bab ii tinjauan pustaka a. pembelajaran matematika sma 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/396/2/bab...
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Matematika SMA
1. Belajar
Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk
mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pengalaman-
pengalaman. Belajar juga sebuah proses manusia untuk mencapai
berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap. Belajar
diwajibkan bagi semua orang bahkan belajar dimulai sejak manusia lahir
sampai akhir hayat. Thursan Hakim (2005:1) menyatakan bahwa belajar
adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan
perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan
kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan,
sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain
kemampuan. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah
usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya mendapat ilmu atau
kepandaian yang belum dimiliki sebelumnya. Sehingga dengan belajar
itu manusia menjadi tahu, memahami, mengerti, dapat melaksanakan
dan memiliki tentang sesuatu.
Menurut Woolfolk (Koohang, 2009: 92) “learning is active mental
work, not passive reseption of teaching,” yang artinya belajar adalah
proses mental yang aktif, bukan penerimaan pasif dari sebuah
pengajaran. Selanjutnya ia juga menambahkan bahwa belajar adalah:
11
“...the students actively proces to contruct their own knowledge: the
mind of the student mediates input from the outside world to determine
what the student will learn.”
Maksud dari pernyataan ini adalah belajar merupakan sebuah proses
dimana siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri dengan
cara memasukkan apa yang ia peroleh dari luar ke dalam pikirannya.
Definisi belajar menurut Brunner (Sugihartono, dkk, 2007: 111) adalah
proses yang bersifat aktif terkait dengan ide Discovery Learning yaitu
siswa berinteraksi dengan lingkungannya melalui eksplorasi dan
manipulasi obyek, membuat pertanyaan dan menyelenggarakan
eksperimen. Teori ini menyatakan bahwa cara terbaik bagi seseorang
untuk memulai belajar konsep dan prinsip dalam siswa adalah dengan
mengkonstruksi sendiri konsep dan prinsip yang dipelajari itu.
Menurut beberapa definisi belajar diatas dapat di tarik kesimpulan
bahwa belajar merupakan aktivitas manusia mencari ilmu dari
pengalaman untuk mendapatkan sesuatu yang baru dengan
mengontruksi sendiri konsep dan prinsip yang dipelajari itu.
2. Pembelajaran
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dinyatakan bahwa pembelajaran ialah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar
(Muhammad Fadlillah, 2012: 132). Pembelajaran dapat diartikan
sebagai upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi, dan menciptakan
12
sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat
melakukan kegiatan belajar secara efisien serta dengan hasil yang
optimal (Sugihartono, dkk, 2007: 81).
Sedangkan menurut Gagne (Nazarudin, 2007: 162) bahwa istilah
pembelajaran dapat diartikan sebagai seperangkat acara peristiwa
eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya proses belajar
yang sifatnya internal”. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa
pembelajaran merupakan proses yang sengaja direncanakan dan
dirancang sedemikian rupa dalam rangka memberikan bantuan bagi
terjadinya proses belajar. Pembelajaran lebih menekankan pada guru
dengan segala proses yang menyertainya dalam memfasilitasi siswa
membangun struktur kognitif dan kebermaknaan setiap hal yang mereka
pelajari (Ratna Wilis Dahar, 2011: 165-166).
Kesimpulan yang diperoleh dari beberapa pendapat diatas tentang
definisi pembelajaran yaitu kegiatan yang direncanakan oleh pengajar
yang sesuai dengan sumber materi untuk membangun struktur kognitif
siswa, kemudian ditrasfer kepada siswanya sehingga terjadi interaksi
antara guru siswa dalam proses belajar mengajar.
3. Matematika SMA
Alberta mendefinisikan matematika sebagai ilmu tentang
pengenalan dan deskripsi pola bilangan dan non-bilangan. Selain itu, ia
juga menambahkan bahwa:
Mathematics is one way to describe interconennectedness in a
holistic worldview. Mathematics is esud to describe and explain
13
relationships among nimbers, sets, shapes, objects collecting and
analyzing data and describing relasionships visually, symbolically,
orally or in written from (Alberta, 2007: 11).
Maksud dari pernyataan diatas adalah matematika merupakan salah
satu cara untuk mendeskripsikan hubungan-hubungan dalam dunia ini.
Matematika digunakan untuk mendekripsikan dan menjelaskan
hubungan antara bilangan, himpunan, bentuk, objek, dan konsep.
Termasuk juga penelusuran hubungan mengenai pengumpulan, analisis
data dan mendeskripsikannya secara visual, simbolik, lisan ataupun
dengan tulisan.
