ga sectio caesarea

22
KASUS GENERAL ANASTESI SECTIO CAESAREA I. IDENTITAS Nama Pasien : Ny. I.R Umur : 19 Tahun Alamat : Geneng - Ngawi Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Agama : Islam No RM : 180219 II. ANAMNESIS Diambil dari rekam medis pasien pada tanggal 5 desember 2014 1. Keluhan Utama: perut kenceng-kenceng 2. Riwayat penyakit sekarang: Tanggal 3 desember 2014 pukul 11.30 pasien datang ke ponek RS dengan keluhan perut terasa kenceng-kenceng dan gerakan janin dalam perut lebih sering, keluhan dirasakan sejak pagi sebelum MRS. Keluhan keluar cairan ketuban ataupun darah disangkal pasien. 3. Anamnesis Sistem

Upload: yuniramadhani

Post on 18-Jan-2016

232 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

analisis kasus sectio caesarea denga teknik anastesi GA

TRANSCRIPT

Page 1: GA Sectio Caesarea

KASUS GENERAL ANASTESI SECTIO CAESAREA

I. IDENTITAS

Nama Pasien : Ny. I.R

Umur : 19 Tahun

Alamat : Geneng - Ngawi

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

No RM : 180219

II. ANAMNESIS

Diambil dari rekam medis pasien pada tanggal 5 desember 2014

1. Keluhan Utama: perut kenceng-kenceng

2. Riwayat penyakit sekarang:

Tanggal 3 desember 2014 pukul 11.30 pasien datang ke ponek RS dengan keluhan perut

terasa kenceng-kenceng dan gerakan janin dalam perut lebih sering, keluhan dirasakan sejak pagi

sebelum MRS. Keluhan keluar cairan ketuban ataupun darah disangkal pasien.

3. Anamnesis Sistem

Cerebrospinal : Nyeri kepala ( - ), demam ( - )

Kardiovaskular : Berdebar-debar ( - ), nyeri dada ( -)

Respirasi : Sesak nafas ketika tidur ( - ), batuk ( - ), pilek ( - )

Digesti : Mual ( - ), muntah ( - ), nyeri BAB (-), BAB Normal (+), nyeri

abdomen (+)

Urogenital : BAK normal (+)

Page 2: GA Sectio Caesarea

Integumentum : Edem ( - ), kemerahan pada kulit ( - ), gatal ( - )

Muskuloskeletal : Nyeri pinggang ( +)

4. Riwayat penyakit dahulu:

Riwayat HT ( - ), DM ( - ), Asma ( - ), alergi (-)

5. Riwayat penyakit keluarga:

Riwayat DM ( - ) ; HT ( - )

Tidak ada riwayat alergi

6. Riwayat persalinan

-----

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak baik

Kesadaran : Compos Mentis

Berat badan : 48 kg

Tinggi Badan : 150 cm

BMI : 21,3 (Healthy Weight)

Vital Sign :

TD : 132/82 mmHg Suhu : 36,4◦ C

Nadi : 100 kali/menit Respirasi : 22 kali/menit

Kepala : bentuk kepala normal, bulat

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher : simetris, massa (-), deviasi trakea (-), nyeri tekan (-), tiroid tidak teraba

membesar

Thorak : dada simetris, retraksi (-)

Jantung : S1, S2 tunggal reguler

Pulmo : vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-

Page 3: GA Sectio Caesarea

Abdomen : perut membesar, bekas operasi/scar (-), stria gravidarum (-)

Ekstremitas : edema tungkai -/-, akral teraba dingin -/-

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium :

