bab ii tinjauan pustaka - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41473/3/bab ii.pdf · adalah...

22
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Stroke 2.1.1 Pengertian Stroke Menurut World Health Organization (WHO), stroke atau cerebrovascular disease adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global karena adanya sumbatan atau pembuluh darah di otak dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih (Aji Seto Arifianto, Moechammad Sarosa, 2014). Stroke biasanya ditandai dengan defisit neurologis pada sistem saraf pusat yang mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, termasuk serebral infark, perdarahan intraserebral, dan perdarahan subarachnoid (Sacco et al., 2013). 2.1.2 Klasifikasi Stroke 1. Stroke yang menyerang sistem saraf pusat adalah kematian sel otak, sumsum tulang belakang, atau retina yang diakibatkan oleh iskemik. 2. Stroke iskemik adalah penumbatan pembuluh darah yang menyebabkan disfungsi neurologis. 3. Stroke tanpa gejala awal adalah stroke tanpa riwayat disfungsi neurologis akut yang disebabkan oleh lesi. 4. Stroke pendarahan pada intraserebral adalah perdarahan pada parenkim otak yang tidak disebabkan oleh trauma.

Upload: phungphuc

Post on 25-Apr-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Stroke

2.1.1 Pengertian Stroke

Menurut World Health Organization (WHO), stroke atau cerebrovascular disease

adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal

atau global karena adanya sumbatan atau pembuluh darah di otak dengan gejala-gejala

yang berlangsung selama 24 jam atau lebih (Aji Seto Arifianto, Moechammad Sarosa,

2014). Stroke biasanya ditandai dengan defisit neurologis pada sistem saraf pusat yang

mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, termasuk serebral infark, perdarahan

intraserebral, dan perdarahan subarachnoid (Sacco et al., 2013).

2.1.2 Klasifikasi Stroke

1. Stroke yang menyerang sistem saraf pusat adalah kematian sel otak, sumsum

tulang belakang, atau retina yang diakibatkan oleh iskemik.

2. Stroke iskemik adalah penumbatan pembuluh darah yang menyebabkan

disfungsi neurologis.

3. Stroke tanpa gejala awal adalah stroke tanpa riwayat disfungsi neurologis akut

yang disebabkan oleh lesi.

4. Stroke pendarahan pada intraserebral adalah perdarahan pada parenkim otak

yang tidak disebabkan oleh trauma.

10

5. Stroke perdarahan serebral tanpa gejala awal adalah perdarahan yang terjadi

tanpa riwayat disfungsi neurologis akut dan tanpa adanya trauma yang

disebabkan oleh lesi.

6. Stroke perdarahan subarachnoid adalah perdarahan didalam ruang

subarachnoid (ruang antara membran arachnoid dan pia mater otak atau

sumsum tulang belakang), yang bukan disebabkan oleh trauma.

7. Stroke yang disebabkan oleh pembekuan pembuluh darah vena di otak adalah

stroke yang disebabkan oleh edema reversibel tanpa infark atau perdarahan.

8. Stroke yang tidak spesifik adalah disfungsi neurologis episode akut yang

diduga disebabkan oleh iskemik atau perdarahan akan tetapi, stroke jenis ini

tidak bisa diklasifikasikan sebagai salah satu pembahasan stroke sebelumnya

(AHA, 2013).

2.1.3 Manifestasi Klinis Stroke

Gejala stroke yang muncul sangat bergantung pada bagian otak yang

terganggu. Otak manusia terdiri atas otak besar (cerebrum), otak kecil

(cerebellum), dan batang otak. Otak terdiri atas lobus-lobus yang memiliki

fungsi masing-masing. Lobus frontal berfungsi mengontrol gerakan,

pengambilan keputusan, dan indra penciuman, lobus temporal berfungsi

mengontrol pendengaran, memori, emosi, lobas parietal berfungsi mengontrol

rasa pada kulit dan pemahaman bahasa, lobus occipital berfungsi mengontrol

indra penglihatan, cerebellum berfungsi mengontrol keseimbangan dan

koordinasi, dan yang terakhir adalah batang otak yang berfungsi mengontrol

reflek menelan, pernafasan, dan fungsi vital.

Gangguan pada pembuluh darah otak yang memberikan pasokan darah

ke lobus frontal dan parietal akan memberikan efek kelemahan pada anggota

11

gerak dan gangguan rasa (misalnya kebas di separuh anggota gerak). Stroke

yang menyerang cerebellum memberikan gejala pusing yang berputar (vertigo).

Bila seseorang tiba-tiba merasa kehilangan kekuatan pada salah satu

lengan dan tungkai pada satu sisi ini adalah sebagai gejala stroke. Gangguan

peredaran darah otak di sebelah kanan akan menyebabkan kelemahan anggota

gerak sebelah kiri, begitu pula sebaliknya. Kelemahan yang ringan pada

umumnya

Hemiplegia dan hemiparesis merupakan gejala umum pada stroke.

