bab ii tinjauan pustaka 2eprints.umm.ac.id/42980/3/jiptummpp-gdl-rizkyilham-51075-3-babii.pdf ·...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Kulit
Kulit merupakan penutup permukaan tubuh dan mempunyai fungsi utama
sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan dari luar. Kulit
manusia mempunyai ketebalan yang bervariasi; mulai dari 0,5 mm sampai 5 mm
dengan luas permukaan sekitar 2 m² dan berat sekitar 10 kg jika dengan lemaknya
atau 4 kg jika tanpa lemak (Robin et al., 2002). Marchionini (1928) menemukan
bahwa terdapat suatu lapisan lembab yang bersifat asam, sehingga ia
menamakannya “mantel asam kulit” (sauremantel). Tingkat keasamannya berbeda
antara yang ditemukan oleh ilmuwan, tetapi umumnya berkisar antara 4,5 - 6,5
(Tranggono & Latifah, 2007).
2.1.1 Anatomi Kulit
Gambar 2.1 Struktur kulit (Weller, Richard et al., 2015)
Kulit terdiri atas 3 lapisan utama. Lapisan terluar yang melekat yaitu
epidermis, dan di perkuat dengan jaringan ikat yang mendasarinya yaitu dermis.
6
Di bawah kedua lapisan tersebut terdapat jaringan ikat longgar yang mengandung
banyak lemak yaitu hypodermis.
1. Lapisan Tanduk (stratum corneum) terdiri sebagian besar atas keratin (protein
yang tidak larut dalam air) dan sangat resisten terhadap pengaruh dari
luar/bahan-bahan kimia. Hal tersebut berkaitan dengan fungsi proteksi dari
kulit terhadap pengaruh dari luar.
2. Lapisan Jernih (stratum lucidum) merupakan lapisan tipis, bening,
mengandung eleidin, sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.
Antara stratum lucidum dan stratum granulosum terdapat lapisan keratin tipis
yang tidak dapat ditembus yaitu rein’s barrier (Szakall).
3. Lapisan Berbutir-butir (stratum granulosum) tersusun atas sel-sel keratinosit
yang berbentuk poligonal, berbutir kasar, dan berinti mengkerut. Dalam butir
keratohyalin tersebut terdapat bahan logam (khususnya tembaga) yang menjadi
katalisator proses pertandukan kulit.
4. Lapisan Malphigi (stratum spinosum atau malphigi layer) memiliki sel yang
berbentuk kubus & berduri, berinti besar & oval, setiap sel berisi filamen-
filamen kecil yang terdiri atas serabut protein.
5. Lapisan Basal (stratum germinativum atau membran basalis) pada lapisan ini
terdapat sel-sel melanosit (sel-sel yang tidak mengalami keratinisasi) yang
membentuk pigmen melanin dan memberikannya kepada sel-sel keratinosit
melalui dendritnya (satu sel melanosit menyuplai sekitar 36 sel keratinosit).
Pada lapisan dermis terdapat adneksa-adneksa kulit seperti folikel rambut,
papila rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak
rambut, ujung pembuluh darah dan syaraf, juga sebagian serabut lemak yang
terdapat pada lapisan lemak bawah kulit. Berbeda dengan epidermis, lapisan
dermis terdiri atas serabut kolagen dan elastin yang berada dalam substansi dasar
yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin mukopolisakarida. Sedangkan pada
lapisan hypodermis terdiri sebagian besar atas lemak dan jaringan ikat. Hal
tersebut sangat penting mengingat lapisan tersebut berfungsi untuk melindungi
(struktur internal) menyekat dan sebagai peredam benturan (Tranggono & Latifah,
2007) (Bianchi et al., 2011).
7
2.1.2 Fungsi Kulit
Fungsi kulit sendiri memegang peranan penting bagi perlindungan kita,
beberapa fungsi kulit di antaranya ialah:
1. Proteksi
Serabut elastis pada dermis serta jaringan lemak subkutan berfungsi
mencegah trauma mekanik langsung terhadap tubuh bagian dalam. Lapisan
tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar air dengan mencegah masuknya
air dari luar tubuh dan mencegah penguapan air, serta sebagai barrier terhadap
racun dari luar. Mantel asam kulit dapat mencegah pertumbuhan bakteri di
kulit. Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik
maupun mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi,
seperti zat-zat kimia iritan (lisol, karbol, asam atau basa kuat lainnya).
