sumberdaya rajungan

40

Upload: iqbal-gobul

Post on 11-Nov-2015

81 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

kelautan dan perikanan

TRANSCRIPT

  • LAPORAN

    PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KE1\1AMPUAN PEl\TELITI

    DP.NPEREKAYASA TAJilJN 2010

    PENELITIAN SUl\1BERDA Y A Rt\JCl'\ G.--\..'\ (PENDUGAAN STOK, TEKNOLOGI PEl\A::\Gk.-\PA~

    DAN LINGKUNGAN PERAlRA;~) DI PERAIP'"-~-' CIREBON DAN SEKITAR'\l'A

    Peneliti Utama: Drs. Bambang Sumiono M.Si.

    Jenis Insentif : Riset Dasar

    Fokus Bidang : Sumberdaya Alam dan Lingkungan

    Produk Target: Opsi Pengelolaan

    BALAI ruSET PERIKA, 'A!\ LAUT

    BADAl'\! RISET KELt\tTAl ; DAt,- PERIKANftJ\l

    !(EJVIE JTEFl rKFLAUT N\- D

  • ..

    LEl\1BAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN

    Judul Penelitian : Penelitian Sumber Daya Rajungan (Pendugaan Stok, Teknologi Penangkapan dan Lingkungan Perairan) Di Perairan Cirebon dan Sekitarnya

    Jenis Insentif : Riset Dasar

    Bidang Fokus : Sumberdaya Alam dan Lingkungan

    Saruan Kerja ?enyelenggara : Badan Riset Kelautan dan ?erikanan Peneliti Pengusul/Penanggung Jawab : Drs. Bambang Sumiono, M.Si

    Pangkat Jabatan Fungsional Peneliti : Peneliti Utama, Gol. lV/e

    Anggota : 1. Ir. Mahiswara,M.Si

    2. Drs. Suprapto

    :N1P. : 19540628 198203 1 003 Jenis Kelamin : Laki-1aki

    Total Biaya Kegiatan/Penelitian : Rp. 95.415000,

    Jakarta. 22 . O\'ember ::'0 ~ (

    Mengetahui

    Peneliti PengusuL

    Drs. Bambang Sumiono. M. Si

    JIP 19540628 198203 J 003

    .1,

  • RINGKASAN

    Rajungan (Portu17us pelagicus Linn) adalah salah satu komoditas ekspor penting pada sektor perikanan di Indonesia. Isu utama dalam perdagangan global rajungan dan makanan dari laut lainnya adalah penerapan sertifikat ecolabehng yang dikeluarkan oleh lembaga Marine Stewardship Council (MSC) . Mulai tahun 2014, pemerintah di Amerika dan sebagian negara-negara Uni Eropa akan menerapkan sistem sertiflkasi ecolabeling bagi beberapa komoditi perikanan untuk keperluan perdagangan di negara mereka. Beberapa pedagang retail tingkat dunia seperti Wallmart, Carrefour dan Hypermart sudah menerapkan sistem sertifikasi MSC pada komoditas perikanan tertentu seperti daging ikan tuna dan kakap. Daging rajungan yang berasal dari laut sedang diusulkan untuk memperoleh sertifikasi ecolabelling tersebut. Informasi penting yang diperlukan dari negara pengekspor seperti halnya Indonesia adalah ketersediaan stokJpotensi , alat tangkap yang ramah lingkungan dan keberlanjutan sistem usahanya.

    Pengamatan parameter biologi secara umum menunjukkan bahwa ukuran rajungan dengan menggunakan jaring insang tetap (lokal: jaring kejer) beruh'l..lran lebih besar dan benvarna lebih cerah dibandingkan dengan hasil tangkapan alat garuk dan jaring arad. Rata-rata ukuran individu jantan mempunyai panjang (lebar) karapas lebih besar daripada individu betina, disertai dengan nisbah kelamin (sex ratio) jantan terhadap betina sebagai 2,1 ; 1. Hubungan panjang-berat bersifat isometrik artinya pertumbuhan panjang sebanding dengan partambahan beratnya.

    Berdasarkan data produksi dan effort tahunan (2004-2009) dari Statistik Perikanan dan data dari perusahaan pengolah rajungan yang berbasis di Cirebon belum dapat diestimasi besarnya potensi rajungan. Kepadatan rajungan sebesar 229,86 kg dengan daerah penelitian seluas 0,07 km"" pada kedalaman perairan antara 5-1 Om

    Berdasarkan analisis data dan informasi yang berhasil dihi mpun j la, anga dan dikaitkan dengan hasil penelusuran referensi yang diperoleh mengi n ik2S I ' Ii b unit alat tangkap yang dioperasikan oJeh nelayan di perairan Cirebo u . ': :'". ~C:..~ .: .z;:

    rrajungan (Portunus spp.) berkarakter tidak seJektif. .AJat tangkap ut i3 raj :'.gc:.:::-. : c::.= bersifat aktif adalah jaring arad dan alat garuk, sedangkan yang bersifat r-if 2.":- .:;' jaring insang tetap Garing kejer) dan bubu. Pada saat ini bubu raJ ng ar. ditinggalkan oJeh nelayan karena laju tangkapnya rendah. Pada periode sUl';ei 'ipcroh:;, rata-rata laju tangkap jaring kejer sebesar 8,3 kg/unitl.hari dan rata-rata laju tangkap alaI garuk sebesar 6,9 kglunit/hari

    Faktor teknis yang menj adikan alat tangkap tidak selektif antara lain; (l) ukuran mata jaring yang digunakan (pada alat tangkap jaring arad dan garuk) terlalu kecil, (2) proses tertangkapnya rajungan pada alat tangkap gin net secara terpuntal (entangled) dan (3) cara pengope;-asian alat tangkap secara aktif, dihela disepanjang dasar perairan 'pacta alat tangkap jaring arad dan gawk) menjadikan bagian terbesar organisma yang be;-ada di depar; n1l1'u'; jaring ten e- ar... masuk h dalan). bagiar: kantong Dengan kar~kteristik teknis van demikio.E ditambah denQan sifat sumberdava ikan cir daerah

    "-- '-"' .I

    lil

  • tropis yang multi spesies menjadikan rajungan yang menjadi sasaran utama atau target spesies dari alat tangkap jaring kejer, jaring arad dan garuk hanya merupakan bagian dari keseluruhan jenis hasil tangkapan. Meningkatkan selektivitas alat tangkap rajungan yang ada masih dimungkinkan khususnya untuk alat tangkap jaring arad dan garuk dengan cara memperbesar ukuran mata jaring pada seluruh bagian . Dengan ukuran mata jaring yang besar ditambah dengan pemberian nilai pengerutan (shrinkage) yang besar dapat memberikan peluang yang lebih besar bagi ikan/rajungan Uh'1lfan kecil meloloskan diri dari setiap bagian jaring.

    Pengamatan lingkungan perairan (kedalaman, suhu, salinitas, oksigen terlarut dan derajat keasaman) secara umum masih sesuai untuk syarat kehidupan rajungan.

  • PRAKATA

    Penelitian tentang "Sumberdaya Rajungan (Pendugaan Stok, Teknologi Penangkapan dan Lingkungan Perairan) di Perairan Cirebon dan Sekitarnya" telah dilaksanakan oleh Tim Peneliti pada Balai Riset Perikanan Laut Jakarta.

    Biaya penelitian sebesar Rp. 95.415.000 ( Sembilan puluh lima juta empat ratus lima belas ribu rupiah), bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) DIPA Kementerian Negara Riset dan Teknologi, melalui dana Program Insentif

    Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa Tahun 2010. Dana tersebut hanya

    dapat digunakan untuk melaksanakan kegiatan penelitianJperekayasaan sesuai dengan

    tug as pokok dan fungsi masing-masing lembaga dan mengacu pada butir-butir penting

    Agenda Riset Nasional.

    Sebagai pertanggungjawaban dari pelaksanaan Surat Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi No. 110II\1lKp/x/2009 tanggal 9 Oktober 2009 tentang Penetapan

    Proposal Program Insentif yang Diajukan untuk Dibiayai pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Program Insentif Riset Dasar, ruset Terapan, Peningkatan Kapasitas Iptek Sistem Produksi dan Percepatan Difusi dan Pemanfaatan Iptek tahun

    Anggaran 2010, maka disampaikan Laporan Kemajuan (Laporan Tahap II) ini. Pelaksanaan penelitian melibatkan tenaga peneliti dari disiplin ilmu yang berbeda yaitu

    sumberdaya, teknologi penangkapan dan lingkungan perairan Kepada semua pihak

    yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini kami ucapkan terima kasih

    Jakarta, November 2010

    Tim Peneliti

  • DAFTAR lSI

    Halaman LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN... . ... .... .. .. ..... .... .. .... .. ..... ... 11

    DAFTAR T ABEL. .. .... ... .. ... .... .. .... . V11

    DAFTAR GMffiAR.. Vll1

    BAB I PE1\TDAHULU AN

    RINGKASAN. .. .... .... .. .. . .... .. .. ... . .. .. ... ..... . . ... . III

    PRA.KATA.. .. .... ...... ..... ... ....... .. .... .. .. .. .... ... ........ ... ...... .. .... .... .... .. .... .. ... .... ... .. . v

    DAFTAR lSI. .... .. ....... ..... .. ... . ... . VI

    1.1 . Latar Belakang ..

    1. 2 . J ustifikasi ..... 3

    BAB II TINJA U AN PUSTAKA. ... ... ... ..... ...... ...... .. ..... .... .... .... .. . 4

    BAB III TUJUP.~ DAN MANFAAT .. .... .... .... ... ... .. .. ... .... ... .... . 7

    BABrV METODOLOGI.. ... .. ... . ..... .... ... ..... .. ... ..... ...... .. . . 8

    4.1 Lokasi dan Wabu Penelitian 8

    4.2 Pengukuran dan Pengamatan ... ........ ......... ... .. .. ........ . 8

    BAB V HASIL DAN PEI\ffiAHASAN... .. 11

    5.1 Keadaan U mum Perikanan Rajungan di

    Lokasi Penelitian ... .. ..... ...... . .. ... ... ... . 10

    5.2 Pendugaan Stok Rajungan 15

    5.3 Aspek Penangkapan Rajungan .. ... .. .. ... ... ... ...... .. . 17

    5.4 Lingkungan Perairan .. 27

    BABVI KESllvlPl.JLAN DA,N SARA.c1\f ... .... ... . ... .. .

