tradisi ngadiukeun dalam perkawinan adat sunda...

93

Click here to load reader

Upload: lamtram

Post on 12-Apr-2019

296 views

Category:

Documents


21 download

TRANSCRIPT

Page 1: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA

DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT

(Studi di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Kabupaten-Bogor)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

Siti Latifah

NIM : 1110043100025

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1438 H/2017 M

Page 2: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU
Page 3: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU
Page 4: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 29 Mei 2017

Siti Latifah

Page 5: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

ABSTRAK

Siti Latifah. NIM (1110043100025) Tradisi Ngadiukeun dalam

Perkawinan Adat Sunda Ditinjau dari Hukum Islam dan Hukum Adat

(Studi di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor).

Perbandingan Mazhab, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah, Jakarta. 1438 H/2017 M. 73 Halaman + 10 Lampiran

Penelitian ini bermaksud untuk mengungkap beberapa hal, yaitu

bagaimana tradisi Ngadiukeun pada perkawinan masyarakat Desa Gunung Sari,

apa makna yang disimbolkan dari benda-benda tradisi Ngadiukeun pada

masyarakat Desa Gunung Sari dan bagaimana pandangan hukum Islam dan

hukum adat terhadap tradisi Ngadiukeun pada perkawinan masyarakat Desa

Gunung Sari.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Sumber data yang dipergunakan

terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Sedangkan untuk

teknik pengumpulan data, penulis melakukan wawancara langsung dengan orang

yang pernah melakukan tradisi Ngadiukeun, dukun yang memiliki ilmu

Ngadiukeun, Tokoh Adat dan Tokoh Agama di Desa Gunung Sari, observasi

lapangan, dan juga studi dokumentasi. Setelah data-data berhasil didapatkan maka

penulis menganalisis data-data tersebut untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan,

adapun teknik analisis yang penulis gunakan adalah teknik deskriptif-analisis.

Hasil dari penelitian ini penulis mendapatkan beberapa kesimpulan di

antaranya adalah Tradisi Ngadiukeun pada perkawinan masyarakat Desa Gunung

Sari dilakukan dengan dua tahapan, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.

Pada tahap persiapan dilakukan persiapan sesajen dan persiapan untuk orang yang

akan Ngadiukeun harus wudhu terlebih dahulu. Sedangkan pada tahap

pelaksanaan dilakukan sholat hajat, tahlil, shalawat nariyah, do’a dan dzikir.

Makna dari benda-benda tradisi Ngadiukeun adalah merupakan simbol budaya

yang dijadikan pedoman dalam kehidupan masyarakat, bahwa dalam hidup

haruslah seimbang. Dalam tradisi Ngadiukeun terdapat dua keyakinan antara

keyakinan kepada Allah SWT dan keyakinan terhadap roh nenek moyang. Dengan

demikian tradisi Ngadiukeun ini tidak sesuai dengan hukum Islam. Sedangkan

ditinjau dari hukum adat, tradisi Ngadiukeun merupakan adat atau kebiasaan yang

telah mengakar di dalam masyarakat Desa Gunung Sari yang bersifat Religio-

Magis. Masyarakat Desa Gunung Sari mayoritas menganut agama Islam dalam

kenyataannya masih ada sebagian masyarakat yang melakukan ritual sesajen maka

berlaku teori “Receptio in Complexu” bahwa bagi pemeluk agama tertentu

berlaku hukum agamanya.

Kata Kunci : Perkawinan, Ngadiukeun, Hukum Islam

Pembimbing : Dr. Hj. Mesraini, SH, M.Ag dan M. Yasir, M.H

Daftar Pustaka : Tahun 1973 s.d Tahun 2014

Page 6: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

V

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, dan

hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta

salam senantiasa melimpah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya,

sahabat serta seluruh umat yang menjadi penerus perjuangannya.

Penulis mempersembahkan skripsi ini secara khusus kepada kedua orang

tua tercinta yaitu: Bapak Ujang Subrata dan Ibu Uniah, yang selalu memberikan

bimbingan, kasih sayang dan bersusah payah memberikan dorongan yang sangat

besar, yang tak mungkin terbalas dengan apapun.

Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang

penulis jumpai, namun syukur Alhamdulillah berkat Rahmat dan Hidayahnya,

kesungguhan, kerja keras dan kerja cerdas, disertai dukungan dan bantuan dari

berbagai pihak, baik yang langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat

teratasi dengan sebaik-baiknya, yang pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.

Teriring doa Jazakumullah khairan katsiran kepada:

1. Bapak Dr. H. Asep Saepuddin Jahar, M.A, sebagai Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Muhammad Fahmi Ahmadi, M.Si dan Ibu Hj. Siti Hanna, S.Ag.,

Lc., MA, sebagai ketua dan sekretaris Program Studi Perbandingan

Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum

Page 7: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

vi

3. Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag Selaku Kepala Jurusan Perbandingan

Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum

4. Pembimbing I, Ibu Dr. Hj. Mesraini, SH, M.Ag dan Pembimbing II, Bapak

M. Yasir, M.H, yang penuh kesabaran dan ketelitian serta memberikan

saran sehingga selesainya skripsi ini

5. Segenap jajaran staf dan karyawan Akademik, Perpustakaan Fakultas

Syariah dan Hukum serta Perpustakaan Pusat Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu dalam

pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujuakan skripsi

6. Para narasumber yang telah meluangkan waktu dan turut mendukung

suksesnya penelitian ini: Bapak Warja selaku Tokoh Adat Kampung

Manggasari, Bapak H. Udin Selaku Tokoh Masyarakat dan Bapak U.

Hermawan selaku SEKDES Desa Gunung Sari

7. Kakak, keponakan-keponakan, serta kerabat-kerabat yang selalu

memberikan motivasi terutama doa yang kalian panjatkan dengan penuh

keikhlasan

Demikianlah penulis ucapkan terimakasih semoga amal baik dari semua

pihak yang telah membimbing dan membantu penulis, mendapat balasan yang

berlimpah ruah dari Allah SWT. Semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat

bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, 07 Juni 2017

Penulis

Page 8: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERSETUJUAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................iii

ABSTRAK .........................................................................................................iv

KATA PENGANTAR ......................................................................................v

DAFTAR ISI .....................................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Identifikasi Masalah .................................................................... 4

C. Batasan dan Rumusan Masalah ...................................................5

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................5

E. Review Studi Terdahulu .............................................................7

F. Metode Penelitian .......................................................................8

G. Teknik Penulisan ........................................................................12

H. Sistematika Penulisan .................................................................12

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN AL-‘URF

(ADAT)

A. Sekilas Tentang Perkawinan

1. Pengertian Perkawinan ...............................................................14

2. Rukun dan Syarat Perkawinan ....................................................19

3. Dasar Hukum Perkawinan ...........................................................20

4. Tujuan dan Hikmah Perkawinan ................................................21

B. Al-„Urf atau Adat

1. Pengertian „Urf ....................................................................... 25

2. Macam-macam „Urf ................................................................27

3. Penyerapan „Urf (Adat) dalam Hukum ...................................28

4. Kedudukan „Urf dalam Menetapkan Hukum .........................30

BAB III KONDISI OBJEKTIF WILAYAH PENELITIAN

A. Letak Geografis Desa Gunung Sari ............................................34

B. Kondisi Umum Masyarakat Desa Gunung Sari .........................35

C. Tradisi Ngadiukeun dalam Perkawinan Adat Sunda ...................40

Page 9: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

viii

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT

TERHADAP TRADISI NGADIUKEUN DI DESA GUNUNG

SARI

A. Prosesi Ngadiukeun di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan

Kabupaten Bogor ........................................................................46

B. Pandangan Hukum Islam dan Hukum Adat terhadap Tradisi

Ngadiukeun di Desa Gunung Sari ..............................................55

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................70

B. Saran ...........................................................................................72

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................73

LAMPIRAN

Page 10: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang dibangun oleh pilar-pilar keragaman. Baik

itu etnik, budaya, adat maupun agama. Untuk yang terakhir, agama di Indonesia

lahir dan berkembang dengan segala norma yang mengikat setiap penganutnya.

Selanjutnya, norma ini mulai menyerap dalam institusi masyarakat. Masyarakat

muslim, diatur perilakunya oleh hukum Islam. Baik itu yang berkaitan dengan

hubungan sosial, maupun hubungan vertikal. Titik fungsional hukum Islam terus

menerus membentuk struktur sosial masyarakat muslim dalam menjalani

kehidupan sosialnya.1 Karena harus ada norma yang harus dipatuhi dalam

kehidupan bersama, norma-norma melekat kuat sebagai fakta di dalam

realitasnya.2

Mengenai pernikahan, memang banyak adat yang mengatur di setiap

daerah, baik itu yang bertentangan dengan syariat Islam maupun tidak. Tidak

dapat kita pungkiri bahwa pernikahan harus mengikuti adat yang berlaku di

daerah tersebut. Pernikahan memanglah salah satu adat yang berkembang

mengikuti berkembangnya masyarakat, namun kepercayaan untuk berpegang

teguh kepada hukum adat masih berlaku di dalam sebuah adat pernikahan

tersebut. Karena hukum akan efektif apabila mempunyai basis sosial yang relatif

1 Yayan Sopyan, Islam Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam Hukum

Nasional, (Jakarta: PT. Wahana Semesta Intermedia, 2012), h. 11 2 Hans Kelsen, Dasar-Dasar Hukum Normatif, Penerjemah Nurulita Yusron, (Bandung:

Nusa Media, 2009), Cet. II, h. 214

Page 11: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

2

kuat. Artinya hukum adat tersebut dipatuhi oleh warga masyarakat secara

sukarela.3

Islam telah mengatur tata cara pelaksanaan dalam membina rumah tangga.

Jika seluruh umat Islam mengikutinya, insya Allah akan tercipta keturunan yang

baik, manusia yang mulia di muka bumi ini.4 Pernikahan juga memiliki unsur-

unsur ibadah. Pernikahan dapat menjaga kehormatan diri sendiri dan pasangan

agar tidak terjerumus dari hal-hal yang diharamkan.5 Melaksanakan perkawinan

berarti melaksanakan sebagian dari ibadah dan berarti pula telah

menyempurnakan sebagian dari agama.6

Kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat sunda, masih

banyak mempertahankan adat istiadat atau tradisi yang mengagungkan roh nenek

moyangnya melalui upacara (ritual). Hal ini merupakan sebagai alat untuk

menyampaikan permohonan mereka dalam usaha dan mengadu nasib lainnya,

baik itu dalam keadaan aman maupun ketika datang malapetaka. Mereka

menganggap bahwa roh leluhur memiliki kekuatan ghaib di luar jangkauan

manusia, walaupun tindakan tersebut bukanlah tindakan yang rasional, mereka

melaksanakan ritual tersebut dengan rutin atau ketika mereka akan memasuki fase

3 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2003), h.

340 4 Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyyah: Kajian Islam Kontemporer, (bandung:

Penerbit Angkasa, 2005), h. 134 5 Wahbah al-Zuhaili, Al-fiqh Al-Islam wa Adillatuhu, (Damaskus: Dar al-fikr, 2004), h.

6516 6 Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: PT. Bulan

Bintang, 1974), h. 5

Page 12: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

3

kehidupan yang baru, seperti fase perkawinan, fase kehamilan, sampai fase

kematian.

Sehubungan dengan hal ini di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan

Kabupaten Bogor ada sebuah tradisi, yang disebut tradisi Ngadiukeun, hal ini

biasanya dilakukan ketika akan menghadapi fase kehidupan, yaitu fase

perkawinan. Adapun maksud dari tradisi Ngadiukeun adalah untuk menghormati

dan memohon restu serta untuk mendapatkan berkah dari leluhur, sehingga ketika

melaksanakan resepsi (hajatan) perkawinan mendapat restu serta keselamatan dari

leluhur dan roh-roh halus tidak mengganggu. Tradisi Ngadiukeun merupakan

tradisi masyarakat sunda, khususnya masyarakat Kampung Mangga Sari Desa

Gunung Sari yang sudah lama berkembang serta mempunyai nilai-nilai adat untuk

kebutuhan masyarakat setempat.

Di dalam melaksanakan Ngadiukeun ada beberapa benda, berupa sesajen

yang memiliki simbol-simbol adat yang memiliki nilai, adapun ritual ini

dilakukan di tempat orang yang mempunyai hajat, yaitu di sebuah ruangan, di

mana biasanya makanan yang akan dihidangkan disimpan dan dilaksanakan oleh

seseorang yang memiliki ilmu Ngadiukeun (dukun).

Melihat kondisi masyarakat Desa Gunung Sari dengan mayoritas

menganut agama Islam, namun dalam hal ini mereka masih mempercayai roh

leluhur dan makhluk halus lainnya dengan mengadakan ritual tersebut. Tradisi

yang menggunakan sesajen inipun mungkin sudah dikatakan tidak sesuai lagi

dengan ajaran agama Islam dan pola pikir masyarakat yang sudah berpikir

Page 13: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

4

rasional, mobilitas masyarakat yang cukup tinggi, sedangkan tradisi ini sesuatu

yang menyimpang dan irasional, kadang masyarakat yang berpendidikan

tinggipun masih mengadakan tradisi ini.

Melihat fenomena tersebut penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih

mendalam mengenai masalah tersebut dan hasilnya dituangkan dalam bentuk

skripsi dengan judul “Tradisi Ngadiukeun dalam Perkawinan Adat Sunda

Ditinjau dari Hukum Islam dan Hukum Adat” (Studi di Desa Gunung Sari

Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas,

beberapa masalah yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Ngadiukeun dan tujuan dilaksanakannya

Ngadiukeun?

2. Apa manfaat Ngadiukeun bagi masyarakat?

3. Bagaimana cara pelaksanaan Ngadiukeun di Desa Gunung Sari?

4. Bagaimana pendapat tokoh Adat dan juga tokoh Agama tentang tradisi

Ngadiukeun?

5. Apakah pemerintah perlu untuk melestarikan tradisi Ngadiukeun?

6. Bagaimana tinjauan Hukum Islam dan Hukum Adat terhadap tradisi

Ngadiukeun?

Page 14: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

5

C. Batasan dan Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, dan kemudian supaya

pembahasan lebih terfokus sesuai dengan judul skripsi yang penulis kemukakan

maka penulis memberikan batasan masalah mengenai Tradisi Ngadiukeun

Ditinjau dari Hukum Islam dan Hukum Adat pada Perkawinan di Desa Gunung

Sari Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor . Hal ini diharapkan agar rumusan

masalah tidak menyimpang dari pokok bahasan.

Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana prosesi Ngadiukeun pada perkawinan masyarakat Desa

Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor?

2. Apa makna yang disimbolkan dari benda-benda Ngadiukeun pada

perkawinan masyarakat Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan

Kabupaten Bogor?

3. Bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum adat terhadap tradisi

Ngadiukeun pada perkawinan masyarakat Desa Gunung Sari Kecamatan

Pamijahan Kabupaten Bogor?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dari latar belakang dan perumusan masalah yang telah dipaparkan,

maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:

Page 15: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

6

1. Untuk mengetahui prosesi Ngadiukeun pada perkawinan masyarakat

Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor

2. Untuk mengetahui makna yang disimbolkan dari benda-benda

Ngadiukeun pada perkawinan masyarakat Desa Gunung Sari

Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor

3. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam dan hukum adat terhadap

tradisi Ngadiukeun pada perkawinan masyarakat Desa Gunung Sari

Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor

2. Manfaat Penelitian

a. Secara teoritis

Untuk memperkaya ilmu pengetahuan di bidang hukum dengan

mempelajari literatur yang ada. Hasil penelitian ini diharapkan juga

dapat dijadikan suatu referensi dan akan memperkaya pengetahuan

hukum bagi masyarakat dan khususnya bagi mahasiswa fakultas

Syariah dan Hukum.

b. Secara praktis

1. Dapat dijadikan bahan rujukan untuk menjawab permasalahan-

permasalahan yang berkaitan dengan adat perkawinan

2. Memberikan sumbangan pemikiran di bidang Ilmu Fiqih dan

juga Hukum Adat

Page 16: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

7

3. Untuk memberikan masukan dan informasi bagi masyarakat

luas

4. Hasil penelitian ini sebagai bahan ilmu pengetahuan dan

wawasan bagi penulis, khususnya bidang Ilmu Fiqih.