Pemeriksaan darah lengkap tanggal 3-12- 2014

WBC

LYM%

MID%

LYM#

GRAN#

RBC

HGB

HCT

MCV

MCH

MCHC

RDW_CV

RDW_SD

PLT

MPV

PDW

PCT

11,4 10*9/L

16,0%

5,6%

1,8 10*9/L

8,7 10*9/L

3,89 10*12/L

11,2 g/dL

23,9 %

85,2 fL

26,8 pg

324 g/L

14,6%

51,3 fL

322 10*9/L

8,6 fL

15,5

0,365 %

4.0-10.0

20.0-40.0%

3,0-9,0%

0.8-4.0

2.0-7.0

3.50-5.50

11.0-16.0

37.0-50.0

82.0-95.0

27.0-31.0

320-360

11.5-14.5

35.0-56.0

100-300

7.0-11.0

15.0-17.0

0.108-0.282

Page 4: GA Sectio Caesarea

Pemeriksaan gula darah

Gula Darah Sewaktu = 61 mg/dl

Pemeriksaan Hematologi

Waktu Perdarahan (BT) : 1 menit 30 detik (1-3 menit)

Waktu Pembekuan (CT) : 7 menit 30 detik ( 1-15 menit)

Golongan darah : A

Pemeriksaan Elektrolit

Natrium (Na) : -

Kalium (K) : -

Klorida : -

Serologi

HBSAg (-)

IV. DIAGNOSIS

G1P0A0 + uk.36 minggu 1hari + inpartu kala I fase aktif + oligohidramnion + OD gagal

V. LAPORAN ANESTESI

Pasien Perempuan usia 19 tahun dengan G1P0A0 + uk.36 minggu 1hari + inpartu kala I

fase aktif + oligohidramnion + OD gagal.

ASA IE BB: 48 kg TB:155cm

TD: 132/82 mmHg N: 100 x/menit RR:22x/menit

Anamnesis

Asma (-), alergi (-), HT(-), DM(-), gigi palsu (-), puasa (-)

MMT : 09.00

Konsul ke dokter Spesialis Anestesi General Anestesi

Page 5: GA Sectio Caesarea

Teknik : semi closed inhalasi dengan ET No. 7.0

Tindakan Operasi : Sectio Caesar + IUD

Premedikasi : Infus RL

Induksi : Ketamin (100 mg)

Pelumpuh otot : Roculax (20 mg)

Maintenance : O2 : N2O = 2 L : 2L; Isoflurane 20cc

Antifibrinolitik : asam tranexamat inj

Analgetik : fentanyl 100 mg

Monitoring : Tanda vital selama operasi tiap 5 menit, kedalaman anestesi,

cairan, perdarahan.

Pasien Ny. I usia 19 tahun dengan G1P0A0 + uk.36 minggu 1hari + inpartu kala I fase

aktif + oligohidramnion + OD gagal diantar ke ruang operasi untuk menjalani operasi Sectio

Caesarea + IUD pada tanggal 5 desember 2014 dengan menggunakan General Anestesi, ASA IE.

Operasi dilaksanakan pukul 14.00 - 15.05 dan lama operasi 65 menit. Anastesi yang digunakan

adalah ketamin dan roculax, tambahan obat antifibrinolitik asam traneksamat, analgetik

paracetamol infus dengan maintenance O2, N2O, dan Isoflurane.

Pasien masuk ruang operasi pukul 13.25, kemudian dilakukan pemasangan alat-alat

monitoring seperti tensimeter dan pulse oxymetri yang berguna untuk memantau keadaan

pasien selama anestesi. Pada pasien ini sudah terpasang I.V line.

Keadaan umum pasien sebelum operasi adalah:

- TD : 132/82 mmHg

- Nadi : 100x/menit

- Suhu : afebris

- SpO2 : 98%

Sebelum pemberian induksi anestesi, pasien diberikan O2 8 Lpm selama 2 menit sebelum

dimulainya pemasukan obat-obat anestesi dan tindakan anastesi. Kemudian pukul 13.55

dimasukkan induksi anestesi berupa ketamin 100mg diikuti dengan injeksi Roculax 20mg

sebagai muscle relaxant. Setelah pemberian induksi anestesi, dilakukan pengecekan refleks bulu

mata dan rangsang nyeri untuk memastikan pasien sudah tertidur. Setelah pasien dipastikan

Page 6: GA Sectio Caesarea

tertidur, operasi dimulai pukul 14.00 dan dilakukan pemantauan keadaan pasien meliputi vital

sign, cairan dan perdarahan tiap 5 menit.

