bab ii tinjauan pustaka 2eprints.umm.ac.id/61045/3/bab ii.pdf · 2020. 4. 16. · 5 bab ii tinjauan...

28
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sampah Menurut UU RI No.18 Tahun 2008, sampah merupakan suatu kegiatan manusia dan atau proses alam yang menghasilkan sisa berbentuk padat. Sedangkan menurut SNI 10-2454-2002, Sampah adalah limbah yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan yang bersifat padat terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik. Adapun yang akan dibahas yaitu sampah rumah tangga. Menurut Damanhuri dan Padmi (2010), Sampah rumah tangga yaitu sampah sehari-hari yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, dan tinja bukan termasuk dalam sampah rumah tangga. 2.2 Timbulan Sampah Menurut SNI 19-2454-2002 timbulan sampah merupakan jumlah sampah yang dihasilakan oleh masyarakat dalam satuan volume maupun berat per kapita perhari, atau perluas bangunan, atau perpanjang jalan. Besaran timbulan sampah dibedakan menjadi dua, yaitu berdasarkan komponen sumber sampah dan berdasarkan klasifikasi kota. Pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 menunjukan besaran timbulan sampah. Tabel 2.1 Besaran timbulan Sampah Berdasarkan Komponen Sumber Sampah No Komponen Sumber Sampah Satuan Volume (liter) Berat (Kg) 1 Rumah Permanen Per orang/hari 2,25 2,50 0,350 0,400 2 Rumah Semi Permanen Per orang/hari 2,00 2,25 0,300 0,350 3 Rumah non Permanen Per orang/hari 1,75 2,00 0,250 0,300 4 Kantor Per pegawai/hari 0,50 0,75 0,025 0,100 5 Toko/Ruko Per petugas/hari 2,50 3,00 0,150 0,350 6 Sekolah Per murid/hari 0,10 0,15 0,010 0,020 7 Jalan arteri sekunder Per meter/hari 0,10 0,15 0,020 0,100 8 Jalan kolektor sekunder Per meter/hari 0,10 0,15 0,010 0,050 9 Jalan lokal Per meter/hari 0,05 0,1 0,005 0,025 10 Pasar Per meter2/hari 0,20 0,60 0,1 0,3 Sumber: SNI 19-3983-1995

Upload: others

Post on 12-Feb-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pengertian Sampah

    Menurut UU RI No.18 Tahun 2008, sampah merupakan suatu kegiatan

    manusia dan atau proses alam yang menghasilkan sisa berbentuk padat.

    Sedangkan menurut SNI 10-2454-2002, Sampah adalah limbah yang dianggap

    tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan

    melindungi investasi pembangunan yang bersifat padat terdiri dari bahan organik

    dan bahan anorganik.

    Adapun yang akan dibahas yaitu sampah rumah tangga. Menurut

    Damanhuri dan Padmi (2010), Sampah rumah tangga yaitu sampah sehari-hari

    yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, dan tinja bukan termasuk dalam

    sampah rumah tangga.

    2.2 Timbulan Sampah

    Menurut SNI 19-2454-2002 timbulan sampah merupakan jumlah sampah

    yang dihasilakan oleh masyarakat dalam satuan volume maupun berat per kapita

    perhari, atau perluas bangunan, atau perpanjang jalan. Besaran timbulan sampah

    dibedakan menjadi dua, yaitu berdasarkan komponen sumber sampah dan

    berdasarkan klasifikasi kota. Pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 menunjukan besaran

    timbulan sampah.

    Tabel 2.1 Besaran timbulan Sampah Berdasarkan Komponen Sumber

    Sampah

    No Komponen Sumber

    Sampah

    Satuan Volume (liter) Berat (Kg)

    1 Rumah Permanen Per orang/hari 2,25 – 2,50 0,350 – 0,400

    2 Rumah Semi Permanen Per orang/hari 2,00 – 2,25 0,300 – 0,350

    3 Rumah non Permanen

    Per orang/hari 1,75 – 2,00 0,250 – 0,300

    4 Kantor Per pegawai/hari 0,50 – 0,75 0,025 – 0,100

    5 Toko/Ruko Per petugas/hari 2,50 – 3,00 0,150 – 0,350

    6 Sekolah Per murid/hari 0,10 – 0,15 0,010 – 0,020

    7 Jalan arteri sekunder Per meter/hari 0,10 – 0,15 0,020 – 0,100

    8 Jalan kolektor sekunder Per meter/hari 0,10 – 0,15 0,010 – 0,050

    9 Jalan lokal Per meter/hari 0,05 – 0,1 0,005 – 0,025

    10 Pasar Per meter2/hari 0,20 – 0,60 0,1 – 0,3

    Sumber: SNI 19-3983-1995

  • 6

    Tabel 2.2 Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Klasifikasi Kota

    No Klasifikasi Kota Volume

    (L/Orang/Hari)

    Berat

    (Kg/Orang/Hari)

    1 Kota Besar

    (500.000-1.000.000 jiwa)

    2,75 – 3,25 0,70 – 0,80

    2 Kota Kecil

    (20.000-100.000 jiwa)

    2,50 – 2,75 0,625 – 0,70

    Sumber: SNI 19-3983-1995

    Menurut Damanhuri dan Padmi (2010) timbulan sampah dinyatakan sebagai

    berikut:

    - Satuan berat : kg/org/hari

    - Satuan volume : L/org/hari

    Di Indonesia biasanya menggunakan satuan volume. Tetapi dalam

    penggunaan satuan volume ini dapat menimbulkan dalam interpretasi karna

    terdapat faktor kompaksi yang harus diperhitungkan. Contohnya, ada 10 tempat

    wadah air jika masing-masing wadah berisi 100 liter, ketika dituangkan kedalam

    wadah yang lebih besar maka akan menjadi 1000 liter. Beda halnya dengan

    sampah, jika ada 10 wadah yang berisikan sampah 100 liter, ketika sampah

    tersebut dituangkan ke dalam wadah yang lebih besar maka sampah akan

    mengalami kompaksi yang membuat volume sampah berkurang. Densitas sampah

    itu adalah kompaksi. Setiap harinya rata-rata timbulan akan bervariasi. Perbedaan

    variasi timbulan sampah disebabkan oleh:

    - Jumlah masyarakat dan tingkat pertumbuhannya

    - Tingkat biaya hidup: biaya hidup semakin tinggi, maka timbulan sampah yang

    dihasilkan semakin besar

    - Kondisi Musim: Jika musim panah timbulan sampah di Negara Barat akan

    mencapai angka minimum

    - Cara hidup dan mobilitas penduduk

    - Kondisi Iklim: Jika musim dingin debu pembakaran alat pemanas semain

    bertambah di Negara Barat

    - Cara menangani sisa makanan.

