bab ii landasan teori - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/4647/3/bab...
TRANSCRIPT
14
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Teori
1. Standar Akuntansi Pemerintah
a. Pengertian Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
SAP adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam
menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. Dengan demikian
SAP merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya
menigkatkan kualitas laporan keuangan di Indonesia (Peraturan Pemerintah
RI No. 24 tahun 2005).
Standar akuntansi merupakan pedoman atau prinsip-prinsip yang
mengatur perlakuan akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan untuk
tujuan pelaporan kepada para pengguna laporan keuangan, sedangkan
prosedur akuntansi merupakan praktik khusus yang digunakan untuk
mengimplementasikan standar ( Ritonga, 2010).
Berdasarkan PP No. 71 tahun 2010 standar akuntansi pemerintahan
adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan
menyajikan laporan keuangan pemerintah. Dengan demikian SAP
15
merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya
meningkatkan kualitas laporan keuangan di Indonesia.
Menurut Wijaya (2008), Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP),
merupakan standar akuntansi pertama di Indonesia yang mengatur mengenai
akuntansi pemerintahan Indonesia. Sehingga dengan adanya standar ini,
maka laporan keuangan pemerintah yang merupakan hasil dari proses
akuntansi diharapkan dapat digunakan sebagai alat komunikasi antara
pemerintah dengan stakeholders sehingga tercipta pengelolaan keuangan
yang transparan dan akuntabel.
b. Pentingnya Standar Akuntansi Pemerintahan
Seiring dengan berkembangnya akuntansi di sektor komersil yang
dipelopori dengan dikeluarkannya standar akuntansi keuangan oleh Ikatan
Akuntansi Indonesia, kebutuhan standar akuntansi pemerintahan kembali
menguat. Oleh karena itu Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN),
Kementerian Keuangan, mulai mengembangkan standar akuntansi. Seperti
dalam organisasi komersial, para pengambil keputusan dalam organisasi
pemerintah pun membutuhkan informasi untuk mengelola organisasinya.
Dengan ditetapkannya peraturan pemerintah tentang standar akuntansi
pemerintahan maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah memiliki
suatu pedoman dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan sesuai
dengan prinsip-prinsip yang berlaku secara internasional. Hal ini menandai
16
dimulainya suatu era baru dalam pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN/APBD dalam rangka memenuhi prinsip transparansi dan
akuntabilitas.
Menurut Nordiawan dalam Wibowo (2015), beberapa upaya untuk
membuat sebuah standar yang relevan dengan praktik-praktik akutansi di
sektor publik, telah dilakukan dengan baik oleh Ikatan Akuntansi Indonesia
(IAI) maupun oleh pemerintah sendiri. Diperlukannya paket standar
akuntansi tersendiri karena adanya kekhususan yang signifikan antara
organisasi sektor publik dengan perusahaan komersial, yang diantaranya
adalah adanya kewajiban pertanggungjawaban kepada publik yang lebih
besar atas pengunaan dana-dana yang dimiiki.
Mahsun dkk dalam Wibowo (2015), menyebutkan di Indonesia,
berbagai organisasi termasuk dalam cakupan sektor publik antara lain
pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi bidang Pendidikan,
organisasi bidang kesehatan, dan organisasi-organisasi massa. Dari definisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa pemerintah, baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah merupakan bagian dari organisasi sektor publik,
sehingga diperlukan juga standar akuntansi tersendiri.
Menurut Nordiawan dkk dalam Wibowo (2015), Untuk memecahkan
berbagai kebutuhan yang muncul dalam pelaporan keuangan, akuntansi, dan
audit di pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah di
17
Republik Indonesia, diperlukan sebuah standar akuntansi pemerintahan yang
kredibel yang dibentuk oleh sebuah komite SAP.
c. Manfaat Standar Akuntansi Pemerintahan.
Standar Akuntansi Pemerintahan diterapkan di lingkup pemerintahan,
baik di pemerintah pusat, dan kementrian-kementriannya maupun di
pemerintah daerah (PEMDA) dan unit kerja didalamnya. Penerapan standar
akuntansi pemerintahan diyakini akan berdampak pada peningkatan kualitas
pelaporan keuangan di pemerintah pusat dan daerah. Ini berarti informasi
keuangan pemerintahan akan dapat menjadi dasar pengambilan keputusan di
pemerintahan dan juga terwujudnya transparansi, serta akuntabilitas.
Menurut Fakhrurazi dalam Wibowo (2015), manfaat yang dapat
diperoleh dengan adanya standar akutansi pemerintahan adalah laporan
keuangan yang dihasikan dapat memberikan informasi keuangan yang
terbuka, jujur, dan menyeluruh kepada stakeholders. Selain itu, dalam
lingkup manajemen dapat memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan,
dan pengendalian atas aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah.
Manfaat selanjutnya adalah keseimbangan antar generasi dimana dapat
memberikan informasi mengenai kecukupan penerimaan pemerintah untuk
membiayai seluruh pengeluaran dan apakah generasi yang akan datang ikut
menanggung beban pengeluaran tersebut. Laporan keuangan yang dihasilkan
18
juga dapat mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pelaksanaan
kebijakan sumber daya dalam mencapai tujuan.
2. Basis Akuntansi Pemerintahan
Basis akuntansi merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang menentukan
kapan pengaruh atas transaksi atau kejadian harus diakui untuk tujuan
pelaporan keuangan.
Menurut Mustofa dalam Kusuma (2013), Basis akuntansi ini
berhubungan dengan waktu kapan pengukuran dilakukan. Basis akuntansi pada
umumnya ada dua yaitu basis kas dan basis akrual. Namun terdapat modifikasi
dari keduanya, yaitu basis kas dan basis akrual sama-sama digunakan untuk
menyajikan laporan keuangan.
a. Basis Akuntansi Kas (cash basis of accounting)
Menurut kieso dkk (2008) basis kas murni dimana pendapatan hanya
diakui pada saat kas diterima dan beban hanya diakui pada saat kas
dibayarkan. Pada praktek akuntansi pemerintahan di Indonesia, basis kas
digunakan untuk menyajikan Laporan Realisasi Anggaran yang berarti
bahwa pendapatan diakui pada saat kas diterima oleh Rekening Kas Umum
Negara/Daerah.
Akuntansi berbasis kas ini tentu memiliki kelebihan dan keterbatasan.
