eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/140/1/naskah publikasi.docx · web...
TRANSCRIPT
EKSISTENSI JAMU TRADISIONAL DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI KOMUNIKASI
(Studi Fenomenologi Eksistensi Jamu Tradisional Di Dusun Sukoharjo,
Condongcatur, Sleman, Yogyakarta Periode April-Juli 2017)
SKRIPSI
Oleh :
RANI WAHYU PERMATA
13071118
Untuk Memenuhi Syarat Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Pada Prodi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Komunikasi & Multimedia
Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Dosen Pembimbing: Dr. Heri Budianto, S.Sos, M.Si
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI & MULTIMEDIA
UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA
2017
ABSTRAK
Jamu tradisional merupakan warisan dari nenek moyang berupa ramuan tradisional sebagai upaya pengobatan dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk tujuan: mencegah datangnya penyakit, menjaga kesehatan tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk: Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jamu tradisional masih tetap eksis hingga saat ini serta untuk mengetahui bagaimana eksistensi jamu tradisional di tengah kehadiran obat herbal terstandar pada modernisasi zaman Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan sumber data utama yang terdiri dari pembuat jamu tradisional, apoteker, dan konsumen jamu tradisional, konsumen obat herbal terstandar dengan menggunakan metode fenomenologi. Teknik pengumpulan data yang digunakan: observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jamu tradisional di Yogyakarta masih mampu bertahan di tengah arus modernisasi zaman. Eksistensi jamu tradisional di tengah kehadiran obat herbal terstandar karena ada faktor-faktor yang melatarbelakanginya, diantaranya: 1) faktor internal terdiri dari warisan leluhur, menggunakan bahan tradisional 2) faktor eksternal terdiri dari adanya kepercayaan masyarakat pada jamu tradisional, harga yang terjangkau. Eksistensi yang ditunjukkan oleh jamu tradisional di Yogyakarta dapat dilihat dari jamu tradisional masih tetap ada dari tahun 1992 hingga saat ini, tidak hanya masyarakat lokal yang membeli jamu tradisional tapi juga warga luar negeri, konsumen yang meningkat setiap tahunnya.
Kata kunci :Eksistensi,Jamu Tradisional,Obat Herbal Terstandar, Modernisasi Zaman.
ABSTRACT
Traditional herbal medicine is a legacy of ancestors in the form of traditional ingredients as a treatment effort and used by the community for the purpose: to prevent the coming of the disease, maintain body health. This study aims to: Know the factors that affect traditional herbalism still exist to this day and to know how the existence of traditional herbal medicine in the presence of herbal medicine standardized in the modernization of Yogyakarta.
This research uses qualitative descriptive approach with main data source consisting of traditional herbal medicine maker, pharmacist, and consumer of traditional herbal medicine, consumer of standardized herbal medicine by using phenomenology method. Data collection techniques used: observation, interviews, and documentation.
The results show that traditional herbal medicine in Yogyakarta is still able to survive in the midst of modernization era. The existence of traditional herbal medicine in the presence of herbal medicine is standardized because there are factors behind it, including: 1) internal factors consist of ancestral heritage, using traditional materials 2) external factors consist of the public trust in traditional herbal medicine, affordable price. Existence shown by traditional herbal medicine in Yogyakarta can be seen from traditional herbal medicine still existed from 1992 until today, not only local people who buy traditional herbal medicine but also citizens abroad, consumers are increasing every year.
Keywords: Existence, Traditional Herbal, Standarized Herbal Medicine, Modernization of the time
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Keanekaragaman hayati di Indonesia bisa dikatakan sangatlah lengkap. Hal ini
menyebabkan Indonesia menjadi negara yang sangat potensial bagi ditemukannya pengobatan
herbal terbaik di dunia. Di mana berbagai jenis tanaman herbal bisa tumbuh dengan subur di
Indonesia. Tanaman herbal adalah bahan utama dalam pembuatan jamu. Semua orang Indonesia
pastilah mengenal jamu.
Jamu adalah sebutan untuk obat tradisional dari Indonesia, khususnya masyarakat Jawa.
Jamu merupakan ramuan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan alam yang diracik tanpa
menggunakan bahan kimia sebagai aditif (bahan tambahan). Jamu sering disebut sebagai ramuan
tradisional karena jamu memang sudah dikenal sejak jaman nenek moyang sebelum ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan obat-obatan modern masuk ke Indonesia. Kebanyakan
resep racikan jamu berumur puluhan atau bahkan ratusan tahun dan terus digunakan secara turun
temurun sampai sekarang ini.