Setelah pemberian induksi anestesi, pasien diberikan oksigen menggunakan masker

sebanyak 8 lpm dan dibantu dengan bagging selama 2 menit. Setelah itu dilakukan intubasi

dengan ET No. 7.0 kemudian itu dilakukan pengecekan pada kedua lapang paru untuk

memastikan ET telah masuk dengan pasti ke dalam paru dan posisinya simetris. ET kemudian

dihubungkan dengan mesin ventilator dan diatur volume tidal menjadi 500cc. Ditambahkan

dengan gas isoflurane 1% dan gas N2O. Obat-obatan lain yang diberikan antara lain injeksi

Induxin 2 dan injeksi asam traneksamat 500 mg I.V.

Pukul 14.55 pemberian isoflurane dihentikan dan pada pasien diberikan bantuan nafas

secara manual sampai pasien dapat bernafas secara spontan. Pukul 15.05 operasi selesai,

dilakukan suction pada orofaring dan tindakan ekstubasi.

Selama operasi berlangsung tidak terjadi hipotensi ataupun kenaikan tekanan darah yang

berarti:

• Cairan RL yang masuk selama operasi 1000 cc

• Perdarahan selama operasi : +/- 300 cc

• Operasi berlangsung 65 menit

• Urin outpute : 200cc

Perawatan Post operasi :

o Post OP rawat di RR

o Beri O2 masker 6-8 Lpm lewat masker

o Observasi KU dan Vital Sign tiap 15 menit sampai dengan sadar penuh

o Sadar penuh, bila mual (-), muntah (-), bising usus (+) coba untuk minum sedikit-

sedikit.

PEMBAHASAN ANASTESI

Page 7: GA Sectio Caesarea

Sebelum dilakukan tindakan operasi sangat penting untuk dilakukan persiapan pre

operasi terlebih dahulu untuk mengurangi terjadinya kecelakaan anastesi. Kunjungan terhadap

pasien sebelum pasien dibedah harus dilakukan sehingga dapat mengetahui adanya kelainan

diluar kelainan yang akan dioperasi, menentukan jenis operasi yang akan di gunakan, melihat

kelainan yang berhubungan dengan anestesi seperti adanya riwayat hipertensi, asma, alergi, atau

decompensasi cordis. Selain itu, dengan mengetahui keadaan pasien secara keseluruhan, dokter

anestesi bisa menentukan cara anestesi dan pilihan obat yang tepat pada pasien. Kunjungan pre

operasi pada pasien juga bisa menghindari kejadian salah identitas dan salah operasi.

Evaluasi pre operasi meliputi history taking, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

laboratorium yang berhubungan. Evaluasi tersebut juga harus dilengkapi klasifikasi status fisik

pasien berdasarkan skala ASA. Status fisik ASA secara umum juga berhubungan dengan tingkat

mortalitas perioperatif. Karena underlying disease hanyalah satu dari banyak faktor yang

berkontribusi terhadap komplikasi periopertif, maka tidak mengherankan apabila hubungan ini

tidak sempurna. Meskipun begitu, klasifikasi status fisik ASA tetap berguna dalam perencanaan

manajemen anestesi, terutama teknik monitoring.

Adapun klasifikasi American Society of Anesthesiologists (ASA) adalah :

ASA I : Pasien normal dan sehat fisik dan mental

ASA II: Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan

fungsional

ASA III: Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan

keterbatasan fungsi

ASA IV: Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan

menyebabkan ketidakmampuan fungsi

ASA V: Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam 24 jam dengan atau tanpa

Operasi

ASA VI:` Pasien mati otak yang organ tubuhnyadapat diambil.

Page 8: GA Sectio Caesarea

Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka penggolongan ASA diikuti huruf E

(misalnya ASA IE atau ASA IIE).