E. Review Studi Terdahulu

Penelitian seputar tradisi Ngadiukeun belum banyak penelitian yang

dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Dari hasil penelusuran, penulis hanya

menemukan “Persepsi Masyarakat terhadap Upacara Adat Ngadiukeun pada

Perkawinan Masyarakat di Desa Gunung Sari”. Peneliti ini ditulis oleh Siti

Marfu‟ah mahasiswa Jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuludin Universitas

Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung Tahun 2007. Penelitian ini

mengidentifikasikan penelitiannya pada wilayah kajian Ilmu Sosiologi yang

dilakukan di Kampung Lokapurna. Isi dari temuan dan analisisnya meliputi:

kebudayaan, makna yang disimbolkan dan persepsi masyarakat terhadap Upacara

Adat Ngadiukeun pada perkawinan di Desa Gunung Sari.

Sedangkan dari katalog yang penulis cari di Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta, karya mengenai prosesi upacara adat

Ngadiukeun pada perkawinan di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan

Kabupaten Bogor belum dibahas. Namun demikian penulis tetap meringkas

skripsi yang ada kaitannya dengan adat yang masih mengagungkan roh leluhur

dari nenek moyang, yaitu:

Page 17: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

8

Nia Nihayah, Perbandingan Mazhab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2015, Tradisi Memitu di Masyarakat Desa Pusakaratu Kecamatan Pusakanagara

Kabupaten Subang dalam Perspektif Hukum Adat dan Hukum Islam. Skripsi ini

membahas tentang relasi antara hukum adat dan hukum Islam adalah relasi yang

baik. Keduanya tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, walaupun

ada sedikit perbedaan keduanya saling melengkapi.

Abiyati Atnan Nitiono, Peradilan Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2014, Prosesi Pernikahan Suku Adat Atoni dalam Perspektif Hukum Islam.

Skripsi ini membahas tentang prosesi perkawinan yang terjadi di suku adat Atoni

yang bertentangan dengan ajaran syariat agama Islam, karena dalam melakukan

perkawinan masyarakat suku adat Atoni cenderung menggunakan tua, none

(minuman arak yang memabukan) sebagai cara atau syarat pengabsahan jalannya

perkawinan.

Berbeda dengan yang dibahas oleh penulis, yaitu penulis lebih membahas

bagaimana pelaksanaan prosesi Ngadiukeun dalam perkawinan di desa Gunung

Sari kecamatan Pamijahan kabupaten Bogor dan bagaimana tinjauan hukum Islam

dan hukum adat mengenai tradisi Ngadiukeun tersebut.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Ditinjau dari jenis data yang diteliti, penilitian ini termasuk

penelitian lapangan (Field Research). Penelitian lapangan yaitu penelitian

yang dilakukan dengan cara pengumpulan data-data dari lapangan yaitu

Page 18: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

9

dengan cara observasi dan wawancara.7 Selain data dilapangan penulis

juga melakukan penelitian kepustakaan (Library research) yaitu penelitian

yang dilakukan dengan cara pengumpulan data-data, buku-buku, atau teks-

teks tertulis.

Adapun metode yang dipakai adalah metode penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku

yang dapat diamati.8 Metode penelitian kualitatif sering disebut metode

penelitian naturalistic karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang

alamiah (natural-setting).9

Penelitian ini merupakan tipe penelitian deskriptif yaitu penelitian

yang menggambarkan dan menjelaskan masalah-masalah yang ada

sekarang dengan cara mengumpulkan data, menyusun, mengklasifikasi,

menganalisis dan menginterpretasikan.

2. Sumber Data

Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subyek

darimana data diperoleh.10

Sumber data yang diperlukan dalam penulisan

skripsi ini terdiri data primer dan data sekunder, yaitu:

7 M. Nasir, Metode Penelitian, (Jakarta : Ghakia Indonesia, 1985), h. 53

8 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2005, cet. Kesepuluh), h. 4 9 Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Arifin, Metode Penelitian Hukum (Ciputat :

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010 Cet. Ke 1), h. 54 10

Suharsimi Arikunto “ Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik” (Jakarta : PT.

Rineka Cipta, 1993), h. 102

Page 19: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

10

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan guna

memperoleh data yang berhubungan dengan perumusan masalah

melalui wawancara yang dilakukan dengan responden yang telah

ditetapkan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang penulis dapatkan berdasarkan studi

kepustakaan (library research), untuk mencari konsep-konsep, teori-

teori, pendapat-pendapat, ataupun penemuan-penemuan yang

berhubungan erat dengan pokok-pokok masalah.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penulisan ini dilakukan dengan cara sebagai

berikut:

a. Observasi memiliki makna lebih dari sebuah tehnik pengumpulan data.

Namun pada konteks ini observasi lebih difokuskan sebagai upaya

penelitian mengumpulkan data dan informasi dari sumber data primer

dengan mengoptimalkan pengamatan peneliti. Dalam hal ini penulis

melakukan pengamatan yang mendalam (observasi) terhadap

masyarakat Desa Gunung Sari yang sedang melakukan prosesi upacara

adat ngadiukeun.

Page 20: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

11

b. Interview atau wawancara dalam pendekatan kualitatif bersifat

mendalam. Wawancara dan observasi bisa dilakukan bersamaan.

Wawancara dapat digunakan untuk menggali lebih dalam dari data

yang diperoleh saat observasi.11

Dalam hal ini penulis mewawancarai

beberapa unsur, yaitu; orang yang pernah melakukan tradisi

ngadiukeun, dukun yang memiliki ilmu ngadiukeun, tokoh adat dan

tokoh agama di desa Gunung Sari.

c. Menganalisis hasil interview atau wawancara dengan para responden

dan dikaitkan pada Al-qur‟an, Al-Hadits, Undang-Undang, Kompilasi

Hukum Islam, dan peraturan-peraturan lainnya, buku-buku karya

ilmiah serta buku-buku yang berkaitan dengan masalah ini.

4. Teknik Analisis Data

Tehnik analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam

bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam

menganalisis data yang telah dihimpun, penulis menggunakan metode

deskriptif analisis yaitu suatu teknis analisis data di mana penulis

menjabarkan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara di lapangan

kemudian menganalisis dengan merujuk pada Al-Qur‟an, Hadits dan

buku-buku yang berkaitan dengan masalah ini.

11

Rully Indrawan dan Poppy Yaniawati “ Metodologi Penelitian “ (Bandung : PT.

Refika Aditama, 2014, Cet. Ke 1), h. 134-136

Page 21: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

12

G. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014”.

H. Sistematika Penulisan

Agar pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah, penulis menjadikan

sistematika penulisan dalam lima bab, yang mana dalam kelima bab tersebut

terdiri dari sub-sub bab yang terkait. Sistematika penulisan sebagai berikut:

Bagian pertama adalah pendahuluan, dalam bab ini akan memuat tentang

latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metodologi penelitian dan

sistematika penulisan.

Selanjutnya bagian kedua akan membahas sekilas tentang perkawinan dan

Al-Urf. Mengenai perkawinan akan dibahas mulai dari pengertian perkawinan,

rukun dan syarat perkawinan, dasar hukum perkawinan, tujuan dan hikmah

perkawinan. Sedangkan Al-Urf akan dibahas mulai dari pengertian Urf, macam-

macam al-„urf, penyerapan „urf atau adat dalam hukum Islam dan kedudukan „urf

dalam menetapkan hukum.

Adapun bagian ketiga yaitu membahas tentang kondisi objektif wilayah

penelitian yang terdiri dari data letak geografis Desa Gunung Sari, kondisi umum

Page 22: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

13

masyarakat Desa Gunung Sari dan tradisi Ngadiukeun dalam perkawinan adat

sunda

Selanjutnya bab keempat yaitu membahas tentang prosesi Ngadiukeun

ditinjau dari hukum Islam dan hukum adat, mulai dari tradisi Ngadiukeun menurut

pandangan hukum Islam dan tradisi Ngadiukeun menurut hukum adat

Bagian terakhir adalah penutup. Penulis akan menyimpulkan berkaitan

dengan pembahasan yang penulis lakukan sekaligus menjawab rumusan masalah

yang penulis gunakan dalam bab pendahuluan. Uraian terakhir adalah saran yang

dapat dilakukan untuk kegiatan lebih lanjut berkaitan dengan apa yang telah

penulis kaji.

Page 23: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

14

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN AL-‘URF (ADAT)

A. Sekilas Tentang Perkawinan

1. Pengertian Perkawinan

Perkawinan adalah sebuah perjanjian jika dipandang dari seluruh sistem

hukum, tetapi merupakan jenis khusus dari perjanjian karena syarat-syaratnya

telah dibuat sebelum memasuki perkawinan. Tidak ada ruang bagi persyaratan

individual, kecuali jika hukum membolehkannya. Fiqih juga tidak mempunyai

pengecualian terhadap generalisasi ini. Namun demikian, di dunia muslim, fiqih

bukanlah satu-satunya hukum, tetapi ada juga adat yang terkadang harus pula

dihadapi.12

Perkawinan adalah suatu perbuatan yang dilakukan sejak zaman Nabi

Adam as. dan dilakukan manusia secara turun temurun. Hal itu dikarenakan

perkawinan merupakan salah satu pokok kebutuhan manusia yang dituntut secara

naluri, selain itu perkawinan merupakan jalan mencari kebutuhan dan

ketentraman jiwa.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Ruum ayat 21:

Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kebesaran karunia-Nya (Allah)

dikaruniakan-Nya bagimu dari jenismu sendiri pasangan hidup (istri/suami) agar

kamu merasa tentram dengannya…” (QS. Ar-Ruum: 21)

12

Quraish Shihab, M.B. Hooker, Islam Mazhab Indonesia, Fatwa-Fatwa dan Perubahan

Sosial, (Jakarta: Teraju, 2002), cet ke- 1, h. 197

Page 24: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

15

Dari ayat di atas dapat kita pahami bahwa perkawinan merupakan

sunatullah yang memang menjadi kebutuhan hidup untuk mencapai kebahagiaan

dunia akhirat.13

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Perkawinan berasal dari kata

“kawin” yang menurut bahasa artinya adalah membentuk keluarga dengan lawan

jenis, bersuami atau beristri, menikah atau melakukan hubungan kelamin

(bersetubuh).14

Kata “nikah” sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan

(coitus), juga untuk arti akad nikah.15

Di dalam literatur fiqh yang berbahasa arab Perkawinan atau Pernikahan

disebut dengan dua kata, yaitu nikah نكاح() dan zawaj (زواج) kedua kata ini sangat

erat sekali dengan kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak juga terdapat

dalam Al-Qur‟an dan Hadits Nabi. Kata na-ka-ha banyak terdapat dalam Al-

Qur‟an dengan arti kawin. Secara arti kata nikah atau zawaj berarti “bergabung”

Dalam arti .(عقد) ”dan juga berarti “akad (وطء) ”hubungan kelamin“ ,(ضم)

terminologis dalam kitab-kitab fiqh banyak diartikan dengan:

Yang artinya: Akad atau perjanjian yang mengandung maksud membolehkan

hubungan kelamin dengan menggunakan lafaz na-ka-ha atau za-wa-ja.16

Perkawinan dalam Islam merupakan sunatullah yang sangat dianjurkan

karena perkawinan merupakan cara yang di pilih Allah SWT untuk melestarikan

13

Departemen Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Jakarta: CV. Indah Press, 1996) 14

Dep Diknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2008), cet ke-1, edisi ke-4, h. 639 15

Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), cet

ke-3, h. 29 16

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 73-74

Page 25: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

16

kehidupan manusia dalam mencapai kemaslahatan dan kebahagiaan hidup.17

Dengan perkawinan itu khususnya baagi manusia (laki-laki dan perempuan)

Allah SWT menghendaki agar mereka mengemudikan bahtera kehidupan rumah

tangganya.

Allah SWT berfirman dalam surat Ad-Dzariyat ayat 49

Artinya: “Dan segala sesuatu itu kami (Allah) jadikan berpasang-pasangan,

agar kamu semua mau berfikir”. (QS. Ad-Dzariyat: 49)

Allah SWT juga berfirman dalam surat Yaa Siin ayat 36

Artinya: “Maha suci Allah yang telah menciptakan segala sesuatu berpasang-

pasangan, baik (pada) tumbuh-tumbuhan maupun diri mereka sendiri (manusia)

dan lain-lain yang tidak mereka ketahui”. (QS. Yaa Siin: 36)

Menurut istilah hukum Islam, terdapat beberapa definisi, diantaranya adalah:

Artinya: “Perkawinan menurut syara‟ yaitu akad yang ditetapkan syara‟ untuk

membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan

menghalalkan bersenang-senang perempuan dengan laki-laki”.18

Menurut Hanafiyah, kawin adalah akad yang memberi faedah untuk

melakukan mut‟ah secara sengaja, artinya kehalalan seorang laki-laki untuk

bertistimta‟ dengan seorang wanita selama tidak ada faktor yang menghalangi

17

As-Sayid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, (Beirut: Dar al-Kitab al-„Anabi, 1973), 11:6 18

Abdur Rahman Al-Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Bogor: Kencana, 2003), h. 7-8

Page 26: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

17

sahnya perkawinan tersebut secara syar‟i. Selain itu, menurut Hanabilah kawin

adalah akad yang menggunakan lafaz nikah yang bermakna tazwij dengan

maksud mengambil manfaat untuk bersenang-senang.19

Golongan Ulama Syafi‟iyah berpendapat bahwa kata nikah itu berarti akad

dalam arti yang sebenarnya (hakiki), dapat berarti juga untuk hubungan kelamin,

namun dalam arti sebenarnya (arti majazi). Penggunaan kata untuk bukan arti

sebenarnya itu memerlukan penjelasan di luar kata itu sendiri. Ulama golongan

Syafi‟iyah ini memberikan definisi sebagaimana disebutkan di atas melihat

kepada hakikat dari akad itu bila dihubungakan dengan kehidupan suami istri

yang berlaku sesudahnya, yaitu boleh bergaul sedangkan sebelum akad tersebut

berrlangsung di antara keduanya tidak boleh bergaul.20

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 1, perkawinan adalah:

“Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang perempuan sebagai suami

istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pertimbangannya ialah sebagai Negara

yang berdasarkan pancasila dimana sila yang pertamanya ialah Ketuhanan Yang

Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan erat dengan agama atau

kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir atau

jasmani, tetapi unsur batin atau rohani juga mempunyai peranan yang penting.21

19

Abdurrahman, al-Jaziri, Kitab „ala Mazhab al-Arba‟ah, (t.tp: Dar Ihya al-Taurus al-

Arabi, 1986), Juz IV, h. 3 20

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqh Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 37 21

M. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Dari Segi Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Ind-Hillco, 1990), h. 2

Page 27: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

18

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 1 merumuskan bahwa ikatan

suami istri berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, perkawinan merupakan

perikatan yang suci. Perikatan tidak dapat terlepas dari agama yang dianut suami

istri. Dalam KUHPerdata dikatakan undang-undang memandang soal perkawinan

hanya dalam hubungan perdata dan dalam pasal 81 KUHPerdata dikatakan bahwa

tidak ada upacara keagamaan yang boleh diselenggarakan, sebelum kedua pihak

membuktikan kepada pejabat agama mereka, bahwa perkawinan dihadapan

pegawai pencatat sipil telah berlangsung.22

Dalam hukum adat perkawinan itu bukan hanya merupakan peristiwa

penting bagi mereka yang masih hidup saja, tetapi perkawinan juga merupkan

peristiwa yang sangat berarti serta sepenuhnya mendapat perhatian dan di ikuti

oleh arwah-arwah para leluhur kedua belah pihak. Dengan demikian, perkawinan

menurut hukum adat merupakan suatu hubungan kelamin antara laki-laki dengan

perempuan, yang membawa hubungan lebih luas, yaitu antara kelompok kerabat

laki-laki dan perempuan, bahkan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat

yang lain. Hubungan yang terjadi ini ditentukan dan diawasi oleh sistem norma-

norma yang berlaku di dalam masyarakat itu.23

Menurut Djaren Saragih, S.H., sebagaimana dikutif oleh Tolib Setiady,

dinyatakan bahwa “Hukum perkawinan adat adalah keseluruhan kaidah hukum

yang menentukan prosedur yang harus ditempuh oleh dua orang yang bertalian

22

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Lihat juga Hilman Hadikusuma, Hukum

