenjar endokrin. Redistribusi acak organela saat pembelahan sel dapat mengubah proporsi

mtDNA mutan yang diterima oleh sel anak perempuan, jika efek ambang patogenik dalam

jaringan yang tidak terkena terlampaui, maka fenotip dapat juga berubah (Soenarto dan Hadi,

2005). Heteroplasmi juga dapat terjadi pada daerah yang tidak mengode. Daerah HVSI dan

HVSII merupakan ‘hotspot’ untuk terjadinya heteroplasmi ini. Salah satunya, heteroplasmi

berupa variasi panjang mtDNA pada daerah HVSI ditemukan pada posisi 16189, dimana

terjadi mutasi dari T menjadi C menghasilkan rangkaian poli-C dengan panjang yang

berbeda (Bendall et al., 1995).

Page 8: 2 Tinjauan Pustaka - Perpustakaan Digital ITBdigilib.itb.ac.id/files/disk1/549/jbptitbpp-gdl-deapuspita-27446-3... · Gambar 2.2 Proses replikasi mitokondria Mitokondria membesar

Heteroplasmi berupa variasi panjang mtDNA yang disebabkan karena adanya insersi ataupun

delesi dapat mengganggu proses penentuan urutan melalui direct sequencing dimana urutan

yang dihasilkan menjadi tidak lengkap. Peneliti terdahulu (Siti, 2005) melaporkan bahwa

mutasi T16189C menghasilkan rangkaian poli-C pada daerah HVSI dua sampel yang

diamati, yaitu sampel XXAM dan sampel GMR. Penentuan urutan dua sampel tersebut

melalui direct sequencing mengalami kegagalan karena tidak terbacanya urutan setelah

rangkaian poli-C tersebut, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7.

Kegagalan penentuan urutan daerah HVSI melalui direct sequencing telah dapat diatasi oleh

peneliti terdahulu. Daerah HVSI mtDNA sampel yang mengandung poli-C disisipkan ke

dalam suatu vektor pGEMT, kemudian ditransformasi ke dalam E. coli untuk proses

amplifikasi secara in vivo. Plasmid yang membawa DNA sisipan berupa daerah HVSI

mtDNA kemudian diisolasi dan dimurnikan. Plasmid hasil isolasi lalu ditentukan urutannya

dengan metode Dideoksi Sanger (Siti, 2005). Ternyata setelah melalui proses kloning, urutan

lengkap daerah HVSI mtDNA sampel tersebut dapat ditentukan seperti pada Gambar 2.8.

Gambar 2.7 Penentuan urutan daerah HVSI mtDNA sampel XXAM melalui direct sequencing Sampel XXAM memiliki mutasi T16189C menghasilkan rangkaian poli-C. Penentuan urutan nukleotida daerah HVSI mtDNA sampel XXAM melalui direct sequencing mengalami kegagalan karena tidak terbacanya urutan setelah rangkaian poli-C tadi (berwarna kuning) (Siti, 2005).

Gambar 2.8 Penentuan urutan daerah HVSI mtDNA sampel XXAM melalui sekuensing setelah kloning Urutan daerah HVSI mtDNA sampel XXAM yang lengkap dapat diperoleh ketika sekuensing dilakukan setelah proses kloning. Sampel XXAM memiliki mutasi substitusi T16189C, A16182C, dan 16183C serta insersi tiga C pada posisi antara 16182-16193 menyebabkan terbentuknya rangkaian poli-C sepanjang 15C (Siti, 2005).

10

Page 9: 2 Tinjauan Pustaka - Perpustakaan Digital ITBdigilib.itb.ac.id/files/disk1/549/jbptitbpp-gdl-deapuspita-27446-3... · Gambar 2.2 Proses replikasi mitokondria Mitokondria membesar

Tiga insersi C pada posisi 16182-16193 ditemukan terjadi pada sampel ini, sehingga

memperpanjang rangkaian poli-C yang terbentuk menjadi 15C. Sedangkan untuk sampel

GMR, juga terjadi mutasi substitusi pada posisi 16189 dari T menjadi C. Sampel GMR juga

mengalami insersi satu C pada posisi antara 16184-16193 menyebabkan terbentuknya

rangkaian poli-C sepanjang 11C. Elektroforegram lengkap hasil sekuensing sampel GMR

ditunjukkan pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Elektroforegram lengkap hasil sekuensing daerah HVSI mtDNA sampel GMR

Sampel GMR mengalami mutasi substitusi T16189C, serta insersi satu C pada posisi antara 16184-16193 menghasilkan rangkaian poli-C sepanjang 11C, pada gambar rangkaian poli-C yang terbentuk dilingkari merah (Siti, 2005).