Gangguan panas atau dingin, gangguan sinar radiasi atau sinar ultraviolet, dan
gangguan kuman, jamur, bakteri atau virus. Gangguan fisik dan mekanik
ditanggulangi dengan adanya bantalan lemak subkutis, tebalnya lapisan kulit
dan serabut penunjang yang berfungsi sebagai pelindung bagian luar tubuh.
Gangguan sinar ultraviolet diatasi oleh sel melanin yang menyerap sebagian
sinar tersebut. Gangguan kimiawi ditanggulangi dengan dengan adanya lemak
permukaan kulit yang berasal dari kelenjar palit kulit yang mempunyai pH 5,0-
6,5 (Tranggono & Latifah, 2007)
2. Fungsi Eksresi
Kelenjar-kelenjar pada kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna
atau sisa metabolisme dalam tubuh misalnya NaCl, urea, asam urat, ammonia,
dan sedikit lemak. Sebum yang diproduksi kelenjar palit kulit melindungi kulit
dan menahan penguapan yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering.
3. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (Termoregulasi)
Temperatur tubuh diatur dengan mekanisme dilatasi dan konstriksi
pembuluh kapiler dan melalui perspirasi. Saat temperatur badan menurun
terjadi vasokonstriksi, sedangkan saat temperatur meningkat terjadi
vasodilatasi sehingga penguapan akan menjadi lebih banyak dan tubuh menjadi
dingin kembali. Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat
dan mengerutkan otot dinding pembuluh darah kulit. Pada suhu tubuh
8
meningkat, kelenjar kulit mengeluarkan banyak keringat ke permukaan kulit
dan dengan penguapan keringat tersebut terbuang pula panas tubuh.
Mekanisme termoregulasi ini diatur oleh sistem saraf simpatis yang
mengeluarkan zat perantara asetilkolin.
4. Fungsi Vitamin D
Kulit juga dapat membuat vitamin D dari bahan baku 7-
dihidroksikolesterol dengan bantuan sinar matahari. Namun produksi ini masih
lebih rendah dari kebutuhan tubuh akan vitamin D dari luar makanan.
5. Fungsi Absorbsi
Absorbsi melalui kulit terdiri dari dua jalur, yaitu melalui epidermis dan
melalui kelenjar sebasea. Bahan-bahan yang mudah larut dalam lemak akan
lebih mudah diabsorbsi dibandingkan dengan air ataupun bahan yang dapat
larut dalam air. Obat dapat terpenetrasi pada kulit melalui dinding saluran
folikel rambut, kelenjar keringat atau kelenjar sebasea. Dapat pula lewat antara
sel-sel stratum corneum atau menembus sel-sel stratum corneum, cara ini
disebut transepidermal (Mitsui, 1993) (Tranggano & Latifah, 2007). Kulit yang
sehat tidak mudah menyerap air, larutan maupun benda padat. Tetapi cairan
yang mudah menguap lebih mungkin mudah diserap kulit, begitu pula zat yang
larut dalam minyak. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya
kulit, hidrasi, kelembaban udara, metabolisme dan jenis pembawa zat yang
menempel di kulit. Penyerapan dapat melalui celah antarsel, saluran kelenjar
atau saluran keluar rambut (Tranggano, & Latifah, 2007).
2.2 Mekanisme Photoaging
Photoaging atau photodamage adalah proses penuaan dini kulit
sebagai konsekuensi dari paparan sinar ultraviolet. Kolagen merupakan komponen
utama kulit manusia yang mempengaruhi elastisitas kulit. Fibroblast dermal
memproduksi molekul prekursor yang disebut prokolagen, yang selanjutnya akan
diubah menjadi kolagen. Terdapat dua regulator penting dalam pembentukan
kolagen, yaitu transforming growth factor (TGF)-β atau cytokine yang
merangsang pembentukan kolagen dan activator protein (AP)-l yang merupakan
faktor transkripsi yang menghambat produksi kolagen. Activator protein (AP)-l
9
juga meningkatkan penghancuran kolagen dengan memperbanyak enzim yang
disebut matrix metalloproteinase (MMPs) (Helfrich, Sachs & Voorhees, 2008).
Radiasi UV akibat paparan sinar matahari akan diserap oleh kulit dan dapat
menghasilkan komponen berbahaya yaitu Reactive Oxygen Species (ROS).
