bab ii tinjauan pustaka -...

25
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Menurut Manullang (2006: 5) manajemen meru- pakan sebuah seni dan ilmu perencanaan, pengor- ganisasian, penyusunan, pengarahan, dan pengawas- an sumberdaya untuk mencapai tujuan yang sudah di tetapkan. Pengelolaan yang berkaitan dengan pem- belajaran merupakan alternatif yang paling tepat untuk mewujudkan sekolah mandiri dan memiliki keunggulan (Sagala, 2007: 52). Pengelolaan pendidik- an yang sekarang sedang dikembangkan berkecende- rungan memberikan otonomi yang lebih bertumpu pada masyarakat atau sekolah. Mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan sekolah dipandang sebagai upaya meringankan beban pemerintah ketika semakin tidak mencukupi dalam pendanaan sekolah (Supriyanto, 2007: 29-30). Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu kegiatan berupa proses pengelolaan setiap orang yang berada di dalam oraganisasi, tanpa melihat status, posisi atau peran- nya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan sebelum- nya. Manajemen berkaitan dengan suatu peningkatan mutu pendidikan, sehingga perhatian ilmu pengelola-

Upload: dangthuy

Post on 09-Apr-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen

Menurut Manullang (2006: 5) manajemen meru-

pakan sebuah seni dan ilmu perencanaan, pengor-

ganisasian, penyusunan, pengarahan, dan pengawas-

an sumberdaya untuk mencapai tujuan yang sudah di

tetapkan. Pengelolaan yang berkaitan dengan pem-

belajaran merupakan alternatif yang paling tepat

untuk mewujudkan sekolah mandiri dan memiliki

keunggulan (Sagala, 2007: 52). Pengelolaan pendidik-

an yang sekarang sedang dikembangkan berkecende-

rungan memberikan otonomi yang lebih bertumpu

pada masyarakat atau sekolah. Mengikutsertakan

masyarakat dalam pengelolaan sekolah dipandang

sebagai upaya meringankan beban pemerintah ketika

semakin tidak mencukupi dalam pendanaan sekolah

(Supriyanto, 2007: 29-30).

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan

bahwa manajemen adalah suatu kegiatan berupa

proses pengelolaan setiap orang yang berada di dalam

oraganisasi, tanpa melihat status, posisi atau peran-

nya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan sebelum-

nya.

Manajemen berkaitan dengan suatu peningkatan

mutu pendidikan, sehingga perhatian ilmu pengelola-

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

14

an terhadap peningkatan mutu suatu produk dalam

dua dasawarsa ini meningkat pesat. Dengan demikian

untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu tinggi

diperlukan pengelolaan pendidikan yang bermutu

pula. Dalam mewujudkan pengelolaan pendidikan

yang bermutu tinggi itu diperlukan pengelolaan

pendidikan yang profesional untuk menangani sistem

pendidikan mulai dari tingkat makro (pusat), meso

(wilayah/daerah), sampai tingkat mikro yaitu satuan

pendidikan (sekolah dan luar sekolah).

Personil pengelola pendidikan yang profesional

harus memenuhi syarat kuantitatif dan kualitatif,

memiliki karakteristik spesifik yang berbeda dari

personil manajemen pendidikan yang kurang profesi-

onal dan tenaga pengelolaan di bidang profesi-profesi

lain (Mantja, 2008: 23). Dari beberapa pendapat

tentang definisi yang telah dikemukakan, dapat disim-

pulkan bahwa pada dasarnya pengelolaan atau mana-

jemen adalah suatu proses kegiatan perencanaan,

pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, pengen-

dalian, serta pengawasan terhadap penggunaan

sumberdaya organisasi, baik sumber daya manusia,

sarana prasarana, sumber dana, maupun sumberdaya

lainnya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah

ditetapkan secara efektif dan efisien.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

15

2.2 Mutu dalam Pendidikan

Mutu merupakan keinginan pelanggan, mutu

yang tinggi merupakan kunci untuk suatu rasa

kebanggaan, tingkat produktivitas dan cermin kemam-

puan dalam penghasilan. Tujuan mutu harus merupa-

kan produk dan jasa yang dapat memberikan kepuas-

an bagi pelanggannya. Sallis (2012: 56) menyatakan

bahwa, mutu adalah sesuatu yang memuaskan dan

melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan.

Suti (2011:2) menjelaskan bahwa, mutu dapat

dilihat dari dua segi, yaitu segi normatif dan segi

deskriptif. Dalam arti normatif, mutu ditentukan

berdasarkan pertimbangan instrinsik dan ekstrinsik.