Menurut ahli bahasa Jawa Kuno, istilah “jamu” berasal dari singkatan dua kata bahasa Jawa
Kuno yaitu “Djampi” dan “Oesodo”. Djampi berarti penyembuhan yang menggunakan ramuan
obat-obatan atau doa-doa dan ajian-ajian sedangkan Oesodo berarti kesehatan. Pada abad
pertengahan (15-16 M), istilah oesodo jarang digunakan. Sebaliknya istilah jampi semakin
popular diantara kalangan keraton. Kemudian sebutan “jamu” mulai diperkenalkan kepada
public oleh “dukun” atau tabib pengobat tradisional. Bukti bahwa jamu sudah ada sejak jaman
dulu dan sering dimanfaatkan adalah dengan adanya relief Candi Borobudur pada masa Kerajaan
Hindu-Budha tahun 722 M, di mana relief tersebut menggambarkan kebiasaan meracik dan
minum jamu untuk memelihara kesehatan. Bukti sejarah lainnya yaitu penemuan prasasti
Madhawapura dari peninggalan Kerajaan Hindu-Majapahit yaitu adanya profesi “penjual
meracik jamu” yang disebut Acaraki.1
Jamu di Indonesia pertama kali muncul di lingkungan istana, yaitu Kasultanan Yogyakarta
dan Kasunan Surakarta. Dahulu resep jamu hanya dikenal di kalangan keraton dan tidak
diperbolehkan keluar dari keraton. Sampai permulaan abad XX tradisi meracik jamu tersebut
masih menjadi sesuatu yang eksusif dan hanya dikerjakan oleh kalangan tertentu saja. Tetapi
seiring dengan perkembangan zaman, orang-orang lingkungan keraton mulai mengembangkan
dan mengajarkan bagaimana meracik jamu kepada masyarakat di luar benteng keraton dan
menyebar di seluruh wilayah di Jawa sehingga keberadaan jamu sangat identik dengan
masyarakat Jawa.2
Bagi masyarakat Indonesia, jamu adalah resep tradisional turun temurun dari leluhur yang
dipercaya berkhasiat sebagai obat untuk menghilangkan berbagai macam penyakit dan
meningkatkan kesehatan. Bahan-bahan jamu sendiri diambil dari tumbuh-tumbuhan asli
Indonesia baik itu dari akar, daun, buah, bunga, maupun kulit kayunya. Kekayaan alam yang
dimiliki Indonesia sejak dahulu berupa tanah yang subur dengan hamparan bermacam-macam
tumbuhan yang luas menjadikan keberadaan jamu sangat eksis tersebar luas di Indonesia.
Jamu merupakan ramuan tradisional yang sudah dikenal luas oleh masyarakat sejak zaman
dahulu. Jenis jamu pada umumnya dibuat dengan mengacu resep peninggalan leluhur. Bentuk
jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti
empiris turun temurun.
Jamu merupakan warisan budaya bangsa yang sudah digunakan secara turun menurun.
Indonesia memiliki keunggulan dalam hal pengembangan jamu dengan 9.600 jenis tanaman obat
yang dapat digunakan sebagai bahan dasar jamu. Selain itu, pemerintah juga sudah
menggolongkan tanaman obat yang merupakan bahan baku pembuatan jamu ke dalam sepuluh 1 http://jamuindonesia.com/shop/index.php?route=news/article&news_id=15 diakses pada tanggal 9 Maret pukul 18.022 Joko Prasetiyo, “Jamu-Nusantara”, http://www.bursaide.com/ide/143/jamu-nusantara . diakses pada tanggal 9 Maret Pukul 19.00
komoditas potensial untuk dikembangkan. Dari sisi perekonomian, industri jamu telah
berkontribusi sangat besar bagi pendapatan nasional, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
penyediaan lapangan kerja. Bahan baku yang hampir sekitar 99% yang digunakan merupakan
produk dalam negeri dinilai mampu membawa multiplier effect yang cukup signifikan dalam
pertumbuhan perekonomian di Indonesia mulai dari sektor hulu (pertanian) hingga sektor hilir
yang meliputi perindustrian dan perdagangan. (GP Jamu, 2008)
Dengan keunggulan komparatif yang dimiliki sebagai industri berbasis sumberdaya lokal,
KADIN dalam visi 2030 dan Road Map Industri Nasional merekomendasikan jamu sebagai
klaster industri unggulan penggerak pencipta lapangan kerja dan penurun angka kemiskinan dan
atas dasar kearifan lokal dan potensi yang dimiliki produk Jamu, Kementerian Koordinator
Bidang Ekonomi telah mencanangkan gerakan “Jamu Brand Indonesia” sebagai bagian dari
kegiatan menyatukan merek jamu dalam satu payung Brand Indonesia.
