bab ii tinjauan pustaka ii. 1 perencanaan...

18
8 Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategi Menurut Rangkuti (2004) Proses analisis, perumusan dan evaluasi strategi-strategi itu disebut perencanaan strategi. Tujuan utama perencanaan strategis adalah agar perusahaan dapat melihat secara obyektif kondisi-kondisi internal dan eksternal, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal. Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Strategi dapat dikelompokan berdasarkan tiga tipe strategi yaitu : 1). Strategi manajemen yaitu strategi yang dapat dilakukan oleh manajemen dengan orientasi pengembangan strategi secara makro. 2). Strategi investasi merupakan kegiatan yang berorientasi pada investasi. 3). Strategi bisnis yaitu strategi yang berorientasi pada fungsi-fungsi kegiatan manajemen. Sedangkan menurut Muljadi (2006) Perencanaan stratejik (RENSTRA) merupakan suatu cara untuk mengendalikan “organisasi” secara efektif dan efisien, sampai pada implementasi paling depan dalam mencapai “Tujuan” dan “Sasaran” “Organisasi” yang bersangkutan. Dalam penyusunan rencana strategi organisasi, harus memuat: 1) Rumusan Visi organisasi 2) Rumusan Misi Organisasi 3) Rumusan Tujuan organisasi 4) Rumusan Sasaran 5) Rumusan Kebijakan 6) Rumusan Program 7) Rumusan Kegiatan. II.2 Analisis Dalam Pengambilan Keputusan Dalam rangka pengamblan keputusan banyak analisis yang dapat digunakan diantaranya yaitu :

Upload: truongmien

Post on 06-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategidigilib.itb.ac.id/files/disk1/633/jbptitbpp-gdl-hermansaer-31625-3... · 8 Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategi Menurut

8

Bab II Tinjauan Pustaka

II. 1 Perencanaan Strategi

Menurut Rangkuti (2004) Proses analisis, perumusan dan evaluasi strategi-strategi

itu disebut perencanaan strategi. Tujuan utama perencanaan strategis adalah agar

perusahaan dapat melihat secara obyektif kondisi-kondisi internal dan eksternal,

sehingga perusahaan dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal.

Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Strategi dapat dikelompokan

berdasarkan tiga tipe strategi yaitu :

1). Strategi manajemen yaitu strategi yang dapat dilakukan oleh manajemen

dengan orientasi pengembangan strategi secara makro.

2). Strategi investasi merupakan kegiatan yang berorientasi pada investasi.

3). Strategi bisnis yaitu strategi yang berorientasi pada fungsi-fungsi kegiatan

manajemen.

Sedangkan menurut Muljadi (2006) Perencanaan stratejik (RENSTRA)

merupakan suatu cara untuk mengendalikan “organisasi” secara efektif dan

efisien, sampai pada implementasi paling depan dalam mencapai “Tujuan” dan

“Sasaran” “Organisasi” yang bersangkutan. Dalam penyusunan rencana strategi

organisasi, harus memuat:

1) Rumusan Visi organisasi

2) Rumusan Misi Organisasi

3) Rumusan Tujuan organisasi

4) Rumusan Sasaran

5) Rumusan Kebijakan

6) Rumusan Program

7) Rumusan Kegiatan.

II.2 Analisis Dalam Pengambilan Keputusan

Dalam rangka pengamblan keputusan banyak analisis yang dapat digunakan

diantaranya yaitu :

Page 2: Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategidigilib.itb.ac.id/files/disk1/633/jbptitbpp-gdl-hermansaer-31625-3... · 8 Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategi Menurut

9

II.2.1 Linier Programming

Analisis ini terdiri dari atas dua kata yang masing-masing mengandung pengertian

Yaitu : Linier mempunyai arti bahwa fungsi matematik yang digunakan dalam

model adalah fungsi linier. Sedangkan Programming adalah perencanaan dan

tidak ada hubungannya dengan program komputer. Bila diartikan secara harfiah

linier proggraming dapat dikatakan sebagai teknik perencanaan guna pengambilan

keputusan dengan menggunakan fungsi matematika yang berbentuk model linier.

Linier proggraming meliputi perencanaan kegiatan-kegiatan untuk mencapai hasil

yang optimal dengan mempertimbangkan alternatif-alternatif yang fisibel

(Nachrowi, 2004).

Linier programming memiliki kemampuan untuk memprediksi keadaan yang akan

datang dengan baik. Namun menurut Nachrowi (2004), linier programming hanya

dapat untuk mencari cara terbaik pada kegiatan-kegiatan yang saling

berkompetisi. Padahal diketahui bahwa dalam rangka mencapai suatu tujuan,

keputusan suatu organisasi banyak melibatkan banyak faktor, yang apabila

menggunakan analisis ini, maka faktor-faktor tersebut tidak akan diperhitungkan.

Akibatnya tujuan organisasi tidak akan tercapai. Untuk itu, maka dalam kasus

pemindahan ibukota kabupaten Buton ke Pasarwajo analisis ini tidak dapat

digunakan.

