BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Semara (2016) melakukan penelitian dengan
mengenai efektivitas penerimaan retribusi parkir pada Dinas Pendapatan
Daerah (Dispenda) Kabupaten Buleleng Periode Tahun 2010- 2015. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Tingkat efektivitas penerimaan retribusi
parkir pada dinas pendapatan daerah (DISPENDA) yaitu tahun 2010
(103,32%), 2011 (114,39%), 2012 (118,18%), 2013 (170,18%), 2014 (10
5,58%), dan 2015 (104,66%), (2) hambatan yang dialami dalam
penerimaan retribusi parkir pada dinas pendapatan daerah (DISPENDA)
Kabupaten Buleleng yaitu a) sistem pengawasan pengelolaan parkir yang
belum optimal , b) masih banyak petugas parkir yang belum resmi, dan (3)
menanggulangi hambatan dalam penerimaan retribusi parkir dapat
dilakukan dengan beberapa cara yaitu a) penertiban atau operasi secara
rutin, b) kontrol dari masyarakat.
Aprillitawati (2015) melakukan penelitian dengan topik mengenai
efektivitas pajak parkir terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Mojokerto.
Hasil penelitian ini menunjukkan efektivitas pajak parkir tergolong efektif.
Realisasi retribusi parkir tahun 2009 sebesar 104,12%, tahun 2010
mengalmi penurunan sebesar 91,09%. Tahun 2011 kembali mengalami
penurunan sebesar 78,49%, tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar
6
114,77%. Tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 93,05%. Tahun 2010
- 2011 disebabkan karena pengelola parkir ada yang tutup dan tidak
beroperasi sedangkan tahun 2013 dikarenakan jumlah penitipan kendaraan
bermotor yang tidak maksimal. Pengelolaan parkir yang dilakukan dengan
cara memberikan pelayanan yang baik seperti memberikan kenyamanan
dan kepercayaan.
B. Landasan Teori
1. Pajak
a. Pengertian Pajak
Pengertian secara umum yang didefinisikan oleh Sumitro dalam
Mardiasmo (2002:1) menyatakan bahwa: “Pajak merupakan iuran kepada kas
negara berdasarkan undang-undang (Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007) yang
dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal balik yang langsung
dapat ditunjukkan dan digunakan sebagai alat pencegahan atau pendorong
untuk mencapai tujuan yang ada diluar bidang keuangan”. Jadi dengan
demikian pajak memiliki tiga unsur, yaitu:
a. Pembayaran bersifat wajib dan dapat dipaksakan.
b. Pembayarannya harus dilakukan kepada kas negara atau daerah.
c. Tanpa adanya jasa timbal balik atau prestasi kembali yang langsung
ditunjuk.
Sedangkan definisi lain menurut Djajadiningrat (2002:3-2) menyatakan
bahwa “Pajak sebagai suatu kewajiban menyertakan sebagian dari pada
7
kenyataan ke negara disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perubahan yang
memberukan kedudukan tertentu tetapi bukan sebagai hukuman, menurut
peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dilaksanakan, tetapi tidak
ada juga timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara
kesejahteraan umum”,
Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri
yang melekat pada pengertian pajak, yaitu:
a. Pajak dipungut oleh negara (pemerintah pusat maupun pemerintah daerah)
berdasarkan ketentuan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
b. Pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan kontraprestasi individu oleh
pemerintah atau tidak ada hubungan langsung antara jumlah pembayaran
pajak dengan kontraprestasi individu.
c. Penyelenggaraan pemerintah secara umum merupakan kontraprestasi dari
negara.
d. Diperuntukan bagi pengeluaran rutin pemerintah, jika masih surplus
digunakan untuk Publik Investment.
e. Pajak dipungut disebabkan adanya suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan
yang memberikan kedudukan tertentu kepada seseorang, pajak dapat pula
mempunyai tujuan yang tidak budgeter tetapi juga mengatur.
b. Fungsi Pajak
Pajak dilihat dari pemungutannya menurut Brotodoharjo (Mardiasmo,
2002:2) mempunyai dua fungsi:
1. Sumber keuangan Negara (Budgetair)
8
Fungsi ini terletak dan lazim digunakan pada sektor publik dan pajak
disisni merupakan suatu alat yang dapat dipergunakan untuk memasukan
uang sebanyak-banyaknya kedalam kas negara/daerah sesuai dengan
waktunya dalam rangka membiayai seluruh pengeluaran rutin dan
pembangunan pemerintah pusat/daerah.