Kelebihan-kelebihan akuntansi berbasis kas adalah laporan keuangan
19
berbasis kas memperlihatkan sumber dana, alokasi, dan penggunaan sumber
kas, mudah untuk dimengerti dan dijelaskan, pembuat laporan keuangan
tidak membutuhkan pengetahuan yang mendetail tentang akuntansi dan tidak
memerlukan pertimbangan ketika menentukan jumlah arus kas dalam satu
periode. Sementara itu keterbatasan akuntansi berbasis kas adalah hanya
memfokuskan apada arus kas dalam periode pelaporan berjalan, dan
mengabaikan arus sumber daya lain yang mungkin berpengaruh pada
kemampuan pemerintah untuk menyediakan barang-barang dan jasa-jasa
saat sekarang dan saat mendatang, laporan posisi keuangan (neraca) tidak
dapat disajikan Karena tidak terdapat pencatatan secara double entry, tidak
dapat menyediakan informasi mengenai biaya pelayanan (cost of service)
sebagai alat untuk penetapan harga (pricing), kebijakan kontrak publik,
untuk control dan evaluasi kinerja (Mustofa dalam Kusuma, 2013 ).
b. Modifikasi Akuntansi Berbasis Kas.
Menurut Syukriy (2008) basis akuntansi ini pada dasarnya sama
dengan akutansi berbasis kas, namun dalam basis ini pembukuan untuk
periode tahun berjalan masih ditambah dengan waktu atau periode tertentu
(specific period) misalnya 1 atau 2 bulan setelah periode berjalan.
Penerimaan dan pengeluaran kas yang terjadi selama periode tertentu tetapi
diakibatkan oleh periode pelaporan sebelumnya akan diakui sebagai
penerimaan dan pengeluaran atas periode pelaporan yang lalu (periode
20
sebelumnya). Arus kas pada awal periode pelaporan yang diperhitungkan
dalam periode pelaporan tahun lalu dikurangkan dari pelaporan periode
berjalan.
Laporan keuangan dalam basis ini juga memerlukan pengungkapan
tambahan atas item-item tertentu yang biasanya diakui dalam basis akuntansi
akrual. Pengungkapan tersebut sangat beragam sesuai dengan kebijakan
pemerintah. Sebagai tambahan atas item-item yang diungkapkan dalam basis
kas, ada beberapa pengungkapan yang terpisah atas saldo near-cash yang
diperlihatkan dengan piutang-piutang yang akan diterima dan utang-utang
yang akan dibayar selama periode tertentu dan aset finansial dan kewajiban.
Sebagai contoh pemeritah Malaysia menggunakan specified period dalam
laporan keuangan tahunan, yang menggunakan beberapa catatan (memo)
mengenai : aktiva, investasi, kewajiban, utang pemerintah (public debt),
jaminan (guarantees), dan nota pembayaran.
Dalam basis ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1) Fokus pengukuran di bawah basis ini adalah pada sumber keuangan
sekarang (current financial resources) dan perubahan-perubahan atas
sumber-sumber keuangan tersebut. Basis akutansi ini mempunyai fokus
pengukuran yang lebih luas dari basis kas, pengukuran penerimaan dan
pembayaran kas tertentu selama periode spesifik berarti bahwa terdapat
21
informasi mengenai puitang dan hutang, meskipun tidak diakui sebagai
aktiva dan kewajiban.
2) Kriteria pengakuan atas penerimaan selama periode tertentu adalah bahwa
penerimaan harus berasal dari periode yang lalu, namun penerapan ini
tidak seragam untuk semua negara. Beberapa pemerintah menganggap
bahwa seluruh penerimaan yang diterima selama periode tertentu adalah
berasal dari periode sebelumnya, sedangkan pemerintah yang lain
mengakui haya beberapa dari penerimaan tersebut.
3) Penetapan panjangnya periode tertentu bervariasi antara beberapa
pemerintah, namun ada beberapa ketentuan, yaitu :
a) Periode tertentu diterapkan secara konsisten dari tahun ke tahun
b) Periode tertentu harus sama untuk penerimaan dan pembayaran kas
c) Kriteria yang sama atas pengakuan penerimaan dan pembayaran kas
selama periode tertentu harus diterapkan untuk seluruh penerimaan dan
pembayaran;
4) Satu bulan adalah waktu yang tepat, Karena pembelian barang secara
kredit umumnya diselesaikan dalam periode tersebut, periode tertentu
yang terlalu lama mungkin mengakibatkan kesulitan dalam menghasilkan
laporan keuangan;
5) Kebijakan akutansi yang dipakai harus diungkapkan secara penuh (fully
disclosed).
22
c. Modifikasi Akutansi Berbasis Akrual
Menururt Syukriy (2008) basis akutansi ini meliputi pengakuan
beberapa aktiva, namun tidak seluruhnya, seperti aktiva fisik, dan pengakuan
beberapa kewajiban namun tidak seluruhnya, seperti utang pensiun. Contoh
bervariasinya (modifikasi) dari akuntansi akrual, dapat ditemukan dalam
praktek sebagai berikut ini:
1) Pengakuan seluruh aktiva, kecuali aktiva infrastruktur, aktiva pertahanan
dan aktiva bersejarah/warisan, yang diakui sebagai beban (expense) pada
waktu pengakuisisian atau pembangunan. Perlakuan ini diadopsi Karena
praktek yang sulit dan biaya yang besar untuk mengidentifikasi atau
menilai aktiva-aktiva tersebut;
2) Pengakuan hampir seluruh aktiva dan kewajiban menurut basis akrual,
namun pengakuan pendapatan berdasar pada basis kas atau modifikasi
dari basis kas;
3) Pengakuan hanya untuk aktiva dan kewajiban finansial jangka pendek;
4) Pengakuan seluruh kewajiban dengan pengecualian kewajiban tertentu
seperti utang pensiun.
23
Beberapa penyusunan standar telah mengidentifikasi kriteria atas
waktu pengakuan pendapatan dengan akutansi berbasis akrual, sebagai
contoh pemerintah kanada mengakui pendapatan dalam periode dimana
transaksi atau peristiwa telah terjadi ketika pendapatan tersebut dapat diukur
(measurable). Pemerintah Federal Amerika Serikat mengakui pendapatan
pajak delam periode akutansi dimana Pengertian standar akuntansi
pemerintahan berbasis akrual tersebut menjadi susceptiable to accrual (yaitu
ketika pendapatan menjadi measurable dan available untuk mendanai
pengeluaran). Available berarti dapat ditagih dalam periode sekarang atau
segera setelah terjadi transaksi.
Ruang lingkup pengaturan yang terdapat dalam peraturan pemerintah
Nomor 71 Tahun 2010, meliputi standar akuntansi pemerintahan berbasis
akrual dan standar akuntansi pemerintahan berbasis kas menuju akrual.
Standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual terdapat pada lampiran I dan
berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat segera ditetapkan oleh entitas.
Standar akuntansi pemerintahan berbasis kas menuju akrual terdapat
pada lampiran II dan berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum
siap untuk menerapkan standar akuntansi pemerintahan yang berbasis akrual.