    Agar pelaksanaan secara efisien dan efektif, pengolahan sampah

    ditentukan oleh elemen-elemen dengan banyaknya jumlah timbulan sampah

    disuatu daerah. Elemen-elemen tersebut yaitu:

  • 7

    - Peralatan yang dipilih, contohnya tempat sampah, alat untuk pengumpulan,

    dan pengangkutan

    - Perencanaan untuk rute pengangkutan sampah

    - Fasilitas yang dibutuhkan untuk daur ulang

    - Luas area dan juga jenis TPS

    Menurut Direktur Pengembangan PLP (2017) ada beberapa faktor yang

    mempengaruhi banyaknya timbulan dan komposisi sampah, antara lain adalah:

    1. Kategori suatu kota

    2. Sumber asli sampah

    3. Jumlah masyarakat, timbulan sampah akan mengalami peningkatan jika

    jumlah masyarakat juga meningkat

    4. Keadaan sosial perekonomian, timbulan sampah akan mengalami peningkatan

    jika keadaan perekonomian dan sosial seseorang meningkat

    5. Majunya teknologi, maju teknologi pun juga akan mempengaruhi jumlah

    sampah dan kualitas sampah yang dihasilkan

    Untuk mengetahui jumlah timbulan sampah, metode pengukuran dan

    pengambilan contoh timbulan sampah menggunakan SNI 19-3964-1994. Metode

    ini digunakan karna pengukuran yang dilakukan secara langsung dari sumbernya

    dan mengambil beberapa jumlah sempel yang akan diberlangsung selama 7 hari

    secara berurut. Angka timbulan sampah dibawah ini dapat digunakan apabila

    belum adanya pengamatan lapangan:

    - Suatu timbulan sampah kota besar = 2 – 2,5 l/orang/hari atau 0,4 – 0,5

    kg/orang/hari

    - Suatu timbulan sampah kota kecil = 1,5 – 2 l/orang/hari atau 0,3 -0,4

    kg/orang/hari

    Untuk menentukan timbulan sampah maka diperlukan untuk mengetahui

    beberapa hal yaitu, Proyeksi Jumlah Penduduk, Survei Pengambilan Sampel

    Sampah pada Sumber Sampah, Densitas Sampah, Timbulan Sampah:

  • 8

    2.2.1 Proyeksi Jumlah Penduduk

    Menurut Anjayani dan Haryanto (2009), Dalam merencanakan

    pembangunan yang menyangkut dengan kesejahteraan rakyat membutuhkan data

    jumlah penduduk pada waktu mendatang. Untuk mengetahui berapa jumlah

    penduduk pada waktu yang akan datang dapat diperoleh dengan metode

    matematika. Ada beberapa komponen yang mempengaruhi perubahan proyeksi

    penduduk yaitu, kelahiran, kematian, dan migrasi menurut Turkiran (1992).

    Jumlah penduduk suatu hal yang penting dalam perhitungan jumlah

    timbulan sampah. Menurut peraturan menteri pekerjaan umum (2007), untuk

    mengetahui pertambahan jumlah masyarakat sampai diakhir tahun perencanaan

    akan menggunakan metode aritmatik, geometrik, dan metode least squre.

    - Metode aritmatik

    Pn = Po + Ka. n (2.1)

    Dimana: Pn = jumlah penduduk pada tahun ke-n

    Po = jumlah penduduk pada tahun dasar

    Ka = angka pertambahan penduduk/tahun

    n = periode waktu proyeksi

    - Metode geometrik

    Pn = Po (1+r) n (2.2)

    Dimana: Pn = jumlah penduduk pada tahun ke-n

    Po = jumlah penduduk pada tahun dasar

    r = laju pertambahan penduduk/tahun

    n = periode waktu proyeksi

    - Metode least square

    Ŷ = a + Bx (2.3)

    Dimana: Ŷ = nilai variabel berdasarkan garis regresi

    X = variabel independen

    a = konstanta

    b = koefisien arah regresi linier

    adapun persamaan a dan b adalah sebagai berikut:

    a = Ʃ𝑌.Ʃ𝑋2 − Ʃ𝑋.Ʃ𝑌

    𝑛.Ʃ𝑋2−(Ʃ𝑋)2 (2.4)

  • 9

    b = 𝑛.Ʃ𝑋.𝑌− Ʃ𝑋.Ʃ𝑌

    𝑛.Ʃ𝑋2−(Ʃ𝑋)2 (2.5)

    2.2.2 Survei Pengambilan Sampel Sampah pada Sumber Sampah

    Pengambilan sampel sampah pada sumber sampah ini mengacu pada SNI

    19-3964-1994 tentang bagaimana metode pengambilan sampel sampah dan

    pengukuran sampel timbulan sampah. Penelitian pengambilan contoh sampah

    yang akan dilakukan selama 7 hari berturut-turut di Kecamtan Plampang agar rata-

    rata timbulan sampah akan dihasilkan dalam satuan l/hari/org atau kg/hari/org

    dapat diketahui. Untuk pengambilan sampel sampah dilakukan di perumahan

    secara acak stara dengan jumlah hasil dari perhitungan menggunakan rumus

    sebagai berikut:

    a. Jumlah sampel jiwa dan kepala keluarga (KK) dihitung menggunakan rumus

    di bawah ini:

    S = Cd √𝑃𝑠 (2.6)

    Dimana: S = Jumlah contoh (jiwa)

    Cd = Koefisien perumahan

    Cd = kota besar/ metropolitan = 1

    Cd = Kota sedang/ kota kecil = 0,5

    Ps = Populasi (jiwa)

    K = 𝑆

    𝑁 (2.7)

    Dimana: K = Jumlah contoh (KK)

    N = Jumlah jiwa per keluarga

    b. Jumlah sampel timbulan sampah dari perumahan

    Contoh dari perumahan peermanen = (S1 x K) keluarga

    Contoh dari perumahan semi permanen = (S2 x K) keluarga

    Contoh dari perumahan non perumahan = (S3 x K) keluarga

    Dimana:

    S1 = Proporsi jumlah KK perumahan permanen dalam (25%)

    S2 = Proporsi jumlah KK perumahan semi permanen dalam (30%)

    S3 = Proporsi jumlah KK perumahan non permanen dalam (45%)

  • 10

    2.2.3 Densitas Sampah

    Menurut Direktur Pengembangan PLP (2011) densitas atau kompaksi

    sampah merupakan berat sampel sampah dalam satuan kilogram dibagi dengan

    volume sampel sampah (kg/m3). Densitas atau kompaksi sampah yang dihitung

    adalah densitas sampah di kotak pengukuran sampel timbulan sampah.

    = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 (

    𝑘𝑔

    ℎ𝑎𝑟𝑖)

    𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔 (𝑜𝑟𝑔) (2.8)

    Densitas atau kompaksi sampah akan dipengaruhi dengan cara

    pengambilan dan pengangkutan yang digunakan. untuk kebutuhan desain

    biasanya digunakan angka:

    - Di wadah sampah rumah: 0,01 – 0,20 ton/m3

    - Di gerobak sampah: 0,20 – 0,25 ton/m3

    - Di truk terbuka: 0,30 – 0,40 ton/m3

    - Di TPA dengan pemadaran konvensional= 0,50 – 0,60 ton/m3

    2.2.4 Mengukur Timbulan Sampah

    Timbulan sampah adalah jumlah sampah yang disebabkan oleh

    masyarakat. Untuk mengetahui timbulan sampah dilakukan dengan cara

    mengambil sampel data selama 7 hari sesuai dengan SNI 19-39-64-1994 tentang

    bagaimana metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi

    sampah perkotaan. Menurut Direktur Pengembangan PLP (2011) Untuk

    menghitung jumlah timbulan dapat dilakukan dengan pengukuran berat atau

    volume atau kedua-duanya.

    2.3 Komposisi Sampah

    Menurut Direktur Pengembangan PLP (2011) Komposisi sampah

    merupakan komponen-komponen sampah yang dimana membentuk kesatuan

    dalam suatu porsentase (%). Sangatlah menentukan suatu komposisi sampah

    dalam sistem penanganan yang dapat di lakukan terhadap sampah. Komposisi

    sampah ini akan berbeda sesuai dengan sumber asli sampah, perbedaan kondisi

    perekonomian serta perilaku masyarat yang bermacam-macam dan juga

    bagaimana sampah ditangani di sumbernya. Tabel 2.3 menggambarkan sampel

  • 11

    komposisi sampah kota. Sedangkan Tabel 2.4 menggambarkan beberapa sampel

    sumber dan komposisi sampahnya

    Tabel 2.3 Komposisi Sampah Domestik

    Kategori sampah % Berat % Volume

    Kertas dan bahan-bahan kertas 32,98 62,61

    Kayu/produk dari kayu 0,38 0,15

    Plastik, kulit, dan produk karet 6,84 9,06

    Kain dan produk tekstill 6,38 5,1

    Gelas 16,06 5,31

    Logam 10,74 9,12

    Bahan batu, pasir 0,26 0,07

    Sampah organik 26,38 8,58

    Sumber: Damanhuri dan Padmi, 2010

    Tabel 2.4 Beberapa Contoh Sumber dan Komposisi Sampah

    No Sumber Sampah Komposisi Sampah

    1 Kantor Kertas

    Karton

    Plastik

    Cartridge printer bekas

    Sampah makanan

    2 Rumah Sakit Kertas

    Kapas bekas

    Plastik (pembungkus spuit, spuit bekas)

    Kaca (botol obat, pecahan kaca)

    Logam (jarum suntik)

    Perban bekas

    Potongan jaringan tubuh

    Sisa-sisa obat

    Sampah makanan

    3 Pasar Sampah organik mudah membusuk

    Plasik

    Kertas/karton

    Kayu pengemas

    Karet

    Kain

    4 Lapangan olahraga Kertas

    Plastik

    Sampah makanan

    Potongan rumput

    5 Lapangan terbuka Ranting/daun kering

    Potongan rumput

    6 Jalan & lapangan parkir Kertas

    Plastik

    Daun kering

    7 Rumah tangga Sampah makanan

    Kertas/karton

    Plastik

    Logam

    Kain

    Daun, ranting

    8 Pembangunan gedung Pecahan bata

    Pecahan beton

    Pecahan genting

    Kayu

    Kertas

    Platik

    Sumber: Direktur Pengembangan PLP, 2011

    Sumber asli sampah jika dilakukan penanganan akan dipengaruhi oleh

    komposisi sampah. Contohnya jika suatu sumber asli sampah menghasilkan

  • 12

    jumlah sampah organik lebih banyak maka melakukan pemisahan sampah organik

    dengan non organik akan lebih mudah untuk proses pengolahan serta proses

    pengomposannya. Untuk mengetahui komposisi sampah dapat ditentukan

    berdasarkan rumus berikut:

    Komposisi sampah (%) = 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ (𝑘𝑔)

    𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ𝑥 100% (2.10)

    2.4 Karakteristik Sampah

    Menurut Damanhuri dan Padmi (2010) selain karakteristik kimia dan fisik

    sampah juga bisa ditampilkan dalam penganan sampah. Komponen-komponen

    sampah membuat karakteristik yang sangat bervariasi. Setiap tempat atau daerah

    memungkinkan jenis sampah yang berbeda dan memiliki sifat sampah yang

    berbeda juga. Dan juga sampah kota di negara yang berkembang akan berbeda

    susunannya dengan sampah kota di negara maju.

    Berdasarkan sifat-sifat sampah maka karakteristik sampahpun kelompokkan

    menjadi seperti berikut:

    - Karakteristik fisika: densitas, kadar air, kadar volatil, kadar abu, nilai kalor,

    distribusi ukuran

    - Karakteristik kimia: sampah yang terdiri dari unsur C, N, O, P, H, S dsb.

    Tabel 2.5 merupakan contoh karakteristik sampah yang sering dimunculkan di

    indonesia.

    Tabel 2.5 Contoh Karakteristik Sampah

    Komponen Kadar air (% berat

    basah)

    Kadar volatil (%

    berat kering)

    Kadar abu (%

    berat kering)

    Sisa makanan 88,33 88,09 11,91

    Kertas tissu 5,03 99,69 0,31

    Daun 34,64 96,92 3,08

    Botol kaca 1,30 0,52 99,48

    Botol/cup plastik 2,57 88,48 11,52

    Karton 6,57 94,45 5,55

    Kertas putih 50,65 80,00 20,00

    Tekstil 3,41 86,32 13,68

    Plastik macam-

    macam

    68,45 98,21 1,79

    Sumber: Damanhuri dan Padmi, 2010

    Bahan yang berasal dari kegiatan rumah tangga ini, baik di kota maupun

    di desa akan pasti tidak lepas dari penggunaan yang berbahaya. Tetapi pada

  • 13

    dasarnya jika pemakain, penyimpanan dan pengelolaan sesuai ketentuan yang

    berlaku tidak akan menimbulkan bahaya. Sebab itu pada kemasan barang tersebut

    terdapat aturan untuk penyimpanan, contohnya jangan terpapar pada temperatur

    tinggi atau hindari dari jangkauan oleh anak-anak. Beberapa barang berbahaya

    dalam rumah tangga, yaitu:

    a. Produk pembersih

    - Bubuk penggosok abrasif: korosif

    - Pembersih mengandung senyawa amunium dan turunannya: korosif

    - Pengelantang: toksik, korosif

    - Pembersih saluran air: korosif

    - Pengkilap mebel: mudah terbakar

    - Pembersih kaca: korosif (iritasi)