2. Fungsi Pengaturan
Merupakan fungsi yang dipergunakan oleh pemerintah pusat/daerah untuk
mencapai tujuan tertentu yang berada diluar sektor keuangan
negara/daerah, konsep ini paling sering digunakan pada sektor swasta.
c. Syarat Pemungutan Pajak
Menurut Soemitro (2001:34) ada empat syarat untuk tercapainya
peraturan pajak yang adil yaitu:
1. Equality and Equity
Equility atau kesamaan mengandung arti bahwa keadaan yang sama atau
orang yang berbeda dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak
yang sama. Fungsi equity atau kepatuhan adalah:
1. Jus adjuvandi, untuk menyesuaikan hukum
2. Jus spplendi, untuk menambah hukum
3. Jus corrigendi, untuk mengoreksi hukum
2. Certainty atau kepastian hukum
Kepastian hukum merupakan tujuan setiap Undang-Undang. Dalam
pembuatannya harus diupayakan supaya ketentuan yang dimuat dalam
Undang-Undang jelas, tegas, dan tidak mengandung arti ganda atau
memberikan peluang untuk ditafsirkan lain.
9
3. Convenience of payment
Pajak harus dipungut pada saat yang tepat, yaitu pada saat wajib pajak
mempunyai uang, sehingga ini akan menegakan wajib pajak
convenience. Tidak semua wajib pajak mempunyai saat convenience
yang sama, yang mengenakannya untuk membayar pajak.
4. Economics of collection
Dalam pembuatan Undang-Undang pajak, perlu dipertimbangkan bahwa
biaya pemungutan harus lebih kecil dari uang pajak yang masuk, tidaka
ada artinya pengenaan pajak jika pemasukan pajaknya hanya untuk
biaya pemungutan saja.
Disamping syarat-syarat diatas, masih ada beberapa syarat lainnya yaitu:
1) Syarat Yuridis
Undang-Undang pajak yang normatif harus memberikan kepastian
hukum, seperti disebut Adam Smith dengan certainy-nya. Dalam
penyusunan undang-undang pajak harus mempertikan juga bahwa
undang-undang tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan
yang kedudukannya lebih tinggi dari undang-undang, yaitu
Undang-Undang Dasar dan Ketetapan MPR yang merupakan
norma yang mengikat umum dan tidak boleh bertentangan dengan
Pancasila yang merupakan falsafah negara.
10
2) Syarat ekonomi
Pemungutan pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat
kepada penguasa tanpa adanya imbalan secara langsung.
3) Syarat finansial
Sesuai dengan fungsi pajak sebagai sumber keuangan negara, maka
hasil pemungutan pajak sedapat mungkin cukup untuk menutup
sebagian pengeluaran negara.
4) Syarat sosiologi
Faktor yang harus ada dalam pemungutan pajak adalah harus
adanya masyarakat karena tanpa adanya masyarakat maka tidak
akan ada pajak. Dengan demikian pajak harus dipungut sesuai
kebutuhan masyarakay dengan memperhatikan keadaan dan situasi
masyarakat pada waktu tertentu.
5) Sistem pemungutan harus sederhana
Sistem pemungutan pajak yang sederhana dan mudah dilaksanakan
akan meningkatkan kesadaran masyarakat dengan membayar pajak.