    6. 1 Kesimpulan. . . . .. ... . .. . .. . ...... .

    6 .2 Saran . .. ... .... .. ... ........

    DAFT A..R PUSTl~.KA .. ..... ..... .... .......... ... ..... ..... .. ... . .

  • "

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Data hasil tangkapan rajungan yang diperoleh pedagang pengumpul di Bondel., Juli 2010 ... .. ..... .. ... . ..... ..... .. ... 11

    Tabel2. Data hasil tangkapan rajungan yang diperoleh pedagang pengumpuJ di Bondet, November 2010 ... ... .... ..... ... . 12

    Tabel3 . Pengukuran lebar karapas dan berat rajungan hasil tangkapan jaring kejer dan garuk di perairan Cirebon, Juli-November 201 0 ..

    Tabel4. Produksi, effort dan CPUE perikanan rajungan di Cirebon Berdasarkan data Statitik Perikanan Kabupaten CireboTL 2005-:009

    Tabel5.

    Tabel 6.

    Produksi, effort dan CPUE perikanan rajungan di Cirebon Berdasarkan data dari pengusaha rajungan, 2005-2009 . ... . .. .. . .

    Deskripsi alat tangkap jaring kejer ...

    16

    19

    Tabel7.

    Tabel 8

    Tabel 9.

    Deskripsi alat tangkap arad

    Basil pengukuran kualitas perairan pada pengoperasian jaring kejer di perairan Desa Bondet, Juli 2010 .. .... ... ....... .. ... ..... .. ..

    Basil pengukuran kualitas perairan pada pengoperasian alat garuk Di perairan Desa Mundu, November 2010...

    22

    27

    28

    "11

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Grafik hubungan lebar karapas - berat rajungan hasil tangkapan

    jaring kejer di perairan Cirebon, Juli 2010.............. ... ... 13

    Gambar 2. Grafik hubungan lebar karapas - berat rajungan hasil tangkapan

    Gambar 6. Kegiatan operasional jaring kejer ..... .... ... ... . , ... . , ... .. , ... . , .. , ... .. ,. 21

    alat garuk di perairan Cirebon, November 2010 ..... ...... .. .. .... ... .. 14

    Gambar 3. Tipe armada rajungan di MertasingalBondet (Cirebon Utara) . 18

    Gambar 4. Deskripsi 1 unit jaring kejer di daerah Bondet, Cirebon . 19

    Gambar 5. Jaring kejer yang banyak digunakan oleh nelayan Desa Bondet 20

    Gambar 7. Rancang bangun jaring arad .. .. .... .. ... ......... .. .. .. .... .. ... .. .. .. ..... ' 23

    Gambar 8. Konstruksi alat tangkap garuk ..... .... .. ..... .. .. .... , ...... ... .... .. .. .... . . 24

  • BABI

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pemanfaatan sumberdaya perikanan laut merupakan salah satu hal yang penting

    sebagai sumber pangan dan komoditi perdagangan . Perikanan disini termasuk

    didalamnya mencalcup penangkapan dan budidaya . Dalam rangka peningkatan produksi

    perikanan di Indonesia, maka Pemerintah C.q Kementerian Kelautan dan Perikanan

    tengah mendorong volume produksi pada akhir tahun 2010 mencapai 353%.

    Peningkatan tersebut terutama ditopang dari usaha budidaya perikanan. Peningkatan

    produksi bagi penangkapan ikan di laut diupayakan bagi sumberdaya yang masih

    rendah tingkat pemanfaatcmnya tetapi memiliki potensi yang melimpah. Sebaliknya

    bagi sumberdaya yang sudah tinggi pemanfaatannya atau tingkat eksploitasi yang

    berlebihan maka perlu segera diiakukan pengelolaan yang rasional

    Data Statistik Perikanan Tangkap Indonesia (DKP, 2008) menunjukkan bahwa produksi perikanan Indonesia meningkat rata-rata sebesar 3,39% dari tahun 2000-2007.

    Sementara itu berdasarkan catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan potensi sumber

    daya ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,26 juta ton per tahun, terdiri dari jenis ikan pelagis besar 1,05 juta ton; pelagis kecil 3,24 juta ton; demersal 1,79 juta ton; udang 0,08 juta ton; cumi-cumi 0,03 juta ton; dan ikan karang 0,08 juta ton. Data tersebut menunjukkan bahwa potensi perikanan Indonesia cukup besar sebagai salah satu negara produsen ikan konsumsi laut dunia. Menurut catatan FAO, Indonesia

    menduduki peringkat ke-6 dUTIla dalam menghasilkan ikan (F AO, 2002) Sementara dalam jajaran eksportir, Indonesia menduduki peringkat ke-1 0 setelah Thailand, Nonvegia, AS, China, Denmark, Kanada, Taiwcm Cil e dan Rusia .

    Perdagangan ikan laut hidup unt'clk kons' msi telah berkembang pesat di Asia

    Tenggara sejak tahun 1990-an. Negara-ne;::-arc. di _\_~ c I enggara seperti Indonesia, Malaysia, Thai lano, dan Philippines merupak2. J .EgG - '2 ~- _ ::':':_~ il i k~n laut eksotik hidup

    yang diekspor ke negara lain seperti He. g hC'n~ de.;- -:-2 - 'Ef" . Pada tahun 2000, konsLlmer di neg arc: Hong Kong memb2yar iebJ- .;;:,- ' ~(- - c - 2t-~~E- ' ~ . ggc 800~"O 'l.mtuk

  • ikan laut hidup.Meningkatnya permintaan pasar global terhadap ikan konsumsi laut

    mendorong peningkatan produksi dari negara-negara pengekspor. Kondisi pasar yang

    demikian secara perlahan mengubah tatanan kinerja supply ikan laut. Berbagai cara penangkapan ikan yang tidak memperhatikan kelestarian ekosistem bermunculan dan

    memicu kenaikan tingkat kerusakan terhadap lingkungan. Untuk itulah kemudian

    sebagian dari mereka bersepakat untuk menentukan suatu standar pengetoJaan

    sumberdaya perikanan yang ramah linglrungan yang disebut eeo-labelling system.

    Sistem sertifikasi ekolabel merupakan salah satu altematif sistem pengelolaan

    perikanan yang bertanggungjawab.

    Rajungan (Portunus pelagieus Linn) adalah salah satu komoditas ekspor penting pada sektor perikanan. Isu utama dalam perdagangan global rajungan dan makanan dari laut lainnya adalah penerapan sertifikat eeolabeling yang dikeluarkan oleh Jembaga

    Marine Stewardship Council (MSC). Dimasa mendatang, mulai tahun 2014 Pemerintah di Amerika dan sebagian negara-negara Uni Eropa akan menerapkan sistem sertifikasi

    ecolabeling bagi beberapa komoditi perikanan untuk keperluan perdagangan di negara

    mereka. Beberapa pedagang retail tingkat dunia seperti Wallmart, Carrefour dan

    Hypermart akan menerapkan sistem sertifikasi MSC pada komoditas perikanan

    tertentu seperti daging ikan tuna dan kakap pada akhir tahun 2011. Selanjutnya pada tahun 2012, daging rajungan yang berasal dari laut sedang diusulkan untuk memperoleh sertifikasi eeolabelling tersebut. Informasi yang diperlukan dari negara pengekspor

    antara lain ketersediaan stokfpotensi, alat tangkap yang ramah lingkungan dan

    keberlanjutan sistem usaha. Dengan demikian, maka kebijakan global dalam pemanfaatan fishfood (termasuk rajungan) harus memperhatikan safety, security and sustainabihty dari sumberdaya

    Menurut Asosiasi Pengusaha Rajungan Indonesia (i"PRl) dalarn tiga tahun terakhir ini volume ekspor menurun yang diik'1lti oIeh menurunnya ukuran (size) individu rajungan. Eksploitasi yang tidak terkontro! disertai dengan perubahan lingkungan perairan ditengarai penyebab menurunnva populasi rajungan di beberapa sentra penghasil rajungan

  • 1.2 Justifikasi

    Data dan informasi tentang penyebaran sumberdaya dan pemanfaatan rajungan di perairan Indonesia masih belum banyak. Penyebaran rajungan terdapat di daerah Asia Pasifik. Dilihat dari usaha penangkapan rajungan yang mempunyai prospek cukup baik, maka untuk meningkatkan hasil tangkapannya perlu diketahui daerah

    penangkapan (daerah penyebaran), alat tangkap yang efektif dan faktor-faktor lingkungan perairan yang sangat penting bagi kehidupannya. Dengan mengetahui

    beberapa fah.'1or tersebut maka diharpkan dapat diketahui stoknya, musim penangkapan,

    alat tangkap yang efektif dan ramah lingkungan serta beberapa fabor lingkungan

    perairan yang mempengaruhi stok rajungan di alam. Kegiatan penangkapan rajungan di perairan Cirebon dan sekitarnya teJah

    berlangsung lama, terutama sejak dilarangnya alat tangkap trawl di Laut Jawa pada akhir tahun 1980. Pada awalnya kegiatan penangkapan hanya menggunakan jaring insang tetap (lokal: jaring kejer) yang terkonsentrasi di perairan dangkal (kurang dari 5 m), dan beberapa tahun terakhir kegiatan penangkapan juga menggunakan bubu serta jaring arad dan cantrang yang cara kerjanya mirip trawl. Efek kegiatan penangkapan yang hampir tak terkendali ini adalah menurunnya produksi rajungan dan ukuran individu rajungan semakin keciL Perubahan lingkungan perairan karena kegiatan penangkapan dan kegiatan di daerah pantai lainnya diperkirakan mempengaruhi stok

    rajungan. Situasi ini menimbulkan pelianyaan: "Seberapa besar stok dan tingkat pemanfaatan rajungan dengan beroperasinya berbagai jenis alat tangkap sena fak-or lingkungan apa saja yang mempengaruhi populasi rajungan di perairan Cirebon')-

