bab ii tinjauan pustaka a. penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/46270/3/bab ii.pdf · mardiasmo...

17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Hasil penelitian Semara (2016) melakukan penelitian dengan mengenai efektivitas penerimaan retribusi parkir pada Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Buleleng Periode Tahun 2010- 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tingkat efektivitas penerimaan retribusi parkir pada dinas pendapatan daerah (DISPENDA) yaitu tahun 2010 (103,32%), 2011 (114,39%), 2012 (118,18%), 2013 (170,18%), 2014 (10 5,58%), dan 2015 (104,66%), (2) hambatan yang dialami dalam penerimaan retribusi parkir pada dinas pendapatan daerah (DISPENDA) Kabupaten Buleleng yaitu a) sistem pengawasan pengelolaan parkir yang belum optimal , b) masih banyak petugas parkir yang belum resmi, dan (3) menanggulangi hambatan dalam penerimaan retribusi parkir dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu a) penertiban atau operasi secara rutin, b) kontrol dari masyarakat. Aprillitawati (2015) melakukan penelitian dengan topik mengenai efektivitas pajak parkir terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Mojokerto. Hasil penelitian ini menunjukkan efektivitas pajak parkir tergolong efektif. Realisasi retribusi parkir tahun 2009 sebesar 104,12%, tahun 2010 mengalmi penurunan sebesar 91,09%. Tahun 2011 kembali mengalami penurunan sebesar 78,49%, tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar 6

Upload: vuongcong

Post on 05-Aug-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Semara (2016) melakukan penelitian dengan

mengenai efektivitas penerimaan retribusi parkir pada Dinas Pendapatan

Daerah (Dispenda) Kabupaten Buleleng Periode Tahun 2010- 2015. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa Tingkat efektivitas penerimaan retribusi

parkir pada dinas pendapatan daerah (DISPENDA) yaitu tahun 2010

(103,32%), 2011 (114,39%), 2012 (118,18%), 2013 (170,18%), 2014 (10

5,58%), dan 2015 (104,66%), (2) hambatan yang dialami dalam

penerimaan retribusi parkir pada dinas pendapatan daerah (DISPENDA)

Kabupaten Buleleng yaitu a) sistem pengawasan pengelolaan parkir yang

belum optimal , b) masih banyak petugas parkir yang belum resmi, dan (3)

menanggulangi hambatan dalam penerimaan retribusi parkir dapat

dilakukan dengan beberapa cara yaitu a) penertiban atau operasi secara

rutin, b) kontrol dari masyarakat.

Aprillitawati (2015) melakukan penelitian dengan topik mengenai

efektivitas pajak parkir terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Mojokerto.

Hasil penelitian ini menunjukkan efektivitas pajak parkir tergolong efektif.

Realisasi retribusi parkir tahun 2009 sebesar 104,12%, tahun 2010

mengalmi penurunan sebesar 91,09%. Tahun 2011 kembali mengalami

penurunan sebesar 78,49%, tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar

6

114,77%. Tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 93,05%. Tahun 2010

- 2011 disebabkan karena pengelola parkir ada yang tutup dan tidak

beroperasi sedangkan tahun 2013 dikarenakan jumlah penitipan kendaraan

bermotor yang tidak maksimal. Pengelolaan parkir yang dilakukan dengan

cara memberikan pelayanan yang baik seperti memberikan kenyamanan

dan kepercayaan.

B. Landasan Teori

1. Pajak

a. Pengertian Pajak

Pengertian secara umum yang didefinisikan oleh Sumitro dalam

Mardiasmo (2002:1) menyatakan bahwa: “Pajak merupakan iuran kepada kas

negara berdasarkan undang-undang (Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007) yang

dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal balik yang langsung

dapat ditunjukkan dan digunakan sebagai alat pencegahan atau pendorong

untuk mencapai tujuan yang ada diluar bidang keuangan”. Jadi dengan

demikian pajak memiliki tiga unsur, yaitu:

a. Pembayaran bersifat wajib dan dapat dipaksakan.

b. Pembayarannya harus dilakukan kepada kas negara atau daerah.

c. Tanpa adanya jasa timbal balik atau prestasi kembali yang langsung

ditunjuk.

