bab ii tinjauan teori a. sectio...

55
BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesarea 1. Pengertian Sectio Caesarea adalah pelahiran janin melalui insisi yang dibuat pada dinding abdomen dan uterus. (Reeder, Martin, & Griffin, 2011). Sectio Caesarea adalah kelahiran janin melalui insisi pada dinding abdomen ( laparatomi ) dan dinding uterus ( histerektomi ). (Cunningham & dkk, 2012). Sectio Caesarea merupakan kelahiran bayi melalui insisi trans abdominal (Bobak et al, 2004). Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Sectio Caesarea adalah suatu proses persalinan buatan untuk mengeluarkan janin dari rahim ibu dengan melakukan insisi pada dinding abdomen dan uterus.

Upload: others

Post on 02-Mar-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Sectio Caesarea

1. Pengertian

Sectio Caesarea adalah pelahiran janin melalui insisi yang

dibuat pada dinding abdomen dan uterus. (Reeder, Martin, & Griffin,

2011).

Sectio Caesarea adalah kelahiran janin melalui insisi pada

dinding abdomen ( laparatomi ) dan dinding uterus ( histerektomi ).

(Cunningham & dkk, 2012).

Sectio Caesarea merupakan kelahiran bayi melalui insisi trans

abdominal (Bobak et al, 2004).

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Sectio

Caesarea adalah suatu proses persalinan buatan untuk mengeluarkan

janin dari rahim ibu dengan melakukan insisi pada dinding abdomen

dan uterus.

Page 2: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

2. Indikasi

Indikasi persalinan Sectio Caesarea yang dibenarkan terjadi secara

tunggal atau secara kombinasi, merupakan suatu hal yang sifatnya

relatif daripada mutlak, dan dapat diklasifikasikan dibawah ini :

a. Ibu dan janin

Distosia (kemajuan persalinan yang abnormal) adalah indikasi

paling umum kedua (30%), yang pada umumnya ditunjukkan

sebagai suatu “kegagalan kemajuan” dalam persalinan. Hal ini

mungkin berhubungan dengan ketidaksesuaian antara ukuran

panggul dengan ukuran kepala janin (disproporsi sefalopelvik),

kegagalan induksi, atau aksi kontraksi uterus yang abnormal.

CPD

Pada panggul ukuran normal, apapun jenisnya, yaitu

panggul ginekoid, anthropoid, android, dan platipelloid. Kelahiran

pervaginam janin dengan berat badan normal tidak akan

mengalami gangguan. Panggul sempit absolut adalah ukuran

konjungata vera kurang dari 10 cm dan diameter transversa kurang

dari 12 cm.

Oleh karena panggul sempit, kemungkinan kepala tertahan

di pintu atas panggul lebih besar, maka dalam hal ini serviks uteri

kurang mengalami tekanan kepala. Hal ini dapat mengakibatkan

inersia uteri serta lambatnya pembukaan serviks (Prawirohardjo,

2009).

Page 3: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

b. Ibu

Penyakit ibu yang berat, seperti penyakit jantung berat, diabetes

mellitus, PEB atau eklamsia, kanker serviks, atau infeksi berat

(yaitu virus herpes simpleks tipe II atau herpes genitalis dalam fase

aktif atau dalam 2 minggu lesi aktif). Penyakit tersebut

membutuhkan persalinan Sectio Caesarea karena beberapa alasan :

untuk mempercepat pelahiran dalam suatu kondisi yang kritis,

karena klien dan dan janinnya tidak mampu menoleransi

persalinan, atau janin akan terpajan risiko bahaya yang meningkat

saat melalui jalan lahir.

c. Janin

Gawat janin, seperti janin dengan kasus prolaps tali pusat,

insufiensi uteroplasenta berat, malpresentasi seperti letak

melintang, janin dengan presentasi dahi, kehamilan ganda dengan

bagian terendah janin kembar adalah pada posisi melintang

bokong.

d. Plasenta previa

Pemisahan plasenta sebelum waktunya (solusio).

Indikasi kontroversial meliputi tidak diketahuinya jaringan

parut sebelumnya, presentasi bokong, kehamilan lewat bulan, dan

makromsomia janin (dengan perkiraan berat badan janin > 4.500

gram (Reeder, Martin, & Griffin, 2011).

Page 4: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

3. Klasifikasi

a. Sectio caesarea transperitonealis

1) Sectio caesarea klasik yaitu pembedahan dilakukan dengan

sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10

cm. Keuntungan tindakan ini yaitu mengeluarkan janin lebih

cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik

dan sayatan bisa diperpanjang proksimal dan distal.

Kerugiannya yaitu infeksi mudah menyebar secara intra

abdominal dan lebih sering terjadi ruptur uteri spontan pada

persalinan selanjutnya.

2) Sectio caesarea profunda disebut juga low cervical yaitu

sayatan pada segmen bawah rahim. Keuntungannya yaitu

penjahitan luka lebih mudah, kemungkinan rupture uteri spontan

lebih kecil dibandingkan dengan Sectio Caesarea dengan cara

klasik, sedangkan kelemahannya yaitu perdarahan yang banyak

dan keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi.

b. Sectio caesarea ekstraperitonealis

Sectio caesarea ekstraperitonealis, yaitu Sectio Caesarea berulang

pada seorang pasien yang pernah melakukan Sectio Caesarea

sebelumnya. Biasanya dilakukan di atas bekas luka yang lama.

Tindakan ini dilakukan dengan insisi dinding dan fasia abdomen

sementara peritoneum dipotong ke arah kepala untuk memaparkan

segmen bawah uterus sehingga uterus dapat dibuka secara

Page 5: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

ekstraperitoneum. Pada saat ini pembedahan ini tidak banyak

dilakukan lagi untuk mengurangi bahaya infeksi puerperal.

4. Komplikasi

a. Infeksi peurperal

Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama

beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis,

sepsis dsb.

b. Perdarahan

Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika

cabang cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri.

c. Komplikasi komplikasi lain seperti luka kandung kemih,

embolisme paru.

d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang

kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan

berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.

(Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012)

Page 6: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

5. Penatalaksanaan

a. Perawatan pre operasi Sectio Caesarea

1) Persiapan kamar operasi

a) Kamar operasi sudah di bersihkan dan siap untuk dipakai.

b) Peralatan dan obat –obatan telah siap semua termasuk kain

operasi.

2) Persiapan pasien

a) Pasien telah dijelaskan tentang prosedur operasi

b) Informed concent telah ditanda tangani oleh pihak keluarga

pasien

c) Perawat memberi support kepada pasien

d) Daerah yang akan di insisi telah dibersihkan (rambut pubis

dicukur dan sekitar abdomen telah dibersihkan dengan

antiseptik)

e) Pemeriksaan tanda tanda vital dan pengkajian untuk

mengetahui penyakit yang pernah di derita oleh pasien

f) Pemeriksaan laboratorium (darah, urine)

g) Pemeriksaan USG

h) Pasien puasa selama 6 jam sebelum dilakukan operasi

b. Perawatan post operasi Sectio Caesarea

1) Analgesia

Wanita dengan ukuran tubuh rata – rata dapat disuntik 75 mg

meperidin (IM) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk

Page 7: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikkan dengan cara serupa

10 mg morfin.

a) Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis meperidin yang

diberikan 50 mg

b) Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah

100 mg meperidin

c) Obat obat antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya

diberikan bersama sama dengan pemberian preparat

narkotik

2) Tanda tanda vital

Tanda tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan

tekanan darah, nadi, jumlah urine serta jumlah darah yang

hilang dan keadaan funfus harus diperiksa.