Peraturan pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 pasal 1 ayat (8) menyatakan
bahwa :
24
Standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual adalah standar akuntansi
pemerintahan yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas
dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan,
belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran
berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD.
pendapat lainnya dikemukakan oleh Ritonga dalam Wibowo (2015) yang
menyatakan bahwa : “apabila standar akuntansi pemerintahan
menggunakan basis akrual, maka pendapatan, belanja, pembiayaan, aset,
kewajiban, dan ekuitas diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi,
atau pada saat kejadian, atau kondisi lingkungan berpengaruh pada
keuangan pemerintah, tanpa memerhatikan saat kas atau setara kas
diterima atau dibayar”.
Akuntansi berbasis akrual adalah pengakuan pendapatan ketika
pendapaan tersebut diterima bukan pada saat kas diterima. Biaya diakui dan
dicatat ketika biaya biaya itu terjadi bukan ketika kas dibayarkan (Stice dan
Skousen, 2010).
Menurut beberapa pengertian diatas dapat dinyatakan bahwa dalam
peraturan pemeritah nomor 71 tahun 2010 memiliki pengertian yang
berbeda. Dalam standar akuntansi pemerintahan jika menggunakan basis
akrual, dimana dalam peraturan pemerintah tersebut mengindikasikan
adanya penerapan dua basis yang berbeda (kas dan akrual) dalam dua
25
pelaporan yang berbeda (pelaporan finansial dan pelaporan pelaksanaan
anggaran).
Manfaat-manfaat penerapan basis akrual menurut H Thompson dalam
Bambang Widjajarso (2008), akan mencakup hal-hal seperti:
1) Menyediakan gambaran yang utuh atas posisi keuangan pemerintah.
2) Menunjukan bagaimana aktivitas pemeritah dibiayai dan bagaimana
pemerintah dapat memenuhi kebutuhan kas nya.
3) Menyediakan informasi yang berguna tentang tingkat yang sebenarnya
kewajiban pemerintah.
4) Basis akrual sangat familiar pada lebih banyak orang dan lebih
komprehensif dalam penyajian informasinya.
Lebih lanjut, di dalam study No 14 yang diterbitkan oleh IFAC- public
sector committee (2003) dalam Budi Mulyana, penggunaan basis akrual
dapat diuraikan berikut ini. Laporan keuangan yang disajikan dengan basis
akrual memungkinkan pengguna laporan untuk:
1) Menilai akuntabilitas pengelolaan seluruh sumber daya oleh suatu entitas.
2) Menilai kinerja, posisi keuangan dan arus kas dari suatu entitas, dan
3) Pengambilan keputusan mengenai penyediaan sumber daya kepada, atau
melakukan bisnis dengan suatu entitas.
Pada level yang lebih detil, pelaporan dengan basis akrual:
26
1) Menunjukan bagaimana pemerintah membiayai aktivitas-aktivitasnya dan
memenuhi kebutuhan dananya.
2) Memungkinkan pengguna laporan untuk mengevaluasi kemampuan
pemerintah saat ini untuk membiayai aktivitas-aktivitasnya dan
memenuhi kebutuhan dananya.
3) Memungkinkan pengguna laporan untuk mengevaluasi kemampuan
pemerintah saat ini untuk membiayai aktivitas-aktivitasnya dan untuk
memenuhi kewajiban-kewajiban dan komitmennya.
4) Menunjukan posisi keuangan pemerintah dan perubahan posisi
keuangannya.
5) Memberikan kesempatan pada pemerintah untuk menunjukan
keberhasilan pengelolaan sumber daya yang dikelolanya, dan
6) Bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi
dan efektivitas penggunaan sumber daya.
3. Tantangan Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual
Menurut Siregar (2015), walaupun memiliki kelebihan, akuntansi
pemerintahan berbasis akrual memiliki kelemahan. Kelemahan tersebut terletak
pada berbagai tantangan untuk dapat menerapkannya. Ada beberapa faktor yang
merupakan tantangan penerapan yang perlu diatasi, yaitu sumber daya manusia,
teknologi informasi, pendanaan, resistensi, dan komitmen pimpinan.
27
Diperlukan sumber daya manusia yang kompeten untuk dapat
menerpakan akuntansi pemerintahan berbasis akrual. Pegawai yang memiliki
latar belakang Pendidikan akuntansi saja tidak cukup. Mereka harus dilatih agar
mampu melakukan penyesuaian terhadap pengetahuan akuntansi pemerintahan
yang berbeda dari akuntasi pemerintahan sebelumnya. Dan akuntansi komersial
yang mereka pelajari. Bisa dibayangkan betapa besar kesulitan penerapan
akuntansi pemerintahan berbasis akrual apabila pegawai yang menanganinya
tidak memiliki latar belakang akuntansi. Pelatihan yang rutin dan insentif
merupakan alternatif yang dapat dipilih apabila jumlah pegawai yang memiliki
latar belakang Pendidikan akuntansi di lingkungan fungsi akuntansi pada SKPD
tidak banyak atau bahkan tidak tersedia.
Teknologi informasi merupakan pemampu bagi penerapan standar
akuntansi pemerintahan berbasis karual. Akuntansi pemerintahan berbasis
akrual sulit dibayangkan dapat berhasil diterapkan apabila tidak dibantu oleh
teknologi informasi. Dengan jumlah transaksi dan satuan kerja yang banyak,
adanya pencatatan dan pelaporan pada entitas akuntansi dan entitas pelaporan,
serta proses konsolidasi yang rumit maka diperlukan aplikasi akuntansi berbasis
teknologi informasi.
Pengembangan sumber daya manusia dan teknologi membutuhkan dana.
Semakin rendah tingkat kompetensi pegawai maka semakin besar dana yang
dibutuhkan untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. semakin kompleks
28
transaksi keuangan maka semakin besar dana untuk pengembangan sistem
informasi. Dibutuhkan dana yang besar untuk dapat menerapkan akuntansi
pemerintahan pada puluhan ribu satuan kerja di Indonesia.
Dalam mengahadapi perubahan ada empat alternarif tanggapan individu atau
pegawai pemerintahan. Keempat alternatif tanggapan tersebut adalah mampu
dan mau, Menurut Simanjuntak dalam Wibowo (2015) adalah sebagai berikut:
a. Sistem Akuntansi dan IT Based System
Kompleksitas dalam penerapan basis akrual membutuhkan sistem yang
lebih terpadu dan didukung oleh teknologi informasi yang memadai. Hal ini
tentu saja membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit untuk dapat
mewujudkannya. Kesiapan sistem akan menyebabkan kegagalan dalam
implementasi sistem akutansi pemerintahan yang baru dengan basis akrual.