Matematika merupakan pengetahuan tentang penalaran logika
berhubungan dengan bilangan yang didalamnya terdapat beberapa
kalkulasi yang terorganisasi secara sistematik. Secara umum ilmu
matematika mempunyai karakteristik sebagai berikut (Sumardyono,
2004 31):
a. Matematika mempunyai kajian yang abstrak,
b. Matematika berdasarkan diri pada kesempatan-kesempatan,
c. Matematika sepenuhnya menggunakan pola pikir deduktif dan
d. Matematika dijiwai dengan kebenaran konsistensi.
Menurut Idris Harta (2006:4) pembelajaran matematika ditujukan
untuk membina kemampuan siswa diantaranya dalam memahami konsep
matematika, menggunakan penalaran, menyelesaikan masalah,
mengkomunikasikan gagasan, dan memiliki sikap menghargai terhadap
matematika. Selain itu pembelajaran matematika harus mampu
14
mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran, setiap permasalahan
dalam matematika yang semula disajikan secara abstrak harus bisa
dikaitkan dengan konteks dunia nyata dengan permasalahan yang
berbeda-beda.
Berdasarkan lampiran permendikbud nomor 59 tahun 2014,
pembelajaran matematika SMA memiliki tujuan sebagai berikut:
a. Dapat memahami konsep matematikaa. Dapat memahami konsep
matematika, yaitu menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
menggunakan konsep maupun algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaian masalah, dan
mampu membuat generalisasi berdasarkan fenomena atau data.
c. Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi
matematika baik dalam penyederhanaan, maupun menganalisa
komponen yang ada dalam pemecahan masalah.
d. Mengomunikasikan gagasan, penalaran serta mampu menyusun
bukti matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbol,
tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau
masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
f. Memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam
matematika dan pembelajarannya, seperti taat azas, konsisten,
menjunjung tinggi kesepakatan, toleran, menghargai pendapat orang
lain, santun, demokrasi, ulet, tangguh, kreatif, menghargai
kesemestaan (konteks, lingkungan), tanggung jawab, adil, jujur,
teliti, dan cermat.
g. Melakukan kegiatan motorik menggunakan pengetahuan
matematika.
h. Menggunakan alat peraga sederhana maupun hasil teknologi untuk
melakukan kegiatan-kegiatan matematik (Kemendikbud, 2014: 328)
Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan bagian terpadu dari
Sistem Pendidikan Nasional, yang mempunyai peranan penting dalam
menyiapkan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM). Menurut
15
(Permendikbud, 2013: 10) tentang kerangka dasar dan struktur
kurikulum SMA/MA, matematika masuk ke dalam kelompok mata
pelajaran wajib dan mata pelajaran peminatan. kelompok mata pelajaran
wajib merupakan bagian dari pendidika umum yaitu pendidikan bagi
semua warga negara bertujuan memberikan pengetahuan tentang bangsa,
sikap sebagai bangsa, dan kemampuan penting untuk mengembangkan
kehidupan pribadi peserta didik, masyarakat dan bangsa.
Sedangkan kelompok mata pelajaran peminatan bertujuan untuk
memberikan kesempatan kepada peserta didik mengembangkan
minatnya dalam sekelompok mata pelajaran yang sesuai dengan minat
keilmuannya di perguruan tinggi, dan untuk mengembangkan minatnya
terhadap suatu disiplin ilmu atau ketrampilan tertentu. Matematika dalam
kelompok peminatan hanya diperuntukkan bagi siswa yang mengambil
program MIA (Matematika dan Ilmu Alam) saja, sedangkan untuk
kelompok mata pelajaran wajib diperuntukkan untuk program peminatan
IIS (Ilmu-ilmu Sosial), MIA, dan Bahasa.
Ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan
SMA/MA meliputi beberapa aspek-aspek sebagai berikut.
1) Aljabar
2) Geometri
3) Trigonometri
4) Kalkulus
5) Statistik dan Peluang
16
Kesimpulan yang diperoleh dari pengertian matematika SMA diatas
adalah pengetahuan tentang penalaran logika yang ada kaitannya dengan
bilangan sehingga bisa dikalkulasikan secara terorganisir untuk
mengembangkan kehidupan pribadi peserta didik, masyarakat, bangsa,
dan mampu mendeskripsikan hubungan-hubungan dalam dunia dan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan
minatnya dalam sekelompok mata pelajaran yang sesuai dengan minat
keilmuannya di perguruan tinggi.