Pasien Ny. I dengan usia 19 tahun dengan G1P0A0 + uk.36 minggu 1hari + inpartu kala

I fase aktif + oligohidramnion + OD gagal menjalani Sectio Caesarea + IUD. Dari hasil

anamnesis, pada pasien tidak terdapat alergi, asma, hipertensi dan diabetes mellitus sehingga

pasien termasuk dalam klasifikasi ASA IE, yaitu pasien normal, sehat fisik dan mental, dan

juga karena pasien masuk tindakan emergency maka diberikan E. Dari hasil pemeriksaan

laboratorium semua dalam batas normal. Berdasarkan hasil konsultasi dengan dokter spesialis

anastesi, pada pasien ini akan dilakukan tindakan anastesi umum (general anestesi) dengan

metode semi-closed intubation menggunakan pipa endotrakeal nomor 7.0 Pipa endotrakeal (ET)

digunakan agar dapat mempertahankan bebasnya jalan napas.

Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit pada seluruh tubuh

secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible). Pada anestesi

umum, yang terpengaruh adalah saraf pusat. Kedalaman anastesi harus dimonitor secara terus

menerus oleh pemberi anastesi agar tidak terlalu dalam sehingga membahayakan jiwa penderita,

tetapi harus cukup adekuat untuk dilakukan operasi. Guedel membagi kedalaman anastesi

menjadi 4 stadium dengan melihat pernafasan, gerakan bola mata, tanda pada pupil, tonus otot

dan refleks pada penderita.

a. Stadium I (stadium analgesia atau disorientasi). Stadium ini berlangsung mulai induksi

anestesi hingga hilangnya kesadaran. Rasa nyeri belum hilang sama sekali sehingga

hanya dapat dilakukan pembedahan kecil. Akhir stadium ini ditandai dengan hilangnya

refleks bulu mata.

b. Stadium II (stadium hipersekresi atau eksitasi atau delirium). Dimulai darihilangnya

kesadaran dan hilangnya refleks bulumata sampai ventilasi kembali teratur. Terdapat

depresiganglia basalis sehingga refleks-refleks tidak terkontrol ataureaksi berlebihan

terhadap berbagai rangsangan.

c. Stadium III (stadium pembedahan). Mulai dari respirasi teratur sampai apnea. Stadium ini

dibagi 4 plana:

o Plana 1 : ventilasi teratur, sifatnya thoraco abdominal, anak mata terfiksasi,

Page 9: GA Sectio Caesarea

kadang-kadang eksentrik, pupil miosis, reflek cahaya positif, lakrimasi

meningkat, reflek faring dan muntah negatif, tonus otot mulai menurun.

o Plana 2 : ventilasi teratur, sifatnya abdominothoracal, volume tidal menurun,

frekuensi napas meningkat, anak mata terfiksasi di tengah, pupil mulai

midriasis, refleks cahaya mulai menurun dan refleks kornea negatif.

o Plana 3 : ventilasi teratur dan sifatnya abdominal karena terjadi kelumpuhan saraf

interkostal, lakrimasi tidak ada, pupil melebar, anak mata sentral, refleks

laring dan peritoneum negatif, tonus otot makin menurun.

o Plana 4 : ventilasi tidak teratur dan tidak adekuat (tersendat-sendat). Hal tersebut

karena otot diafragma lumpuh yang makin nyata pada akhir plana 4.

tonus otot sangat menurun, pupil midriasis dan refleks sfingter ani dan

kelenjar air mata negatif.

d. Stadium IV (stadium paralisis atau stadium kelebihan obat). Yaitu mulai henti napas

(paralisis diafragma) hingga henti jantung.

Pemberian anastesi dimulai dengan induksi yaitu memberikan obat sehingga penderita

tertidur. Induksi yang diberikan pada pasien ini adalah ketamin 100 mg. Ketamin merupakan

derivat penyclidin dengan rumus kimia 2-0-clhoropedryl-2-metylamino cyclohexanon HCL.