  • . ,

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Rajungan (Portu71uS pelagicus) tergolong hewan yang hidup di dasar laut dan berenang ke dekat permukan laut untuk mencari makan, sehingga disebut pula

    swimming crab atau blue swimming crab yang artinya kepiting perenang. Dalam

    perdagangan dibedakan dengan kepiting bakau (Scylla serrata) yang lebih banyak diam di dasar perairan sekitar bakau-bakau. Menurut Bussiness News (1989) diantara berbagai jenis rajungan dan kepiting di Indonesia, Portunus pelagicus merupakan jenis yang mempunyai nilai ekspor tinggi yaitu dalam bentuk beku segar tanpa kulit atau

    daging rajungan dalam kaleng. Data ekspor-impor perikanan Indonesia (DKP, 2007) mengemukakan sebagai komoditas ekspor, rajungan menempati urutan keempat dalam volume dan nilai ekspor perikanan dari Indonesia setelah komoditi udang, tuna dan ikan

    lainnya. Disebutkan pula selama tahun 2000-2005 peningkatan nilai ekspor rajungan rata-rata sebesar 8,79% per tahun. Sampai dengan akhir 2005 volume pangsa pasar

    utama komoditas perikanan Indonesia adalah Jepang, diikuti oleh Amerika dan Uni

    ropa (UE). Ditinjau dari nilai ekspor negara tujuannya, sejak tahun 2004 pangsa pasar ke USA lebih baik daripada Jepang. Hal yang cukup menarik adalah komoditas tuna

    dan kepiting. Share nilai ekspor tuna (termasuk cakalang dan tongkol) dan kepiting (70% berupa rajungan) terhadap total nilai ekspor komoditas perikanan pada tahun 2005 masing-masing mengalami kenaikan 28,5% dan 3,2% per tahun . Hal ini

    mengindikasikan bahwa rajungan pada saat ini merupakan komoditas yang berorientasi ekspor. Sementara tuna sudah lama dikenal sebagai komoditas ekspor Indonesia.

    Pada tahun 2006 Indonesia sebagai penghasil rajungan nomor empat di Asia setelah Cina, Filipina dan Thailand Kebijakan global dalam pemanfaatan .fishfood (termasuk rajungan) harus memper ar ikan safer). security and sustainabihty dari sumberdaya Kebijakan tersebut sudab dibe -lakukan pada pelaku pasar tingkat dunia, misalnya olen Wall Mart, Carrefou _ r-h eZll a:--r dan lain-iain. Pada tahun 2012 pelaku

    . pasar hanya menerima produk p~ka:_ 1" _'cng bersertifikat A1arine Stewardship Councij (MSC). Penerapan e 'olab' -}"-'C' : -~g

  • Data dan informasi tentang sumberdaya dan pemanfaatan rajungan di perairan Indonesia Indonesia masih belum banyak. Sementara menurut Asosiasi Pengusaha

    Rajungan Indonesia ('/\'pRI) dalam tiga tahun terakhir ini volume ekspor menurun yang diikuti oleh menurunnya uK.'Uran (s;ze) individu rajungan. Eksploitasi yang tidak terkontrol disertai dengan perubahan lingkungan perairan ditengarai penyebab

    menurunnya populasi rajungan di alam. Penyebaran rajungan terdapat di daerah Asia Pasifik. Dalam penelitiannya, Moosa & Juwana (1996) dan Sumiono (1997) menyebutkan daerah penyebaran rajungan di Indonesia terutama terdapat di pantai timur Sumatera, pantai utara J awa dan Sulawesi Selatan. Daerah Cirebon merupakan

    salah satu penghasil rajungan yang cukup penting di utara Jawa selain Brebes, Rembang dan Selat Madura. Menurut Antara News (2008) potensi rajungan di daerah Cirebon cenderung menurun dan semakin sulit memperoleh rajungan. Berbagai bentuk alat tangkap yang bersifat aktif maupun pasif jumlahnya meningkat dan banyak menangkap ukuran rajungan relatif kecil (I 00-150 ekor per kilogram).

    Sesuai dengan sifat rajungan, bahwa sebagian besar suka berada di dasar perairan maka alat tangkap yang umumnya digunakan adalah jenis alat yang dioperasikan sampai ke dasar perairan, antara lain jaring insang (gillnet) , pukat pantai (beach seine) dan bubu (trap net). Menurut (Nomura, 1974; Sumiono & Widodo, 1987) efektifitas dan daya tangkap alat tangkap berbeda menurut desain alat tangkap, bahan

    baku dan cara pengoperasiannya. Bangsa Krustasea yang terdiri dari udang, kepiting

    dan rajungan dapat tertangkap oleh jaring karena sifat terpuntal (gilled) karena adanya tonjolan-tonjolan atau gerigi pada permukaan tubuhnya. Kecuali itu dapat tertangkap oleh bubu melalui pintu (funnel) bubu dan tertarik oleh makanan.

    Menurut Juwana (1994), faktor lingkungan yang cukup berperan dalam kehidupan rajungan selain makanan berupa plankton adalah pencahayaan, salinitas, suhu air laut, derajat keasaman (pH) dan oksigen. Daerah yang disenangi adalah habitat lumpur campur pasir. Seianjutnya (Prasad & Tampi, 1953 dalam Moosa & luwana, i 996) menyatakan bahwa rajungan dapar hi dup di perairan dengan suhu dan salinitas yang bervariasi. Pada stadia burayak (yuwana) terdapat di daerah kadar salinitas rendah dan berkembang menjadi dewasa yang meme_lu :an saiinitas relatif tinggi. Romimohtarto (1977) mengemukakan rajungar! te:-dapa- .i oerairan T eluk Jakarta dan Fuiau Far; pada suhu iata-raHt :;'>.18 GC dan salirita_ r'- _ ? -;a.~ :: I : 6 ppt

  • Kegiatan penelitian yang diusulkan dalam proposal ini dimaksudkan untuk

    memperoleh data dan informasi dasar mengenai karakteristik stok rajungan, teknologi penangkapan ramah lingkungan dan parameter Iingkungan peralran yang

    mempengaruhi populasi rajungan di perairan Cirebon dan sekitarnya Pendekatan yang akan digunakan meliputi antara lain: 1) melakukan pengumpulan data biologi (panjang dan berat individu, sex ratio) secara berkesinambungan pada tempat pendaratan rajungan terpilih, 2) melakukan survei langsung di lapangan untuk memperoleh deskripsi , teknik penangkapan dan efentifitas menurut jenis alat tangkap serta memperoleh data parameter lingkungan perairan, 3) mengaplikasikan model statistik FISAT dalam menentukan parameter populasi, 4) mempelajari hubungan antara kualitas perairan dengan populasi rajungan. Diharapkan dengan pendekatan ini, berbagai karakteristik stok, alat tangkap dan interaksi lingkungan perairan-populasi rajungan di perairan Cirebon dapat diperoleh pada akhir tahun 2010.

  • BAB III

    TUJUAN DAN l\1ANFAA T

    3.1 Tujuan Penelitian

    Kegiatan penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui stok dan tingkat pemanfaatan rajungan serta mempelajari faktor lingkungan perairan yang mempengaruhi popuiasi rajungan di perairan Cirebon dan sekitarnya. Sedangkan tujuan spesifik kegiatan ini adalah memperoieh data dan informasi tentang:

    a) aspek biologi (hubungan panjang-berat individu, sex ratio) b) pendugaan stok (daerah penyebaran, kepadatan stok dan potensi) c) rancang bangun, laju tangkap serta komposisi jenis dan ukuran menurut jenis

    alat tangkap

    d) parameter lingkungan perairan (fisik, kimia, biologi) hUbungannya dengan populasi (laju tangkap) rajungan.

    3.2 1\1anfaat

    Manfaat yang hendak dicapai dari penelitian ini adaiah : tersedianya data dan

    informasi yang dapat dijadikan sebagai salah satu dasar pokok (aspek biologi dan aspek perikanan) bagi pemanfaatan sumber daya rajungan (Portunus pe/agicus) di perairan Cirebon. Diharapkan agar kegiatan penangkapan ikan dapat mengarah kepada

    pola pemanfaatan dan pengembangan yang berkelanjutan (sustainable development) yang berbasis kepada. biologi dan perikanan sumber daya rajungan sesuai dengan tata laksana perikanan yang bertanggung-j awab (Code ofconductfor responsible fisheries).