Dalam pembelajaran matematika ini, peneliti menggunakan
Kurikulum 2013 yang difokuskan pada materi trigonometri, dengan
kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) sebagai berikut:
Tabel 2. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
1. Menghayati dan mengamalkan
ajaran agama yang dianutnya
2. Menghayati dan mengamalkan
perilaku jujur, disiplin, tanggung
jawab, peduli (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai) santun,
responsif dan pro-aktif dan
menunjukkan sikap sebagai
bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai
1.1 menunjukkan sikap jujur,
tertib dan mengikuti aturan,
konsisten, disiplin waktu,
ulet, cermat dan teliti, maju
berkelanjutan, bertanggung
jawab, berpikir logis, kritis,
kreatif, dan analitis, serta
memiliki rasa senang,
motivasi internal, ingin tahu
dan ketertarikan pada ilmu
pengetahuan dan teknologi,
sikap terbuka, percaya diri,
kemampuan bekerja sama,
17
cerminan bangsa dalam pergaulan
dunia.
3. Memahami, menerapkan,
menganalisis pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural
berdasarkan rasa ingintahunya
tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan
humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait
penyebab fenomena dan kejadian,
serta menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian
yang spesifik sesuai dengan bakat
dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji
dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, dan mampu
menggunakan metoda sesuai
kaidah keilmuan.
toleransi, santun, objektif,
dan menghargai.
3.10 Menjelaskan aturan sinus
dan cosinus
4.8 Merancang dan mengajukan
masalah nyata terkait luas
segitiga dan menerapkan
aturan sinus cosinus untuk
menyelesaikannya.
4.10 Menyelesaikan masalah
yang berkaitan dengan
aturan sinus dan cosinus
Berdasarkan definisi belajar, pembelajaran dan matematika SMA
dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran matematika SMA tidak
hanya sebatas menekan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep
matematika, akan tetapi disini juga merupakan proses interaksi antara
guru dan siswa dalam memperoleh pengetahuan matematika melalui
18
berbagai kegiatan yang disesuaikan dengan perkembangan intelektual
siswa melalui peristiwa memilih, menetapkan, dan mengembangkan
metode untuk menghasilkan belajar yang hendak dicapai pada tingkat
SMA.
B. Pendekatan Brain Based Learning
1. Pendekatan
Pendekatan berbeda baik dengan strategi maupun metode, tapi
pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran. Pendekatan pembelajaran merupakan
jalan yang harus ditempuh baik oleh guru maupun siswa dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Roy Killen membagi dua pendekatan
dalam pembelajaran, yaitu:
a. Pendekatan yang berpusat pada guru, pendekatan ini menurunkan
strategi pembelajaran langsung.
b. Pendekatan yang berpusat pada siswa, menurunkan strategi
pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran
induktif (Wina Sanjaya, 2011 : 127).
Sedangkan secara terminologi Mulyanto Sumardi (Armai Arief,
2002: 99) menyatakan bahwa pendekatan bersifat axiomatic ia terdiri
dari asumsi mengenai hakikat bahasa dan pengajaran bahasa serta
belajar bahasa. Dalam proses pendidikan islam, pendekatan
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya mencapai
19
tujuan, karena ia menjadi sarana yang sangat bermakna bagi materi
pelajaran yang tersusun dalam kurikulum pendidikan sehingga dapat
dipahami atau diserap oleh anak didik dan menjadi pengertian-
pengertian yang fungsional terhadap tingkah lakunya. Sedangkan
pendekatan pembelajaran matematika adalah cara yang ditempuh guru
dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan dapat
diadaptasikan oleh siswa (Ibrahim & Suparni, 2012: 95).
Berdasarkan definisi diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa
pendekatan pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh
pendidik dalam memilih pembelajaran, yang telah disesuaikan dengan
kebutuhan materi ajar yang telah dirancang dalam perencanaan
pembelajaran.
2. Brain Based Learning
Brain Based Learning (Erik Jensen, 2008:12) adalah pembelajaran
yang diselaraskan dengan cara otak yang didesain secara alamiah untuk
belajar. Sejalan dengan hal tersebut, Sapa’at (2009) juga
mengungkapkan bahwa Brain Based Learning menawarkan sebuah
konsep untuk menciptakan pembelajaran yang berorientasi pada upaya
pemberdayaan potensi otak siswa. Otak merupakan komponen fisik dan
fungsional yang mendasari proses belajar, sebagai sistem yang hidup
otak harus di-charger supaya dapat hidup secara dinamis, otak harus
selalu dirangsang supaya potensi optimalnya bisa muncul.