Perkawinan Indonesia, Menurut Pandangan Hukum Adat, Hukum Agama, (Bandung: Mandar

Maju, 1990), h. 7 23

Purwadi, Upacara Tradisional Jawa, Menggali Untaian Kearifan Lokal, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2005), h. 154

Page 28: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

19

kelamin dalam menciptakan kehidupan bersama dalam suatu rumah tangga

dengan tujuan untuk meneruskan keturunan.24

2. Syarat dan Rukun Perkawinan

Dalam Islam diatur tata cara tentang prosesi akad nikah yang terdiri dari,

syarat pernikahan dan rukun pernikahan yang menentukan suatu perbuatan

hukum, terutama yang menyangkut sah dan tidaknya perbuatan tersebut dari segi

hukum. Dalam hal ini Amir Syarifuddin menjelaskan bahwa kedua kata tersebut

mengandung arti yang sama, yakni bahwa keduanya merupakan sesuatu yang

harus diadakan, dalam arti perkawinan tidak sah bila keduanya tidak ada atau

tidak lengkap.25

Menurut ulama Syafi‟iyah syarat perkawinan itu adakalanya menyangkut

shighat, wali, calon suami istri, dan juga syuhud (saksi). Sedangkan berkenaan

dengan rukunnya, bagi mereka ada 5 (lima), yaitu: calon suami istri, wali, dua

orang saksi, dan shighat. Sedangkan menurut Malikiyah adalah termasuk mahar

dan tidak menempatkan saksi sebagai rukun.26

Ulama Hanafiyah melihat perkawinan itu dari segi ikatan yang berlaku

antara pihak yang melangsungkan perkawinan. Oleh karenanya yang menjadi

rukun dalam sebuah perkawinan hanyalah akad nikah yang dilakukan oleh kedua

24

Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia (Dalam Kajian Kepustakaan), (Bandung:

Alfabeta, 2003), cet ke-3, h. 225 25

Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fiqh Munakahat 1, h, 63 26

Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi

Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh, UU No. 1/1974 sampai KHI (Jakarta: Kencana,

2006), ed. 1, cet ke- 1, h. 61)

Page 29: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

20

belah pihak yang berrsangkutan, sedangkan di luar daripada itu seperti kehadiran

saksi dan mahar bukan termasuk rukun melainkan sebagai syarat perkawinan.27

3. Dasar Hukum Perkawinan

Hukum nikah (perkawinan), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara

manusia dengan sesamanya yang menyangkut penyaluran kebutuhan biologis

antarjasmani, dan hak serta kewajiban yang berhubungan dengan akibat

perkawinan tersebut.28

Berikut ini dijelaskan mengenai dasar hukum dari sebuah

perkawinan

a. Al-Qur‟an

Terdapat banyak ayat dalam al-Qur‟an yang mengatur masalah

pernikahan, seperti penegasan bahwa Allah menciptakan makhluk hidup

berpasang-pasangan, baik manusia, binatang, ataupun tumbuh-tumbuhan

untuk kelangsungan jenis masing-masing, diantara ayat-ayat al-Qur‟an

tentang pernikahan adalah:

QS. Al-Hujurat ayat 13

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu

berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.

27

Amir Syarifuddin, h. 59-60 28

H.M.A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqh Munakahat, Kajian Fiqh Nikah Lengkap,

(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 12

Page 30: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

21

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah

orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha

mengetahui lagi maha mengenal”.

QS. Az-Zariyat ayat 49

Artinya: “Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya

kamu mengingat akan kebesaran Allah”

b. Hadits

Terdapat banyak hadits Rasulullah SAW yang menganjurkan pernikahan,

diantara hadits-hadits tersebut adalah:

Rasulullah SAW pernah bersabda:

“Wahai generasi muda, barang siapa diantara kalian telah mampu serta

berkeinginan untuk menikah, maka hendaklah ia menikah. Karena

sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukan pandangan mata dan

memelihara kamaluan”. (Muttafaqun „Alaih)29

c. Ijmak Ulama

Menurut jumhur ulama hukum menikah adalah sunnah, sedangkan

menurut golongan dzahiri, menikah hukumnya wajib.30

4. Tujuan dan Hikmah Perkawinan

a. Tujuan Perkawinan

Sebagaimana hukum-hukum yang lain ditetapkan dengan tujuan

tertentu sesuai dengan tujuan terbentuknya, demikian pula halnya dengan

29

Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqh Wanita, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

1998), cet ke-1, h. 376-377 30

Ibnu Rusyd al-Qurtuby al-Andalusi, Bidayah al-Mujtahid, juz II, Beirut, Libanon: Dar

al-Kutub al-Ilmiyah, t.t., h, 196

Page 31: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

22

syari‟at Islam. Mensyari‟atkan perkawinan dengan tujuan-tujuan tertentu

pula, diantaranya tujuan-tujuan itu ialah:31

1) Melanjutkan keturunan yang merupakan sambungan hidup dan

menyambung cita-cita, membentuk keluarga dan dari keluarga-

keluarga dibentuk umat, ialah umat Nabi Muhammad SAW umat

Islam;

Allah SWT berfirman dalam surat An-Nahl ayat 72

Artinya: “Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu

sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak

dan cucu-cucu, dan memberimu rizki dari yang baik-baik. Maka

mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari

nikmat Allah”.

2) Untuk menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah

SWT mengerjakannya

3) Untuk menimbulkan rasa cinta antar suami istri, menimbulkan rasa

kasih sayang antar orang tua dengan anaknya dan antara seluruh

anggota keluarga. Rasa cinta dan kasih sayang dalam keluarga ini

akan dirasakan pula dalam masyarakat atau umat, sehingga

terbentuklah umat yang diliputi cinta dan kasih sayang.

31

Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang perkawinan, h. 12-15

Page 32: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

23

4) Untuk menghormati atau mengikuti sunnah Rasulullah SAW,

beliau mencela orang-orang yang berjanji akan puasa setiap hari,

akan bangun beribadah setiap malam dan tidak akan kawin-kawin

sebagaimana sabda beliau:

Artinya: “Maka barang siapa yang benci kepada sunnahku

bukanlah ia termasuk (umatku), HR. Bukhari Muslim

5) Untuk membersihkan keturunan. Keturunan yang bersih, yang jelas

ayah, kakek, dan sebagainya. Semua itu hanya dapat diperoleh

dengan perkawinan. Dengan demikian akan jelas pula orang-orang

yang bertanggung jawab terhadap anak-anak yang akan

memelihara dan mendidik sehingga menjadilah ia seorang muslim

yang dicita-citakan.

Adapun tujuan perkawinan bagi masyarakat hukum adat yang bersifat

kekerabatan adalah untuk mempertahankan dan meneruskan keturunan menurut

garis ke Bapakan atau ke Ibuan atau ke Ibu-Bapakan, untuk kebahagiaan rumah

tangga keluarga/kerabat, untuk memperoleh nilai-nili adat budaya dan kedamaian,

dan untuk mempertahankan kewarasan. Oleh karena itu sistem keturunan dan

kekerabatan antara suku bangsa Indonesia yang satu dan lain berbeda-beda,

termasuk lingkungan hidup dan agama yang dianut berbeda-beda, maka tujuan

perkawinan adat bagi masyarakat adat juga berbeda antara suku bangsa yang satu

Page 33: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

24

dan daerah yang lain, begitu juga dengan akibat hukum dan upacara

perkawinannya.32

b. Hikmah Perkawinan

Hikmah perkawinan menurut Ali Ahmad Al-Jurjawi hikmah-hikmah

perkawinan itu banyak antara lain:

1) Dengan pernikahan maka banyaklah keturunan. Ketika keturunan itu

banyak, maka proses memakmurkan bumi berjalan dengan mudah, karena

suatu perbuatan yang harus dikerjakan bersama-sama akan sulit jika

dilakukan secara individual.

2) Keadaan hidup manusia tidak akan tentram kecuali jika keadaan rumah

tangganya teratur. Kehidupannya tidak akan tenang kecuali dengan

adanya ketertiban rumah tangga. Ketertiban tersebut tidak mungkin

terwujud kecuali harus ada perempuan yang mengatur rumah tangga itu.

Dengan alasan itulah maka nikah disyari‟atkan, sehingga keadaan kaum

laki-laki menjadi tentram dan dunia semakin makmur.

3) Pernikahan dapat menjaga kehormatan diri sendiri dan pasangan agar

tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang diharamkan. Juga berfungsi untuk

menjaga komunitas manusia dari kepunahan, dengan terus melahirkan dan

mempunyai keturunan.

4) Berguna untuk menjaga kesinambungan garis keturunan, menciptakan

keluarga yang merupakan bagian dari masyarakat, dan menciptakan sikap

bahu membahu di antara sesama. Sebagaimana telah diketahui

32

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Menurut Pandangan Hukum

Adat, Hukum Agama, (Bandung: Mandar Maju, 1990), h. 23

Page 34: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

25

bahwasanya pernikahan merupakan bentuk bahu membahu antara suami

istri untuk mengemban beban kehidupan. Juga merupakan sebuah akad

kasih sayang dan tolong menolong di antara golongan, dan penguat

hubungan antar keluarga. Dengan pernikahan itulah berbagai

kemaslahatan masyarakat dapat di raih dengan sempurna.33

B. AL-‘Urf atau Adat

1. Pengertian ‘Urf dan Adat

Kata „urf berasal dari kata „arafa ( عرف) , ya‟rifu )يعرف) sering diartikan

dengan “al-ma‟ruf” )المعروف) dengan arti “sesuatu yang dikenal”. Pengertian

dikenal ini lebih dekat kepada pengertian “diakui oleh orang lain”. Kata „urf juga

terdapat dalam Al-Qur‟an dengan arti “ma‟ruf” )معروف) yang artinya kebajikan

(berbuat baik), seperti dalam surat al-A‟raf ayat 199

Maafkanlah dia dan suruhlah berbuat ma‟ruf

„Urf dan adat termasuk dua kata yang sering dibicarakan dalam literatur

Ushul Fiqih. Keduanya berasal dari bahasa Arab. Kata „adat sudah diserap ke

dalam bahasa Indonesia yang baku.

Arti Urf secara harfiyah adalah suatu keadaan, ucapan, perbuatan, atau

ketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk

33

Wahbah az-Zuhaili; Penerjemah, Abdul Hayyie al-Kattani, dkk. Fiqh Islam wa

Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), cet ke-1, h. 40-41

Page 35: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

26

melaksanakannya atau meninggalkannya. Dikalangan masyarakat, „urf ini sering

disebut sebagai adat.34

Menurut Abudl Wahab Khallaf, „urf adalah apa yang dikenal oleh manusia

dan menjadi tradisinya; baik ucapan, perbuatan atau pantangan-pantangan.

Menurut istilah ahli syara, tidak ada perbedaan antara „urf dan adat. Adat

perbuatan, seperti kebiasaan umat manusia berjual beli dengan tukar menukar

secara langsung, tanpa bentuk ucapan akad. Adat ucapan, seperti kebiasaan

manusia untuk tidak mengucapkan kata “daging” sebagai “ikan”. Adat terbentuk

dari kebiasaan manusia menurut derajat mereka, secara umum maupun tertentu.35

Musthafa Ahmad al-zarqa‟ (guru besar fiqih Islam di Universitas „Amman,

Jordania), mengatakan bahwa „urf merupakan bagian dari adat, karena adat lebih

umum dari „urf. Suatu „urf menurutnya harus berlaku pada kebanyakan orang di

daerah tertentu, bukan pada pribadi atau kelompok tertentu dan „urf bukanlah

kebiasaan alami sebagaimana yang berlaku di kebanyakan adat, tetapi muncul dari

suatu pemikiran dan pengalaman. Yang dibahas para Ulama Ushul Fiqih, dalam

kaitannya dengan salah satu dalil dalam menetapkan hukum syara‟ adalah „urf

bukan adat.36

34

Rahmat Syafe‟i, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), h. 128 35

Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih, Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka

Amani, 2003), h. 117 36

Nasrun Harun, Ushul Fiqih, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 138-139

Page 36: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

27

2. Macam-Macam ‘Urf

Ahmad Fahmi Abu Sunnah dan Ahmad Musthafa al-Zarqa‟ serta para Ulama

Ushul Fiqih membagi „urf menjadi tiga macam:37

a. Dari segi objeknya, „urf dibagi kepada:

1. Al-„urf al-lafdzi (kebiasaan yang menyangkut ungkapan), adalah

kebiasaan masyarakat dalam mempergunakan lafal/ungkapan tertentu

dalam mengungkapkan sesuatu, sehingga makna ungkapan itulah

yang dipahami dan terlintas dalam pikiran masyarakat. Misalnya kata

daging yang berarti daging sapi, padahal kata daging mencakup

seluruh daging yang ada.

2. Al-„urf „al-amali, adalah kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan

perbuatan biasa atau muamalah keperdataan. Yang dimaksud

perbuatan biasa adalah perbuatan masyarakat dalam masalah

kehidupan mereka yang tidak terkait dengan kepentingan orang lain,

seperti kebiasaan masyarakat dalam memakai pakaian tertentu dalam

acara khusus.

b. Dari segi cakupannya, „urf dibagi kepada:

1. Al-„urf al-„am, adalah kebiasaan tertentu yang berlaku secara luas di

seluruh masyarakat dan di seluruh daerah. Misalnya, bila memasuki

pemandian umum (kolam renang) yang memungut bayaran, orang

hanya membayar seharga tarif masuk yang ditentukan tanpa

37

Nasrun Harun, Ushul Fiqih, h. 139-141

Page 37: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

28

memperhitungkan berapa banyak air yang dipakainya dan berapa lama

ia menggunakan pemandian tersebut.

2. Al-„urf al-khash, adalah kebiasaan yang berlaku di masyarakat dan di

daerah tertentu. Misalnya, orang Sunda menggunakan kata “paman”

hanya untuk adik dan ayah, dan tidak digunakan untuk kakak dari

ayah; sedangkan orang Jawa menggunakan kata “paman” itu untuk

adik dan untuk kakak dari ayah.

c. Dari segi keabsahannya dari pandangan syara‟, „urf dibagi kepada:

1. Al-„urf al-shahih, adalah kebiasaan yang berlaku di masyarakat yang

tidak bertentangan dengan nash, tidak menghilangkan kemaslahatan

mereka, dan tidak pula membawa mudharat kepada mereka. Misalnya,

mengadakan acara halalbihalal (silaturahmi) saat hari raya, memberi

hadiah sebagai suatu penghargaan atas suatu prestasi.

2. Al-„urf al-fasid, adalah kebiasaan yang berlaku di masyarakat yang

bertentangan dengan dalil-dalil syara‟ dan kaidah-kaidah dasar yang

ada dalam syara‟. Misalnya, kebiasaan yang berlaku di kalangan

pedagang dalam menghalalkan riba, seperti peminjaman uang sesama

pedagang.

3. Penyerapan ‘Urf (Adat) dalam Hukum

Islam datang dengan seperangkat norma syara‟ yang mengatur kehidupan

muamalah yang harus dipatuhi umat Islam sebagai konsekuensi dari keimanannya

kepada Allah dan Rasulnya. Sebagian dari adat lama itu ada yang selaras dan ada

yang bertentangan dengan hukum syara‟ yang datang kemudian. Adat yang

Page 38: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

29

bertentangan itu dengan sendirinya tidak mungkin dilaksanakan oleh umat Islam

secara bersamaan dengan hukum syara‟. Pertemuan antara adat dan syariat

tersebut terjadilah perbenturan, penyerapan, dan pembauran antara keduanya.

Dalam hal ini yang diutamakan adalah proses penyeleksian „adat yang dipandang

masih diperlukan untuk dilaksanakan. Adapun yang dijadikan pedoman dalam

menyeleksi adat lama itu adalah kemaslahatan menurut wahyu. Berdasarkan hasil

seleksi tersebut, adat dapat dibagi kepada 4 kelompok yaitu sebagai berikut:38

1. Adat yang lama secara substansial dan dalam hal pelaksanaannya

mengandung unsur kemaslahatan. Maksudnya dalam perbuatan itu

terdapat unsur manfaat dan tidak ada unsur mudharatnya, atau unsur

manfaatnya lebih besar dari unsur mudharatnya. Adat dalam bentuk ini

diterima sepenuhnya dalam hukum Islam.