Berdasarkan kriteria intrinsik, mutu pendidikan meru-

pakan produk pendidikan yakni manusia yang terdidik

sesuai standar ideal. Berdasarkan kriteria ekstrinsik,

pendidikan merupakan instrumen untuk mendidik

tenaga kerja yang terlatih. Secara deskriptif, mutu

ditentukan berdasarkan keadaan senyatanya semisal

hasil tes prestasi belajar. Mutu pendidikan adalah

derajat keunggulan dalam pengelolaan pendidikan se-

cara efektif dan efisien untuk melahirkan keunggulan

akademis dan ekstra kurikuler pada peserta didik

yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang pendidikan

atau menyelesaikan pembelajaran tertentu.

I-Chao Lee (2010: 58) mengungkapkan bahwa:

Education quality as: that which can subtain a targeted level that is publically identified and

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

16

expected. Specifically, education quality encompasses policy and regulation, administration and system, education objectives, education

content, education process, and education results.

Mutu pendidikan sebagai apa yang dapat meno-

pang tingkat yang ditargetkan yang teridentifikasi dan

diharapkan publik. Secara khusus, mutu pendidikan

meliputi kebijakan dan regulasi, administrasi dan

sistem, tujuan pendidikan, isi pendidikan, proses pen-

didikan, dan hasil pendidikan. Mutu dalam pendidikan

bukanlah barang akan tetapi layanan, dimana mutu

harus dapat memenuhi kebutuhan, harapan dan ke-

inginan semua pihak/pemakai dengan fokus utama-

nya terletak pada peserta didik (leaners). Mutu pen-

didikan berkembang seirama dengan tuntutan kebu-

tuhan hasil pendidikan yang berkaitan dengan kema-

juan ilmu dan teknologi yang melekat pada wujud

pengembangan kualitas sumber daya manusia.

Benon (2010: 13) menyatakan: “Quality learning

is a function of the three elements that can improve

quality in education, and these include the teacher, the

learner and the curriculum”. Sedangkan menurut Isjoni

(2006: 22-23), dalam pembangunan pendidikan hen-

daknya diarahkan kepada beberapa sektor yang meru-

pakan kebutuhan mendasar, karena langsung membe-

rikan dampak terhadap peningkatan mutu pendidikan.

Beberapa aspek yang harus dilakukan perbaikan

dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah sebagai

berikut:

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

17

a. Sarana dan Prasarana Pendidikan, meliputi pem-

bangunan ruang belajar, renovasi dan rehabilitasi

ruang belajar beserta perangkat pendukungnya,

ruang laboratorium, perpustakaan, computer,

pusat sumber belajar, termasuk rumah guru,

kepala sekolah, penjaga sekolah, WC guru dan

murid;

b. Sarana dan prasarana pembelajaran, berkaitan

dengan pengadaan alat dan media pembelajaran,

untuk bidang IPA, IPS, bahasa dan bidang lainnya.

Selanjutnya seperangkat alat praktik laboratorium,

buku-buku pegangan guru dan siswa di semua

jenjang dan jenis pendidikan, serta buku-buku

untuk perpustakaan;

c. Pembangunan SDM. Kondisi SDM yang masih

rendah perlu ditingkatkan. Program wajib belajar 9

tahun harus tuntas, demikian pula SDM guru

perlu ditingkatkan kualifikasi pendidikannya,

mulai dari guru SD, SMP sampai SMA/SMK;

d. Pembangunan sektor pendidikan luar sekolah.

Mengingat jumlah anak putus sekolah cukup

tinggi. Bagi mereka yang tidak ingin melanjutkan

pendidikan untuk wajib belajar, diberikan kesem-

patan untuk mengikuti kursus ketrampilan yang

diselenggarakan melalui PLS;

e. Pembangunan life skill mulai tingkat sekolah

dasar, SMP, dan SMA. Hal ini dapat dijadikan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

18

sebagai modal bagi mereka yang tidak mampu

melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, dengan

membuka usaha sendiri.

Konsep mutu itu sendiri dianggap sebagai

ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang

terdiri atas mutu desain dan mutu kesesuaian. Mutu

desain merupakan fungsi spesifikasi produk, sedang-

kan mutu kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa

jauh suatu produk memenuhi persyaratan atau spesi-

fikasi mutu yang telah ditetapkan. Namun demikian,

aspek tersebut bukanlah satu-satunya aspek mutu.

Meskipun tidak ada definisi mengenai mutu yang

diterima secara universal, namun menurut Diana dan

Tjiptono (2003: 3-4), terdapat beberapa elemen menge-

nai mutu sebagai berikut:

a. Mutu meliputi suatu usaha memenuhi atau

melebihi harapan pelanggan;

b. Mutu mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan;

c. Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah

(misalnya apa yang dianggap merupakan mutu

pada saat ini mungkin dianggap kurang ber-mutu di masa yang akan datang).