    7

  • BABIV

    METODOLOGI PENELITIAN

    4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian akan dilaksanakan di perairan Cirebon dan sekitarnya. Pengambilan

    contoh rajungan di beberapa tempat pendaratan rajungan di daerah BondetlMertasinga, Mundu dan Gebang. Sampling dilakukan antara 3-4 kali selama periode survei (7 bulan). Kegiatan difoh.L1skan pada alat tangkap jaring kejer, arad dan garuk. Data primer diperoleh melalui survei laut dengan cara menyewa kapal nelayan setempat dan

    pengamatan di tempat-tempat pendaratan rajungan, industri pengolah rajungan dan perkampungan neJayan. Data seh.L1nder dicatat dari Kantor Dinas Kelautan dan

    Perikanan, KUD nelayan dan Asosiasi Pengusaha Rajungan Indonesia (APRI) Cabang Cirebon

    4.1 Pengukuran dan Pengamatan

    Pendugaan Stok

    (1) Estimasi potensi

    Dari data statistik perikanan dilakukan analisis 'trend dari hasil tangkapan per

    unit aJat standar' yang merupakan salah satu indeks kelimpahan stok. Selain data

    Statistik Perikanan, sebagai pembanding juga dilakukan analisis data dari APRI. Estimasi potensi menggunakan Model Produksi Surplus (the SUlplus Production Model) yang mengarah kepada diperolehnya dugaan MSY (Maximum Sustainable Yiela) dan effort optimum. AJat tangkap standar (yaitu jaring insang tetap/jaring kejer) digunakan untuk menentukan 'Fishjng P OH er in.dex' (FPI) Estimasi nilai FPI ini merupakan dasar bagi penghitungan rowl e on tahunan. Selanjutnya dari total produksi tahunan dibagi dengan total effort dapal dipero leh 'catch per-unit effort' (CPUE). Hubungan antara CPlJE dengan total effot ( al" ng tidak 5 tahun terakhir) mengikuti persamaan regresi linier dengan koeii sie ai""c. . . .egatif

    Y = a - b X, dimana Y = ePEE dar ~~ = : '- :~ e=::-:-"

    Dugaan M SY dipero\eh darl rumu~ .. _ ~S _

  • (2) Kepadatan Stok

    Kepadatan stok dihitung dengan menerapkan metode sapuan (Swept Area Method). Metode ini termasuk kedalam kategori metoda holistik (holistic method), karena hasil yang diperoleh merupakan suatu besaran tanpa mempertim bangkan struktur populasi dan parameter

    populasi yang membentuk (generate) stok tersebut. Penentuan stok melalui sun1ei penangkapan menggunakan "garuk" yaitu alat tangkap yang efektif untuk menangkap rajungan di dasar perairan. Survei penangkapan tersebut dilakukan dengan cara menyewa perahu nelayan

    setempat. Perhitungan laju tangkap dan kepadatan stok ikan berdasarkan luas area :yang diliput, kecepatan kapal waktu menarik jaring, lebar bukaan mulut jaring dan hasil tangkapan (Sparre & Venema, 1999) sebagai berikut berikut:

    a.n= t x v x h x e x J,852xO,OOI

    D = (1 /a .n) x (c / f)

    Keterangan : a.n = panjang jalur yang dilalui jaring (km) c = hasil tangkapan (kg/jam) D= kepadatan stok

    e = konstanta bukaan mulut jaring (nilai e = 1 karena bukaan mulut tetap)

    f = 'escapment factor ' (=0,5) h = panjang bim (= 2 m) t == lama penarikan jaring (jam) v == rata-rata kecepatan kapal waktu menarik jaring (knot) 1,852 = konversi mil ke km 0,001 == konversi dari meter ke km

    Aspek biologi

    Hubungan panjang - befat rajungan yang tertangkap dengan jaring kejer maupun garuk dianalisis dengan model (Hille. 1936 dalam Efendie, 2002) melalui persamaan : W = aLb, dim ana W menyatakan berat ikan dan L menyatakan panjang ikan

    Pengukuran parameter lingkungan perairan

    Pengtlkuran salinitas d-.. :":- "e ~ar(l fn -situ menggunakan portable . - j a~: ' Jukur dengan pH meter dengan

    cara mencelupkan elek fO ' c, '~c~~r far. oksigen terlamt (DO) me.Jggt'. nak

  • BABV

    RASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1 Keadaan Umum Perikanan Rajungan di Lokasi Penelitian

    Wilayah Kabupaten Cirebon berada pada posisi geografis antara 10840'

    10848 ' Bujur Iimur dan 630'-700' Lintang Selatan. Daerah konsentrasi neJayan perikanan tangkap di perairan Cirebon antara lain terdapat di kecamatan Kapetakan,

    Cirebon Utara, Mundu, Astanajapura, Pangenan, Gebang, dan Losari. Khusus nelayan penangkap rajungan di Kecamatan Cirebon Utara (terkonsentrasi di desa Mertasinga, Grogol dan Depok), Mundu dan Gebang. Jaring insang tetap (lokal: kejer) merupakan jenis alat tangkap yang dominan bagi para nelayan yang bertempat tinggal di daerah Bondet, sedangkan alat tangkap garuk banyak terdapat di daerah Mundu dan Gebang.

    Pada saat ini rajungan merupakan komoditas penting di lokasi penelitian, mengingat rajungan sebagai komoditas ekspor terutama untuk diambil dagingnya . Selain itu, cangkang rajungan dapat digunakan sebagai bahan campuran pembuatan lantai keramik, barang hiasan atau campuran pakan temak dan yang penting dapat

    menyerap tenaga kerja (terutama wanita) dalam proses perebusan dan pengambiJan daging rajungan Menurut Romimohtarto & Djamali (1998), sejak tahun 1996 prosesing rajungan di Kecamatan Mertasinga khususnya di desa Bondet berkembang pesal. Umumnya rajungan didaratkan oleh nelayan melaJui Tempat Pendaratan Ikan (IPI) dan beberapa diantaranya dibawa langsung ke pedagang pengumpul rajungan. Selanjutnya di Pendistribusian berikutnya dijual kepada supplier pemroses daging rajungan (dikenal dengan istilah " miniplan") da\am bentuk "brakas" (rajungan berikut cangkang) at au berbentuk daging raj ungan ya ng sudah dikllpas rebus. Produk daging rajungan terdiri dari -

  • ..

    LM ('Lamflower"), adalah daging yang diperoleh dari bagian dada rajungan, warna putih.

    Di wilayah kecamatan Mundu terdapat empat pendaratan ikan, terdiri dari PPI Mundu

    Pesisir, PPI BandengaI\ PPI Citemu dan PPI Waruduwur, berturut-turut berada di

    muara daerah aliran sungai Mundu, sungai Selapenganten dan sungai Waruduwur.

    PPI Mundu Pesisir termasuk pusat pendaratan rajungan paling dominan dibandingkan dengan PPI lainnya, A1..1:ivitas nelayan sehari-hari utamanya sebagai

    penangkap kerang dan rajungan, alat tangkap yang digunakan berupa "garuk" yang dioperasikan menggunakan armada perahu motor dari bahan kayu berbobot 5 GT.

    DaJam satu hari trip ke laut, penangkapan rajungan dilakukan sebanyak satu kali, nelayan berangkat ke laut pagi hari pukul 040 - 05, selanjutnya pulang sore haripuk:ul 13_150 Basil tangkapan rajungan dih.~pas cangkangnya untuk diambil dagingnya dan segera dijual ke pengusaha atau agen penampungan daging rajungan yang banyak terdapat di desa Mundu dan Gebang.

    5.1 Pengamatan Aspek Biologi

    Hasil tangkapan jaring kejer dan garuk didominasi oleh rajungan (Portunus pelagicus), sedangkan jenis lainya yang tertangkap dengan jumlah relatif sedikit terdiri dari udang krosole, udang mantis, kepiting, ikan sembilang, . petek dan ikan rucah

    lainnya. Hasil tangkapan rajungan pada bulan Juli relatif kecil , rata-rata sebanyak 2,5 kglperahu/hari atau antara berkisar antara 1,5 - 4,0 kg/perahu/hari . Wawancara dengan

    nelayan mengemukakan pada saat musim (bertepatan dengan musim angin barat) hasil tangkapan dapat mencapai 50-75 kglperahu/hari.

    Tabel 1. DatR hasil tangkapan [ajungan yang diperoleh pedagang pengumpul di Bondet, Juli 2010

    Tangga] 16 Juli 2010 17 Ju1i 2010 19 Juli 2010 20 Juli 2010 '11... " vuli 2010 LL. -uli 2: ~ G

    :otal

    Iumlah perahu

    9 16 10 22 29 1("~\J l Ot:

    Total rajungan (kg) 27.8 63 .5 29 35.: J:

    ~ -~-

    -

    .

    -

    ,

    Rata-rata (ko\

    ~ yj

    3.1 4.0 2. 9 1. 6 15 L. . ,.

    L ~ :

    11

  • "

    Rendahnya hasil tangkapan jaring kejer juga diperoleh pada survei bulan November 2010, dimana diperoleh hasil rata-rata sebesar 2,8 kglperahu/hari atau antara

    1,8 - 4,2 kglperahu/hari (Tabel 2)

    Tabel 2. Data hasil tangkapan rajungan yang diperoleh pedagang pengumpul di Bondet, November 2010

    Tanggal Iumlah perahu Total rajungan (kg) Rata-rata

    (kg) 1 November 2010 6 12.2 2,03 2 November 2010 13 23.5 1,8 3 November 2010 9 31 ,7 3,5 4 November 2010 8 34,3 4.2

    Total 36 101,7 2,8

    Pengukuran terhadap 278 ekor raJungan hasil tangkapan jaring insang tetap (Iokai: jaring kejer) dan 406 ekor rajungan hasil tangkapan alat garuk diperoleh hasil sebagaimana dikemukakan pada Tabel 3.

    Tabel3. Penguhllran lebar karapas dan berat rajungan hasil tangkapanjaring kejer dan garuk di perairan Cirebon, Iuli-November 2010

    Ir. Kejer Garuk IParameter

    Iantan Betina Jantan Betina Iumlah sampeJ 87 279191 127 Sex ratio 2,1 1 2,1 1 Lebar karapas (mm)

    Min 54 50,8 Maks

    85,22 82,37 119,1124,27 116

    Rata2 130,46

    81,99 85,29 Std Dev

    108,19 102,32 15,41 14,756

    Berat (gram) 10,45 12,01

  • alat tangkap yang digunakan. Tentang deskripsi alat tangkap akan dibahas kemudian

    pada bab tersendiri. Dengan melihat perbedaan jenis kelaminnya, diperoleh rasio kelamin (sex ratio) pada kedua alat tangkap tersebut adalah sarna, yaitu rasio jenis jantan terhadap betina 2,1 : 1.