Namun di tengah keberhasilan tersebut masih banyak kendala yang dihadapi oleh industri
jamu nasional. Seiring perkembangan zaman keberadaan jamu semakin tergeser dari kehidupan
masyarakat oleh kehadiran berbagai macam minuman maupun obat modern. Keampuhan obat
modern yang dianggap lebih cepat dalam menyembuhkan penyakit menjadikannya sangat
populer di kalangan masyarakat. Apalagi dalam dunia kedokteran, obat-obatan modern selalu
diberikan kepada pasiennya sebagai resep utama untuk penyembuhan.
Dalam dua puluh tahun terakhir telah marak peredaran jamu berbahan baku kimia dan
makin memprihatinkan dalam lima tahun terakhir yang telah berpotensi mencemarkan
perkembangan jamu tradisional. Selain itu, produk jamu impor yang dengan mudah ditemukan di
pasar dalam negeri juga memberikan dampak yang rentan terhadap persaingan dan citra jamu
terutama bagi industri skala kecil. Hal ini dikarenakan kemampuan dan daya saing produk jamu
dari usaha kecil yang belum terstandarisasi sesuai dengan Cara Pembuatan Obat Tradisional
yang Baik (CPOTB).3
3 Muslimin, Lukman,dkk. (2009). KAJIAN POTENSI PENGEMBANGAN PASAR JAMU. Jakarta
Perkembangan zaman menjadikan perkembangan jamu saat ini tidak hanya dibuat secara
tradisional tetapi juga diproduksi secara modern. Jamu-jamu modern diproduksi melalui pabrik-
pabrik jamu besar di Indonesia seperti jamu pegal linu, galian singset yang dikemas menarik dan
dapat digunakan secara praktis atau cepat, demikian pula halnya dengan jamu untuk anak. Saat
ini telah diproduksi secara modern oleh pabrik jamu besar untuk anak-anak dengan khasiat
menjaga kesehatan badan, menambah nafsu makan, mencegah cacingan dan masuk angin, perut
kembung serta susah tidur. Jamu-jamu modern diproduksi dengan alasan lebih praktis digunakan
karena konsumen tinggal menyeduh dengan air panas atau dingin. Rasa dari jamu tersebut juga
tidak lagi pahit karena telah ditambah ekstrak rasa buah-buahan seperti mangga, jeruk, dan
strawberry bahkan dengan rasa coklat, namun produk jamu anak-anak masih terbatas untuk
menambah nafsu makan saja belum dikembangkan untuk gejala penyakit lainnya.
Anggapan bahwasanya mengkonsumsi obat modern lebih cepat menyembuhkan
penyakitpun semakin mematahkan keberadaan obat-obatan tradisional, seperti Jamu. Jamu
sebagai salah satu bukti napak tilas perjalanan kehidupan nenek moyang terdahulu, saat ini
jejaknya semakin menghilang dan terus bergeser menuju kepunahan. Pergeseran kebudayaan
yang terus berkembang mengikuti perubahan zaman serta pilihan menerapkan pola hidup serba
instan menjadi tren di masyarakat sehingga mengakibatkan keterpurukan bagi dunia perjamuan.
Perubahan karakter masyarakat yang sudah bermetamorfosis dengan dunia modern juga menjadi
pemicu utamanya. Usia yang lama lantas tidak menjamin suatu kepopuleran, buktinya saja
keberadaan jamu yang sudah ribuan tahun berkiprah menemani masyarakat bisa terhimpitkan
seiring berjalannya waktu.