Komponen ini dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada komponen selular
seperti dinding sel, membran lipid, mitokondria, dan DNA. Radiasi UV
menyebabkan pembentukan ROS dan menginduksi activator protein (AP)- l yang
menyebabkan peningkatan produksi matrix metalloproteinase (MMP) dan
kemudian meningkatkan penghancuran kolagen. Radiasi UV juga menyebabkan
penurunan transforming growth factor (TGF)-β sehingga pembentukan kolagen
menurun. Peningkatan penghancuran kolagen dan penurunan produksi kolagen
akibat radiasi sinar UV inilah penyebab dari terjadinya photoaging (Helfrich,
Sachs & Voorhees, 2008).
2.3 Antioksidan
Radikal bebas adalah molekul atau atom yang memiliki satu atau lebih
elektron yang tidak berpasangan. Elektron tersebut sangat reaktif dan cepat
bereaksi dengan molekul lain sehingga terbentuk radikal bebas baru dalam jumlah
besar secara terus-menerus. Radikal bebas dapat menimbulkan kerusakan di
berbagai bagian sel dan menyebabkan berbagai penyakit seperti tumor, kanker,
arterosklerosis, katarak, keriput, penuaan dan lainnya, sehingga diperlukan
antioksidan untuk menghambat oksidasi radikal bebas (Tjokroprawiro, 1993;
Droge, 2002).
Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau
lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat
diredam (Suhartono, Fujiati & Aflani, 2002). Antioksidan bersifat sebagai free
radical scavenging yang mampu menghambat oksidasi radikal bebas. Antioksidan
digunakan untuk melindungi kulit dari kerusakan akibat oksidasi dan mencegah
penuaan dini (Herling & Zastrow, 2001). Tubuh manusia tidak mempunyai
cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal
berlebih maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen yang dapat berupa
pemberian oral dan topikal (Rohdiana, 2001). Pemberian antioksidan secara
10
topikal dapat melindungi kulit dari pengaruh buruk sinar UV (Herling & Zastrow,
2001). Antioksidan pada penggunaanya, dapat berfungsi sebagai bahan tambahan
dan sebagai bahan aktif. Berdasarkan kelarutanya antioksidan dibagi menjadi dua
yaitu antioksidan larut air (sodium metabisulfit, asam sitrat dan vitamin C) dan
antioksidan larut lemak (BHT, BHA dan vitamin E). Pada sediaan gel digunakan
antioksidan yang larut dalam air (Winarsi, 2007).
2.4 Delima (Punica granatum L.)
2.4.1 Sejarah dan Klasifikasi Delima
Gambar 2.2 Buah delima
Delima berasal dari Timur Tengah. Memiliki daerah penyebaran tempat
tumbuh yang luas dari daerah-daerah tropik sampai subtropik, dari dataran rendah
sampai ketinggian tempat tumbuh kurang dari 1000 mdpl. Tanaman ini tumbuh di
daerah beriklim basah sampai kering dengan air tanah tidak dalam pada tanah
gembur dan tidak terendam air (BPOM RI, 2011). Buah delima yang tersebar di
Indonesia ada tiga jenis yang dikelompokkan berdasarkan warna buahnya, yakni
delima putih, delima merah, dan delima hitam. Dari ketiga jenis itu yang paling
terkenal adalah delima merah. Delima merah memiliki rasa lebih manis dan segar,
sedangkan delima putih rasanya lebih sepat dan kesat serta kurang manis
(Astawan, 2008).
11
2.4.2 Taksonomi Delima
Taksonomi buah delima adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Lythraceae (Punicaceae)
Genus : Punica
Spesies : Punica granatum L.
(Sumber: Lidyawati, 2011).
2.4.3 Kandungan Kimia Delima
Terdapat beberapa senyawa polyphenol yang berperan sebagai antioksidan
pada buah delima, diantaranya adalah punicalagin, ellagic acid dan tannin.
Jumlah tannin lebih banyak dibandingkan dengan punicalagin dan ellagic acid,
dan jumlah punicalagin lebih banyak dibandingkan dengan ellagic acid
(tannin>punicalagin>ellagic acid) (Seeram et al., 2004).