    Hubungan panjang (lebar) karapas dan berat rajungan hasil tangkapan jaring kejer masing-masing diperoleh nilai b = 3,089 untuk jenis jantan dan b = 3,052 untuk betina. Setelah dilakukan perhitungan nilai uji-t pada taraf 95% dengan derajat bebas (n-2) diperoleh nilai t hitung masing-masing lebih kecil dari t label (significant), yang berarti tidak berbeda nyata (terima Ho). Dengan demikian maka nilai b untuk rajungan sarna dengan 3 (b=3) atau bersifat isometrik, artinya pertambahan lebar karapas sebanding dengan pertambahan beratnya (lihat Gambar 1).

    [1.(I( t(I() "j ;( .

    C 1 ' ,(l ~:- l i, ': , 1 (. /,~, , ~,' il l r,' 1 :':'1 J ( I(.1 , " -' ' ( I .

    (. 0 '

    ---- , --- -

    .. ... . .; -.}

    ':'"11 , ( I , I .p_: ;r. lr I

    Gambar 1. Grafik hubungan lebar karapas - b Tat rajungan hasil tangkapan jaring kejer di perairan Cirebon. JuJi ~ O 10 (Keterangan : A = rajungar_janta;": : B = rajungan betina)

  • >

    Hubungan panjang (lebar) karapas dan berat rajungan hasil tangkapan alat garuk masing-masing diperoleh nilai b = 3,021 untuk jenis jantan dan b = 2,946 untuk jenis betina . Setelah dilakukan perhitungan nilai uji-t pada taraf 95% dengan derajat bebas (n-2) diperoleh nilai t hitung masing-masing lebih kecil dari t label (significant), yang berarti tidak berbeda nyata (terima Ho). Dengan demikian maka nilai b untuk rajungan sarna dengan 3 (b=3) atau bersifat isometrik, artinya pertarnbahan lebar karapas sebanding dengan pertambahan beratnya (lihat Garnbar 1).

    G 12 ( I 100 r ~.(JC

    :':'1 ;:'0

    -

    :0 ~Cic::,

    .~ c) CI

    (I .? (J .1(1 i~ , O SO 1(~,, 1 l.~( f 1 ~( 1 Ll'b C: I k,lr,)p,I'> (m m)

    1n"

    c

    ( ,

    1 I

    Gambar 2. Grafik hubungan lebar karapas - berat rajungan hasil tangkapan alat garuk di perairan Cirebon, November 2010 (Ketenmgan : A = rajunganjantan ; B = rajQr:tgan betina)

    14

  • 5.2 Pendugaan Stok Rajungan

    Dengan asumsi bahwa hasil tangkapan adalah proporsional dengan stok sumber

    daya rajungan yang ada di alam , maka hasil per satuan upaya (catch per unit oj effort, CPU) merupakan indeks kepadatan stok rajungan tersebut. Adanya fluktuasi CPUE dapat dianggap terjadi perubahan kelimpahan atau kepadatan stok sebagai akibat adanya kegiatan penangkapan. Dengan melihat produksi (catch) dan upaya (effort), maka CPlJE dapat dihitung. Untuk menghitung total upaya pada penangkapan rajungan di perairan Cirebon maka digunakan alat standar jaring in sang tetap (lokal: jaring kejer), dimana alat tangkap tersebut sampai saat ini memberikan hasil per unit upaya yang paling banyak sebagaimana dijumpai di perairan Bondet

    Berdasarkan nilai konversi dari semua alat tangkap yang tercatat pada Data

    Statistik Perikanan terhadap effort Cjumlah alat tangkap) standar j aring kej er dan produksi rajungan di Cirebon diperoleh nilai effort dan CP UE tahunan seperti tertera pada Tabel 4.

    Tabel 4. Produksi, effort dan CPUE perikanan rajungan di Cirebon berdasarkan data Statitik Perikanan Kabupaten Cirebon, 2005-2009

    Tahun Produksi Effort CPUE (ton) (ton/unit)

    2005 2540 2540 , 0,32 2006 2596 2596 1,25 2007 3600 3600 0,80 2008 2953 2953 2,52 2009 2841 2841 1,05

    Dari Tabel tersebut tampak bahwa trend (kecenderungan) produksi rajungan menurun baru terjadi sejak tahun 2007 Sementara kecenderungan peningkatan CPlJE yang tidak begitu nyata. Hubungan effort dan epeE diperoleh nii ai koefisien korelasi (= r) sangat kecil yaitu 0,004 disertai nilai b (=s/op ) yang belum menunjukkan penurunan (positif). Dengan dernikian maka penghitu gan ndai .\fa:nmunt Sustainable Yield atau potensi

    ! lestari berdasarkan data Statistik Per-ike: . a: . :idak dapat dilakukan dengan menggunakan

    metode Surplus Produksi

    =::. ""- ~ :; -l[s:Jksn tidak sarna untu'

    is

  • >

    setiap lokasi penangkapan. Salah satu daerah yang memberikan nilai konversi cukup

    baik adalah perairan Cirebon. Konversi dari berat daging rajungan terhadap berat seek~r rajungan berkisar antara 30-32%, artinya berat daging sekitar sepertiganya berat seek or rajungan Pada daerah dengan hasil tangkapan relatifkecil, maka nilai konversi tersebut berkisar antara 20-22%. Produksi berdasarkan data Statitik Perikanan biasanya

    memberikan nilai over estimate.

    Tabel 5. Produksi, effort dan CPUE pelikanan rajungan di Cirebon berdasarkan data dari pengusaha rajungan, 2005-2009

    Tahun Produksi effort CPUE (ton) (ton/unit)

    2005 267,0 2540 0,11 2006 243,8 2596 0,09 2007 365,6 \ 3600 0,10 2008 365,6 2953 0,12 J 2009 310,7 2841 0,11

    Dari Tabel tersebut tampak bahwa kecenderungan produksi rajungan relatiftetap dari tahun 2005-2009. Demikian juga fluktuasi nilai CPUE tidak begitu nyata. Hubungan effort dan CPUE diperoleh nilai koefisien korelasi (= r) sangat kecil yaitu 0,007 disertai nilai b (=slope) yang belum menunjukkan penurunan (positif). Dengan demikian maka penghitungan nilai Maximum Sustainable Yield atau potensi lestari berdasarkan data

    dari pengusaha/pengolah rajungan tidak dapat dilakllkan dengan menggunakan metode Surplus Produksi.

    Kepadatan Stok

    Secara keseluruhan telah diamati sebanyak 8 stasiun penangkapan raJungan

    yang berhasil (successful hauls) pada bulan ~o\'ember 2010 . Ketidakberhasilan operasi penangkapan rajungan (unsuccessful hallls ) antara lain disebabkan oleh pengoperasian perahu tidak sempurna, jaring mel in( - ~tG ' ol eh se' ab-sebab lain seperti tingginya ombak. Survei menggunakan alat -an=ka C k \'ang diopoerasikan sampai dasar

    perairan dipero\eh rata-rata kepada ill 5"0.- s?,:,osc; ::::9.86 kg pada daerah peneltian

    seluas 0.07 km2

  • 5.3 Aspek Penangkapan Rajungan

    Sejak dihapusnya ijin penggunaan alat tangkap pukat harimau (trm11l) melalui Keppres No. 391 Tahun 1980, nelayan kembali mengembangkan alat-alat tangkap

    tradisional yang pernah ada dalam memanfaatkan sumberdaya ikan. Alat-alat tangkap

    ikan yang bersifat tradisional yang dimaksud antara lain: jaring insang dasar (bottom gillnet) , jaring trammel (trammel net), jaring dogollcantrang (danish seine), pancing rawai dasar (bottom long line) dan bubu (pot). Dari alat tangkap yang dioperasikan tersebut beberapa diantaranya memiiiki efektivitas maupun selektivitasnya relative

    rendah

    Adalah suatu persoalan umum yang dihadapi dalam operasi penangkapan

    terhadap sumberdaya ikan yang sifatnya multi spesies dan multi-cohort dimana banyak

    diperoleh hasil tangkapan yang samping bukan spesies target atau by-catch (Pauly, 1984 ; AJverson et aI, 1994). Persoalan menjadi lebih serius jika ikan hasil tangkapan sampmg itu tidak dapat dimanfaatkan dan terpaksa dibuang sehingga menjadi ikan buangan atau "discards" (Alversoan et aI, 1994). Oieh karen a tingginya jumlah "discards" merupakan pemborosan sumberdaya perikanan. Dalam konteks tersebut,

    maka berbagai upaya untuk menurunkan hasil tangkapan samping merupakan hal yang

    perlu senantiasa diupayakan untuk mendukung implementasi konsep "Responsible

    fishing" (Prado, 1993 ; F AO, 1995) Pada perikanan rajungan (Portunus spp) yang sekarang cul-up berkembang di

    beberapa wilayah yang didorong oleh meningkatnya permintaan akan komodiras

    tersebut, alat tangkap yang dioperasikan untuk menangkap rajungan cuh.-up bef\aric :,Di perairan pantai utara Cirebon sekurangnya ditemukan 3 (tiga) alat t ~ ' -a; :a.-::."untuk menangkap rajungan yaitu; jaring kejer (bottom set gilin I). g2.:l..: ~: .a.:::. 3_~ _ (collapsible pot). Berdasarkan observasi lapang terhadap ketiga alat tan~ -ap lc~.cL: . bubu merupakan tipe alat tangkap yang memiliki selektiyitas relatin lebih :: r~g: dibandingan lainnya, namun tipe alat tangkap ini justru mulai banyak ditingga!kan

    5 . .:t] Jaring kejer

    Jaring kejer mempakan nama loka! darl jaring insang das8x (bottom gill net)

    17

  • .

    insang adalah a lat tangkap ikan yang memiliki keunggulan selektivitas karena

    kemampuannya untuk menangkap ikan dengan kisaran ukuran tertentu yang berkaitan

    erat dengan ukuran matajaring tertentu (Hamley, 1975; Nomura and Yamazaki, 1975 ; Fridman and Carrothers, 1986). Tertangkapnya ikan o]eh gill net ditentukan oleh ' body girth' atau ukuran lingkar badan ikan dan mesh perimeter atau ukuran keliling da]am mata jaring (Kawamura, 1972 ; Hamley, 1975 ; Matsuoka, 1995). Namun dalam perikanan jaring kejer karakteristik dari jaring insang tidak lagi berlaku oleh karena struktur tubuh rajungan menjadikan proses tertangkapnya pada jaring kejer lebih banyak terbelitlterpuntal (entangled).