3) Terapi cairan dan diet

Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti

sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama

berikutnya, meskipun demikian, jika output urine jauh dibawah

30 ml/jam, pasien harus segera dievaluasi kembali paling

lambat pada hari kedua

4) Vesica urinaria dan usus

Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam post operasi atau pada

keesokan paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum

terdengar pada hari pertama setelah pembedahan, pada hari

Page 8: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

kedua bising usus masih lemah dan usus baru aktif kembali

pada hari ketiga

5) Ambulasi

Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan

dapat bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang kurangnya

2x pada hari kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan.

6) Perawatan luka

Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang

alternatif ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan,

secara normal jahitan kulit dapat diangkat setelah hari keempat

setelah pembedahan. Paling lambat hari ketiga post partum,

klien dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.

7) Laboratorium

Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi

hematokrit tersebut harus segera di cek kembali bila terdapat

kehilangan darah yang tidak biasa atau keadaan lain yang

menunjukkan hipovolemia.

8) Perawatan payudara

Pemberian ASI bisa langsung diberikan setelah operasi pada

bayi dengan IMD terlebih dahulu.

9) Memulangkan pasien dari RS

Memulangkan pasien mungkin lebih aman bila diperbolehkan

pulang dari RS pada hari ke empat dan kelima post operasi,

Page 9: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk

perawatan bayinya dengan bantuan orang lain (Jitowiyono &

Kristiyanasari, 2012)

6. Pathways keperawatan

Gambar 1.1 pathways SC (Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012)

Page 10: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

B. Nyeri

1. Pengertian

Nyeri merupakan salah satu mekanisme pertahanan tubuh yang

menandakan adanya masalah, jika tidak ditangani menyebabkan

bahaya fisiologis dan psikologis bagi kesehatan dan penyembuhannya

(Kozier, ERB, Berman, & Snyder, 2010).

Nyeri adalah suatu pengalaman sensori atau emosional yang

tidak menyenangkan, berkaitan dengan adanya atau potensial adanya

lesi jaringan. Nyeri dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai suatu yang

kompleks, individual, dan fenomena multi faktor yang dipengaruhi

oleh beberapa faktor, yaitu fisiologis, biologis, sosiokultural dan

ekonomis The Taxonomy Commitee of the International Association

for the Study of Pain ( IASP) dalam (Maryunani, 2010).

Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang

nyeri tersebut dan terjadi kapan saja seseorang mengatakan bahwa ia

merasa nyeri (Potter & Perry, 2005).

2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Menurut (Potter & Perry, 2005) faktor yang mempengaruhi nyeri

diantaranya usia, jenis kelamin, kebudayaan, makna nyeri, perhatian,

ansietas, keletihan, pengalaman sebelumnya, gaya koping, dukungan

keluarga dan sosial.

Page 11: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

a. Usia

Perbedaan perkembangan, yang ditemukan diantara kelompok usia

ini dapat mempengaruhi bagaimana anak anak dan lansia bereaksi

terhadap nyeri. Anak anak yang masih kecil mempunyai kesulitan

memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang

menyebabkan nyeri. Sedangkan kemampuan lansia untuk

menginterpretasi nyeri dapat mengalami komplikasi dengan

keberadaan berbagai penyakit disertai gejala samar samar yang

mungkin mengenai bagian tubuh yang sama.

b. Jenis kelamin

Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna

dalam berespon terhadap nyeri. Akan tetapi, toleransi terhadap

nyeri dipengaruhi oleh faktor faktor biokimia dan merupakan hal

yang unik pada setiap individu, tanpa memperhatikan jenis

kelamin.

c. Kebudayaan

Latar belakang etnik dan warisan budaya telah lama dikenal

sebagai faktor faktor yang mempengaruhi reaksi nyeri dan ekspresi

nyeri tersebut. Perilaku yang berhubungan dengan nyeri adalah

sebuah bagian dari proses sosialisasi. (Kozier, ERB, Berman, &

Snyder, 2010). Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa

yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi

bagaimana bereaksi terhadap nyeri. (Potter & Perry, 2005).

Page 12: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

d. Makna nyeri

Beberapa klien dapat lebih mudah menerima nyeri dibandingkan

klien lain, bergantung pada keadaan dan interpretasi klien

mengenai makna nyeri tersebut. Seorang klien yang

menghubungkan rasa nyeri dengan hasil akhir yang positif dapat

menahan nyeri dengan sangat baik. Sebaliknya, klien yang nyeri

kroniknya tidak mereda dapat merasa lebih menderita. Mereka

dapat berespon dengan putus asa, ansietas, dan depresi karena

mereka tidak dapat mengubungkan makna positif atau tujuan nyeri

(Kozier, ERB, Berman, & Snyder, 2010).

e. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat

dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya

pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang

menurun (Potter & Perry, 2005).

f. Ansietas

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas

seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat

menimbulkan suatu perasaan ansietas. Stimulus nyeri

mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini mengendalikan

emosi seseorang, khususnya ansietas.

Page 13: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

g. Keletihan

Rasa keletihan atau kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin

intensif dan menurunkan kemampuan koping.

h. Pengalaman sebelumnya

Klien yang tidak pernah merasakan nyeri, maka persepsi pertama

nyeri dapat mengganggu koping pertama terhadap nyeri.

i. Gaya koping

Klien yang memiliki fokus kendali internal mempersepsikan diri

mereka sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan

mereka dan hasil akhir suatu peristiwa, seperti nyeri.

j. Dukungan keluarga dan sosial

Individu dari kelompok sosiobudaya yang berbeda memiliki

harapan yang berbeda tentang orang, tempat mereka menumpahkan

keluhan mereka tentang nyeri, klien yang mengalami nyeri

seringkali bergantung pada anggota keluarga atau teman untuk

memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan. Apabila tidak

ada keluarga atau teman, seringkali pengalaman nyeri membuat

klien semakin tertekan.

Page 14: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

3. Jenis – Jenis Nyeri

Menurut durasi, lokasi atau etiloginya nyeri dibagi menjadi 2 yaitu

nyeri akut da nyeri kronik.

Berikut ini perbedaan nyeri akut dan nyeri kronik (Mohamad, Sudarti,

& Fauziah, 2012).

Tabel 1.1 Jenis – jenis nyeri

Karakteristik

Tujuan/keuntungan

Awitan

Nyeri Akut Nyeri Kronik

Memperingatkan

adanya cedera atau

masalah.

Mendadak

Tidak ada

Terus/menerus atau

intermiten

Letaknya Superfisial, pada

permukaan kulit,

bersifat lokal

Dapat bersifat

superfisial ataupun

dalam, dapat berasal

dari organ organ dalam

mulai otot, dan bagian

lain.