Selain itu perlu juga dibangun sistem pengendalian intern yang
memadai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap perundang-
undangan. Hal tersebut telah diamanatkan oleh Undang-undang Nomor I
Tahun 2004 yang menyatakan dalam rangka menigkatkan Kinerja,
Transparansi dan Akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden
selaku kepala pemeritah mengatur dan menyelenggarakan sistem
pengendalian intern di lingkungan pemerintah secara menyeluruh. SPI
29
ditetapkan dengan peraturan pemeritah. Untuk melaksanakan hal tersebut
pada tahun 2008 telah terbit Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
tentang sistem pengendalian intern pemerintah.
b. Komitmen Dari Pimpinan
Setiap perubahan membutuhkan dukungan penuh oleh pimpinan suatu
institusi. Hal ini merupakan kunci keberhasilan atas perubahan tersebut.
Komitmen yang kuat akan mendorong implementasi secara menyeluruh
perubahan basis akutansi yang memang tidak mudah.
Salah satu penyebab kelemahan penyusunan laporan keuangan pada
beberapa kementrian/lembaga adalah lemahnya komitmen pimpinan satuan
kerja khususnya SKPD penerimaan dana dekonsentrasi/tugas pembantuan.
c. Tersedianya Sumber Daya Manusia Yang Kompeten
Laporan keuangan diwajibkan untuk disusun secara tertib dan
disampaikan masing-masing oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah
kapada BPK selambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Penyiapan dan penyusunan laporan keuangan tersebut memerlukan SDM
yang menguasai akutansi pemerintahan.
Menjelang penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual,
pemerintah pusat dan daerah perlu secara serius menyusun perencanaan
SDM yang kompeten di bidang akuntansi pemerintahan. Disamping itu,
peran dari perguruan tinggi dan organisasi profesi tidak kalah pentingnya
30
untuk memenuhi kebutuhan akan SDM yang kompeten di bidang akuntansi
pemerintahan.
Penyusunan laporan keuangan berbasis akrual yang lebih kompleks
dengan batasan waktu yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan
tentuh saja membutuhkan individu-indivudu yang memiliki keterampilan
dan pengalaman yang memadai. Namun pada kenyataannya, jumlah sumber
daya manusia yang dapat memenuhi tuntutan tersebut masih belum
mencukupi. Hal ini menjadi tantangan yang harus diatasi agar penerapan
sistem akuntansi pemeritahan berbasis akrual dapat dilaksanakan sesuai
ketentuan yang berlaku.
d. Resistensi Terhadap Perubahan
Layaknya untuk setiap perubahan, bisa jadi pihak internal yang sudah
terbiasa dengan sistem yang lama dan enggan untuk mengikuti perubahan.
Untuk itu, perlu disusun berbagai kebijakan dan dilakukan berbagai
soisalisasi sehingga penerapan akutansi pemerintahan berbasis akrual dapat
berjalan dengan baik.
Sedangkan menurut Satmoko dalam wibowo (2015) kendala
penerapan standar akuntansi pemeritahan berbasis akrual yaitu sebagai
berikut : pertama, kompleksitas laporan keuangan. Laporan yang harus
disiapkan oleh pemerintah menjadi bertambah yaitu enam laporan dan satu
CaLK tanpa membedakan laporan pokok dan laporan pendukung.
31
Hal tersebut dapat berdampak pada perubahan sistem akuntansi
pemerintahan yang pada akhirnya akan membuat alokasi anggaran cukup
besar. Kedua, kondisi pemerintah. Kondisi pemerintah meliputi sumber daya
manusia dan infrastruktur untuk menerapkan SAP berbasis akrual serta
kualitas laporan keuangan pemeritah yang disusun berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 yang belum sepenuhnya sesuai dengan
peraturan pemerintah tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan masih
banyaknya laporan keuangan yang mendapat opini disclaimer dari Badan
Pemeriksa Keuangan. Ketiga, dampak penerapan SAP berbasis akrual.
Penerapan SAP berbasis akrual dapat berdampak pada jangka waktu
penyelesaian dan penyampaian laporan keuangan, serta dapat berpengaruh
pada jangka waktu pemeriksaan BPK RI mengingat laporan yang harus
didiapkan lebih banyak dibandingkan dengan SAP sebelumnya sesuai PP
No. 24 Tahun 2005. Keempat, kondisi internal pemerintah yang belum
memadai.
4. Implementasi SAP Berbasis Akrual
Beberapa negara telah merevormasi akuntansi sektor publik di lingkungan
mereka, terutama perubahan dari cash basis menjadi accrual basis. New zeland
merupakan contoh negara yang sukses menerapkan sistem accrual basis sejak
tahun 1991. Sistem yang diterapkan di negara ini telah mampu memberikan
32
kontribusi yang besar dalam menghasilkan infomasi yang lebih komprehensif
dibandingkan dengan sistem cash basis dalam hal kualitas dan kuantitasnya.
Tujuan pengenalan accrual basis ini adalah untuk memfasilitasi
transparansi yang lebih besar pada organisasi pemerintah dan meningkatkan
efisiensi dan efektivitas. Sementara itu, beberapa negara Uni Eropa lainnya
masih mengendalikan pengeluaran dengan menggunakan cash basis
(Mardiasmo, 2009). Namun, beberapa kasus menunjukan bahwa revormasi
kearah accrual basis ternyata tidak seluruhnya menjamin keberhasilan. Kasus
yang terjadi di Italia menunjukan bahwa pengenalan terhadap accrual basis
memberikan kontribusi yang kurang signifikan terhadap transparansi, efisiensi,
dan efektivitas organisasi publik di negara tersebut.
Perubahan dari cash basis menjadi accrual basis memang tidak dapat
dilakukan secara terburu-buru. Perlu analisis yang mendalam dan kompleks
terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhinya, salah satunya
adalah faktor sosiologis masyarakat negara tersebut (Yamato dalam
Mardiasmo, 2009). IFAC dalam Nazier (2009) menyatakan perubahan
fundamental sistem pelaporan dan akuntansi dari cash basis menjadi accrual
basis perlu dikelola dan dipersiapkan dengan baik. IFAC mensyaratkan agar
proses transfer tersebut berjalan dengan lancar perlu persiapan memadai yang
meliputi adanya mandat dari peraturan perundang-undangan yang jelas,
komitmen politik, komitmen dari pemerintah pusat dan daerah, SDM yang
33
memadai, kemampuan teknologi dan sistem informasi yang memadai, dan
wewenang dalam melakukan perubahan yang didukung oleh legislatif.
Kemudian menurut KSAP (2010) setelah syarat-syarat implementasi
dipenuhi, pemerintah-pemerintah daerah dapat melaksanakan langkah-langkah
penerapan basis akrual di pemerintah daerah. Pada tingkat daerah, strategi
penerapan basis akrual dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Sosialisasi dan pelantikan yang berjenjang. Berjenjang yang dimaksud
meliputi pimpinan level kebijakan sampai dengan pelaksana teknis, dengan
tujuan sosialisasi dan pelatihan sebagai berikut : meningkatkan skill
pelaksana, membangun awareness, dan mengajak keterlibatan semua pihak.
b. Menyiapkan dokumen legal yang bersifat lokal seperti peraturan kepala
daerah tentang kebijakan akuntansi dan sistem prosedur.
c. Melakukan uji coba sebagai tahapan sebelum melaksanakan akuntansi
berbasis akrual secara penuh. Dengan pemahaman yang komprehensif
mengenai kondisi mereka serta adanya langka-langkah strategis untuk
mengimplementasikan basis akuntansi yang baru ini, diharapkan pemerintah
kita siap mempraktikan akutansi berbasis akrual penuh secara benar dan
profesional.