    - Semir sepatu: mudah terbakar

    - Pembersih toilet dan lantai: korosif

    b. Perawatan badan

    - Shampo (anti ketombe): toksik

    - Penghilang cat kuku: toksik, mudah terbakar

    - Minyak wangi: mudah terbakar

    - Kosmetika: toksik

    - Obat-obatan: toksik

    c. Produk otomotif

    - Cairan anti beku: toksik

    - Oli: mudah terbakar

    - Aki mobil: korosif

    - Bensin, minyak tanah: mudah terbakar, toksik

    d. Produk rumah tangga lain

    - Cat: mudah terbakar, toksik

    - Pelarut/ tiner: mudah terbakar

    - Baterei: korosif dan toksik

    - Khlorin kolam renang: korosif dan toksik

    - Biosida anti insek: toksik, mudah terbakar

    - Herbisida, pupuk: toksik

  • 14

    - Aerosol: mudah terbakar, mudah meledak

    Pada Gambar 2.1 dapat dilihat contoh dari sampah-sampah berbahaya yang

    berasal dari sampah rumah tangga.

    Gambar 2.1 Contoh sampah B3 Rumah Tangga (Badan Penelitian dan

    Pengembangan, 2010)

    2.5 Pencemaran Sampah Terdapat Lingkungan

    Menurut Direktorat Pengembangan PLP (2011) dalam dunia pekerja

    pengelola kebersihan banyak yang mengalami bebagai masalah antara lain yaitu

    prasaranan dan sarana yang tidak tersedia, SDM, peraturan, dan dana yang

    memadai. Sehingga membuat pekerja tidak dapat memberikan pelayanan yang

    baik sesuai dengan ketentuan teknis dan harapan masyarakat, dan juga dapat

    berakibat terjadinya pencemaran lingkungan seperti pencemaran udara (bau),

    pencemaran air, dan pencemaran tanah.

    2.5.1 Pencemaran Udara

    Menurut Sulistiyorini (2017) pencemaran udara yang disebabkan oleh

    sampah yaitu menjadikan udara disekertirnya menjadi tidak segar yang akan

    menimbulkan gangguan pernapasan. Menurut muslimah (2015) pencemaran

    udara disebabkan oleh tumpukan sampah dalam jangka waktu lama tanpa ada

    penanganan yang menghasilkan bau busuk.

    Direktorat Pengembangan PLP (2011) mengatakan bau yang tidak sedap

    berasal dari sampah yang menumpuk dan tidak segar yang memberikan dampak

  • 15

    buruk bagi kawasan disekitarnya terutama permukiman, tempat rekreasi,

    perbelanjaan, dan lain-lain. Pembongkaran sampah dengan volume yang besar

    dalam lokasi pengolahan berpotensi menimbulkan gangguan bau yang tidak

    sedap. Selain itu sarana pengangkutan yang tidak tertutup berpotensi

    menimbulkan masalah bau di sepanjang jalur yang dilalui, terutama akibat

    tercecernya air lindi dari bak kendaraan pengangkut sampah.

    Pembakan sampah juga juga sering terjadi sehingga menyebabkan gangguan bagi

    lingkungan sekitarnya. Pembakaran sampah akan menghasilkan gas metan

    menyebabkan api sulit dipadamkan sehingga asap yang dihasilkan akan sangat

    mengganggu daerah sekitarnya.

    2.5.2 Pencemaran Air

    Menurut Sulistiyorini (2017) pencemaran air merupakan masalah yang

    sulit dihindari, air yang tercemar tidak dapat dimanfaatkan bahkan dapat

    membahayakan. Pencemaran air sering terjadi akibat dari kegiatan manusia

    seperti kegiatan perindustrian dimana air limbah akan dibuang ke sungai maupun

    laut. kegiatan manusia yang membuang sampah ke sungai atau laut dimana

    sampah tersebut akan mengalami pembusukan yang membuat air menjadi keruh

    dan berbau.

    Sedangkan menurut Irianto (2015) pencemaran air dapat merupakan

    masalah regional maupun lingkungan global dan sangat berhubungan dengan

    pencemaran tanah maupun pencemaran udara. Pada saat hujan turun dengan

    kondisi udara yang tercemar maka air hujan tersebut juga ikut tercemar. Adapun

    bahan buangan yang dapat menimbulkan pencemaran air yaitu bahan buangan

    padat, bahan buangan organik, bahan buangan anorganik, bahan buangan olahan

    makanan, bahan buangan cairan berminyak, dan bahan buangan zat kimia.

    Menurut Direktorat Pengembangan PLP (2011) timbulan sampah yang

    terkena air hujan akan menghasilkan air lindi, dimana air lindi dapat mengalir ke

    saluran ataupun tanah sekitarnya yang akan menyebabkan terjadinya pencemaran.

    Lahan dengan kemiringan terdapat aliran air tanah cukup tinggi yang

    memungkinkan akan terjadi pencemaran pada sumur penduduk yang memiliki

    elevasi yang rendah. Karakteristik pencemaran air lindih yang sangat besar

  • 16

    mempengaruhi kondisi badan air, terutama air peermukaan yang mudah

    mengalami kekurangan oksigen terlarut sehingga mematikan biota yanng ada.

    2.5.3 Pencemaran Tanah

    Menurut Muslimah (2015) tanah merupakan salah satu bagian terpenting

    dalam menunjang kehidupan makhluk hidup, seperti tumbuhan ditanam kemudian

    dimakan oleh hewan dan juga manusia memakan tumbuhan maupun hewan.

    Ketika permukaan tanah tercemari suatu zat yang berbahaya, maka itu dapat

    menguap tersapu air hujan dan bisa juga masuk meresap kedalam tanah. Timbulan

    sampah dapat mengganggu tanah disekitar dikarenakan air lindir, bau, dan

    estetika. Timbulan sampah yang menutupi permukaan tanah mengakibatkan tanah

    tidak bisa di manfaatkan. Karena timbunan sampah ini dalam jangka waktu yang

    lama mengakibatkan permukaan tanah menjadi rusak dan air lindi yang dihasilkan

    akan meresap ke dalam tanah sehingga dapat mengganggu kualitas dari air tanah.

    Direktorat Pengembangan PLP (2011) mengatakan membuang sampah

    yang tidak dilakukan dengan baik misalnya membuang pada lahan kosong akan

    menyebabkan lahan setempat mengalami pencemaran akibat tertumpuknya

    sampah organik dan juga mungkin terdapat sampah berbahaya (B3). Ketika itu

    terjadi akan membutuhkan waktu yang sangat lama sampai sampah terdegradasi

    atau larut dari lokasi tersebut. Sepanjang waktu itu lahan tersebut berpotensi

    menimbulkan pengaruh buruk terhadap lingkungan dan manusia disekitarnya.