Managemen tata

laksana

Obat analgesik sebaga

alternatif

Mengobati dan

memperbaiki penyebab

altenatif utama

Intensitas Ringan – berat Ringan – berat

Durasi Singkat ( beberapa

detik – 6 bulan )

Lama (> 6 bulan )

Respon otonom Konsisten

dengan respon

stress simpatis

Frekuensi

jantung

meningkat

Volume

sekuncup

meningkat

Tekanan darah

meningkat

Dilatasi pupil

Otot – otot

meregang

Sistem tubuh mulai

beradaptasi

Dapat berupa lokal

adaptasi sindrom

ataupun general

adaptasi sindrom

Page 15: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

Motilitas usus

turun

Saliva

berkurang

Komponen psikologis Ansietas Depresi

Mudah marah

Menarik diri

Gangguan tidur

Libido

menurun

Nafsu makan

menurun

Contoh Nyeri bedah, trauma Nyeri kanker

Nyeri dapat dikategorikan menurut asalnya meliputi nyeri kutaneus,

nyeri somatik profunda, nyeri viseral (Kozier, ERB, Berman, &

Snyder, 2010).

a. Nyeri kutaneus

Berasal dari kulit atau jaringan subkutan.

Contoh : teriris kertas yang menyebabkan nyeri tajam dengan

sedikit terbakar

b. Nyeri somatik profunda

Berasal dari ligamen, tendon, tulang, pembuluh darah dan saraf.

Nyeri somatik profunda menyebar dan cenderung berlangsung

lebih lama dibandingkan nyeri kutaneus.

Contoh : keseleo pergelangan kaki.

c. Nyeri viseral

Berasal dari stimulasi reseptor nyeri rongga abdomen, kranium,

dan thoraks. Nyeri viseral cenderung menyebar dan sering kali

terasa seperti nyeri somatik profunda, yaitu rasa terbakar, nyeri

Page 16: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

tumpul atau merasa tertekan. Nyeri viseral seringkali disebabkan

oleh peregangan jaringan, iskemia, aau spasme otot.

Contoh : obstruksi usus akan menyebabkan nyeri viseral.

4. Tanda dan gejala nyeri

Tanda dan gejala nyeri ada bermacam – macam perilaku yang

tercermin dari pasien. Secara umum orang yang mengalami nyeri akan

didapatkan respon psikologis berupa :

a. Suara : Menangis, merintih, menarik/menghembuskan nafas

b. Ekspresi wajah : Meringiu mulut

c. Menggigit lidah, mengatupkan gigi, dahi berkerut, tertutup

rapat/membuka mata atau mulut, menggigit bibir

d. Pergerakan tubuh : Kegelisahan, mondar – mandir, gerakan

menggosok atau berirama, bergerak melindungi bagian tubuh,

immobilisasi, otot tegang.

e. Interaksi sosial : Menghindari percakapan dan kontak sosial,

berfokus aktivitas untuk mengurangi nyeri, disorientasi waktu

(Mohamad, Sudarti, & Fauziah, 2012).

Page 17: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

5. Fisiologi nyeri

Pemahaman tentang sumber nyeri, proses terjadinya nyeri dan

bagaimana status psikologis pasien sangatlah penting untuk diketahui,

karena pemahaman ini akan berdampak pada pengkajian dan intervensi

nyeri, juga akan memberikan keuntungan dan membatasi kerugian dan

keterbatasan dari setiap intervensi nyeri yang dilakukan.

Salah satu teori Gate Control Theory oleh Wall tahun 1978

menjelaskan bagaimana aktivitas aktivitas tertentu menurunkan

persepsi nyeri. Contoh : sesorang yang mengalami luka bakar dari

korek api, maka reaksi pertama adalah memasukkan jarinya kedalam

mulut atau ke dalam air dingin, tindakan lain yang dilakukan biasanya

menekan daerah yang lebih proksimal. Aksi ini bertujuan menstimulasi

serabut non nyeri (non-nosiseptif) dalam tempat reseptor yang sama

dengan serabut nyeri (nosiseptor) diaktifkan. Stimulasi dari sejumlah

besar serabut non-nosiseptor bersinap pada serabut inhibitor dalam

karnus dorsalis akan menghambat transmisi sensasi nyeri dalam jaras

asenden (Mohamad, Sudarti, & Fauziah, 2012)

Proses fisiologis yang berhubungan dengan persepsi nyeri

digambarkan sebagai nosisepsi. Empat proses yang terlibat dalam

nosisepsi : transduksi, transmisi, persepsi dan modulasi.

a. Transduksi

Transduksi adalah proses dari stimulus nyeri yang diubah ke

bentuk yang dapat diakses oleh otak (Turk & Flor, 1999 dalam

Page 18: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

Harahap, 2007). Selama fase transduksi, stimulus berbahaya

(cedera jari tangan) memicu pelepasan mediator biokimia (misal.,

prostaglandin, bradikinin, serotonin, histamin, zat P) (Kozier, ERB,

Berman, & Snyder, 2010). Proses transduksi dimulai ketika

nociceptor yaitu reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsang

nyeri teraktivasi. Aktivasi reseptor ini (nociceptor) merupakan

sebagai bentuk respon terhadap stimulus yang datang seperti

kerusakan jaringan (Ardinata, 2007).

b. Transmisi

Impuls nyeri berjalan dari serabut saraf tepi ke medulla spinalis.

Zat P bertindak sebagai neurotrasmiter, yang meningkatkan

pergerakan impuls menyebrangi setiap sinaps saraf dari neuron

aferen primer ke neuron ordo kedua di kornu dorsalis medulla

spinalis. Transmisi dari medulla spinalis dan asendens, melalui

traktus spinotalamikus, ke batang otak dan talamus. Lalu

melibatkan trasnmisi sinyal antara talamus ke korteks sensorik

somatik terpat terjadinya persepsi nyeri (Kozier, ERB, Berman, &

Snyder, 2010).

c. Persepsi

Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri.

Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke medulla spinalis ke talamus

dan otak tengah. Dari talamus, serabut menstransmisikan pesan

nyeri ke berbagai area otak, termasuk korteks sensori dan korteks

Page 19: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

asosiasi (dikedua lobus parietalis), lobus frontalis, dan sistem

limbik. Ada sel sel di dalam limbik yang diyakini mengontrol

emosi, khususnya ansietas (Potter & Perry, 2005). Selanjutnya

diterjemahkan dan ditindak lanjut berupa tanggapan terhadap nyeri

tersebut.

d. Modulasi

Proses ini terjadi saat neuron dibatang otak mengirimkan sinyal

menurun i kornu dorsalis medulla spinalis. Serabut desendens ini

melepaskan zat seperti opioid endogen, serotonin, dan norepinefrin

yang dapat menghambat naiknya impuls berbahaya (menyakitkan)

dikornus dorsalis. Tindakan ini meningkatkan fase modulasi yang

membantu menghambat naiknya stimulus yang menyakitkan

(Kozier, ERB, Berman, & Snyder, 2010).

Page 20: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

Gambar 1.2 Proses Fisiologis Nyeri

6. Pengkajian nyeri

Tidak ada cara yang tepat untuk menjelaskan seberapa berat nyeri

seseorang. Individu yang mengalami nyeri adalah sumber informasi

terbaik untuk menggambarkan nyeri yang dialaminya. (Mohamad,

Sudarti, & Fauziah, 2012). Beberapa hal yang haeus dikaji untuk

menggambarkan nyeri seseorang antara lain :

Page 21: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

a. Riwayat nyeri

Pengingat OLDCART

O : Onset (awitan)

L : Lokasi

D : Durasi

C : Karakteristik

A : Aggravating Factors (faktor yang memperburuk)

R : Radiasi

T : Terapi (apa yang sebelumnya tidak efektif dan apa yang telah

meredakan nyeri

Pengingat PQRST

1) P : Provokasi (apa yang menyebabkan nyeri)

Tenaga kesehatan harus mengkaji tentang penyebab

terjadinya nyeri pada penderita, bagian tubuh mana yang

mengalami cidera termasuk menghubungkan antara nyeri yang

diderita dengan faktor psikologisnya karena bisa terjadi

terjadinya nyeri hebat karena dari faktor psikologis bukan dari

lukanya.