5. Kesiapan Pemerintah Daerah Dalam Implementasi PP No. 71 Tahun 2010
Armenakis et all. dalam Herlina (2013) mendefinisikan kesiapan
(readiness) sebagai penanda kognitif terhadap perilaku dari penolakan atau
34
dukungan terhadap upaya perubahan. Sedangkan definisi kesiapan untuk
berubah yang dikemukakan oleh Holt et all dalam Herlina (2013) adalah sikap
komprehensif yang mempengaruhi secara berkelanjutan oleh isi (contoh : apa
yang sedang berubah), proses (contoh : bagaimana perubahan
diimplementasikan), konteks (contoh : karakteristik dari mereka yang diminta
untuk berubah) melibatkan dan secara kolektif merefleksikan keluasan terhadap
individu atau sekumpulan individu sebagi kenaikan secara kognitif dan secara
emosional untuk menerima, menyetujui, dan mengadopsi, sebuah rencana
khusus yang bermaksud untuk mengubah status quo. Teori kesiapan yang
dikemukakan oleh Holt et all, dalam Herlina (2013) yang dikaitkan kedalam
penelitian dapat dilihat dari :
a. Isi (apa yang berubah)
Perubahan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perubahan dari
sistem akuntansi berbasis kas menuju akrual (PP No. 24 Tahun 2005)
menjadi sistem berbasis akrual penuh.
b. Proses (bagaimana perubahan di implementasikan)
Mazmanian dan Sabtier dalam Herlina (2013) mendefinisikan
implementasi sebagai pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya
dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula dalam bentuk perintah-
perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan
badan peradilan.
35
Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang akan
diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai, dan
berbagai cara untuk menstruktur/mengatur proses implementasinya. Proses
ini akan berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya
diawali dengan tahapan pengesahan uandang-undang, kemudian output
kebijaksanaan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan pelaksanaan,
kesediaan dilaksanakannya keputusan-keputusan tersebut oleh kelompok-
kelompok sasaran, dampak nyata (baik yang dikehendaki atau tidak) dari
output tersebut, dampak keputusan sebagai yang dipresepsikan oleh badan-
badan yang mengambil keputusan, dan akhirnya perbaikan penting atau
upaya untuk melakukan perbaikan terhadap undang-undang/peraturan yang
bersangkutan.
c. Individu
Penilaiannya dilihat dari karakteristik mereka yang diminta untuk
berubah. Maka kajian mengenai partisipan penelitian diantaranya yaitu :
1) Komitmen Pimpinan
Robbins dalam Herlina (2013) mengemukakan sikap atau perilaku
anggota organisasi pada umunya dipengaruhi pula oleh perilaku
pimpinannya. Dimensi komitmen pimpinan yang dikemukakan oleh Allen
dan Mayer dalam Herlina (2013) yaitu :
a) Komitmen efektif : tingkat seberapa jauh seorang pimpinan secara
emosi terikat, mengenal, dan terlibat dalam organisasi
36
b) Komitmen berkelanjutan : suatu penilaian terhadap biaya yang terkait
dalam meninggalkan organisasi
c) Komitmen normatif : merujuk kepada tingkat seberapa jauh seseorang
secara psychologi terkait untuk menjadi bagian dari organisasi yang
didasarkan pada perasaan seperti kesetiaan, afeksi, kepemilikan,
kebanggaan, dan lain-lain.
2) Resistensi Terhadap Perubahan
Resistensi terhadap perubahan adalah kecenderungan bagi pekerja
untuk tidak ingin berjalan seiring dengan perubahan organisasi, baik oleh
ketakutan individual atas sesuatu yang tidak diketahui atau kesulitan
organisasional (Yudo dalam Herlina, 2013). Robbins dalam Herlina
(2013) menyebutkan ada lima faktor yang menjadikan resistensi
individual dan enam resistensi organisasional yang dirinci sebagai berikut
:
a) Habits (kebiasaan)
Bila dihadapkan pada perubahan, maka merespon cara-cara yang
sudah biasa akan menjadi sumber resistensi.
b) Security (keamanan)
Suatu perubahan akan mempengaruhi perasaan keamanan. Terutama
bagi orang-orang yang sangat memerlukan jaminan keamanan. Orang
yang kinerjanya rendah dan tidak kompetitif cenderung menolak
perubahan. Mereka khawatir perubahan dapat menimbulkan
37
ketidakpastian dan berdampak negatif terhadap kelangsungan masa
depannya.
c) Fear of the unknow (ketakutan atas ketidaktahuan)
Perubahan dapat mengakibatkan perpindahan dari unit kerja yang satu
ke unit kerja yang lain, dari suatu sistem yang sudah dikenal ke sistem
baru yang baru dikenal. Hal tersebut menyebabkan ketidakpastian
Karena menukar dari yang sudah diketahui ke sesuatu yang belum
dikenal sehingga mengakibatkan kekhawatiran dan ketidaksamaan.
d) Selective information processing (proses informasi selektif)
Individu membentuk dunianya melalui presepsinya. Sekali dibangun
kemapanan, maka akan menentang perubahan. Mereka mendengar apa
yang ingin mereka dengar. Mereka mengabaikan informasi yang
menentang dunia yang telah mereka bangun.
d. Sumber Daya Manusia
Manusia merupakan sumber daya yang dibutuhkan oleh
perusahaan/organisasi. Banyak definisi yang dapat digunakan untuk
mendefinisikan sumber daya manusia. Menurut Nawawi dalam Aldiani
(2010) ada tiga pengertian sumber daya manusia, yaitu :
1) Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja di lingkungan suatu
organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja, atau karyawan).
38
2) Sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan aset dan berfungsi
sebagai modal (non material/non finansial) didalam organisasi bisnis,
yang dapat mewujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan non fisik
dalam mewujudkan eksistensi organisasi.
3) Sumber daya manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak
organisasi dalam mewujudkan eksistensinya.
Sumber daya manusia merupakan pilar penyangga utama sekaligus
penggerak roda organisasi dalam upaya mewujudkan visi dan misi serta
tujuan dari organisasi. Kegagalan sumber daya manusia pemerintah
daerah dalam memahami dan menerapkan logika akuntansi akan
berdampak pada kekeliruan laporan keuangan yang dibuat dan ketidak
sesuaian laporan dengan standar yang ditetapkan pemerintah (Warisno
dalam Putri, 2010).