    2.6 Tempat Pengelohan Sampah Terpadu 3R

    Menurut Direktorat Pengembangan PLP (2017), TPST 3R merupakan

    suatu tempat untuk mengolah sampah, yang diawali dengan mengumpulkan

    sampah, memilah, menggunakan ulang, mengelolah kembali, dan pengolahan

    yang akan dilakukan pada suatu daerah tertentu. Dalam pengolahan Tempat

    Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) 3R juga terdapat kegiatan mengelolah

    sampah organik serta menjual barang lapak atau sampah non organik, bertujuan

    untuk mengurangi banyaknya timbulan sampah.

  • 17

    2.6.1 Pengolahan Sampah 3R

    UU No. 18 2008 menjelaskan pengelolaan sampah adalah suatu proses

    dimana terdapat kegiatan yang menangani dan mengurangi sampah. Sedangkan

    menurut Peraturan Menteri PU No. 21 2006 Tentang ketentuan serta rencana

    nasional pengembangan sistem pengelolaan persampahan, sampah berasal dari

    sumbernya akan di kurangi semaksimal mungkin dengan memakai sistem Reduce,

    Reuse, dan Recycle (3R). berikut adalah konsep pengelolaan sampah dengan

    sistem 3R Direktorat Pengembangan PLP (2014):

    a. Reduce (Pengurangan Volume)

    Reduce merupakan suatu upaya pengurangan timbulan sampah dilingkungan

    sumber, bahkan dapat dilakukan sejak sebelum sampah dihasilkan. Upaya untuk

    pengurangan timbulan sampah disetiap sumbernya dapat dilakukan dengan cara

    mengubah pola hidup konsumtif, yaitu merubah kebiasaan boros yang

    menghasilkan banyak sampah menjadi hemat atau sedikit sampah.

    b. Reuse (Penggunaan Kembali)

    Reuse berarti penggunaan kembali bahan atau material agar tidak menjadi

    sampah, seperti menggnakan kertas bolak balik, menggunakan botol minum yang

    bisa di pakai berulang kali.

    c. Recycle (Daur Ulang)

    Recycle yaitu kegiatan daur ulang suatu bahan yang tidak digunakan lagi

    menjadi suatu yang bermanfaat melalui proses pengelolaan. Seperti mengelolah

    sisa kain perca menjadi selimu, kain lap, keset kaki. Mengelolah botol atau plastik

    bekas menjadi biji plastik untuk di jadikan menjadi ember, hanger, pot, dan yang

    lain.

    Tujuan mengelolah sampah adalah untuk pengurangan serta pemanfaatan

    sampah, dimulai dari sumber sampah sampai dengan sampah yang akan terbuang

    ke TPA dapat di kurangi. Dalam teknik pengoperasian program 3R mulai dari

    sumber asli sampah harus semaksimal mungkin sampai pemrosesan akhir, seperti

    terlihat pada Gambar 2.2. serta pada Gambar 2.3 dapat dilihat skema dari contoh

    produk hasil pengolahan yang diaplikasikan oleh 3R di lapangan dengan cara

    pengelompokan, pemilihan dan pengolahan sesuai jenis sampah.

  • 18

    Gambar 2.2 Teknik Operasional Pengolahan Sampah kota (Badan

    Penelitian dan Pengembangan, 2010)

    Gambar 2.3 Skema contoh produk hasil pemilahan (Badan Penelitian dan

    Pengembangan, 2010)

    2.6.2 Pengolahan Sampah Organik

    Sampah-sampah sisa makanan, dedaunan, buah, sayuran sisa merupakan

    sampah organik domestik yang dihsilkan oleh aktivitas pemukiman. Sampah

    organik dapat diolah menjadi kompos. Kompos merupakan sampah organik yang

  • 19

    telah melalui proses dekomposisi secara alami. Kompos yang berfungsi sebagai

    peningkat kesuburan tanah dan menjaga kesehatan tanah. Fungsi lain dari kompos

    yaitu kandungan bahan organik tanah menjadi meningkat sehingga bisa

    memperbaiki struktur tanah dan kemampuan tanah meningkat untuk

    mempertahankan kandungan air tanah (Sundari, 2009). Pada Gambar 2.4

    merepukan proses dari pengolahan sampah organik menjadi kompos dan pada

    Tabel 2.6 dapat dilihat spesifikasi kompos dari sampah organik domestik .

    Gambar 2.4 Diagram alir kegiatan pengomposan sampah (Direktorat

    Pengembangan PLP, 2014)

  • 20

    Tabel 2.6 Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik

    No Parameter Satuan Min Max No Parameter Satuan Min Max

    1 Kadar air % ̊C 50 17 Cobalt Mg/kg * 34

    2 Temperatur Suhu air

    tanah

    18 Chromium Mg/kg * 210

    3 Warna Kehitaman 19 Tembaga Mg/kg * 100

    4 Bau Berbau

    tanah

    20 Merkuri Mg/kg * 0,8

    5 Ukuran

    partikel

    Mm 0,55 25 21 Nikel Mg/kg * 62

    6 Kemampuan

    ikat air

    % 58 22 Timbal Mg/kg * 150

    7 Ph 6,8 7,49 23 Selenium Mg/kg * 2

    8 Bahan asing % * 1,5 24 Seng (Zn) Mg/kg * 500

    Unsur

    makro

    Unsur lain * 25,5

    9 Bahan

    organik

    % 27 58 25 Calsium % * 0,6

    10 Nitrogen % 0,4 26 Magnesium % * 2,0

    11 Karbon % 9,8 32 27 Besi % * 2,2

    12 Phospor % 0,1 28 Aluminium % 0,1

    13 C/N rasio 10 20 29 Mangan %

    14 Kalium % 0,2 * Bakteri

    Unsur mikro 30 Fecal coli MPN/gr 1000

    15 Arsen Mg/kg * 13 31 Salmonella

    sp

    MPN/4gr 3

    16 Cadmium Mg/kg * 3

    Keterangan: *Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari maksimum

    Sumber: SNI 19-7030-2004

    Menurut Direktorat Pengembangan PLP (2014) salah satu teknik

    pengomposan yaitu teknik pengomposan dengan menggunakan metode lajur

    terbuka (Open Windrow). Metode lajur terbuka (open windrow) ini merupakan

    metode pengomposan skala kawasan dimana proses pengomposannya terbukti

    paling mudah dilakukan dan diterapkan. Ada beberapa ketentuan kapasitas

    pengomposan menggunakan metode open windrow, berikut adalah ketentuannya:

    1. Ukuran tumpukan sampah maksimumnya adalah tinggi (T): 1,5 m, lebar (L):

    1,75 m dan panjang (P): 2 m

    2. Sampah organik yang bisa dikomposkan sekitar 60%-70%

    3. Rumus volume setiap tumpukan sampah yaitu V=P x L x T (m3)

    4. Rumus untuk total volume seluruh tumpukan yaitu A= n x V, dimana n

    merupakan bayaknya tumpukan. Jarang minimal setiap tumpukan yang telah

    diatur adalah 1,5 m. Adanya jarak tersebut agar pekerja bisa memantau suhu

    dan mudah untuk membalik sampah.