Hemiplegia didefinisikan sebagai kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh yang

disebabkan oleh kerusakan otak, sedangkan hemiparesis adalah kelemahan atau

paralisis parsial pada salah satu sisi tubuh yang disebabkan oleh kerusakan otak

di seberang lokasi cerebrovascular accident (CVA) atau cedera otak lainnya.

Kerusakan tertentu terkait dengan lesi di bagian hemisfer diantaranya

kerusakan otak bagian kiri dapat menyebabkan hemiparesis kanan, aphasia atau

defisit komunikasi dan apraxia atau defisiensi motorik. Kerusakan otak bagian

kanan dapat menyebabkan hemiparesis kiri, defisit visual atau pengabaian

spasial, wawasan dan penilaian yang buruk, dan atau perilaku impulsif (Van De

Merwe, 2014).

Bell’s palsy atau yang biasa dikenal dengan wajah perot merupakan

salah satu gejala umum yang sering terjadi pada pasien stroke. Bell's palsy

adalah kelemahan sebagian saraf lateral yang penyebabnya belum diketahui

secara pasti. Kondisi ini menyebabkan otot pada wajah mengalami

ketidakmampuan untuk bergerak secara volunter pada sisi wajah yang terkena.

Kelumpuhan yang terjadi pada Bell's palsy dapat menyebabkan terganggunya

12

fungsi oral sementara, ketidakmampuan untuk menutup kelopak mata, dan

menyebabkan cedera mata potensial (Baugh et al., 2013).

2.1.4 Patofisiologis Stroke

Para ahli mengklasifikasikan menjadi beberapa macam.

Pengklasifikasian ada yang berdasarkan gambaran klinis, anatomi, patologi,

pembuluh darah, dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini

diperlukan karena setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif,

dan prognosis yang berbeda, walaupun memiliki patogenesis yang sama (Victor

M. & Ropper A.H., 2001 dalam Yueniwati, 2016).

Berikut adalah penjelasan patofisiologi stroke berdasarkan patologi

anatominya:

a) Patofisiologi Stroke Iskemik

Stroke isemik memegang peranan sekitar 80% dari semua stroke dan merupakan

penyebab penting morbiditas dan mortalitas. Menurut Kornienko & Pronin (2009

dalam Yueniwati, 2016) pengurangan aliran darah otak merupakan bagian penting dari

stroke iskemik. Secara umum, hilangnya fungsi bagian otak yang rusak terjadi karena

aliran darah pada otak menurun. Penurunan aliran darah ke level 70-80% dari tingkat

normal(di bawah 50ml/100g/menit) akan disertai dengan penghambatan proses

sintesis albumin. Tingkat ini adalah tingkat kritis pertama iskemik otak. Akan terjadi

penuruna aliran darah sampai 50% dari tingkat normal (sekitar 35 ml/100 g/menit)

akan menyebabkan peningkatan konsentrasi laktat, asidosis laktat, dan edema

sitotoksik. Selanjutnya, akan terjadi iskemik otak progresif dan penurunan aliran darah

yang lebih lanju (20 ml/110 g/menit) disertai dengan penurunan sintesis ATP,

insufiensi energi, dan destabilisasi membran sel. Saat aliran telah menurun di bawah

13

tingkat kritis (10 ml/100 g/menit) mengarah ke sel depolarisasi membran, hal ini

merupakan penyebab utama kerusakan sel yang ireversibel.

Daerah Perifer yang mengalami iskemik, namun masih hidup deisebut

penumbra. Daerah ini mempertahankan terjadinya metabolisme energi dan hanya

memiliki perubahan fungsional. Terjadinya iskemik akan menyebabkan habisnya

cadangan perfusi lokan dan neuron menjadi sangat sensitif terhadap penurunan aliran

darah. Penumbra dapat diselamatkan oleh restorasi aliran darah dan penggunaan agen

pelindung saraf.

Durasi iskemik akut yaitu pada 2 hari pertama. Setelat itu, subakut fase infark

akan dimulai. Periode ini berlangsung antara 7-10 hari setelah onset stroke. Edema

otak pada bagian yang iskemik akan muncul 3-5 hari setelah onset stroke. Pada tahap

akan berlangsung edema vasogenik dan sitotoksik edema otak. Fase kronis dapat

terjadi sampai beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan. Pada periode ini, jaringan

nekrotik yang rusak akan diserap kembali sehingga terjadi pembentukan

encephalomalacia. Dalam kasus infark banyak ditemukan Gyri (punggung korteks

serebrum) yang mengalami dilatasi pada bagian yang berdekatan dengan ventrikel.

b) Patofisiologi Stroke Hemorargik

Stroke hemorargik dibagi menjadi dua yaitu perdarahan intraserebral dan

subarakhnoid. Kedua jenis tersebut cukup berbeda dalam hal patofisiologinya.

Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan

subarakhnoid.

Pada ICH, perdarahan terjadi di dalam parenkim otak. Hal ini terjadi karena

bocornya darah dari pembuluh darah yang rusak akibat hipertensi kronis. Selain

hipoperfusi, parenkim otak juga terkena, parenkim otak juga mengalami kerusakan

akibat tekanan yang disebabkan oleh kenaikkan tekanan intrakranial (TIK). ICH

14

memiliki tiga fase, yaitu perdarahan awal, ekpansi hematoma, dan edema

perihematoma. Perfarahan awal disebabkan oleh faktor-faktor yang sudah dijelaskan

di atas. Prognosis sangat dipengaruhi oleh kedua fase berikutnya. Serangan hematoma

yang terjadi dalam beberapa jam setelah fase awal perdarahan, akan meningkatkan TIK

yang selanjutnya akan mengakibatkan rusaknya Blood Brain Barrier (BBB). Kerusakan

BBB menyebabkan fase berikutnya yaitu pembentukan edema perihematoma. Fase

terakhir dapat terjadi dalam beberapa hari setelah fase pertama terjadi dan merupakan

penyebab utama perburukan neurologis, akibat penekanan bagian otak normal.

Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba

menyebabkan pecahnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh

darah kecil membuat efek penekanan pada arteriola dan pembuluh kapiler yang

akhirnya membuat pembuluh tersebut pecah. Hal ini mengakibatkan volume

perdarahan semakin besar. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta iskemik

akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron yang ada pada

daerah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan. Gejala neurologik timbul

akibat kebocoran darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis.

Perdarahan subarakhnoid terjadi akibat pembuluh darah di sekitar permukaan

otak pecah sehingga terjadi kebocoran darah ke ruang subarakhnoid. Perdarahan

subarakhnoid biasanya diebabkan oleh perdarahan dari arteriovenous malformation

(AVM). Perdarahan subarakhnoid mengakibatkan banyak hal, selain peningkatan TIK,

perdarahan subarakhnoid mengakibatkan vasokontriksi akut, agregasi platelet, dan

kerusakan mikrovaskular. Hal ini mengakibatkan penurunan perfusi otak dan iskemik.

15

2.1.5 Faktor Resiko Stroke

Faktor yang mempengaruhi peningkatan resiko stroke dibagi menjadi faktor

resiko yang tidak diubah dan faktor resiko yang dapat diubah. Faktor resiko yang tidak

dapat diubah diantaranya peningkatan usia dan jenis kelamin laki-laki. Faktor resiko

yang dapat diubah antara lain hipertensi, diabetes melitus, dan dislipidemia (Dinata,

Safrita, & Sastri, 2012).

Menurut American Stroke Association (2015) faktor resiko stroke dibagi

menjadi faktor resiko yang dapat diubah atau diobati dan faktor resiko yang tidak dapat

dikontrol.

Berikut penjelasan dari berbagai faktor resiko yang dapat diubah adalah :

1. Hipertensi

Salah satau faktor resiko stroke yang paling penting adalah tekanan darah tinggi

karena merupakan penyebab utama stroke. Tekanan darah dibagi menjadi 4

klafikasi. Pertama adalah tekanan darah normal dimulai dari angka < 120 mmHg

untuk sistolik dan < 80 mmHg untuk diastolik, selanjutnya prehipertensi yaitu 120

- 139 mmHg untuk sistolik dan 80 - 89 mmHg untuk diastolik, selanjutnya

memasuki hipertensi tahap I yang dilihat dari angka 140 – 159 mmHg untuk

sistolik dan 90 – 99 mmHg untuk diastolik, untuk yang paling akhir bisa dibilang

hipertensi tahap II yang dilihat dari angka > 160 mmHg untuk sistolik dan > 100

mmHg untuk diastolik (Joint National Committee, 2003, dalam Setyanda, et al, 2015).

2. Diabetes

Diabetes melitus merupakan salah satu faktor resiko iskemik yang utama. Diabetes

akan meningkatkan resiko stroke dua kali lipat. Peningkatan kadar gula darah

berhubungan lurus dengan resiko stroke. Kadar gula darah normal adalah dibawah

16

110 untuk gula darah puasa dan dibawah 140 untuk gula darah 2 jam setelah

makan.

3. Merokok

Merokok sendiri dapat menyebabkan hipertensi akibat zat-zat kimia yang

terkandung didalam tembakau yang dapat merusak dingding arteri, sehingga arteri

lebih rentan terjadi penumpukan plak atau yang biasa disebut arterosklerosis

(Setyanda, Sulastri, & Lestari, 2015).