Mempunyai sifat analgesik yang kuat, akan tetapi efek hipnotiknya kurang (tidur ringan) yang

disertai penerimaan kesadaran lingkungan yang salah (anestesia disosiasi). Ketamin

meningkatkan aliran darah ke ke otak, konsumsi oksigen ke otak dan tekanan intrakranial, karena

itu berbahaya memberikan ketamin pada pasien dengan peningkatan TIK. Tekanan darah akan

naik baik sistolik maupun diastolik. Kenaikan rata-rata antar 20-25% dari tekanan darah semula

mencapai maksimum beberapa menit setelah suntikan dan akan turun kembali dalam 15 menit

kemudian. Denyut jantung juga akan meningkat. Efek ini disebabkan adanya aktivitas saraf

simpatis yang meningkat dan depresi baroreseptor. Efek ini dapat dicegah dengan pemberian

premedikasi opiat. Aritmia jarang terjadi. Ketamin menyebabkan dilatasi bronkus dan bersifat

antagonis terhadap efek konstriksi bronkus oleh histamin. Baik untuk penderita-penderita asma

dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anestesi umum yang masih ringan.

Setelah medapatkan dosis anestesi secara intravena, 10-60 detik kemudian pasien

menjadi tidak sadar. Refleks bulumata, kornea dan laringeal agak terdepresi. Tonus otot

Page 10: GA Sectio Caesarea

meningkat, sering terjadi gerakan involunter dan kadang-kadang bersuara, meskipun pasien

mengalami amnesia. Dosis ketamin inravena adalah 1-4mg/kg BB dengan dosis rata-rata 2

mg/kgBB. Jika dilihat dari berat badan pasien (48 kg) maka dosis ketamin yang diperlukan pada

pasien ini adalah 48-192 mg, sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian ketamin pada pasien ini

sesuai dengan dosis yang seharusnya diberikan.

Intubasi

Sebelum diintubasi diberikan berupa obat dengan nama dagang roculax dengan sediaan 5

mL yang berisi rocuronium bromide 10 mg/mL. Pemberian rocuronium sebagai pelemas otot

untuk mempermudah pemasangan endotracheal tube. Dosis yang diberikan pada pasien 20 mg.

Teknik anestesi yang dianjurkan adalah menggunakan pipa endotrakeal, karena dengan ini

saturasi oksigen bisa ditingkatkan, jalan napas terjaga bebas, dosis obat anestesi dapat dikontrol

dengan mudah. Intubasi endotrakea dilakukan dalam anestesi inhalasi yang dalam atau dibantu

dengan pelemas otot non depolarisasi kerja pendek. Roculax adalah obat golongan muscle

relaxant yang terkomposisi dari recuronium bromide yang merupakan nondepolarisasi

aminosteroid. Dosis yang digunakan adalah 0,6-1,2 mg/kgBB. Jika dilihat dari berat badan

pasien (48 kg) maka dosis roculax yang diperlukan pada pasien ini adalah 28.8-57.6 mg,

sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian roculax pada pasien ini kurang dari dosisyang

seharusnya diberikan.

Maintenance

Pasien ini menggunakan campuran O2 dan N2O dengan besaran masing-masing 2 lpm,

diikuti dengan pemberian isoflurane 10 cc. Berdasarkan kepustakaan disebutkan bahwa anestesi

yang ideal akan bekerja secara cepat dan dapat mengembalikan kesadaran dengan segera setelah

pemberian dihentikan serta mempunyai batas keamanan yang cukup besar dan efek samping

minimal.

Gas inhalasi adalah arus utama anestesi dan digunakan terutama untuk  pemeliharaan

anestesi setelah memasukkan agen intravena. Anestesi inhalasi mempunyai manfaat yang yang

tidak didapatkan pada anestesi intravena, karena kedalaman anestesi dapat diubah dengan cepat

dengan mengubah konsentrasi gas anestesi.

Page 11: GA Sectio Caesarea

Nitrogen Oksida

Nitrogen oksida merupakan agen analgetik kuat, dengan efek anestesi lemah. Karena itu,

sangat sulit memperoleh anestesi yang mulus jika hanya mengandalkan obat ini secara tunggal.