Adanya fenomena heteroplasmi pada sampel GMR dan XXAM telah berhasil dibuktikan

oleh peneliti terdahulu. Fenomena heteroplasmi ini berupa variasi panjang rangkaian poli-C 11

Page 10: 2 Tinjauan Pustaka - Perpustakaan Digital ITBdigilib.itb.ac.id/files/disk1/549/jbptitbpp-gdl-deapuspita-27446-3... · Gambar 2.2 Proses replikasi mitokondria Mitokondria membesar

12

pada sampel GMR dan XXAM (Dwiyanti, 2006). Contoh perbandingan urutan sampel GMR

dan XXAM terhadap CRS ditunjukkan pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.

Tabel 2.1 Perbandingan urutan sampel GMR 16

184

1618

5

1618

6

1618

7

1618

8

1618

9

1619

0

1619

1

1619

1

1619

3

Inse

rsi 1

Inse

rsi 2

CRS C C C C C T C C C C X X

GMR1 C C C C C C C C C C C X

GMR2 C C C C C C C C C C C X

GMRa C C C C C C C C C C C X

GMR3 C C C C C C C C C C C C

Keempat klon GMR memiliki mutasi T16189C dan insersi pada posisi antara 16184 dan 16193 terhadap CRS. Jumlah insersi yang berbeda menghasilkan panjang poli-C yang berbeda pula, 11C untuk GMR1/2/a dan 12C untuk GMR3. Adanya subpopulasi pada sampel GMR dikenal dengan heteroplasmi. Mutasi terhadap CRS ditunjukkan dengan warna merah (Dwiyanti, 2006).

Tabel 2.2 Perbandingan urutan sampel XXAM

1618

2 16

183

1618

4

1618

5

1618

6

1618

7

1618

8

1618

9

1619

0

1619

1

1619

2

1619

3

Inse

rsi 1

Inse

rsi 2

Inse

rsi 3

CRS A A C C C C C T C C C C X X X

XXAM1 C C C C C C C C C C C C X X X

XXAMa C C C C C C C C C C C C C C C Kedua klon XXAM memiliki mutasi A16182C, A16183C, dan T16189C. XXAMa memiliki insersi 3C pada posisi antara 16182 dan 16193 sedangkan XXAM1 tidak, sehingga terdapat panjang poli-C yang berbeda menjadi masing-masing 15C dan 12C. Adanya subpopulasi pada sampel XXAM dikenal dengan heteroplasmi. Mutasi terhadap CRS ditunjukkan dengan warna merah (Dwiyanti, 2006).

Pada penelitian ini hanya digunakan sampel GMR untuk membuktikan fenomena

heteroplasmi sebagai penyebab tidak berhasilnya penentuan urutan daerah HVSI individu

yang memiliki urutan poli-C melalui direct sequencing dan baru berhasil ketika sekuensing

dilakukan setelah kloning menggunakan metode Dideoxy Sanger.

2.4 Teknologi Polymerase Chain Reaction (PCR)

Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan metode amplifikasi DNA secara in vitro.

DNA secara alami terdapat dalam bentuk double helix, yang menggabungkan dua untai

tunggal DNA dan terikat secara non kovalen oleh ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen terbentuk

antara pasangan basa adenin (A) dengan timin (T) dan guanin (G) dengan sitosin (C).

Amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan oligonukleotida primer, dikenal juga

Page 11: 2 Tinjauan Pustaka - Perpustakaan Digital ITBdigilib.itb.ac.id/files/disk1/549/jbptitbpp-gdl-deapuspita-27446-3... · Gambar 2.2 Proses replikasi mitokondria Mitokondria membesar

sebagai amplimers, yang merupakan molekul DNA untai tunggal pendek dan menjadi

pasangan basa untuk templat DNA. Primer akan menempel pada untai tunggal DNA

terdenaturasi (templat) dan diperpanjang oleh DNA polimerase, dengan adanya

deoxynucleoside triphosphates (dNTPs) pada kondisi reaksi yang sesuai. Dari tahap ini akan

dihasilkan untai DNA double stranded baru. Untai sintesis dapat dihasilkan kembali dengan

pemanasan untuk mendenaturasi untai ganda DNA, penempelan primer dengan

mendinginkan campuran dan perpanjangan primer oleh DNA polimerase pada suhu yang

sesuai untuk reaksi enzim. Tahap-tahap ini terjadi dalam suatu siklus amplifikasi dan terjadi

secara berulang-ulang. Setiap untai DNA baru yang dihasilkan akan menjadi templat DNA

untuk siklus amplifikasi selanjutnya (Newton dan Graham,1997).