Menurut Tjiptoherijanto dalam Indrasari (2008), untuk menilai
kapasitas dan kualitas sumber daya manusia dalam melaksanakan suatu
fungsi, termasuk akuntansi, dilihat dari level of responsibility dan
kompetensi sumber daya tersebut. Tanggung jawab dapat dilihat dalam
deskripsi jabatan. Deskripsi jabatan merupakan dasar untuk melaksanakan
tugas dengan baik. Tanpa adanya deskripsi jabatan yang jelas, sumber
daya tersebut tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Sedangkan
kompetensi dapat dilihat dari latar belakang Pendidikan, pelatihan-
39
pelatihan yang pernah diikuti, dan dari keterampilan yang dinyatakan
dalam pelaksanaan tugas.
e. Komitmen Organisasi
Luthans dalam Aldiani (2010), menyatakan bahwa komitmen
organisasi sebagai keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi
tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi,
keyakinan tertentu dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Menurut
Robbins (2006), komitmen organisasi adalah keadaan dimana pegawai
mengaitkan dirinya ke organsasi tertentu dan sasarannya serta berharap
mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi itu. Pada pemerintah
daerah, aparat yang memiliki komitmen organisasi tinggi akan menggunakan
informasi yang dimiliki untuk anggaran relatif lebih tepat. Kejelasan sasaran
anggaran akan mempermudah aparat pemerintah daerah dalam menyusun
anggaran untuk mencapai target anggaran yang telah ditetapkan. Komitmen
yang tinggi dari aparat pemerintah daerah akan berimplikasi pada komitmen
untuk bertanggung jawab terhadap penyusunan anggaran tersebut.
f. Teknologi Informasi
Teknologi informasi adalah istilah umum yang menjelaskan teknologi
apapun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan,
dan mengkomunikasikan informasi (William dan Sawyer dalam Haryanto,
2012). Teknologi informasi meliputi komputer, perangkat lunak (soft ware),
data base, jaringan (internet, intranet), electronic commerce, dan jenis
40
lainnya yang berhubungan dengan teknologi (Wilkinson et al, dalam
Indrasari, 2008).
Teknologi informasi selain sebagai teknologi komputer (hardware dan
software) untuk pemrosesan dan penyimpanan informasi, juga berfungsi
sebagai teknologi komunikasi untuk penyebaran informasi.
Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010 tentang SAP, sistem akuntansi
pemerintah adalah serangkaian prosedur manual maupun yang
terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikthisaran
dan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pemerintah. Untuk itu,
dibutuhkan teknologi informasi untuk membantu sistem akuntansi
pemerintah agar dapat berjalan dengan lancar. Menurut Aldiani (2010)
perangakat pendukung yang memeberikan sarana kepada penyusun laporan
keuangan pemerintah dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu:
1) Perangkat Keras
Perangkat keras (hardware) adalah perangkat yang berwujud fisik
dan kasat mata. Terdiri dari central processing unit (CPU), peralatan
input, peralatan output, dan kombinasi input dan output. Menurut
Mulyono dalam Aldiani (2010), perangkat keras adalah peralatan
komputer yang dapat dilihat dengan mata atau diraba.
2) Perangkat Lunak
Perangkat lunak (software) meliputi perintah-perintah yang berisi
program serta data yang melengkapi dan juga mempunyai tugas yang
41
menghubungkan manusia dengan perangkat kerasnya (Mulyono dalam
Aldiani, 2010). Perangkat lunak dapat dikelompokan menjadi :
a) Program komputer digunakan untuk memerintah komputer
melaksanakan langkah-langkah yang tertulis di program.
b) Dokumentasi adalah catatan-catatan yang digunakan untuk
menjelaskan langkah atau prosedur program tersebut, dan semua
catatan yang berkaitan dengan proses data tersebut.
Teknologi informasi memegang peran cukup penting dalam suatu
organisasi. Teknologi informasi ini diharapkan sebagai suatu sistem
informasi yang mendukung tercapainya keefektifan dan keefisienan
organisasi.
g. Tata Cara Komunikasi
Menurut Edwar dalam Herlina (2013) ada beberapa variabel yang
mempengaruhi proses implementasi, salah satunya adalah komunikasi.
Komunikasi kebijakan yang efektif adalah para pelaksana kebijakan
mengetahui apa yang mereka kerjakan, hal ini menyangkut proses
penyampaian informasi, kejelasan informasi dan konsistensi informasi yang
disampaikan.
Komunikasi berasal dari Bahasa Latin “communis” yang berarti sama
(common), maksudnya penyampaian gagasan/ide dengan menetapkan
42
terlebih dahulu titik temu yang sama. Fillipo dalam Gibson (2000) membuat
definisi komunikasi sebagai suatu tindakan mendorong pihak lain untuk
menginterpretasikan suatu ide dalam suatu cara yang diinginkan oleh
pembicara atau penulis. Komunikasi mempunyai lingkup yang luas dan
komprehensif. Komunikasi dipandang sebagai suatu proses yang dinamis.
Menurut Robbins (2006), komunikasi didalam organisasi sering
digambarkan sebagai komunikasi formal. Komunikasi formal mengacu pada
komunikasi yang mengikuti rantai komando resmi (struktur organisasi).
Arah komunikasi dapat dibedakan menjadi komunikasi kebawah
(komunikasi yang mengalir ke bawah dari manajer ka para karyawan),
komunikasi ke atas (komunikasi yang mengalir ke atas dari karyawan ke
manajer), komunikasi lateral (komunikasi yang terjadi diantara sesama
kryawan ke manajer), komunikasi diagonal (komunikasi yang memotong
bidang kerja dan tingkat organisasi).
6. Faktor-faktor lain Yang Mempengaruhi Penerapan Standar Akuntansi
Pemerintah (SAP) Berbasis Akrual.
Ada beberapa faktor yang tidak menjadi variabel penelitian yang
mempengaruhi penerapan standar akuntansi pemerintah (SAP) berbasis akrual
yaitu :
a. Infrastruktur
Infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyedikan transportasi,
pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang
43
lain yang dibuuthkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam
lingkup social dan ekonomi (Grigg, 2000).
b. Sistem Informasi
Sisem berasal dari Bahasa Latin (Systema) dan Bahasa Yunani (Sustema).
Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari komponen atau elemen yang
dihubungkan Bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau
energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set
entitas yang berinteraksi, dimana suatu model matematika seringkali bisa
dibuat. (www.wikipedia.org).