Tabel II.1 Nilai Pangan, Mineral, dan Vitamin per-100 Gram (Bhowmik, Debjit et al., 2013)
Komponen Gizi Kadar
Moisture 78.0%
Calcium 10 mg
Protein 1.6%
Phosphorus 70 mg
Fat 0.1%
Iron 0.3 mg
Minerals 0.7%
Vitamin C 16 mg
Carbohydrates 14.5 mg
Fibre 5.1%
Calorific value 65 mg
12
Kandungan gula inversi mencapai 20% (5-10 % berupa glukosa), asam sitrat
(0,5-3,5%), asam borat dan vitamin C (4 mg/100 g). Kombinasi tersebut
menyebabkan buah delima berasa manis-asam menyegarkan. Mineral yang paling
dominan adalah kalium (259 mg/100 g). Selain untuk menjaga tekanan osmotik
(mencegah hipertensi), kalium juga membantu mengaktivasi reaksi enzim, seperti
piruvat kinase yang dapat menghasilkan asam piruvat dalam proses metabolisme
karbohidrat. Di lain pihak, kandungan mineral natriumnya sangat rendah, yaitu 3
mg/100 gram. Hal ini menguntungkan karena natrium berpotensi merugikan, yaitu
dapat menimbulkan hipertensi (Astawan, 2008).
Tabel II.2 Konstituen utama dari pohon dan buah Punica granatum L. (Jurenka, 2008) (Sreekumar, sreeja et al., 2014)
Komponen Tumbuhan Kandungan Senyawa
Jus dari delima simple sugars, aliphatic organic acids, gallic
acid, ellagic acid, quinic acid, flavonols, amino acids, minerals, EGCG, ascorbic acid,
anthocyanin, caffeic acid, cathecin, quercetin, rutin.
Minyak biji dari delima punicic acid; ellagic acid; Oleic acid; sterols; tocopherols; palmitic acid; stearic acid; linoleic acid; sex steroids; 3,3’-Di-O-
methylellagic acid; 3,3’,4’-Tri-o-methylellagic acid
Pericarp (kulit) dari delima flavonols, gallic acid, ellagic acid, punicalin, punicalagin, caffeic acid, ellagitannins,
pelletierine alkaloids, luteolin, kaempferol, quercetin, EGCG, rutin, flavon, flavonones,
anthocyanidins, cathecin, fatty acids.
Daun dari delima Tannins (punicalin & punicafolin), luteolin,
apigenin, carbohydrates, reducing sugars, sterols, saponin, flavanoids, piperidine alkaloids, flavone, glycoside, ellagitannins.
Bunga dari delima gallic acids, ursolic acid, triterpenoids,
maslinic, asiatic acids, fatty acids.
Akar dan kulit pohon dari delima Ellagitannins, punicalin, punicalagin,
piperidine alkaloids, pyrrolidine alkaloid, pelletierine alkaloids.
13
Sari buah delima memiliki kandungan ion kalium (potasium), vitamin C,
dan polyphenol. Sari buah delima juga memilki kandungan flavonoid yang sangat
penting peranannya untuk menurunkan radikal bebas, serta memberikan
perlindungan terhadap penyakit jantung dan kanker kulit. Delima kaya akan
antioksidan, bahkan paling tinggi dibandingkan dengan buah-buahan lain yang
telah diuji. Aktivitas antioksidan yang terkandung di dalam buah delima lebih
tinggi dibandingkan dengan teh hijau dan anggur merah (Jurenka, 2008). Total
phenol yang dikandung oleh buah delima sebesar 2566 mg/liter. Nilai ini lebih
besar dibandingkan dengan total phenol yang dimiliki oleh teh hijau dan anggur
merah, yaitu sebesar 1029 mg/liter dan 2036 mg/liter. Dengan demikian, buah ini
dapat diandalkan guna menangkis serangan radikal bebas (Khomsan, 2009).