    Deskripsi perahu

    Pada umurnnya tipe armada yang mendaratkan hasil tangkapan rajungan adalah perahu motor "sopek", terbuat dari material utama kayu, dengan spesifikasi maupun

    ukuran yang bervariasi (Gam bar 3). Ukuran panjang perahu berkisar 6 - 9 meter, lebar 0,8 - 1,0 meter dan kedalaman perahu 0,8 - 1,0 meter. Perahu motor tersebut

    menggunakan tenaga mesin penggerak dengan kekeuatan antara 16 - 22 PK, dengan

    posisi out board dan di lengkapi dengan as panjang. Dalam operasinya, perahu ini dapat mencapai kecepatan 6 - 7 knot, sehingga untuk menuju daerah penangkapan, perjalanan ditempuh sekitar 2 jam.

    lumlah armada perahu motor penangkap raj ungan di daerah ini belum dilcetahui secara pasti, namun berdasarkan data statistik Kabupaten Cirebon pada tahun 2009,

    jumlah armada perikanan jaring kejer mencapai 706 unit.

    Gambar 3. Tipe armada rajungan di MertasingaIBondet (Cirebon Utara)

    18

  • Deskripsi alat tan2kap

    ;Jat tangkap jaring kejer memiliki komponen utama yang terdiri dari tali ris atas, tali ris bawah, badan jaring, pelampung dan pemberat Konstruksi alat tangkap jaring kejer, tampak seperti pada Gambar 4 dan 5. Tali ris atas terdiri dari 3 buah, terbuat dari dari bahan PE, masing-masing berul'Luan diameter 0,8 mm dan 1,3 mm,

    sedangkan tali ris bawah terdiri dari 2 buah, bahan PE, ukuran diameter 0,8 dan 1,3

    mm. Di sepanjang tali ris atas, diikat sejumlah unit pelampung yang terbuat dari potongan karet (sandal jepit) yang memiliki bentuk ovai (panjang 41 , lebar 29 dan tebal 19 mm), yang dipasang dengan jarak antar pelampung 30 em. Sementara pada bagian tali ris bawah diikat sejumlah pemberat berupa butiran timah berbentuk oval (panjang 8 mm, diameter 7 mm), dan diikat berderetan dengan jarak antar pemberat 30 em. Seluruh badan jaring yang digunakan terbuat dari bahan nylon (PA) monofilament, berukuran nomor 20 (diameter 0,20 mm). Ukuran mata jaring sebesar 4 inehi (10 em) (TabeI6).

    Tabel 6. Deskripsi alat tangkap jaring kejer Bagian Jaring

    Bahan IVlata jaring (nun)

    Tipe Jumlah (rom)

    Panjang (m)

    DaIam (m)

    Webbing PA-mono No. 25 10.00 - - 0.2 42 0.8 Floatline PE - - 2 1.3 dan

    0.8 42 -

    Sinker1ine PE I - - I 1 13 42 -Float Karet sandal - Oval 16 - - -Sinker - Dnun I 20 - - -

    42m

    I Pelampung Plastik

    Karet n = 16 bUall

    C2

    P A monofilament 4.0 inchi

    L Pembera( Timab n= 20 buat

    G'am't,rII :: " P" 'j,-:-ir';si' -"II'l'll' r.'- Jrlf: 'l: e]er,.,: o" r' eT~ n F """n e' r :'""'ru'or; . l ~ ~ 1- c. . ..:.J _ oJ ~ . _ J.~ _. u . = ... "...... {. ~ c:.. D V .. .1 ...... l. '-..,. 1J. '\...o

    is

  • Jaring kejer dibuat dari bahan PA monofilament. Satu piece jarring PA monofilament dijadikan 8jarring kejer. Satu unit jaring kejer disebut satu "tinting", memiliki dimensi panjang terpasang 42m, dalam (tinggi) jarring 0.8 m. Ukuran mata jarring yang digunakan pad a jarring kejer adalah 4.0 inchi (l0.0 cm). Dalam satu unit penangkapan jarring kejer yang diawaki oleh 3-4 ABK, umumnya masing- masing nelayan membawa 96 tinting jarring kejer. Pada saat seluruh jarring milik ABK dioperasikan, panjangjarring terpasang di taut mencapai 9.000-12.000 ITI .

    Gambar 5. Jaring kejer yang banyak digunakan oleh nelayan Desa Bondet

    Cara pengoperasiao alat taogkap

    Waktu operasi penangkapan rajungan yang paling efektif adalah malam hari, hal ini disesuaikan dengan sifat rajungan yang nocturnal, yakni aktif mencari makan dan berenang ke permukaan pada malam hari. Oleh karena itu, pad a umumnya nelayan

    berangkat ke laut pad a sore hari pukul 14.00. Sete lah sampai di daerah penangkapan

    yang ditempuh sekitar 2 sampai 4 jam dari pantai (10 - 20 mil), nelayan melakukan seting jaring (tawur) dengan kecepatan perahu 4 knot. Waktu yang diperlukan setting 4 unit jaring kejer, sekitar 2 jam (Gam bar 6).

    Setelah selesai tawur, kemudian nelayan pulang menuju darat, dan akan kembali lagi untuk mengambil hasil tangkapan (haul ing) pada keesokan harinya sekitar pukul 05.00 pagi. Pasca pengambilan has il tangkapan umumnya nelayan langsung

    menjual hasil tangkapan ke pedagang pengumpul yang ada. Sementara jaring yang mengalami kerusakan elama proses pengoperasian dilakukan perbaikan untuk persiapan

    operasi berikutnya. Bagi nel ayan yang menempuh jarak ternpuh yang jauh, biasanya

    20

  • mereka bermalam, menunggu di sekitar jari ng sampai waktunya mengankat jaring (pagi hari). Jumlah hari dalam satu trip pengoperasianjaring kejer antara 1-2 hari.

    Gambar 6. Kegiatan operasional jaring kejer

    5.3.2 Jaring arad Jaring arad dalam klasifikasi alat tangkap menurut Andreev ( 1962) terma~ uk

    dalam kelompok pukat dasar berkantong. Sementara dilihat dari perkembangan eara

    pengoperasiannya saat ini jaring arad termasuk boat seine (Brandt, 1972), untuk membedakannya dengan pukat pantai (beach seine). Konstruksi alat tangkap ini terdiri atas bagian sayap, badan dan kantong. Cara pengopeasiannya adalah ditarik di dasar

    perairan dalam keadaan kapaVperahu bergerak. Berdasarkan kondisi yang ditemukan di

    lapangan, maka dapat disimpulkan bahwa jaring arad merupakan alat tangkap yang satu tipe dengan trawl dalam ukuran min i.

    Deskripsi perahu Jaring arad pada umumnya dioperasikan dengan menggunakan kapaVperahu

    berukuran panjang 11,5 -1 4.0 m, lebar 2 ..0-3,3 m dan dalam 1.0-1,15 m. Konstruksi kapal terbuat dari bahao kayu. Tenaga penggerak menggunakan mesin berkekuatan 16

    22 PK. Dalam pengoperasiannya satu unit penangkapan jaring arad diawak i antara 3-5 orang ABK.

    Deskripsi ala! tangkap Deskripsi jaring arad disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 7. Jaring arad

    diJengkapi dengan papan sewakan otter board . raJ i layang-layang, tali eabang dan tali helalselambar (warp). Perlengkapan ini mt:: . diperlukan agar diperoleh tampilan alat yang maksimum dan efekt if pada saar d" 1JefaS ' 1Glil. Papan sewakan berfungsi sebagai

    alat pembuka mulut jaring atau mem -~u.a sa~ ap saat jaring dioperasikan. Sewakan terbuat dari papan jati bern: .: - - ~m. panjang 80 em dan lebar 40 em. Pada bagian bawah papan d - -. =:: __ eter 2.5 inei, panjang 50 em

    21

  • yang diisi beton sebagai pemberat agar papan tetap stabil saat dioperasikan. Berat

    sewakan antara 25 - 30 kg per pasang. Tali layang-Iayang adalah tali yang terdapat

    pada papan pembuka. Tali ini terbuat dari bahan PE atau jenis lainnya yang berdiameter 10 mm dengan ukuran panjang 27 - 60 em. Tali eabang, menghubungkan sewakan dan tali selambar, terbuat dari bahan PE diameter 12 - 16 mm dengan panjang 2 x 25 meter. Tali heJa menghubungkan tali eabang dengan kapallperahu , terbuat dari

    bahan PE diameter 16 inei dan panjangnya tergantung kedalaman 1aut pada saat jaring dioperasikan (Tabel 7). Jaring arad pada umumnya menggunakan tali hela antara 5 - 6 kali kedalaman laut di mana j aring dioperasikan. Dari konstruksi peralatan bantu operasi yang digunakan tampak jelas bahwa, jaring arad tergolong trawl.

