bab ii tinjauan pustaka 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/bab ii.pdf4 bab ii tinjauan pustaka 2.1...

34
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai aliran air hujan serta untuk tempat penyimpanan air yang kemudian akan digunakan untuk irigasi ataupun suplai kebutuhan air baku untuk masyarakat. 2.2 Analisa Hidrologi 2.2.1 Analisa Curah Hujan Area 2.2.1.1 Ketersediaan Data Dibutuhkan data curah hujan yang diperoleh dari stasiun hujan terdekat di sekitar lokasi rencana embung Tapa Lubuk. Stasiun hujan tersebut adalah stasiun hujan Lolak, Moayat, dan Pusian. a. Rata-rata Hitung (Arithmatic Average or Mean) Rata-rata hitung dari hasil pengukuran variat dengan nilai X1, X2, X3,…., Xn ialah hasil penjumlahan nilai-nilai tersebut dibagi dengan jumlah pengukuran sebesar n. Bila rata-rata hitung dinyatakan sebagai , maka nilai yang diberikan adalah: Atau dapat ditulis sebagai : Keterangan : : rata-rata hitung curah hujan daerah (mm) n : jumlah data / jumlah titik pengamatan : curah hujan ditiap titik pengamatan (mm)

Upload: others

Post on 17-Aug-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum

Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung

suplai aliran air hujan serta untuk tempat penyimpanan air yang kemudian akan

digunakan untuk irigasi ataupun suplai kebutuhan air baku untuk masyarakat.

2.2 Analisa Hidrologi

2.2.1 Analisa Curah Hujan Area

2.2.1.1 Ketersediaan Data

Dibutuhkan data curah hujan yang diperoleh dari stasiun hujan terdekat di

sekitar lokasi rencana embung Tapa Lubuk. Stasiun hujan tersebut adalah stasiun

hujan Lolak, Moayat, dan Pusian.

a. Rata-rata Hitung (Arithmatic Average or Mean)

Rata-rata hitung dari hasil pengukuran variat dengan nilai X1, X2, X3,…., Xn

ialah hasil penjumlahan nilai-nilai tersebut dibagi dengan jumlah pengukuran

sebesar n. Bila rata-rata hitung dinyatakan sebagai �̅�, maka nilai yang diberikan

adalah:

Atau dapat ditulis sebagai :

Keterangan :

�̅� : rata-rata hitung curah hujan daerah (mm)

n : jumlah data / jumlah titik pengamatan

𝑋𝑖 : curah hujan ditiap titik pengamatan (mm)

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

5

2.2.1.2 Pengujian Data

Sebelum data hujan digunakan dalam analisis hidrologi, terlebih dahulu

dilakukan analisa statistik terhadap data hujan. Analisa statistik yang digunakan

untuk memastikan bahwa data hujan tersebut layak digunakan untuk analisa

selanjutnya.

a. Uji Konsistensi Metode Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS)

Uji konsistensi dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran data

lapangan yang dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu spesifikasi alat penakar

berubah, tempat alat pengukur dipindah, perubahan lingkungan disekitar alat

penakar.

Jika hasil pengujian trnyata data tersebut konsisten berarti tidak terjadi

perubahan lingkungan dan cara penakaran, dan sebaliknya apabila data tersebut

tidak konsisten berarti terjadi perubahan lingkungan dan cara penakaran.

Metode RAPS ini ditunjukkan dengan nilai komulatif

penyimpangannya terhadap nilai rata-rata dengan persamaan berikut :

S

SS k

k

*

**

S = √∑(Yi− Y̅)2

N

Ni=1

dengan k = 1,2,3,...n.

dimana :

*

kS = nilai kumulatif penyimpangannya terhadap nilai rata-rata

Yi = nilai data Y ke-i

Y̅ = nilai Y rata-rata

N = jumlah data Y

Sk∗∗ = Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS)

S = deviasi standart seri data Y

Setelah nilai Sk∗∗ didapat untuk setiap k, selanjutnya tentukan nilai Q dan R

dengan rumus :

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

6

**

0max k

nkSQ

atau nilai range

**k

nk

**k

nkSminSmaxR

00

b. Uji Stasioner

Deret berkala umumnya dibedakan menjadi dua tipe yaitu stasioner dan

tidak stasioner.

Deret berkala disebut stasioner apabila nilai dari parameter statistiknya

(rata-rata dan varian) relatif tidak berubah dari bagian periode/runtun waktu

yang ada. Jika ditemukan salah satu parameter statistiknya berubah dari bagian

periode/runtun waktu yang ada maka deret berkala tersebut disebut tidak

stasioner. Deret berkala tidak stasioner menunjukkan bahwa datanya tidak

homogen/tidak sama jenis.

Apabila data deret berkala tidak menunjukkan adanya trend, maka

dilanjutkan uji stasioner dengan tujuan menguji kestabilan nilai varian dan rata-

rata dari deret berkala.

Pengujian nilai varian dari deret berkala dapat dilakukan dengan uji-F

(Fisher test) dengan bentuk persamaan :

1

1

1222

2211

NS.N

NS.NF

dengan:

F = nilai hitung uji F

N1 = jumlah data kelompok 1

N2 = jumlah data kelompok 2

S1 = standar deviasi data kelompok 1

S2 = standar deviasi data kelompok 2

dengan derajat bebas (dk):

dk1 = N1 – 1

dk2 = N2 – 1

Hipotesa nol untuk parameter statistik data adalah stasioner, sebaliknya

hipotesa tidak sama dengan satu untuk parameter statistik data tidak stasioner.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

7

Untuk hasil pengujian hipotesa nol ditolak, berarti nilai varian tidak stabil atau

tidak homogen. Deret berkala yang nilai variannya tidak homogen berarti deret

berkala tidak stasioner dan tidak perlu melakukan pengujian lanjutan. Nilai F

kritis untuk level of significant 5% dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Sedangkan stabilitas nila rata-rata data deret berkala diuji dengan uji-t

(student test) dengan persamaan sebagai berikut :