Walaupun belum pernah dikaji mengenai persepsi masyarakat mengenai jamu, namun pada
tahun 2008, masyarakat Indonesia tampak sudah jarang mengonsumsi jamu. Berbagai macam
obat (farmasi maupun jamu impor) yang beredar tampak lebih berhasil dalam menarik minat
masyarakat Indonesia untuk mengonsumsinya. Karena jamu merupakan produk warisan budaya
bangsa dan berkontribusi besar bagi penciptaan tenaga kerja domestik, kita perlu menciptakan
tradisi cinta terhadap produk asli Indonesia.4
Namun, di Dusun Sukoharjo di daerah Sleman, Yogyakarta yang merupakan dusun pembuat
jamu, hampir semua rumah di dusun tersebut memproduksi Jamu. Masyarakat di Dusun
Sukoharjo merupakan masyarakat pendatang dari desa Jonggolan Kabupaten Sukoharjo, yang
dikenal sebagai sentra pembuatan jamu tradisional di Indonesia.
Keberhasilan dalam menjaga eksistensi jamu tidak terlepas dari peran para perempuan di
Dusun Sukoharjo. Jamu-jamu tersebut diproduksi dan didistribusikan oleh para perempuan ke
berbagai penjuru di daerah Condongcatur dan sekitarnya. Karena masih adanya masyarakat yang
tetap setia mengkonsumsi dan mempercayai jamu sebagai obat mujarab untuk menjaga
kesehatan tubuh sehingga menjadikan keberadaan jamu tetap dikenal dan tumbuh di masyarakat.
Karena latar belakang diatas yang membuat peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana
eksistensi jamu tradisional di tengah kehadiran obat modern pada modernisasi zaman di
Yogyakarta, serta faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi jamu tradisional masih tetap
eksis hingga saat ini. Sehingga dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu menjawab
keingin tahuan peneliti terkait bagaimana eksistensi jamu tradisional dan faktor-faktor yang
mempengaruhi eksistensi jamu tradisional
1.2 Rumusan Masalah
Merumuskan masalah memiliki peran penting dalam penelitian, karena merupakan alat
penggerak untuk mencari data dalam penelitian. Dan untuk perumusan masalah dapat di tarik
dari latar belakang masalah yaitu :
4 Charles Saerang, “Jamu, antara Realitas dan Tantangan Masa Depan”. www.alumni-ipb.or.id, 7 January, 2009.
1. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi jamu tradisional masih tetap eksis hingga
saat ini di tengah kehadiran obat herbal terstandar?
2. Bagaimana eksistensi jamu tradisional dalam perspektif sosiologi komunikasi di tengah
kehadiran obat herbal terstandar pada modernisasi zaman Yogyakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat diketahui tujuan penelitian ini, yaitu untuk:
1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jamu tradisional masih tetap eksis hingga
saat ini di tengah kehadiran obat herbal terstandar
2. Mengetahui bagaimana eksistensi jamu tradisional dalam perspektif sosiologi komunikasi
di tengah kehadiran obat herbal terstandar pada modernisasi zaman Yogyakarta
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan membawa manfaat yang secara umum dapat diklasifikasikan
menjadi dua manfaat, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Sebagai hasil karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah
referensi atau informasi yang berkaitan dengan masalah sosial di masyarakat.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan menambah
wawasan tentang jamu tradisional khususnya jamu tradisional di tengah modernisasi zaman
pada masyarakat Yogyakarta serta dapat mengetahui eksistensi jamu tradisional di tengah
perubahan sosial budaya.
1.5 Kerangka Teori
1.5.1 Eksistensi Jamu Tradisional
Definisi jamu atau obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman (Yuliarti, 2008: 4). Masyarakat Indonesia mengenal jamu adalah resep turun
temurun dari leluhurnya agar dapat dipertahankan dan dikembangkan.
Bahan-bahan jamu sendiri diambil dari tumbuh-tumbuhan yang ada di Indonesia
baik itu dari akar, daun, buah, bunga, maupun kulit kayu. Secara sederhana jamu dapat
diartikan sebagai ramuan dari berbagai bahan-bahan alami yang dengan cara-cara tertentu
dan pengolahan sederhana mampu menghasilkan produk berkhasiat dan berguna untuk
menyembuhkan penyakit.
Jamu tradisional adalah warisan nenek moyang maka sudah sepatutnyalah kita
melestarikannya. Penulisan obat tradisional atau jamu tradisional, merupakan suatu
kewajiban moral dalam melestarikan kebudayaan seperti yang digariskan oleh Garis-Garis
besar Haluan Negara. Jamu sebagai warisan nenek moyang bangsa Indonesia seharusnya
menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Seperti layaknya batik yang kini mendunia, jamu
seharusnya juga begitu. Jamu seharusnya perlu terus dikembangkan tapi dengan tidak
meninggalkan identitasnya sebagai jamu. Seharusnya kita bersyukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa karena telah dianugerahkan suatu warisan yang sungguh luar biasa yang bisa kita
jadikan sebagai tanda pengenal sekaligus kebanggaan bagi diri kita sendiri sebagai suatu
bangsa.