20
Prinsip-prinsip pembelajaran Brain Based Learning (BBL) adalah
a. Otak adalah prosesor paralel, yang berarti dapat melakukan beberapa
kegiatan sekaligus, seperti rasa dan bau,
b. Belajar melibatkan seluruh fisiologi,
c. Pencarian makna adalah bawaan,
d. Pencarian makna datang melalui pola,
e. Emosi sangat penting untuk pola,
f. Keseluruhan proses otak dan bagian-bagian secara bersamaan,
g. Belajar melibatkan dua hal yaitu memusatkan perhatian dan perifer
persepsi,
h. Belajar melibatkan kedua proses sadar dan tak sadar,
i. Otak memiliki dua jenis memori: spasial dan hafalan,
j. Otak memahami fakta terbaik ketika tertanam di alam, memori
spasial,
k. Belajar ditingkatkan dan dihambat oleh tantangan dan ancaman, dan
l. Setiap otak adalah unik. (Erik Jensen, 2009: 1)
Dalam menerapkan pendekatan Brain Based Learning, ada beberapa
hal yang harus diperhatikan karena akan sangat berpengaruh pada proses
pembelajaran, yaitu: pertama, otak emosional ada dua macam emosi
yaitu emosi negatif pasti bisa menghambat prestasi akademis, sementara
emosi positif bisa meningkatkan perolehan pengetahuan dan
kertampilan, meskipun demikian emosi negatif berkembang untuk
mengaktifkan sistem pemecahan masalah otak sehingga sistem tersebut
21
bisa merespons tantangan berpeluang. Riset menunjukkan (Given, 2007:
58) bahwa otak mengembangkan lima sistem pembelajaran, yaitu:
a. Sistem Pembelajaran Emosi
Goleman (Given, 2007 : 80) penulis Emotional Intelligence
menyatakan bahwa orang yang mengalami gangguan emosional tidak
bisa mengingat, memperhatikan belajar atau membuat keputusan secara
jernih karena stres membuat emosi dan kognitif saling berhubungan.
Oleh karena itu seharusnya siswa dapat mengendalikan emosi yang
dimilikinya agar siswa mengetahui apa yang harus dikerjakan dan apa
yang harus dicapai dalam pembelajaran, dengan peran dari guru juga
tentunya.
b. Sistem Pembelajaran Sosial
Para pakar neurobiologi percaya bahwa sistem sosial manusia
memiliki kecendrungan untuk berkelompok, menjalin hubungan hidup
berdampingan dan bekerjasama (Given, 2007 : 131). Akibatnya,
sekalipun manusia sangat menghargai kemandirian, saling bergantung
merupakan ciri alamiah manusia, sehingga sistem pembelajaran sosial
mengingatkan untuk menjadi bagian dari kelompok, dihormati, dan
untuk mendapat perhatian dari orang lain.
c. Sistem Pembelajaran Kognitif
Sistem pembelajaran kognitif adalah sistem pemprosesan informasi
pada otak. Siswa menyerap informasi dari duia luar dan semua sistem
lain, kemudian menginterpretasikan input tersebut, serta memandu
22
pemecahan masalah dengan terlebih dahulu memberikan dugaan atas
masalah tersebut. Tugas paling berat sistem kognitif diantaranya
menilai sensasi emosional dan situasi sosial, kemudian mengambil
tindakan berdasarkan penelinaian tersebut untuk tetap memegang
kendali atas emosi primer sambil mempertimbangkan kebutuhan untuk
menjadi bagian dari masyarakat.
d. Sistem Pembelajaran Fisik
Sistem pembelajaran fisik otak mengubah keinginan, visi dan niat
menjadi sebuah tindakan, karena sistem operasi ini didorong oleh
kebutuhan untuk melakukan sesuatu. Dennison (Given, 2007: 315)
menemukan suatu cara agar siswa dapat lebih menikmati belajar yang
disebut Brain Gym (senam otak). Gerakan pada Brain Gym membantu
sistem badan menjadi relaks dan membantu menyiapkan murid untuk
mengolah informasi tanpa pengaruh emosi negatif.
e. Sistem Pembelajaran Reflektif
Pembelajaran reflektif merupakan sistem yang memantau dan
mengatur aktivitas semua sistem otak lainnya. Sistem ini berkaitan
dengan pemikiran tinggi tinggi dan pemecahan masalah. Dalam
pembelajaran guru membantu siswa merenungkan kegiatan belajar yang
telah dilakukan, serta memikirkan solusi yang tepat dalam kegiatan
belajarnya agar optimal.
Tahap-tahap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain
Based Learning yang diungkapkan Eric Jensen dalam bukunya yaitu:
23
1).Pra-Pemaparan
Pra-pemaparan memberikan kepada otak satu tinjauan atas
pembelajaran baru sebelum benar-benar digali, pra-pemaparan
membantu otak mengembangkan peta konseptual yang lebih baik
(Erik Jensen, 2011: 296).