2

1

21

21

11

NN

XXt

2

1

21

222

211

2

NN

SNSN

dengan:

t = nilai hitung uji t

N1 = jumlah data kelompok 1

N2 = jumlah data kelompok 2

1X = nilai rata-rata data kelompok 1

2X = nilai rata-rata data kelompok 2

S1 = standar deviasi data kelompok 1

S2 = standar deviasi data kelompok 2

Dengan derajat bebas dk = N1 + N2 – 2

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

8

Tabel 2.1. Nilai F kritis Untuk Level of Significant 5%

dk2 dk1

9 10 12 15 20

10 3,00 2,98 2,91 2,85 2,77

11 2,87 2,85 2,79 2,72 2,65

12 2,77 2,75 2,69 2,62 2,54

13 2,69 2,67 2,60 2,53 2,46

14 2,62 2,6 2,53 2,46 2,39

15 2,55 2,53 2,46 2,39 2,32

Sumber : Soewarno,1995,Hidrologi:Aplikasi Metode Statistik untuk

Analisa Data,Jilid 2

2.2.1.3 Analisa Frekuensi

Hujan rancangan adalah berapa besarnya kedalaman hujan di suatu titik

yang akan digunakan sebagai dasar perancangan bangunan keairan, atau hyetograf

berupa distribusi hujan sebagai fungsi waktu selama hujan deras (Triatmodjo, 2009

dalam Hidrologi Terapan).

Metode yang biasa digunakan untuk perhitungan curah hujan rancangan

adalah Metode E.J. Gumbel, Log Pearson Tipe III, Normal dan Log Normal. Jenis

distribusi frekuensi tersebut masing-masing mempunyai sifat yang khas. Untuk

menentukan metode mana yang sesuai, perlu dilakukan uji pemilihan distribusi

frekuensi terlebih dahulu.

a. Parameter Statistik (Pengukuran Dispersi)

Besarnya dispersi dapat dilakukan pengukuran dispersi yakni melalui

perhitungan parameter statistik untuk (𝑋𝑖 − �̅�), (𝑋𝑖 − �̅�)2, (𝑋𝑖 − �̅�)3, (𝑋𝑖 − �̅�)4

terlebih dahulu.

Dimana :

𝑋𝑖 : Besarnya curah hujan daerah (mm)

�̅� : Rata-rata curah hujan maksimum daerah (mm)

Untuk menentukan distribusi frekuensi mana yang akan digunakan, maka

terlebih dahulu harus dihitung besarnya parameter statistik yaitu:

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

9

Sd atau deviasi standart (Standart Deviation)

dimana :

Sd : Deviasi standar

X : Nilai rata-rata

X i : Nilai varian ke-i

n : Jumlah data

Cs atau koefisien kepencengan (Coefficien of Skewness)

dimana :

Cs : koefisien kepencengan (skewness)

n : jumlah data

X : nilai varian ke 1

X : nilai rata-rata

S : standar deviasi

Ck atau koefisien kepuncakan (Coefficien of Kurtosis)

dimana :

Ck : koefisien kepuncakan (kurtosis)

n : jumlah data

X : nilai varian ke 1

X : nilai rata-rata

S : standar deviasi

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

10

Cv atau koefisien vareasi (Coefficien of Vareation)

dimana :

Cv : koefisien variasi

n : jumlah data

X : nilai varian ke 1

X : nilai rata-rata

S : standar deviasi

Tabel 2.2. Parameter Statistik Untuk Menentukan Jenis Distribusi

b. Analisa Distribusi Frekuensi

Analisa Distribusi Frekuensi yang digunakan memakai model matematika

dari persamaan empiris distribusi peluang kontinyu, metode yang biasa digunakan

adalah Metode E.J. Gumbel, Log Pearson Type III, Normal dan Log Normal.

Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Metode Gumbel Tipe I

Metode distribusi Gumbel Tipe I umumnya digunakan untuk analisis

data maksimum, misal untuk analisis frekuensi banjir (Soewarno, jilid I, 1995).

Persamaan Gumbel :

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

11

dimana :

Xt : Nilai variat yang diharapkan terjadi

X : Harga rerata curah hujan

Sd : Standard deviasi

YT : Nilai reduksi variat dari variable yang diharapkan terjadi pada

periode ulang tertentu

= - Ln - Ln (T - 1)/T

Yn : Nilai rata-rata dari reduksi variat (mean of reduced variate),

nilainya tergantung dari jumlah data (n)

Sn : Deviasi standar dari reduksi variat (standart deviation of reduced

variate), nilainya tergantung dari jumlah data (n)

Metode Log Pearson Tipe III

Metode distribusi Log Pearson Tipe III banyak dihgunakan dalam

analisis hidrologi, terutama dalam analisis hidrologi, terutama dalam analisis

data maksimum (banjir) dan minimum (debit minimum) dengan nilai ekstrem.

Bentuk distribusi Log Pearson Tipe III merupakan hasil transformasi dari

distribusi Pearson Tipe III dengan menggantikan variat menjadi nilai

logaritmik (Soewarno, jilid I, 1995).

Persamaan yang digunakan sebagai berikut:

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

12

di mana:

X : curah hujan (mm)

X Log : rerata log X

SLog X : diviasi standart dari log X

Cs : koefisien kemencengan dari log X

K : faktor frekuensi (lihat Tabel)

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

13

T

(th

)1,

0101

1,05

261,

1111

1,25

25

1020

2550

100

200

1000

Cs:

P(%

)99

9590

8050

2010

54

21

0,5

0,1

0-2

,326

-1,6

45-1

,202

-0,8

420,

000

0,84

21,

282

1,59

51,

751

2,05

42,

326

2,57

63,

090

-0,1

-2,4

00-1

,673

-1,2

92-0

,336

0,01

70,

846

1,27

01,

567

1,71

62,

000

2,25

22,

482

2,95

0

-0,2

-2,4

72-1

,700

-1,3

01-0

,830

0,03

30,

850

1,25

81,

539

1,68

01,

945

2,17

82,

308

2,81

0

-0,3

-2,5

44-1

,726

-1,3

09-0

,824

0,05

00,

853

1,24

51,

510

1,64

31,

890

2,10

42,

291

2,67

0

-0,4

-2,6

15-1

,750

-1,3

17-0

,816

0,06

60,

855

1,23

11,

481

1,60

61,

834

2,02

92,

201

2,53

0

-0,5

-2,6

06-1

,774

-1,3

23-0

,808

0,08

30,

856

1,21

61,

450

1,56

71,

777

1,95

52,

108

2,40

0

-0,6

-2,7

55-1

,797

-1,3

20-0

,880

0,09

90,

857

1,20

01,

419

1,52

81,

720

1,88

02,

016

2,27

0

-0,7

-2,8

24-1

,019

-1,3

33-0

,790

0,11

60,

857

1,18

31,

386

1,48

81,

663

1,80

61,

926

2,14

0

-0,8

-2,0

21-1

,039

-1,3

36-0

,780

0,13

20,

856

1,16

61,

354

1,44

81,

606

1,73

31,

837

2,02

0

-0,9

-2,0

57-1

,050

-1,3

39-0

,769

0,14

00,

854

1,14

71,

320

1,40

71,

549

1,66

01,

749

1,90

0

-1,0

-3,0

22-1

,077

-1,3

40-0

,758

0,16

40,

852

1,17

01,

301

1,36

61,

492

1,50

81,

664

1,79

0

T (

th)

1,0

10

11

,05

26

1,1

11

11

,25

25

10

20

25

50

10

02

00

10

00

Cs:

P(%

)9

99

59

08

05

02

01

05

42

10

,50

,1

0,0

-2,3

26

-1,6

45

-1,2

82

-0,8

42

0,0

00

0,8

42

1,2

82

1,5

95

1,7

51

2,0

45

2,3

76

2,5

76

3,0

90

0,1

-2,2

52

-1,6

16

-1,2

70

-0,0

85

0,0

17

0,8

36

1,2

97

1,6

22

1,7

85

2,1

07

2,4

00

2,6

70

3,2

30

0,2

-2,1

70

-1,5

38

-1,2

58

-0,8

50

0,0

33

0,8

30

1,3

01

1,6

46

1,8

18

2,1

59

2,4

72

2,7

63

3,3

80

0,3

-2,1

30

-1,5

55

-1,2

45

-0,8

53

0,0

50

0,8

24

1,3

09

1,6

69

1,8

49

2,2

11

2,5

44

2,8

56

3,5

20

0,4

-2,0

29

-1,5

24

-1,2

31

-0,8

55

0,0

66

0,8

16

1,3

17

1,6

92

1,8

80

2,2

61

2,6

15

2,9

47

3,6

70

0,5

-1,9

55

-1,4

91

-1,2

16

-0,8

56

0,0

83

0,8

08

1,3

23

1,7

14

1,9

10

2,3

11

2,6

06

3,0

41

3,8

10

0,6

-1,8

80

-1,4

58

-1,2

00

-0,8

57

0,0

79

0,8

00

1,3

28

1,7

35

1,9

39

2,3

59

2,7

55

3,1

32

3,9

60

0,7

-1,8

06

-1,4

23

-1,1

83

-0,8

57

0,1

16

0,7

90

1,3

33

1,7

56

1,9

67

2,4

07

2,8

24

3,2

23

4,1

00

0,8

-1,7

33

-1,3

88

-1,1

66

-0,8

56

0,1

32

0,7

80

1,3

36

1,7

74

1,9

93

2,4

53

2,8

91

3,3

12

4,2

40

0,9

-1,6

60

-1,3

53

-1,1

47

-0,8

54

0,1

48

0,7

69

1,3

39

1,7

92

2,0

18

2,4

98

2,9

57

3,4

01

4,3

90

1,0

-1,5

88

-1,3

17

-1,1

28

-0,8

52

0,1

64

0,7

58

1,3

40

1,8

09

2,0

43

2,5

42

3,0

22

3,4

89

4,5

30

2,0

-0,9

90

-0,9

49

-0,8

95

-0,7

77

-0,3

07

0,6

09

1,3

20

1,8

24

2,2

19

2,9

12

3,6

05

4,9

70

5,1

90

2,5

-0,7

99

-0,7

90

-0,7

71

-0,7

11

-0,3

60

0,5

18

1,2

50

1,9

19

2,2

62

3,0

48

3,8

45

4,6

52

6,6

00

3,0

-0,6

67

-0,6

65

-0,6

6-0

,63

6-0

,39

60

,42

01

,18

01

,92

52

,27

83

,15

24

,05

14

,29

87

,25

0

Ta

bel I

II–

20

. F

ak

tor

Fre

ku

en

si

un

tuk

Dis

trib

usi

Lo

g P

ea

rso

n T

yp

e I

II K

oe

fisie

n A

sim

etr

i, C

s N

eg

ati

p

Ta

bel

III–

21

. F

ak

tor

Fre

ku

en

si

un

tuk

Dis

trib

usi

Lo

g P

ea

rso

n T

yp

e I

II K

oe

fisie

n A

sim

etr

i, C

s P

osit

if

Tab

el 2.3

Fak

tor

Fre

kuen

si u

ntu

k D

istr

ibu

si L

og P

ears

on T

ipe

III

Ko

efis

ien A

sim

etri

, C

s N

egat

if

Tab

el 2.4

Fak

tor

Fre

kuen

si u

ntu

k D

istr

ibu

si L

og P

ears

on T

ipe

III

Ko

efis

ien A

sim

etri

, C

s P

osi

tif

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

14

Metode Normal

Distribusi normal banyak digunakan dalam analisis hidrologi, misal

dalam analisis frekuensi curah hujan, analisis statistik dari distribusi rata-rata

curah hujan tahunan, debit rata-rata tahunan dan sebagainya. Distribusi normal

atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss.

Persamaan yang digunakan sebagai berikut:

dimana :

Xt : Variate yang diekstrapolasikan yaitu besarnya curah hujan

rancangan untuk periode ulang tertentu.