14
Tabel II.3 Kandungan kimia dan bioaktivitas pada kulit buah delima (Sushil
Kumar et al., 2013)
Senyawa Bioaktivitas
Kandungan utama tanin pada kulit delima
Casuarinin Corilagin
Ellagic acid (EA) Gallic acid
Methyl gallate Granatin A
Granatin B Pedunculagin Punicalagin
Punicalin
Antivirus, Antioksidant Antihipertensi, Antineoplastik
Antineoplastik, Pemutih Kulit Anti mutagenik, Anti inflamasi, Antivirus, Antioksidan
Antioksidan Antioksidan, Anti inflamasi
Antioksidan, Anti inflamasi, Antioksidan, Antineoplastik Antioksidan, Antihipertensi, Anti
hiperglikemik Antioksidan, Anti-HIV, Anti
hiperglikemik
Kandungan Utama Flavonoids pada Kulit delima
Catechin Cyanidin Epicatechin
Epigallocatechin 3-gallate Flavan-3-ol
Kaempferol Kaempferol-3-0-glucoside Kaempferol-3-0-
rhamnoglycoside Luteolin
Luteolin-7-0-glucoside Naringin Pelargonidin
Quercetin Rutin
Antioksidan, Antineoplastik Antioksidan Antineoplastik
Antineoplastik Antineoplastik
Antioksidan, Anti inflamasi Antioksidan Anti hipertensi
Antioksidan
Antioksidan Antivirus, Antibakteri Antivirus, Antibakteri
Antioksidan, Antivirus, Antineoplastik Antioksidan, Antivirus, Antihipertensi
Kandungan Utama Alkaloids pada kulit delima
Pelletierine Valoneic acid dilactone
Antioksidan Antidiabet
15
2.4.4 Morfologi
Habitus berupa semak atau pohon kecil, tinggi hingga 5 m, percabangan
banyak, lemah dan berduri pada ketiak daunnya. Daun berkelompok, seolah-olah
cabang terbagi-bagi dalam buku-buku; bentuk daun lonjong sampai lanset,
pangkalnya lancip dan ujungnya tumpul, lokos, panjang 1-9 cm, lebar 0,5-2,5 cm,
tangkai daun pendek sekali. Perbungaan: bunga keluar di ketiak daun yang paling
atas atau di ujung ranting, biasanya terdapat 1-5 bunga; kelopak bunga berbentuk
tabung bergigi dalam, wama merah atau kuning muda, panjangnya 2-3 cm;
helaian mahkota bunga berbentuk bundar atau lonjong, berwarna merah atau
putih; panjang tangkai putik sampai 1,25 cm. Buah bentuknya bulat dengan
diameter 5-12 cm, warnanya beragam: hijau keunguan, putih, coklat kemerahan
atau ungu kehitaman. Bijinya banyak, susunannya tidak beraturan, warnanya
merah, merah jambu atau putih. Masa berbunganya sepanjang tahun (BPOM RI,
2011).
2.5 Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara
perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara destilasi dengan
pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit mungkin terkena panas.
Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung etanol sebagai
pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet. Jika tidak
dinyatakan lain pada masing-masing monografi, tiap ml ekstrak mengandung
bahan aktif dari 1 gram simplisia yang memenuhi syarat (Depkes RI, 2014).
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi
dua cara, yaitu cara panas dan cara dingin (Dirjen POM, 2000).
16
2.5.1 Ekstraksi Cara Dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar) (Dirjen POM, 2000). Dalam maserasi (untuk ekstrak cairan),
serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan pelarut
disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan pengadukan
yang sering, sampai zat tertentu dapat terlarut. Metode ini paling cocok
digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari, et al., 2011).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umunya dilakukan pada temperatur
ruang. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara,
tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus sampai
diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Ditjen POM,
2000).
2.5.2 Ekstraksi Cara Panas
1. Soxhlet
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen
POM, 2000).
2. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna
(Ditjen POM, 2000).
3. Infus
Infus adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada temperatur
penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur
terukur 96-98 ºC) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM, 2000).
17
4. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≧ 30 ºC) dan
temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).
5. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur yang lebih tinggi dari
temperatur ruangan kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-
50 ºC (Ditjen POM, 2000).
2.5.3 Macam-Macam Teknik Ekstraksi Lain
1. Ekstraksi Berkesinambungan
Proses ekstraksi yang dilakukan berulangkali dengan pelarut yang
berbeda atau resirkulasi cairan pelarut dan prosesnya tersusun berturutan
beberapa kali. Proses ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi (jumlah
pelarut) dan dirancang untuk bahan dalam jumlah besar yang terbagi ke dalam
beberapa bejana ekstraksi (Ditjen POM, 2000).
