bab ii tinjauan teoritis 2.1 konsep skizofrenia 2.1.1...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Skizofrenia
2.1.1 Defenisi Skizofrenia
Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai
dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan
perilaku seseorang.Kesadaran yang jernih dan kemampuan
intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif
tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003).
Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang
mempengaruhi berbagai area individu, termasuk berpikir dan
berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas,
merasakan dan menunjukkan emosi serta berperilaku dengan
sikap yang tidak dapat diterima secara sosial (Isaac, 2005).
Skizofrenia adalah gangguan yang benar-benar
membingungkan dan menyimpan banyak tanda tanya (teka-teki).
Kadangkala skizofrenia dapat berpikir dan berkomunikasi
dengan jelas, memiliki pandangan yang tepat dan berfungsi
secara baik dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada saat
yang lain, pemikiran dan kata-kata terbalik, mereka kehilangan
sentuhan dan mereka tidak mampu memelihara diri mereka
sendiri (Hoeksema, 2004).
Jadi, skizofrenia adalah gangguan jiwa berat dengan ciri
khusus yang menunjukkan reaksi psikotik yang tak dapat di
terima secara sosial, yang di tandai dengan kelainan persepsi,
pikiran, afek, dan perilaku seseorang.
Definisi skizofrenia menurut Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa III(PPDGJ III) menjelaskan bahwa
skizofrenia adalah suatu sindrom dengan variasi penyebab
(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu
bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah
akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik,
fisik, dan sosial budaya.
Pada umumnya skizofrenia ditandai oleh penyimpangan
yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi,
serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul
(blunted).Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan
kemampuan intelektual dan biasanya tetap terpelihara, walaupun
kemunduran kognitif tertentu dapat dapat berkembang
kemudian.
Menurut PPDGJ III ada 6 macam skizofrenia yaitu :
skizofrenia paranoid, skizofrenia hebefrenik, skizofrenia
katatonik, skizofrenia tak terinci (undifferentiated), skizofrenia
residual, skizofrenia simpleks
Dalam penelitian ini, peneliti akan mengambil sampel
skizofrenia secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan tipe-
tipe skizofrenia.
2.1.2 Etiologi Skizofrenia
Arif (2006) menjelaskan bahwa skizofrenia tidak
disebabkan oleh penyebab tunggal, tetapi dari berbagai faktor
yaitu:
a. Somatogenesis
1) Faktor-faktor genetik (keturunan)
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa gen yang
diwarisi seseorang, sangat kuat mempengaruhi resiko
seseorang mengalami skizofrenia. Studi pada keluarga
telah menunjukkan bahwa semakin dekat relasi
seseorang dengan klien skizofrenia, makin besar
resikonya untuk mengalami penyakit tersebut.
2) Biochemistry (ketidakseimbangan kimiawi otak)
Beberapa bukti menunjukkan bahwa skizofrenia mungkin
berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang di
sebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang
memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi satu
dengan yang lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa
skizofrena berasal dari aktivitas neurotransmitter
dopamine yang berlebihan dibagian-bagian tertentu otak
atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap
dopamine.Beberapa neurotransmitter lain seperti
serotonin dannorepinephrine tampaknya juga
memainkan peranan.
3) Neuroanatomy (kelainan struktur otak)
Barbagai tekhnik imaging, seperti Magnetic Resonance
Imaging (MRI)telah membantu para ilmuwan untuk
menemukan abnormalitas struktural spesifik pada otak
klien skizofrenia. Misalnya, klien skizofrenia yang kronis
cenderung memiliki ventrikel otak yang lebih
besar.Mereka juga memiliki volume jaringan otak yang
lebih sedikit dari pada orang normal.Klien skizofrenia
menunjukkan aktivitas yang sangat rendah pada lobus
frontalis otak.Ada juga kemungkinan abnormalitas
dibagian-bagian lain otak seperti di lobus temporalis,
basal ganglia, thalamus, hippocampus, dan superior
temporal gyrus.
b. Psikogenesis: Pemahaman Kemunculan Skizofrenia Menurut
Pendekatan Psikologis (khususnya psikodinamik)
1) Pandangan Sigmund Freud
Pandangan konseptualisasi Freud tentang
skizofrenia berasal dari ungkapannya tentang cathexis,
yaitu jumlah energi yang dilekatkan pada struktur
intrapsikis atau object-representation.Freud yakin bahwa
skizofrenia dicirikan dengan decathexis atas objek-objek.