X : Harga rerata curah hujan

Sd : Standard deviasi

K : Faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari periode ulang (return

period) dan tipe distribusi frekuensi (Variabel Reduksi Gauss)

Tabel 2.5. Nilai Variabel Reduksi Gauss

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

15

Metode Log Normal

Persamaan yang digunakan sebagai berikut:

1)(n

)LogX(LogX

S

LogXn

1LogX

K.SLogXXLog

n

1i

2i

LogX

n

1i

i

LogX

di mana:

X : curah hujan (mm)

X Log : rerata log X

K : Faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari periode ulang (return

period) dan tipe distribusi frekuensi (Variabel Reduksi Gauss)

2.2.1.4 Uji Kecocokan Sebaran

Untuk menentukan kecocokan (the goodness of fit test) distribusi frekuensi

dari sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat

menggambarkan/mewakili distribusi frekuensi tersebut diperlukan pengujian

parameter. Pengujian parameter yang akan disajikan dalam sub bab ini adalah :

a. Chi-Kuadrat (chi square)

Uji Chi-Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan

distribusi peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel

data yang dianalisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter 𝑥2,

oleh karena itu disebut dengan uji Chi-Kuadrat.

Parameter 𝑥2 dapat dihitung dengan rumus :

Keterangan :

𝑥ℎ2 : parameter chi-kuadrat terhitung

G : jumlah sub kelompok

Oi : jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke i

Ei : jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke i

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

16

b. Smirnov – Kolmogorov

Uji kecocokan Smirnov – Kolmogorov, sering juga disebut uji kecocokan

non parametrik (non parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan

fungsi distribusi tertentu (Soewarno, 2014).

Rumus yang digunakan adalah :

D = maksimum XPXP ,,

Dengan:

2.2.2 Intensitas Curah Hujan

Apabila akan membuat perencanaan bangunan air, pertama-tama yang harus

ditentukan adalah berapa besar debit yang harus diperhitungkan, atau biasa disebut

debit (banjir) perencanaan (CD. Soemarto, 1987).

Perhitungan Intensitas Curah Hujan ini menggunakan Metode Dr. Moonobe

dengan persamaan :

dimana :

I : intensitas hujan (mm/jam)

R24 : curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

t : waktu / durasi curah hujan (jam)

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

17

2.3 Debit Banjir Rencana

2.3.1 Hidrograf Banjir Satuan Sintetik Nakayasu

Nakayasu dari Jepang , telah menyelidiki hidrograf satuan pada beberapa

sungai di Jepang.

Rumus tersebut adalah sebagai berikut :

Tp = tg + 0,8 Tr

tg = 0,4 + 0,058 L untuk L > 15 km

tg = 0,21 L0,7 untuk L < 15 km

T0,3 = α tg

tr = 0,5 tg sampai tg

Dimana :

Qp : debit puncak banjir (m³/detik)

A : luas DAS (km2)

Re : curah hujan efektif (1 mm)

Tp : tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)

T 3,0 : waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai

menjadi 30% dari debit puncak (jam).

tg : waktu konsentrasi (jam)

Tr : satuan waktu dari curah hujan (jam)

α : koefisien karakteristik DAS biasanya diambil 2

L : panjang sungai utama (km)

a. Pada kurva naik (0 < t < Tp)

Q= xQpTp

t4,2

b. Pada kurva turun (Tp < t < Tp + T 0.3)

xQpT

TptQ

3,0

3,0

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

18

c. Pada kurva turun (Tp+T0.3 < t < Tp +T 0.3+1.5 T 0.3)

xQpT

TTptQ

3,0

3,0

5,1

5,03,0

d. Pada kurva turun (t > Tp +T0.3+1.5T 0.3)

xQpT

TTptQ

3,0

3,0

2

5,13,0

Sumber : (Bambang Triatmodjo, 2014)

2.4 Debit Andalan

Debit andalan adalah besarnya debit yang tersedia untuk memenuhi

kebutuhan air dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan. Dalam

perencanaan proyek - proyek penyediaan air terlebihdahulu harus dicari debit

andalan (dependable discharge), yang tujuannya adalah untuk menentukan debit

perencanaan yang diharapkan selalu tersedia di sungai (Soemarto, 1987).

2.4.1 Metode NRECA

Untuk memperkirakan ketersediaan debit, dalam studi ini digunakan model

matetamtik hubungan hujan-limpasan dengan metode NRECA.

Metode ini dikembangkan untuk menganalisis debit air berdasarkan curah

hujan yang bertujuan untuk pembangkit listrik. Metode ini diperkenalkan (NRECA)

sehingga metode ini disebut metode National Rural Electric Cooperative

Association (NRECA).

Gambar 2.1 Diagram Alir Analisis Metode NRECA

Langkah Perhitungan Metode NRECA

(1). Nama bulan Januari sampai Desember

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

19

(2). Periode dan jumlah hari

(3). Nilai hujan tengah bulanan(Rb)

(4). Nilai penguapan peluh potensial (PET)

(5). Nilai tampungan kelengasan awal (Wo). Nilai ini harus dicoba-coba di bulan

Januari.

(6). Ratio tampungan tanah (soil storage ratio-Wi) dihitung dengan rumus :

Nomenal

WW O

I

Nominal = 100 + 0.2 Ra

Ra = hujan tahunan (mm)

(7). Ratio Rb / PET = kolom (3) : kolom (4)

(8). Ratio AET/PET

AET = Penguapan peluh actual yang dapat diperoleh dengan Gambar 6.2

nilainya tergantung dari ratio Rb/PET. (kolom 7) dan Wi (kolom 5)

Gambar 2.2 Rasio AET/PET

(9). AET = (AET/PET) x PET x Koefisien reduksi

= kolom (8) x kolom(4) x koefisien reduksi

(10). Neraca air = Rb – AET = kolom(3) – kolom(9)

(11). Ratio kelebihan kelengasan (excess moisture) yang dapat diperoleh sebagai

berikut :

(i). Bila neraca air (kolom 10) positif, maka ratio tersebut dapat diperoleh

dari Gambar 6.3 dengan memasukkan nilai tampungan kelengasan tanah

(Wi) dikolom 5.