Jadi dapat didefinisikan bahwa mutu merupa-

kan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan

produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang

memenuhi atau melebihi harapan.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

19

2.3 Manajemen Mutu Terpadu (MMT)

2.3.1 Pengertian Manajemen Mutu Terpadu (MMT)

Pemikiran tentang model peningkatan mutu

pada awalnya berasal dari dunia industri. Kebangkitan

Jepang setelah mengalami kekalahan pada Perang

Dunia II, dipicu oleh gagasan W. Edward Deming

tentang pembangunan sistem kualitas atau mutu

(sekitar tahun 1950). Keberhasilan itu menarik

negara-negara industri untuk menyelidiki strategi

Jepang dalam membangun mutu. Dari sinil lahirlah

Manajemen Mutu Terpadu (MMT) (Gasperz, 2002: 4).

Jepang menggunakan istilah sendiri dalam manaje-

men mutu dengan istilah Kaizen yaitu penyempurnaan

berkesinambungan yang melibatkan semua orang,

baik manajemen puncak, manajer maupun karyawan

(Masaaki, 1996: 16).

Pokok dari Kaizen ialah menyadari bahwa mana-

jemen untuk memuaskan pelanggan dan memenuhi

kebutuhan pelanggan, bila ingin tetap hidup dan

memperoleh laba (Masaaki, 1996: 19). Dengan demi-

kian, produk suatu negara harus memenuhi standar

mutu yang telah ditetapkan pemerintah. Jika standar

mutu telah terpenuhi barulah produk suatu industri

dapat dipasarkan, baik di dalam negeri maupun di

luar negeri. Ada beberapa standar mutu intenasional

seperti: SII (Standar Industri Indonesia), SNI (Standar

Nasional Indonesia), BS 5750 (British Standar 5750)

dan ISO 9000 (International Standardization for

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

20

Organization 9000) (Husaini, 2006: 438).

Standar mutu international merupakan bagian

dari peningkatan Manajemen Mutu Terpadu (MMT).

MMT adalah suatu manajemen kualitas terpadu yang

didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan perfor-

mansi secara terus-menerus (continuous performance

improvement) pada setiap level operasi atau proses

dalam setiap arus fungsional dari organisasi, dengan

menggunakan semua sumberdaya manusia dan modal

yang tersedia (Gasperz, 2002: 6-7). MMT pada prinsip-

nya adalah suatu standar mutu yang fokusnya mem-

berikan kepuasan pada pelanggan.

Penerapan ISO dalam bidang pendidikan adalah

sebagai berikut (Husaini, 2006: 432):

(1) komitmen pimpinan puncak lembaga atas

mutu; (2) sistem mutu; (3) penentuan hak-hak dan kewajiban pelanggan (stakeholders) pendidikan;

(4) dokumen pengendalian; (5) pembelian; (6) ke-

bijakan penerimaan calon; kebijakan pembelian

sarana prasarana; (7) pelayanan prima terhadap stakeholders terutama peserta didik; (8) arsip

induk peserta didik; (9) sistem penilaian hasil

belajar; (10) pengembangan staf edukatif dan administratif.

MMT adalah pengawasan menyeluruh dari

anggota organisasi (warga sekolah) terhadap kegiatan

sekolah. Dalam penerapannya, MMT berarti semua

warga sekolah bertanggung jawab atas kualitas pendi-

dikan, sehingga membutuhkan partisipasi dari selu-

ruh anggota sekolah untuk dapat mewujudkan mana-

jemen sekolah agar berjalan dengan baik, sehingga

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

21

menghasilkan kualitas sekolah yang bermutu.

Manajemen mutu dalam pendidikan dapat dise-

but mengutamakan peserta didik atau program per-

baikan sekolah, yang mungkin dilakukan secara lebih

kreatif dan konstruktif. Hal ini mendukung pengertian

manajemen itu sendiri, yaitu sebagai suatu alat bagi

organisasi untuk mencapai tujuan. Penekanan yang

paling penting bahwa mutu terpadu dalam program-

nya dapat mengubah kultur sekolah. MMT adalah

upaya menciptakan budaya mutu, yang mendorong

semua anggota staf untuk memuaskan para pelang-

gan. Bila di sekolah dikembangkan MMT, diharapkan

para orang tua dan stakeholder dapat terpuaskan dan

kembali lagi untuk menggunakan sekolah tersebut

sebagai lembaga pendidikan anak-anak mereka.

West Burnham dalam Bush & Coleman

(2012:190) mengklaim bahwa, kemajuan melalui

hirarkhi terhadap MMT menghantarkan pada empat

perubahan kultural penting, yaitu:

(1) adanya kesadaran dan keterlibatan yang me-ningkat pada klien dan supplier; (2) tanggung-

jawab personal terhadap kemajuan tenaga kerja;

(3) terdapat penekanan yang kuat terhadap proses dan produk; (4) harus menuju perubahan terus-

menerus.