Freud mendefinisikan skizofrenia sebagai regresi
dikarenakan frustrasi yang intens dan konflik dengan
orang lain. Regresi dari object-relatedness ke tahap
autoerotic disertai dengan penarikan investasi emosional
dari object-representation dan figur-figur eksternal, yang
menjelaskan tampilan penarikan diri autistic klien
skizofrenia.Freud menyatakan bahwa cathexis klien
kemudian di investasikan pada diri atau ego.Setelah
mengembangkan model struktural, Freud merevisi
pandangannya tentang psikosis.Dia memandang
neurosis sebagai konflik antara ego dan diri, sementara
psikosis adalah konflik antara ego dan dunia eksternal.
Sejalan dengan revisi ini, Freud tetap mempertahankan
teorinya tentang decathexis. Menurut Freud, klien
skizofrenia tidak mampu melakukan transference.
2) Pandangan Harry Stack Sullivan
Menurut Sullivan, kegagalan pengasuhan oleh ibu
menghasilkan self(diri)yang cemas pada bayi dan
membuat anak tak dapat atau kurang dapat memuaskan
kebutuhannya.Aspek pengalaman diri ini kemudian
mengalami disosiasi, tetapi kerusakan pada self-esteem
cukup besar. Onset skizofrenia menurut Sullivan adalah
tampilnya kembali self yang terdisosiasi itu yang
mengakibatkan panik dan disorganisasi psikotik. Tidak
seperti Freud, Sullivan yakin bahwa klien skizofrenia yang
paling parah sekalipun mempunyai kapasitas untuk
interpersonal relatedness.
Karya Sullivan diteruskan oleh muridnya, Frieda Fromm-
Reichmann (1950) yang mengatakan bahwa klien
skizofrenia tidak bahagia dengan keadaan withdrawal
mereka.pada dasarnya mereka adalah orang kesepian
yang tak dapat mengatasi ketakutan dan
ketidakpercayaan pada orang lain karena pengalaman
menyakitkan di awal kehidupan.
3) Pandangan Aliran Ego Psychology
Psikolog ego awal mengamati bahwa kegagalan
ego boundary adalah defisit utama pada klien
skizofrenia.Federn (1952) mengatakan bahwa klien
skizofrenia tidak memiliki batasan antara yang didalam
dan yang diluar karena ego boundary mereka tidak lagi
memadai.Mahler (1952) mengatakan bahwa ego
boundary berkembang dari kontak fisik antara bayi dan
ibu. Dia juga meyakini bahwa tidak adanya stimulasi ini
pada dyad ibu-bayi mengakibatkan kesulitan klien
skizofrenia membedakan diri dan orang lain.
Kecenderungan klien skizofrenia dewasa untuk menyatu
secara psikologis dengan sekeliling mereka dapat
dipahami sebagai usah untuk membangun kembali
kebahagiaan simbiotik di masa awal kehidupan. Namun
demikian, kebersatuan ini juga mengakibatkan ketakutan
akan penghancuran diri, mengakibatkan klien skizofrenia
merasa terjebak antara keinginan untuk bersatu dan
ketakutan akan disintegrasi.
4) Pandangan Grotstein
Grotstein (1977a, 1977b) mengatakan bahwa
adanya hipersensitivitas pada stimuli perceptual sebagai
kekurangan utama.Ketidakmampuan untuk menyeleksi
berbagai stimuli dan memfokuskan pada satu data pada
satu waktu adalah kesulitan utama pada kebanyakan
klien skizofrenia.Kurangnya stimulus barrier dan tak
terolahnya impuls primitive destruktif mengakibatkan
keadaan emergency.Untuk mengatasi impuls ini, klien
skizofrenia sangat mengandalkan defense mechanism
splitting dan projective identification dalam suatu usaha
desperate untuk mengeluarkannya pada figur ibu.
5) Pandangan Heinz kohut
Menurut Kohut, psikosis merupakan akibat
adanya gangguan yang serius pada self, di mana tidak
ada struktur defensive yang dapat mengatasinya. Inti self
dapat menjadi noncohesive (keadaan skizofrenia) baik
karena kecenderungan biologis bawaan, maupun karena
totalitas dan kontinuitasnya tidak direspon oleh effective
mirroring di awal kehidupan (kohut & Wolf, 1982 dalam
Slipp (ed) 1982).