Sedangkan definisi lain menurut Djajadiningrat (2002:3-2) menyatakan

bahwa “Pajak sebagai suatu kewajiban menyertakan sebagian dari pada

7

kenyataan ke negara disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perubahan yang

memberukan kedudukan tertentu tetapi bukan sebagai hukuman, menurut

peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dilaksanakan, tetapi tidak

ada juga timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara

kesejahteraan umum”,

Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri

yang melekat pada pengertian pajak, yaitu:

a. Pajak dipungut oleh negara (pemerintah pusat maupun pemerintah daerah)

berdasarkan ketentuan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

b. Pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan kontraprestasi individu oleh

pemerintah atau tidak ada hubungan langsung antara jumlah pembayaran

pajak dengan kontraprestasi individu.

c. Penyelenggaraan pemerintah secara umum merupakan kontraprestasi dari

negara.

d. Diperuntukan bagi pengeluaran rutin pemerintah, jika masih surplus

digunakan untuk Publik Investment.

e. Pajak dipungut disebabkan adanya suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan

yang memberikan kedudukan tertentu kepada seseorang, pajak dapat pula

mempunyai tujuan yang tidak budgeter tetapi juga mengatur.

b. Fungsi Pajak

Pajak dilihat dari pemungutannya menurut Brotodoharjo (Mardiasmo,

2002:2) mempunyai dua fungsi:

1. Sumber keuangan Negara (Budgetair)

8

Fungsi ini terletak dan lazim digunakan pada sektor publik dan pajak

disisni merupakan suatu alat yang dapat dipergunakan untuk memasukan

uang sebanyak-banyaknya kedalam kas negara/daerah sesuai dengan

waktunya dalam rangka membiayai seluruh pengeluaran rutin dan

pembangunan pemerintah pusat/daerah.

2. Fungsi Pengaturan

Merupakan fungsi yang dipergunakan oleh pemerintah pusat/daerah untuk

mencapai tujuan tertentu yang berada diluar sektor keuangan

negara/daerah, konsep ini paling sering digunakan pada sektor swasta.

c. Syarat Pemungutan Pajak

Menurut Soemitro (2001:34) ada empat syarat untuk tercapainya

peraturan pajak yang adil yaitu:

1. Equality and Equity

Equility atau kesamaan mengandung arti bahwa keadaan yang sama atau

orang yang berbeda dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak

yang sama. Fungsi equity atau kepatuhan adalah:

1. Jus adjuvandi, untuk menyesuaikan hukum

2. Jus spplendi, untuk menambah hukum

3. Jus corrigendi, untuk mengoreksi hukum

2. Certainty atau kepastian hukum

Kepastian hukum merupakan tujuan setiap Undang-Undang. Dalam

pembuatannya harus diupayakan supaya ketentuan yang dimuat dalam

Undang-Undang jelas, tegas, dan tidak mengandung arti ganda atau

memberikan peluang untuk ditafsirkan lain.

9

3. Convenience of payment

Pajak harus dipungut pada saat yang tepat, yaitu pada saat wajib pajak

mempunyai uang, sehingga ini akan menegakan wajib pajak

convenience. Tidak semua wajib pajak mempunyai saat convenience

yang sama, yang mengenakannya untuk membayar pajak.

4. Economics of collection

Dalam pembuatan Undang-Undang pajak, perlu dipertimbangkan bahwa

biaya pemungutan harus lebih kecil dari uang pajak yang masuk, tidaka

ada artinya pengenaan pajak jika pemasukan pajaknya hanya untuk

biaya pemungutan saja.

Disamping syarat-syarat diatas, masih ada beberapa syarat lainnya yaitu:

1) Syarat Yuridis

Undang-Undang pajak yang normatif harus memberikan kepastian

hukum, seperti disebut Adam Smith dengan certainy-nya. Dalam

penyusunan undang-undang pajak harus mempertikan juga bahwa

undang-undang tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan

yang kedudukannya lebih tinggi dari undang-undang, yaitu

Undang-Undang Dasar dan Ketetapan MPR yang merupakan

norma yang mengikat umum dan tidak boleh bertentangan dengan

Pancasila yang merupakan falsafah negara.

10

2) Syarat ekonomi

Pemungutan pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat

kepada penguasa tanpa adanya imbalan secara langsung.

3) Syarat finansial

Sesuai dengan fungsi pajak sebagai sumber keuangan negara, maka

hasil pemungutan pajak sedapat mungkin cukup untuk menutup

sebagian pengeluaran negara.