Cohen dalam Hamid (2010:131) mendefinisikan

Total Quality Management (MMT) sebagai berikut:

(1) Total menunjukkan pengertian mutu untuk setiap aspek kerja, mulai dari mengidentifikasi

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

22

apakah pelanggan itu puas; (2) Quality berarti

memnuhi dan melampaui harapan pelanggan; (3) Management berarti mengembangkan dan meme-

lihara kemampuan organisasi untuk terus-mene-

rus meningkatkan mutu.

Pengertian tersebut menjelaskan bahwa manaje-

men mutu terpadu dalam pendidikan sebagai suatu

proses yang melibatkan pemusatan pada pencapaian

kepuasan harapan pelanggan pendidikan, perbaikan

terus menerus, pembagian tanggung jawab dengan

para pegawai, pengurangan pekerjaan tersisa, serta

pengerjaan kembali.

Berdasarkan penjelasan di atas menunjukkan

bahwa karakteristik dalam MMT, yaitu: (1) fokus pada

pelanggan baik eksternal maupun internal; (2) adanya

keterlibatan total; (3) adanya ukuran baku mutu

lulusan sekolah; (4) adanya komitmen; dan (5) adanya

perbaikan yang berkelanjutan. Ditambahkan oleh

Mulyasa (2006: 224) bahwa MMT merupakan pende-

katan sistem secara menyeluruh (bukan suatu bidang

atau program terpisah) dan merupakan bagian terpa-

du strategi tingkat tinggi. Sistem ini bekerja secara

horizontal menembus fungsi dan departemen, melibat-

kan semua karyawan dari atas sampai bawah, meluas

ke hulu dan ke hilir, mencakup mata rantai pemasok

dan customer.

MMT dalam pendidikan adalah aplikasi konsep

manajemen mutu yang disesuaikan dengan sifat dasar

sekolah sebagai organisasi jasa kemanusian (pembina-

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

23

an potensi peserta didik) melalui pengembangan

pendidikan berkualitas, agar melahirkan lulusan yang

sesuai dengan harapan orang tua, masyarakat, dan

pelanggan pendidikan lainnya. Empat hal yang perlu

diperhatikan guna mengetahui lebih jauh mengenai

hakikat MMT pendidikan, yaitu: pencapaian dan

pemuasan harapan pelanggan, perbaikan terus-mene-

rus, pembagian tanggung jawab dengan para pegawai,

dan pengurangan sisa pekerjaan dan pengerjaan

ulang. Dengan demikian, yang dimaksud dengan

penerapan MMT dalam pendidikan adalah suatu pola

manajemen yang berorientasi pada mutu atau output

pendidikan dan dilaksanakan secara terpadu dengan

melibatkan semua anggota dalam proses pendidikan.

Hal ini ditandai dengan adanya proses perbaikan

secara berkelanjutan, peningkatan produktivitas, efisi-

ensi dan efektivitas, yang diharapkan dapat memenuhi

harapan pihak-pihak yang terlibat dalam pendidikan.

Ada lima aspek yang menjadi tolok ukur pene-

rapan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan,

yaitu: (1) fokus pada pelanggan baik secara eksternal

maupun internal; (2) adanya keterlibatan total;

(3) adanya ukuran baku mutu lulusan sekolah;

(4) adanya komitmen; dan (5) adanya perbaikan yang

berkelanjutan.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

24

2.4 Penerapan Manajemen Mutu Terpadu

(MMT)

2.4.1 Pilar-pilar Manajemen Mutu Terpadu (MMT)

Untuk mewujudkan total quality dalam lembaga

pendidikan, implementasi pilar MMT dalam pengem-

bangan kurikulum perlu menjadi pertimbangan dan

perhatian serius. Pilar-pilar MMT tersebut adalah:

1. Fokus pada Pelanggan

Misi utama MMT adalah memenuhi kepuasan

pelanggan. Mutu harus sesuai dengan persyaratan

yang diinginkan pelanggan. Mutu adalah keinginan

pelanggan bukan keinginan sekolah. Tanpa mutu yang

sesuai dengan keinginan pelanggan, sekolah akan

kehilangan pelanggan. Bila sekolah telah kehilangan

pelanggan, pada akhirnya akan tutup dan bubar.

Memuaskan harapan pelanggan berarti mengan-

tisipasi kebutuhan pelanggan pada masa datang.

Sekolah perlu mengembangkan kualitas, setiap orang

dalam sistem sekolah mesti mengakui bahwa output

lembaga pendidikan adalah customer (Arcaro, 1995:

11).