  • 21

    5. 60 hari adalah kebutuhan minumum untuk pasokan sampah.

    6. Pemasokan sampah perhari= P/60

    7. Menghitung hasil dari produksi

    Selama proses pengomposan bahan organik mengalami penyusutan sebesar

    75%, maka banyaknya kompos diakhir adalah 25% dari banyaknya tumpukan

    diawal

    Berikut alur komposter secara Open Windrow:

    1. Pemilahan sampah

    Pemilahan sampah dilakukan agar sampah organik dan non organik terpisah.

    2. Pencacahan

    Pencacahan ini dilakukan agar sampah organik memiliki ukuran yang sama

    agar proses pengomposan lebih mudah dikerjakan. Pada Gambar 2.4 Dapat

    dilihat alat pencacah sampah.

    Gambar 2.5 Beberapa Contoh Alat Pencacah Sampah (Direktorat PPLP,

    2014)

    3. Menumpuk bahan kompos

    Diatas aerator bambu dilakukan penumpukan sampah organik yang dapat

    dikomposkan, kemudian setiap ketebalan 30 cm lakukan penyiraman supaya

    kelembapannya merata.

    4. Mengukur temperatur serta kelembapan

    Mengukur temperatur dilakukan dengan alat termometer alkohol.

    Pengukuran ini dilakukan jika penumpukan telah berumur 2-4 hari untuk

    memperoleh suhu tumpukan > 65̊C

  • 22

    Setelah itu, dilakukan pengukuran temperatur pada 5 lubang tiap

    tumpukan pengukuran ini dilakukan setiap 2-4 hari. Untuk membuat 5

    lubang dengan cara menusuk sisi-sisi tumpukan sebanyak lima kali di

    tempat yang berbeda dan untuk mengetahui kedalaman dibutuhkan alat

    bantu berupa kayu keras atau sebatang besi. kedalaman dari 5 lubang

    tersebut yaitu 2/3 tinggi tebal dari tumpukan. cara pengukuran suhunya

    dengan cara memasukan termometer kedalam lubang kemudian tutup

    kembali lubang sampai yang kelihatan hanya tali yang mengikat

    termometer. Cabut termometer dengan menarik talinya setelah 1-2 menit,

    lalu bacalah dengan cepat suhu tersebut agar suhu lingkungan tidak

    mempengaruhinya.

    Pada saat pengukuran suhu tersebut dilakukan juga pengukuran

    kelembapan tumpukan. Sekitar 50% kelembapan yang diinginkan.

    Ambillah bagian dalam tumpukan kemudian diremas dengan kepalan

    tangan, itulah cara untuk mengukur kelembapan.

    - Apabila air rembesan cukup banyak mengalir pada sela-seka jari,

    maka tumpukan terlalu lembab atau diatas > 50%

    - Apabila air remasan tidak ada yang keluar dari sela-sela jari, maka

    tumpukan itu terlalu kering atau kelembapan tumpukan di bawah

  • 23

    terowongan bambu, kemudian disusun menjadi tumpukan lagi pada

    tempat semula. Pembalikan kompos secara tunggal adalah tumpukan

    dibongkar kemudian langsung memindahkannya ketempat yang baru

    di sebelahnya.

    - Apabila kelembapan tumpukan diatas > 50% (basah), maka akan

    dilakukan pembalikan pada tumpukan kompos tanpa melakukan

    penyiraman

    - Apabila kelembapan tumpukan rendah, maka lakukanlah penyiraman

    pada saat pembalikan ataupun penyiraman diatas tumpukan secara

    langsung.

    5. Pengayakan kompos

    Pengayakan kompos ini dilakukan agar dapat memisahkan kompos yang halus

    dan kasar. Dapat dillihat Gambar 2.5 adalah gambar alat pengayak kompos

    Gambar 2.6 Alat Pengayak Kompos (Direktorat PPLP, 2014)

    6. Pengemasan kompos

    Seletah proses pengomposan selesai maka hasil produk kompos di kemas dan

    bisa pasarkan.

    Pengomposan dipengeruhi beberapa faktor, yaitu:

    1. Faktor yang mempengaruhi proses pengomposan menurut Widarti, dkk

    (2015), sebagai berikut:

    a. Rasio C/N

    Rasio organik karbon dengan nitrogen (C/N) adalah suatu aspek yang sangat

    penting dari keseimbangan harga total. 30 bagian dari karbon untuk masing-

    masing dari nitrogen dimanfaatkan untuk metabolisme hidup

    mikroorganisme. Untuk menjadi CO2 membutuhkan 20 karbon untuk

    dioksidasi dan 10 bagian lainnya di gunakan untuk mensintesis protoplasma.

    b. Besarnya partikel

  • 24

    Peningkatan kontak antara mikroba dengan bahan membutuhkan permukaan

    area yang lebih luas serta kegiatan dekomposisi akan lebih cepat berjalan.

    Besarnya ruang antar bahan (porositas) dipengaruhi juga oleh ukuran partikel.

    Memperkecil ukuran partiker agar dapat meningktakan luas permukaan.

    c. Aerasi

    Aerasi akan ditentuan oleh ruangan kosong dan kandungan air pada bahan

    (kelembaban). Pada proses anaerob akan menghasilkan bau yang tidak sedap

    jika proses aerasi terhambat. Agar proses aerasi tidak terhambat dilakukan

    peningkatan dengan cara membalikan kompos agar udah mengalir didalam

    tumpukan kompos.

    d. Porositas

    Porositas merupakan ruangan diantara sela-sela partikel yang berada dalam

    tumpukan kompos. Pengukuran volume rongga dibandingkan dengan total

    volume agar porositas dapat dihitung. Rongga tersebut akan berisi udara serta

    air. Proses pengomposan akan menampung oksigen melalui udara. Pasokan

    oksigen akan mengalami pengurangan jika rongga-rongga tersebut dipenuhi

    oleh air dan proses pengomposan pu akan terganggu.

    e. Kelembaban (Moisture content)

    Untuk metabolisme mikroba dibutuhkan kelembapan yang optimal

    berkirasan 40-60%. Aktivitas mikroba akan mengalami penurunan jika

    kelembapan dibawah 40% dan akan mengalami penurunan yang lebih rendah

    lagi jika kelembaban 15%. Volume udara berkurang, usur hara akan tercuci,

    menurunnya aktivitas mikroba dan akan menimbulkan bau yang tidak sedap

    pada saat fermentasi anaerobik jika kelembapan lebih besar dari 60%.