II.2.2 Proses Hierarki Analitik

Analisis ini biasa dikenal dengan AHP (Analytical Hierarchy Process) memiliki

prinsip kerja yaitu menyederhanakan suatu persoalan kompleks yang tidak

terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam

suatu hierarki (Marimin, 2004).

AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan

keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami

oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. AHP dapat

melakukan proses keputusan yang kompleks dengan menguraikan menjadi

keputusan-keputusan lebih kecil yang dapat ditangani dengan mudah. Selain itu,

Page 3: Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategidigilib.itb.ac.id/files/disk1/633/jbptitbpp-gdl-hermansaer-31625-3... · 8 Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategi Menurut

10

AHP juga menguji konsistensi penilaian, bila terjadi penyimpangan yang terlalu

jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukan bahwa penilaian

perlu diperbaiki, atau hierarki harus distruktur ulang.

Sama seperti dengan linier programming , AHP dalam penentuan kriteria atau

faktor-faktor yang mempengaruhi hanya terbatas pada kriteria yang langsung

berpengaruh terhadap goal yang diharapkan sedangkan faktor-faktor lain tidak

diperhitungkan. Untuk itu, dalam kasus pemindahan ibukota kabupaten Buton ke

Pasarwajo analisis ini tidak dapat digunakan.

II.2.3 Analisis SWOT

Menurut Rangkuti (2004) Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor

secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan

pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang

(Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan

(Weaknesses) dan ancaman (Threats).

SWOT adalah singkatan dari lingkungan Internal Strengts dan Weaknesses serta

lingkungan eksternal Opportunities dan Threats yang dihadapi dunia bisnis.

Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal Peluang (opportunities)

dan Ancaman (threats) dengan faktor internal Kekuatan (strengths) dan

Kelemahan ( weaknesses) (Rangkuti , 2004) .

Gambar II.1 Diagram Analisis SWOT

BERBAGAI PELUANG

1. Mendukung strategi agresif

KEKUATAN INTERNAL

BERBAGAI ANCAMAN

KELEMAHAN INTERNAL

2. Mendukung strategi diversifikasi

3. Mendukung strategi turn- around

4. Mendukung strategi devensif

Page 4: Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategidigilib.itb.ac.id/files/disk1/633/jbptitbpp-gdl-hermansaer-31625-3... · 8 Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategi Menurut

11

Tahapan Analisis SWOT yaitu

Proses yang harus dilakukan dalam pebuatan analisis SWOT agar keputusan yang

diperoleh lebih tepat perlu melalui berbagai tahapan sebagai berikut :

1. Tahap pengambilan data , yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor

yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi organisasi

yang dapat dilakukan dengan wawancara terhadap ahli pada organisasi

tersebut ataupun analisis.

2. Tahap analisis yaitu pembuatan matriks eksternal dan internal dan matriks

SWOT. Adapun langkah pembuatan matriks eksternal dan internal adalah :

a. Penyusunan semua faktor-faktor yang dimiliki dengan membagi

menjadi dua bagian yaitu faktor internal dan eksternal

b. Penentuan bobot faktor

c. Penentuan Nilai keterkaitan

d. Penentuan nilai dukungan

e. Penilaian kekuatan kunci

f. Peta kekuatan organisasi

3. Tahap pengambilan keputusan. Dalam tahap pengambilan keputusan,

matriks SWOT perlu merujuk kembali pada matriks internal dan eksternal

yang menghasilkan posisi organisasi saat ini.

Untuk kasus penyediaan tanah untuk kepentingan umum di Kabupaten Buton,

akan digunakan analisis SWOT. Hal ini dikarenakan analisis SWOT dapat melihat

dan mempertimbangkan faktor lingkungan baik internal maupun eksternal yang

sistematis. Selain itu analisis SWOT didasarkan pada logika yang memaksimalkan

kekuatan dan peluang dan secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan

ancaman. Dimana hal tersebut tidak akan didapatkan pada analisis lain.

II.3 Peruntukan tanah untuk kepentingan umum

Tata Ruang merupakan hasil dari proses perencanaan ruang yang dijabarkan

dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi (RTRWP), dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota

(RTRWK) (BPN : 2004). Kemudian dalam upaya memberikan kepastian lokasi

Page 5: Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategidigilib.itb.ac.id/files/disk1/633/jbptitbpp-gdl-hermansaer-31625-3... · 8 Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategi Menurut

12

dari ruang yang dapat dimanfaatkan, RTRWK dirinci lebih lanjut dalam bentuk

Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) digunakan oleh sebagian besar kawasan

perkotaan seperti Ibukota Kabupaten/Kota dan Ibukota kecamatan. Hal ini

dikarenakan di dalam RDTR tersebut telah memuat arahan peruntukan dan

kepastian penggunaan tanah baik bagi perorangan, badan hukum yang mempunyai

hubungan hukum dengan tanah maupun fasilitas untuk kepentingan umum.