2. Keterlibatan Total

Prinsip MMT dalam pengembangan kurikulum

adalah setiap orang harus terlibat dalam transformasi

kualitas. Manajemen mesti memiliki komitmen untuk

memfokuskan pada kualitas, harus mendorong staf

dan peserta didik untuk mengubah cara kerja lama

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

25

kepada cara kerja baru. Perubahan Kurikulum Ber-

basis Kompetensi (KBK) kepada Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) adalah bentuk mengubah

cara kerja baru. Hal ini dimaksudkan agar semua

komponen dalam lembaga pendidikan ikut terlibat

secara aktif dalam operasionalisasi lembaga pendidik-

an, pemberdayaan warga sekolah (pimpinan, tenaga

administrasi, tenaga pendidik dan peserta didik)

(Hasibuan, 2004:136). Dengan demikian mereka dapat

mengetahui informasi kesenjangan atau kebutuhan

yang menyangkut tentang diri mereka. Berdasarkan

kondisi tersebut, semua komponen dapat berperan

dalam mengusulkan rencana-rencana kegiatan yang

seharusnya dilaksanakan.

Keterlibatan total dalam konteks pengembangan

kurikulum berarti inisiatif pengembangan. Datangnya

bisa dari bawah seperti guru, orang tua peserta didik

atau masyarakat sekitar (stakeholders), dan semua

pihak itu memberikan secara penuh kemampuan yang

dimiliki dan pelayanan yang optimal untuk mewujud-

kan kualitas yang diharapkan, bahkan melebihi per-

mintaan pelanggan (customer) baik internal maupun

eksternal (Arcaro, 1995:78). Pihak atasan (pimpinan)

selalu memberikan bimbingan dan dorongan. Untuk

memantapkan konsep pengembangan yang dirintisnya

dapat dilakukan lokakarya atau rapat terpadu guna

mencari input yang diperlukan. Konsep MMT meng-

hendaki agar kurikulum dikembangkan dengan meli-

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

26

batkan semua unsur yang terkait dengan suatu

lembaga pendidikan, baik secara internal kelembagaan

maupun secara eksternal (stakeholders).

3. Pengukuran

Dalam pengembangan MMT, pengukuran meru-

pakan salah satu langkah yang penting dalam proses

manajemen. Jika kualitas dapat dikelola, maka kuali-

tas juga harus dapat diukur (measurable). Kualitas

juga merupakan keunggulan (excellence) atau hasil

yang terbaik (the best). Untuk mengejar kualitas,

kesalahan harus dieliminasi untuk mencapai keung-

gulan kompetitif lulusan suatu lembaga pendidikan,

dan keunggulan komparatifnya dengan yang lain

sesuai dinamika pasar tenaga kerja.

4. Komitmen

Implementasi manajemen kualitas dalam lem-

baga pendidikan diperlukan komitmen terhadap kuali-

tas dan perbaikan kualitas. Total kualitas pendidikan

adalah suatu perubahan budaya organisasi sebagai

cara baru bagi kehidupan setiap orang. Sebelum

seseorang akan melakukan perubahan, mereka harus

percaya bahwa pimpinan tertinggi suatu lembaga pen-

didikan berkewajiban untuk mencapai budaya kuali-

tas. Hal ini menuntut dewan sekolah dan adminis-

trator untuk menggunakan dan mengaplikasikan

elemen-elemen dan prinsip MMT pendidikan (Arcaro,

1995:13).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

27

Untuk memberikan komitmen pada kualitas,

ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam

menerapkan MMT yaitu: (1) Mempelajari dan mema-

hami MMT secara menyeluruh; (2) Memahami dan

mengadopsi jiwa dan filosofi untuk perbaikan terus

menerus; (3) Menilai jaminan kualitas saat ini dan

program pengendalian kualitas; (4) Membangun sistem

total kualitas; (5) Mempersiapkan orang-orang untuk

perubahan, menilai budaya kualitas sebagai tujuan

untuk mempersiapkan perbaikan, melatih orang-orang

untuk bekerja pada suatu kelompok kerja; (6) Mem-

pelajari teknik untuk mengatasi akar persoalan

(penyebab) dan mengaplikasikan tindakan korektif

dengan menggunakan teknik-teknik alat MMT; (7) Me-

netapkan prosedur tindakan perbaikan dan menyadari

akan keberhasilannya; (8) Menciptakan komitmen dan

strategi yang benar tentang total kualitas oleh pemim-

pin yang akan menggunakannya; (9) Memelihara jiwa

total kualitas dalam penyelidikan dan aplikasi penge-

tahuan yang amat luas.

Aplikasi konsep MMT dalam prosedur pengem-

bangan kurikulum berarti memaknai bahwa setiap

langkah-langkahnya selalu diorientasikan pada kebu-

tuhan pelanggan dengan mengedepankan aspek kuali-

tas pada semua input dan prosesnya. Komitmen

kualitas dibangun mulai dari level pimpinan tertinggi

sampai pada level terbawah.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

28

5. Perbaikan Berkelanjutan

Konsep dasar kualitas adalah segala sesuatu

dapat diperbaiki. Kualitas didasarkan pada konsep

bahwa setiap proses dapat diperbaiki dan tidak ada

proses yang sempurna. Menurut filosofi manajemen

baru, “bila tidak rusak, perbaikilah, karena jika anda

tidak melakukannya orang lain pasti melakukannya”.