4. Kolesterol

Kolesterol yang tinggi meningkatkan resiko tersumbatnya pembuluh darah arteri.

Apabila pembuluh darah arteri yang menuju ke otak menjadi tersumbat, maka

stroke akan terjadi.

5. Obesitas

Seseorang dengan berat badan yang berlebih memiliki resiko tinggi terkena stroke.

Berdasarkan penelitian Oki, dkk (2006 dalam Pinzon, 2010) seseorang yang

memiliki IMT lebih dari 30 memiliki resiko stroke 2,46 kali dibanding yang

memiliki IMT kurang dari 30.

6. Penyakit karotis atau arteri lainnya

Arteri karotis di leher memasok sebagian besar darah ke otak. Arteri karotis yang

rusak akibat penumpukan plak lemak di dalam dinding arteri bisa menghalangi

jalannya darah menuju otak dan menyebabkan terjadinya penumpukkan bekuan

darah.

7. Gangguan darah tertentu

Jumlah sel darah merah yang tinggi menyebabkan tingginya resiko

pembekuan darah dan berakibat meningkatkan risiko stroke. Anemia sel sabit

17

meningkatkan risiko stroke karena sel menempel pada dinding pembuluh darah

dan dapat menghalangi arteri.

Faktor resiko stroke yang tidak dapat diubah adalah usia, jenis kelamin, ras,

riwayat keluarga, dan riwayat stroke sebelumnya. Semakin tua usia seseorang akan

semakin mudah terkena stroke. Stroke dapat terjadi pada semua usia, namun lebih

dari 70% kasus stroke terjadi pada usia di atas 65 tahun. Laki-laki lebih mudah

terkena stroke. Hal ini dikarenakan lebih tingginya angka kejadian faktor resiko

stroke (misalnya hipertensi) pada laki-laki (Pinzon, 2010).

Resiko stroke meningkat pada seseorang dengan riwayat keluarga stroke.

Seseorang dengan riwayat keluarga stroke lebih cenderung menderita diabetes dan

hipertensi. Hal ini mendukung hipotesis bahwa peningkatan kejadian stroke pada

keluarga penyandang penyakit stroke adalah akibat diturunkannya resiko stroke.

Kejadian stroke pada ras kulit berwarna lebih tinggi dari kaukasoid (Hertzberg,

dkk, 2006 dalam Pinzon 2010).

2.1.6 Penatalaksanaan Stroke

Pada pasien stroke yang baru mengalami stroke, di hari pertama harus

menjalani pemeriksaan EKG dan harus menjalani pemantauan telemetri selama 24 jam

pertama di rumah sakit. Dari berbagai keadaan yang harus dipertimbangkan adalah

tekanan darah, keseimbangan cairan, glukosa, antikoagulasi, dan inhibisi trombosit.

Berikut penjelasan tatalaksana yang harus dilakukan pada pasien di rumah sakit:

1. Tekanan Darah

Jika pasien diberikan tPA (Alteplase), pasien harus dimonitor setidaknya 24 jam.

Awalnya tanda vital pasien harus diperiksa setiap 15 menit setelah pemberian tPA,

selama 30 menit pertama. Selanjutnya, tanda vital diperiksa setiap 30 menit untuk

jam berikutnya dan kemudian setiap jam selama 16 jam selanjutnya. Rekomendasi

18

yang ada saat ini, untuk 24 jam pertama setelah pemberian tPA, ialah menjaga TD

sistolik di bawah 185 mmHg dan diastolik di bawah 100 mmHg. Jika terjadi

kenaikan tekanan darah, obat yang paling baik pada keadaan ini ialah labetalol,

hidralazin, atau nikardipin. Batas bawah tekanan darah diastol yang harus

digunakan adalah 60 mmHg. 24 jam setelah pemberian tPA dan untuk pasien

yang tidak mendapat tPA, tekanan darah sudah diperbolehkan untuk lebih tinggi.

Alasan untuk pendekatan ini adalah seringnya kehilangan autoregulasi serebral.

Autoregulasi serebral dalam keadaan normal menghasilkan aliran darah serebral

yang konstan untuk tekanan arteri rata-rata antara 60 dan 160 mmHg. Namun

autoregulasi sering hilang pada keadaan stroke akut dan hasilnya penurunan

tekanan darah akan sering menurunkan aliran darah serebral.

2. Cairan IV

Cairan intravena hipotonik dan cairan yang mengadung glukosa tidak

direkomendasikan pada keadaan infark serebral akut. Infark mengakibatkan

edema sitotoksik akibat disrupsi membran sel yang menyebabkan pembengkakan

bdan sel. Penggunaan cairan meningkatkan kerusakan sel dengan influks air ke

dalam sel. Pada umumnya digunakan cairan NaCl 0,9%.