Dalam rangka penyediaan dan peruntukan tanah untuk kepentingan umum telah

diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 juncto Peraturan Presiden

Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan

untuk Kepentingan Umum. Namun dalam pelaksanaannya pengadaan tanah untuk

kepentingan umum hanya dapat dilaksanakan apabila penetapan rencana

pembangunan untuk kepentingan umum sesuai dengan Rencana Tata Ruang

dalam hal ini Rencana Tata Ruang Detail (RDTR).

II.4 Pengertian Kepentingan umum

II.4.1 Kepentingan umum berdasarkan peraturan perundangan

Salah satu masalah penting yang selalu aktual dalam kegiatan pengadaan tanah

untuk kepentingan umum adalah pengertian mengenai “kepentingan umum”.

Akibat masih abstraknya pengertian kepentingan umum tersebut, akan memberi

peluang untuk dapat disimpangi di dalam penafsiran dan operasionalnya.

Dalam UU No. 20 Tahun 1961 yang merupakan pelaksanaan Pasal 18 UUPA

menyandingkan kata kepentingan umum dengan kata pembangunan. Kedua

undang-undang tersebut mengatur kepentingan umum suatu pedoman umum.

Sedangkan Inpres No.9 Tahun 1973 sebagai pedoman pelaksanaan UU NO, 20

Tahun 1961 menggunakan 2 (dua) pendekatan, yakni pedoman umum (Pasal 1

ayat(1)) dan 13 daftar kegiatan (Pasal 1 ayat (2) Lampiran Inpres). Lebih lanjut

Pasal 18 UUPA berbunyi :

Page 6: Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategidigilib.itb.ac.id/files/disk1/633/jbptitbpp-gdl-hermansaer-31625-3... · 8 Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategi Menurut

13

“Untuk kepentingan umum, termasuk bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang”

Pasal 1 ayat (1) UU No. 20 Tahun 1961 menyebutkan :

“Untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, demikian pula kepentingan pembangunan, maka presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya”

Kemudian Pasal 1 ayat (1) Lampiran Inpres No. 9 Tahun 1973 menyebutkan :

“Suatu kegiatan dalam rangka pelaksanaan pembangunan mempunyai sifat kepentingan umum, apabila kegiatan tersebut menyangkut : a. kepentingan bangsa dan negara, dan/atau b.kepentingan masyarakat luas c. kepentingan rakyat banyak/bersama, dan/atau d.kepentingan pembangunan.”

Selanjutnya Pasal 1 ayat (2) Lampiran Inpres No.9 Tahun 1973, menyebutkan :

”Bentuk-bentuk kegiatan pembangunan yang mempunyai sifat kepentingan umum sebagai dimaksud dalam ayat (1) pasal ini meliputi bidang-bidang : a. pertanahan b. pekerjaan umum c. perlengkapan umum d. jasa umum e. keagamaan f. ilmu pengetahuan dan seni budaya g. kesehatan h. olahraga i. keselamatan umum terhadap bencana alam j. kesejahteraan sosial k. makam/kuburan l. pariwisata dan rekreasi m. usaha-usaha ekonomi yang bermanfaat bagi kesejahteraan umum. ”

Berdasarkan pengertian kepentingan umum dalam peraturan perundang-undangan

di atas, dapat disimpulkan bahwa kepentingan umum adalah kepentingan bangsa

dan negara; kepentingan masyarakat luas; kepentingan rakyat banyak dan

kepentingan pembangunan. Kepentingan umum tersebut diberikan batasan ke

dalam 13 kategori kegiatan sebagaimana tersebut di atas. Pengertian kepentingan

umum yang diatur dalam UU No. 20 Tahun 1961 jo Inpres No. 9 Tahun 1973,

Page 7: Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategidigilib.itb.ac.id/files/disk1/633/jbptitbpp-gdl-hermansaer-31625-3... · 8 Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategi Menurut

14

setelah diundangkannya Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah

Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sudah tidak dapat dijadikan

pedoman lagi. Perkembangan selanjutnya Perpres No. 36 Tahun 2005 dirubah

dengan Keppres No. 65 Tahun 2006, perubahan yang terpenting adalah mengenai

pedoman kepentingan umum atau kriteria dan daftar kegiatan. Pengertian

kepentingan umum dalam Perpres No. 65 Tahun 2006 adalah kepentingan

sebagian besar lapisan masyarakat dan pembangunan untuk kepentingan umum

selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh pemerintah atau pemerintah daerah.

Dalam Perpres No. 65 Tahun 2006, kriteria kepentingan umum pada dasarnya

sudah menampakakan batasan yang tegas, dengan hanya memberikan ruang bagi

pemerintah atau pemerintah daerah sebagai operator atau sebagai pemilik dari

pembangunan yang dilakukan. Walaupun tidak secara tegas dinyatakan bahwa

kegiatan pembangunannya tidak digunakan untuk mencari keuntungan.