2. Superkritikal Karbondioksida
Penggunaan prinsip superkritik untuk ekstraksi serbuk simplisisa, dan
umumnya digunakan gas karbondioksida. Penghilangan cairan pelarut dengan
mudah dilakukan karena karbondioksida menguap dengan mudah, sehingga
hampir langsung diperoleh ekstrak (Ditjen POM, 2000).
3. Ekstraksi Ultrasonik
Getaran ultrasonik (> 20.000 Hz.) memberikan efek pada proses ekstrak
dengan prinsip meningkatkan permiabilitas dinding sel, menimbulkan
gelembung spontan (cavitation) sebagai stres dinamik serta menimbulkan
fraksi interfase. Hasil ekstraksi tergantung pada frekuensi getaran, kapasitas
alat dan lama proses ultrasonikasi (Ditjen POM, 2000).
4. Ekstraksi Energi Listrik
Energi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan magnet serta
“electric-discharges” yang dapat mempercepat proses dan meningkatkan hasil
dengan prinsip menimbulkan gelembung spontan dan menyebarkan gelombang
tekanan berkecepatan ultrasonik (Ditjen POM, 2000).
18
2.6 Kosmetik
Kosmetikos (Yunani) merupakan asal kata dari kosmetik yang berarti
keterampilan menghias, mengatur. Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI
No.445lMenKes/Permenkes/1998, kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan
yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir
& organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan,
menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya dalam keadaan
baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau
menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono & Latifah, 2007).
Tujuan utama penggunaan kosmetik pada masyarakat modern adalah untuk
kebersihan pribadi, meningkatkan daya tarik melalui make up, meningkatkan rasa
percaya diri, melindungi kulit dan rambut dari kerusakan sinar UV, polusi, dan
faktor lingkungan yang lain, mencegah penuaan dan membantu seseorang lebih
menikmati dan menghargai hidup (Tranggono & Latifah, 2007). Berdasarkan
kegunaannya kosmetik dibedakan menjadi kosmetik perawatan kulit (skin-care
cosmetics), dan kosmetik riasan (dekoratif atau make up). Kosmetik perawatan
kulit terdiri dari kosmetik untuk membersihkan kulit atau cleanser (sabun,
cleansing cream dan cleansing milk), kosmetik untuk melembabkan kulit atau
moisturizer (moisturizing cream, night cream, anti wrinkle cream), kosmetik
pelindung kulit (sunscreen cream, sunscreen foundation, sunblock cream/lotion),
kosmetik untuk menipiskan kulit atau peeling (scrub cream). Kosmetik riasan
diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga menghasilkan
penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek psikologis yang baik,
seperti percaya diri (self confidence). Dalam kosmetik riasan, peran zat pewarna
dan zat pewangi sangat besar. Contoh dari kosmetik riasan adalah foundation, eye
make up, lipstick, rouges, dan blusher (Wasitaatmadja 1997; Tranggono &
Latifah, 2007).
2.7 Gel
Menurut Farmakope Indonesia edisi V, gel atau jeli merupakan sistem semi
padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau
molekul organik yang besar terpenetrasi oleh suatu cairan (Departemen Kesehatan
19
Republik Indonesia, 2014). Gel didefinisikan sebagai suatu sistem semi padat
yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang
kecil atau molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan. Gel umumnya
mengandung air, tetapi etanol dan minyak dapat digunakan sebagai fase
pembawa. Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih dan
tembus cahaya yang mengandung zat aktif dalam keadaan terlarut (Ansel, 1989).
Sediaan dalam bentuk gel mempunyai beberapa keuntungan seperti tidak
lengket, tidak meninggalkan lapisan berminyak pada kulit, mudah dicuci dan
dioleskan. Untuk menjaga integritas produk viskositas gel harus terjaga pada
segala suhu yang mungkin terjadi selama proses pengangkutan dan penyimpanan.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan gel yang baik adalah
pemilihan dan pembuatan basis gel dimana terdiri dari bahan pembentuk gel,
humektan, pengawet dan air (Tranggono & Latifah, 2007).