3. Glukosa

Menurunkan kadar gula darah mendekati kadar senormal mungkin seharusnya

menjadi tujuan klinis pada keadaan stroke. Selain pengaruh negatif hipoglikemi

pada keadaan stroke, harus diperhatikan juga bahwa pasien dengan kadar glukosa

darah lebih dari 140 mg/dL yang memiliki status stroke yang kurang baik Kadar

glukosa darah harus dimonitor dan jika kadar glukosa darah lebih dari 140-180

mg/dL, diindikasikan terapi insulin.

19

4. Antikoagulasi

Rekomendasi klinis saat ini adalah untuk menghindari penggunaaan antikoagulasi

pada fase akut (selama minggu pertama) stroke. Data yang ada saat ini tidak

mengindikasikan bahwa pemberian heparin pada penatalaksanaan stroke akut

menyebabkan penurunan resiko kekambuhan stroke. Namun stroke akut

menyebabkan peningkatan resiko yang berlawanan berupa stroke perdarahan

simtomatik dengan penggunaan antikoagulasi, terutama pada psien stroke sedang

hingga berat. Rekomendasi ini juga berlaku untuk stroke yang diperkirakan berasal

dari kardioemboli, seperti pada keadaan fibrilasi atrium. Tidak ada distribusi arteri

yang telah teridentifikasi memperoleh manfaat yang signifikan dengan pemberian

antikoagulasi pda keadaan stroke akut, karena seiring dengan peningkatan resiko

perdarahan. Pengecualian pemberian antikoagulasi adalah pada keadaan trombosis

vena serebral. Anti koagulan bentuk apapun seharusnya tidak diberikan dalam

kurun waktu 24 jam setelah peberian tPA.

5. Inhibisi Platelet

Aspirin merupakan satu-satunya agen antiplatelet yang penelitiannya

menunjukkan manfaat pada penatalaksaan stroke akut. Ketika hasil penelitian oleh

Chinese Acute Stroke Trial dan International Stroke Trial digabungkan,

didapatkan manfaat yang cukup baik. Hal ini membuat rekomendasi pemberian

aspirin pada dosis 325 mg per hari dalam 48 jam pertama setelah stroke.

Penggunan aspirin tidak direkomendasikan selama 24 jam pertama setelah

pemberian tPA (Yueniwati, 2016).

20

6. Diet Stroke

Tujuan dilakukan diet pada penyakit stroke adalah untuk memberikan makanan

secukupnya untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien dengan memperhatikan

keadaan komplikasi penyakit, memperbaiki keadaan stroke seperti disfagia dan

pneumonia. Serta mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. Berikut

merupakan diet bagi penderita stroke:

1. Jangan melewatkan waktu sarapan

2. Kurangi penggunaan garam (<6 gr/hari)

3. Makanan yang memiliki kadar lemak yang rendah

4. Diet untuk mempertahankan berat badan yang ideal

5. Asupan kalori untuk wanita tidak lebih dari 100 dan tidak lebih dari 150

untuk laki-laki (AHA, 2018).

Berdasarkan DASH(Dietary Approach of Stop Hypertension) Batas

maksimal konsumsi sodium adalah 2.400mg (direkomendasi oleh Federal

Goverment’s National High Blood Pressure Education Program (NHBBPEP) dan jumlah

yang digunakan untuk label makanan Nutrition Facts Daily Value) dan 1.500mg

untuk batas minimum. Berikut adalah jenis makanan dan jumlah konsumsi

perhari:

1. Grain

Jumlah porsi yang dapat dikonsumsi perharinya adalah 1 potong roti, 1 ons

sereal kering, dan setengah mangkuk nasi yang sudah dimasak, pasta, atau

sereal. Adapun jenis makanan lainnya yang dapat dikonsumsi, yaitu roti

gandung utuh dan roti gulung, pasta gandung utuh, english muffin, roti pita,

21

bagel, sereal, bubur jagung, oatmel, nasi merah, pretzel tawar, dan popcorn.

Batas konsumsi grain perhari adalah 1-10 potong.

2. Sayur-sayuran

Jumlah sayuran yang dapat dikonsumsi adalah 1 mangkuk sayuran berdaun

mentah, ½ mangkuk potongan sayuran mentah atau dimasak, dan ½ cangkir

sayuran. Pilihan sayuran yang dapat dikonsumsi ialah brokoli, wortel, sawi,

kacang hijau, kacang merah, kale, lima beans, kentang, bayam, labu, ubi jalar,

dan tomat. Batas konsumsi sayuran perhari adalah 1-6 potong.

3. Buah-buahan

Jumlah porsi buah yang dapat dikonsumsi adalah 1 buah berukuran sedang, ¼

mangkuk buah kering, ½ mangkuk buah segar, beku, atau kalengan, dan ½

cangkir jus buah. Buah-buahan yang dapat dikonsumsi ialah apel, aprikot,

pisang, kurma, anggur, jeruk, jeruk bali, mangga, melon, persik, nanas, kismis,

stroberi, dan jeruk nipis. Batas konsumsi buah-buahan perhari adalah 1-6

potong.