    Tabel 7 . Deskripsi alat tangkap arad ()J'. anng (lb')we) 177ga

    Kategori Bagian Savap Badan Kantong I

    Bahan PE 210/d.12 PE 210/d.9 PE210/d .12 ! : Ukuran mata (mm) 80 24 - 45 17 - 24 I , Panjang (m) 11,2 10 1,7 J (b) Tali temali (ropes)

    Kategori Bahan (mm Panjang (m) Jumlah Head rope PE 12 - 2 Ground rope PE I 25 i - 2 Warp/slambar PP I 30 200 2

    (e) Pelampung dan pemberat (float and sinker) Kategori Bahan I Tipe Jumlah

    Float - I - -Sinker Load (Pb) I I Drum@ 250 gr 40

    Lara pen20perasian alat tangkap

    Jaflng arad merupakan salah -a- a:at tangkap ikan demersal yang telah

    dimodifikasi dan cara pengoperasiaT11iy~ -niri;:, .r8\.) Operasi dilakukan dengan cara menarik jaring di dasar perairan d ngar. kz._c.! Peoawuran dilakukan dan bagian kantong, badan, sayap, sewakar. da:-. :0:--

  • mesin bertenaga 12 PK. Mengacu pada SK Dirjen Perikanan No. IK340IDl10106/97 tanggal 23 Oktober 1997 yang memuat bentuk dan ukuran jaring berkantong yang boleh digunakan oleh nelayan skala kecil, antara lain ditentukan hal-hal sebagai berikut : (1) kapal motor yang digunakan berukuran < 5 GT dengan tenaga mesin

  • 5.3.3 Alat tangkap garuk

    Perikanan garuk untuk penangkapan raJungan cukup berkembang di wilayah

    perairan Cirebon. Sejatinya garuk merupakan alat tangkap kekerangan, namun oaia11! operasinya tidak terhindarkan tertangkapnya rajungan sebagai hasil tangkap sampingan. Prosentase tertangkapnya rajungan oleh garuk relatif tinggi. Dalam berbagai klasifikasi alat tangkap (Brandt, 1972; Nomura & Yamazaki, 1975) garuk dikelompokkan ke dalam atat tangkap lainnya bersama alat tangkap super konvensional seperti tombak

    (b01t' & arrow), garpu (hmpoon) , senapan (r~f/e) dan lain lain.

    Deskripsi perahu

    Perahu/kapal yang digunakan untuk mengperasikan alat angkap garuk di

    wilayah Cirebon terrnasuk ked alam tipe sopek Tenaga pengegrak yang digunakan

    umumnya lebih besar dibandingkan dengan kapal sejenisnya yang ada. Hal ini dikarenakan garuk dioperasikan di dasar perairan di \vilayah yang tidak jauh dari pantai. Dengan kondisi dasar perairan yang sebagaian besar berlumpur, maka diperlukan

    tenaga yang besar untuk dapat menarilc garuk. Perahu untuk mengoperasikan garuk

    dibuat dari bahan kayu dengan ukuran panjang berkisar antara 8.0-12.8 m, lebar perahu antara 1.8-2.5 m dan daiarrJtinggi berkisar 0. 8-1 1 m. Tenaga penggerak yang

    digunakan berkeh::uatan antara 17-33 PK Pada unit perahu gamk dilengkapi dengan

    ' roller' yang berfungsi untuk menarik tali slambar ('11 CIlP. ada saar dil akukan penarikan (hauling) saat pengoperasian.

    Deskripsi alat tangkap

    Garuk meupakan alat tangkap yang berbentuk kantong yang di bag :an m_L ::-.: ,.

    dipasangi rangka/bingkai segiLiga yang terbuat oari besi. Pada bagian oa\ .c.r-, L i S.::~. diberi 'kisi-kisi ' se,Derti bentuk 'sisir ' yang terbuat dari besi. Bingkai berbenruk 5eQ i ~ IQC:

    ,.I '-' '-' __ _

    sarna kaki dengan ukuran Bagian kantong dibuat dari bahan jaring polyetheien (PE, dengan ukuran mata jaring 5 em (2. 0 inehi). Raneang bangun alat tangkap garuk disajikan pada Gambar 8

  • Bantalan kisi g. Kisi-kisi garuk h. Jaring Kantong Tali pengikat kantong

    l'

    ; ,"t i j.

    Gambar 8. Konstmksi alat tangkap garuk

    Pengoperasian gaw k dilalcukan dengan cara menurunkan 3 alat tangkap garuk

    sekaligus dalam sam kali operasi, yang dipasang di bagian sam ping kiri dan kanan

    kapal ser-..a buritan. Tali helaltaii slambar (warp) untuk setiapsatu unit garuk kemudian diu!ur sampai mencap::i panjang antara IIOO-200m, tergantung pacta kedalama..n dan kondisi dasar perairan. Seluruh tar slo.mbar kemudian diikatkan pad a tiang (buolder) yang ada '"' i kapal. Setelab seluruimy~ terpasang, gawk dihela sep3.njang dasar perairan untuk waktu antara 1-2 jam. Untuk rnenj ami . agar gawk tetap dalam posisi di dasar perairan, urn mnya neJayan memasang pemberat (batu) dengan ukuran 7-8 kg pada tali he'a paGe. jarak antara 10 ..20 m dari mul t garuk. Fe arikan garuk ke atas perahu di akukan deogcm bantuan ala! pengulu. g tali (roller) guna memperingan tenaga tarik. Basil tangkapan dikelrut kan dari kanto'1g g~ k dengan membuka tZi li pengikat yang berad2. di bag ian l~jung kantong.

    BerdasaTi~an hasH analisi~ : at2. -. _o'T1aj yang be 'hasil dihimpun di lapangan dan 'hicltkan c!engar, .23 oe~~ 1: JJ.Tall referens: yang d iperoleh

    . --= -'_ ne:-

  • teknis yang menjadikan alat tangkap tersebut tidak bersifat selektif antara lain; (1) ukuran mata jaring yang digunakan (pada alat tangkap jaring arad dan garuk) terlalu keeii , (2) proses tertangkapnya rajungan pada gill net seeara terpuntal (entangled) dan (3) eara pengoperasian alat tangkap seeara ak1:if, dihela disepanjang dasar perairan (pada alat tangkap jaring arad dan garuk) menjadikan bagian terbesar organisma yang berada di depan mulut j aring tertelan, masuk ke dalam bagian kantong . Dengan karakteristik teknis yang demikian ditambah dengan sifat sumberdaya ikan di daerah

    tropis yang multi spesies menjadikan rajungan yang menjadi sasaran utama atau target spesies dari alat tangkap jaring kejer, jaring arad dan garuk hanya mempakan bagian dari keseluruhan jenis hasil tangkapan.

    Meningkatkan selek1:ivitas alat tangkap rajungan yang ada masih dimungkinkan khususnya untuk alat tangkap jaring arad dan garuk dengan eara memperbesar ukuran mata jaring pada seluruh bagian. Dengan ukuran mata jaring yang besar ditambal dengan pemberian nilai pengerutan (shrinkage) yang besar dapat member1kan peluang yang lebih besar bagi ikanlrajungan ukuran keeil meloloskan diri dari setiap bagj an jaring. Sementara untuk alat tangkap jaring kejer, oieh karena proses tertangkap seeara terpuntal , maka upaya yang mungkin dapat dilakukan untuk meningkatkan selektivitas

    adalah melalui penggunan ukuran benang PA monofilament yang besar. Dengan nomor

    benang yang besar maka kelenturan akan berhl..lrang sehingga sensitivitas jaring terhadap sentuhan raJungan menurun. Namun demikian upaya meningkatkan

    selektivitas tetap harus memperhatikan efek1:ivitas alat tangkap dan ketersediaan

    sumberdaya itu sendiri . Masih perlu kajian yang lebih intensif untuk meningkat selektivitas alat tangkap rajungan

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, sejatinya terdapat alat tangkap bubu rajungan yang dioperasikan oleh neiayan di perairan Cirebon. Bubu merupakan alat tangkap yang cara pengoperasiannya bersifat pasif, memiliki selektivitas yang tinggi,

    melalui pengaturan ukuran mulut bubu (ijeb) dan mata jaring yang digunakan. Namun dalam beberapa tahun terakJlir, seiring dengan meningkatnya permintaan akan

    komoditas rajungan, bubu rajungan ditinggalkan oleh nelayan. Faktor rendahnya laju tangkap menjadikan penyebab bubu tidak lagi dioperasikan untuk penangkapan raJ l.mga n

  • 5.4. Lingkungan Perairan

    Dari 10 kali operasi penangkapan rajungan dengan mengunakan jaring kejer (masing-masing terdiri dari 20 tinting) di perairan Bondet diperoleh hasil tangkapan sebanyak 83,71 kg Sementara pengoperasian alat garuk sebanyak 15 stasiun

    penangkapan dj perairan Desa Mundu dan sekitamya pad a bulan November 2010 diperoleh hasil tangkapan rajungan 104,5 kg. Selama operasi penangkapan tersebut diamati beberapa parameter lingkungan perairan, meliputi kedalaman, suhu, salinitas,

    oksigen terlarut dan derajat keasaman (pH) air. Penelitian yang dilakukan di perairan Bondet pada kedalaman perairan antara 8-10 m diperoleh kisaran suhu air antara 29,2

    29,6C, salinjtas antara 29,4-30,6 %0, oksigen terlarut antara 5,75-6,6 ppm dan pH air antara 8,0 - 8,6 (Tabel 8).

    Tabel 8. Hasil pengukuran kualitas perairan pada pengoperasian jaring kejer di perairan Desa Bondet, Juli 2010

    Parameter Stasiun Depth Suhu Salinitas DOJam pH(m) (OC) (%0) (ppm)

    1 14.21 3 29.5 0.8 3.53 8.8 2 14.28 2.5 29.5 0.8 4.12 8.8

    3 14.41 2 30.8 28.4 3.98 8.6 4 15 .16 7.5 29.6 30. 3 6.3 8.07

    5 15.43 7.5 29.3 30.6 6 808

    6 16.12 7.5 29.2 29.5 6.6 8. 35

    7 16.37 7.3 29.4 30.5 5.75 8.:'4

    8 16.45 5.4 29.4 29..:1- 5.81'1 6 9

    Posisi

    Latitude Longitude

    I 639'21.2"S 10832'15.6"E 639'13.3"S 10822'39.6 "

    638'354"S 10833144.0"E

    636 '7 .7"S 1 0835'5. 7"

    634'29 .07"S 10834'49.5"E

    635'36.4"S 1083 5'33.3 liE 637'30.2"S 10834'59.3"

    638'5.9"S 10834'25"E

    638'45.4"S 10833'30.3"E 1 16.58 1.8 30.8 28.4 398 8.6

    10 1708 2.8 29.5 0 .8 4.73 8.8

    Peneiitian yang dilakukan di perairan Desa Ml.1ndu pada kedalaman peraIran

    antara 7-9 m diperoleh kisaran suhu air antara 28; 1 -3 1A4C, salinitas antara 23 ,2-28,5

    %0, oksigen terlarut antara 4,28-5, 19 ppm dan pH air antara 8,34 - 8,82 (Tabei 9).