6) Pandangan Margaret Mahler
Menurut Mahler (1968, dikutip dalam Monte,
1995) mengatakan bahwa perkembangan kepribadian
merupakan suatu proses individuasi yang meliputi enam
tahap yang harus dilalui dari keadaan total merger
dengan ibu yang disebut keadaan normal symbiosis
hingga tercapainya consolidation of individuality. Menurut
Mahler, maladjustment yang parah sebagaimana tampak
dalam keadaan psikotik mempunyai asal usul dari
kegagalan perkembangan ego untuk berpisah dari ibu
menjadi agen yang otonom.
7) Pandangan Tomas H Ogden
Ogden mengatakan bahwa konflik utama klien
skizofrenia adalah antara keinginan untuk
mempertahankan keadaan psikologis di mana makna
bias ada, dan keinginan untuk mengahncurkan makna
dan pikiran, dan kapasitas untuk menciptakan
pengalaman berpikir.
2.1.3 Tipe-tipe skizofrenia
Ada beberapa tipe skizofrenia; masing-masing memiliki
kekhasan tersendiri dalam gejala-gejala yang diperlihatkan dan
tampaknya memiliki penyakit yang berbeda-beda. Tipe-tipe
skizoprenia (dalam Arif, 2006) yaitu:
a. Skizofrenia tipe paranoid
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah adanya waham
yang mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks
terdapatnya fungsi kognitif dan afek yang relatif masih
terjaga.Wahamnya biasanya adalah waham kejar atau
waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan
tema lain, misalnya (waham kecemburuan, keagamaan, atau
somatisasi) mungkin juga muncul.Wahamnya biasa lebih dari
satu, tetapi tersusun dengan rapi disekitar tema
utama.Halusinasi juga biasanya berkaitan dengan tema
wahamnya.Ciri lainnya meliputi anxiety, kemarahan, menjaga
jarak, dan suka berargumentasi.
Kriteria diagnostik untuk skizofrenia tipe
paranoid.Suatu jenis skizofrenia yang memenuhi kriteria :
Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau sering
mengalami halusinasi auditorik.
Tidak ada ciri berikut yang mencolok : bicara kacau,
motorik kacau atau kata tonik, afek yang tak sesuai atau
datar.
b. Skizofrenia tipe disorganized
Ciri utama Skizofrenia tipe ini adalah pembicaraan
yang kacau, tingkah laku kacau dan afek yang datar atau
inappropriate.Pembicaraan yang kacau dapat disertai
kekonyolan dan tertawa yang tidak erat berkaitan dengan isi
pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku (misalnya :
kurangnya orientasi pada tujuan) dapat membawa pada
gangguan yang serius pada berbagai aktivitas hidup sehari-
hari.
Sejenis diagnostik skizofrenia tipe Disorganized,
Sejenis skizofrenia dimana Kriteria-kriteria berikut terpenuhi :
Semua gejala berikut terpenuhi :
Pembicaraan kacau
Tingkah laku kacau
Afek datar atau inappropriate
Tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik
c. Skizoprenia tipe katatonik
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada
psikomotor yang dapt meliputi ketidakbergerakan motorik
(motoric immobility), aktivitas motor yang berlebihan,
negativism yang ekstrim, mutism (sama sekali tidak mau
bicara dan berkomunikasi), gerakan-gerakan yang tidak
terkendali, echolalia(mengulang ucapan orang lain) atau
echpraxia (mengikuti tingkah laku orang lain).
Motoric immobility dapat dimunculkan berupa
catalepsy (waxy flexibility – tubuh menjadi sangat fleksibel
untuk digerakkan atau diposisikan dengan berbagai cara,
sekalipun untuk orang biasa posisi tersebut akan sangat
tidak nyaman).
Kriteria diagnostik skizofrenia tipe katatonik :Sejenis
skizofrenia dimana gambaran klinis didominasi oleh paling
tidak dua dari yang berikut ini:
Motoric immobility (ketidakbergerakan motorik)
sebagaimana terbukti dengan adanya catalepsy
(termasuk waxy flexibility) atau stupor (gemetar).
Aktivitas motor yang berlebihan (yang tidak bertujuan
dan tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal).
Negativism yang ekstrim (tanpa motivasi yang jelas,
bersikap sangat menolak pada segala instruksi atau
mempertahankan postur yang kaku untuk menolak
dipindahkan) atau mutism (sama sekali diam).
Gerakan-gerakan yang khas dan tidak terkendali.