2).Persiapan
Dalam tahap ini, guru menciptakan keingintahuan dan
kesenangan (Erik Jensen, 2011: 297).
3). Inisiasi dan akuisisi
Tahap ini merupakan tahap penciptaan koneksi atau pada
saat neuron-neuron itu saling “berkomunikasi” satu sama lain (Erik
Jensen, 2008: 53).
4). Elaborasi
Elaborasi merupakan tahab pengolahan ia menuntut
pemikiran sejati tentang bagian pemelajar. memberikan kesempatan
kepada otak untuk menyortir, menyelidiki, menganalisis, menguji,
dan memperdalam pembelajaran (Erik Jensen, 2011: 298).
5). Inkubasi dan pengkodean memori
Tahap ini menekankan bahwa waktu istirahat dan waktu
tinjauan atau waktu untuk mengulang kembali merupakan suatu hal
yang penting (Erik Jensen, 2011: 298).
24
6). Verifikasi dan pengecekan kepercayaan
Tahab ini tidak sekedar hanya untuk keuntungan guru ,
pemelajar juga perlu mengkonfirmasi pemelajaran mereka untuk diri
mereka sendiri. Pemelajaran itu diingat paling baik ketika siswa
memiliki satu model atau metafor menyangkut konsep atau materi
baru (Erik Jensen, 2011:299)
7). Selebrasi dan integrasi
Tahap ini penting untuk melibatkan emosi, membuat
menjadi menyenangkan, ceriah, dan menggembirakan. Karena pada
tahap ini menanamkan semua arti penting dari kecintaan terhadap
belajar (Erik Jensen, 2011: 299).
Strategi pembelajaran utama yang dapat dikembangkan dalam
implementasi Brain Based Learning Sapa’at (2009) yaitu: pertama
yaitu menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan
berpikir siswa, maksudnya sebuah lingkungan yang menantang
mendorong otak untuk melenturkan otot-otot pemikirannya. Pemelajar
yang kurang tertantang bisa menghilangkan kebosanan dengan perilaku
yang disruptif, sementara pemelajar yang sangat tertantang
kemungkinan merasa terpukul dan mundur kecuali kalau beberapa
resolusi atau sukses tercapai. Para guru yang memberikan satu
lingkungan yang aman dan menantang, sambil tetap membiasakan diri
dengan keadaan pemelajar dan menanggapinya secara memadai,
memfasilitasi sejumlah besar momen yang dapat diajarkan (Erik
25
Jensen, 2011: 196). Kedua yaitu menciptakan lingkungan pembelajaran
yang menyenangkan. Ketiga yaitu menciptakan lingkungan
pembelajaran yang aktif, berbasis otak dan bermakna bagi siswa, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menciptakan lingkungan
pembelajaran berbasis otak diantaranya yaitu: pengakuan nilai, setiap
orang merasa diperhatikan, kebebasan ekspresi, doronglah afiliasi,
akuntabilitas, harapan sukses lingkungan yang aman secara fisik (Erik
Jensen, 2011: 305-307). Sedangkan faktor yang memicu rasa makna
adalah relevansi, emosi, dan konteks (Erik Jensen, 2011: 246).
Berdasarkan definisi pendekatan dan Brain Based Learning diatas
dapat ditarik kesimpulah bahwa pendekatan Brain Based Learning
adalah suatu upaya yang dilakukan oleh pendidik dalam memilih
pembelajaran untuk menciptakan pembelajaran yang berorientasi pada
upaya pemberdayaan potensi otak siswa, yang telah disesuaikan dengan
kebutuhan materi ajar yang telah dirancang dalam perencanaan
pembelajaran.
C. Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran Brain Based Learning
Landasan filosofis yang mendukung Brain Based Learning,
diantaranya adalah aliran psikologi tingkah laku (Behavioristik) dan
pendekatan pembelajaran berdasarkan paham konstruktivisme.
1. Aliran Psikologi Tingkah Laku (Behavioristik)
Istilah behavioristik diambil dari kata behavior yang memiliki
makna perilaku. Maksudnya adalah dalam teori ini, tingkah laku
26
manusia dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan
(reinforcement) dari lingkungan (Muhammad Fadlillah, 2012:110).
Semakin seseorang diberikan reward dan penguatan, ia akan semakin
menunjukkan tingkah laku sesuai yang dikehendaki. Bila dikaitkan
dengan pembelajaran tingkah laku ini merupakan wujud capaian atau
hasil belajar. Seseorang dikatakan sudah belajar apabila terdapat
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari stimulus yang diberikan.