2) Q : Quality

Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subyektif yang

diungkapkan oleh klien, seringkali klien mendiskripsikan nyeri

dengan kalimat nyeri seperti situsuk, dibakar, sakit nyeri atau

superfisial atau bahkan seperti di gencet.

Page 22: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

3) R : Region

Untuk mengkaji lokasi, tenaga kesehatan meminta

penderita untuk menunjukkan semua bagian/ daerah yang

dirasakan tidak nyaman. Untuk melokalisasi lebih spesifik

maka sebaiknya tenaga kesehatan meminta untuk

menunjukkan daerah yang nyerinya minimal sampai daerah

yang nyerinya sangat berat. Namun hal ini akan akan sulit jika

nyeri yang dirasakan menyebar atau difuse.

4) S : Severe

Tingkat keparahan merupakan hal paling subyektif yang

dirasakan penderita, karena akan diminta bagaimana kualitas

nyeri, kualitas nyeri harus bisa digambarkan menggunakan

skala yang sifatnya kuantitas.

1.3 Numeric Pain Intensity Scale

(Kozier, ERB, Berman, & Snyder, 2010)

Page 23: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

5) T : Time

Yang harus dikaji adalah awitan, durasi, dan rangkaian

nyeri. Perlu ditanyakan kapan mulai muncul adanya nyeri,

berapa lama merasakannya, seberapa sering untuk kambuh.

7. Pengukuran skala nyeri

a. Pasien dapat berkomunikasi

1) Numeric Rating Scale (NRS)

Skala penilaian numerik lebih digunakan sebagai pengganti

alat pendeskripsi kita. Dalam hal ini, klien menilai nyeri

dengan menggunakan skala 0 – 10. Skala paling efektif

digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah

intervensi terapeutik (Potter & Perry, 2005).

1.4 Numeric Rating Scale (NRS)

Page 24: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

2) Deskriptif / Verbal Rating Scale / Verbal Descriptor

Scale(VRS)/ (VDS)

Skala deskriptif merupakan alat pengukuran

keparahan nyeri yang lebih obyektif. VRS merupakan sebuah

garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang

tersusun dengan jarak yang sama sepanjang garis. Pendeskripsi

ini dirangking dari “tidak nyeri” sampai nyeri tidak

tertahankan.

1.5 Verbal Rating Scale (VRS)

Keterangan:

0 : tidak nyeri

1-3 : nyeri ringan (secara obyektif klien dapat

berkomunikasi dengan baik

4-6 : nyeri sedang (secara obyektif klien mendesis,

menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat

mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik).

7-9 : nyeri berat (secara obyektif klien terkadang tidak

dapat mengikuti perintah tetapi masih respon terhadap

tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat

Page 25: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi,

nafas panjang dan distraksi.

10 : nyeri sangat berat (klien tidak mampu

berkomunikasi, memukul.

3) Visual Analog Scale (VAS)

Skala berupa garis lurus yang panjangnya biasanya 10 cm

(atau 100 mm), dengan penggambaran verbal pada masing

masing ujungnya, seperti angka 0 (tanpa nyeri) sampai angka

10 (nyeri terberat). Nilai VAS 0 - < 4 : nyeri ringan, 4 - < 7 :

nyeri sedang, 7 – 10 : nyeri berat.

1.6 Visual Analog Scale (VAS)

Page 26: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

b. Pasien tidak dapat berkomunikasi

1) Wong - Baker Facial Gramace Scale (FGS) / Skala nyeri “

muka “

Skala wajah biasanya digunakan untuk anak-anak

yang berusia kurang dari 7 tahun. Pasien diminta untuk

memilih gambar wajah yang sesuai dengan nyerinya. Pilihan

ini kemudian diberi skor angka. Skala wajah Wong-Baker

menggunakan 6 kartun wajah yang menggambarkan wajah

tersenyum, wajah sedih, sampai menangis. Dan pada tiap

wajah ditandai dengan skor 0 sampai dengan 5.

1.7 Faces Rating Scale (FRS)

Page 27: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

2) Skala nyeri dari FLACC

FLACC SCALE (Face, Legs, Activity, Cry, Consolability)

Skala FLACC merupakan alat pengkajian nyeri yang dapat

digunakan pada pasien secara non verbal yang tidak dapat

melaporkan nyerinya.

1.2 Tabel skala nyeri FLACC

Kategori Skor

0 1 2

Muka Tidak ada

ekspresi/

senyuman

tertentu,

mencari

perhatian.

Wajah

menyeringai,

dahi berkerut,

menyendiri

Sering dahi

tidak konstan,

rahang

menegang, dagu

gemetar.

Kaki Tidak ada posisi

atau relaks.

Gelisah, resah

dan menegang

Menendang atau

kaki disiapkan

Aktivitas Berbaring,

posisi normal,

mudah bergerak

Menggeliat,

menaikkan

punggung dan

maju, menegang

Menekuk, kaku

atau

menghentak

Menangis Tidak menangis

(saat bangun

maupun saat

tidur)

Merintih atau

merengek,

kadang kadang

mengeluh

Menangis keras,

berpekik atau

sedu sedan,

sering

mengeluh.

Hiburan Isi, relaks Kadang kadang

hati tentram

dengan

sentuhan,

memeluk,

berbicara untuk

mengalihkan

perhatian.

Kesulitan untuk

menghibur atau

kenyamanan.

Total skor 0 – 10

(Mohamad, Sudarti, & Fauziah, 2012)

Page 28: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

3) Critical – Care Pain Observasion Tool (CPOT)

Critical-Care Pain Observasion Tool (CPOT) adalah

sebuah skala sikap yang disarankan oleh para ahli untuk menilai

nyeri pada pasien-pasien kritis yang tidak dapat berkomunikasi

secara verbal. Skala ini dikembangkan di Prancis, memiliki 4

bagian dengan setiap bagian memiliki kategori sikap yang berbeda,

yaitu, ekspresi wajah, pergerakan badan, tegangan otot dan

keteraturan dengan ventilator untuk pasien terintubasi atau

vokalisasi untuk pasien yang tidak terintubasi. Setiap bagian

memiliki skor 0 sampai 2, dengan jangkauan kemungkinan nilai 0 –

8.