Nitrogen oksida cenderung mengisi bagian tubuh yang berongga karena difusi ke ruang berongga

lebih cepat dibanding pengeluarannya dari rongga ke sirkulasi, sehingga pada anestesi dengan

nitrogen oksida :

Memperberat pneumotoraks.

Mengisi rongga usus.

Mengisi rongga sinus paranasalis dan ruang telinga tengah.

Emboli udara dalam sirkulasi darah akan membesar dan akan mempengaruhi

sirkulasi.

Berdifusi ke dalam kaf ETT, sehingga meningkatkan tekanan dalam kaf.

Hipoksemia difusa, karena terjadi difusi jaringan dan rongga tubuh ke sirkulasi

meskipun pemberian nitrogen oksida sudah dihentikan. Untuk itu diperlukan

oksigenasi 100 % selama 5 – 10 menit.

Isoflurane

Isoflurane adalah obat anestesi isomer dari enfluran. MAC isoflurane untuk usia 20-30

tahun adalah 1,28, untuk usia 30-55 tahun adalah 1,15, sementara usia di atas 55 tahun adalah

1,05. Nitrogen oksida menurunkan MAC isofluran. Pemeliharaan anestesi dengan kombinasi

nitrogen oksida dan oksigen membutuhkan isoflurane 1 – 2,5 %. Apabila hanya menggunakan

oksigen, diperlukan isoflurane 1,5 – 3 %. Pada pasien ini, diberikan isoflurane 1,2 %, sehingga

menurut literatur cukup untuk pemeliharaan anestesi dengan kombinasi nitrogen oksida dan

oksigen. Pada pasien yang mendapat anestesi isoflurane kurang dari 1 jam, akan sadar kembali

dalam 7 menit setelah obat dihentikan. Sementara pasien yang mendapat isoflurane lebih dari 1

jam, akan sadar kembali dalam 11 menit setelah obat dihentikan.

Selain dapat digunakan sebagai pemeliharaan, isoflurane juga dapat dijadikan obat

induksi inhalasi. Dengan isoflurane 5 %, setelah 40 detik pasien akan tertidur dengan

premedikasi fentanil 5µg/kgBB. Namun karena baunya yang tajam membuat induksi dengan

isoflurane menjadi kurang nyaman. Stadium operasi akan tercapai dalam waktu 7 menit setelah

induksi inhalasi menggunakan isoflurane.

Page 12: GA Sectio Caesarea

Pasien juga diberi injeksi Induxin I.V sebanyak 20 IU, injeksi Asam Traneksamat 500 mg

I.V. Induxin dimasukkan setelah bayi dilahirkan untuk merangsang kontraksi uterus agar proses

persalinan berjalan lebih cepat untuk kepentingan ibu dan fetus dan membantu menghasilkan

kontraksi uterus pada kala III persalinan sehingga dapat mengontrol perdarahan postpartum.

Dosis awal 1-4 mU/menit dan dapat dinaikkan 1-2 mU/menit dalam interval minimal 20 menit.

Asam traneksamat merupakan inhibitor fibrinolitik sintetik bentuk trans dari asam

karboksilat sikloheksana aminometil yang menjadi kompetitif inhibitor dari activator

plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen,

fibrin dan faktor pembekuan darah lainnya, oleh karena itu asam traneksamat dapat membantu

mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis. Dosis yang dianjurkan 0.5 – 1 gram atau 10mg/kgBB

yang diberikan 2-3 kali sehari secara IV lambat. Efek samping yang mungkin terjadi adalah

gangguan pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, dan diare serta hipotensi.

Fentanyl merupakan analgetik kuat yang bekerja pada reseptor opioid. Merupakan

golongan obat yang digunakan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri,. Obat ini sering

digunakan sebagai premedikasi operasi yang digunakan dalam anastesi. Mekanisme kerjanya

sebagai suatu opioid di neuron presinaptik dan postsinaptik SSP (terutama batang otak dan spinal

cord) serta diluar SSP (jaringan peripheral) yang akan diaktivasi dan berikatan pada neuron

aferen primer oleh ligan reseptor peptida endogen, yang akan menimbulkan efek aktivasi utama

untuk menurunkan neurotransmisi sebagai sistem modulasi nyeri (antinociceptive) .Efek

samping yang bisa saja terjadi yaitu depresi pernapasan, rigiditas oto, dan bradikardi ringan.