Inilah konsep perbaikan terus-menerus. Perbaikan

berkelanjutan berarti sesuatu yang belum pernah

dilakukan. Suatu tindakan pengejaran atas kualitas,

prosesnya harus secara terus-menerus diperbaiki

dengan diubah, ditambah, dikembangkan dan dimur-

nikan (Saifuddin, 2002: 37).

Perbaikan yang berkesinambungan merupakan

salah satu unsur paling fundamental dari MMT.

Konsep perbaikan berkesinambungan diterapkan baik

terhadap proses produk maupun orang yang melaksa-

nakan (Tjiptono, 2003: 262). Dari beberapa pendapat

tentang perbaikan berkelanjutan menunjukkan bahwa

dalam penerapan manajemen mutu terpadu diperlu-

kan komitmen perbaikan mutu dan proses secara

terus-menerus baik dalam hasil maupun orang yang

melaksanakan.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

29

2.4.2 Elemen Pendukung dalam Manajemen Mutu

Terpadu (MMT)

1. Kepemimpinan

Sallis (2012: 169) berpendapat kepemimpan ada-

lah unsur penting dalam MMT. Pemimpin harus

memiliki visi dan mampu menterjemahkan visi terse-

but ke dalam kebijakan yang jelas dan tujuan yang

spesifik. Lebih lanjut Tjiptono & Diana (2001: 152)

menjelaskan kepemimpinan merupakan suatu konsep

abstrak, tetapi hasilnya nyata. Kadangkala kepemim-

pinan mengarah pada seni tetapi seringkali berkaitan

dengan ilmu. Pada kenyataannya kepemimpinan me-

rupakan seni sekaligus ilmu. Hal itu dapat disimpul-

kan bahwa kepemimpinan merupakan sikap dan ke-

mampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mem-

pengaruhi sekelompok anggota agar bekerja mencapai

tujuan.

Sedangkan yang berkaitan dengan MMT,

Goetsch dan Davis (1994: 192) dalam Tjiptono (2001:

152) memberikan difinisi bahwa kepemimpinan meru-

pakan kemampuan untuk membangkitkan semangat

orang lain agar bersedia dan memiliki tanggungjawab

total terhadap usaha mencapai atau melampaui tuju-

an organisasi. Dari beberapa definisi di atas pada

hakikatnya memiliki kesamaan berkaitan dengan

penerapan MMT yakni memberikan motivasi atau

inspirasi kepada orang lain dalam sebuah organisasi

untuk mencapai tujuan bersama.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

30

2. Pendidikan dan Pelatihan

Tjiptono (2001: 212) menjelaskan, pendidikan

berbeda dengan pelatihan. Pelatihan bersifat spesifik,

praktis, dan segera. Pelatihan merupakan bagian dari

pendidikan. Pendidikan lebih bersifat filosofis dan

teoritis. Walaupun demikian, pendidikan dan pelatih-

an memiliki tujuan yang sama, yaitu pembelajaran.

3. Struktur Pendukung

Manajer senior memerlukan dukungan untuk

melakukan perubahan yang dianggap perlu dalam

melaksanakan strategi pencapaian mutu. Dukungan

semacam ini mungkin diperoleh dari luar melalui kon-

sultan, akan tetapi lebih baik kalau diperoleh dari

dalam organisasi itu sendiri. Suatu staf pendukung

yang kecil dapat membantu tim manajemen senior

untuk mengartikan konsep mengenai mutu, memban-

tu melalui “network” dengan manajer mutu di bagian

lain dalam organisasi dan membantu sebagai nara-

sumber mengenai topik-topik yang berhubungan

dengan mutu bagi tim manajer senior (Ni’mah, 2013).

4. Komunikasi

Komunikasi dalam suatu lingkungan mutu

mungkin perlu ditempuh dengan cara berbeda-beda

agar dapat berkomunimasi kepada seluruh karyawan

mengenai suatu komitmen yang sungguh-sungguh

untuk melakukan perubahan dalam usaha peningkat-

an mutu. Secara ideal manajer harus bertemu pribadi

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

31

dengan para karyawan untuk menyampaikan infor-

masi, memberikan pengarahan, dan menjawab perta-

nyaan dari setiap karyawan (Ni’mah, 2013).

5. Penghargaan dan Pengakuan

Tjiptono (2001:140) berpendapat di dalam model

MMT, peranan penghargaan dan pengakuan terhadap

prestasi karyawan, seperti penilaian kinerja, kompen-

sasi, program pengakuan prestasi, dan sistem pro-

mosi, yang merupakan motivasi untuk mencapai

sasaran perusahaan. Gagal mengenali seseorang men-

capai sukses dengan menggunakan proses MMT akan

memberikan kesan bahwa ini bukan arah menuju

pekerjaan yang sukses. Dengan demikian pengakuan

dan pemberian penghargaan terhadap salah satu

individu yang sukses akan menjadi motivasi individu

yang lain, walaupun penghargaan tersebut bukan

sesuatu yang besar.