Manfaat Jamu
Jamu mempunyai beberapa manfaat yaitu (Yuliarti, 2008: 11):
1) Menjaga kebugaran tubuh
Berbagai jenis jamu memiliki fungsi untuk menjaga kebugaran tubuh termasuk menjaga
vitalitas, menghilangkan rasa tidak enak di badan yang mengganggu kebugaran tubuh
misalkan lemah, letih, lesu, serta capek-capek.
2) Menjaga kecantikan
Jamu selain untuk menjaga kebugaran tubuh, beberapa jenis jamu juga berfungsi menjaga
dan meningkatkan kecantikan, beberapa hal termasuk diantaranya menyuburkan rambut,
melembutkan kulit, memutihkan kulit, menghilangkan bau badan serta bau mulut dan
sebagainya.
3) Mencegah penyakit
Beberapa jenis jamu berfungsi meningkatkan kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah
gangguan-gangguan kesehatan ringan, misalnya influenza, mabuk perjalanan, dan mencegah
cacat pada janin.
4) Mengobati penyakit
Manfaat jamu yang paling dikenal oleh masyarakat adalah untuk mengobati penyakit.
Sehubungan dengan mahalnya biaya pengobatan, jamu mulai dilirik sebagai pengganti obat.
Berbagai jenis jamu mulai dipercaya untuk mengobati berbagai jenis penyakit, misalnya
asam urat, asma, batu ginjal, bronkitis, demam berdarah, diabetes mellitus, disentri, eksem,
hipertensi, influenza, kanker, gangguan kolestrol, lepra, lever, luka, malaria, muntaber,
peradangan, rematik, TBC, tifus, tumor dan usus buntu.
1.5.2 Modernisasi Zaman
Kata modernisasi merupakan kata benda dari bahasa latin “modernus” (modo:baru
saja) atau model baru,dalam bahasa Perancis disebut Moderne. Modernisasi secara etimologi
berasal dari kata modern. Kata modern dalam kamus umum bahasa Indonesia adalah yang
berarti: baru, terbaru, cara baru atau mutakhir, sikap dan cara berpikir serta bertindak sesuai
dengan tuntunan zaman, dapat juga diartikan maju,baik.
Modernisasi berasal dari kata modern yang berarti terbaru, mutakhir, atau sikap dan
cara berpikir yang sesuai dengan tuntutan zaman. Selanjutnya modernisasi diartikan sebagai
proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai
dengan tuntutan masa kini.5 Menurut Nurcholish Madjid, pengertian modernisasi hampir
identik dengan pengertian rasionalisasi, yaitu proses perombakan pola berpikir dan tata kerja
lama yang tidak rasional dan menggantinya dengan pola berpikir dan tata kerja baru yang
rasional. Hal itu dilakukan dengan menggunakan penemuan mutakhir manusia di bidang
ilmu pengetahuan.6
Menurut Koentjaraningrat, sebagaimana dikutip Faisal Ismail, mendefinisikan
modernisasi sebagai suatu usaha secara sadar yang dilakukan oleh suatu bangsa atau negara
untuk menyesuaikan diri dengan konstelasi dunia pada suatu kurun tertentu di mana bangsa
itu hidup.7
Dampak Modernisasi
Dampak-dampak positif dari modernisasi antara lain adalah kesadaran masyarakat
akan pentingnya ilmu pengetahuan dalam kehidupan, kesiapan masyarakat dalam
menghadapi perubahan-perubahan dalam segala bidang, keinginan masyarakat untuk selalu
mengikuti perkembangan situasi di sekitarnya, serta adanya sikap hidup mandiri.
Sementara beberapa di antara dampak-dampak negatif dari modernisasi adalah
bercampurnya kebudayaan-kebudayaan di dunia dalam satu kondisi dan saling
mempengaruhi satu sama lain, baik yang baik maupun yang buruk, materialisme mendarah
daging dalam tubuh masyarakat modern, merosotnya moral dan tumbuhnya berbagai bentuk
kejahatan, meningkatnya rasa individualistis dan merasa tidak membutuhkan orang lain,
5 Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal 589.