2. Pengertian dan Jenis Pajak Daerah
a. Pengertian Pajak Daerah
Menurut Aini (2012:1) mengatakan bahwa: “Pajak daerah adalah
pajak yang dipungut oleh daerah berdasarkan peraturan daerah yang
ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangganya
sebagai badan hukum publik”.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009
11
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 6 yaitu (1) Tarif Pajak
Kendaraan Bermotor pribadi ditetapkan sebagai berikut: b) untuk
kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah sebesar 1% (satu
persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen); (2). untuk kepemilikan
Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara
progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen) dan paling tinggi sebesar
10% (sepuluh persen)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan ciri-ciri pajak daerah
adalah sebagai berikut:
1) Dipungut oleh pemerintah
2) Digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah
3) Ditetapkan berdasarkan peraturan daerah (Perda)
Sedangkan untuk wajib pajak daerah, wajib pajaknya meliputi
wajib pajak daerah dan wajib retribusi daerah
b. Jenis Pajak Daerah
Adapun jenis pajak daerah sesuai dengan Undang-Undang No. 18
Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 34 Tahun
2000 pajak Derah dan Retribusi Daerah antara lain adalah:
1) Pajak hotel (10%)
2) Pajak restoran (10%)
3) Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air (5%)
4) Bea balik nama kendaraan bermotor (5%)
12
5) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air
permukaan (20%)
6) Pajak hiburan (35%)
7) Pajak parkir (25%)
8) Pajak penerangan jalan (10%)
9) Pajak pengambilan badan galian golongan C (20%)
Disamping jenis pajak-pajak tersebut di atas, pemerintah daerah juga
diperbolehkan memungut jenis pajak lain, hal ini dimaksudkan untuk
mengantisipasi perekonomian daerah dimasa mendatang yang mengakibatkan
pergeseran potensi pajak dengan tetap memperhatikan kesederhanaan jenis
pajak dan aspirasi daerah. Jenis pajak baru yang ditetapkan dengan peraturan
pemerintah kemudian oleh pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) Republik Indonesia dalam era pelaksanaan otonomi daerah, namun
demikian harus memenuhi beberapa kriteria antara lain:
1) Bersifat sebagai pajak dan bukan retribusi
Yang dimaksud dengan kriteria bersifat pajak dan bukan retribusi adalah
bahwa pajak yang ditetapkan harus sesuai dengan pengertian pajak.
2) Obyek dan dasar pengenaannya tidak bertentangan dengan kepentingan
umum.
Maksudnya adalah bahwa pajak tersebut dimaksudkan untuk kepentingan
bersama yang lebih luas antara pemerintah dan masyarakat dengan
memperhatikan aspek ketentraman, kestabilan polotik, ekonomi, sosial,
budaya, dan pertahanan keamanan.
13
3) Potensinya memadai
Berarti bahwa hasil pajak cukup besar sebagai salah satu sumber
pendapatan daerah dan laju pertumbuhan diperkurakan sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi daerah.
4) Tidak memberikan dampak ekonomi negatif
Berarti pajak tidak mengganggu alikasi sumber-sumber ekonomi secara
efisien dan tidak merintangi arus sumber daya ekonomi antara daerah
maupun kegiatan ekspor-impor.
5) Memperhatikan aspek-aspek keadilan dan kemampuan masyarakat
Banyak obyek dan subyek pajak harus jelas sehingga dapat diawasi
pemungutannya, jumlah pembayaran pajak dapat diperkirakan oleh wajib
pajak yang bersangkutan dan tarif pajak ditetapkan dengan memperhatikan
keadaan wajib pajak.
6) Menunjang kelestarian lingkungan
Bahwa pajak harus bersifat netral terhadap lingkungan yang berarti bahwa
pengenaan pajak tidak memberikan peluang kepada Pemerintah Daerah
dan masyarakat untuk merusak lingkungan yang akan menjadi beban bagi
pemerintah dan masyarakat.