6. Pengukuran

Penggunaan data hasil pengukuran menjadi

sangat penting di dalam menetapkan proses manaje-

men mutu. Pendapat harus diganti dengan data dan

setiap orang harus diberitahu bahwa yang penting

bukan yang dipikirkan akan tetapi yang diketahuinya

berdasarkan data. Di dalam menentukan penggunaan

data, kepuasan pelanggan eksternal harus diukur

untuk menentukan seberapa jauh pengetahuan

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

32

pelanggan bahwa kebutuhan mereka benar-benar

dipenuhi. Pengumpulan data pelanggan memberikan

suatu tujuan dan penilaian kinerja yang realistis serta

sangat berguna di dalam memotivasi setiap orang/

karyawan untuk mengetahui persoalan yang sebenar-

nya (Ni’mah, 2013).

Di samping keenam elemen pendukung di atas,

maka ada unsur yang tidak bisa diabaikan yaitu gaya

kepemimpinan dalam organisasi/perusahaan bersang-

kutan. Suatu cara/gaya bagaimana seorang manajer

sebagai seorang pimpinan melakukan sesuatu

sangat berpengaruh pada pelaksanaan tugas yang

dilakukan oleh bawahan/karyawan.

2.4.3 Hambatan dalam Pelaksanaan Manajemen

Mutu Terpadu (MMT) di Sekolah

Sallis (2012: 92) menyebutkan banyak kendala

MMT yang melibatkan elemen kekhawatiran dan ke-

tidakpastian. Ketakutan terhadap hal yang belum

diketahui atau ketakutan untuk melakukan sesuatu

yang berbeda, mempercayai orang lain, dan melaku-

kan kesalahan, merupakan mekanisme resistensi yang

sangat kuat. Berikut ini adalah kendala-kendala yang

sering dihadapi dalam penerapan MMT, antara lain:

1. Lemahnya kepemimpinan dan delegasi wewenang

manajemen. MMT akan berjalan sesuai dengan

sasaran yang diinginkan jika pemimpin memiliki

komitmen terhadap keterlibatan semua pihak.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

33

Artinya MMT tidak akan berhasil manakala hanya

diserahkan kepada tim tertentu yang ditunjuk oleh

pimpinan;

2. Proses pengaturan yang tidak memadai. Program

MMT harus mengilhami seluruh kegiatan. Bagi

sekolah, maka seluruh kegiatan akademik (proses

belajar mengajar) harus memperoleh perhatian

dalam meningkatkan kualitasnya;

3. Pemilihan pendekatan yang sempit dan dogmatik.

Pendekatan yang sempit dan dogmatik tidak dapat

secara fleksibel memenuhi tuntutan perkembang-

an. Ini berarti ada kemandegan atau bahkan akan

terjadi proses status quo. Pendekatan yang sempit

tidak akan memberikan kesempatan bagi pening-

katan MMT. MMT berorientasi pada pelanggan.

Pelanggan memiliki kepuasan yang selalu berkem-

bang. Oleh karenanya pendekatan dogmatik dan

sempit tidak sesuai dengan kepuasan pelanggan;

4. Kurangnya dukungan sistem informasi dan alat

ukur keberhasilan. Lembaga atau organisasi

termasuk sekolah amat sulit untuk mengetahui

adanya peningkatan kualitas pelayanan di lembaga-

nya, manakala tidak memiliki data dasar. Oleh

karena itu setiap lembaga harus memiliki data

dasar dan tolok ukur yang dicanangkan oleh

lembaga yang bersangkutan.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

34

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Darmadji (2008)

dengan judul “Implementasi Total Quality Management

sebagai Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan di MAN

Model Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa implementasi prinsip MMT di MAN Model

Yogyakarta tercermin dari proses secara bertahap dan

terus-menerus dalam peningkatan mutu dengan pe-

menuhan harapan pelanggan (client) internal maupun

eksternal melalui dukungan, partisipasi aktif dan

dinamis dari sejumlah pihak.

Penelitian yang dilakukan oleh Syahid (2012)

dengan judul “Penerapan Total Quality Management

pada Program Studi MPI Fakultas Tarbiyah dan

Keguruan UIN Alauddin”. Tujuan penelitian ini untuk

mendeskripsikan (1) konsep Total Quality Management;