6 Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan, dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan, 1997), hal 172.7 Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis (Yogyakarta: Titian Ilahi Press: 1998), hal. 196
serta adanya kebebasan seksual dan meningkatnya eksploitasi terhadap wanita8. Affandi
Kusuma membagi dua bagian tentang dampak modernisasi tersebut, yaitu;
a. Dampak Positif
Perubahan Tata Nilai dan Sikap (Adanya modernisasi dan globalisasi dalam budaya
menyebabkan pergeseran nilai dan sikap masyarakat yang semua irasional menjadi
rasional).
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (Dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas dan
mendorong untuk berpikir lebih maju).
Tingkat Kehidupan yang lebih Baik (Dibukanya industri yang memproduksi alat-alat
komunikasi dan transportasi yang canggih merupakan salah satu usaha mengurangi
penggangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat).
b. Dampak Negatif
Pola Hidup Konsumtif (Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan
barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik
untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada).
Sikap Individualistik (Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju
membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya.
Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial).
Gaya Hidup Kebarat-baratan (Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan
di Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak
lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, dan lain-lain).
8 Maryam Jameelah, Islam dan Modernisme, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), hal 45
Kesenjangan Sosial (Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa
individu yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan
memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain yang stagnan).
Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial.
1.5.3 Teori Rasionalitas Max Weber
Pemikiran Weber yang dapat berpengaruh pada teori perubahan sosial adalah dari
bentuk rasionalisme yang dimiliki. Pemikiran Weber rasionalitas meliputi empat macam
model yang ada di kalangan masyarakat. keberadaan rasionalitas itu dapat berdiri sendiri
tetapi juga simultan yang secara bersama menjadi acuan perilaku masyarakat. empat macam
model rasionalitas menurut Weber : (Salim, 2002: 39)
a) Tradisional rationality
Yang menjadi tujuan adalah perjuangan nilai yang berasal dari tradisi kehidupan masyarakat
(sehingga ada yang menyebut sebagai tindakan yang non-rational). Setiap kehidupan
masyarakat seringkali dikenal adanya aplikasi nilai, setiap kegiatan selalu berhubungan
dengan orientasi nilai kehidupan sehingga norma hidup bersama tampak lebih kokoh
berkembang. Contoh: upacara perkawinan yang menjadi tradisi hampir semua kelompok
etnis di Indonesia.
b) Value oriented rationality (wertrationalitat)
Suatu kondisi dimana masyarakat melihat nilai sebagai potensi hidup, sekalipun tidak aktual
dalam kehidupan keseharian. Kebiasaan ini di dukung oleh perilaku kehidupan agama (nilai
agama) serta budaya masyarakat yang berurat-berakar dalam kehidupan (tradisi), sebagai
contoh: orang kerja keras membanting tulang di Jakarta, kemudian setahun sekali mudik di
kampung daerah.
c) Affective rasionality
Jenis rasional yang bermuara dalam hubungan emosi yang sangat mendalam, dimana ada
relasi hubungan khusus yang tidak bisa diterangkandi luar lingkaran tersebut. Contohnya:
hubungan suami-istri, ibu-anak.
d) Purposive rationality/Rasionalitas Instumental
Bentuk rational yang paling tinggi dengan unsur pertimbangan pilihan yang rasional
sehubungan dengan tujuan tindakan dan alat yang dipilihnya. Di setiap komunitas
masyarakat, kelompok masyarakat, etnik tertentu, ada banyak unsur rasionalitas yang paling
popular yang banyak diikuti oleh masyarakat. sebagai contoh: rasionalitas ekonomi
seringkali menjadi pilihan utama di banyak masyarakat. sepanjang sejarah kehidupan
rasionalitas ini bisa menggerakkan banyak perubahan sosial, mengubah perilaku kehidupan
orang-perorangan secara kontekstual.
Jika dikaitkan dengan teori perubahan sosial yang dikemukakan oleh Max Weber, yang
dapat berpengaruh dalam perubahan sosial adalah dari bentuk rasionalisme yang dimiliki,
penulis memilih model tradisional rationality/tindakan tradisional. Dilihat dari Buk Sum,
pembuat dan penjual jamu tradisional di Dusun Sukoharjo, yang menjadi tujuan adalah
perjuangan nilai yang berasal dari tradisi kehidupan masyarakat sehingga ada yang
menyebut sebagai tindakan yang non-rational.
Tradisional rationality terlihat juga pada jamunya sendiri yang masih tradisional dengan
menggunakan bahan-bahan atau ramuan dari alam tanpa campuran obat-obatan kimia.