Adapun jenis pajak selain yang telah disebutkan dalam Undang-
Undang No. 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang No. 34 Tahun 2000 seperti dijelaskan oleh R. K. Josef (1998) adalah:
1) Pajak yang dinyatakan sebagai pajak daerah tingkat I antara lain:
a. Pajak rumah sakit
14
b. Pajak kendaraan bermotor
c. Pajak bea balik nama kendaraan bermotor
d. Pajak ijin penangkapan ikan diwilayahnya
2) Sedangkan yang dinyatakan sebagai pajak daerah tingkat II antara lain:
a. Pajak petasan
b. Pajak kendaraan tak bermotor
c. Pajak hiasan kuburan
d. Pajak pendaftaran
e. Pajak rumah asap
f. Pajak radio
g. Pajak bangsa asing
h. Pajak atas pelelangan ikan
i. Pajak rumah penginapan
j. Pajak sekolah
k. Pajak atas ijin perjudian
4) Pajak-pajak lainnya yang disesuaikan dengan potensi daerah.
3. Retribusi Parkir
a. Pengertian Retribusi Parkir
Retribusi parkir didasarkan pada UU No. 18 tahun 1997 tentang
pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana telah diubah dengan UU No.
34 tahun 2000 pasal 1 ayat 6, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
retribusi parkir adalah : “Pajak parkir yang biasa disingkat retribusi parkir
adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir”.
15
Sedangkan retribusi parkir menurut Marihot P. Siahaan (2005:407)
adalah : “Retribusi parkir adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan
tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang
disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai
suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan
garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran”.
b. Subjek Retribusi Parkir
Pada retribusi parkir, subjek retribusi parkir adalah “orang pribadi
atau badan yang melakukan pembayaran atas tempat parkir“. Dimana,
konsumen yang menggunakan tempat parkir merupakan subjek retribusi
yang membayar (menanggung) pajak sedangkan pengusaha yang
menyediakan tempat parkir dengan dipungut bayaran bertindak sebagai
wajib pajak yang diberi kewenangan untuk memungut retribusi dari
konsumen (subjek pajak).
c. Objek Retribusi Parkir
Objek retribusi parkir menurut Marihot P. Siahaan (2005:407)
adalah : “Penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan, baik yang
disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai
suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor
yang memungut bayaran”.
Klasifikasi tempat parkir diluar badan jalan yang dikenakan
retribusi parkir adalah :
1. Gedung parkir
16
2. Pelataran parkir
3. Garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran
4. Tempat penitipan kendaraan bermotor.
d. Tarif Retribusi Parkir
Tarif retribusi parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 20% dan
ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan, dengan tujuan untuk memberikan keleluasan kepada
pemerintah kabupaten/ kota untuk menetapkan tarif pajak yang
dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah
kabupaten/kota. Dasar pengenaan pajak parkir menurut Marihot P,
Siahaan (2005:407) adalah: “Jumlah pembayaran atau yang seharusnya
dibayar untuk pemakaian tempat parkir”. Penetapan tarif parkir di Kota
Malang yaitu menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
perubahan atas Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah) dan Peraturan Daerah Nomer 16 Tahun
2010 (Tentang Pajak Daerah yang telah diubah dengan Peraturan
Daerah nomer 2 Tahun 2015 tentang perubahan atas Peraturan Daerah
Kota Malang Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah).
4.Pengertian Efektivitas
Pada umumnya efektivitas sering dihubungkan dengan efisiensi
dalam pencapaian tujuan organisasi. Padahal suatu tujuan atau saran yang
telah tercapai sesuai dengan rencana dapat dikatakan efektif, tetapi belum
tentu efisien. Walaupun terjadi suatu peningkatan efektivitas dalam suatu
17
organisasi maka belum tentu itu efisien. Jelasnya, jika sasaran atau tujuan
telah tercapai sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya dapat
dikatakan efektif. Jadi bila suatu pekerjaan itu tidak selesai sesuai waktu
yang telah ditentukan, maka dapat dikatakan tidak efektif.