2. Adat lama yang pada prinsipnya secara substansial mengandung unsur

maslahat (tidak mengandung unsur mafsadat atau mudharat), namun

dalam pelaksanaannya tidak dianggap baik oleh Islam. Adat dalam bentuk

ini dapat diterima dalam Islam, namun dalam pelaksanaan selanjutnya

mengalami perubahan dan penyesuaian.

3. Adat lama yang pada prinsip dan pelaksanaannya mengandung unsur

mafsadat (merusak). Maksudnya, yang dikandung hanya unsur perusak

dan tidak memiliki unsur manfaatnya, atau ada unsur manfaatnya tetapi

unsur perusaknya lebih besar.

38

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, Jilid 2, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 393-394

Page 39: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

30

4. Adat atau „urf yang telah berlangsung lama, diterima oleh orang banyak

karena tidak mengandung unsur mafsadat (perusak) dan tidak

bertentangan dengan dalil syara yang datang kemudian, namun secara jelas

belum terserap ke dalam syara‟, baik secara langsung atau tidak langsung.

Adat atau „urf dalam bentuk ini jumlahnya banyak sekali dan menjadi

perbincangan di kalangan ulama. Bagi kalangan ulama yang mengakuinya

berlaku kaidah

محكمة العادة

Adat itu dapat menjadi dasar hukum

4. Kedudukan ‘Urf dalam Menetapkan Hukum

Seorang mujtahid dalam menetapkan suatu hukum, menurut Imam al-

Qarafi, harus terlebih dahulu meneliti kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat

setempat, sehingga hukum yang ditetapkan itu tidak bertentangan atau

menghilangkan suatu kemaslahatan yang menyangkut masyarakat tersebut.

Seluruh ulama mazhab, menurut imam Syaitibi dan imam Ibnu Qayim al-Jauziah,

menerima dan menjadikan „urf sebagai dalil syara‟ dalam menetapkan hukum,

apabila tidak ada nash yang menjelaskan hukum suatu masalah yang dihadapi.39

Ada beberapa alasan „urf dapat dijadikan dalil, diantaranya yaitu:40

39

Nasrun Harun, Ushul Fiqih, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 142 40

Djazuli dan Nurol Aen, Ushul Fiqih Metode Hukum Islam, (Jakarta: PT Grafindo

Persada, 2000), h. 186-187

Page 40: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

31

Artinya: Dari Abdullah bin Mas‟ud berkata bahwa sesungguhnya Allah ada

dalam hati hamba, hati yang paling baik adalah hati Nabi Muhammad, hamba

seorang mukmin adalah sebaik-baiknya hati, mereka akan memilih sesuatu yang

baik untuk agamanya dan mereka akan berperang demi agamanya, maka apa

yang dianggap baik oleh orang-orang Islam, maka hal itu baik pula di sisi Allah

dan apa yang dianggap buruk oleh orang-orang Islam, maka hal itu buruk pula di

sisi Allah. (HR. Thabrani)

Secara umum „urf atau adat itu diamalkan oleh semua ulama fiqih

terutama di kalangan ulama mazhab Hanafiyah dan Malikiyah. Ulama Hanafiyah

menggunakan istihsan dalam berijtihad, dan salah satu bentuk istihsan itu adalah

istihsan al-„urf (istihsan yang menyandar pada „urf). Oleh ulama Hanafiyah, „urf

itu didahulukan atas qiyas khafi dan juga didahulukan atas nash yang umum,

dalam arti „urf itu men-takhsis umum nash. Ulama Malikiyah menjadikan „urf

atau tradisi yang hidup di kalangan ahli Madinah sebagai dasar dalam menetapkan

hukum dan mendahulukannya dari hadits ahad.

Ulama Syafi‟iyah banyak menggunakan „urf dalam hal-hal tidak

menemukan ketentuan batasannya dalam syara‟ maupun dalam penggunaan

bahasa. Mereka mengemukakan kaidah sebagai berikut:41

“Setiap yang datang dengannya syara secara mutlak, dan tidak ada ukurannya

dalam syara maupun dalam bahasa, maka dikembalikan kepada „urf

41

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, Jilid 2, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 399

Page 41: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

32

Para ulama yang mengamalkan „urf itu dalam memahami dan meng-

istinbath-kan hukum, menetapkan beberapa persyaratan untuk menerima „urf

tersebut, yaitu:42

1. Adat atau „urf itu bernilai maslahat dan dapat diterima akal sehat. Syarat

ini merupakan kelaziman bagi adat atau „urf yang shahih, sebagai

persyaratan untuk diterima secara umum.

2. Adat atau „urf itu berlaku umum dan merata di kalangan orang-orang yang

berada dalam lingkungan adat itu, atau di kalangan sebagian besar

warganya.

3. „Urf yang dijadikan sandaran dalam penetapan hukum itu telah ada

(berlaku) pada saat itu, bukan „urf yang muncul kemudian. Hal ini berarti

„urf itu harus telah ada sebelum penetapan hukum. Kalau „urf itu datang

kemudian, maka tidak diperhitungkan.

4. Adat tidak bertentangan dan melalaikan dalil syara yang ada atau

bertentangan dengan prinsip yang pasti.

Sebenarnya persyaratan ini hanya menguatkan persyaratan penerimaan

adat shahih, karena kalau adat itu bertentangan dengan nash yang ada atau

bertentangan dengan prinsip syara yang pasti, maka ia termasuk adat yang

fasid yang telah disepakati ulama untuk menolaknya.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa „urf atau adat itu digunakan sebagai

landasan dalam menetapkan hukum. Namun penerimaan ulama atas adat itu

bukanlah karena semata-mata ia bernama adat atau „urf. „Urf atau adat itu

42

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, h. 401-402

Page 42: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

33

bukanlah dalil yang berdiri sendiri. Adat atau „urf itu menjadi dalil karena ada

yang mendukung, atau ada tempat sandarannya, baik dalam bentuk ijma‟ atau

maslahat. Adat yang berlaku di kalangan umat berarti telah diterima sekian lama

secara baik oleh umat.

Page 43: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

34

BAB III

KONDISI OBJEKTIF WILAYAH PENELITIAN

A. Letak Geografis Desa Gunung Sari

Desa Gunung Sari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

Pamijahan Kabupaten Bogor, dengan luas wilayah 683,240 Ha, dengan dibatasi

oleh beberapa wilayah antara lain:43

Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pamijahan

Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Gunung Picung

Sebelah Selatan berbatasan dengan Gunung Salak (Kabupaten Sukabumi)

Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ciasihan

Orbitasi dan waktu tempuh dari ibu kota kecamatan 0,005 km dengan

waktu tempuh 10 menit dan dari ibu kota kabupaten 57 km dengan waktu tempuh

120 menit.44

Dilihat dari topografi dan kontur tanah, Desa Gunung Sari Kecamatan

Pamijahan secara umum berupa sawah dan daratan yang berada pada ketinggian

antara 600 M – 800 M di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar

antara 22℃ – 28℃. Intensitas curah hujan cukup tinggi, yaitu jumlah hari dengan

curah hujan 275 hari/tahun dengan banyak curah hujan sekitar 2000 – 3000 MM/t.

43

Data diperoleh dari U. Hermawan, Sekretaris Desa Gunung Sari dalam bentuk Photo

Kopi “Profile Desa” 44

Data diperoleh dari U. Hermawan, Sekretaris Desa Gunung Sari dalam bentuk Photo

Kopi “Profile Desa”

Page 44: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

35

Adapun bentuk wilayah Desa Gunung Sari terdiri dari 20% datar sampai

berombak, 30% berombak sampai berbukit dan 50% berbukitan sampai

bergunung.45

Dalam kelembagaan Desa, Desa Gunung Sari terbagi ke dalam tiga dusun

yaitu: Dusun Lokapurna, Dusun Cipendeuy dan Dusun Nangkasari. Jumlah

Rukun Warga adalah 9 buah dan 43 buah Rukun Tangga.46

B. Kondisi Umum Masyarakat Desa Gunung Sari

Jumlah penduduk Desa Gunung Sari sebanyak 12.369 jiwa yang terdiri

dari 6.432 laki-laki dan 5.937 perempuan dengan jumlah kepala keluarga

sebanyak 3.154 KK.47

Adapun perincian komposisi penduduk menurut penganut

agama, menurut usia, menurut mata penceharaian, dan pendidikan, dapat dilihat

dari table-tabel di bawah ini:

TABEL 1

Penduduk Berdasarkan Agama yang Dianut

No Agama Jumlah

1 Islam 12.650

2 Katolik 4

3 Protestan -

4 Hindu -

5 Budha -

6 Konghuchu -

Jumlah 12.654

45

Data diperoleh dari U. Hermawan, Sekretaris Desa Gunung Sari dalam bentuk Photo

Kopi “Profile Desa” 46

Data diperoleh dari U. Hermawan, Sekretaris Desa Gunung Sari dalam bentuk Photo

Kopi “Profile Desa” 47

Data diperoleh dari U. Hermawan, Sekretaris Desa Gunung Sari dalam bentuk Photo

Kopi “Profile Desa”

Page 45: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

36

Jumlah penduduk berdasarkan agama yang dianut oleh masyarakat Desa

Gunung Sari mayoritas menganut agama Islam. Berdasarkan observasi yang

peneliti lakukan menunjukkan bahwa mayoritas agama yang dianut penduduk

Desa Gunung Sari adalah agama Islam.

TABEL 2

Penduduk Berdasarkan Usia

No Umur Jumlah Jiwa Jumlah

1 0 – 1 tahun 161 150 311

2 2 – 5 tahun 320 291 611

3 6 – 12 tahun 262 225 487

4 13 – 15 tahun 696 607 1.303

5 16 – 18 tahun 271 290 561

6 19 – 21 tahun 303 283 586

7 22 – 25 tahun 594 590 1.184

8 26 – 30 tahun 602 553 1.155

9 31 – 35 tahun 554 502 1.056

10 36 – 40 tahun 527 510 1.037

11 41 – 45 tahun 534 491 1.025

12 46 – 50 tahun 449 434 883

13 51 – 55 tahun 460 386 846

14 56 – 60 tahun 355 317 672

15 61 – 65 tahun 282 267 549

16 66 tahun ke atas 193 195 388

Jumlah 6.563 6.091 12.654

Mata pencaharian atau pekerjaan merupakan sumber pendapatan untuk

keluarga yang juga merupakan faktor penting dalam meningkatkan kesejahteraan

keluarga. Untuk mengetahui keanekaragaman mata pencaharian penduduk Desa

Gunung Sari. Dari tabel di bawah ini menunjukkan bahwa sebagian besar

penduduk Desa Gunung Sari menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, ini

terbukti dengan jumlah hampir 6.139 penduduk mengandalkan sektor pertanian.

Page 46: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

37

TABEL 3

Penduduk Berdasarkan Matapencaharian

No Jenis Pekerjaan Jumlah

1 Petani 3.254

2 Buruh Tani 2.885

3 Pedagang 820

4 PNS 45

5 TNI/Polri 2

6 Karyawan Swasta 386

7 Wirausaha Lainnya 941

Jumlah 8.333

Pendidikan merupakan unsur penting bagi kehidupan seseorang, karena

dengan pendidikan kualitas hidup seseorang bias meningkat. Semakin tinggi

tingkat pendidikannya semakin luas wawasan berpikirnya. Untuk mengetahui

lebih jelas keadaan tingkat pendidikan masyarakat Desa Gunung Sari dapat dilihat

pada tabel di bawah ini:

TABEL 4

Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 Belum Tamat SD 625

2 Tamat SD 1.245

3 Tamat SLTP 612

4 Tamat SLTA 532

5 D1 - D2 -

6 D3 / Sarjana Muda 86

7 Sarjana 176

8 Pasca Sarjana 2

Jumlah 3.278

Adapun penyediaan sarana dan prasarana bagi seluruh kegiatan dan

kesejahteraan penduduk di Desa Gunung Sari, selain mendapat bantuan dari

Page 47: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

38

pemerintah juga sarana dan prasarana yang didapatkan dari swadaya masyarakat.

Pemenuhan sarana dan prasarana ini ada di bawah bidang pembangunan. Sarana

umum yang ada di lingkungan Desa Gunung Sari terdiri dari sarana peribadatan

(kegiatan keagamaan), sarana pendidikan, sarana ekonomi dapat dilihat pada

tabel-tabel berikut:

TABEL 5

Sarana Peribadatan

No Tempat Ibadah Jumlah

1 Masjid 25

2 Musholla 43

3 Majlis Ta‟lim 43

4 Pondok Pesantren 3

5 Gereja -

6 Vihara/Pura -

Jumlah 114

Kualitas kehidupan beragama di Desa Gunung Sari dapat dilihat dari

kesadaran masyarakat untuk mengimplementasikan ajaran agama, menciptakan

kerukunan dan toleransi antar umat beragama dalam kehidupannya. Kondisi

tersebut menciptakan hubungan yang harmonis dan kondusif. Hal-hal tersebut

dapat menunjang kesalehan sosial di masyarakat. Namun untuk memperoleh

kesalehan sosial yang optimal, masih diperlukan peningkatan pemahaman,

penghayatan dan pengamalan ajaran agama dikalangan masyarakat terutama di

kalangan peserta didik sehingga dapat menanamkan suatu pondasi yang kuat

untuk menangkal pengaruh negatif yang datangnya dari dalam maupun dari luar.

Page 48: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

39

TABEL 6

Sarana Pendidikan

No Sarana Pendidikan Jumlah

1 Taman kanak-kanak / PAUD 1/1 buah

2 Sekolah Dasar Negeri 4 buah

3 Madrasah Ibtidaiyah -

4 SLTP/MTs 3 buah

5 SLTA/SMK 3 buah

Jumlah 11 buah

Saran dan prasarana sangat penting dalam dunia pendidikan karena

sebagai alat penggerak suatu pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan dapat

berguna untuk menunjang penyelenggaraan proses belajar mengajar, baik secara

langsung maupun tidak langsung dalam suatu lembaga dalam rangka mencapai

tujuan pendidikan.

TABEL 7

Sarana/Prasarana Perekonomian dan Kesehatan

No Sarana/Prasarana Perekonomian

dan Kesehatan

Jumlah

1

Perekonomian

- Koperasi -

- Perusahaan Kecil 3

- Pasar 1

- BUMDES 1

- Industri Rumah Tangga 2

2 Kesehatan

- Jumlah Dokter 1

- Jumlah Paramedis 2

- Jumlah Bidan 1

Jumlah 11

Page 49: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

40

C. Tradisi Ngadiukeun dalam Perkawinan Adat Sunda

1. Pengertian Tradisi

Kata tradisi merupakan terjemahan dari kata turats yang berasal dari

bahasa Arab, terdiri dari unsur huruf wa-ra-tsa. Kata ini berasal dari bentuk

mashdar yang mempunyai arti segala yang diwarisi manusia dari kedua orang

tuanya, baik berupa harta maupun pangkat dan keningratan.48

Tradisi atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah

sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu

kelompok masyarakat, biasanya dari suatu kebudayaan, waktu, atau agama yang

sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang

diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa

adanya ini, suatu tradisi dapat punah. Selain itu, tradisi juga dapat diartikan

sebagai kebiasaan bersama dalam masyarakat manusia, yang secara otomatis akan

mempengaruhi aksi dan reaksi dalam kehidupan sehari-hari para anggota

masyarakat itu.49

Tradisi merupakan adat kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang

masih dijalankan di masyarakat. Sejak dahulu tradisipun telah ada dan menjadi

kebiasaan yang dijalani oleh masyarakat saat ini. Dalam hukum Islam istilah

tradisi lebih dikenal dengan „Urf. Urf secara etimologi merupakan sesuatu yang

dipandang baik dan diterima oleh akal sehat. Sedangkan secara terminologi,

48

Ahmad Ali Riyadi, Dekonstruksi Tradisi, (Yogyakarta: Ar-Ruz, 2007), h. 119 49

Mulfiblog, “Pengertian Tradis”, http://tasikuntan.wordpress.com, diakses pada tanggal

11 Januari 2017

Page 50: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

41

seperti dikemukakan Abdul Karim Zaidan, istilah Urf berarti sesuatu yang tidak

asing lagi bagi masyarakat karena telah menjadi kebiasaan yang menyatu dengan

kehidupan mereka baik berupa perbuatan atau perkataan.50

2. Ngadiukeun dalam Perkawinan Adat Sunda

Ngadiukeun dalam arti bahasa adalah “menetapkan sesuatu”, sedangkan

menurut istilah adalah meminta izin kepada karuhun (roh leluhur/nenek moyang),

agar segala sesuatu selama proses pelaksanaan hajatan berjalan dengan lancar

sesuai dengan cita-cita.51

Adapun isi Ngadiukeun itu ada hadiah/tahlil, bakar kemenyan dan

menyediakan sesajen.52

Sesajen merupakan warisan kepercayaan animisme dan

dinamisme yaitu kepercayaan bahwa benda-benda atau tempat-tempat tertentu di

alam raya ini memiliki kekuatan ghaib (magic) yang dapat mencelakai seseorang

atau menolong serta memenuhi hajatnya. Agar penguasa tempat atau benda-benda

tersebut tidak mengganggu, maka harus diberi persembahan berupa sesajen.53

Penggunaan sesajen dalam tradisi Ngadiukeun merupakan simbol atau

lambang yang bermakna. Simbol dan lambang tersebut mengandung norma dan

mencerminkan nilai atau berupa nasehat untuk dijadikan pedoman dalam

menjalani hidup, khususnya dalam fase kehidupan seperti perkawinan. Di dalam

50

Satria Effendi, M. Zain, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2005), h.