Echolalia (menirukan kata-kata orang lain) atau
Echopraxia (menirukan tingkah laku orang lain).
d. Skizofrenia tipe Undifferentiated
Sejenis skizofrenia dimana gejala-gejala yang muncul
sulit untuk digolongkan pada tipe skizofrenia tertentu.Kriteria
diagnostik untuk skizofrenia tipe undifferentiated :Sejenis
skizofrenia dimana symptom-symptom memenuhi kriteria A,
tetapi tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia tipe paranoid,
disorganized ataupun katatonik.
e. Skizofrenia tipe Residual
Diagnosa skizofrenia tipe residual diberikan bilamana
pernah ada paling tidak satu kalau episode skizofrenia, tetapi
gambaran klinis saat ini tanpa symptom yang
menonjol.Terdapat bukti bahwa gangguan masih ada
sebagaimana ditandai oleh adanya negative symptom atau
positif symptom yang lebih halus.Kriteria diagnostik untuk
skizofrenia tipe residual yaitu sejenis skizofrenia dimana
kriteria-kriteria berikut ini terpenuhi :
Tidak ada yang menonjol dalam hal delusi, halusinasi,
pembicaraan kacau, tingkah laku kacau atau tingkah laku
katatonik.
Terdapat bukti keberlanjutan gangguan ini, sebagaimana
ditandai oleh adanya symptom-symptom negative atau
dua atau lebih symptom yang terdaftar di kriteria A untuk
skizofrenia, dalam bentuk yang lebih ringan.
2.1.4 Kriteria diagnostik skizofrenia menurut DSM-IV TR
Paling tidak, terdapat enam kriteria diagnostic skizofrenia
menurutDiagnostic and Statistical Manual of mental
disorder(DSM-IV TR) sebagai berikut :
a. Symptom-Symptom khas
Dua atau lebih dari yang berikut ini, masing-masing
muncul cukup jelas selama jangka waktu satu bulan (atau
kurang, bila ditangani dengan baik) :
Delusi
Halusinasi
Pembicaraan kacau
Tingkah laku kacau atau katatonik
Symptom-symptom negatif
b. Disfungsi sosial / okupasional
c. Durasi
Symptom-symptom gangguan ini tetap ada untuk paling
sedikit 6 bulan.Periode 6 bulan ini paling tidak mencakup
paling tidak 1 bulan di mana symptom-symptom muncul.
d. Tidak termasuk gangguan schizoaffective atau gangguan
mood.
e. Tidak termasuk gangguan karena zat atau karena kondisi
medis.
f. Hubungan dengan Pervasive Developmental Disorder. Bila
ada riwayat Autistic Disorder atau gangguan PDD lainnya,
diagnosis tambahan skizofrenia hanya dibuat bila ada
halusinasi atau delusi yang menonjol, selama paling tidak 1
bulan.
2.2 Frekuensi Kekambuhan Skizofrenia
2.2.1 Definisi Kekambuhan Skizofrenia
Kekambuhan merupakan keadaan klien dimana muncul
gejala yang sama seperti sebelumnya dan mengakibatkan klien
harus dirawat kembali (Andri, 2008). Keadaan sekitar atau
lingkungan yang penuh stres dapat memicu pada orang-orang
yang mudah terkena depresi, dimana dapat ditemukan bahwa
orang-orang yang mengalami kekambuhan lebih besar
kemungkinannya daripada orang-orang yang tidak mengalami
kejadian-kejadian buruk dalam kehidupan mereka.
Ada beberapa hal yang bisa memicu kekambuhan
skizofrenia, antara lain tidak minum obat dan tidak kontrol ke
dokter secara teratur, menghentikan sendiri obat tanpa
persetujuan dari dokter, kurangnya dukungan dari keluarga dan
masyarakat, serta adanya masalah kehidupan yang berat yang
membuat stress, (Akbar, 2008).
Kejadian kekambuhan klien skizofrenia tinggi bila klien
dalam satu tahun kambuh lebih dari atau sama dengan 2 kali,
sedang bila kurang dalam satu tahun kambuh satu kali, dan
rendah bila dalam satu tahun tidak pernah kambuh (Nurdiana,
2007).
2.2.2 Gejala-gejala skizofrenia
Secara general gejala serangan skizofrenia dibagi
menjadi 2 (dua), yaitu gejala positif dan negatif (maramis, 2005)
yaitu:
a. Gejala positif
Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat
dan otak tidak mampu menginterpretasikan dan merespons
pesan atau rangsangan yang datang.Klien skizofrenia
mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang
sebenarnya tidak ada, atau mengalami suatu sensasi yang
tidak biasa pada tubuhnya.Auditory hallucinations, gejala
yang biasanya timbul, yaitu klien merasakan ada suara dari
dalam dirinya.Kadang suara itu dirasakan menyejukkan hati,
memberi kedamaian, tapi kadang suara itu menyuruhnya
melakukan sesuatu yang sangat berbahaya, seperti bunuh
diri.
Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayaan yang
kuat dalam menginterpretasikan sesuatu yang kadang
berlawanan dengan kenyataan. Misalnya, para penderita
skizofrenia, lampu traffic di jalan raya yang berwarna
merah,kuning, hijau, dianggap sebagai suatu isyarat dari luar
angkasa. Beberapa penderita skizofrenia berubah menjadi
paranoid, mereka selalu merasa sedang di amat-amati,
diintai, atau hendak diserang.
Kegagalan berpikir mengarah kepada masalah
dimana klien skizofrenia tidak mampu memproses dan
mengatur pikirannya.Kebanyakan klien tidak mampu
memahami hubungan antara kenyataan dan logika.Karena
klien skizofrenia tidak mampu mengatur pikirannya membuat
mereka berbicara secara serampangan dan tidak bisa
ditangkap secara logika.Ketidakmampuan dalam berpikir
mengakibatkan ketidakmampuan mengendalikan emosi dan
perasaan.Hasilnya, kadang penderita skizofrenia tertawa
atau berbicara sendiri dengan keras tanpa mempedulikan
sekelilingnya.
Semua itu membuat penderita skizofrenia tidak bisa
memahami siapa dirinya, tidak berpakaian, dan tidak bisa
mengerti apa itu manusia, juga tidak bisa mengerti kapan dia
lahir, dimana dia berada, dan sebagainya.
b. Gejala Negatif
Klien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis
berarti kehilangan energy dan minat dalam hidup yang
membuat klien menjadi orang yang malas. Karena
klienskizofrenia hanya memilki energi yang sedikit, mereka
tidak bisa melakukan hal-hal yang lain selain tidur dan
makan. Perasaan yang tumpul membuat emosi klien
skizofrenia menjadi datar.Klien skizofrenia tidak memilki
ekspresi baik dari raut muka maupun gerakan tangannya,
seakan-akan da tidak memiliki emosi apapun. Mereka
mungkin bisa menerima pemberian dan perhatian orang lain,
tetapi tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka.
Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin ditolong
dan berharap, selalu menjadi bagian dari hidup klien
skizofrenia, mereka tidak merasa memiliki perilaku yang
menyimpang, tidak bisa membina hubungan relasi dengan
orang lain, dan tidak mengenal cinta.Perasaan depresi
adalah sesuatu yang sangat menyakitkan, disamping itu,
perubahan otak secara biologis juga memberi andil dalam
depresi. Depresi yang berkelanjutan akan membuat klien
skizofrenia menarik diri dari lingkungannya. Mereka selalu
merasa aman bila sendirian. Dalam beberapa kasus,
skizofrenia menyerang manusia usia muda antara 15 sampai
30 tahun, tetapi serangan kebanyakan terjadi pada usia 40
tahun ke atas. Skizofrenia bisa menyerang siapa saja tanpa
mengenal jenis kelamin, ras, maupun tingkat sosial
ekonomi.Diperkirakan penderita penderita skizofrenia
sebanyak 1% dari jumlah manusia yang ada di bumi.
2.2.3 Faktor-faktor yang memicu kekambuhan skizofrenia
Sullinger (dalam Keliat, 1996) mengidentifikasi 4 faktor
penyebab klien kambuh dan perlu dirawat di Rumah Sakit Jiwa,
yaitu :
a. Klien
Secara umum bahwa klien yang minum obat secara
tidak teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Hasil
penelitian menunjukkan 25% sampai 50% klien yang pulang
dari rumah sakit jiwa tidak memakan obat secara teratur
(Appleton, dalam Keliat 1996). Klien kronis, khususnya
skizofrenia sukar mengikuti aturan minum obat karena
adanya gangguan realitas dan ketidakmampuan mengambil
keputusan.Di rumah sakit perawat bertanggung jawab dalam
pemberian atau pemantauan pemberian obat, di rumah tugas
perawat digantikan oleh keluarga.
b. Dokter (pemberi resep)
Minum obat yang teratur dapat mengurangi
kekambuhan, namun pemakaian obat neuroleptik yang lama
dapat menibulkan efek samping yang dapat menggangu
hubungan sosial seperti gerakan yang tidak
terkontrol.Pemberian resep diharapkan tetap waspada
mengidentifikasi dosis terapeutik yang dapat mencegah
kekambuhan dan efek samping.
c. Penanggung jawab klien (case manager)
Setelah klien pulang ke rumah maka penanggung
jawab kasus mempunyai kesempatan yang lebih banyak
untuk bertemu dengan klien, sehingga dapat mengidentifikasi
gejala dini dan segera mengambil tindakan.
d. Keluarga
Ekspresi emosi yang tinggi dari keluarga diperkirakan
menyebabkan kekambuhan yang tinggi pada klien. Hal lain
adalah klien mudah dipengaruhi oleh stress yang
menyenangkan maupun yang menyedihkan.