Dosis yang dianjurkan adalah 1-3 μg/kgBB dengan kemasan per injeksi 50 μg/ml. Berdasarkan

BB badan pasien (48kg), maka dosis yang dibutuhkan adalah 48-144μg, hal ini sudah sesuai

dengan pemberian 2 ampul fentalyn pada pasien tersebut.

Pada pasien ini perlu dinilai keseimbangan cairan. Keseimbangan cairan dapat dinilai dari

input dan output cairan baik melalui produksi urin ataupun perdarahan dan intake cairan.Karena

kebanyakan kehilangan cairan intraoperatif adalah isotonik, cairan jenis replacement yang

umumnya digunakan. Cairan yang paling umum digunakan adalah larutan Ringer laktat.

Meskipun sedikit hipotonik, menyediakan sekitar 100 mL free water per liter dan cenderung

untuk menurunkan natrium serum 130 mEq/L, Ringer laktat umumnya memiliki efek yang

Page 13: GA Sectio Caesarea

paling sedikit pada komposisi cairan ekstraseluler dan merupakan menjadi cairan yang paling

fisiologis ketika volume besar diperlukan.Pada pasien, cairan yang masuk adalah 1000 cc dengan

perdarahan 300 cc dan urin output 200cc. Operasi berlangsung selama 65 menit. Diberikan

cairan lewat kanula vena pada tangan kanan berupa cairan kristaloid ( RL ) sebanyak 1000 mL.

Perhitungan cairan yang diberikan pada kasus ini adalah (BB=48 kg), puasa 5 jam, jumlah

perdarahan (JP) 300 cc:

Maintenance (M) = 2 cc/kgBB/jam = 2 x 48 = 96 cc

Stress Operasi (SO) = 6 cc/kgBB/jam = 6 x 48 = 288cc

Pengganti puasa (PP) = M x jam puasa = 150 x 5 = 750cc

EBV = 70 cc/kgBB = 70 x 48 = 3360cc

UBL = EBV x 20% = 3360 x 20% = 672 cc

Kebutuhan cairan

M + SO + ½ PP + 3 (JP) = 96 + 288 + 375 + 900 = 1659cc

Cairan yang masuk: 1000 cc

Berdasarkan perhitungan di atas, dapat dikatakan bahwa pemberian cairan selama proses

operasi masih kurang 659 cc, dapat diberikan pada saat pasien berada di ruang recovery.

Pada pasien dengan general anastesi, setelah masuk ke ruang recovery room sebelum

harus dilihat dahulu Aldrette Scorenya, dimana jika Aldrette Score ≥ 8 pasien di pindah ke

ruangan.

Modifikasi Aldrete Score

Kesadaran Sadar penuh

Bangun bila dipanggil

Tidak ada respon

2

1

0

Respirasi Nafas dalam, bebas, batuk

Sesak, nafas dangkal atau hambatan

2

1

Page 14: GA Sectio Caesarea

Apnea 0

Sirkulasi (TD dengan

preanestesi)

Perbedaan ± 20%

Perbedaan ± 50%

Perbedaan > 50%

2

1

0

Aktivitas 4 ekstremitas

2 ekstremitas

Tidak bergerak

2

1

0

Saturasi Oksigen SpO2> 92% dalam suhu ruang

Butuh penambahan O2 untuk SpO2> 90%

SpO2< 92% dengan penambahan O2

2

1

0

Page 15: GA Sectio Caesarea

MANAJEMEN KASUS

General Anastesi Sectio Caesarea

Disusun Oleh :

Nama : Yuniar Novitasari

Nim : 09711079

Dosen pembimbing : dr Bambang T. Sp.An

STASE ILMU ANASTESI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2014