    f. Suhu

    Ketika suhu semakin tinggi maka konsumsi oksigen akan semakin banyak

    serta proses dekomposisi oksigen akan semkin cepat. Pada tumpukan kompos

    akan terjadi peningkatan suhu. Yang menunjukan aktivitas pengomposan

    berjalan cepat dapat dilihat jika temperatur berkisar antara 30-60 ̊C. Mikroba-

    mikroba akan terbunuh jika suhu melebihi 60 ̊C, mikroba yang bisa bertahan

    hidup hanya mikroba thermofilik.

    g. Tingkat keasaman (pH)

  • 25

    Pada prosses pengomposan optimal pH yang digunakan berkisar antara 6,5

    sampai dengan 7,5. Perubahan bahan organik dan pH dari bahan organik itu

    sendiri disebabkan oleh proses pengomposan. pH akan mendekati netral jika

    kompos sudah mulai matang.

    h. Kandungan unsur hara

    Kandungan unsur hara yang berupa P dan K juga penting dalam proses

    pengomposan dan kompos yang berasal dari peternakan juga terdapat unsur

    tersebut. Dalam proses pengomposan unsur hara juga akan dimanfaatkan oleh

    mikroba.

    2. Mikroorganisme yang Efektif (EM4)

    Menurut Yuniwati, dkk (2012), mikroorganisme yang efektif adalah larutan

    yang didalamnya terdapat mikroorganisme fermentasi dan jumlahnya

    sangat banyak, yang dapat bekerja secara efektif dalam fermentasi pokok

    dipilih sekitar 80 genus serta mikroorganisme, yaitu bakteri fotosintetik,

    Lactobacillis Sp, Saccharomyces Sp, Actinomycetes Sp, jamur yang

    difermentasi. EM4 memiliki tingkat ph yang kurang dari 3,5, bentuknya

    berupa cairan berwarna kuning kecoklatan berbau sedap. Tidak dapat

    digunakan lagi jika ph nya melebihi 4.

    EM4 mempunyai beberapa manfaat diantaranya yaitu:

    a. Untuk perbaikan sifat kimia, sifat fisik, maupun sifat biologis tanah

    b. Mempuyai unsur hara yang diperlukan oleh tanah, dengan cara

    menyiramkannya ketanah

    c. Bisa sebagai penyehat tanaman, produksi tanaman menjadi meningkat,

    serta kestabilan tanaman bisa terjaga.

    d. Sampah organik dan kotoran hewan akan menjadi cepat proses

    pembuatan komposnya.

    2.6.3 Alat Pengangkut Sampah

    Untuk berjalannya TPST diperlukan alat pengangkut sampah yang akan

    mengangkut sampah dari sumbernya. Pada Gambar 2.7, 2.8, dan 2.9 bisa dilihat

    macam-macam alat pengangkut sampah:

  • 26

    Gambar 2.7 Gerobak Sampah tanpa Motor (Google)

    Gambar 2.8 Gerobak Sampah dengan Motor (Google)

    Gambar 2.9 Truk Sampah (Google)

    2.7 Parameter Teknis Perencanaan TPST 3R

    Menurut Direktorat Pengembangan PLP (2017) kriteria Tempat

    Pengolahan Sampah (TPS) 3R adalah minimal berkapasitas 400 KK, luas minimal

    200 m2 yang teridiri dari gapura untuk logo Pemerintah Kabupaten/ Kota dan

    Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Bangunan beratap, kantor,

  • 27

    unit pencurahan sampah tercampur, unit pemilahan sampah tercampur, unit

    pengolahan sampah organik, unit pengolahan/penampungan sampah anorganik/

    daur ulang, unit pengolahan/penampungan sampah residu, gudang/kontainer

    penyimpanan kompos padat/cair/gas bio/sampah daur ulang/sampah residu,

    gerobak/motor pengumpulan sampah.

    2.7.1 Standart TPST 3R

    Menurut Direktorat Pengembangan PLP (2017) standart TPST 3R, yaitu:

    1. TPST minimal melayani 400 KK atau 1600 sampai 2000 jiwa dengan

    penghasilan sampah 4- 6 m3 perhari

    2. Sampah yang masuk adalam sampah yang masih tercampur dari sumber

    aslinya tetapi lebik baik jika sampahnya telah dipisahkan

    3. Kebutuhan lahan yang dibutuhkan minimal 200 m2

    4. Minimal saran untuk pengambilan sampah menggunaka gerobak yang

    berkapasitas 1 m3, dengan 3 kali ritasi per hari

    5. Memiliki tempat untuk penampungan sampah, tempat untuk pemilihan

    sampah, tempat pengolahan sampah organik, dan tempat pengolahan atau

    penampungan sampah anorganik (daur ulang), dan tempat penampungan

    residu sampah anorganik.

    2.7.2 Kriteria Pemilihan Lokasi TPST

    Menurut Direktorat Pengembangan PLP (2017) kriteria pemilihan lokasi TPST

    sebagai berikut:

    a. Kriteria Utama

    Lahan yang akan dibangun TPST 3R berada dalam batas administrasi yang

    sama dengan area palayanan TPST.

    Kawasan yang mempunyai tingkat kerawanan sampah yang tinggi, sesuai

    dengan SSK dan data dari BPS

    Lahan tersebut dimiliki oleh pemerintah Kabupaten/Kota, fasilitas

    umum/sosial, dan lahan milik desa

    Minimal memiliki ukuran 200 m2

    Penempatan lokasi TPST sedekat mungkin dari daerah pelayanan

  • 28

    b. Kriteria Pendukung

    Berada di dalam kawasan masyarakat berpenghasilan rendah di daerah

    perkotaan/semi-perkotaan, bebas banjir, ada akses jalan masuk, dan tidak jauh

    dari jalan raya

    Palayanan minimal 400 KK

    Masyarakat bersedia membayar iuran pengolahan sampah

    Sudah memiliki kelompok yang aktif di masyarakat seperti PKK, karang

    taruna, atau pengelola kebersihan/sampah.