Keluarga mempunyai tanggung jawab yang penting
dalam proses perawatan di rumah sakit jiwa, persiapan
pulang dan perawatan di rumah agar adaptasi klien berjalan
dengan baik. Kualitas dan efektifitas perilaku keluarga akan
membantu proses pemulihan kesehatan klien sehingga
status klien meningkat. Beberapa peneliti menunjukkan
bahwa salah satu faktor penyebab kambuh gangguan jiwa
adalah perilaku keluarga yang tidak tahu cara menangani
klien Skizofrenia di rumah (Sullinger, dalam Keliat, 1996).
2.3 Dukungan Keluarga
2.3.1 Pengertian Keluarga
Keluarga adalah suatu sistem yang berisi sejumlah relasi
yang berfungsi secara unik (Scharff, 1991; Bowen dalam
Papero, 1990). Menurut Departemen Kesehatan (1988),
keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan
tinggal di satu atap dalam keadaaan saling ketergantungan.
Definisi tentang keluarga tersebut menegaskan bahwa hakikat
dari keluarga adalah relasi yang terjalin antar individu-individu,
yang merupakan komponen-komponennya.
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung
karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka hidup
dalam suatu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama lain
menurut perannya masing-masing serta menciptakan dan
mempertahankan suatu budaya (Bailon dan Maglaya, 1978
dalam Sudiharto, 2007).
Menurut Friedman (1998), keluarga merupakan satu atau
lebih individu yang tergabung karena ikatan tertentu untuk saling
membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional
serta mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga.
2.3.2 Tipe Keluarga
a. Keluarga Inti (nuclear family) terdiri dari suami, istri, dan
anak-anak, baik karena kelahiran maupun adopsi.
b. Keluarga Besar (extended family) terdiri dari keluarga inti
ditambah keluarga yang lain (hubungan darah) misalnya
kakek, nenek, bibi, paman, sepupu termasuk keluarga
modern, seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa anak,
serta keluarga pasangan sejenis.
c. Keluarga berantai (social family) keluarga yang terdiri dari
wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali.
d. Keluarga asal (family of origin) merupakan suatu unit
keluarga tempat asal seseorang dilahirkan.
e. Keluarga komposit (composite family) adalah keluarga dari
perkawinan poligami dan hidup bersama.
f. Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan menurut
ikatan perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh
perkawinan. Sedangkan, keluarga nontradisional tidak diikat
oleh perkawinan (Sudiharto, 2007).
2.3.3 Struktur keluarga
Struktur keluarga ada bermacam-macam, diantaranya adalah :
a. Patrineal. Patrineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari
anak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana
hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
b. Matrineal. Matrineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari
anak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana
hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
c. Patrilokal. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal
bersama keluarga sedarah suami.
d. Matrilokal. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang
tinggal bersama keluarga sedarah istri.
e. Keluarga Kawin. Keluarga kawin adalah hubungan suami istri
sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak
saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya
hubungan dengan suami atau istri (Setiadi, 2006).
2.3.4 Fungsi keluarga
Setiap anggota keluarga memiliki kebutuhan dasar fisik,
pribadi dan sosial yang berbeda. Menurut Friedman (1998)
bahwa keluarga memiliki 5 fungsi dasar, yaitu :
a. Fungsi Afektif
Merupakan fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan
segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga
berhubungan dengna orang lain.
b. Fungsi Sosialisasi
Merupakan fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak
untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah
untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
c. Fungsi Reproduksi
Merupakan fungsi untuk mempertahankan generasi dan
menjaga kelangsungan keluarga.
d. Fungsi Ekonomi
Merupakan fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga
secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan
kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga
e. Fungsi Perawatan
Merupakan fungsi untuk mempertahankan keadaan
kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas
yang tinggi (Setiadi, 2009).