Thordike mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan
respon ini mengikuti hukum-hukum berikut (Sugihartono,dkk. 2007:
92):
a. Hukum kesiapan. Semakin siap suatu organisme memperoleh
perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut
akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cendrung
diperkuat.
b. Hukum latihan. Semakin sering suatu tingkah laku diulang, maka
asosiasi tersebut akan semakin kuat.
c. Hukum akibat. Hubungan stimulus respon cendrung diperkuat bila
akibatnya menyenangkan dan cendrung diperlemah jika akibatnya
tidak memuaskan.
2. Aliran Konstruktivisme
Perkembangan konstruktivisme dalam belajar tidak terlepas dari
usaha keras Jean Piaget dan Vygotsky. Konstruktivisme memahami
hakikat belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan
27
pengetahuan dengan cara mencoba memberi makna pada pengetahuan
sesuai pengalamannya. Dalam konstruktivisme pemecahan masalah itu
lebih mengutamakan kepada proses dari pada hasilnya. Guru disini
hanya sebagai pendamping siswa dan mengarahkan siswanya untuk
mencapai tujuannya.
Teori belajar konstruktivisme berkembang menjadi dua kelompok
besar, yaitu kognitif individual yang di pelopori oleh Jean Piaget belajar
terjadi bila harapan belum terpenuhi dan dia harus memecahkan
kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan realitas yang ada, daya
pikir atau kekuatan mental antar individu yang berbeda usia akan
berbeda pula secara kualitatif, dengan demikian proses belajar akan
terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilibras,
kemudian Sosiokultural yang dipelopori oleh Vygotsky yang
mengangap bahwa pentingnya konteks sosial dan kultural yang berperan
dalam mengkontruksi suatu konsep dalam proses belajar siswa (Karunia
Eka L. & Mokhammad Ridwan Y., 2015: 32).
3. Teori Neurosains
Neurosains secara harfiah memiliki arti ilmu tentang otak.
Sedangkan secara istilah, neurosains merupakan ilmu yang khusus
mempelajari neuron dan sel saraf. Pengetahuan tentang otak tidak saja
penting dalam pembelajaran (learning), tetapi keseluruhan dalam proses
pendidikan (education). Dalam konteks pendidikan, teori ini sangat
membantu seorang pendidik dalam memberikan materi untuk
28
pembelajaran peserta didik. Dengan mempelajari otak maupun sel saraf
seseorang pembelajaran akan dapat dirancang dan dilaksanakan sesuai
dengan perkembangan otak yang terdapat dalam diri seseorang.
Menurut Paul Mc Lean, (Muhammad Fadlillah, 2012:128) lapisan otak
seseorang terdiri dari tiga lapis yaitu: 1). lapisan neomamalia (otak
berpikir), 2) lapisan paleomamalia (otak binatang), dan 3) otak reptile
(otak vegetasi).
D. Pemahaman Konsep
Dengan pemahaman siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia
memahami hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau konsep.
Menurut Suharsimi Arikunto ( 2009:118-137) pemahaman adalah
bagaimana seseorang mempertahankan, membedakan, menduga,
menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan,
memberikan contoh, menuliskan kembali, dan memperkirakan. Dalam
prinsip belajar jika hanya tahu dan hafal akan tetapi tidak paham itu kurang
tepat, seorang siswa dikatakan paham jika dia bisa menjelaskan dan
menerangkan kembali apa yang telah dipelajarinya dengan kata-kata mereka
sendiri secara rinci.
Pemahaman lebih tinggi tingkatannya dari pengetahuan,
pemahaman bukan hanya sekedar mengingat fakta, akan tetapi berkenaan
dengan kemampuan menjelaskan, menerangkan, menafsirkan atau
kemampuan menangkap makna atau arti suatu konsep (Wina Sanjaya,
29
2011:126). Pemahaman (comprehension) dapat diartikan menguasai sesuatu
dengan pikiran. Maksudnya menangkap maknanya adalah tujuan akhir dari
setiap belajar. Comprehension memiliki arti sangat mendasar yang
meletakkan bagian-bagian belajar pada proporsinya, tanpa itu skill
pengetahuan dan sikap tidak akan bermakna. Driver juga mengemukakan
bahwa pemahaman adalah kemampuan untuk menjelaskan suatu situasi
(Gusni Satriawati, 2006 : 108). Dalam hal ini, situasi disini dapat diartikan
sebagai definisi dari suatu keadaan, dimana penjelasan tersebut
mwnggunakan kata-katanya sendiri.