Efektivitas merupakan gambaran tingkat keberhasilan atau
keunggulan dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan adanya
keterkaitan antara nilai-nilai yang bervariasi. Hal tersebut juga sejalan
dengan pendapat yang dikemukakan Sedarmayanti dalam bukunya yang
berjudul Sumber Daya Manusia dan Produktifitas Kerja mengenai
pengertian efektivitas yaitu: “Efektivitas merupakan suatu ukuran yang
memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pengertian
efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran sedangkan masalah
penggunaan masukan kurang menjadi perhatian utama. Apabila efisiensi
dikaitkan dengan efektivitas maka walaupun terjadi peningkatan efektivitas
belum tentu efisiensi meningkat” (Sedarmayanti, 2011: 59)
Efektivitas memiliki arti berhasil atau tepat guna. Efektif
merupakan kata dasar, sementara kata sifat dari efektif adalah efektivitas.
Menurut Effendy efektivitas adalah sebagai berikut:”Komunikasi yang
prosesnya mencapai tujuan yang direncanakan sesuai dengan biaya yang
dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan jumlah personil yang ditentukan”
(Effendy, 2003:14).
Pengertian efektivitas menurut Hadayaningrat (2006:16):
“Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan
18
yang telah ditentukan sebelumnya”. Efektivitas bisa diartikan sebagai suatu
pengukuran akan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya
secara matang.
Berdasarkan pendapat kedua di atas efektivitas adalah suatu
komunikasi yang melalui proses tertentu, secara terukur yaitu tercapainya
sasaran atau tujuan yang ditentukan sebelumnya. Dengan biaya yang
dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan jumlah orang yang telah
ditentukan.Apabila ketentuan tersebut berjalan dengan lancar, maka tujuan
yang direncanakan akan tercapai sesuai dengan yang diinginkan.
5. Pendapatan Daerah
a. Sumber-Sumber Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam
periode tahun anggaran tertentu yang menjadi hak daerah. Peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) mutlak harus dilakukan oleh Pemerintah
Daerah agar mampu untuk membiayai kebutuhannya sendiri, sehingga
ketergantungan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat semakin
berkurang dan pada akhirnya daerah dapat mandiri. Dalam Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa pendapatan
asli daerah bersumber dari:
1) Pendapatan Asli Daeraha) Pajak Daerahb) Retribusi Daerahc) Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang dipisahkand) Lain – lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
2) Transfer Pemerintah Pusat
19
a) Bagi Hasil Pajakb) Bagi Hasil Sumber Daya Alamc) Dana Alokasi Umumd) Dana Otonomi Khususe) Dana Alokasi Khususf) Dana Penyesuaian
3) Transfer Pemerintah Provinsia) Bagi Hasil Pajakb) Bagi Hasil Sumber Daya Alamc) Bagi Hasil Lainnya
4) Lain – lain Pendapatan Daerah yang Sah
b. Komponen Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan semua penerimaan
yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilahnya sendiri yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Halim, 2004:96). Menurut Mardiasmo
(2002:132) “Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh
dari sektor pajak daerah, retribusi daerah hasil perusahaan milik daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli daerah. Sektor pendapatan daerah memegang peranan
yang sangat penting, karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauh mana
suatu daerah dapat membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan
daerah. Basuki (2007) menyebutkan sumber-sumber PAD meliputi:
1) Pajak Daerah
Iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada
daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan perintah daerah
20
dan pembangunan daerah.
2) Retribusi Daerah
Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah
Daerah untuk kepentingan orang pribadia atau badan. Terdapat tiga
jenis retribusi yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan
retribusi perizinan tertentu.
3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkana) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
daerah/BUMDb) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
pemerintah (BUMN)c) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta
atau kelompok usaha masyarakat.4) Lain-lain PAD yang sah
Jenis lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah disediakan untuk
menganggarkan penerimaan daerahn yang tidak termasuk dalam
jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan dirinci menurut objek pendapatan yang
mencangkup:
a) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkanb) Jasa giro, pendapatan bungac) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerahd) Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai
akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa
oleh daerah
21
e) Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asingf) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaang) Pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusih) Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari
pengembaliani) Fasilitas sosial dan fasilitas umumj) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihank) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan
22