4) Syarat sosiologi

Faktor yang harus ada dalam pemungutan pajak adalah harus

adanya masyarakat karena tanpa adanya masyarakat maka tidak

akan ada pajak. Dengan demikian pajak harus dipungut sesuai

kebutuhan masyarakay dengan memperhatikan keadaan dan situasi

masyarakat pada waktu tertentu.

5) Sistem pemungutan harus sederhana

Sistem pemungutan pajak yang sederhana dan mudah dilaksanakan

akan meningkatkan kesadaran masyarakat dengan membayar pajak.

2. Pengertian dan Jenis Pajak Daerah

a. Pengertian Pajak Daerah

Menurut Aini (2012:1) mengatakan bahwa: “Pajak daerah adalah

pajak yang dipungut oleh daerah berdasarkan peraturan daerah yang

ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangganya

sebagai badan hukum publik”.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009

11

Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 6 yaitu (1) Tarif Pajak

Kendaraan Bermotor pribadi ditetapkan sebagai berikut: b) untuk

kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah sebesar 1% (satu

persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen); (2). untuk kepemilikan

Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara

progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen) dan paling tinggi sebesar

10% (sepuluh persen)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan ciri-ciri pajak daerah

adalah sebagai berikut:

1) Dipungut oleh pemerintah

2) Digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah

3) Ditetapkan berdasarkan peraturan daerah (Perda)

Sedangkan untuk wajib pajak daerah, wajib pajaknya meliputi

wajib pajak daerah dan wajib retribusi daerah

b. Jenis Pajak Daerah

Adapun jenis pajak daerah sesuai dengan Undang-Undang No. 18

Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 34 Tahun

2000 pajak Derah dan Retribusi Daerah antara lain adalah:

1) Pajak hotel (10%)

2) Pajak restoran (10%)

3) Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air (5%)

4) Bea balik nama kendaraan bermotor (5%)

12

5) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air

permukaan (20%)

6) Pajak hiburan (35%)

7) Pajak parkir (25%)

8) Pajak penerangan jalan (10%)

9) Pajak pengambilan badan galian golongan C (20%)

Disamping jenis pajak-pajak tersebut di atas, pemerintah daerah juga

diperbolehkan memungut jenis pajak lain, hal ini dimaksudkan untuk

mengantisipasi perekonomian daerah dimasa mendatang yang mengakibatkan

pergeseran potensi pajak dengan tetap memperhatikan kesederhanaan jenis

pajak dan aspirasi daerah. Jenis pajak baru yang ditetapkan dengan peraturan

pemerintah kemudian oleh pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR) Republik Indonesia dalam era pelaksanaan otonomi daerah, namun

demikian harus memenuhi beberapa kriteria antara lain:

1) Bersifat sebagai pajak dan bukan retribusi

Yang dimaksud dengan kriteria bersifat pajak dan bukan retribusi adalah

bahwa pajak yang ditetapkan harus sesuai dengan pengertian pajak.

2) Obyek dan dasar pengenaannya tidak bertentangan dengan kepentingan

umum.

Maksudnya adalah bahwa pajak tersebut dimaksudkan untuk kepentingan

bersama yang lebih luas antara pemerintah dan masyarakat dengan

memperhatikan aspek ketentraman, kestabilan polotik, ekonomi, sosial,

budaya, dan pertahanan keamanan.

13

3) Potensinya memadai

Berarti bahwa hasil pajak cukup besar sebagai salah satu sumber

pendapatan daerah dan laju pertumbuhan diperkurakan sejalan dengan

pertumbuhan ekonomi daerah.

4) Tidak memberikan dampak ekonomi negatif

Berarti pajak tidak mengganggu alikasi sumber-sumber ekonomi secara

efisien dan tidak merintangi arus sumber daya ekonomi antara daerah

maupun kegiatan ekspor-impor.

5) Memperhatikan aspek-aspek keadilan dan kemampuan masyarakat

Banyak obyek dan subyek pajak harus jelas sehingga dapat diawasi

pemungutannya, jumlah pembayaran pajak dapat diperkirakan oleh wajib

pajak yang bersangkutan dan tarif pajak ditetapkan dengan memperhatikan

keadaan wajib pajak.