1.2 Tabel skala nyeri CPOT

Indikator Kondisi dan Skor Deskripsi

Ekspresi wajah

Gerakan tubuh

Aktivasi alarm

ventilator mekanik

Santai, netral 0

Tegang 1

Meringis 2

Tidak ada gerakan

abnormal 0

Perlindungan /

lokalisasi nyeri 1

Gelisah 2

Pasien kooperatif

terhadap kerja

ventilator mekanik

0

Tidak ada ketegangan otot yang

terlihat

Merengut, alis menurun, orbit

menegang dan mengerutkan

kening

Menggigit selang ETT

Tidak bergerak (tidak

kesakitan)/ posisi normal(tidak

ada gerakan lokalisasi nyeri)

Gerakan hati hati, menyentuh

lokasi nyeri, mencari perhatian

melalui gerakan

Mencabut ETT, mencoba untuk

duudk, tidak mengikuti

perintah, mengamuk, mencoba

keluar dari tempat tidur

Alarm tidak berbunyi

Batuk, alarm berbunyi tetapi

Page 29: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

Berbicara jika

pasien diekstubasi

Ketegangan otot

Alarm aktif tapi

mati sendiri 1

Alarm selalu aktif 2

Berbicara dalam

nada normal atau

tidak ada suara 0

Mendesah,

mengerang 1

Menangis 2

Tidak ada

ketegangan otot 0

Tegang, kaku 1

Sangat kaku/

tegang 2

berhenti secara spontan

Alarm selalu berbunyi

Bebicara dengan nada pelan

Mendesah, mengerang

Menangis, berteriak

Tidak ada ketegangan

Gerakan otot pasif

Gerakan sangat kuat

Jumlah

8. Penalatalaksanaan nyeri

Penatalaksaan nyeri dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu

penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi

a. Penatalaksanaan nyeri farmakologi

Penatalaksanaan nyeri farmakologi mencakup penggunaan opioid

(narkotik), obat obatan anti inflamasi nonopioid/nonsteroid

(NSAIDS), dan analgesik penyerta atau koanalgesik (Kozier, ERB,

Berman, & Snyder, 2010).

Penggunaan metode farmakologi untuk mengendalikan nyeri

membutuhkan perhatian terhadap enam benar yaitu benar obat,

benar dosis, benar jalur, benar waktu, benar pasien, dan benar

pendokumentasian. Selain itu observasi terhadap efek samping

obat merupakan tindakan keperawatan yang sangat penting.

Page 30: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

Nonopioid mencakup asetaminofen dan obat antiinflamasi

nonsteroid sesuai untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang.

Opioid diperlukan untuk mengatasi nyeri sedang sampai berat

(Hockenberry & Wilson,2009).

b. Penatalaksaan nyeri non farmakologi

Penalataksaan nyeri terdiri atas berbagai strategi

penalataksaan nyeri fisik dan kognitif perilaku. Intervensi fisik

meliputi stimulasi kutaneus, imobilisasi, stimulus saraf elektrik

transkutan (TENS), dan akupuntur. Intervensi pikiran tubuh

(kognitif-perilaku) meliputi aktivitas distraksi, teknik relaksasi,

imaginasi, meditasi, umpan balik biologis, hipnosis, dan sentuhan

terapeutik (Kozier, ERB, Berman, & Snyder, 2010).

Managemen nyeri non farmakologi yang lain yaitu nafas

ritmik, biofeedback, membina hubungan terapeutik, hipnosis,

accupresure, aromatherapi Sulistyo dalam Swandari (2014).

Berikut uraian penatalaksanaan nyeri non farmakologis

diantaranya :

1) Kesehatan holistik

Kesehatan holistik menjadi intervensi yang paling penting

untuk mempertahankan kesejaheraan individu. Kesehatan

holistik merupakan suatu kelangsungan kondisi kesejahteraan

yang melibatkan upaya merawat diri sendiri secara fisik, upaya

mengekspresikan emosi dengan benar dan efektif, dan upaya

Page 31: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

untuk menggunakan pikiran dengan konstruktif, upaya untuk

secara kreatif terlibat dengan orang lain, dan upaya untuk

memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi.

2) Sentuhan terapeutik

Terdapat empat langkah dasar dalam melakukan teknik dengan

sentuhan terapeutik meliputi penggunaan tangan untuk secara

sadar melakukan pertukaran energi : empat teknik ini yaitu

pemusatan, pengkajian, terapi, dan evaluasi. Setiap tahap

umumnya melaju ke langkah berikutnya dan proses secara

keseluruhan berlangsung sekitar 25 menit. Karena penelitian

menunjukkan sifat analgesik pada sentuhan terapeutik yaitu

menciptakan respon relaksasi yang umum.

3) Akupresur

Akupresur dikembangkan dari sistem penyembuhan akupuntur

Cina kuno. Terapis menekankan jari pada titik – titik yang

berhubungan dengan banyak titik yang digunakan dalam

akupuntur.

4) Imajinasi terbimbing

Klien menciptakan kesan dalam pikiran, berkonsentrasi pada

kesan tersebut, sehingga secara bertahap klien kurang

merasakan nyeri. Perawat melatih klien dalam membangun

kesan berkonsentrasi pada pengalaman sensori.

Page 32: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

5) Bimbingan antisipasi

Bimbingan antisipasi memberikan penjelasan yang jujur

tentang pengalaman nyeri. Pengetahuan tentang nyeri

membantu klien mengontrol rasa cemas dan secara kognitif

memperoleh penanganan nyeri dalam tingkatan tertentu.

Contoh bimbingan antisipasi ialah penyuluhan praoperasi.

6) Stimulasi kutaneus

adalah stimulasi yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri.

Massase, mandi air hangat, kompres untuk menggunakan

kantong es, dan stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS)

merupakan upaya – upaya untuk memenurunkan persepsi nyeri.

Salah satu pemikiran dalam stimulasi kutaneus bahwa cara ini

menyebbakan pelepasan endorfin, sehingga memblok transmisi

stimulus nyeri. Teori gate-control mengatakan bahwa stimulasi

kutaneus mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta

yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan

transmisi nyeri melalui serabut C dan delta-A berdiameter

kecil. Gerbang sinap menutup transmisi impuls nyeri (Potter &

Perry, 2005).

7) Imobilisasi

Mengimobilisasi atau membatasi pergerakan bagian tubuh yang

menyakitkan (misal., artritis sendi, trauma ekstremitas) dapat

membantu mengatasi episode nyeri akut. Penyangga harus

Page 33: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

menahan sendi pada posisi fungsi yang optimum dan harus

digerakkan secara teratur sesuai dnegan protokol guna

memberikan latihan pergerakan sendi (Kozier, ERB, Berman,

& Snyder, 2010).

8) Biofeedback

Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu

informasi tentang respons fisiologis (mis., tekanan darah atau

ketegangan) dan cara untuk melatih kontrol volunter terhadap

respon tersebut. Terapi ini digunakan untuk menghasilkan

relaksasi dalam dan sangat efektif untuk mengatasi ketegangan

otot dan nyeri kepala migren. Ketika nyeri kepala ditangani,

elektroda dipasang secara eksternal di atas setiap pelipis.

Elektroda mengukur ketegangan kulit dalam mikrovolt. Mesin

poligraf terlihat mencatat tingkat ketegangan klien sehingga

klien dapat melihat hasilnya.

1.8 Gambar Biofeedback

Page 34: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

9) Hipnosis diri

Hipnosis dapat membantu mengubah persepsi nyeri melalui

pengaruh sugesti pengaruh sugesti positif. Suatu pendekatan

holistik, hipnosis diri menggunakan sugesti diri dan kesan

tentang perasaan yang rileks dan damai.

10) Transeutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)

Transeutaneus electrical nerve stimulation (TENS) dilakukan

dengan stimulasi pada kulit dengan menggunakan arus listrik

ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar. Apabila pasien

merasa nyeri maka, transmiter dinyalakan dan menimbulkan

sensasi kesemutan atau sensasi dengung. Sensasi kesemutan

dapat biarkan sampai nyeri hilang (Potter & Perry, 2005).

11) Distraksi

Distraksi dapat dibagi menjadi empat yaitu distraksi visual

(membaca atau menonton televsi, menonton pertandingan,

imajinasi terbimbing), distraksi auditor (humor, mendengarkan

musik), distraksi taktil (pernafasan lambat, beirama,

massase/pijat, memegang hal yang disukai), distraksi

intelektual (teka teki silang, permainan kartu, hobi) (Kozier,

ERB, Berman, & Snyder, 2010).

Page 35: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

12) Relaksasi

Relaksasi dan teknik imajinasi dapat menurunkan nyeri dengan

merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Teknik

relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan

frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan mata

dan bernafas dengan perlahan dan nyaman.

13) Aromaterapi

Merupakan salah satu terapi komplementer yang melibatkan

pengunaan wewangian berasal dari minyak esensial Broker

dalam Swandari (2014). Terdapat macam macam aromaterapi

seperti cendana, kemangi, kayu manis, kenanga, melati

cengkih, lavender, mawar dan lain lain. Efek aromanya dapat

menenangkan, menghilangkan rasa cemas dan relaksasi.

C. Aromaterapi Lavender

Nama lavender berasal dari bahasa latin “Lavera” yang berarti

menyegarkan. Bunga lavender memilki 25 – 30 spesies, beberapa

diantaranya adalah lavandula angustifolia, lavandula stoechas (farm.

Lamiaceae). Penampakan bunga ini adalah berbentuk kecil, berwarna

ungu kebiruan, dan tinggi tanaman mencapai 72 cm. Lavender berasal dari

wilayah selatan laut tengah Afrika tropis dan ke timur sampai India Ongan

dalam Swandari (2014).

Page 36: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

Komponen kimia utama dalam lavender yaitu linalil asetat, linalool

(Andria, 2002). Secara teoritis aromaterapi lavender bekerja dnegan

mempengaruhi tidak hanya fisik tetapi juga tingkat emosi. Linalool adalah

kandungan aktif utama yang berperan pada efek anti cemas (relaksasi)

pada lavender. Selain itu lynalil asetat juga dapat menurunkan,

mengendorkan dan melemaskan secara spontan ketegangan yang

mengalami spasme otot pada intestinalnya (Nurachman, 2004).

Aromatererapi ini dapat dilakukan dengan berbagai macam metode

seperti pijat (massase), semprotan, inhalasi, mandi, kumur kompres juga

pengharum ruangan. Lavender mempunyai efek penyeimbang untuk

minyak kulit alami, jaringan bawah kulit dan efek antiseptiknya yang kuat

yang berhasil merawat banyak kondisi kulit. Lavender juga membantu

mengurangi pusing dan sakit kepala, rematik (Balkam, 2001).

Pada saat kita menghirup suatu aroma, komponen kimianya akan

masuk ke bulbus olfactory, kemudian ke limbic sistem pada otak. Limbic

adalah struktur bagian dalam dari otak yang berbentuk seperti cincin yang

terletak dibawah korteks serebral. Tersusun ke dalam 52 daerah dan 35

saluran atau tractus yang berhubungan dengannya, termasuk amygdala dan

hipocampus. Sistem limbic sebagai pusat nyeri, senang, marah, takut,

depresi, dan berbagai emosi lainnya. Sistem limbic menerima semua

informasi dari sistem pendengaran, sistem penglihatan, dan sistem

penciuman. Sistem ini juga dapat mengontrol dan mengatur suhu tubuh,

rasa lapar, dan haus. Amygdala sebagai bagian dari sistem limbic

Page 37: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

bertanggung jawab atas respon emosi kita terhadap aroma. Hipocampus

bertanggung jawab atas memori dan pengenalan terhadap bau juga tempat

dimana bahan kimia pada aromaterapi merangsang gudang-gudang

penyimpanan memori otak kita terhadap pengenalan bau-bauan Buckle

dalam Dewi (2011).

Mekanisme massage pada tubuh dapat menstimulasi produksi

endhorpin di otak,sehingga dapat memblokir transmisi stimulus nyeri.

Sedangkan apabila minyak aromatherapi masuk ke rongga hidung melalui

penghirupan langsung akan bekerja lebih cepat karena molekul-molekul

minyak esensial mudah menguap oleh hipotalamus karena aroma tersebut

diolah dan dikonversikan oleh tubuh menjadi suatu aksi dengan pelepasan

subtansi neurokimia berupa zat endorphin dan serotinin sehingga

berpengaruh langsung pada organ penciuman dan dopersepsikan oleh otak

untuk memberikan reaksi yang membuat perubahan fisiologis pada tubuh.,

pikiran, jiwa, dan menghasilkan efek menenangkan pada tubuh

(Nurachman, 2004).

Zat endorphin merupakan zat kimia yang diproduksi tubuh hasil

dari stimulasi eksternal dan menghasilkan perasaan tenang, senang, rileks,

terangsang, serta melemaskan otot-otot yang tegang seperti rasa sakit,

gembira, dan pengerahan tenaga secara fisik. Sementara itu zat serotinin

adalah neurotransmiter yang mempengaruhi suasana hati, pola tidur, dan

selera makan Primadiarti dalam Swandari (2014).

Page 38: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

1. Pelaksanaan Terapi

a. Topik : Pemberian Aromaterapi Lavender

b. Sasaran : Ibu post operasi Sectio Caesarea (SC) berusia 18 –

45 tahun, tidak memiliki riwayat dioperasi sebelumnya, dilakukan

penelitin hari ke-2 post operasi.

c. Tujuan : Mengetahui pengaruh aromaterapi lavender

terhadap intensitas nyeri pasien post operasi Sectio Caesarea (SC)

d. Metode : Menggunakan pembakar minyak dan tungku

selama 10 menit, responden diminta bernafas normal, tidak

melakukan aktivitas lain selama menghirup aromaterapi, dalam

kondisi ruangan yang tenang. Selanjutnya satu jam kemudian skala

nyeri diukur kembali

e. Media : pembakar minyak dan tungku, lilin, minyak

aromaterapi lavender, Verbal Descriptor Scale (VDS)

f. Waktu : 31 Maret 2015 pukul 15.00 WIB

1 April 2015 pukul 15.55 WIB

2 April 2015 pukul 08.50 WIB

g. Tempat : RS Roemani Semarang di ruang Ayub I kelas II

perempuan ruang maternitas.

h. Cara pemberian aromaterapi :

1) Fase orientasi

a) Memberikan salam kepada pasien dan mengklarifikasi

nama pasien

Page 39: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

b) Memperkenalkan diri

c) Menjelaskan langkah prosedur tindakan

d) Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien

e) Mencuci tangan

2) Fase kerja

a) Mengkaji skala nyeri klien sebelum dilakukan pemberian

aromaterapi lavender dengan menggunakan skala Verbal

Descriptor Scale (VDS)

b) Mendekatkan alat dan bahan pada pasien

c) Tuangkan 3 tetes minyak aromaterapi lavender kedalam

mangkok tungku kecil.

d) Panaskan minyak lavender selama 10 menit dengan lilin,

setelah 10 menit matikan api

e) Klien diminta bernafas normal, tidak melakukan aktivitas

lain selain menghirup aromaterapi, dan kondisi lingkungan

yang tenang.

f) Setelah 1 jam, kaji kembali tingkat nyeri pasien dengan

menggunakan skala Verbal Descriptor Scale (VDS)

g) Membereskan alat dan bahan

3) Fase Terminasi

a) Melakukan evaluasi tindakan

b) Berpamitan dengan klien

c) Mencuci tangan

Page 40: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

d) Mendokumentasikan tindakan.

D. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas klien dan penanggung jawab

Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam,

alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record,

diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk,

keadaan umum tanda vital.

b. Keluhan utama

Karakteristik nyeri pada pasien, durasi,intensitas, skala nyeri.

Tingkat pengetahuan pasien tentang managemen nyeri post

operasi, bagaimana ekspresi wajah pasien, kondisi tanda tanda vital

pasien,

c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien

multipara

Apakah nyeri sebelumnya sama dengan nyeri persalinan

selanjutnya, tindakan apa yang sudah dilakukan untuk

menanggulangi nyeri.

Page 41: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

d. Data Riwayat penyakit

1) Riwayat kesehatan sekarang.

Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan

atau penyakit dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan

setelah pasien operasi, managemen nyeri sebelum dibawa ke

rumah sakit.

2) Riwayat Kesehatan Dahulu

Apakah ada penyakit penyerta yang meningkatkan sensasi

nyeri pada pasien. Penyakit yang lain yang dapat

mempengaruhi penyakit sekarang, Maksudnya apakah pasien

pernah mengalami penyakit yang sama (Plasenta previa).

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah riwayat keluaraga dengan pyekit penyerta yang sama

dan sensasi nyeri yang sama. Penyakit yang diderita pasien dan

apakah keluarga pasien ada juga mempunyai riwayat persalinan

plasenta previa.

4) Keadaan klien meliputi :

a) Sirkulasi

Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi.

Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur

pembedahan kira-kira 600-800 ml.

b) Integritas ego

Page 42: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai

tanda kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan

sebagai wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari

kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.

c) Makanan dan cairan

Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).

d) Neurosensori

Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi

spinal epidural.

e) Nyeri / ketidaknyamanan

Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena

trauma bedah, distensi kandung kemih , efek - efek

anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.

f) Pernapasan

Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.

g) Keamanan

Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan

utuh.

Page 43: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

h) Seksualitas

Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran

lokhea sedang.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri

(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam

pembedahan (section caesarea).

b. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan

dengan penurunan masukan / penggantian tidak adekuat ,

kehilangan cairan berlebih ( muntah , hemoragi , peningkatan

keluaran urine ).

c. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake inadekuat, anoreksia

d. Gangguan eliminasi BAB: Konstipasi berhubungan dengan

penurunan tonus otot sekunder terhadap anestesi, kurang masukan,

nyeri perineal / rektal

e. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan

sirkulasi

f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka

kering bekas operasi.

Page 44: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

g. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang

prosedur pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi.

h. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi

dan pembedahan

i. Potensial terhadap peningkatan pengetahuan ibu tentang perawatan

bayi baru lahir.

3. Rencana Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri

(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam

pembedahan (section caesarea)

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan nyeri klien berkurang / terkontrol dengan kriteria hasil :

1) Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang

2) Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )

3) TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0

C, TD : 120/80

mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit

4) Wajah tidak tampak meringis

5) Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai

kemampuan

Intervensi:

Page 45: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

a) Pastikan klien mengalami nyeri pada saat awal pengkajian. Jika

ada nyeri lakukan dan dokumentasikan pengkajian nyeri secara

komprehensif dan implementasikan intervensi penatalaksanaan

nyeri untuk mencapai kenyamanan. Komponen awal

pengkajian: lokasi, lokasi, lokasi, durasi/onset, riwayat

sementara, faktor pengganggu dan penurun nyeri dan efek pada

fungsi dan kualitas hidup.

Rasional :

Pengkajian awal penting untuk mengetahui penyebab mendasar

dari nyeri dan efektivitas perawatan.

b) Kaji tingkat nyeri klien menggunakan alat pengkaji nyeri

individu yang terpercaya seperti skala analog visual (VAS) dan

Verbal Descriptor Scale (VDS) atau penilaian skala nyeri

menggunakan angka 0 – 10.

Rasional :

Langkah pertama pengkajian nyeri adalah memastikan jika

klien dapat menyediakan laporan individual. Alat pengukur

skala nyeri termasuk alat yang berlaku dan terpercaya untuk

mengukur tingkat intensitas nyeri.

c) Tentukan lokasi dan karakteristik ketidaknyamanan perhatikan

isyarat verbal dan non verbal seperti meringis.

Rasional:

Page 46: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

Pasien mungkin tidak secara verbal melaporkan nyeri dan

ketidaknyamanan secara langsung. Membedakan karakteristik

khusus dari nyeri membantu membedakan nyeri paska operasi

dari terjadinya komplikasi.

d) Berikan informasi dan petunjuk antisipasi mengenai penyebab

ketidaknyamanan dan intervensi yang tepat.

Rasional:

Meningkatkan pemecahan masalah, membantu mengurangi

nyeri berkenaan dengan ansietas.

e) Evaluasi tekanan darah dan nadi ; perhatikan perubahan

perilaku.

Rasional:

Pada banyak pasien, nyeri dapat menyebabkan gelisah, serta

tekanan darah dan nadi meningkat. Analgesik dapat

menurunkan tekanan darah.

f) Perhatikan nyeri tekan uterus dan adanya atau karakteristik

nyeri.

Rasional:

Selama 12 jam pertama paska partum, kontraksi uterus kuat

dan teratur dan ini berlanjut 2 – 3 hari berikutnya, meskipun

frekuensi dan intensitasnya dikurangi faktor-faktor yang

memperberat nyeri penyerta meliputi multipara, overdistersi

uterus.

Page 47: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

g) Ubah posisi pasien, kurangi rangsangan berbahaya dan berikan

terapi atau meode non farmakologi mengontrol nyeri seperti

massage dan gunakan teknik pernafasan dan relaksasi dan

distraksi, imagery, lingkungan yang nyaman.

Rasional:

Merilekskan otot dan mengalihkan perhatian dari sensasi nyeri.

Meningkatkan kenyamanan dan menurunkan distraksi tidak

menyenangkan, meningkatkan rasa sejahtera. Strategi perilaku

kognitif dapat mengembalikan pengontrolan diri sendiri pada

klien, efisiensi perorangan dan partisipasi aktif dalam

perawatan dirinya sendiri.

h) Implementasikan dan ajarkan intervensi non farmakologi

menggunakan aromaterapi lavender.

Rasional:

Intervensi non farmakologi sebaiknya digunakan sebagai

tambahan bukan pengganti intervensi farmakologi.

i) Berikan analgesik yang diresepkan untuk meningkatkan

peredaan yang optimal.

Rasional:

Analgesik lebih efektif bila diberikan pada awal siklus nyeri.