153-154 51

Wawancara dengan Tokoh Adat Kampung Manggasari Desa Gunung Sari, Bapak

Warja, Pada Tanggal 26 Maret 2017, Pukul 16.00 WIB, di Tempat Tinggalnya 52

Wawancara dengan Tokoh Adat Kampung Manggasari Desa Gunung Sari, Bapak

Warja 53

http://ummiyun.blogspot.com, Sesajen dalam Pandangan Islam, diakses pada tanggal

27 Mei 2017

Page 51: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

42

simbol yang mengandung pesan-pesan dan nilai-nilai luhur tersebut ditujukan

kepada masyarakat khususnya yang mempunyai hajat. Nilai, norma atau aturan

yang terkandung dalam simbol tersebut tidak saja berfungsi sebagai pengatur

perilaku antara individu dalam keluarga dan masyarakat, akan tetapi berfungsi

juga sebagai penata hubungan manusia dengan yang Maha Tinggi dan Maha

Kuasa.

Nilai dan makna yang terdapat di dalam simbol ritual Ngadiukeun adalah

salah satu bentuk penghambaan manusia kepada yang khalik. Akan tetapi hal

tersebut sifatnya tidak formal, yaitu tidak dibakukan secara tertulis, melainkan

hidup dalam alam pikiran manusia, diakui, dan dipatuhi oleh sebagian besar

anggota masyarakat.54

3. Sejarah Tradisi Ngadiukeun

Tradisi Ngadiukeun merupakan tradisi atau kebiasaan yang sering

dilakukan oleh masyarakat Desa Gunung Sari. Tradisi ini bukanlah suatu hal yang

baru di lingkungan masyarakat. Hal ini tebukti sebagian masyarakat ada yang

masih mengadakan ritual ini ketika menjelang hajatan perkawinan.

Namun tidak ada sejarah dari mana asal usul adanya ritual Ngadiukeun ini,

kapan? Siapa yang memulai? Hal inipun sesuai dengan apa yang diungkapkan

Bapak Obay, beliau mengatakan bahwa tidak ada catatan sedikitpun mengenai

sejarah Ngadiukeun, baik secara tulisan maupun lisan. Tapi yang pasti tradisi

54

Wawancara dengan Tokoh Adat Kampung Manggasari Desa Gunung Sari, Bapak

Warja

Page 52: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

43

Ngadiukeun adalah salah satu warisan dari para leluhur atau nenek moyang yang

diturunkan dari generasi ke generasi.55

Menurut Bapak Warja ritual Ngadiukeun ini sebenarnya sudah ada sejak

dulu sebelum islam gelarpun ritual Ngadiukeun ini sering dilakukan pada acara-

acara tertentu. Seperti saat menjelang panen dan ketika akan membangun

bangunan baru. Ritual sesajen ini sebenarnya sudah ada pada zaman Hindu yang

sampai saat ini masih di yakini dan dilakukan oleh kalangan orang tua.56

Tradisi Ngadiukeun adalah sebuah kegiatan ritual dari salah satu

komunitas suku sunda yang ada di Jawa Barat, termasuk di Kabupaten Bogor.

Upacara ini dilaksanakan sehari sebelum hajatan perkawinan dimulai, dengan

segala peraturan yang harus dipatuhi, terutama larangan dan pantangan yang harus

dihindari dari ritual ini.

Pada dasarnya ritual Ngadiukeun merupakan salah satu cara memohon

pertolongan dan perlindungan kepada Allah SWT, dimana dalam melaksanakan

hajatan tidak diganggu atau ada sesuatu hal yang tidak diinginkan terjadi. Menurut

salah satu warga setempat mengatakan bahwa selain kita yang hidup di alam jagad

raya ini ada makhluk lain yang mengisi alam ini, seperti hal-hal ghaib, roh-roh,

makhluk-makhluk halus dan sebagainya.57

Bahkan menurut tokoh setempat Bapak H. Udin mengatakan bahwa tradisi

Ngadiukeun sudah menjadi adat atau kebiasaan yang sudah lama ada dalam

55

Wawancara dengan Rukun Tangga (RT) Kampung Manggasari Desa Gunung Sari,

Bapak Obay, Tanggal 26 Maret 2017, Hari Minggu Pukul 15.00 WIB di Tempat Tinggalnya 56

Wawancara dengan Tokoh Adat Desa Gunung Sari, Bapak Warja 57

Wawancara dengan warga setempat, Ibu Rodiah, pada tanggal 26 Maret 2017

Page 53: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

44

masyarakat, sehingga sangat sulit menelusuri kembali sejarah atau asal muasal

tradisi Ngadiukeun ini.58

4. Manfaat Ngadiukeun

Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa di dalam pelaksanaan

Ngadiukeun terdapat sesajen, yang merupakan warisan budaya Hindu dan Budha

yang biasa dilakukan untuk memuja para dewa, roh tertentu atau penunggu tempat

(pohon, batu, persimpangan) dan lain-lain yang mereka yakini dapat

mendatangkan keberuntungan dan menolak kesialan. Bakar kemenyan, yang

bertujuan untuk mengusir roh jahat, untuk mendapatkan berkah, atau untuk tujuan

keselamatan, dan hadiah/tahlil.

Di dalam pelaksanaan Ngadiukeun terdapat beberapa manfaat

diantaranya:59

a. Bisa bersedekah kepada yang membutuhkan

b. Mendo‟akan orang-orang yang sudah meninggal

c. Berbakti kepada orang tua (seorang anak mendo‟akan kedua orang

tuanya yang sudah meninggal)

Dari berbagai macam sesaji yang disediakan dalam ritual Ngadiukeun

adalah sebagai saksi dan wujud permohonan do‟a atau permintaan kepada yang

58

Wawancara dengan Tokoh Masyarakat Kampung Manggasari, Desa Gunung Sari,

Bapak H. Udin, pada tanggal 26 Maret 2017, Hari Minggu Pukul 11.00 WIB di Tempat

TInggalnya 59

Wawancara dengan Tokoh Adat, Bapak Warja

Page 54: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

45

maha kuasa agar dalam proses hajatan perkawinan berjalan dan seterusnya dapat

terjalin keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah.

Namun, sebagaimana yang diungkapkan Bapak Warja, sesajen tersebut

merupakan persembahan kepada leluhur atau kerabat yang sudah meninggal.

Sesajen merupakan bagian dari adat yang sudah ada. Jika sesajen ditiadakan, hal

tersebut telah menyalahi adat yang telah berlaku turun menurun.

Adapun sanksi bila dalam sebuah keluarga yang akan mengadakan hajatan

perkawinan tidak melaksanakan ritual Ngadiukeun ini hanya sebatas dikucilkan,

dicemooh, dan jadi bahan omongan tetangga, karena jika tidak melaksanakan

Ngadiukeun ini ada saja gangguan dari roh-roh jahat pada saat resepsi perkawinan

yang berakibat pada si pengantin ataupun keluarganya dan hidangan yang akan

dihidangkan.

Page 55: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

46

BAB IV

PANDANGAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT TERHADAP

TRADISI NGADIUKEUN DI DESA GUNUNG SARI

A. Prosesi Ngadiukeun di Desa Gunung Sari

1. Persiapan

Upacara Adat Ngadiukeun yang dilaksanakan satu hari sebelum acara

hajatan perkawinan tentunya ada persiapan khusus, baik yang mempunyai hajat

maupun orang yang akan Ngadiukeun. Yang mempunyai hajat mempersiapkan

sesajen dalam tampir atau pisin (piring kecil) tergantung sesajen yang digunakan,

apabila sesajennya lengkap seperti kopi manis, kopi pahit, air putih, daging ayam,

berbagai potongan kue dan rokok. Tapi kalau sesajennya hanya berupa daging

ayam, cukup disimpan di atas bakul. Perlengkapan lainnya adalah pasir, garam,

dan air dalam botol.60

Adapun persiapan orang yang akan Ngadiukeun diantaranya harus suci

dari hadats kecil dan besar, untuk itu orang yang akan Ngadiukeun harus terlebih

dahulu berwudhu.

2. Waktu dan Tempat

Waktu pelaksanaan prosesi upacara adat Ngadiukeun adalah sehari

sebelum hajatan dimulai. Biasanya tempat untuk upacara ini sudah disiapkan oleh

yang mempunyai hajat, yaitu ditempatkan di sebuah ruangan atau kamar, di mana

60

Wawancara Pribadi dengan Tokoh Adat Kampung Manggasari Desa Gunung Sari,

Bapak Warja, Tanggal 26 Maret 2017, Hari Minggu Pukul 16.00 WIB di Tempat TInggalnya

Page 56: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

47

dalam ruangan itu dipakai untuk menyimpan segala macam makanan yang akan

dihidangkan (masyarakat setempat menyebutnya gowah), dan tidak boleh ada

satupun orang yang melihatnya atau mengganggunya karena bisa mengganggu

kekhusyuan dalam ritual tersebut.61

3. Tahapan-Tahapan Prosesi Upacara Adat Ngadiukeun

Dalam prosesi upacara adat Ngadiukeun ternyata berbeda, hal ini

tergantung kepada pemakaian yang mempunyai hajat, masyarakat menyebutnya

makekeun. Peneliti hanya menggambarkan dua cara dari prosesi upacara adat

Ngadiukeun, yaitu yang tidak menggunakan bahasa Jangjawokan62

dan yang

menggunakan bahasa Jangjawokan.

Cara pertama dalam prosesi upacara adat Ngadiukeun yang tidak

menggunakan bahasa Jangjawokan yaitu:63

a) Sholat hajat dua rakaat

b) Hadiah puji/tahlil

61

Wawancara Pribadi dengan Tokoh Adat Kampung Manggasari Desa Gunung Sari,

Bapak Warja 62

Yang dimaksud Jangjawokan adalah bahasa sunda zaman dulu (zaman nenek moyang) 63

Wawancara Pribadi dengan Tokoh Adat Kampung Manggasari Desa Gunung Sari,

Bapak Warja

Page 57: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

48

Dilanjutkan membaca:

Surat Al-Ikhlas 3 kali

Surat Al-Falaq 3 kali

Surat An-Nass 3 kali

Surat Al-Fatihah dilanjutkan membaca surat Al-Baqarah (ayat 1-5) dan

membaca ayat 163. Membaca ayat qursi, dilanjutkan membaca ayat dalam

surat Al-Baqarah diantaranya ayat 284, 285, 286, dan dilanjutkan do‟a

tahlil.

c) Membaca Sholawat Nariyyah 11 kali yang berbunyi:

Page 58: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

49

Artinya: “Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan keselamatan yang

sempurna kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW., yang menjadi

sebab terlepasnya ikatan dan hilangnya kesusahan (kesempitan),

didatangkannya berbagai hajat, tercapainya segala yang diinginkan, dan

baiknya penutup kehidupan serta diturunkannya hujan dari awan, dengan

keagungan dan kemuliaan nabi beserta para keluarganya dan

sahabatnya, dalam setiap lirikan mata, hembusan nafas sebanyak

bilangan yang engkau ketahui”.64

d) Membaca surat Al-Fatihah, Al-Fatihah ini dibaca sebanyak 330 kali

sambil dibaca di depan segenggam pasir yang nantinya pasir ini

ditebarkan di depan rumah yang mempunyai hajat. Adapun tujuannya

adalah supaya acara hajatan lancer dan tidak terganggu oleh cuaca, yaitu

supaya tidak turun hujan.

e) Membaca ياصمد sebanyak 1140 kali sambil menggenggam garam.

Tujuannya adalah supaya apa-apa yang dimasak menjadi barokah, karena

garam merupakan unsur yang paling vital dalam mengolah masakan.

f) Membaca

Adapun tujuan membaca dzikir ini adalah agar hasil dari undangan

barokah

g) Membaca do‟a sholat hajat

64 Drs. Abu Taufiqurrahman, Terjemah Majmu‟ Syarif, (Semarang: PT Karya Toha Putra,

1989), h. 467

Page 59: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

50

Artinya: Tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya

melainkan Allah SWT, maha penyantun lagi maha mulia, aku mohon

kepadamu hal-hal yang menyebabkan rahmatmu dan memantapkan hati

untuk memperoleh ampunanmu. Dan saya bermohon pula untuk

memperoleh seluruh kebaikan serta selamat dari melakukan seluruh dosa.

Janganlah hendaknya engkau meninggalkan dosa kepadaku, melainkan

engkau mengampuninya, dan meninggalkan kesusahan, melainkan

engkau melapangkannya, tiada hajat yang engkau ridhai kecuali engkau

kabulkan. Wahai Tuhan yang paling pengasih dan penyayang.65

Selanjutnya berdo‟a memohon pertolongan kepada Allah SWT apa

yang menjadi maksud atau hajat, kemudian orang yang memiliki ilmu

Ngadiukeun pindah tempat yaitu ke para rumah untuk melakukan

ngemat66

.

h) Ngemat dengan membaca;

Ngemat merupakan salah satu rangkaian yang bertujuan supaya

para undangan yang diundang oleh yang mempunyai hajat dapat hadir,

yaitu dengan meminta kehadiran para leluhur atau turunan yang telah

mendahului kita dengan mengucapkan;

65

Drs. Abu Taufiqurrahman, Terjemah Majmu‟ Syarif, (Semarang: PT Karya Toha Putra,

1989), h. 434 66

Yang dimaksud ngemat adalah mengikrarkan

Page 60: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

51

Bacaan di atas dibaca 11 kali ke sebelah kulon (barat), 11 kali ke sebelah

wetan (timur), 11 kali ke sebelah kidul (utara) dan 11 kali ke sebelah kaler

(selatan).

Adapun jumlah dzikirnya tergantung jumlah undangan yang

diundang, pada waktu dzikir ini tempatnya yaitu ke atap rumah, dan tidak

boleh pindah tempat sebelum tahap ini selesai.

i) Tahap akhir adalah menyebarkan pasir ke sekeliling rumah yang

mempunyai hajat

Cara kedua dalam prosesi upacara adat Ngadiukeun yang menggunakan

bahasa Jangjawokan adalah sebagai berikut:67

Upacara Adat Ngadiukeun dengan cara kedua hampir sama dengan prosesi

cara yang pertama, yaitu diawali sholat hajat, tahlil. Adapun yang

membedakannya adalah cara yang kedua memakai bahasa Jangjawokan, sesajen

dan botol yang berisi air. Bahasa Jangjawokan adalah bahasa sunda karuhun yang

berupa mantera yang dibaca pada waktu upacara adat Ngadiukeun, bunyinya

adalah sebagai berikut:

Gunung aing gunung langibuana diteundeun di gunung serpong

Mihape teundeunan aing mihape ulah ditoel ulah diciwit

Ulah diganggu teundeunan aing bagian maneh di gunung serpong

Cicing-cicing baji ngajula dicangreud ku bendungan ti sajagat pajajaran

67

Wawancara Pribadi dengan Tokoh Adat Kampung Manggasari Desa Gunung Sari,

Bapak Warja

Page 61: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

52

Iyeu naon ulung-ulung iyeu naon nu ngagulung

Iyeu naon sajagat nu timana dikumpulkeun dicangreud dipangbeasan

Ulah mundur ulah maju kalah diundang sajagat

Tah didinya teuteundeunan aing

Balangsir kade balangsir

Lamun aing nyiuk sia ulah nyiuk aya bagian nana

Bagian sia dipisin aya bagian nana

Digembrong tujuh kali aya panyampakan nana

Sajelli pangambaran midang wong sajagat kabeh

Nu diraksa ku kami, tong ngaganggu kana teuteundeunan

Abdi menta tulung kami kaharekatan kami ulah nepi diganggu

Kahareupan kami teuteundeunan kami nyalindung

Ulah aya nu ngagganggu kana teuteundeunan kami

Minta tulung ka satria gumilang68

Makna dari bacaan di atas secara garis besar adalah apa yang disimpan

oleh yang mempunyi hajat, berupa makanan yang akan dihidangkan pada acara

resepsi jangan sampai diganggu atau diambil oleh balangsir. Balangsir adalah

makhluk halus yang suka menyerap makanan yang dihidangkan, sehingga apa

yang dihidangkan akan menjadi boros. Balangsir sudah disediakan oleh yang

mempunyai hajat yaitu sesajen. Bacaan di atas juga untuk mengikat para

undangan agar dapat hadir semua.