B. Tinjauan Pustaka
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan yang dapat digunakan
sebagai acuan yaitu:
1. I Wayan Gede Yogiswara Darma Putra dan Dodik Ariyanto (2015)
Penelitian yang dilakukan berjudul “faktor-faktor yang mempengaruhi
penerapan standar akutansi pemerintahan berbasis akrual”. Populasi dalam
penelitian ini adalah pemerintah Daerah Kabupaten Badung yang mencakup
44
seluruh unit SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) pada bagian pejabat
penatausahaan keuangan satuan kerja perangkat daerah (PPK-SKPD) yang
terdiri dari kepala bidang, sekretaris, dan staf pegawai bagian keuangan di
masing-masing SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Obyek penelitian
adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan pemerintah atas penerapan
standar akutansi pemeritahan berbasis akrual. Hasil penelitian yang dilakukan
menunjukan bahwa sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap
kesiapan penerapan SAP berbasis akrual. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi
kualitas sumber daya manusia dalam pemahaman standar akuntansi
pemerinthan berbasis akrual maka semakin tinggi tingkat kesiapan penerapan
standar akuntansi pemeritahan berbasis akrual pemerintah daerah kabupaten
Badung. variabel yang kedua yaitu komunikasi. Dari hasil penelitian yang
dilakukan variabel komunikasi berpengaruh positif terhadap kesiapan
penerapan SAP berbasis akrual. Hal ini berarti bahwa semakin baik komunikasi
yang dilakukan SKPD dalam mensosialisasikan dan menerapkan standar
akuntansi pemerintahan berbasis akrual, maka semakin tinggi tingkat kesiapan
penerapan standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual pemerintah daerah
kabupaten Badung.
Variabel penelitian yang ketiga adalah komitmen organsiasi. Dari hasil
penelitian yang dilakukan, variabel komitmen organisasi berpengaruh positif
terhadap kesiapan penerapan SAP berbasis akrual. hal ini berarti bahwa
semakin tinggi komitnen organisasi dalam penerapan standar akuntansi berbasis
45
akrual, maka semakin tinggi pula tingkat kesiapan penerapan standar akuntansi
pemerintahan berbasis akrual pemerintah daerah kabupaten Badung. Variabel
berikutnya adalah gaya kepemimpinan. Dari hasil penelitian yang dilakukan,
variabel gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kesiapan penerapan
SAP berbasis akrual. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi gaya kepemimpinan
dalam SKPD, maka semakin tinggi pula tingkat kesiapan penerapan standar
akuntansi pemerintahan berbasis akrual daerah kabupaten Badung.
2. Herlina (2013)
Penelitian yang dilakukan Herlina (2013) ingin mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi kesiapan pemerintah daerah dalam implementasi PP No.
71 Tahun 2010 pada pemerintah kabupaten Nias Selatan. Tiga faktor yang
mempengaruhi kesiapan pemerintah daerah kabupaten Nias Selatan adalah
informasi, perilaku, keterampilan. Ketiga faktor tersebut merupakan ekstraksi
dari 5 variabel yang diteliti yaitu komunikasi, kompetensi SDM, struktur
birokrasi, komitmen pimpinan, dan resistensi terhadap perubahan. Hasil
penelitian menunjukan bahwa faktor informasi memiliki korelasi yang kuat
sebagai faktor yang mempengaruhi kesiapan pemerintah daerah dalam
implementasi sistem akuntansi basis akrual. Faktor informasi ini meliputi
sosialisasi tentang sistem akuntansi basis akrual. Responden mengetahui sistem
akuntansi basis akrual dari peneliti. Mereka mengharapkan adanya pelatihan
SDM dan mengadakan perangkat lunak (IT based system). Sehingga
kompetensi SDM, struktur birokrasi, dan komunikasi, berpengaruh posistif
46
terhadap faktor kesiapan pemerintah dalam implemenasi. Faktor selanjutnaya
adalah perilaku. Perilaku memiliki loading faktor tinggi,artinya perilaku
memiliki korelasi yang kuat sebagai faktor yang mempengaruhi kesiapan
pemerintah daerah dalam implementasi sistem akuntansi basis akrual. Hal ini
berarti resistensi terhadap perubahan dalam penerapan sistem akuntansi basis
akrual berpengaruh signifikan. Hal ini ditunjukan dari keengganan pegawai
bagian keuangan untuk menyesuaikan diri dan kompetensinya dengn tujuan
perubahan sistem tersebut. Faktor terakhir adalah keterampilan. Faktor
keterampilan juga memiliki korelasi yang kuat sebagai faktor yang
mempengaruhi kesiapan pemerintah daerah dalam implementasi sistem
akuntansi basis akrual.
3. Kusuma (2013)
Kusuma (2013), yang menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat penerapan akuntansi akrual pada satuan kerja di wilayah kerja Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Semarang I. penelitian ini
mendapatkan hasil bahwa tingkat penerapan akuntansi akrual dipengaruhi
secara signifikan oleh pelatihan staf keuangan. Namun tidak terdapat pengaruh
signifikan dari tingkat Pendidikan staf, kualitas teknologi informasi, dukungan
konsultan, pengalaman, latar belakang Pendidikan pimpinan, dan satuan kerja
terhadap tingkat peneraan akuntansi akrual.
C. Kerangka Pemikiran
47
1. Pengaruh Antara Sumber Daya Manusia Dengan Kesiapan Penerapan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Berbasis Akrual.
Naizer (2009) mengungkapkan tingkat pemahaman dasar staf mengenai
dministrasi keuangan negara masih sangat rendah. Tingkat pemahaman dasar
meliputi lingkup keuangan negara, bentuk pertanggungjawaban keuangan
negara, standar akuntansi yang digunakan, dan substansi standar akuntansi
pemerintahan. Sebuah implementasi kebijakan publik dan praktik, memerlukan
kapasitas sumber daya yang memadai, dari segi jumlah dan keahlian
(kompetensi, pengalaman, serta informasi), disamping pengembangan kapasitas
organisasi (Insani dalam Kusuma, 2013).
SDM memiliki peran sentral dalam menentukan keberhasilan penerapan
SAP berbasis akrual. Hal ini didukung oleh Krumwiede dalam Kusuma (2013)
menunjukan pelatihan yang memadai memiliki efek positif terhadap kesuksesan
adopsi sistem akuntansi.demikian pula menurut Brusca dalam Kusuma (2013)
yang menunjukan bahwa transisi dari akuntansi berbasis kas menuju akrual
membutuhkan biaya yang signifikan.
Kusuma (2013) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang positif
dan signifikan antara tingkat Pendidikan staf akuntansi dengan tingkat
kepatuhan akuntansi akrual. Temuan empiris dari beberapa penelitian yang
pernah dilakukan Indah, (2008), Aldiani (2010), Ardiansyah (2012), Fradillah
(2013), dan Herlina (2013) menunjukan SDM memiliki korelasi yang kuat
sebagai faktor yang mempengaruhi kesiapan pemerintah daerah dalam
48
implementasi sistem akutansi basis akrual. Berdasarkan uraian tersebut penulis
menduga bahwa :
H1 : Sumber daya manusia yang dimiliki pemerintah Kabupaten Sleman
berpengaruh secara positif terhadap kesiapan penerapan standar akuntansi
pemerintahan (SAP) berbasis akrual menurut PP No. 71 Tahun 2010.