Dalam Keppres No.55 Tahun 1993 pada dasarnya memang menganut dua

pendekatan sebagaimana pendekatan Inpres No.9 Tahun 1973. Namun Keppres

No.55 Tahun 1993 memberikan batasan berbeda mengenai kepentingan umum,

yaitu kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat dimana

kegiatan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki oleh pemerintah, serta tidak

digunakan untuk mencari keuntungan (Pasal 1 angka (3)).

Adapun kegiatan yang dimaksud sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) adalah jalan

umum; saluran pembuangan air;waduk; bendungan dan bangunan pengairan lain

termasuk saluran irigasi; rumah sakit umum dan pusat-pusat kesehatan

masyarakat; pelabuhan atau bandar udara atau terminal; peribadatan; pendidikan

atau sekolah; pasar umum atau pasar inpres; fasilitas pemakaman umum; fasilitas

keselamatan umum seperti antara lain tanggul penanggulangan bahaya banjir,

lahar dan lain-lain bencana; pos dan telekomunikasi; sarana olahraga; stasiun

penyiaran radio, televisi beserta sarana pendukungnya; kantor pemerintah dan

fasilitas angkatan bersenjata Republik Indonesia. Dalam kaitan ini, hanya

pemerintah yang dapat menggunakan Keppres No.55 Tahun 1993 untuk

melaksanakan pembangunan, sementara itu pembangunan yang akan dilaksanakan

Page 8: Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategidigilib.itb.ac.id/files/disk1/633/jbptitbpp-gdl-hermansaer-31625-3... · 8 Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategi Menurut

15

oleh swasta tidak tunduk pada keppres ini, tetapi tunduk pada ketentuan jual beli,

tukar menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak

yang bersangkuatan. Namun demikian kegiatan yang telah disebutkan secara

limitatif ke dalam 13 pelaksanaan pembangunan, masih dapat dikesampingkan

dengan kewenangan yang dimiliki oleh Presiden untuk menetapkan pelaksanaan

pembangunan selain dari 13 kegiatan tersebut di atas.

Setelah diundangkannya Perpres No. 36 Tahun 2005, terjadi perubahan pengertian

kepentingan umum. Perubahan tersebut bagi sebagian besar kalangan masyarakat

merupakan suatu kemunduran dari pengertian kepentingan umum menurut

Keppres No. 55 Tahun 1993. Namun menurut pembentuk peraturan perundang-

undangan, Perpres No. 36 Tahun 2005 lebih memberikan kepastian hukum,

karena kepentingan umum hanya dikaitkan dengan pelaksanaan pembangunan

yang diatur secara limitatif ke dalam 21 kegiatan. Tetapi Perpres No. 36 Tahun

2005 membuka peluang pengadaan tanah bagi pembangunan yang dilakukan leh

swasta dengan difasilitasi oleh pemerintah. Hal inilah yang kemudian banyak

dikritik oleh berbagai kalangan, karena pengertian kepentingan dikhawatirkan

dapat diartikan secara luas, sehingga dapat melanggar hak-hak atas tanah, padahal

sistem hukum tanah Indonesia belum sepenuhnya memberikan perlindungan yang

maksimal bagi hak-hak atas tanah. Selain itu hukum tanah Indonesia belum dapat

mengakomodasi kepentingan pembangunan. Perpres No. 36 Tahun 2005

merupakan wadah atau pedoman pelaksanaan pengadaan tanah bagi pembangunan

yang berkaitan dengan hak-hak dasar manusia. Tetapi sayangnya hanya diwadahi

oleh peraturan setingkat peraturan presiden.

II.4.2 Kepentingan umum menurut para ahli

Pasal 1 angka 3 Keppres 55 Tahun 1993 menyatakan bahwa yang dimaksud

dengan kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat.

Kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum tersebut kemudian dibatasi

dengan ketentuan pasal 5 angka 1 yang pada prinsipnya memuat 3 (tiga) unsur

pokok, yaitu :

1). Merupakan kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah;

Page 9: Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategidigilib.itb.ac.id/files/disk1/633/jbptitbpp-gdl-hermansaer-31625-3... · 8 Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategi Menurut

16

2). Selanjutnya dimilki oleh Pemerintah;

3). Serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan.

Menurut Sumardjono (1994), pengertian kepentingan umum dalam pasal 5 angka

1 Keppres 55 Tahun 1993 tersebut menganut pendekatan yang sempit dengan

memberikan definisi yang ketat tentang kepentingan umum, diikuti dengan 14

contoh kegiatan yang tidak membuka penafsiran lebih lanjut. Masih menurut

Sumardjono (1991), bahwa penafsiran ketat tersebut diharapkan dapat

memberikan keadilan dan kepastian hukum, karena mengurangi kebebasan untuk

menafsirkan yang dapat berdampak merugikan para pemegang hak.