(ii). Bila neraca air negatif, ratio = 0

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

20

Gambar 2.3 Rasio Kelebihan Kelengasan Tanah

(12). Kelebihan kelengasan

= ratio kelengasan x neraca air

= kolom (11) x kolom (10)

(13). Perubahan tampungan

= Neraca – kelebihan kelengasan

= kolom(10) – kolom(12)

(14). Tampungan air tanah = P1 x kelebihan kelengasan

= P1 x kolom (12)

P1 = Parameter yang menggambarkan karakteristik tanah permukaan

(kedalaman 0 – 2 m), nilainya 0,1 – 0,5 tergantung pada sifat lulus air

lahan

P1 = 0,1 bila bersifat kedap air

P1 = 0,5 bila bersifat lulus air

(15). Tampungan air tanah awal yang harus dicoba - coba

(16). Tampungan air tanah akhir

= tampungan air tanah + tampungan air tanah awal

= kolom(14) + kolom(15)

(17). Aliran air tanah = P2 x tampungan air tanah akhir

= P2 x kolom (16)

P2 = parameter seperti P1 tetapi untuk lapisan tanah dalam (kedalaman 2–10

m )

P2 = 0,9 bila bersifat kedap air

P2 = 0,5 bila bersifat lulus air

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

21

(18). Larian langsung

= kelebihan kelengasan – tampungan air tanah

= kolom(12) – kolom(14)

(19). Aliran Total = larian langsung + aliran air tanah

= kolom(17) + kolom(18) , dalam mm/0,5 bulan

(20). Dalam m3/0,5 bulan = kolom (19) dalam mm x 10 x luas daerah tadah hujan

(Ha)

Untuk perhitungan bulan berikutnya diperlukan nilai tampungan kelengasan

(kolom 5) untuk bulan berikutnya dan tampungan air tanah (kolom 14) bulan

berikutnya yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

Tampungan kelengasan = tampungan kelengasan bulan berikutnya +

perubahan tampungan = kolom (5) + kolom (13), semuanya dari bulan

sebelumnya.

Tampungan air tanah = tampunan air tanah bulan sebelumnya – aliran air tanah

= kolom (16) – kolom (17), semuanya dari bulan sebelumnya.

2.5 Analisa Kebutuhan Air

2.5.1 Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan air irigasi sebagian besar dicukupi dari air permukaan.

Kebutuhan air irigasi dipengaruhi berbagai faktor seperti klimatologi, kondisi tanah,

koefisien tanaman, pola tanam, pasokan air yang diberikan, luas daerah irigasi,

efisiensi irigasi, penggunaan kembali air drainase untuk irigasi, dan lain-lain

(Bambang Triatmodjo, 2013).

Berbagai kondisi lapangan yang berhubungan dengan kebutuhan air untuk

pertanian bervariasi terhadap waktu dan ruang seperti dinyatakan dalam faktor-

faktor berikut (Bambang Triatmodjo, 2013) :

1. Jenis dan verietas tanaman yang ditanam petani.

2. Veriasi koefisien tanaman, tergantung pada jenis dan tahap pertumbuhan dari

tanaman.

3. Kapan dimulainya persiapan pengolahan lahan (golongan).

4. Jadwal tanam yang dipakai oleh petani, termasuk di dalamnya pasok air

sehubungan dengan persiapan lahan, pembibitan dan pemupukan.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

22

5. Status sistem irigasi dan efisiensi irigasinya.

6. Jenis tanah dan faktor agro-klimatologi.

Kebutuhan air irigasi dihitung dengan persamaan :

𝐾𝐴𝐼 = (𝐸𝑡𝑐+𝐼𝑅+𝑊𝐿𝑅+𝑃−𝑅𝑒)

𝐼𝐸 𝑋 𝐴

dengan :

KAI : kebutuhan air irigasi (l/dt)

Etc : kebutuhan air konsumtif (mm/hr)

IR : kebutuhan air irigasi ditingkat persawahan (mm/hr)

WLR : kebutuhan air untuk mengganti lapisan air (mm/hr)

P : perkolasi (mm/hr)

Re : hujan efektif (mm/hr)

IE : efisiensi irigasi (%)

A : Luas areal irigasi

(Bambang Triatmodjo, 2013)

Kebutuhan air konsumtif (Etc)

𝐸𝑡𝑐 = 𝐸𝑡𝑜 𝑋 𝑘𝑐

dengan :

Etc : kebutuhan air konsumtif (mm/hr)

Eto : evapotranspirasi (mm/hr)

kc : koefisien tanaman

(Bambang Triatmodjo, 2013)

Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (IR)

𝐼𝑅 = 𝑀 (𝑒𝑘

𝑒𝑘−1)

dengan :

IR : kebutuhan air irigasi ditingkat persawahan (mm/hr)

M : kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan

perkolasi di sawah yang telah dijenuhkan.

= Eo + P (mm/hr)

P : perkolasi (mm/hr)

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

23

Eo : evaporasi air terbuka (= 1.1 x Eto) (mm/hr)

k = M (T/S)

e : koefisien

(Bambang Triatmodjo, 2013)

Kebutuhan air untuk mengganti lapisan air (WLR)

Kebutuhan air untuk mengganti lapisan ditetapkan bedasarkan Standar

Perencanaan Irigasi 1986, KP-01. Besar kebutuhan air untuk penggantian

lapisan air adalah 50 mm/bulan (atau 3,3 mm/hari selama 15 hari) selama

sebulan dan dua bulan setelah transplantasi (Bambang Triatmodjo, 2013).

Perkolasi (P)

Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat tanah, dan sifat tanah

umumnya tergantung pada kegiatan pemanfaatan lahan atau pengolahan tanah

berkisar antara 1 – 3 mm/hr (Bambang Triatmodjo, 2013).