Tingkat pemahaman menurut Bloom dibedakan menjadi tiga
kategori yaitu, pertama, pemahaman terjemahan yaitu kemampuan dalam
menerjemahkan soal kedalam bentuk lain. Kedua, Pemahaman penafsiran
adalah kemampuan menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang
diketahui berikutnya. Ketiga, Pemahaman ekstrapolasi merupakan
pemahaman yang diharapkan seseorang mampu melihat dibalik yang
tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat
memperluas presepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya
(Nana Sudjana, 2011 : 24).
Menurut beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pemahaman merupakan kemampuan seseorang untuk mengerti sesuatu
setelah itu diketahui dan diingat, dan dapat melihatnya dari berbagai segi,
seperti halnya rumus matematika jika siswa itu tidak hanya sekedar
30
menghafal rumus tetapi memahaminya juga, maka dengan satu rumus dia
bisa menyelesaikan soal yang bentuknya berdeda-beda.
Konsep berasal dari bahasa latin yaitu “conceptum”, yang artinya
sesuatu yang dipahami. Sedangkan konsep adalah suatu kelas atau kategori
stimulasi yang memiliki ciri-ciri umum (Oemar Hamalik, 2002:162).
Rooser mengartikan konsep merupakan suatu abstraksi yang mewakili satu
kelas, objek-objek, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang
mempunyai atribut-atribut yang sama (Syaiful Sagala, 2013:73). Konsep
adalah sesuatu yang sangat luas, makna suatu konsep tidak dibatasi oleh
sesuatu hal lain, oleh karena itu konsep bukan merupakan objek khusus.
Lasley berpendapat bahwa Konsep adalah sesuatu yang tidak bisa di
observasi dan merupakan kumpulan ide atau makna yang cakupannya
sangat besar, sehingga terkadang tidak bisa didefinisikan dengan satu
rumusan (Dede Rosyada, 2007:156). Dalam pembelajaan pemahaman
konsep bagi siswa sangatlah penting karena konsep merupakan alat untuk
menghubungkan antara subjek (siswa) dengan objek (yang diketahui).
Kesimpulan yang diperoleh dari pengertian konsep diatas bahwa
konsep merupakan sesuatu hal yang harus dipahami siswa kemudian mereka
dapat menyelesaikan dengan pemahaman mereka, dapat
menginterpretasikan, dan bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Menurut Skemp dan Pollatsek (Kesumawati, 2008: 231) terdapat
dua jenis pemahaman konsep yaitu pemahaman instrumental dan
31
pemahaman rasional. Pemahaman instrumental dapat diartikan sebagai
pemahaman atas konsep yang saling terpisah dan hanya rumus yang dihafal
dalam melakukan perhitungan sederhana, sedangkan pemahaman rasional
termuat suatu skema atau struktur yang dapat digunakan pada penyelesaian
masalah yang lebih luas.
Menurut Depdiknas (Fadjar, 2009:13), indikator kemampuan
pemahaman konsep sebagai berikut:
1. menyatakan ulang sebuah konsep;
2. mengklasifikasikan objek-objek sesuai dengan konsepnya
3. memberi contoh dan non contoh dari konsep;
4. menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis;
5. mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari konsep;
6. menggunakan prosedur atau operasi tertentu;
7. mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
Berdasarkan definisi pemahaman dan konsep diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan yang berkenaan
dengan memahami ide-ide matematika yang menyeluruh dan fungsional,
serta dapat menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari,
mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan konsep matematika,
memberikan contoh, menyajikan konsep dalam berbagai representasi, dan
mampu mengaitkan berbagai konsep matematika secara internal maupun
eksternal.
32
E. Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu terkait dengan
penelitian yang akan dilakukan. Yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh:
1. Husein Nur Aminudin (2015) dalam skripsinya yang berjudul Pengaruh
Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Kemampuan Pemahaman
Konsep Matematika Siswa di SMP Negeri 63 Jakarta, hasil penelitian
menunjukkan bahwa siswa yang pembelajarannya menggunakan
pendekatan Brain Based Learning mempunyai nilai rata-rata 74,46
sedangkan siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan
konvensional mempunyai nilai rata-rata 66,11. Dari sini terlihat bahwa
secara umum siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan
Brain Based Learning mempunyai pemahaman konsep yang baik.
2. Dini Nurhandayani (2011) dalam skripsinya “Penerapan Brain Based
Learning dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan
Motivasi Belajar dan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa di Kelas
IX SMP Negeri di Kabupaten Bandung”. Dalam penelitian ini
menunjukkan hasil yaitu:
a. Peningkatan motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning tidak lebih
tinggi daripada peningkatan motivasi belajar siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
konvensional.