68

Terjemahan Bahasa Indonesia:

gunung saya gunung langit jagat raya disimpan di gunung subur

Tolong simpan saya tolong jangan disentuh jangan dicubit

Jangan diganggu simpanan saya bagian kamu di gunung subur

Diam-diam wahai pengganggu dibelenggu oleh bendungan sejagat pajajaran

Ini apa yang menumpuk-numpuk

Ini apa sejagat dari mana dikumpulkan dibelenggu ditempat beras

Jangan mundur jangan maju malah diundang sejagat

Nah, disitu simpanan saya

Anak-anak hati-hati anak-anak

Kalau saya ngambil kamu dengan sendok

Jangan mengambil sembarangan karena ada bagiannya

Bagian kamu ada dipiring, ada bagiannya

Digerumut tujuh kali ada bagian waktu bertemunya

Sekarang ada bagian yang cukup seperti sejagat semua

Yang dirasakan oleh kami, jangan mengganggu pada simpanan kami

Saya minta tolong agar kami diberkahi supaya kami tidak diganggu

Kedepankan kami simpanan kami berlindung

Jangan ada yang mengganggu pada simpanan kami

Mohon tolonglah kepada satria alam

Page 62: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

53

Selanjutnya akan dikemukakan makna dan nilai-nilai yang terkandung di

dalam simbol upacara adat Ngadiukeun, diantaranya adalah sebagai berikut:69

1. Potongan kecil daging. Maksud dan tujuannya adalah supaya daging

yang akan dihidangkan tidak boros

2. Macam-macam potongan kue kecil yang akan dihidangkan. Maksud

dan tujuan sama dengan poin nomor satu

3. Kopi pahit, kopi manis, air putih, dan rokok. Maksud dan tujuannya

adalah menyuguhi para karuhun, makhluk halus, dan roh-roh. Adapun

makna dari kopi pahit adalah bahwa tidak selamanya kehidupan itu

dengan kebahagiaan tapi ada kalanya hidup itu diuji dengan musibah,

sedangkan kopi manis bermakna bahwa manusia itu tidak selamanya

hidup dalam kesusahan, suatu saat pasti ada kesenagan. Sedangkan air

putih bermakna bahwa manusia hidup harus menjaga kesucian baik

lahir maupun batin

4. Air dalam botol yang bertujuan supaya para undangan yang belum

datang dapat hadir/menyusul

5. Pasir, bertujuan untuk mencegah terjadinya hujan dengan cara

menyebarkan pasir itu di sekeliling rumah

6. Daging ayam dan potongan ayam seperti; ceker, kepala dan tunggir.

Maksud dan tujuannya adalah supaya apa yang dimakan oleh roh-roh

atau balangsir hanya memakan sebagian ujung dari tubuh hewan yang

disembelih untuk hajat, bukan bagian tengah dari tubuh hewan tadi.

69 Wawancara Pribadi dengan Tokoh Adat Kampung Manggasari Desa Gunung Sari,

Bapak Warja

Page 63: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

54

Adapun maknanya adalah bahwa dalam menjamu tamu kita harus

menyuguhkan sesuatu itu yang paling baik.

7. Membakar kemenyan, bertujuan untuk memberikan jalan kepada

balangsir, baik waktu datang maupun pulang agar tidak tersesat.

Pada simbol-simbol yang telah dikemukakan di atas dalam upacara adat

Ngadiukeun, ternyata masyarakat masih memegang teguh adat kebiasaannya,

yaitu nilai akan tradisi yang telah diwarisi turun temurun dari generasi ke generasi

sebelumnya. Apalagi simbol-simbol tersebut mempunyai makna yang mendalam

yang dapat dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan, khususnya dalam

kehidupan keluarga yang akan mengadakan perkawinan termasuk di dalamnya

pantangan atau larangan yang harus dihindari.

Adapun pantangan atau larangan untuk keluarga serta orang-orang yang

terlibat dalam acara hajatan, pantangannya antara lain adalah sebagai berikut:70

a. Dalam memasak, masakan yang akan dihidangkan dilarang mencicipi

masakan menggunakan tangan, tapi harus menggunakan piring

b. Orang yang pertama undangan dengan beras harus disimpan di dalam

pendaringan (tempat beras) dan jangan sampai digunakan. Karena hal

ini berhubungan dengan kalimat “dicangreud dina pambeasan” yang

artinya diikat dalam pendaringan.

c. Sahibul bait, keluarga dan pihak yang terlibat dalam acara hajatan

tidak boleh sembarangan menumpahkan atau menyiramkan air. Karena

70 Wawancara Pribadi dengan Tokoh Adat Kampung Manggasari Desa Gunung Sari,

Bapak Warja

Page 64: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

55

hal ini berhubungan dengan pasir yang telah disebarkan di sekeliling

rumah, yang menurut kepercayaannya apabila sembarangan

menumpahkan air akan terjadi hujan.

B. Pandangan Hukum Islam dan Hukum Adat Terhadap Tradisi Ngadiukeun

1. Pandangan Menurut Hukum Islam

Tradisi Upacara Adat Ngadiukeun pada perkawinan di Desa Gunung Sari

Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ini berakar pada adat istiadat serta

kepercayaan yang sejak dahulu kala, sebelum agama Islam masuk di Indonesia

telah diturut dan senantiasa dilakukan.71

Ajaran nenek moyang tersebut sampai saat ini masih melekat dan dijalani.

Salah satu bentuk nyata ajaran mewujudkan rasa syukur dan terima kasih tersebut

adalah menghaturkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kepada

arwah leluhur dengan disertai selametan atau membuat sesaji.72

Untuk mengetahui bagaimana tradisi upacara adat Ngadiukeun dalam

hukum Islam maka penulis di sini akan menjelaskan hubungan yang mendalam

antara Ngadiukeun dengan keimanan atau kepercayaan. Karena keduanya saling

berkaitan, sehingga dalam penjelasan ini akan dapat dikatakan apakah

Ngadiukeun bertentangan atau tidak dengan hukum Islam.

Kepercayaan adalah ideologi yang mendasar pada diri seseorang atau

masyarakat berupa suatu sudut pandang yang berdasarkan keyakinan, logika dan

71

Wawancara pribadi dengan Tokoh Adat Kampung Mangga Sari Desa Gunung Sari,

Bapak Warja 72

Wahyana Giri, Sesajen dan Ritual Orang Jawa, (Yogyakarta: Narasi, 2009), cet-1, h.

43-44

Page 65: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

56

wawasan tertentu serta didukung oleh penalaran sistematis yang berkaitan dengan

masalah yang ghaib ataupun kebendaan dan masalah keyakinan (iman).

Sedangkan iman adalah keyakinan, ketetapan hati, keteguhan hati atau percaya

terhadap Allah SWT, malaikat, kitab-kitabnya, para utusannya, hari akhir dan

baik buruknya takdir.73

Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Umar yang diriwayatkan oleh Imam

Muslim mengenai pengertian iman yaitu:

Artinya: “Iman ialah jika engkau beriman kepada Allah SWT, para malaikatnya,

kitab-kitabnya, utusan-utusannya, hari akhirat, beriman kepada qadar dan yang

baik dan buruk”.

Menurut Hasbi Ash-Shidieqy, iman yaitu menyatu padukan ucapan lidah

dengan pengakuan hati dan mengikrarkan dengan lidah, membenarkan yang

diikrarkan lidah itu dengan hati dan melaksanakan keduanya dengan anggota

tubuh.75

Adapun dalil-dalil yang berkaitan dengan iman dan syirik diantaranya:

QS. Al-Baqarah ayat 165

73

Ibnu Taimiyah, Al-Iman, Darul Falah Jakarta Timur, 1998, h. 2 74

Adib Bisri Mustofa, Terjemah Shohih Muslim, (Semarang: CV. Asy-Syifa, 1992), h. 1 75

Hasbi Ash-Shidieqy, Al-Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 41

Page 66: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

57

Artinya: “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-

tandingan selain Allah SWT. mereka mencintainya sebagaimana mereka

mencintai Allah SWT. adapun orang-orang yang berriman dzalim itu mengetahui

ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat) bahwa kekuatan itu kepunyaan

Allah SWT semuanya. Dan bahwa Allah SWT amat berat siksanya (niscaya

mereka menyesal)”. (QS. Al-Baqarah: 165)

Dalam surat Al-Baqarah ayat 165 ini sangat jelas, bahwa bagi umat

muslim yang menyembah, mengharap pertolongan dan mencintai tandingan-

tandingan Allah SWT dengan menyamakan kepada Allah SWT, berarti mereka

telah melakukan perbuatan yang sangat dilarang oleh Allah SWT dan

mendapatkan dosa yang amat besar karena telah berbuat syirik.

Dalam surat An-Nisaa ayat 48 Allah SWT berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia

akan mengampuni segala dosa yang selain syirik, bagi siapa yang

dikehendakinya. Barang siapa yang mempersekutukannya (Allah SWT) maka

sungguh dia telah berbuat dosa yang besar”. (QS. An-Nisaa: 48)

Dalam ayat ini terlihat dengan jelas, bahwa kemurkaannya terhadap umat

muslim yang menyembah tandingan-tandingannya, tidak ada ampunan bagi diri

mereka, tetapi Allah SWT mengampuni perbuatan dosa selain syirik.

Artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukan iman mereka

dengan kedzaliman (syirik). Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan

Page 67: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

58

keimanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk”. QS. Al-

An‟am: 82

Pada pendapat yang lain definisi syirik ialah syirik berasal dari kata

syarika, secara harfiah berarti kongsi, sekutu, rekan atau mengambil bagian

pemegang andil. Menurut syariah, syirik mempunyai arti kemusyrikan atau

pemujaan berhala. Sejak seseorang menghubungkan makhluk-makhluk lainnya

dengan Allah, dia disebut musyrik. Lawan dari syirik adalah tauhid, yang dapat

diartikan penolakan tehadap segala rupa persekutuan dengan Allah SWT.76

Pada dasarnya budaya dan ritual Ngadiukeun ini tidak terlepas dari nuansa

dan muatan kesyirikan. Kesyirikan tersebut tampak nyata ketika melakukan ritual

sesajen yang diyakini oleh masyarakat bila tidak ada sesajen maka banyak

gangguan dari roh-roh jahat yang berakibat pada sang pengantin dan keluarga

yang mempunyai hajat serta gangguan cuaca berupa datangnya hujan pada saat

acara resepsi perkawinan.

Dalam hal ini, lurus berakidah dan bertauhid, serta agama yang toleran

pada sisi amal perbuatan dan pembuatan syariat. Lawan dari dua hal ini (agama

yang berttauhid dan toleransi) adalah syirik dan mengharamkan yang halal.

Sebagaimana hadits berikut ini:

76

Muhammad Ibrahim, H.i. Surty, Al-Qur‟an Membasmi Syirik, (Jakarta: Panjimas,

1987), cet ke-1, h. 20

Page 68: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

59

Artinya: “Seseungguhnya aku telah menciptakan hamba-hambaku dengan agama

yang lurus. Namun, kemudian datanglah syaithon dan membolehkan agama

mereka, dengan mengharamkan apa yang telah aku halalkan, dan menyuruh

mereka untuk mempersekutukan aku dengan apa yang aku tidak memberikan

kepadanya kekuasaan sedikitpun”. (HR. Ahmad)78

Islam sebagai agama wahyu (agama samawi) yang mempunyai tujuan

“Rahmatan lil al-„alamin”, mempunyai tingkat apresiasi (penghargaan) yang

tinggi terhadap “tradisi” masyarakat, selama tradisi tersebut tidak bertentangan

dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Hal itu sangat ma‟qul (logis), mengingat

kedudukan Islam sebagai agama global, yang dakwahnya menyentuh masyarakat

dunia tanpa kecuali, sekaligus sebagai agama akhir (penutup) yang membingkai

kehidupan manusia sampai hari kiamat, dengan segala perkembangan kemajuan

dan dinamika peradabannya, termasuk segala bentuk tradisi lokal dan nasional

yang berkembang sepanjang waktu dan disemua tempat.

Dalam kajian ushul fiqh, masalah tradisi (al-„urf) mendapat perhatian

cukup besar. Di antara empat mazhab fiqh (Hanafi, Maliki, Syafi‟i dan Hambali)

dua diantaranya, yaitu mazhab Hanafi dan Maliki yang yang luas sekali

menggunakan tradisi sebagai landasan/dalil Istimbath dan memandangnya sebagai

prinsip dasar pijakan berijtihad, selama tradisi tersebut tidak bertentangan dengan

nash yang pasti (nash qoth‟i). dalam mazhab Syafi‟i, tradisi (al-„urf) juga

77

Al-Hafidz Abi Al-Qosim At-Thabrani, Mu‟jam Al-Kabir Lithabrani, (Maktabah al-

Ulum Wa Hukum, 1983), Juz 17, h. 358, no Hadits 987 78

Yusuf Al-Qardhawi, Halal Haram dalam Islam, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana,

2005), cet ke-2, h. 29

Page 69: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

60

diperhatikan apabila tidak terdapat nash atau dasar-dasar lain berupa ijma‟ atau

qiyas yang dapat dijadikan pijakan dalam melakukan ijtihad. Hal yang serupa juga

berlaku pada mazhab Hambali. Masalah apresiasi terhadap tradisi sebagai acuan

dan pijakan istimbath ini.79

Fiqih memang tidak menjelaskan mengenai tradisi Ngadiukeun. Tradisi

Ngadiukeun hanya dijelaskan di dalam salah satu adat di Indonesia khususnya di

Jawa Barat. Meskipun demikian, pada dasarnya adat yang sudah memenuhi syarat

dapat diterima secara prinsip.80

Bahkan di dalam kaidah fiqh menyebutkan bahwa:

“Kebiasaan (tradisi) itu bisa menjadi hukum”

Ulama sepakat dalam menerima adat. Adat yang dalam perbuatan itu

terdapat unsur manfaat dan tidak ada unsur mudharat atau unsur manfaatnya lebih

besar dari unsur mudharatnya serta ada yang pada prinsipnya secara substansial

mengandung unsur maslahat, namun dalam pelaksanaannya tidak dianggap baik

oleh Islam. Adat dalam bentuk itu dikelompokkan kepada adat atau Urf yang

shahih.82

Ulama yang mengamalkan adat sebagai dalil hukum menetapkan 4 syarat dalam

pengamalannya:83

a. Adat itu bernilai maslahat

79

Muhammad Tolhah Hasan, Ahlussunnah Wal Jama‟ah, dalam Persepsi dan Tradisi

NU, (Jakarta: Lantabora Press, 2005), cet ke-3, h. 209-210 80

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 74 81

Ahmad Sudirman Abbas, Qawa‟id Fiqhiyyah dalam Perspektif Fiqh, (Jakarta: Radar

Jaya Offset, 2004), h. 155 82

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 395 83

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Ushul Fiqh, h. 74

Page 70: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

61

b. Adat itu berlaku umum dan dan merata dikalangan orang-orang yang

berada dalam lingkungan tertentu

c. Adat itu telah berlaku sebelum kasus yang akan ditetapkan hukumnya

d. Adat itu tidak betentangan dengan nash84

Melihat dari segi penilaian baik dan buruknya, adat atau Urf terbagi

menjadi dua macam, yaitu Urf Shahih dan Urf Fasid. Urf Shahih ialah sesuatu

yang telah saling dikenal oleh manusia dan tidak bertentangan dengan dalil syara‟,

juga tidak menghalalkan yang haram dan juga tidak membatalkan yang wajib.85

Sedangkan Urf Fasid yaitu apa yang saling dikenal orang, tapi berlainan dari

syariat, atau menghalalkan yang haram, atau membatalkan yang wajib.86

Apabila ketentuan tersebut dipraktikan pada tradisi Ngadiukeun di Desa

Gunung Sari maka dapat dianalisis bahwa tradisi Ngadiukeun tersebut termasuk

Urf yang Fasid, karena Urf tersebut bertentangan dengan nash yang melarang

berbuat syirik. Sedangkan dalam pelaksanaan tradisi Ngadiukeun terdapat unsur

kesyirikan.