Curah hujan efektif (Re)

𝑅𝑒 = 0,7 𝑋 1

15 (𝑅80)

dengan :

Re : curah hujan efektif (mm/hr)

R80 : curah hujan kemungkinan tidak terpenuhi sebesar 20% (mm)

R80 didapat dari urutan data dengan rumus Harza :

𝑚 = 𝑛

5+ 1

dengan :

m : rangking dari urutan terkecil

n : jumlah tahun pengamatan

(Bambang Triatmodjo, 2013)

Efisiensi Irigasi (EI)

Efisiensi irigasi didasarkan asumsi bahwa sebagian dari jumlah air

yang diambil akan hilang, baik di saluran maupun di petak sawah. Kehilangan

ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi dan rembesan (Bambang

Triatmodjo, 2013).

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

24

Luas areal irigasi (A)

Luas areal irigasi adalah luas sawah yang akan diairi. Data ini dapat

diperoleh dari Dinas Pengairan berupa peta dan luas daerah irigasi (Bambang

Triatmodjo, 2013).

2.5.2 Kebutuhan Air Baku

Untuk merencanakan kebutuhan air baku terlebih dahulu harus

ditinjau jumlah penduduk yang ada pada saat ini serta proyeksi jumlah

penduduk pada masa mendatang. Hasil dari analisa perkembangan penduduk

akan digunakan sebagai dasar dalam perhitungan kebutuhan air baku.

Beberapa faktor yang mempengaruhi proyeksi penduduk adalah :

- Jumlah penduduk dalam satu wilayah

- Laju pertumbuhan penduduk

- Kurun waktu proyeksi

Proyeksi jumlah Penduduk untuk masa yang akan datang dihitung

berdasarkan persamaan eksponensial dirumuskan sebagai berikut :

rnPo.ePn

dimana :

Pn : jumlah penduduk pada tahun n (jiwa)

Po : jumlah penduduk pada tahun awal dasar (jiwa)

r : angka pertumbuhan penduduk (%)

n : periode waktu (tahun)

e : bilangan logaritma natural yang besarnya sama dengan 2,71828

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

25

Tabel 2.6. Kriteria Kebutuhan Air Berdasarkan Pedoman Cipta Karya

2.6 Neraca Air atau Simulasi Tampungan Embung

Neraca air digunakan untuk mengecek apakah air yang tersedia cukup untuk

memenuhi kebutuhan air irigasi dan air minum. Hasil dari perhitungan neraca air

yakni:

Pola tanam akhir yang akan dipakai untuk jaringan irigasi yang sedang

direncanakan.

Pola distribusi air minum.

Keandalan tampungan embung.

2.7 Penelusuran Banjir

Penelusuran banjir bertujuan untuk mengetahui karakteristik hidrograf

outflow yang sangat diperlukan dalam pengendalian banjir. Perubahan antara inflow

(I) dan outflow (O) dipengaruhi oleh faktor tampungan atau penampang sungai yang

tidak seragam atau akibat meander sungai (CD. Soemarto, 1986).

I > O tampungan embung naik, elevasi muka air embung naik.

I < O tampungan embung turun, elevasi muka air embung turun.

Pada penelusuran banjir berlaku persamaan kontinuitas

I – O = ∆ 𝑆

Dimana :

∆ 𝑆 = Perubahan tampungan air di embung

>1000 500-1000 100-500 20-100 <20

A. RUMAH TANGGA

1 Konsumsi Unit Sambungan Rumah (SR) lt/org/hr 170-190 150-170 130-150 100-130 90-100

2 Konsumsi Unit Hidran Umum (HU) lt/org/hr 30 30 30 30 30

3 Prosentase Konsumsi Unit Non Rumah Tangga % 35-40 30-35 25-30 20-25 10-20

Thd. Rumah Tangga

4 Prosentase Kehilangan Air Terhadap Hari Maksimum % 15-20 15-20 15-20 15-20 15-20

5 Faktor Hari Maksimum *) 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1

6 Faktor Jam Puncak *) 1,5-1,75 1,5-1,76 1,5-1,77 1,5-1,78 1,5-1,79 1,5-1,80

7 Jumlah Jiwa per SR orang 5 5 5 5 5

8 Jumlah Jiwa per HU orang 100 100 100 100 100

9 Sisa Tekanan Minimal di Titik Kritis Jaringan Distribusi mka 20 20 15 10 10

10 Jam Operasi jam 24 24 24 24 24

11 Volume Reservoir % 12-15 12-15 12-15 12-15 12-15

(% Dari Kebutuhan Jam Puncak)

12 SR : HU % 80:20 80:20 80:20 80:20 80:20

B. NON RUMAH TANGGA

1 Konsumsi Kawasan Industri lt/det/ha 0,2 - 0,8

2 Konsumsi Kawasan Pariwisata lt/det/ha 0,1 - 0,3

NoKatagori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk (Jiwa X 1000)

SatuanUraian

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

26

2.8 Desain Embung

2.8.1 Pemilihan lokasi embung

Embung adalah suatu bangunan yang berfungsi untuk menampung

kelebihan air pada saat debit tinggi dan melepaskannya pada saat dibutuhkan.

Embung merupakan salah satu bagian dari proyek secara keseluruhan maka

letaknya juga dipengaruhi olehbangunanbangunan lain seperti bangunan pelimpah,

bangunan penyadap, bangunan pengeluaran, bangunan untuk pembelokan sungai

dan lain-lain (Soedibyo, 2003).

Untuk menentukan lokasi dan denah embung harus memperhatikan

beberapa faktor yaitu (Soedibyo, 2003) :

1. Tempat embung merupakan cekungan yang cukup untuk menampung air,

terutama pada lokasi yang keadaan geotekniknya tidak lulus air, sehingga

kehilangan airnya hanya sedikit.

2. Lokasinya terletak di daerah manfaat yang memerlukan air sehingga jaringan

distribusinya tidak begitu panjang dan tidak banyak kehilangan energi.

3. Lokasi embung terletak di dekat jalan, sehingga jalan masuk (access road) tidak

begitu panjang dan lebih mudah ditempuh.