33
b. Kualitas peningkatan motivasi belajar siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based
Learning yaitu rendah.
c. Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain
Based Learning lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan
koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan konvensional.
d. Kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain
Based Learning yaitu sedang.
e. Sebagian besar siswa memberikan tanggapan yang positif terhadap
pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Brain
Based Learning.
3. Penelitian yang dilakukan oleh N. Adiastuty dkk (2012) yang berjudul “
Perangkat Pembelajaran Model BBL Materi Barisan dan Deret untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah”. Hasil dari penelitian
tersebut diperoleh respon positif ditunjukkan oleh siswa dan guru
terhadap pembelajaran yang mengindikasikan perangkat pembelajaran
praktis. Kemampuan pemecahan masalah meningkat. Motivasi dan
keterampilan proses siswa, berpengaruh sebesar 81,5% terhadap
kemampuan pemecahan masalah siswa. Rataan hasil tes kemampuan
pemecahan masalah 77,56 melebihi batas KKM 70, sehingga rataan
34
kemampuan pemecahan masalah yang menggunakan Brain Based
Learning lebih baik dari rata-rata kemampuan masalah yang
menggunakan metode ekspository. Kesimpulannya bahwa perangkat
pembelajaran valid, praktis, dan efektif.
Berdasarkan pada penelitian-penelitian tersebut, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian tentang pemahaman konsep
matematika siswa dengan pendekatan Brain Based Learning. Jelas sekali
terdapat perbedaan antara penelitian-penelitian di atas dengan penelitian
yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini terdapat kesamaan dalam
menggunakan pendekatan dan metode pembelajaran, tetapi berbeda pada
materi pembelajaran, tempat, waktu, dan tujuan penelitian.
F. Kerangka Berpikir
Pemahaman konsep merupakan hal yang harus dimiliki siswa baik
dalam pelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari, pemahaman konsep
memiliki 2 tingkatan, tingkatan yang pertama mereka harus tahu dan hafal
tetapi mereka belum tahu kenapa hal itu ada dan bisa terjadi. Pada tingkatan
kedua siswa tidak hanya tahu dan hafal tetapi mereka juga sudah mengetahui
kenapa hal itu ada dan bisa terjadi, kemudian mereka bisa
mengaplikaskannya untuk memecahkan masalah yang lain.
Pada realitasnya siswa hanya mampu pada tingkat pertama saja
karena yang menjadi sumber belajar hanya guru saja, sehingga potensi otak
siswa tidak dapat bekerja secara optimal. Adapun cara yang digunakan
35
untuk mengubah kebiasaan seperti ini yaitu dengan menginovasi metode
pembelajaran, terutama metode pembelajaran yang dapat mengoptimalkan
potensi kerja otak siswa, yaitu dengan pendekatan Brain Based Learning
mempunyai tahapan – tahapan perencanaan pembelajaran antara lain: pra-
pemaparan, persiapan, inisiasi dan akuisisi, elaborasi, inkubasi dan formasi
memory, tahap verifikasi dan pengecekan keyakinan, dan yang terakhir
tahap perayaan dan integrasi.
Dengan metode pembelajaran seperti ini siswa akan mengkontruksi
sendiri pengetahuannya jadi mereka tidak hanya tahu dan hafal akan tetapi
mereka lebih paham akan konsep materi yang diajarkan.
Kerangka berpikir dalam penelitian ini digambarkan pada gambar 1
berikut ini:
36
Gambar 1. Kerangka berpikir Brain Based Learning
Kemampuan Pemahaman Konsep
Kemampuan Pemahaman Konsep
matematika MAN 2 Yogyakarta belum
Maxsimal
Solusi
Brain Based Learning
Pembelajaran yang
menantang
kemampuan berpikir
siswa
Pembelajaran yang
menyenangkan
Situasi Pembelajaran
yang Aktif dan
Bermakna
7 tahap pembelajaran Brain Based Learning
Pra-pemaparan, persiapan, inisiasi dan
akusisi, elaborasi, inkubasi dan pengkodean
memori, verifikasi dan pengecekan
kepercayaan, selebrasi dan integritas
Post test dengan indikator
pemahaman instrumental dan
pemahaman relasional
Untuk mengetahui pengaruh Brain
Based Learning terhadap pemahaman
konsep matematika siswa
37
G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori yang telah dijelaskan sebelumnya, sebagai
jawaban sementara terhadap masalah dalam penelitian ini yang
kebenarannya harus dibuktikan, maka dirumuskan hipotesis penelitian ini
sebagai berikut: “Pendekatan Brain Based Learning berpengaruh terhadap
kemampuan pemahaman konsep matematika siswa”.