Dari sini akan muncul suatu pertanyaan yaitu mengapa tradisi Ngadiukeun

masih tetap dilakukan masyarakat Desa Gunung Sari walaupun di dalamnya

terdapat unsur-unsur kemusyrikan?

Pertanyaan di atas penting dikemukakan di sini karena di satu sisi

masyarakat Desa Gunung Sari mempercayai suatu kebenaran agamanya, akan

84

Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, (Jakarta: Logos, 1996), h. 144 85

Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Ilmu Ushul Fiqh, Penerjemah:

Noer Iskandar al-Barsany, Moh. Tolhah Mansoer, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h.

131 86

Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Penerjemah: Halimuddin, (Jakarta: PT Rineka

Cipta, 2005), h. 105

Page 71: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

62

tetapi di sisi lain mereka mempercayai bahwa tradisi Ngadiukeun merupakan

suatu keharusan dan kewajiban bagi masyarakat Desa Gunung Sari akan

kepercayaan nenek moyangnya.

Adapun sebab mengapa Ngadiukeun masih dipercayai dan dilaksanakan

oleh masyarakat Desa Gunung Sari dalam acara perkawinan adalah karena

masyarakat Desa Gunung Sari mempercayai bahwa apabila telah melaksanakan

upacara adat Ngadiukeun pada acara resepsi pernikahannya akan berjalan dengan

lancar dan mendapat berkah dari roh leluhur/nenek moyang.

Dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa dalam tradisi Ngadiukeun

terdapat manfaat dan mudharatnya. Di antara mudharatnya ialah bahwa dalam

tradisi Ngadiukeun terdapat dua keyakinan antara keyakinan kepada Allah SWT

dan keyakinan terhadap roh nenek moyang mereka serta mempercayai bahwa

ketika tidak melaksanakan tradisi Ngadiukeun maka roh-roh akan mengganggu.

Hal ini dikhawatirkan membawa dampak kemusyrikan bagi pelakunya. Dengan

demikian prosesi upacara adat Ngadiukeun yang dilakukan masyarakat Desa

Gunung Sari apapun alasannya itu tidak dibenarkan karena masyarakat Desa

Gunung Sari mayoritas beragama Islam. Begitu juga ditinjau dari segi „urf sebagai

dalil hukum, tradisi Ngadiukeun termasuk ke dalam urf fasid karena bertentangan

dengan nash. Oleh karena itu, kebiasaan masyarakat Desa Gunung Sari ini harus

diubah sesuai dengan ajaran Islam dalam Al-Qur‟an, Hadits, dan Fiqh.

Page 72: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

63

2. Tradisi Ngadiukeun menurut Hukum Adat

Dalam kamus istilah fiqh “adat” adalah himpunan kaidah sosial dalam

masyarakat luas, tidak termasuk hukum syara‟ (agama). Kaidah-kaidah tersebut

ditaati oleh seluruh lapisan masyarakat, seolah kehendak atau peraturan nenek

moyang mereka, bahkan seolah sesuatu itu bersumber dari Tuhan.87

Hubungannya dengan “hukum” adalah bahwa adat atau kebiasaan dapat

menjadi atau dijadikan hukum dengan syarat tidak bertentangan dengan

kepentingan umum. Di dalam pengantar Ilmu Hukum kita ketahui bahwa adat

atau kebiasaan adalah merupakan salah satu dari sumber hukum.88

Dengan

diterimanya dan dipakainya istilah hukum adat yang kemudian menjadi salah satu

cabang Ilmu Hukum, maka timbul beberapa definisi yang merumuskan istilah

tersebut.

Beberapa pengertian mengenai hukum adat, diantaranya yaitu sebagai

berikut:89

a. Hardjito Notopuro

Hukum adat adalah hukum tidak tertulis, hukum kebiasaan

dengan ciri khas yang merupakan pedoman kehidupan rakyat dalam

menyelenggarakan tata keadilan dan kesejahteraan masyarakat dan

bersifat kekeluargaan.

b. Cornelis van Vollenhoven

87

M. Abdul Mujieb, Mabruri Tholhah, Syafi‟ah, Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta: Pustaka

Firdaus, 2002), cet ke-3, h. 3 88

http://artikelfakta.blogspot.com Makalah Hukum Adat, diakses pada tanggal 27 Mei

2017 89

Bushar Muhammad, Asas-Asas Hukum Adat, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1976), h. 22

Page 73: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

64

Hukum adat adalah himpunan peraturan tentang perilaku bagi

orang pribumi dan Timur asing pada satu pihak mempunyai sanksi

(karena bersifat hukum), dan pada pihak lain berada dalam keadaan

tidak dikodifikasikan (karena adat).

c. Ter Haar

Hukum adat adalah seluruh peraturan yang ditetapkan dalam

keputusan-keputusan dengan penuh wibawa yang dalam

pelaksanaannya “diterapkan begitu saja”, artinya tanpa adanya

keseluruhan peraturan yang dalam kelahirannya dinyatakan mengikat

sama sekali.

d. Prof. Dr. Soepomo

Hukum adat adalah hukum tidak tertulis di dalam peraturan

tidak tertulis, meliputi peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak

ditetapkan oleh yang berwajib tetapi ditaati dan didukung oleh rakyat

berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut

mempunyai kekuatan hukum.

Di lihat dari batasan-batasan pengertian di atas maka dapat

terbentuk unsur-unsur hukum adat diantaranya:90

a. Adanya tingkah laku yang terus menerus dilakukan oleh

masyarakat

b. Tingkah laku tersebut teratur dan sistematis

90

http://muhajirinsyukurmaruapey.blogspot.com, Sejarah, Pengertian, dan Istilah Hukum

Adat di Indonesia, diakses pada tanggal 25 April 2017

Page 74: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

65

c. Tingkah laku tersebut mempunyai nilai sacral

d. Adanya keputusan kepala adat

e. Adanya sanksi/akibat hukum

f. Tidak tertulis

g. Ditaati dalam masyarakat

F. D. Holleman di dalam pidato inagurasinya yang berjudul de commune

trek in het Indonesische rechtsleven (corak ke gotong royongan di dalam

kehidupan hukum Indonesia) menyimpulkan bahwa ada 4 sifat umum hukum adat

Indonesia yaitu:91

1. Sifat Religio-Magis. Khususnya mengenai sifat ini Dr. Koentjaraningrat di

dalam tesisnya menulis bahwa, alam pikiran religio-magis itu mempunyai

unsur-unsur:

a. kepercayaan kepada makhluk-makhluk halus yang menempati seluruh

alam semesta, dan gejala-gejala alam, tumbuh-tumbuhan, binatang dan

tubuh manusia

b. kepercayaan kepada kekuatan sakti yang meliputi seluruh alam

semesta

c. anggapan bahwa kekuatan sakti yang pasif itu dapat dipergunakan

sebagai “Magische Kracht” (kekuatan magis dalam berbagai ilmu

gaib, untuk mencapai kemauan manusia atau menolaknya.

91

http://artikelfakta.blogspot.com Makalah Hukum Adat, diakses pada tanggal 27 Mei

2017

Page 75: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

66

d. Anggapan bahwa kekuatan sakti dalam alam semesta menyebabkan

krisis, timbulnya berbagai macam bahaya gaib atau untuk

menghindarkannya.

Prof. Bushar Muhammad mengatakan orang Indonesia pada dasarnya

berpikir dan bertindak didorong oleh kepercayaan kepada tenaga-tenaga

gaib yang mengisi, menghuni seluruh alam semesta.

2. Sifat Komunal

Merupakan salah satu segi atau corak yang khas dari suatu masyarakat

yang masih hidup terpencil dan kehidupannya sehari-hari sangat

tergantung kepada tanah atau alam pada umumnya. Dalam masyarakat

semacam itu selalu terdapat sifat lebih mementingkan keseluruhan dan

lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan individual.

3. Sifat Kontan

Mengandung pengertian bahwa dengan sesuatu perbuatan nyata, suatu

perbuatan simbolis atau suatu pengucapan, perbuatan/tindakan hukum

yang dimaksud telah selesai seketika itu juga. Dengan demikian segala

sesuatu yang terjadi sebelum dan sesudah perbuatan simbolis itu adalah di

luar akibat-akibat hukum dan dianggap tidak ada sangkut pautnya atau

sebab akibatnya menurut hukum

4. Sifat Nyata

Untuk sesuatu yang dikehendaki atau diinginkan akan ditransformasikan

atau diwujudkan dengan sesuatu benda, diberi tanda yang kelihatan baik

Page 76: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

67

langsung (sesungguhnya) maupun hanya menyerupai obyek yang

dikehendaki.

Adapun analisis teori-teori hubungan hukum adat dengan hukum Islam di

Indonesia adalah sebagai berikut:92

1. Teori “Receptio in Complexu”

Secara bahasa, Receptio in Complexu berarti “penerimaan secara

utuh” (meresepsi secara sempurna)”. Mr. Lodewijk Willem Christian Van

Der Berg, sebagai pencetus teori ini mengatakan bahwa bagi pemeluk

agama tertentu berlaku hukum agamanya. Untuk kaum Hindu berlaku

hukum Hindu, untuk kaum Keristen berlaku hukum Keristen dan untuk

kaum Islam berlaku hukum Islam.

Menurut ajaran Van der Berg, hukum pribumi ikut agamanya. Jika

memeluk suatu agama, maka harus juga mengikuti hukum-hukum agama

itu dengan setia. Jika dapat dibuktikan bahwa satu atau beberapa bagian,

adat-adat seutuhnya atau bagian-bagian kecil sebagai kebalikannya, maka

terdapat penyimpangan-penyimpangan dalam hukum agama itu, yaitu

ajaran agama yang telah berasimilasi dengan tradisi lokal, seperti upacara

kematian dan perkawinan.

2. Teori “Resepsi” (Receptie Theory)

Teori resepsi adalah kebalikan dari teori “receptio in complex”.

Secara bahasa berarti “penerimaan, pertemuan”. Hukum adat sebagai

92

Yaswirman, Hukum Keluarga; Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat

dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 63

Page 77: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

68

penerima, hukum Islam sebagai yang diterima. Jadi, hukum Islam baru

bisa berlaku jika telah diterima atau masuk ke dalam hukum adat, maka

secara lahirnya ia bukan lagi hukum Islam, tetapi sudah menjadi bagian

dari hukum adat. Menurut teori ini, bangsa Indonesia pada hakikatnya

bukan bangsa yang tidak punya tatanan hukum atau aturan, kendati baru

dalam bentuk yang sederhana. Tatanan hukum atau aturan itu sebenarnya

telah ada sejak lama, yang berasal dari tradisi yang telah mengakar di

dalam masyarakat. Tradisi itu disebut dengan adat kebiasaan, yang

kemudian menjadi “Hukum Adat”.

3. Teori “Receptio a Contrario”

Secara bahasa teori Receptio a Contrario berarti “penerimaan yang

tidak bertentangan”. Hukum yang berlaku bagi umat Islam di Indonesia

adalah hukum Islam, hukum adat baru bisa berlaku kalau tidak

bertentangan dengan hukum Islam.

Dari hasil penelitian yang penulis temukan dapat dianalisis bahwasanya

Ngadiukeun merupakan budaya lokal yang ada di masyarakat Desa Gunung Sari.

Kepercayaan terhadap tradisi Ngadiukeun sudah merupakan bagian dari kebiasaan

masyarakat Desa Gunung Sari yang tidak boleh ditinggalkan meskipun dalam

bentuk upacara yang sangat sederhana. Tradisi Ngadiukeun ini adalah adat atau

kebiasaan yang telah mengakar di dalam masyarakat Desa Gunung Sari yang

bersifat Religio-Magis kepercayaan masyarakat yang tidak mengenal pemisahan

antara dunia lahir (nyata) dengan dunia ghaib yang ke duanya harus seimbang.

Page 78: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

69

Menurut teori resepsi, bangsa Indonesia pada hakikatnya bukan tidak

punya tatanan hukum atau aturan, kendati baru dalam bentuk yang sederhana.

Tatanan hukum atau aturan itu sebenarnya telah ada sejak lama, yang berasal dari

tradisi yang telah mengakar di dalam masyarakat. Tradisi itu disebut dengan adat

kebiasaan, yang kemudian menjadi hukum adat. Dengan demikian tradisi

Ngadiukeun yang telah mengakar di dalam Masyarakat Desa Gunung Sari sudah

menjadi adat kebiasaan yang kemudian bisa menjadi hukum adat.

Masyarakat Desa Gunung Sari yang mayoritas menganut agama Islam

masih melaksanakan ritual sesajen yang sebenarnya ritual sesajen ini merupakan

kebiasaan yang dilakukan oleh para leluhur sebelum Islam atau budaya Hindu

yang masih dibawa sampai saat ini dan masih sering dilakukan oleh para orang tua

di Desa Gunung Sari, maka dalam hal ini berlaku teori Receptio in Complexu

bahwa bagi pemeluk agama tertentu berlaku hukum agamanya. Untuk kaum

Hindu berlaku hukum Hindu dan untuk kaum Islam berlaku hukum Islam.

Namun dalam kenyataannya diantara kedua hukum itu sebagian

masyarakat masih memegang teguh adat kebiasaan yang didasarkan pada

keyakinan yang sudah mengakar secara turun temurun dan di sebagian masyarakat

tradisi Ngadiukeun sudah hilang karena dengan seiringnya waktu dan zaman yang

semakin modern serta dibantu dengan kuatnya dakwah Islam sehingga banyak

generasi muda yang lebih memahami tentang hukum Islam.

Page 79: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

70

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian di Desa Gunung Sari tentang tradisi

Ngadiukeun penulis menyimpulkan bahwa:

1. Prosesi Ngadiukeun pada perkawinan di Desa Gunung Sari Kecamatan

Pamijahan Kabupaten Bogor dilakukan dengan dua tahapan, yaitu:

pertama tahap persiapan dan kedua tahap pelaksanaan. Pada tahap

persiapan dilakukan persiapan sesajen dan persiapan untuk orang yang

akan Ngadiukeun diantaranya harus suci dari hadats kecil dan hadats besar,

untuk itu orang yang akan Ngadiukeun harus terlebih dahulu berwudhu.

Sedangkan pada tahap pelaksanaan dilakukan sholat hajat, tahlil, membaca

sholawat nariyah, membaca surat al-fatihah, membaca yaa somadu,

membaca yaa kafi yaa goniyu yaa fatahu yaa razaku, membaca do‟a sholat

hajat dan dzikir, ngemat dan menyebarkan pasir disekeliling rumah.

2. Makna dari benda-benda yang dipakai pada saat ritual Ngadiukeun

perkawinan di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor

adalah simbol budaya. Simbol budaya tersebut mengandung makna yang

dijadikan pedoman dalam kehidupan masyarakat, bahwa dalam hidup

haruslah seimbang antara hubungan manusia dengan manusia, manusia

dengan alam, dan manusia dengan Allah SWT.

Page 80: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

71

3. Ditinjau dari perspektif hukum Islam bahwa pada tradisi Ngadiukeun

terdapat manfaat dan mudharatnya. Diantara mudharatnya ialah bahwa

dalam tradisi Ngadiukeun terdapat dua keyakinan antara keyakinan kepada

Allah SWT dan keyakinan terhadap roh nenek moyang mereka serta

mempercayai bahwa ketika tidak melaksanakan tradisi Ngadiukeun maka

roh-roh jahat akan mengganggu dan tidak mendapat berkah dari para

karuhun. Dengan demikian tradisi Ngadiukeun ini tidak sesuai dengan

hukum Islam karena dalam Islam dilarang menyembah, berharap

pertolongan dan mencintai tandingan-tandingan Allah SWT dengan

menyamakan kepada Allah SWT karena itu disebut syirik atau musyrik.