2.3.5 Peran keluarga
Berbagai peran yang terdapat dalam keluarga adalah
sebagai berikut:
a. Peran Ayah : ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak,
berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan
pemberi rasa aman sebagai kepala keluarga, sebagai
anggota kelompok sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya.
b. Peran Ibu : sebagi istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu
mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai
pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan
sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta
sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. Di samping
itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan
dalam keluarganya.
c. Peran Anak : anak-anaknya melaksanakan peranan psiko
sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik,
mental, sosial dan spiritual. (Effendi, 1998).
2.3.6 Definisi Dukungan Keluarga
Menurut Firedman (1998) dukungan keluarga adalah
sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita
yang sakit.Keluarga juga berfungsi sebagai sistem pendukung
bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa
orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan
pertolongan jika di perlukan.
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung
karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka hidup
dalam suatu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama lain
menurut perannya masing-masing serta menciptakan dan
mempertahankan suatu budaya (Bailon dan Maglaya, 1978
dalam Sudiharto, 2007).
2.3.7 Bentuk-bentuk dukungan keluarga :
Menurut Cohen dan Mc Kay, (1984) dalam Niven, (2000)
bahwa komponen-komponen dukungan keluarga adalah sebagai
berikut :
a. Dukungan Emosional
Dukungan emosional memberikan klien perasaan
nyaman, merasa dicintai meskipun saat mengalami suatu
masalah, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa
percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya
merasa berharga.Dukungan emosional ini keluarga
menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat
kepada klien yang dirawat di rumah atau rumah sakit jiwa.
Dukungan bersifat emosional atau menjaga keadaan
emosi atau ekspresi yang termasuk dukungan emosional ini
adalah ekspresi dari empati, kepedulian, dan perhatian
kepada individu.Memberikan individu perasaan yang
nyaman, jaminan rasa memiliki, dan merasa dicintai saat
mengalami masalah, bantuan dalam bentuk semangat,
kehangatan personal, cinta, dan emosi. Jika stres
mengurangi perasaan seseorang akan hal yang dimiliki dan
dicintai maka dukungan dapat menggantikannya sehingga
akan dapat menguatkan kembali perasaan dicintai tersebut.
Apabila dibiarkan terus menerus dan tidak terkontrol maka
akan berakibat hilangnya harga diri.
b. Dukungan Informasi
Dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan
tanggung jawab bersama, termasuk didalamnya memberikan
solusi dari masalah yang dihadapi klien di rumah atau rumah
sakit jiwa, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau
umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang.
Keluarga dapat menyediakan informasi dengan
menyarankan tempat, dokter, dan terapi yang baik bagi
dirinya dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan
stressor.Pada dukungan informasi keluarga sebagai
penghimpun informasi dan pemberi informasi.
c. Dukungan Instrumental
Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan
jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dengan
menyediakan dana untuk biaya pengobatan, dan material
berupa bantuan nyata (Instrumental Support/ Material
Support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan
membantu memecahkan masalah kritis, termasuk
didalamnya bantuan langsung seperti saat seseorang
membantu pekerjaan sehari-hari, menyediakan informasi dan
fasilitas, menjaga dan merawat saat sakit serta dapat
membantu menyelesaikan masalah.
Pada dukungan nyata, keluarga sebagai sumber
untuk mencapai tujuan praktis. Meskipun sebenarnya, setiap
orang dengan sumber-sumber yang tercukupi dapat memberi
dukungan dalam bentuk uang atau perhatian yang bertujuan
untuk proses pengobatan. Akan tetapi, dukungan nyata akan
lebih efektif bila dihargai oleh penerima dengan tepat.
Pemberian dukungan nyata yang berakibat pada perasaan
ketidakadekuatan dan perasaan berhutang, malah akan
menambah stress individu.
d. Dukungan penghargaan
Dukungan penghargaan merupakan dukungan
berupa dorongan dan motivasi yang diberikan keluarga
kepada klien.Dukungan ini merupakan dukungan yang terjadi
bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap
individu.Klienmempunyai seseorang yang dapat diajak bicara
tentang masalah mereka, terjadi melalui ekspresi
penghargaan positif keluarga kepada klien, penyemangat,
persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan klien.
Dukungan keluarga dapat membantu meningkatkan
strategi koping klien dengan strategi-strategi alternatif
berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek
positif. Dalam dukungan penghargaan, kelompok dukungan
dapat mempengaruhi persepsi klienakan ancaman.
Dukungan keluarga dapat membantu klien mengatasi
masalah dan mendefinisikan kembali situasi tersebut sebagai
ancaman kecil dan keluarga bertindak sebagai pembimbing
dengan memberikan umpan balik dan mampu membangun
harga diri klien.