2. Pengaruh Antara Komitmen Organisasi Dengan Kesiapan Penerapan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Berbasis Akrual.
Komitmen organsasi merupakan dorongan dari dalam diri individu untuk
melakukan sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan dan lebih mengutamakan kepentingan
organisasi (Aldiani, 2010). Pegawai yang memiliki komitmen yang kuat akan
bekerja dengan maksimal agar organisasi tempat mereka bekerja dapat
mencapai keberhasilan. Bekerja dengan maksimal dalam hal ini antara lain
bekerja keras, ikhlas dalam melaksanakan pekerjaannya, senang dan peduli
terhadap organisasi tempatnya bekerja. Jika pegawai berkeyakinn bahwa visi
dan misi pemerintahan akan tercapai dengan sumbangsih mereka, situasi kerja
yang bersinergi akan tercipta dengan menciptakan peningkatan kinerja.
Komitmen organisasi berpengaruh pada keberhasilan penerapan PP No.
24 Tahun 2005 pada pemerintahan Kabupaten Labuan Batu menurut penelitian
Aldiani (2010). Pegawai yang memiliki komitmen yang kuat akan bekerja
dengan maksimal agar organisasi tempat mereka bekerja dapat mencapai
keberhasilan. Bekerja dengan maksimal dalam hal ini atara lain bekerja keras,
49
ikhlas dalam melaksanakan pekerjaannnya, senang dan peduli terhadap
organisasi tempatnya bekerja. Jika pegawai berkeyakinan bahwa visi dan misi
pemerintah akan tercapai dengan sumbangsih mereka, situasi kerja yang
bersinergi akan tercipta dengan menyebabkan peningkatan kinerja.
Komitmen organisasi berpengaruh pada keberhasilan penerapan PP No.
24 Tahun 2005 pada pemeritnahan Kabupaten Labuan Batu menurut penelitian
Aldiani (2010). Sedangkan menurut penelitian Ardiansyah (2012) komitmen
organisasional tidak berpengaruh terhadap kesiapan penerapan SAP berbasis
akrual. Hal ini Karena menurutnya, komitmen organisasi akan mempunyai
pengaruh pada saat penerapan SAP akrual yang akan diterpakan pada tahun
2015.
Sedangkan saat menjelang penerapan SAP berbasis akrual tersebut komitmen
organisasi tidak berpengaruh. Berdasarkan kedua penelitian yang mempunyai
hasil yang sama tersebut, maka penulis akan menduga hipotesa sebagai berikut
:
H2 : komitmen organisasi yang dimiliki pemerintah Kabupaten Sleman
berpengaruh secara positif terhadap kesiapan penerapan standar akuntansi
pemerintah (SAP) berbasis akrual menurut PP No. 71 Tahun 2010.
3. Pengaruh Antara Teknologi Dengan Kesiapan Penerapan Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP) Berbasis Akrual.
Kurumwiede dalam Kusuma (2013) menunjukan bahwa organisasi
dengan teknologi informasi yang lebih maju mungkin lebih dapat menerapkan
50
sistem akuntansi manajemen baru dari pada organisasi dengan sistem informasi
yang kurang canggih Karena biaya pengelolahan dan pengukuran yang lebih
rendah. Penelitian sebelumnya oleh kusuma (2013) yang memperlihatkan
terdapat hubungan positif dan signifikan antara kualitas teknologi informasi
dengan tingkat kepatuhan akuntansi akrual. Penelitian ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Aldiani dan Romalia (2011) bahwa perangkat
pendukung mampu menjelaskan keberhasilan penerapan PP No. 24 Tahun
2005.
Studi ini menunjukan bahwa teknologi informasi akan diminta untuk
memfasilitasi dan mendukung pengenalan akuntansi akrual di sektor publik.
Akibatnya, kualitas tinggi yang ada didalam sistem informasi organisasi harus
dipertimbangkan sebagai prasyarat penting dari keberhasilan pelaksanaan
(Ouda dalam Kusuma, 2013). Argument ini mengarah pada perumusan
hipotesis berikut:
H3 : Teknologi Informasi yang diterapkan pemerintah Kabupaten Sleman
berpengaruh secara positif terhadap kesiapan penerapan standar akuntansi
pemerintah (SAP) berbasis akrual menurut PP No.71 Tahun 2010.
4. pengaruh Antara Tata Cara Komunikasi Dengan Kesiapan Penerapan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Berbasis Akrual.
Menurut Edward dalam Herlina (2013) komunikasi adalah suatu faktor
yang mempengaruhi proses implementasi. Persyaratan utama bagi komunikasi
51
kebijakan yang efektif adalah para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang
mereka kerjakan, hal ini menyangkut proses penyampaian informasi dan
konsisensi informasi yang disampaikan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
telah dilakukan oleh Ardiansyah (2012) bahwa komunikasi berpengaruh
terhadap penerapan SAP berbasis akrual. Hal ini sama diungkapkan oleh
Romalia (2011) yang menghasilkan hipotesis yang sama untuk penelitian yang
dilakukannya. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesa yang dibangun adalah :
H4 : komunikasi yang dilakukan pemerintah Kabupaten Sleman
berpengaruh secara positif terhadap kesiapan penerapan standar akuntansi
pemerintah (SAP) berbasis akrual menurut PP No. 71 Tahun 2010.
5. Pengaruh Antara Sumber Daya Manusia, Komitmen Organisasi,
Teknologi Informasi, Dan Tata Cara Komunikasi Dengan Kesiapan
Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Berbasis Akrual.
Dengan adanya komitmen pemerintah, sumber daya manusia, yang ada
akan mempunyai rasa tanggungjawab terhadap pekerjaannya dan penerapan
peraturan ini tidak akan berjalan dengan sempurna tanpa didukung oleh
teknologi informasi yang layak dan memadai. Sumber daya manusia,
komitmen, dan teknologi informasinya bersama-sama (simultan) berpengaruh
signifikan terhadap keberhasilan penerapan PP No. 24 Tahun 2005 di
Kabupaten Labuan Batu menurut penelitian yang dilakukan oleh Aldiani
(2010).
52
Selain itu berdasarkan dugaan semua hipotesis secara parsial berpengaruh
positif maka dapat dikatakan bahwa secara simultan seluruh variabel
independen yang dapat dihipotesakan sebagai berikut :
H5 : sumber daya manusia, komitmen organisasi, teknologi informasi, dan
Tata Cara komunikasi yang dimiliki pemerintah Kabupaten Sleman secara
simultan berpengaruh secara positif terhadap kesiapan penerapan standar
akuntansi pemerintah (SAP) berbasis akrual menurut PP No. 71 Tahun 2010.