Sedangkan tinjauan menurut hukum adat, tradisi Ngadiukeun ini

adalah adat atau kebiasaan yang telah mengakar di dalam masyarakat Desa

Gunung Sari yang bersifat Religio-Magis. Masyarakat Desa Gunung Sari

yang mayoritas menganut agama Islam maka berlaku teori “Receptio in

Complexu” bahwa bagi pemeluk agama tertentu berlaku hukum

agamanya. Dalam kenyatannya di antara kedua hukum tersebut sebagian

masyarakat masih memegang teguh adat kebiasaan yang didasarkan pada

keyakinan yang sudah mengakar secara turun temurun dan di sebagian

masyarakat tradisi Ngadiukeun sudah hilang seiringnya waktu dan zaman

serta kuatnya dakwah Islam.

Page 81: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

72

B. Saran

Mengingat tradisi upacara adat Ngadiukeun pada masyarakat Desa

Gunung Sari yang dalam tata cara dan prakteknya tidak sejalan dengan nilai-

nilai hukum Islam, maka saran penulis adalah sebagai berikut:

1. Memberikan pemahaman tentang tradisi/adat yang sesuai dengan

tuntunan syari‟at Islam, baik dengan pendekatan keluarga, maupun

dengan cara pengajian-pengajian atau ceramah (dakwah) kepada

masyarakat Desa Gunung Sari tentang tradisi-tradisi dalam Islam.

2. Penggunaan sesajen dalam ritual Ngadiukeun dapat di ubah atau

dihilangkan dengan cara sholat hajat, doa, dzikir, dan hadiah/tahlil tanpa

harus menggunakan sesajen

3. Bersosialisasi pada masyarakat mengenai adat pernikahan dan

ketauhidan/keimanan kepada Allah SWT dan memberikan pendidikan

agama kepada anak-anak dan generasi muda melalui pengajian-pengajian,

pendidikan di sekolah, dan terutama pendidikan dalam keluarga oleh

kedua orang tua.

Page 82: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

73

DAFTAR PUSTAKA

Sopyan, Yayan, Islam Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam

Dalam Hukum Nasional, Jakarta: PT. Wahana Semesta Intermedia, 2012

Kelsen, Hans, Dasar-Dasar Hukum Normatif, Penerjemah Nurulita

Yusron, Bandung: Nusa Media, 2009

Soekanto, Soerjono, Hukum Adat Indonesia Jakarta:Raja Grafindo

Persada, 2003

Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyyah: Kajian Islam Kontemporer,

Bandung: Penerbit Angkasa, 2005

Mukhtar, Kamal, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta:

PT. Bulan Bintang, 1974

M. Nasir, Metode Penelitian, Jakarta : Ghakia Indonesia, 1985

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2005

Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Arifin, Metode Penelitian Hukum

Ciputat : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010

Arikunto Suharsimi “ Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik”

Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1993

Rully Indrawan dan Poppy Yaniawati “ Metodologi Penelitian “ Bandung

: PT. Refika Aditama, 2014

Quraish Shihab, M.B. Hooker, Islam Mazhab Indonesia, Fatwa-Fatwa dan

Perubahan Sosial, Jakarta: Teraju, 2002

Departemen Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Jakarta: CV. Indah

Press, 1996

Dep Diknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2008

Al-Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh, Beirut: Dar al-Fikr,

1989

Sabiq, As-Sayid, Fiqh Al-Sunnah, Beirut: Dar al-Kitab al-„Anabi, 1973

Abdur Rahman Al-Ghazaly, Fiqh Munakahat, Bogor: Kencana, 2003

Abdurrahman, al-Jaziri, Kitab „ala Mazhab al-Arba‟ah, t.tp: Dar Ihya al-

Taurus al-Arabi, 1986

Page 83: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

74

Syarifuddin, Amir Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqh

Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Kencana, 2007

Ramulyo M. Idris, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 Dari Segi Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Ind-Hillco, 1990

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Lihat juga Hilman Hadikusuma,

Hukum Perkawinan Indonesia, Menurut Pandangan Hukum Adat, Hukum Agama,

Bandung: Mandar Maju, 1990

Purwadi, Upacara Tradisional Jawa, Menggali Untaian Kearifan Lokal,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005

Setiady, Tolib, Intisari Hukum Adat Indonesia (Dalam Kajian

Kepustakaan), Bandung: Alfabeta, 2003

Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fiqh Munakahat 1

Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di

Indonesia, Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh, UU No. 1/1974

sampai KHI Jakarta: Kencana, 2006

H.M.A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqh Munakahat, Kajian Fiqh Nikah

Lengkap, Jakarta: Rajawali Pers, 2009

Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqh Wanita, Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 1998

Ibnu Rusyd al-Qurtuby al-Andalusi, Bidayah al-Mujtahid, juz II, Beirut,

Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah

Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Indonesia, Menurut Pandangan

Hukum Adat, Hukum Agama, Bandung: Mandar Maju, 1990

az-Zuhaili Wahbah; Penerjemah, Abdul Hayyie al-Kattani, dkk. Fiqh

Islam wa Adillatuhu, Jakarta: Gema Insani, 2011

Syafe‟i, Rahmat, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung: Pustaka Setia, 2007

Khallaf Wahab Abdul, Ilmu Ushul Fiqih, Kaidah Hukum Islam, Jakarta:

Pustaka Amani, 2003

Harun Nasrun, Ushul Fiqih, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997

Djazuli dan Nurol Aen, Ushul Fiqih Metode Hukum Islam, Jakarta: PT

Grafindo Persada, 2000

Syarifuddin Amir, Ushul Fiqih, Jilid 2, Jakarta: Kencana, 2008

Riyadi Ali Ahmad, Dekonstruksi Tradisi, Yogyakarta: Ar-Ruz, 2007

Page 84: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

75

Mulfiblog, “Pengertian Tradis”, http://tasikuntan.wordpress.com,

M. Zain Satria Effendi, , Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana Perdana Media

Group, 2005

http://ummiyun.blogspot.com, Sesajen dalam Pandangan Islam,

Drs. Abu Taufiqurrahman, Terjemah Majmu‟ Syarif, Semarang: PT Karya

Toha Putra, 1989

Giri Wahyana, Sesajen dan Ritual Orang Jawa, Yogyakarta: Narasi, 2009

Taimiyah Ibnu, Al-Iman, Darul Falah Jakarta Timur, 1998

Mustofa Bisri Adib, Terjemah Shohih Muslim, Semarang: CV. Asy-Syifa,

1992

Ash-Shidieqy Hasbi, Al-Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1987

Surty Ibrahim, H.i Muhammad., Al-Qur‟an Membasmi Syirik, Jakarta:

Panjimas, 1987

At-Thabrani Abi Al-Qosim Al-Hafidz, Mu‟jam Al-Kabir Lithabrani,

Maktabah al-Ulum Wa Hukum, 1983

Al-Qardhawi Yusuf, Halal Haram dalam Islam, (Jakarta: Akbar Media

Eka Sarana, 2005

Hasan Tolhah Muhammad, Ahlussunnah Wal Jama‟ah, dalam Persepsi

dan Tradisi NU, Jakarta: Lantabora Press, 2005

Syarifuddin Amir, Garis-Garis Besar Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2012

Abbas Sudirman Ahmad, Qawa‟id Fiqhiyyah dalam Perspektif Fiqh,

Jakarta: Radar Jaya Offset, 2004

Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2009

Haroen, Nasrun, Ushul Fiqh 1, Jakarta: Logos, 1996

Khallaf Wahab Abdul, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Ilmu Ushul Fiqh,

Penerjemah: Noer Iskandar al-Barsany, Moh. Tolhah Mansoer, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2002

Khallaf Wahab Abdul, Ilmu Ushul Fiqh, Penerjemah: Halimuddin,

Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005

Mujieb M. Abdul, Mabruri Tholhah, Syafi‟ah, Kamus Istilah Fiqh,

Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002

http://artikelfakta.blogspot.com Makalah Hukum Adat

Page 85: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

76

Muhammad Bushar, Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta: Pradnya Paramita,

1976

http://muhajirinsyukurmaruapey.blogspot.com, Sejarah, Pengertian, dan

Istilah Hukum Adat di Indonesia,

http://artikelfakta.blogspot.com Makalah Hukum Adat,

Yaswirman, Hukum Keluarga; Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam

dan Adat dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2013

Wawancara Tokoh Adat Desa Gunung Sari Bapak Warja

Wawancara Tokoh Agama Desa Gunung Sari Bapak H.Udin

Page 86: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

77

LAPORAN WAWANCARA

DENGAN TOKOH ADAT DESA GUNUNG SARI

BAPAK WARJA, S

1. Apa yang dimaksud dengan Ngadiukeun?

Jawab: Ngadiukeun dalam arti bahasa adalah “menetapkan sesuatu”.

Sedangkan menurut istilah adalah meminta izin kepada karuhun (roh

leluhur/nenek moyang), agar segala sesuatu selama proses pelaksanaan

hajatan berjalan dengan lancar sesuai dengan cita-cita

2. Bagaimana prosesi atau tahapan dalam ritual Ngadiukeun?

Jawab: dalam tahapan ritual Ngadiukeun ini tergantung kepada pemakaian

yang mempunyai hajat (makekeun), ada yang menggunakan bahasa

Jangjawokan da nada juga yang tidak. Tahapan yang menggunakan bahasa

jangjawokan yaitu dengan cara mempersipkan sesajen dan mngucapkan

mantera-mantera. Sedangkan yang tidak menggunakan bahasa

jangjawokan yaitu dengan cara sholat hajat, hadiah puji/tahlil, membaca

sholawat nariyah, membaca doa sholat hajat, ngemat, menyebarkan pasir

disekeliling rumah

3. Bagaimana sejarah Ngadiukeun?

Jawab: tradisi Ngadiukeun sebenarnya sudah ada sebelum Islam datang.

Tradisi Ngadiukeun sudah ada sejak zaman Hindu. Namun tidak ada

catatan sedikitpun mengenai sejarah Ngadiukeun, baik secara tulisan

maupun lisan, yang pasti tradisi Ngadiukeun adalah salah satu warisan dari

Page 87: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

78

para leluhur atau nenek moyang yang diturunkan dari generrasi ke

generasi

4. Kapan dilaksanakannya ritual Ngadiukeun?

Jawab: ritual Ngadiukeun dilaksanakan satu hari sebelum hajatan dimulai,

tempatnya sudah disiapkan sama yang mempunyai hajat yaitu ditempatkan

di sebuah ruangan atau kamar (gowah). Di mana dalam ruangan itu

dipakai untuk menyimpang segala macam makanan yang akan

dihidangkan

5. Apa makna yang disimbolkan dari benda-benda ritual Ngadiukeun?

Jawab: Potongan kecil daging. Maksud dan tujuannya adalah supaya

daging yang akan dihidangkan tidak boros, Kopi pahit, kopi manis, air

putih, dan rokok. Maksud dan tujuannya adalah menyuguhi para karuhun,

makhluk halus, dan roh-roh. Adapun makna dari kopi pahit adalah bahwa

tidak selamanya kehidupan itu dengan kebahagiaan tapi ada kalanya hidup

itu diuji dengan musibah, sedangkan kopi manis bermakna bahwa manusia

itu tidak selamanya hidup dalam kesusahan, suatu saat pasti ada

kesenagan. Sedangkan air putih bermakna bahwa manusia hidup harus

menjaga kesucian baik lahir maupun batin. Air dalam botol yang bertujuan

supaya para undangan yang belum datang dapat hadir/menyusul. Pasir,

bertujuan untuk mencegah terjadinya hujan dengan cara menyebarkan

pasir itu di sekeliling rumah. Daging ayam dan potongan ayam seperti;

ceker, kepala dan tunggir. Maksud dan tujuannya adalah supaya apa yang

dimakan oleh roh-roh atau balangsir hanya memakan sebagian ujung dari

Page 88: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

79

tubuh hewan yang disembelih untuk hajat, bukan bagian tengah dari tubuh

hewan tadi. Adapun maknanya adalah bahwa dalam menjamu tamu kita

harus menyuguhkan sesuatu itu yang paling baik. Membakar kemenyan,

bertujuan untuk memberikan jalan kepada balangsir, baik waktu datang

maupun pulang agar tidak tersesat.

6. Apakah ada pantangan atau larangan bagi yang mempunyai hajat pada

waktu pelaksanaan perkawinan?

Jawab: Dalam memasak, masakan yang akan dihidangkan dilarang

mencicipi masakan menggunakan tangan, tapi harus menggunakan piring.

Orang yang pertama undangan dengan beras harus disimpan di dalam

pendaringan (tempat beras) dan jangan sampai digunakan. Karena hal ini

berhubungan dengan kalimat “dicangreud dina pambeasan” yang artinya

diikat dalam pendaringan. Sahibul bait, keluarga dan pihak yang terlibat

dalam acara hajatan tidak boleh sembarangan menumpahkan atau

menyiramkan air. Karena hal ini berhubungan dengan pasir yang telah

disebarkan di sekeliling rumah, yang menurut kepercayaannya apabila

sembarangan menumpahkan air akan terjadi hujan.

7. Adakah sanksi bagi orang yang mempunyai hajat bila tidak melaksanakan

ritual Ngadiukeun?

Jawab: dikucilkan, dicemooh dan jadi bahan omongan tetangga

Page 89: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

80

LAPORAN WAWANCARA

DENGAN TOKOH AGAMA DESA GUNUNG SARI

BAPAK H. UDIN

1. Bagaimana kehidupan keagamaan di Desa Gunung Sari?

Jawab: Alhamdulillah baik, bisa dilihat dari kelompok pengajian yang

ada

2. Menurut Bapak seberapa kuatkah masyarakat di Desa Gunung Sari

memegang adat istiadat?

Jawab: masih sangat kuat, karena masyarakat Desa Gunung Sari

sampai sekarang masih menggunakan tradisi zaman dahulu

3. Apa yang bapak ketahui tentang tradisi Ngadiukeun?

Jawab: tradisi Ngadiukeun ini sudah menjadi adat kebiasaan yang

sudah lama ada dalam masyarakat. Dalam ritual Ngadiukeun

disediakan sesajen dan doa yang berupa mantera-mantera khusus untuk

para karuhun

4. Apakah dalam Islam mengenai Ngadiukeun diberlakukan?

Jawab: sebenarnya dalam Islam tidak diberlakukan adanya ritual

Ngadiukeun dalam bentuk sesajen, karena persembahan sesajen untuk

karuhun atau orang-orang yang sudah meninggal dan masih

mempecayai akan adanya kekuatan ghaib itu sama saja dengan syirik

atau musyrik

5. Bagaimana pandangan hukum Islam mengenai Ngadiukeun?

Page 90: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

81

Jawab: hukum Islam jelas melarang yang namanya ritual sesajen dan

menyembah nenek moyang ataupun orang-orang yang sudah

meninggal. Namun, dalam hal mendoakan orang yang sudah

meninggal tidak jadi masalah asal tidak dibarengi dengan penggunaan

sesajen

6. Apakah menurut Bapak Ngadiukeun dalam tata caranya ada

penyelewengan dari agama?

Jawab: jelas ada, yaitu dari penggunaan sesajen dan doa yang berupa

mantera khusus

7. Bagaimana menurut Bapak, apakah adat ini perlu dihapuskan atau

tidak?

Jawab: perlu, tapi sulit selama masih ada generasi penerus yang

dianggap memiliki ilmu Ngadiukeun. Hal seperti ini kembali lagi

kepada akidah atau keyakinan masyarakat tersebut. Karena tradisi

Ngadiukeun sudah mengakar sangat lama dalam masyarakat jadi

sangat sulit untuk ditiadakan atau dihapuskan. Hanya saja sedikit demi

sedikit tradisi ini bisa di ubah sesuai dengan ajaran Islam yang sesuai

dengan Al-Qur‟an dan Hadits.

Page 91: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

82

Gambar 1.1. Orang yang Ngadiukeun

Page 92: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

83

gambar 2.2. Sesajen Ngadiukeun

Page 93: TRADISI NGADIUKEUN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41473/1/SITI...TRADISI. NGADIU. KEUN. DALAM PER. KAWINAN. ADAT SUNDA. DITINJAU

84

Gambar.3.3

Gambar. 4.4