Namun dalam pasal 5 angka 2 Keppres 55 Tahun 1993 memberikan peluang bagi

pengecualian-pengecualian tentang apa yang sudah ditafsirkan secara ketat

tersebut yaitu jika kegiatan pembangunan tidak termasuk dalam 14 jenis kegiatan

yang telah ditentukan, maka dengan suatu keputusan Presiden kegiatan

pembangunan tersebut dapat diperluas dengan tetap memenuhi 3 unsur pokok

tersebut di atas.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Sumardjono ingin mengatakan bahwa

dengan adanya pasal 5 angka 2, Keppres 55 Tahun 1993 tidak dapat memberikan

kepastian hukum dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

Selanjutnya Salindeho (1988), memberikan pengertian mengenai kepentingan

umum, yaitu kepentingan yang termasuk kepentingan bangsa dan negara serta

kepentingan bersama dari rakyat dengan memperhatikan segi-segi sosial, politik,

psikologis dan hankamnas atas dasar asas-asas pembangunan nasional dengan

mengindahkan ketahanan nasional serta wawasan nusantara.

Rumusan yang dikemukakan oleh Salindeho belum memberikan batasan yang

tegas mengenai kepentingan umum, karena kepentingan umum hanya diartikan

sebagai kepentingan bangsa, negara dan kepentingan bersama dari rakyat.

Page 10: Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategidigilib.itb.ac.id/files/disk1/633/jbptitbpp-gdl-hermansaer-31625-3... · 8 Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategi Menurut

17

Pengertian ini tidak jauh berbeda dengan pengertian yang terdapat dalam UUPA,

undang-undang pencabutan hak atas tanah dan Inpres No. 9 Tahun 1973.

Dalam Sitorus (2004), pengertian kepentingan umum lainnya juga dikemukakan

oleh Michael G. Kitay. Menurutnya kepentingan umum diekspresikan dengan dua

cara, yaitu : Negara menggunakan pedoman kepentingan umum biasanya secara

tidak eksplisit mencantumkan dalam peraturan perundang-undangan tentang

bidang kegiatan apakah yang disebut sebagai kepentingan umum. Pengadilanlah

yang secara kasuistis menentukan apakah yang disebut dengan kepentingan

umum; dan Negara mengidentifikasi kepentingan umum dalam suatu ketentuan

daftar.

Menurut George Whitecross Paton dalam Siahaan (2005), memerinci kepentingan

umum sebagai berikut :

a. usaha yang efisien dalam rangka tertib hukum (the efficient working of the

legal order);

b. keamanan nasional (national securtity);

c. kemakmuran masyarakat ( the economic prosperity of society);

d. perlindungan terhadap nilai-nilai agama, moral, kemanusiaan dan intelektual

(the protection of religious, moral, humanitarian and intellectual values);

e. kesehatan dan kesatuan ras (health and racial integrity).

Dalam pengertian di atas kepentingan umum termasuk di dalamnya adalah

kepentingan masyarakat yang juga memberikan perhatian terhadap perlindungan

hak-hak individu atau perorangan. Selain itu kepentingan umum merupakan

kepentingan dalam ruang pemeliharaan sarana dan pelayanan publik. Lebih lanjut

kepentingan umum dalam pengertian yang diberikan oleh George Whitecroos,

bertujuan untuk melaksanakan tertib hukum, memelihara keamanan nasional,

kemakmuran masyarakat dan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, moral,

kemanusiaan dan intelektual, serta kesehatan dan kesatuan ras.

Page 11: Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategidigilib.itb.ac.id/files/disk1/633/jbptitbpp-gdl-hermansaer-31625-3... · 8 Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategi Menurut

18

Pengertian kepentingan umum lainnya juga dikemukakan oleh Hutagalung (2005),

yaitu: kepentingan umum didefinisikan sebagai kepentingan yang menyangkut

hajat hidup orang banyak, berfungsi melayani dan memenuhi kebutuhan

masyarakat dimana hal-hal mengenai fungsi control, tarif, pembagian keuntungan

dan kepemilikannya diatur dengan Peraturan Daerah.

Selain itu dalam memahami pengadaan tanah untuk kepentingan umum, perlu

diketahui tentang arti dan hakikat dari kepentingan umum itu sendiri. Karena

pemahaman tentang konsep kepentingan umum dalam pengadaan tanah adalah

penting bagi semua pelaku kebijakan mengingat seringkali kepentingan umum

yang diatur dalam Keppres tersebut diinterpretasikan secara berbeda menurut

kepentingan masing-masing orang (Soemadjono, 2001).

Moenir (1998), mendefinisikan kepentingan umum sebagai :”suatu bentuk

kepentingan yang menyangkut orang banyak atau masyarakat, tidak bertentangan

dengan norma dan aturan yang berkepentingan tersebut bersumber pada

kebutuhan (hajat hidup orang banyak/masyarakat)”.