2.8 Masker peel off
Kosmetika wajah yang umumnya digunakan tersedia dalam berbagai bentuk
sediaan, salah satunya dalam bentuk masker wajah peel-off. Masker peel-off
biasanya dalam bentuk gel atau pasta, yang dioleskan ke kulit muka. Setelah
alkohol yang terkandung dalam masker menguap, terbentuklah lapisan film yang
tipis dan transparan pada kulit muka. Setelah berkontak selama 15-30 menit,
lapisan tersebut diangkat dari permukaan kulit dengan mempunyai derajat
spesifikasi tinggi, walaupun demikian spektrum tersebut sesuai untuk
pemeriksaan kuantitatif dan untuk berbagai zat spektrum tersebut bermanfaat
sebagai tambahan untuk identifikasi (Harmita, 2006).
2.9 Komponen Bahan Dalam Formulasi Masker
2.9.1 Polyethylene Glycol (PEG) 1500
Gambar 2.3 Rumus bangun PEG (Rowe et al., 2009)
20
PEG (Polyethylen glycol) merupakan salah satu jenis bahan pembawa
yang sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam suatu formulasi
untuk meningkatkan pelarutan obat yang sukar larut. PEG mempunyai rumus
empiris HOCH2(CH2OCH2)mCH2OH di mana m mewakili rata-rata dari grup
oxyethylene. Nama lain dari basis ini adalah Carbowax; Carbowax Sentry;
Lipoxol; Lutrol E; macrogola; Pluriol E; dan polyoxyethylene glycol.
Polyethylen glycol 200-600 dalam bentuk cair, sedangkan Polyethylen
glycol 1000 ke atas dalam bentuk padat pada suhu ruang. Bentuk padat
(PEG>1000) berwarna putih atau putih tulang, konsistensinya seperti pasta
hingga lempengan- lempengan lunak, berbau manis, dan secara kimia stabil
dalam udara & larutan (walaupun pada berat molekul kurang dari 2000 bersifat
higroskopis). PEG tidak mengiritasi kulit, tidak terpenetrasi pada kulit
walaupun dapat larut dalam air, dan mudah dibersihkan pada kulit dengan
pencucian. PEG biasanya digunakan pada formulasi farmasetika diantaranya
pada sediaan parental, topikal, optalmik, oral, dan preparat rektal (Rowe et al.,
2006).
2.9.2 Polyvinyl Alcohol (PVA)
Gambar 2.4 Rumus bangun PVA (Rowe et al., 2009)
Polyvinyl alcohol adalah polimer sintetis yang larut dalam air dengan
rumus (C2H4O)n. Nilai n untuk bahan yang tersedia secara komersial terletak
di antara 500 dan 5000, setara dengan rentang berat molekul sekitar 20.000-
200.000. Polyvinyl alcohol berupa bubuk granular berwarna putih hingga krem,
dan tidak berbau (Rowe et al., 2009). Polyvinyl alcohol larut dalam air, sedikit
larut dalam etanol (95%), dan tidak larut dalam pelarut organik. Polivinil
alkohol umumnya dianggap sebagai bahan yang tidak beracun. Bahan ini
bersifat noniritan pada kulit dan mata pada konsentrasi sampai dengan 10%,
21
serta digunakan dalam kosmetik pada konsentrasi hingga 7% (Rowe et al.,
2009).
2.9.3 Propylene glycol (PG)
Gambar 2.5 Rumus bangun Propylene glycol (Rowe et al., 2009)
Pada sediaan topikal propylene glycol berfungsi sebagai humektan, yaitu
bahan yang dapat memepertahankan kandungan air pada sediaan dan lapisan kulit
terluar pada saat produk diaplikasikan dengan rentang konsentrasi ± 15%.
Propylene glycol selain sebagai humektan juga memiliki beberapa fungsi
diantaranya adalah sebagai pengawet, desinfektan, pelarut, agen penstabil, co-
solvent dan plasticizer yang dapat dicampur dengan air. Pada rentang 15-30%
propylene glycol berfungsi sebagai pengawet sediaan semisolid. Zat ini bersifat
nontoksik, kecuali digunakan melebihi batas maksimal dalam sediaan topikal akan
menyebabkan iritasi (Rowe et al., 2009).
Propylene glycol memiliki pemerian cairan kental, jernih, tidak berwarna,
rasa khas, praktis tidak berbau, menyerap air pada udara lembab. Kelarutannya
dapat bercampur dengan air, aseton, kloroform, larut dalam eter dalam beberapa
minyak lemak (Rowe et al., 2009).