Sedangkan faktor yang menentukan didalam pemilihan tipe embung adalah

(Soedibyo, 2003) :

Tujuan pembangunan proyek

Keadaan klimatologi setempat

Keadaan hidrologi setempat

Keadaan di daerah genangan

Keadaan geologi setempat

Tersedianya bahan bangunan

Hubungan dengan bangunan pelengkap

Keperluan untuk pengoperasian embung

Keadaan lingkungan setempat

Biaya proyek

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

27

2.8.2 Rencana Tubuh Embung

a. Lebar puncak

Lebar puncak tubuh embung diambil sebagai berikut:

Tabel 2.7 Lebar Puncak Tubuh Embung

(Departemen Pekerjaan Umum, 1997)

b. Kemiringan lereng urugan

Tabel 2.8 Kemiringan Lereng Urugan Untuk Tinggi Maksimum 10,00 M

(Departemen Pekerjaan Umum, 1997)

c. Tinggi jagaan

Tinggi jagaan adalah jarak vertikal antara muka air kolam pada waktu

banjir desain (50 tahunan) dan puncak tubuh embung. Besar tinggi jagaan

tergantung dari tipe tubuh embung dan diambil seperti tabel berikut (Departemen

Pekerjaan Umum, 1997) :

Tabel 2.9 Tinggi Jagaan Embung

(Departemen Pekerjaan Umum, 1997)

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

28

d. Tinggi tubuh embung

Tinggi tubuh embung sebesar tinggi muka air kolam pada kondisi penuh

(= kapasitas tampungan desain) ditambah tinggi tampungan banjir dan tinggi

jagaan.

Dimana :

Hd = Tinggi tubuh embung desain (m)

Hk = Tinggi muka air kolam pada kondisi penuh (m)

Hb = Tinggi tampungan banjir (m)

Hf = Tinggi jagaan (m)

e. Rencana Teknis Bangunan Pelimpah (Spillway)

Type bangunan pelimpah (spillway)

Direncanakan menggunakan tipe Ogee untuk bangunan pelimpah

pada embung. Berbagai tipe mercu Ogee. Persamaan lengkung spillway

bagian downstream bendungan adalah sebagai berikut ( KP- 02, 1986) :

Dimana :

X dan Y = Koordinat-koordinat permukaan hilir

Ho = Tinggi energi rencana di atas mercu

k dan n = parameter

Tabel 2.10 Harga K dan n

( KP-02, 1986, hal 47)

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

29

Gambar 2.4 Bentuk – Bentuk Mercu Ogee (KP – 02, 1986)

Perhitungan hidraulis pelimpah (spillway)

Bangunan pelimpah (spillway) yakni bangunan dengan seluruh

komponennya berfungsi untuk mengalirkan air banjir yang masuk ke dalam

waduk agar tidak membahayakan keamanan. Salah satu tipe bangunan

pelimpah pada bendungan tipe urugan yakni :

- Saluran pengarah

Saluran pengarah berfungsi sebagai penuntun dan pengarah

aliran agar aliran dalam kondisi hidrolika yang baik.

Gambar 2.5 Saluran Pengarah (Sosrodarsono dan Takeda, 1977)

Harga h dapat dicari dengan rumus (Sosrodarsono dan Takeda, 1977) :

Dimana :

Q = Debit (m3/dt)

C = Koefisien limpasan (2,0 – 2,1)

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

30

B = Panjang pelimpah (m)

H = Tinggi air diatas mercu pelimpah (m)

- Perhitungan hidraulis peredam energi

Bangunan peredam energi digunakan untuk peredam energi

pencegah gerusan (Sosrodarsono dan Takeda, 1977) .

Dalam perencanaan ini menggunakan peredam energi tipe

USBR yang memiliki 4 tipe antara lain :

1. Kolam olakan datar tipe I

Kolam olakan tipe I digunakan untuk mengalirkan debit yang

relatif kecil dan bilangan Froude < 1,7. Seperti yang terlihat pada

gambar 2.6

Gambar 2.6 Bentuk Kolam Olakan Datar Tipe I (Sosrodarsono dan Takeda, 1977:218 )

2. Kolam olakan datar tipe II

Kolam olakan tipe II digunakan untuk aliran dengan tekanan

hydrostatis yang tinggi dan debit yang besar ( q > 45 m3/dt/m,

tekanan hydrostatis > 60 m dan bilangan Froude > 4,5 )

Gambar 2.7 Bentuk Kolam Olakan Datar Type II (Sosrodarsono dan Takeda, 1977:218 )

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

31

3. Kolam olakan datar type III

Kolam olakan tipe III digunakan untuk aliran dengan tekanan

hydrostatis yang rendah dan debit yang agak kecil ( q < 18,5 m3/dt/m,

V < 18 m3/det, bilangan Froude > 4,5 )

Gambar 2.8 Bentuk Kolam Olakan Datar Type III (Sosrodarsono dan Takeda, 1977:218 )

4. Kolam olakan datar type IV

Kolam olakan tipe IV Froude antara 2,5 s/d 4,5.

Gambar 2.9 Bentuk Kolam Olakan Datar Type IV (Sosrodarsono dan Takeda, 1977:219 )

Untuk menentukan jenis kolam olakan yang akan digunakan,

digunakan bilangan Froude sebagai patokan. Sehinngga, dapat

dihitung dengan rumus berikut (Suyono S. 1977 ; hal 220) :

D1g

V=Fr

.

1

Dimana:

Fr = Bilangan Froude

V1 = Kecepatan aliran pada penampang 1 (m/dtk)

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

32

D1 = Kedalaman air di bagian hulu kolam olak (m)

g = Percepatan gravitasi (9,8 m/dtk2)

Kedalaman air pada bagian hilir kolam olakan dapat

diperoleh dari rumus berikut (Suyono S. 1977 ; hal 220) :

1812

1 2

1

2 FD

D

Dimana :

D1 dan D2 = kedalaman air (m)

Untuk mengetahui nilai panjang kolam olakan digunakan

grafik hubungan antara bilangan Froude dengan 2D

L (L adalah

panjang kolam olakan) sebagai berikut :

Gambar 2.10 Grafik hubungan antara bilangan Froude dengan nilai 2D

L

(Sosrodarsono dan Takeda, 1977:222)

2.8.3 Analisa Stabilitas Embung

Berat sendiri tubuh embung

Berat sendiri bangunan tergantung pada bahan yang dipakai

untuk bangunan tersebut.