Selain itu Moenir (1998), juga mengemukakan ada beberapa fasilitas untuk

kepentingan umum dengan sebutan resmi ”umum”, seperti : telepon umum, jalan

umum, WC umum, angkutan umum, pemakaman umum, rumah sakit umum.

Mengacu pada penjelasan Moenir tentang kepentingan umum dari tinjauan

fasilitas, tentunya hal ini berkaitan dengan konsep ekonomi publik yang termasuk

barang publik (public goods) yang disediakan oleh pemerintah, yaitu :” Barang

milik pemerintah yang dibiayai melalui anggaran belanja negara tanpa melihat

siapa yang melaksanakan pekerjaan”. Jadi dengan demikian fasilitas umum dalam

konteks penjelasan Moenir tidak termasuk yang disediakan swasta.

Penelitian, laporan media massa dan opini pakar tentang pelaksanaan ganti rugi

dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum menunjukan tiga hal yang

mempengaruhi : pertama, Peraturan, dalam hal ini adanya kelemahan pada

Page 12: Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategidigilib.itb.ac.id/files/disk1/633/jbptitbpp-gdl-hermansaer-31625-3... · 8 Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategi Menurut

19

beberapa ketentuan di dalam Keppres No.55/1993 seperti ketentuan pelaksanaan

musyawarah dan ketentuan penetapan bentuk dan besar ganti rugi yang cenderung

mempertimbangkan aspek fisik, kedua, masyarakat yaitu kondisi sosial ekonomi

yang rendah mengakibatkan posisi berunding yang lemah dalam musyawarah gant

rugi dan ketiga, Aparatur, yaitu berkaitan dengan ketidakcakapan dalam tugas,

perilaku menyimpang (KKN) dan kurang bertanggungjawab (Ediwarman,1999).

II.5 Tata cara pengadaan tanah

Gambar II.2 Diagram alir pengadaan tanah

III.5.1 Tahap pembentukan Panitia Pengadaan Tanah

Pasal 6 Perpres No. 65 Tahun 2006 mengatur tentang pembentukan panitia

pengadaan tanah dalam rangka pengadaan tanah bagi pembangunan untuk

kepentingan umum. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diwilayah

kabupaten/kota dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah

Page 13: Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategidigilib.itb.ac.id/files/disk1/633/jbptitbpp-gdl-hermansaer-31625-3... · 8 Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategi Menurut

20

kabupaten/kota yang dibentuk oleh Bupati/Walikota (Pasal 6 ayat (1)). Khusus

untuk panitia pengadaan tanah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dibentuk

oleh Gubernur (Pasal 6 ayat (2)).

Adapun keanggotaan panitia pengadaan tanah terdiri dari unsur daerah terkait dan

dari unsur Badan Pertanahan Nasional (Pasal 6 ayat (5)). Dengan berlakunya

Perpres Nomor 65/2006, susunan dan keberadaan panitia pengadaan tanah diatur

dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 3

Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun

2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk

Kepentingan Umum.

Susunan Panitia Pengadaan Tanah dibagi menjadi Panitia Pengadaan Tanah

Propinsi dan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota. Kepanitiaan tersebut di

atas terbentuk atas dasar wilayah tanah yang akan menjadi obyek pembangunan

untuk kepentingan umum. Panitia pengadaan propinsi dibentuk bila tanah yang

menjadi obyek pembangunan terletak di lebih dari satu Kabupaten/Kota dalam

propinsi yang sama. Sedangkan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota

dibentuk bila tanah yang diperlukan untuk pembangunan hanya berada di

kabupaten/kota bersangkutan.

Dalam tahap ini Panitia Pengadaan Tanah yang telah dibentuk membantu

pemerintah atau pemerintah daerah untuk mempertemukan dengan masyarakat.

Bantuan pada tahap awal dilakukan dengan memberikan penjelasan atau

penyuluhan kepada masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan/atau

pemegang hak atas tanah mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut

dalam bentuk konsultasi publik baik melalui tatap muka, media cetak , maupun

media elektronik. Tujuannya adalah agar dapat diketahui masyarakat yang terkena

rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah. Kemudian mengadakan

penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain

yang ada kaitannya dengan tanah yang haknya akan dilemas; mengadakan

penelitian mengenai status hukum tanah yang hanya akan dilepas atau diserahkan

Page 14: Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategidigilib.itb.ac.id/files/disk1/633/jbptitbpp-gdl-hermansaer-31625-3... · 8 Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategi Menurut

21

dan dokumen yang mendukungnya ; menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah

yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan ; mengadakan musyawarah dengan

para pemegang hak atas tanah dan instansi pemerintah dan/atau pemerintah

daerah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau

besarnya ganti rugi; menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para

pemeang hak atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang ada di

atas tanah; membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah; dan

mengadministrasikan dan mendokumentasian semua berkas pengadaan tanah dan

menyerahkan kepada pihak yang berkompeten.

III.5.2 Tahap penyuluhan

Mengenai penyuluhan ini diatur dalam Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007.