(2) landasan teoritis tentang Total Quality Management;

dan (3) penerapan Total Quality Management pada

Program Studi Manajemen Pendidikan Islam pada

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin

Makassar. Terdapat beberapa landasan teori yang

mendukung pelaksanaan MMT dalam institusi pendi-

dikan. Salah satunya adalah teori Deming yang dapat

diindentifikasi dari (a) model reaksi berantai Deming,

(b) siklus perbaikan tanpa akhir Deming, (c) teori

Deming tentang Variance, dan (d) empat belas poin

manajemen Deming. Penerapan MMT pada Program

Studi Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

35

dan Keguruan UIN Alauddin belum maksimal. Terda-

pat 70,19% responden mengatakan bahwa penerapan

MMT berada pada tingkat biasa-biasa saja, 0,90%

responden mengatakan baik, dan terdapat 1,85%

responden yang mengatakan penerapan MMT sudah

sangat baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Clayton, Marlene

(1991) dengan judul “Encouraging the Kaizen approach

to Quality in a University.” Aston University telah

menggunakan konsep Kaizen, yaitu peningkatan kua-

litas secara terus-menerus menuju proses perencana-

an jangka panjang. Sekarang sudah sampai tahap

percobaan program MMT di seluruh universitas. Hal

ini berdasarkan premis bahwa prinsip dan praktik

manajemen, ketika dipraktikkan dan diajarkan oleh

Juran, Deming dan yang lain juga berlaku bagi

pendidikan tinggi seperti ketika dipraktikkan di dunia

industri jasa atau perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Suharsono (2012)

dengan judul “Pengaruh Implementasi Total Quality

Management terhadap Kinerja Auditor dengan Kuali-

tas Audit sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris

Pada Kantor Akuntan Publik Di Kota Malang)”. Hasil

penelitian membuktikan adanya pengaruh antara Total

Quality Management terhadap Kinerja Auditor pada

Kantor Akuntan Publik di Kota Malang. Hasil dari

Analisis MRA menyatakan bahwa Total Quality

Management berpengaruh secara signifikan dan positif

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

36

terhadap Kinerja Auditor dengan Kualitas Audit seba-

gai Variabel Moderasi. Oleh karena itu, kombinasi

penerapan Kualitas Audit yang baik dan implementasi

Total Quality Management yang terarah bisa berpenga-

ruh pada peningkatan Kinerja Auditor.

Penelitian yang dilakukan oleh Magutu (2010)

dengan judul “Quality Management Practices In Kenyan

Educational Institutions: The Case Of The University Of

Nairobi”. Praktik manajemen mutu telah diselidiki

secara ekstensif (Kaynak, 2003). Meskipun sejumlah

studi telah dilakukan pada konsep dan konteks mana-

jemen mutu dari masing-masing pendidikan tinggi,

tidak ada yang dilakukan dalam konteks universitas di

Kenya (kasus Universitas Nairobi). Oleh karena itu ada

kebutuhan untuk penelitian yang berfokus pada pela-

yanan akademik Universitas Nairobi dalam hubung-

annya dengan ciri-ciri manajemen mutu yang utama.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen

mutu dapat memberikan kontribusi terhadap kinerja

keuangan organisasi dan kepuasan pelanggan.

2.6 Kerangka Pikir

SD Negeri Peterongan Semarang adalah salah

satu sekolah yang menyambut program perbaikan

mutu dari pemerintah.Melalui MMT dalam pendidikan

sebagai upaya meningkatkan pelayanan untuk meme-

nuhi keinginan dan harapan dari para pelanggan.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6027/2/T2_942012065_Bab II.pdfdalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi,

37

SD Negeri Peterongan Semarang mengadopsi

penerapan MMT dengan melakukan perubahan buda-

ya yang ada di sekolah menuju ke arah perbaikan.

Perbaikan yang terus-menerus ini perlu dilakukan

sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan.

Bukan hanya mutu dari peserta didik tetapi juga mutu

dari tenaga pendidiknya. Dalam penerapan MMT ini

terdapat peran penting dari kepala selaku manager ,

dan leader, yang berfungsi sebagai pengambil keputus-

an, tetapi juga sebagai educator, inovator, dan

motivator. Dalam penerapan MMT ini juga ditemukan

berbagai hambatan yang mengurangi kelancaran dan

keefektivan dalam penerapannya. Berbagai hambatan

tersebut harus segera diatasi agar penerapan MMT

memiliki hasil yang maksimal dalam peningkatan

mutu sekolah. Berikut ini adalah kerangka pikir dalam

penelitian ini:

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Penerapan

(MMT)

Peran KS sebagai :

Educator,Manajer

Leader,Inovator, dan

Motivator

Peran Kepala Sekolah dalam Penerapan MMT

Penerapan Aspek Fokus

Terhadap Pelanggan

Penerapan Aspek Perbaikan berkelanjutan

Penerapan Aspek Keterli batan total (pembagian tanggung jawab)

Penerapan Aspek ukuran baku mutu lulusan sekolah.

Penerapan Aspek pengaku an dan penghargaan

Penerapan Aspek Pendidik an dan pelatihan

Penerapan Aspek Kepemim pinan yang efektif

Peningkatan pelayanan

kepada

pelanggan

Mengatasi Hambatan

pelaksanaan

(MMT)