  • >

    Tabel 9. Hasil pengukuran kualitas perairan pada pengoperasian alat garuk di perairan Desa Mundu, November 2010

    Data Kualitas air di perairan rvlundu Cirebon

    Sts,No Position

    UJngitude (0)Latiitude (~ Time Der

    th Sam pIing (01)

    DO (ppm) pH

    Temp (0C)

    Salinity (%0)

    6,6463 108,5907 1243 7,1 5,19 8J4 28,10 24,00 2 6,6402 108,5880 6,33 7,1 4,28 8,36 28,40 23,20 3 6,4738 108,5900 7,48 n 4,30 8,48 29,10 22,30 4 6,6406 108,5902 8,53 7,5 5,18 8,64 30,40 26,10 5 6,6399 108,5887 9,46 7,3 4,97 8,73 31,10 27,00 6 6,6399 108,5873 1019 7,5 4,75 8,82 31,70 26,00 7 6,6548 108,6001 IU 8,5 5,14 8,82 31,40 19,00 8 6,6626 108,5919 12;47 8,4 5,01 8,82 31,40 28,s0 9 6,6658 108,5912 13,12 4,9 5,36 8,84 31 ,40 28,60 10 6,6826 108,5946 13,3 4,5 5,42 8,89 31,40 19,60 II 6,7000 108,5970 13,41 4,2 5,43 8,82 31,03 19,90 12 6,7167 108,5999 12:00 4,2 4,86 8,86 31,20 20,20 13 6)333 108,5998 13,59 2,1 5,83 8,85 31 ,50 20,20 14 6,7500 108,6033 14,05 2J 4,85 8,69 32,50 28,90

    Hasil pengamatan seperti yang tercantum pada Tabel tersebut secara umum

    tidak berpengaruh banyak pada populasi rajungan di perairan Cirebon. Kondisi perairan pada bulan November menunjukkan suhu dan salinitas air berbeda dengan bulan Juli Perbedaan tersebut dikarenakan pada bulan Juli sering turun hu.ian, sehingga terjadi pengenceran di perairan tersebut. Menurut (Nontji, 1987, Juwana, 1998) hewan yang hidup di perairan relatif dangkal atau di daerah pasang-surut seperti halnya rajungan mempunyai daya tahan yang besar terhadap perbedaan suhu, dimana kisaran suhu di daerah pantai umumnya lebih tinggi dari pada di perairan lebih ke tengah . Suhu air dan

    salinitas air di daerah permukaan lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi meteorologi

    seperti curah hujan, penguapan, kecepatan angin dan \(elembaban (:Idara. Pada musim barat atau penghujan biasanya suhu sedikit berkurang dibandingkan waktu lainnya Selanjutnya Romimohtarto (1979) berpendapat bahwa raj'.lngan dapat hidup pada suhu perairan antara 17 C - 35C dengan kisaran salinitas antara 12-42%0. Disebutkan pula

    bila ekeadaan cuaca peraira jeJek, maka banyak rajungan yang semula berenang di lapisan pertengahaft dan permukaan akab bergerak berenang ke dasar perairan

  • BABVI

    KES~PULANDANSARAN

    6.1. Kesirnpulan

    (1) Pengarnatan parameter biologi rnenunjukkan ukuran raJungan yang tertangkap dengan alat garuk rata-rata lebih kecil dari pada rajungan yang tertangkap dengan jaring insang tetap (jaring kejer). Ditinjau menu rut jenis kelaminnya uh'Uran rajungan jantan umumnya lebih kecil dari pada rajungan betina. Nisbah kelamin (sex ratio) jantan terhadap betina bagi rajungan yang teliangkap jaring kejer dan alat garuk adalah 2,1 : 1.

    (2) Hubungan lebar karapas - berat rajungan bersifat artinya pertambahan panjang (lebar) sebanding dengan pertambahan beratnya.

    (3) Estimasi besarnya potensi rajungan di perairan Cirebon tidak dapat dilakukan dengan menggunakan model Surplus Produksi. Data selama 5 tahun terakhir

    (2005-2009) menunjukkan kecendemngan produksi dan produksi per unit upaya yang meningkat.

    (4) Konsentrasi daerah terdapatnya rajungan terdapat pada kedalaman perairan < 10m. Estimasi kepadatan stok rajungan dengan menggunakan metode swept area diperoleh hasil 229,86 kg pada daerah penelitian se]uas 0,07 km2

    (5) Alat tangkap utama rajungan yang bersifat aktif adalah jaring arad dan alat garuk, sedangkan yang bersifat pasif adalah jaring insang tetap (jaring kejer). Pada saat ini bubu rajungan sudah ditinggalkan oleh nelayan. Faktor rendahnya laju tangkap menjadikan penyebab bubu tidak lagi dioperasikan untuk penangkapan rajungan. Pada periode survei diperoleh rata-rata laju tangkap jaring kejer sebesar 8,3 kg/unit/hari dan rata-rata laju tangkap alat garuk sebesar 6,9 kg/unit/hari

    Basil pengamatan menurJukkar; lingkungar:: penman (kedalaman, suhu, salinitas, oksigen terJarut dan pH) sesuai bagi kehidupan rajungan

    (1 ) Estimasi besarn:.'8 stok rajungan oi perairc~l1 Cirebon dapat dil akukan dengan

  • sehingga diperoleh besaran nilai parameter populasi (laju pertumbuhan, laju kematian, yield per recruit) dan exploitation rate-nya

    (2) Pemakaian alat garuk untuk tujuan menangkap raJungan perlu dipertimbangkan karen a biasanya diperoleh ukuran rajungan yang masih kecil disertai dengan mutu hasil tangkapan yang lebih rendah (karapas rusak, warna rajungan tidak cerah)

    (3) Upaya pengelolaan penangkapan rajungan di perairan Cirebon perlu segera dilakukan, mengingat alat tangkap jaring kejer, alat garuk dan jaring arad dioperasikan pada daerah yang sarna. Masih perlu kajian yang lebih intensif untuk meningkat selektivitas alat tangkap rajungan.

    DAFTAR PUSTAKA

    Alverson, D.L; M.B. Freeberg; S.A. Murawski & lG. Pope, 1994. A global assessment of fisheries by-catch and discards. F AO Teclmical Paper 339 1 - 233

    Antara News. 2008. Rajungan Cirebon Nyaris Punah Akibat Penggunaan Jaring Arad . Selasa 12 September 2008.

    Brandt, A.V. 1972. Fish Catching Methods of the World. Fishing l\e\

  • .

    Hamley, lM., 1975. Review on Gillnet Selectivity . Journal of Fisheries Research Board of Canada 32 : 1942 - 1969.

    Juwana, S. 1994. Tinjauan tentang pengelolaan K"Ualitas air laut bagi produksi benih kepiting portunid. Dalam Sulistijo, D.P. Praseno & 1. Susana (Eds.): Hasil-hasil Penelitian Oseanologi Tahun 199211993. Proyek Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut Jakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan OseanologiLIPI, Jakarta: 93-128.

    Kawamura, G, 1972. Gillnet Mesh Selektivity Curve Developed From Length - Girth Relationship. Bulletin of Japanese Socity of Scientific Fisheries 38 : 19421969.

    Matsuoka, T, 1995. A method to Calculate Selectivity of Gill net With a Probability Model Based on Variation of Body Girths . Faculty of Fisheries. Kagoshima University. Kagoshima Japan zIp.

    Moosa, M.K. & S Juwana. 1996. Kepiting Suku Portunidae dari Perairan Indonesia (Decapoda, Brachyura). Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI, Jakarta : 118 hal.

    Nomura, M. and 1. Yamazuki, 1975. Fishing Techniques. Japan International Cooperation Agency, Tokyo.

    Nomura, M. 1974. Gillnet Fishery. Japanesse Fishing Gear and Method. Text Book for Marine Fisheries Research Course. Overseas Technical Cooperation Agency. Government ofJapan: 103-129.

    Nontji,A. 1987. Laut Nusantara, Penerbit Djambatan, Jakarta

    Pauly, D, 1984. Fish Population Dynamics in Tropical Waters ; A Manual for Using with Programable Calculators. ICLARMS Studies and Reviews 8 : 1 - 325.

    Prado, J. 1993. Selective - Shrimp Catching Devices; A review, INFOFISH International, No. 1/93 . January - February p. 54 - 60 .

    Romimohtarto,K. 1977.Hasil Penelitian Pendahuluan tentang Biologi Budidaya Rajungan, Portunus pe/agicus (L), dari Teluk Jakarta. dan Pulau Pari (Pulau-pulau Seribu). Prosiding Seminar Biologi V dan Kongres III Biologi Indonesia. J : 199-216.

    Romimohtarto, K & A. Djamali. 1998. Survei Desa Pantai Penghasil Rajungan (Desa Mertasinga) di Cirebon. Laporan Survei. Puslitbang Oseanologi LIPI 12 halaman (Tidak dipublikasikan).

    Sumiono, B. 1997. Fishing Activities in RelatioE to Commercial and Small-scale Fisheries in Indonesia. Proceeding of the Regional Workshop on Responsible Fishing.Bangkolc Thailand.Ju ne 24-27. ] 997. SEl...FDEC, S8mu!praka:-n. Thailo.!1 c . L: -Ie

    =1