Dalam tahap ini Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota bersama instansi

pemerintah yang memerlukan tanah melaksanakan penyuluhan untuk menjelaskan

manfaat, maksud, dan tujuan pembangunan kepada masyarakat serta dalam rangka

memperoleh kesediaan dari pihak pemilik. Dalam hal penyuluhan diterima oleh

masyarakat, pengadaan tanah dilanjutkan dan bila tidak diterima, maka panitia

melakukan penyuluhan kembali. Setelah dilakukan penyuluhan kembali, tetapi

tetap tidak diterima oleh 75% dari pemilik tanah, sedangkan lokasi dapat

dipindahkan, instansi pemerintah yang memerlukan tanah mengajukan alternatif

lokasi lain. Bila lokasi tidak dapat dipindahkan, maka Panitia Pengadaan Tanah

menggunakan lembaga pencabutan hak atas tanah.

Setelah penyuluhan diterima, maka selanjutnya Panitia Pengadaan Tanah

melaksanakan identifikasi dan inventarisasi. Hasil identifikasi dan inventarisasi

dituangkan dalam Peta Bidang Tanah. Peta Bidang Tanah diumumkan di Kantor

Lurah/Desa dan Kantor Pertanahan setempat atau melalui mass media. Setelah

pengumuman selesai Peta Bidang Tanah disahkan oleh Panitia Pengadaan Tanah.

Untuk membantu tugas Panitia, maka ditunjuklah Tim Penilai Harga Tanah yang

independen, yang berwenang melakukan penilaian harga tanah termasuk harga

bangunan, dan tanaman dan/atau benda-benda lain yang ada di atas tanah.

Page 15: Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategidigilib.itb.ac.id/files/disk1/633/jbptitbpp-gdl-hermansaer-31625-3... · 8 Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategi Menurut

22

III.5.3 Tahap Musyawarah, Penetapan dan Pemberian Ganti Rugi

Tahap musyawarah ini dilakukan antar pemegang hak atas tanah, bangunan,

tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah dengan pemerintah atau

pemerintah daerah yang memerlukan tanah yang difasilitasi oleh Panitia

Pengadaan Tanah (Pasal 9 ayat (1)). Musyawarah yang diadakan oleh Panitia

Pengadaan Tanah dilakukan untuk memperoleh kesepakatan mengenai

pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut dan

mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi ( Pasal 8 ayat (1)).

Dalam tahap ini, apabila jumlah pemegang hak atas tanah tidak memungkinkan

atau dengan kata lain, pemegang hak atas tanah sangat banyak jumlahnya ,

sehingga dianggap tidak akan efektif bila melibatkan seluruhnya dalam

musyawarah, maka Panitia Pengadaan Tanah mengadakan musyawarah antara

pemerintah atau pemerintah daerah yang memerlukan tanah dengan perwakilan

para pemegang hak atas tanah yang bertindak untuk dan atas nama pemegang hak

atas tanah lainnya, berdasarkan surat kuasa yang dibuat secara tertulis dan

memenuhi syarat lainnya, seperti diketahui oleh Kepala Desa atau surat kuasa

dibuat dihadapan pejabat yang berwenang dalam hal ini Notaris.

Bila seluruh proses dalam melaksanakan musyawarah telah dipenuhi, maka Ketua

Panitia Pengadaan Tanah memimpin jalannya musyawarah. Musyawarah ini

dilakukan dalam jangka waktu 120 hari, bila lokasi kegiatan pembangunan untuk

kepentingan umum tidak dapat dipindahkan atau dialihkan secara teknis tata ruang

ke lokasi lain. 120 hari dihitung sejak tanggal undangan musyawarah untuk

pertama kali. Panitia Pengadaan Tanah menetapkan besarnya ganti rugi hak atas

tanah yang dilakukan oleh lembaga atau Tim Penilai Tanah yang didasari oleh

NJOP atau nilai nyata yang sebenarnya . Sedangkan untuk besarnya ganti rugi

bangunan dinilai atau ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di

bidang bangunan, dan untuk menaksir tanaman dilakukan oleh perangkat daerah

yang bertanggung jawab di bidang pertanian. Berdasarkan taksiran nilai jual

tanah, bangunan dan tanaman tersebut, Panitia Pengadaan Tanah menetapkan

Page 16: Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategidigilib.itb.ac.id/files/disk1/633/jbptitbpp-gdl-hermansaer-31625-3... · 8 Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategi Menurut

23

besarnya ganti rugi yang akan disampaikan kepada pemegang hak atas tanah atau

kuasanya untuk dimusyawarakan.

Apabila jangka waktu sebagaimana telah ditentukan selama 120 hari telah

dilewati, dan kesepakatan belum tercapai, maka Panitia Pengadaan Tanah

menetapkan besarnya ganti rugi dalam bentuk uang dan menitipkannya kepada

Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang

bersangkutan. Namun sebaliknya bila dalam proses musyawarah telah dicapai

kesepakatan antara pemegang hak atas tanah dengan pemerintah atau pemerintah

daerah yang memerlukan tanah, Panitia Pengadaan Tanah mengeluarkan

keputusan mengenai penetapan bentuk dan besarnya ganti rugi sesuai dengan

kesepakatan yang telah dicapai yang sifatnya hanya memperkuat hasil

musyawarah.