2.9.4 Methylparaben (Nipagin M)
Gambar 2.6 Rumus bangun Methylparaben (Rowe et al., 2009)
22
Methylparaben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam
kosmetik, produk makanan, dan formulasi sediaan farmasi. Methylparaben
dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan paraben lainatau dengan
zat antimikroba lainnya. Dalam kosmetik, metilparaben merupakan pengawet
yang paling sering digunakan (Rowe et al., 2009).
Methylparaben (C8H8O3) berbentuk kristal tak berwarna atau bubuk
kristal putih. Zat ini tidak berbau atau hampir tidak berbau. Methylparaben
merupakan paraben yang paling aktif. Aktivitas antimikroba meningkat dengan
meningkatnya panjang rantai alkil. Aktivitas zat dapat diperbaiki dengan
menggunakan kombinasi paraben yang memiliki efek sinergis terjadi.
Kombinasi yang sering digunakan adalah dengan metil-, etil-, propil-, dan butil
paraben. Aktivitas Methylparaben juga dapat ditingkatkan dengan
penambahan eksipien lain seperti: propilen glikol (2-5%), phenylethyl alkohol,
dan edetic acid (Rowe et al., 2009).
Methylparaben berbentuk serbuk hablur halus, warna putih, hampir tidak
berbau, rasa sedikit membakar dan diikuti rasa tebal. Zat ini larut dalam 500
bagian air, dalam 20 bagian air panas, dalam 5 bagian propilen glikol, dalam
3,5 bagian etanol, dalam 3 bagian aseton, mudah larut dalam eter dan dalam
larutan alkali hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol dan dalam 40 bagian
minyak lemak. Metil paraben digunakan sebagai pengawet antimikroba dan
antijamur dalam kosmetik dan farmasi sediaan topical. Dapat digunakan secara
tunggal, atau dengan kombinasi dengan paraben lain atau dengan antimikroba
lain. Efektifitas pengawet ini memiliki rentang pH 4-8.
Paraben (hidroksibenzoat) efektif pada rentang pH yang besar dan
mempunyai spektrum antimikroba yang luas meskipun lebih efektif terhadap
jamur dan kapang. Pengunaan topikal metilparaben berkisar antara 0,02 - 0,3%
(Rowe, Sheskey & Quinn, 2006; Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2014).
23
2.9.5 Propylparaben (Nipasol M)
Gambar 2.7 Rumus bangun Propylparaben (Rowe et al., 2009)
Propylparaben (C10H12O3) berbentuk bubuk putih, kristal, tidak
berbau, dan tidak berasa. Propylparaben banyak digunakan sebagai pengawet
antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi sediaan farmasi.
Propilparaben menunjukkan aktivitas antimikroba antara pH 4-8. Efikasi
pengawet menurun dengan meningkatnya pH karena pembentukan anion
fenolat. Paraben lebih aktif terhadap ragi dan jamur daripada terhadap bakteri.
Mereka juga lebih aktif terhadap gram-positif dibandingkan terhadap bakteri
gram-negatif (Rowe et al., 2009).
2.9.6 Aquadest
Gambar 2.8 Rumus bangun Aquadest (commons.wikimedia.org)
Aquadest (H₂ O) adalah air yang memenuhi persyaratan air minum, yang
dimurnikan dengan cara destilasi, penukar ion, osmosis balik atau proses lain
yang sesuai. Tidak mengandung zat tambahan lain serta mempunyai pH antara
5,0 sampai 7,0 dan BM 18,02. Air murni digunakan untuk pembuatan sediaan-
sediaan. Bila digunakan untuk sediaan steril, selain untuk sediaan parenteral,
air harus memenuhi persyaratan uji sterilitas, atau gunakan air murni steril
yang dilindungi terhadap kontaminasi mikroba (Depkes, 2014).
24
2.9.7 Ascorbic Acid (Vitamin C)
Gambar 2.9 Rumus bangun vitamin C (Rowe et al., 2009)
Vitamin C atau asam askorbat adalah suatu senyawa beratom karbon 6
yang dapat larut dalam air. Asam askorbat atau vitamin C memiliki nama
sistematis IUPAC (5R)- [(1S)-1,2-dihidroksetil]-3,4-dihidroksifuran-2(5H)-on.
Mempunyai rumus kimia C6H8O6 dengan berat molekul 176 gram/mol dan
pH 2,1 - 2,6. Zat ini berwujud kristal putih kekuningan dengan kelarutan yang
tinggi dalam air (Kumar et al., 2011).