Page 48: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

j) Berikan kembali skala pengkajian nyeri

Rasional:

Memungkinkan pengkajian terhadap keefektifan analgetik

menidentifikasi kebutuhan terhadap tindak lanjut bila tidak

efektif.

k) Catat keparahan nyeri yang dirasa pasien

Rasional:

Membantu dalam menunjukkan kebutuhan analgetik tambahan

pendekatan alternatif terhadap penatalaksaan nyeri.

b. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan

dengan penurunan masukan / penggantian tidak adekuat ,

kehilangan cairan berlebih ( muntah , hemoragi , peningkatan

keluaran urine )

Tujuan : Tidak terjadi devisit volume cairan, meminimalkan devisit

volume cairan

KH : Membran mukosa lembab, kulit tak kering Hb 12gr %

Intervensi :

1) Ukur dan catat pemasukan pengeluaran

Rasional: Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam

mengidentifikasikan pengeluaran cairan atau kebutuhan

pengganti dan menunjang intervensi.

Page 49: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

2) Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai lab, misal

privesi, posisi duduk , mengalir dalam bak

Rasional : Meningkatkan relaksasi otot perineal dan

memudahkan upaya pengosongan

3) Catat munculnya mual /muntah

Rasional : Masa post operasi semakin lama durasi anestesi

semakin besar beresiko untuk mual.

4) Periksa pembalut , banyaknya pendaraan

Rasional : Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada

hemoragi

5) Beri cairan infus sesuai program

Rasional : Mengganti cairan yang telah hilang

c. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake inadekuat, anoreksia

Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil: BB normal, porsi makan habis

Intervensi :

1) Pantau masukan makanan setiap hari

Rasional: Penurunan berat badan secara terus-menerus dalam

keadaan masukan kalori yang cukup merupakan indikasi

kegagalan terhadap terapi antiiroid

Page 50: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

2) Timbang berat badan setiap hari dan bandingkan dengan berat

badan saat penerimaan

Rasional: membuat data dasar, membantyu dan memantau

keefektifan aturan terapeutik dan menyadarkan perawat

terhadap ketidaktepatan kecenderungan dalam

penurunan/penambah berat badan.

3) Dorong / motivasi pasien menghabiskan diet

Rasional: kalori dan protein di butuhkan untuk

mempertahankan berat badan, kebutuhan memenuhi metabolic

dan meningkatkan penyembuhan.

4) Dorong pasien untuk duduk saat makan

Rasional: duduk dapat membantu mencegah aspirasi dan

membantu pencernaan yang baik

5) Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet TKTP

Rasional: kalori, protein dan vitamin yang dibutuhkan untuk

memenuhi peningkatan kebutuhan metabolic. mempertahankan

berat badan dan mendorong regenerasi jaringan.

d. Gangguan eliminasi BAB: Konstipasi berhubungan dengan

penurunan tonus otot sekunder terhadap anestesi, kurang masukan,

nyeri perineal / rektal (Doenges, 2001)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi

gangguan eliminasi BAB: Konstipasi.

Page 51: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

Kriteria Hasil : Klien mendapatkan kembali pola fungsi usus yang

normal.

Intervensi :

1) Auskultasi terhadap adanya bising pada keempat kuadran

Rasional : Menentukan kesiapan terhadap pemberian makan

per oral.

2) Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan

Rasional : Menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau

kemungkinan ileus paralitik.

3) Anjurkan cairan oral adekuat (6-8 gelas / hari), peningkatan

diet makanan serat.

Rasional : Cairan dan makanan serat (buah-buahan dan

sayuran) dapat merangsang eliminasi dan mencegah konstipasi.

4) Anjurkan latihan kaki dan pengencangan abdominal,

tingkatkan ambulasi dini.

Rasional : Latihan kaki mengencangkan otot-otot abdomen dan

memperbaiki motilitas abdomen.

5) Kolaborasi pemberian pelunak feses

Rasional : Melunakkan feses, merangsang peristaltik, dan

membantu mengembalikan fungsi usus.

Page 52: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

e. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi

Tujuan : Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi

Kriteria Hasil : klien mampu melakukan aktivitasnya secara

mandiri

Intervensi :

1) Kaji respon pasien terhadap aktivitas

Rasional : Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada klien

dalam keluhan kelemahan, keletihen yang berkenaan dengan

aktivitas.

2) Catat tipe anestesi yang di berikan pada saat intra partus pada

waktu klien sadar

Rasional : Pengaruh anestesi dapat mempengaruhi aktivitas

klien.

3) Anjurkan klien untuk istirahat

Rasional : Dengan istirahat dapat mempercepat pemulihan

tenaga untuk beraktivitas, klien dapat rileks.

4) Bantu dalam pemenuhan aktivitas sesuai kebutuhan

Rasional : Dapat memberikan rasa tenang dan aman pada klien

dan memenuhi kebutuhan klien terpenuhi.

5) Tingkatkan aktivitas secara bertahap

Page 53: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

Rasional : Dapat meningkatkan proses penyembuhan dan

kemampuan koping emosional.

f. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka bekas

operasi (SC)

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil :

1) Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor,

fungsio laesea)

2) Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,50 C,

frekuensi nadi = 60 -100x/ menit)

3) WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)

Intervensi:

1) Observasi tanda-tanda vital

Rasional : Demam menunjukkan infeksi

2) Kaji adanya tanda – tanda infeksi seperti kemerahan, oedema,

panas, bau, adanya pus, dan nyeri.

Rasional : Deteksi dini kemungkinan adanya infeksi sehingga

infeksi lanjut dapat dihindari

3) Lakukan perawatan luka dengan teknik septik dan antiseptik

Rasional : teknik aseptik dan antiseptik meminimalkan luka

terkontaminasi kuman atau infeksi

Page 54: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik

Rasional : pemberian antibiotik secara teratur mencegah

terjadinya infeksi

g. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang

prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24

jam Pasien paham terhadap proses penyakit atau operasi dan

harapan operasi dan Cemas berkurang.

KH : Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat yang dapat

diatasi, Menunjukkan strategi koping efektif/ketrampilan

pemecahan masalah.

Intervensi :

1) Kaji ulang tingkat pemahaman pasien.

Rasional: mengetahui tingkat pemahaman klien.

2) Gunakan sumber – sumber bahan pengajaran sesuai keadaan.

Rasional: untuk mengetahui sumber teori.

3) Informasikan kepada klien, keluarga atau orang terdekat tentang

prosedur tindakan dan kesehatan

Rasional: meminimalkan tingkat kecemasan keluarga.

4) Beri motivasi pada klien dan keluarga agar klien tidak

mengalami ansietas dalam proses pengobatan.

Rasional: mengurangi ansietas

Page 55: BAB II TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesareadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl...aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan

h. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik,

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan

pasien dapat melakukan perawatan dri secara mandiri dengan

Kriteria hasil : klien tampak rapi, klien merasa nyaman.

Intervensi

1) Kaji faktor penyebab ketidakmampuan klien,

2) Tingkatkan partisipasi seoptimal mungkin untuk memudahkan

kita dalam memberikan tindakan, bantu klien untuk menyibin

agar klien merasa nyaman, dorong klien untuk melakukan

kegiatan mandiri secara bertahap agar tidak ketergantungan.

3) Monitor kebersihan kuku, kulit dan tubuh

4) Monitor kemampuan klien dalam perawatan diri ketika

memandikan

5) Berikan talk pada lipatan kulit

6) Libatkan keluarga dalam perawatan diri pada pasien