4. Produk susu (rendah lemak)

Jumlah yang dapat dikonsumsi adalah 1 cangkir susu atau yogurt dan 1 ½ ons

keju. Produk susu yang direkomendasikan adalah susu bebas lemak (skim) atau

rendah lemak (1%) atau susu buttermilk, keju bebas lemak atau rendah lemak,

dan yogurt biasa atau beku bebas lemak atau rendah lemak. Batas konsumsi

perharinya adalah 1-3 cangkir atau potong.

5. Daging tanpa lemak, unggas, dan ikan

Jumlah yang dapat dikonsumsi dalam sekali makan ialah 1 ons daging yang

telah dimasak, unggas, dan ikan, 1 butir telur. Pilihan lain yang dapat

dikonsumsi adalah daging tanpa lemak, cara menghilangkan lemak dalam

22

daging yaitu dengan dipanggang atau direbus dan ketika daging yang akan

dikonsumsi adalah daging unggas, buanglah kulit dari unggas tersebut. Jumlah

konsumsi perharinya ialah 1-6 ukuran dalam jumlah sekali makan.

6. Kacang-kacangan dan biji-bijian

Jumlah yang dapat dikonsumsi dalam sekali makan ialah ⅓ cangkir atau 1 ½

ons kacang, 2 sendok makan selai kacang, 2 sendok makan atau ½ ons biji-

bijian ½ mangkuk legum yang dimasak (kacang kering dan kacang polong), dan

¼ mangkuk buah kering. Rekomendasi kacang-kacangan dan biji-bijian yang

dapat dikonsumsi adalah almon, hazelnut, kacang campur, kacang tanah,

kacang walnut, biji bunga matahari, selai kacang, kacang merah, lentils, dan

splits peas. Kacang-kacangan dan biji-bijian hanya dapat dikonsumsi 1 kali

seminggu.

7. Lemak dan minyak

Jumlah yang dapat dikonsumsi dalam sekali konsumsi ialah 1 sendok teh

margarin lembut, 1 sendok teh minyak sayur, 1 sendok makan mayones, dan 2

sendok salad dressing. Pilihan yang dapat dikonsumsi adalah margarin lembut,

minyak sayur (seperti minyak kanola, jagung, zaitun, dan safflower), mayones

rendah lemak, dan saus salad ringan. Batas konsumsi perharinya adalah 1-3

sendok makan.

8. Permen dan tambahan gula

Jumlah yang dapat dikonsumsi dalam sekali konsumsi adalah 1 sendok makan

gula, 1 sendok makan selai, ½ cangkir sorbet, gelatin, dan 1 cangkir limun.

Rekomendasi permen dan tambahan gula yang dapat dikonsumsi adalah gelatin

rasa buah, minuman buah, permen keras, jelly, sirup maple, sorbet dan es, dan

gula. Batas konsumsi perharinya hanya 2 kali perminggu.

23

Dari penjelasan diatas adapun hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Bijian-bijian utuh sangat direkomendasi untuk sebagian besar makanan

gandum sebagai sumber serat dan nutrisi yang baik.

2. Ukuran porsi sereal bervariasi antara ½ gelas dan 1¼ cangkir, tergantung

jenis sereal.

3. Telur mengandung kolesterol tinggi, batasi asupan kuning telur tidak lebih

dari empt per minggu, 2 putih telur memiliki kandungan protein yang sama

dengan 1 ons daging.

4. Kebutuhan lemak dan minyak bagi tubuh dapat digantikan dengan

mengonsumsi 1 sendok makan salad regular sama dengan satu porsi dan 1

sendok makan salad rendah lemak setara dengan setengah porsi.

2.2 Motivasi

2.2.1 Pengertian Motivasi

Keinginan dan kebutuhan yang terdapat pada diri individu akan memotivasi

mereka untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya itu. Individu yang merasa haus

mengarahkan perilakunya untuk minum, demikian pula individu yang lapar akan

mengarahkan perilakunya untuk makan. Selain itu, mahasiswa yang haus ilmu

keperawatan akan mengarahkan perilakunya ke arah hal tersebut melakukan perilaku

yang lebih giat dibandingkan dengan individu yang tidak termotivasi. Secara umum

motivasi berarti sesuatu yang mendorong untuk berbuat atau beraksi (Sunaryo, 2010).