Oleh karena itu bahan-bahan yang dibutuhkan agar proses PCR dapat berjalan (Gambar

2.10) adalah templat DNA, dNTP yang mengandung dATP; dGTP; dCTP; dan dTTP,

primer, enzim polimerase yang termostabil, buffer, dan MgCl2. Templat DNA diperoleh dari

sampel yang mengandung fragmen DNA yang akan diperbanyak. dNTP sebagai sumber

nukleotida untuk memperpanjang rantai. DNA primer yang menjadi daerah awal berjalannya

PCR. Primer yang digunakan terdiri dari primer reverse dan forward yang urutannya

merupakan komplemen dari masing-masing untai DNA. Enzim polimerase, yaitu enzim

yang biasanya diisolasi dari bakteri termofilik berfungsi untuk mengkatalisis perpanjangan

rantai (polimerisasi). Bahan lainnya adalah buffer, sebagai penyedia dan penjaga suasana

kimia dalam larutan agar polimerase dapat berfungsi. Terakhir dan cukup esensial dalam

reaksi PCR adalah MgCl2, yang diperlukan sebagai kofaktor enzim. Konsentrasi magnesium

klorida harus terus dioptimasi untuk setiap primer atau templat yang digunakan. Di sisi lain,

banyak komponen lain dalam reaksi PCR yang mengikat ion magnesium yaitu: primer,

templat, produk PCR dan dNTP.

Komponen-komponen PCR: - Templat DNA - DNA Polimerase - dNTPs - Primer - Buffer - ddH2O

Amplifikasi dengan PCR

Gambar 2.10 Komponen-komponen dasar PCR

13

Templat DNA, buffer, dNTPs, dan primer dicampur kemudian dipanaskan untuk mendenaturasi DNA. DNA polimerase ditambahkan ke dalam campuran. Setelah proses amplifikasi, produk dianalisis untuk melihat berhasil tidaknya PCR (Newton dan Graham, 1997).

Page 12: 2 Tinjauan Pustaka - Perpustakaan Digital ITBdigilib.itb.ac.id/files/disk1/549/jbptitbpp-gdl-deapuspita-27446-3... · Gambar 2.2 Proses replikasi mitokondria Mitokondria membesar

Secara umum cara kerja PCR terbagi menjadi 3 tahap yang digambarkan dalam Gambar

2.11. Pertama adalah denaturasi atau pemisahan DNA untai ganda menjadi satu untai,

dilakukan kurang lebih pada temperatur 95 °C selama minimum 45 detik. Suhu yang tinggi

dapat memutuskan ikatan hidrogen pada ikatan ganda DNA sehingga dapat terbentuk satu

untai DNA. Lalu diikuti dengan tahapan kedua, yaitu penempelan pimer, yang umumnya

dilakukan pada suhu 45-60 °C atau 5 °C dibawah temperatur denaturasi, dengan waktu

kurang lebih 1 menit. Tahapan ketiga adalah tahapan perpanjangan rantai. Umumnya

dilakukan pada suhu sekitar 72 °C atau tergantung jenis polimerase yang digunakan, dengan

waktu yang juga tergantung dari kerja polimerase dan jumlah fragmen DNA yang akan

diperbanyak. Perpanjangan rantai ini selalu berjalan dari arah 5’ ke 3’. Rantai baru akan

menjadi templat untuk reaksi berikutnya. Ketiga tahap tersebut sama dengan satu siklus, dan

proses akan terus berjalan selama beberapa siklus sampai mencapai jumlah DNA yang

diinginkan.

Gambar 2.11 Skema PCR Warna biru tua menunjukkan fragmen templat yang akan diamplifikasi, sedangkan warna biru muda menunjukkan primer. (1) Tahap denaturasi, (2) Tahap penempelan primer, dan (3) Tahap perpanjangan rantai. Siklus pertama PCR menghasilkan dua pasang DNA yang menjadi templat untuk siklus berikutnya. (Gambar diambil dari http://employees.csbsju.edu/hjakubowski/classes/ch331/dna/oldnalanguage.html, tanggal akses Juni 2007).

14

Page 13: 2 Tinjauan Pustaka - Perpustakaan Digital ITBdigilib.itb.ac.id/files/disk1/549/jbptitbpp-gdl-deapuspita-27446-3... · Gambar 2.2 Proses replikasi mitokondria Mitokondria membesar

15

2.5 Rujukan Analisis MtDNA

Analisis urutan mtDNA dilakukan dengan perbandingan terhadap urutan nukleotida standar

yang terdapat dalam Cambridge Reference Sequence (CRS) (Anderson et al., 1981). Selain

itu urutan nukleotida juga dibandingkan terhadap data-data sekunder yang didapat dari basis

data mutasi manusia Indonesia dan Mitomap.