    2.7.3 Perencanaan TPST

    Untuk perencanaan desain TPST 3R akan melalui tahap-tahap sebagai berikut:

    1. Telah mendapatkan hasil dari perhitungan luasan lahan masing-masing (lahan

    pemilahan sampah, lahan pengomposan sampah organik, gudang, mesin, dan

    lain-lain);

    2. Telah melakukan pertemuan dengan masyarakat dan mendapatkan

    kesepakatan dengan masyarakat tentang rencana pembangunan TPST

    tersebut dan peralatan teknologi yang akan diterapkan;

    3. Hasil kesepakatan untuk penentuan posisi masing-masing ruanngan dalam

    bangunan TPST 3R (tempat pemilahan, alat penggilingan, mesin-mesin,

    tempat komposting, dll);

    4. Untuk pondasi dilakukan perhitungan beban dan mengetahui jenis tanah

    disuatu daerah;

    5. Perencanaan arsitektural bangunan TPST 3R harus disesuaikan dengan

    desain arsitektur bangunan setempat;

    6. Menentukan bangunan apa saja yang akan dibuat (bangunan rangka baja,

    bangunan beton bertulang, bangunan konstruksi kayu, dan lain-lain);

    7. Menentukan alat-alat yang digunakan.

    Untuk mendesain suatu bangunan harus mengetahui luas bangunan, dalam

    menghitung luas bangunan di butuh data-data yang mendukung seperti volume

    total sampah, volume sampah organik, densitas sampah, dan lain-lain. Untuk

    menghitung berapa luas bangunan yang akan di bangun menggunakan rumus:

  • 29

    Untuk area seperti area pemilihan, area penampungan sampah organik dan

    barang lapak dan lain-lain, yaitu:

    Luas = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ (𝑚3)

    𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 (𝑚) (2.13)

    Untuk area perkantoran, toilet, musholah

    Luas = panjang rencana x lebar rencana (2.14)

    2.7.4 Tahapan Perencanaan TPST 3R

    Menurut Penyelenggaran Prasarana dan Sarana (2013) tentang Tempat

    Pengolahan Sampah Terpadu langkah-langkah yang harus dilakukan untuk

    merencanakan TPST 3R:

    a. Analisa kesetimbangan material (Material balance analysis)

    1) Mengetahui jumlah sampah yang masuk ke dalam lokasi tempat

    pengolahan sampah

    2) Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui proses pengolahan yang

    akan diaplikasikan dan menentukanprakiraan luas lahan serta mengetahui

    peralatan yang akan dibutuhkan.

    b. Identifikasi seluruh kemungkinan pemanfaatan material

    Mengetahui karakteristik sampah dan pemanfaatannya untuk dibuat diagram

    alir material balance.

    c. Perhitungan akumulasi sampah

    Menentukan dan menghitung jumlah akumulasi dari sampah, berapa sampah

    yang akan ditangani TPST dan laju akumulasi dengan penetapan waktu

    pengoperasian dari TPST.

    d. Layout dan desain

    Merupakan tata letak lokasi perencanaan TPST agar mempermudah

    pelaksanaan pekerjaan

  • 30

    2.7.5 Fasilitas Tempat Pengolahan Sampah Terpadu 3R

    Menurut Penyelenggaran Prasarana dan Sarana (2013) tentang Tempat

    Pengolahan Sampah Terpadu, fasilitasnya terdapat di Tempat Pengolahan

    Sampah Terpadu (TPST) 3R terdiri dari:

    a. Fasilitas Pre Processing

    Fasilitas ini merupakan tahap awal pemisahan sampah, mengetahui janis sampah

    yang masuk, meliputi prose:

    1. Penimbangan

    2. Penerimaan dan penyimpanan

    b. Fasilitas pemilahan

    Fasilitas ini dilakukan secara manual maupun mekanis, secara manual dilakukan

    oleh tenaga kerja, sedangkan dengan bantuan peralatan, seperti alat untuk

    memisahkan berdasarkan ukuran (trommel screen, reciprocossing screen, disc

    screen), dengankan untuk memisahan sampah berdasarkan berat jenisnya dapat

    menggunakan pemisahan inerasi, air classifier, dan flotation.

    e. Fasilitas Pengolahan Sampah Secara Fisik

    Fasilitas ini dilakukan untuk menangani sampah sesuai dengan jenis dan ukuran

    material sampah. Peralatan yang digunakan anatara lian: hammer mill dan shear

    shredder).

    f. Fasilitas pengolahan lain

    Merupakan fasilitas yang di gunakan untuk mengolah sampah seperti komposting,

    biogas, pirolisis, gasifikasi, insenerasi, dan lain-lain.

    2.7.6 Spesifikasi Teknis Bangunan

    Menurut Direktorat Pengembangan PLP (2017) gambar-gambar harus

    disesuaikan dengan spesifikasi yang merupakan pelengkap, yang harus

    disesuaikan dengan konstruksi adalah pekerjaan yang mencakup suplai dan

    instalasi peralatan. Material lokal dipertimbangkan lebih utama, pertimbangan

    yang utama dalam perencanaan kegiatan TPS 3R adalah spesifikasi pelaksanaan

    jenis pekerjaan dan material yang digunakan.

    1. Spesifikasi bangunan struktural utama

    a. Struktur pondasi

  • 31

    b. Struktur dinding

    c. Rangka utama

    d. Atap seng sebagai penutup

    2. Struktur baja

    a. Tiang kolom utama bangunan

    Tiang kolom menggunakan Profil baja WF, Software STAAD Pro digunakan

    untuk menganalisis strukttur bangunan. Tiang kolom biasanya memiliki

    tinggi 4 meter.

    b. Kuda-kuda bangunan baja

    Kuda-kuda juga terbuat dari profil baja WF, dan menggunakan software

    STAAD Pro untuk menganalisis. Untuk sambungan bangunan baja

    menggunakan sambungan baut dan las.

    c. Gording

    Gording terbuat dari profil baja chanel C, menggunakan sambungan las untuk

    menyambungkan gording dengan plat siku dan kuda-kuda.

    d. Pengaku

    Disetiap konstruksi memiliki pangaku pada joint.

    e. Dimensi elemen struktur baja

    Untuk menentukan dimensi elemen setiap struktur baja berdasarkan

    pembebanan gempa dan angin.

    2.8 Rencana Anggaran Biaya (RAB) Pembangunan TPST

    Menurut Direktorat Pengembangan PLP (2017) untuk mengetahui

    Rencana Anggaran Biaya suatu bangunan diperlukan Upah tenaga kerja, harga

    bahan atau material, analisa harga satuan pekerjaan, volume pekerjaan. Untuk

    lebih jelasnya bisa dilihat di Gambar 2.1.

  • 32

    Gambar 2.10 Skema Pelaksanaan Perhitungan Anggaran Biaya (Direktorat

    PPLP, 2014)

    Keterangan:

    1. Upah tenaga kerja akan sesuai dengan keahlian masing-masing selama 8 jam

    kerja perhari.

    2. Harga upah tenaga kerja dan bahan atau material tergantung daerah atau lokasi

    pembangunan

    3. Analisa harga satuan pekerjaan adalah perhitungan untuk mendapatkan harga

    satuan pekerjaan

    4. Harga satuan pekerjaan adalah jumlah harga bahan dan upah yang telah

    dihitung

    5. Volume setiap pekerjaan dihitung berdasarkan gambar yang telah di desain

    6. Rencana anggaran biaya merupakan perhitungan agar mengetahui seberapa

    besar biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu bangunan.