Menurut Stevenson (2011, dalam Sunaryo, 2010) motivasi adalah semua hal

verbal, fisik, atau psikologis yang membuat seseorang melakukan sesuatu sebagai

respons. Sementara itu menurut Sarwono (2000, dalam Sunaryo, 2010)

mengungkapkan bahwa motivasi menunjuk pada proses gerakan, termasuk situasi yang

24

mendorong dan timbul dalam diri individu, serta tingkah laku yang ditimbulkan oleh

situasi tersebut dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan.

2.2.2 Jenis Motivasi

Menurut Gagne & Deci (2005, dalam Putra & Frianto, 2013) terdapat dua

macam motivasi yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik

melibatkan orang yang melakukan suatu kegiatan karena mereka merasa menarik dan

memperoleh kepuasan langsung dari kegiatan itu sendiri. Motivasi ekstrinsik

membutuhkan perantara antara aktivitas dan beberapa konsekuensi yang dipisahkan

seperti penghargaan nyata, sehingga kepuasan berasal dari konsekuensi ekstrinsik yang

menuntun kegiatan.

Menurut Djamarah (2002, dalam Candra, Harini & Sumirta, 2017) motivasi

intrinsik adalah motivasi yang timbul tidak memerlukan stimulus dari luar, karena

dalam diri individu telah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi itu intrinsik

jika tujuannya berhubungan erat dengan situasi aktifitas dan bertemu dengan

kebutuhan dan tujuan individu untuk mengendalikan segala sesuatu yang ada dalam

aktivitas. Individu yang memiliki motif intrinsik secara sadar akan melakukan suatu

kegiatan yang tidak memerlukan motif dari luar dirinya. Motivasi ekstrinsik adalah

motivasi yang timbul karena adanya stimulus dari luar(lingkungan), adanya kasih

sayang, dukungan, dan perlindungan dari orang-orang sekitar akan membangkitkan

motivasi individu dalam beraktivitas.

25

2.2.3 Faktor-faktor Motivasi

Menurut Irwanto dkk (1991, dalam Candra, Harini & Sumirta, 2017) ada 3

faktor yang memengaruhi motivasi, yaitu :

1. Faktor lingkungan

Lingkungan adalah suatu yang berada disekitar pasien, baik fisik, psikologis,

maupun sosial. Kegaduhan, adanya bahaya dari lingkungan, desakan, atau

tekanan dari orang yang berpengaruh merupakan faktor yang dapat

memengaruhi motivasi.

2. Faktor yang berasal dari dalam individu

Harapan, cita-cita, emosi, naluri, dan keinginan merupakan faktor dari dalam

diri individu yang dapat memengaruhi motivasi.

3. Nilai dari suatu objek

Nilai dari suatu objek bisa dari dalam diri sendiri dan dari luar. Faktor yang

berasal dari dalam diri sendiri meliputi kepuasan kerja dan tanggung jawab

sedangkan dari luar meliputi status, harta, kehormatan, dan pangkat.

2.2.4 Cara Memotivasi Seseorang

Ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk memotivasi seseorang, yaitu :

1. Motivating by force atau memotivasi dengan kekerasan, yaitu cara memotivasi

dengan ancaman dan kekerasan agar individu yang dimotivasi melakukan

apa yang harus dilakukan.

2. Motivating by enticement atau memotivasi dengan bujukan yaitu cara

memotivasi dengan bujukan atau memberi hadiah agar individu melakukan

sesuatu sesuai harapan individu atau organisasi yang memberikan motivasi.

3. Motivating by identification atau ego-involement atau memotivasi dengan

identifikasi, yaitu cara memotivasi dengan menanamkan kesadaran sehingga

26

individu berbuat sesuatu karena adanya keinginan yang timbul dari dalam

dirinya sendiri dalam mencapai sesuatu. (Sunaryo, 2010).

2.3 Fungsi Keluarga

2.3.1 Pengertian Keluarga

Menurut Soetjiningsih (2009, dalam Anita, Induniasih & Hutasoit, 2013)

keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan

beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam

keadaan salin ketergantungan. Pada dasarnya keluarga diharapkan mampu berfungsi

untuk mewujudkan proses pengembangan timbal balik rasa cinta dan kasih sayang

antara anggota keluarga dan antar kerabat yang merupakan dasar keluarga yang

harmonis.

Selain itu ada beberapa pengertian keluarga yang perlu diketahui karen

pengertian keluarga berbeda satu dengan lainnya, yaitu:

1. WHO (1969)

Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian

darah, adopsi atau perkawinan.

2. Duval (1972)

Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan,

adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang

umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari tiap

anggota keluarga.

27

3. Bailon dan Maglaya (1989)

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan darah,

perkawinan dan adopsi, dalam satu rumah tangga berinteraksi satu dengan yang lainnya

dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.

4. UU No. 10 tahun 1992

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami istri dan

anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya.

5. Sayekti (1994)

Keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara

orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau

seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri

atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga (Harnilawati, 2013)

2.3.2 Macam- macam Fungsi Keluarga

Friedman (1992) menjelaskan fungsi sebagai apa yang dilakukan keluarga.