2.5.1 Cambridge reference sequence

Cambridge Reference Sequence (CRS) adalah urutan mtDNA manusia yang ditentukan

pertama kali oleh Anderson, et. al (1981). Publikasi organisasi genom DNA mitokondria

pertama ini terdiri dari rRNA 12S, rRNA 16S, 22 tRNA, dan 13 gen pengode polipeptida,

dan daerah yang tidak mengode protein yaitu D-loop. Ketika dilakukan pengulangan

sekuensing oleh peneliti lain, ditemukan beberapa ketidaksesuaian. Dalam pengulangan

berikutnya, dilaporkan bahwa publikasi original mengandung sebelas kesalahan sekuensing,

termasuk satu tambahan pasangan basa di posisi 3.107. Hasil revisi dipublikasikan oleh

Andrews, et al. pada tahun 1999 dengan tetap mempertahankan nomor urutan nukleotida

untuk menghindari kebingungan. Urutan mtDNA yang menjadi referensi ini berasal dari ras

eropa yang termasuk dalam Haplogrup H.

Urutan CRS juga banyak digunakan sebagai urutan nukleotida mtDNA standar dalam studi

yang berkaitan dengan mtDNA manusia, misalnya dalam studi antropologi dan dalam

penentuan mutasi yang berkaitan dengan penyakit (Marzuki et al., 1991). Ketika dilakukan

perbandingan dengan CRS umumnya hasilnya dilaporkan sebagai perbedaan. Perbedaan ini

bukan berarti mutasi dalam keadaan yang sesungguhnya, CRS hanyalah merupakan sebuah

urutan yang dijadikan referensi atau standar dan bukan dokumen mtDNA manusia terdahulu.

Gambar 2.12 menunjukkan urutan nukleotida Cambridge Reference Sequence daerah HVSI

yang diambil dari Mitomap. Urutan nukleotida yang digunakan sebagai standar dalam

penelitian ini adalah modifikasi atau revisi terbaru Cambridge Reference Sequence

(Mitomap, 2007).

Page 14: 2 Tinjauan Pustaka - Perpustakaan Digital ITBdigilib.itb.ac.id/files/disk1/549/jbptitbpp-gdl-deapuspita-27446-3... · Gambar 2.2 Proses replikasi mitokondria Mitokondria membesar

Gambar 2.12 Urutan nukleotida cambridge reference sequence daerah HVSI

Daerah HVSI dimulai dari posisi 16024 sampai dengan posisi 16383 (Gambar diambil dari http://www.mitomap.org

, tanggal akses 16 Agustus 2007).

2.5.2 Mitomap

Penelitian mengenai polymorphism atau keragaman mtDNA manusia telah banyak

dilakukan, baik polymorphism yang terjadi pada daerah pengode dan dapat menimbulkan

penyakit maupun polymorphism yang terjadi pada daerah yang tidak mengode seperti D-loop

yang terkait penyakit maupun tidak. Mutasi-mutasi yang teramati ini dicatat dalam suatu

database yang dapat diakses melalui situs http://www.mitomap.org. Database ini berisi

mutasi-mutasi termasuk mutasi substitusi, delesi dan insersi yang terjadi di daerah coding

maupun non-coding, yang menyebabkan penyakit maupun tidak, posisi mutasi tersebut, serta

sumber publikasinya. Mitomap menggunakan pembacaan urutan nukleotida DNA

mitokondria untuk mendapatkan informasi-informasi mengenai struktur DNA mitokondria,

fungsi, mutasi-mutasi patogen, karakteristik klinis, kaitan variasinya dengan populasi, dan

interaksi antar gen. Gambar 2.13 menunjukkan tampilan Mitomap yang berisi daftar mutasi

pada control region.

16

Page 15: 2 Tinjauan Pustaka - Perpustakaan Digital ITBdigilib.itb.ac.id/files/disk1/549/jbptitbpp-gdl-deapuspita-27446-3... · Gambar 2.2 Proses replikasi mitokondria Mitokondria membesar

Search for: Perform Search Clear

MITOMAP: MtDNA Control Region Sequence Polymorphisms

Last edited Jul 24, 2007

Nucleotide Position Nucleotide Change References

16025 T-A references

16025 T-G references

16037 A-G references

16039 G-A references

16041 A-G references

16042 G-A references

16042 G-T references

16048 G-A references

16051 A-G references

16052 C-T references

16059 A-G references

16060 G-C references

16060 G-T references

16061 T-C references

16063 T-C references

16066 A-G references

Gambar 2.13 Tampilan mitomap untuk mutasi pada daerah HVSI

Mitomap ini menunjukkan daftar mutasi yang sudah dipublikasikan. Sumber publikasi dapat dilihat dalam kolom reference. Mitomap ini selalu diperbaharui, dapat dilihat tanggal terakhir revisi adalah 24 Juli 2007 (Gambar diambil dari http://www.mitomap.org, tanggal akses 16 Agustus 2007).

17