Pemegang hak atas tanah yang telah sepakat mengenai pelaksanaan pengadaan

tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dan mengenai bentuk dan

besarnya ganti rugi, akan mendapatkan ganti rugi sesuai dengan nilai dan

bentuknya yang telah disepakati bersama berdasarkan surat keputusan Panitia

Pengadaan Tanah. Adapun bentuk ganti rugi selain uang, tanah, pemukiman

kembali dan/atau gabungan dua atau lebih bentuk ganti rugi dan ganti rugi dapat

ditentukan juga sesuai dengan kesepakatan para pihak.

Keputusan Panitia Pengadaan Tanah yang tidak diterima oleh pemegang hak atas

tanah dapat diajukan keberatan kepada Bupati/ Walikota atau Gubernur atau

Menteri Dalam Negeri disertai dengan penjelasan mengenai sebab-sebab dan

alasan keberatan. Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri

melakukan upaya penyelesaian mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dengan

mempertimbangkan pendapat dan keinginan pemegang hak atas tanah atau

kuasanya. Setelah mendengar dan mempelajari pendapat dan keinginan pemegang

hak atas tanah dan pertimbangan Panitia Pengadaan Tanah,

Bupati/Walikota/Gubernur atau Menteri Dalam Negeri mengeluarkan keputusan

yang dapat mengubah atau mengukuhkan keputusan Panitia Pengadaan Tanah.

Page 17: Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategidigilib.itb.ac.id/files/disk1/633/jbptitbpp-gdl-hermansaer-31625-3... · 8 Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategi Menurut

24

Apabila upaya ini belum juga membuahkan hasil, maka pencabutan hak atas tanah

dapat dilakukan.

III.5.4 Penolakan ganti rugi

Pasal 10 ayat (2) Perpres No. 65 Tahun 2006 menentukan bahwa apabila

musyawarah yang dilaksanakan telah melewati jangka waktu 120 hari dan

kesepakatan belum juga tercapai, maka Panitia Pengadaan Tanah menetapkan

besarnya ganti rugi dalam bentuk uang dan menitipkannya kepada Pengadilan

Negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang bersangkutan.

Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri setelah

mempertimbangkan pendapat dan keinginan dari pemegang hak atas tanah atau

kuasanya dan pertimbangan Panitia Pengadaan Tanah, mengeluarkan keputusan

yang dapat mengukuhkan atau merubah Keputusan Panitia Pengadaan Tanah yang

mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti rugi yang akan diberikan (Pasal 17 ayat

(3)). Apabila upaya penyelesaian yang telah dilakukan oleh Bupati/Walikota atau

Gubernur atau Menteri Dalam Negeri tidak diterima juga oleh pemegang hak atas

tanah, dan dengan mengingat lokasi pembangunan yang tidak dapat dipindahkan,

maka Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri mengajukan

usul penyelesaian dengan cara pencabutan hak atas tanah yang dilakukan

berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961.

Menurut Pasal 2 PP No. 39 Tahun 1973, permintaan banding tersebut diajukan

kepada Pengadilan Tinggi yang daerah kekuasannya meliputi tanah dan atau

benda-benda yang haknya dicabut, selambat-lambatnya dalam waktu 1 bulan

terhitung sejak tanggal Keputusan Presiden dimaksud dalam Pasal 5 dan 6 UU

No. 20 Tahun 1961 tersebut disampaikan kepada yang bersangkutan. Permintaan

banding tersebut harus disampaikan secara tertulis atau dengan lisan kepada

Panitera Pengadilan Tinggi, dengan membayar biaya yang ditetapkan Ketua

Pengadilan Tinggi.

Page 18: Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategidigilib.itb.ac.id/files/disk1/633/jbptitbpp-gdl-hermansaer-31625-3... · 8 Bab II Tinjauan Pustaka II. 1 Perencanaan Strategi Menurut

25

Permohonan banding tersebut selambatnya 1 bulan setelah diterimanya

permohonan, perkara tersebut harus sudah diperiksa oleh Pengadilan Tinggi.

Pemeriksaan dan putusan dijatuhkan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya

(Pasal 4). Dalam pemeriksaan permohonan banding, Pengadilan Tinggi dapat

mendengar secara langsung semua pihak yang bersangkutan dengan pencabutan

hak atas tanah. Pendengaran pihak-pihak tersebut dapat dilimpahkan oleh

Pengadilan Tinggi kepada Pengadilan Negeri. Putusan Pengadilan Tinggi

selambatnya 1 bulan setelah tanggal putusan perkara diberitahukan kepada pihak-

pihak yang bersangkutan .