Fungsi keluarga berfokus pada proses yang digunakan oleh keluarga untuk mencapai

segala tujuan.

Berikut adalah secara umum fungsi keluarga menurut Friedman (1998):

1. Fungsi afektif adalah fungsi keluarga yang berhubungan dengan fungsi-fungsi

internal keluarga berupa kasih sayang, perlindungan, dan dukungan psikososial

bagi para anggotanya. Keberhasilan fungsi afektif dapat dilihat melalui keluarga

yang gembira dan bahagia. Anggota keluarga mampu mengembangkan gambaran

diri yang positif, perasaan yang dimiliki, perasaan yang berarti, dan merupakan

sumber kasih sayang. Fungsi afektif merupakan sumber energi yang menentukan

kebahagiaan keluarga. Adanya masalah yang timbul dalam keluarga dikarenakan

28

fungsi afektif yang tidak terpenuhi. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga

untuk fungsi afektif antara lain.

a. Memelihara saling asuh (mutual nurturance)

Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan saling menerima, dan

saling mendukung antar anggota. Setiap anggota yang mendapat

kasih sayang dan dukungan dari anggota lain, maka kemampuan

untuk memberi akan meningkat, sehingga tercipta hubungan yang

hangat dan mendukung. Syarat untuk mencapai keadaan saling

asuh adalah komitmen dari individu masing-masing dan hubungan

yang terjaga dengan baik didalam keluarga. Menurut Brown (1988),

saling asuh adalah fenomena spiral, karena setiap anggota keluarga

menerima kasih sayang dan perhatian dari anggota keluarga lainnya,

sehingga rasa untuk memberi kepada anggota keluarga lainnya juga

meningkat. Dengan demikian, akan timbul sikap saling mendukung

dan adanya kehangatan emosional.

b. Keseimbangan Saling Menghargai

Adanya sikap saling menghargai dengan mempertahankan suasana

yang positif dimana setiap anggota keluarga diakui serta dihargai

keberadaan dan haknya masing-masing, sehingga fungsi afektif

akan tercapai. Tujuan utama dari pendekatan ini ialah keluarga

harus menjaga suasana dimana harga diri dan hak masing-masing

anggota keluarga di junjung tinggi. Keseimbangan saling

menghargai dapat tercapai apabila setiap anggota keluarga

menghargai hak, kebutuhan, dan tanggungjawab anggota keluarga

lain.

29

c. Pertalian dan Identifikasi

Kekuatan yang besar dibalik persepsi dan kepuasan dari kebutuhan

individu dalam keluarga adalah pertalian (bonding) atau kasih sayang

(attachment) yang digunakan secara bergantian. Kasih sayang antara

ibu dan bayi yang baru lahir sangatlah penting karena interaksi dari

keduanya akan mempengaruhi sifat dan kualitas hubungan kasih

sayang selanjutnya, hubungan ini mempengaruhi perkembangan

psikososial dan kognitif.

Menurut Turner (1970) identifikasi adalah suatu sikap dimana

seseorang mengalami apa yang terjadi dengan orang lain, seolah-

olah hal itu terjadi pada dirinya. Proses identifikasi adalah inti dari

ikatan kasih sayang. Oleh karena itu perlu diciptakan proses

identifikasi yang positif dimana anak meniru perilaku orang tua

melalui hubungan interaksi mereka.

d. Keterpisahan dan kepaduan

Salah satu masalah psikologis yang sangat menonjol dalam

kehidupan keluarga adalah cara keluarga memenuhi kebutuhan

psikologis, memengaruhi identitas diri dan harga diri individu.

Selama masa awal sosialisasi, keluarga membentuk tingkah laku

seorang anak, sehingga hal tersebut dapat membentuk rasa

memiliki identitas. Untuk merasakan memenuhi keterpaduan

(connectedness) yang memuaskan. Setiap keluarga menghadapi isu-isu

keterpisahan dan kebersamaan dengan cara yang unik, beberapa

keluarga telah memberikan penekanan pada satu sisi dari pada sisi

lain.

30

2. Fungsi sosialisasi adalah fungsi yang berperan untuk proses perkembangan

individu agar menghasilkan interaksi sosial dan membantu individu melaksanakan

perannya dalam lingkungan sosial.

3. Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan

menjaga kelangsungan keluarga.

4. Fungsi ekonomi adalah fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara

ekonomi dan sebagai tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam

meningkatkan penghasilan.

5. Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan adalah fungsi yang berguna untuk

mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki

produtivitas tinggi. Kemampuan keluarga melakukan asuhan keperawatan atau

pemeliharaan kesehatan mempengaruhi status kesehatan anggota keluarga

(Harnilawati, 2013).