2.4 Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan klien
Skizofrenia di RSJD Dr. Amino Gondohutomo – Semarang.
Dukungan keluarga diungkap dengan menggunakan skala yang
terdiri dari 4 (empat) bentuk dukungan keluarga yaitu: dukungan
emosional, dukungan informasi, dukungan instrumental dan dukungan
penghargaan.
Dukungan emosional dapat berupa dukungan yang
memberikan klien rasa nyaman, merasa dicintai, memberikan dukungan
dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian, sehingga
klien merasa berharga dan diterima.
Dukungan Informasi, keluarga yang berperan dalam
menghimpun dan memberikan informasi kepada anggota keluarga yang
mengalami skizofrenia, memberikan informasi tempat, dokter dan terapi
yang baik bagi klien. Dukungan ini termasuk di dalamnya memberikan
pangarahan dan solusi terhadap masalah yang dialami penderita.
Dukungan Instrumental atau dukungan nyata, dapat berupa
bantuan pengobatan biaya perawatan penderita anggota keluarga yang
mengalami skizofrenia. Bentuk dukungan ini juga dapat berupa
perawatan saat penderita mengalami sakit jasmani.
Dukungan penghargaan, dukungan ini berupa dorongan dan
motivasi yang diberikan keluarga kepada klien. Dalam dukungan
penghargaan, kelompok dukungan dapat berupa memepengaruhi
persepsi akan ancaman. Dukungan keluarga dapat membantu klien
mengatasi masalah dan keluarga bertindak sebagai pembimbing klien
dalam menghadapi masalah klien.
Penderita skizofrenia pada umumnya kurang begitu
menggembirakan.Sekitar 25% klien dapat pulih dari episode awal dan
fungsinya dapat kembali pada tingkat premorbid (sebelum munculnya
gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan perjalanan
penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya
ditandai dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi
dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat, 50-80% klien
skizofrenia yang pernah dirawat di RS akan kambuh. (Harris dan
Craighead, Craighead, Kazdin & Mahoney, 1994 dalam Skizofrenia
2006)
Menurut Sullinger (1988 dalam Keliat, 1996) ada 4 faktor
penyebab klien kambuh dan perlu dirawat kembali di rumah sakit jiwa,
yaitu : Klien Skizofrenia, Dokter (pemberi resep), penanggung jawab
kilen (case manager), dan keluarga.
Klien Skizofrenia yang secara umum minum obat tidak teratur
mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Hasil penelitian
menunjukkan 25% sampai 50% klien skizofrenia yang pulang dari
rumah sakit jiwa tidak memakan obat secara teratur (Appleton, dalam
Keliat 1996). Di Rumaha sakit tugas perawat adalah memberi
perawatan, obat, dan memantau pemberian obat, sedangkan di rumah
tugas perawat digantikan oleh keluarga.
Dokter (pemberi resep), klien yang meminum obat secara teratur
dapat mengurangi kekambuhan, tetapi pemakaian obat yang berlebihan
dapat menimbulkan efek samping, sehingga pemberi resep (dokter)
diharapkan memiliki tingkat kewaspadaan yang tinggi dalam pemberian
obat agar tidak menimbulkan efek samping yang berlebihan bagi klien
skizofrenia.
Penanggungjawab klien (case manajer), Setelah klien pulang ke
rumah, maka penanggung jawab kasus mempunyai kesempatan yang
lebih banyak untuk bertemu dengan klien, sehingga dapat
mengidentifikasi gejala dini klien dan segera mengambil tindakan.
Keluarga mempunyai tanggung jawab yang penting dalam
proses perawatan di rumah sakit jiwa, persiapan pulang dan perawatan
di rumah agar adaptasi klien berjalan dengan baik. Kualitas dan
efektifitas perilaku keluarga akan membantu proses pemulihan
kesehatan klien sehingga status klien meningkat.
2.5 Kerangka Konseptual
Variabel Independen Variabel Dependen
Bentuk Dukungan Keluarga
1. Dukungan Emosional
2. Dukungan Informasi
3. Dukungan Instrumental
4. Dukungan Penghargaan
FrekuensiKeka
mbuhan Klien
skizofrenia
2.6 Hipotesa
H0 : Tidak ada hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan
klien skozofrenia di RSJD. Dr. Amino Gondohutomo –
Semarang, Jawa Tengah.
H1 : Ada hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan klien
sikzofrenia di RSJD. Dr. Amino Gondohutomo – Semarang,
Jawa Tengah.