6) Menunjang kelestarian lingkungan

Bahwa pajak harus bersifat netral terhadap lingkungan yang berarti bahwa

pengenaan pajak tidak memberikan peluang kepada Pemerintah Daerah

dan masyarakat untuk merusak lingkungan yang akan menjadi beban bagi

pemerintah dan masyarakat.

Adapun jenis pajak selain yang telah disebutkan dalam Undang-

Undang No. 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang No. 34 Tahun 2000 seperti dijelaskan oleh R. K. Josef (1998) adalah:

1) Pajak yang dinyatakan sebagai pajak daerah tingkat I antara lain:

a. Pajak rumah sakit

14

b. Pajak kendaraan bermotor

c. Pajak bea balik nama kendaraan bermotor

d. Pajak ijin penangkapan ikan diwilayahnya

2) Sedangkan yang dinyatakan sebagai pajak daerah tingkat II antara lain:

a. Pajak petasan

b. Pajak kendaraan tak bermotor

c. Pajak hiasan kuburan

d. Pajak pendaftaran

e. Pajak rumah asap

f. Pajak radio

g. Pajak bangsa asing

h. Pajak atas pelelangan ikan

i. Pajak rumah penginapan

j. Pajak sekolah

k. Pajak atas ijin perjudian

4) Pajak-pajak lainnya yang disesuaikan dengan potensi daerah.

3. Retribusi Parkir

a. Pengertian Retribusi Parkir

Retribusi parkir didasarkan pada UU No. 18 tahun 1997 tentang

pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana telah diubah dengan UU No.

34 tahun 2000 pasal 1 ayat 6, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan

retribusi parkir adalah : “Pajak parkir yang biasa disingkat retribusi parkir

adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir”.

15

Sedangkan retribusi parkir menurut Marihot P. Siahaan (2005:407)

adalah : “Retribusi parkir adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan

tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang

disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai

suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan

garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran”.

b. Subjek Retribusi Parkir

Pada retribusi parkir, subjek retribusi parkir adalah “orang pribadi

atau badan yang melakukan pembayaran atas tempat parkir“. Dimana,

konsumen yang menggunakan tempat parkir merupakan subjek retribusi

yang membayar (menanggung) pajak sedangkan pengusaha yang

menyediakan tempat parkir dengan dipungut bayaran bertindak sebagai

wajib pajak yang diberi kewenangan untuk memungut retribusi dari

konsumen (subjek pajak).

c. Objek Retribusi Parkir

Objek retribusi parkir menurut Marihot P. Siahaan (2005:407)

adalah : “Penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan, baik yang

disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai

suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor

yang memungut bayaran”.

Klasifikasi tempat parkir diluar badan jalan yang dikenakan

retribusi parkir adalah :

1. Gedung parkir

16

2. Pelataran parkir

3. Garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran

4. Tempat penitipan kendaraan bermotor.

d. Tarif Retribusi Parkir

Tarif retribusi parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 20% dan

ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang

bersangkutan, dengan tujuan untuk memberikan keleluasan kepada

pemerintah kabupaten/ kota untuk menetapkan tarif pajak yang

dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah

kabupaten/kota. Dasar pengenaan pajak parkir menurut Marihot P,

Siahaan (2005:407) adalah: “Jumlah pembayaran atau yang seharusnya

dibayar untuk pemakaian tempat parkir”. Penetapan tarif parkir di Kota

Malang yaitu menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang

perubahan atas Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah) dan Peraturan Daerah Nomer 16 Tahun

2010 (Tentang Pajak Daerah yang telah diubah dengan Peraturan

Daerah nomer 2 Tahun 2015 tentang perubahan atas Peraturan Daerah

Kota Malang Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah).

4.Pengertian Efektivitas

Pada umumnya efektivitas sering dihubungkan dengan efisiensi

dalam pencapaian tujuan organisasi. Padahal suatu tujuan atau saran yang

telah tercapai sesuai dengan rencana dapat dikatakan efektif, tetapi belum

tentu efisien. Walaupun terjadi suatu peningkatan efektivitas dalam suatu

17

organisasi maka belum tentu itu efisien. Jelasnya, jika sasaran atau tujuan

telah tercapai sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya dapat

dikatakan efektif. Jadi bila suatu pekerjaan itu tidak selesai sesuai waktu

yang telah ditentukan, maka dapat dikatakan tidak efektif.