V = A x γb x B

dimana:

V = gaya vertikal karena berat sendiri (kN)

A = luas penampang bangunan (m2)

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

33

γb = berat jenis bahan (kN/m3) (beton bertulang = 24, kgN/m3)

B = lebar bangunan (m)

Reaksi Pondasi

Reaksi pondasi boleh diandaikan berbentuk trapezium dan tersebar

secara linear

Gambar 2.11 Unsur-unsur persamaan distribusi tekanan pada pondasi

Tekanan vertical pondasi adalah:

dimana:

p = tekanan vertikal pondasi (kN)

∑(W) = jumlah gaya vertikal, termasuk tekanan ke atas kecuali

reaksi pondasi (kN)

A = luas dasar pondasi (m2)

E = eksentrisitas pembebanan, atau jarak dari pusat gravitasi

dasar sampai titik potong resultan dengan dasar

I = momen kelembaman dasar sekitar pusat gravitasi

m = jarak dari titik pusat luas dasar sampai ke titik tekanan

dikehendaki

Untuk dasar segi empat dengan panjang ℓ dan unit lebar 1,0 m, I = ℓ3/12

A = 1.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

34

Rumus menjadi :

m = ½ ℓ

Sedangkan tekanan vertikal maksimum pondasi pada ujung bangunan :

P’ = ∑W

L(1 +

6 𝑙

L)

Sedangkan tekanan vertikal minimum pondasi pada ujung bangunan :

P’ = ∑W

L(1 −

6 𝑙

L)

Stabilitas

a. Tinjauan terhadap guling

Agar konstruksi aman terhadap bahaya guling, maka resultan

semua gaya yang bekerja pada bagian bangunan di atas bidang

horisontal, termasuk gaya angkat, harus memotong bidang ini pada

teras. Tidak boleh ada tarikan pada bidang geser manapun (KP-02).

Menggunakan rumus :

Fs = ∑Mv

∑M𝐻

Fs > 1,1 untuk kondisi gempa

Fs > 1,5 untuk kondisi normal

dimana:

Fs = faktor keamanan

∑M𝑉 = momen vertikal semua gaya terhadap titik guling

∑M𝐻 = momen horizontal semua gaya terhadap titik guling

Harga untuk beton adalah sekitar 4,0 N/mm2 atau 40 kgf/cm2.

Tiap bagian bangunan diandaikan berdiri sendiri dan tidak mungkin

ada distribusi gaya-gaya melalui momen lentur (bending moment).

Oleh sebab itu, tebal lantai kolam olak dihitung sebagai

berikut :

dx ≥ S 𝑃𝑥−𝑊𝑥

𝜏

dimana:

dx = tebal lantai pada titik x (m)

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

35

Px = gaya angkat pada titik x (kg/m2)

Wx = kedalaman air pada titik x (m)

𝜏 = berat jenis bahan (kg/m2)

S = faktor keamanan (= 1,5 untuk kondisi normal, 1,25 untuk

kondisi ekstrem)

Gambar 2.12 Tebal lantai kolam olak

b. Tinjauan terhadap geser

Tangen θ, sudut antara garis vertikal dan resultante semua

gaya, termasuk gaya angkat, yang bekerja pada bendung di atas

semua bidanghorisontal, harus kurang dari koefisien gesekan yang

diizinkan pada bidang tersebut

dimana:

∑(H) = keseluruhan gaya horizontal yang bekerja pada

bangunan (kN)

∑(V-U) = keseluruhan gaya vertical (V), dikurangi gaya

tekan ke atas yang bekerja pada bangunan (Kn)

θ = sudut resutan semua gaya, terhadap garis vertical,

(º)

f = koefisien gesekan

S = factor keamanan (= 2 untuk kondisi normal, 1,25

untuk kondisi ekstrem)

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

36

Tabel 2.11 Harga-harga perkiraan untuk koefisien gesekan

Sumber : KP – 02

Kondisi pembebanan ekstrem dapat dijelaskan sebagai

berikut:

Tak ada aliran di atas mercu selama gempa, atau

Banjir rencana maksimum

Apabila, untuk bangunan-bangunan yang terbuat dari beton,

harga yang aman untuk faktor gelincir yang hanya didasarkan pada

gesekan saja ternyata melampaui, maka bangunan bisa dianggap

aman jika faktor keamanan dari rumus itu yang mencakup geser

sama dengan atau lebih besar dari harga-harga faktor keamanan yang

sudah ditentukan.

dimana:

c = satuan kekuatan geser bahan (Kn/m2)

A = luas dasar yang dipertimbangkan (m)

Harga-harga faktor keamanan jika geser juga dicakup, sama

dengan harga-harga yang mencakup gesekan saja, yakni 2,0 untuk

kondisi normal dan 1,25 untuk kondisi ekstrim.

c. Stabilitas terhadap daya dukung tanah

- Daya dukung tanah ijin ( Suyono, 1997):

Po = γ . Df

qu = ((𝐶. 𝑁𝐶) + (𝛾. 𝐷𝑓. 𝑁𝑞) + (1

2. 𝛾. 𝐵. 𝑁𝛾))

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2eprints.umm.ac.id/42469/3/BAB II.pdf4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur, menampung suplai

37

- Kapasitas dukung ultimate (netto) :

qun = qu – Po

- Tekanan Pondasi (netto) :

qn = qbs – Po

- Faktor aman (Fs) :

Fs = qun / qn

- Kapasitas daya dukung ijin :

qa = qu / Fs

e = 1

2 . 𝐵 − (

∑ 𝑀

qbs)

eijin = 1/6 . B

e > eijin

σmaks = 2.𝑞𝑏𝑠

3 . (𝐵

2 − 𝑒)

< qa