Efektivitas merupakan gambaran tingkat keberhasilan atau

keunggulan dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan adanya

keterkaitan antara nilai-nilai yang bervariasi. Hal tersebut juga sejalan

dengan pendapat yang dikemukakan Sedarmayanti dalam bukunya yang

berjudul Sumber Daya Manusia dan Produktifitas Kerja mengenai

pengertian efektivitas yaitu: “Efektivitas merupakan suatu ukuran yang

memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pengertian

efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran sedangkan masalah

penggunaan masukan kurang menjadi perhatian utama. Apabila efisiensi

dikaitkan dengan efektivitas maka walaupun terjadi peningkatan efektivitas

belum tentu efisiensi meningkat” (Sedarmayanti, 2011: 59)

Efektivitas memiliki arti berhasil atau tepat guna. Efektif

merupakan kata dasar, sementara kata sifat dari efektif adalah efektivitas.

Menurut Effendy efektivitas adalah sebagai berikut:”Komunikasi yang

prosesnya mencapai tujuan yang direncanakan sesuai dengan biaya yang

dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan jumlah personil yang ditentukan”

(Effendy, 2003:14).

Pengertian efektivitas menurut Hadayaningrat (2006:16):

“Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan

18

yang telah ditentukan sebelumnya”. Efektivitas bisa diartikan sebagai suatu

pengukuran akan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya

secara matang.

Berdasarkan pendapat kedua di atas efektivitas adalah suatu

komunikasi yang melalui proses tertentu, secara terukur yaitu tercapainya

sasaran atau tujuan yang ditentukan sebelumnya. Dengan biaya yang

dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan jumlah orang yang telah

ditentukan.Apabila ketentuan tersebut berjalan dengan lancar, maka tujuan

yang direncanakan akan tercapai sesuai dengan yang diinginkan.

5. Pendapatan Daerah

a. Sumber-Sumber Pendapatan Daerah

Pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam

periode tahun anggaran tertentu yang menjadi hak daerah. Peningkatan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) mutlak harus dilakukan oleh Pemerintah

Daerah agar mampu untuk membiayai kebutuhannya sendiri, sehingga

ketergantungan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat semakin

berkurang dan pada akhirnya daerah dapat mandiri. Dalam Undang-

Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa pendapatan

asli daerah bersumber dari:

1) Pendapatan Asli Daeraha) Pajak Daerahb) Retribusi Daerahc) Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang dipisahkand) Lain – lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

2) Transfer Pemerintah Pusat

19

a) Bagi Hasil Pajakb) Bagi Hasil Sumber Daya Alamc) Dana Alokasi Umumd) Dana Otonomi Khususe) Dana Alokasi Khususf) Dana Penyesuaian

3) Transfer Pemerintah Provinsia) Bagi Hasil Pajakb) Bagi Hasil Sumber Daya Alamc) Bagi Hasil Lainnya

4) Lain – lain Pendapatan Daerah yang Sah

b. Komponen Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan semua penerimaan

yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilahnya sendiri yang

dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku (Halim, 2004:96). Menurut Mardiasmo

(2002:132) “Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh

dari sektor pajak daerah, retribusi daerah hasil perusahaan milik daerah,

hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain

pendapatan asli daerah. Sektor pendapatan daerah memegang peranan

yang sangat penting, karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauh mana

suatu daerah dapat membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan

daerah. Basuki (2007) menyebutkan sumber-sumber PAD meliputi:

1) Pajak Daerah

Iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada

daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat

dipaksakan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku,

yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan perintah daerah

20

dan pembangunan daerah.

2) Retribusi Daerah

Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin

tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah

Daerah untuk kepentingan orang pribadia atau badan. Terdapat tiga

jenis retribusi yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan

retribusi perizinan tertentu.

3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkana) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

daerah/BUMDb) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

pemerintah (BUMN)c) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta

atau kelompok usaha masyarakat.4) Lain-lain PAD yang sah

Jenis lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah disediakan untuk

menganggarkan penerimaan daerahn yang tidak termasuk dalam

jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan

daerah yang dipisahkan dirinci menurut objek pendapatan yang

mencangkup:

a) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkanb) Jasa giro, pendapatan bungac) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerahd) Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai

akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa

oleh daerah

21

e) Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap

mata uang asingf) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaang) Pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusih) Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari

pengembaliani) Fasilitas sosial dan fasilitas umumj) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihank) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan

22