Dengan cara menjual jamu tradisional adalah salah satu bentuk tradisional rasionality yang
juga merupakan usaha untuk mempertahankan nilai-nilai kultur budaya jawa, dan juga
berusaha mewariskan nilai-nilai tradisional jawa secara utuh sehingga rasionalitas nilai
adalah apa yang mereka pertahankan dengan cara dan rasionalitas tradisional.
Menurut Himes dan Moore yang dikutip Soelaiman, perubahan sosial memiliki tiga dimensi,
yakni:
a. Dimensi struktural yang mengacu pada perubahan dalam bentuk struktur masyarakat,
menyangkut perubahan dalam peranan, muncul peranan baru, perubahan dalam struktur
kelas sosial, dan perubahan dalam lembaga sosial.
b. Dimensi kultural yang berorientasi pada perubahan kebudayaan dalam masyarakat.
Perubahan ini meliputi inovasi kebudayaan, difusi, dan integrasi. Inovasi kebudayaan
merupakan komponen internal yang menciptakan perubahan sosial, sedangkan integrasi
merupakan hasil penyatuan unsur-unsur buaya menjadi budaya baru.
c. Dimensi interaksional adalah adanya perubahan hubungan sosial dalam masyarakat.9
1.6 Telaah Pustaka
Berdasarkan penelusuran peneliti ditemukan penelitian yang memiliki kesamaan dan
perbedaan dengan penelitian yang dilakukan. Dengan demikian peneliti dapat mengetahui bagian
dan hal apa saja yang telah diteliti agar tidak terjadi pengulangan penelitian. Berikut penelitian
terdahulu yang menjadi rujukan oleh peneliti.
Dalam penelitian yang berjudul “ Eksistensi Jamu Cekok di Tengah Perubahan Sosial (Studi
di Kampung Dipowinatan, Kelurahan Keparakan, Kecamatan Mergangsan, Yogyakarta) oleh Sekar
Ageng Kartika, Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta 2012. Tujuan
penelitian tersebut untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jamu cekok masih tetap
eksis dan mengetahui eksistensi jamu cekok di tengah perubahan sosial.
Persamaan penelitian yang peneliti lakukan dengan penelitian ini adalah sama-sama
mengkaji eksistensi jamu serta ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jamu masih
tetap eksis hingga saat ini. Perbedaan lainnya adalah pada penelitian ini berfokus pada eksistensi
jamu tradisional di tengah kehadiran obat modern pada modernisasi zaman di Yogyakarta.
Sedangkan penelitian ini dilakukan di Dusun Sukoharjo, Condongcatur, Sleman,Yogyakarta
1.7 Metodologi Penelitian
1.7.1 Jenis Penelitian
9 Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011). Hlm 6
Metode merupakan suatu pendekatan yang di perlukan dalam penelitian guna memecahkan
suatu masalah. Metode penelitian merupakan cara utama yang dilakukan untuk mencapai tujuan
penelitian. Dalam pembuatan karya ilmiah tentunya peneliti menggunakan metode penelitian
yang disesuaikan dengan tema penelitian yang diangkat. Peneliti juga harus memahami
metodologi penelitian yang merupakan seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah (cara)
sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah-masalah tertentu.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini diartikan sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang, dengan kata lain metode ini adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah (Moleong, 2008: 6).
Pendapat lain dikemukakan oleh Kirk dan Miller yang mendefinisikan bahwa penelitian
kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan
orang-orang tersebut dalam bahasannya dan peristilahannya.
Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, atau gambaran, atau lukisan
secara sistematis, faktual atau akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar
fenomena yang diselidiki. Selain itu, fungsi dan pemanfaatan penelitian kualitatif salah satunya
untuk menelaah latar belakang misalnya masalah sosial. Dalam penelitian ini peneliti ingin
mengkaji permasalahan mengenai eksistensi jamu eksistensi jamu tradisional di tengah
kehadiran obat modern pada modernisasi zaman di Yogyakarta.
Pada hakikatnya penelitian deskriptif kualitatif(Sevilla, dkk, 1993:73) adalah suatu metode
dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek dengan tujuan membuat deskriptif,
gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta atau fenomena
yang diselidiki. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang
mempengaruhi eksistensi jamu tradisional di tengah kehadiran obat modern yang terjadi di saat
modernisasi zaman di Yogyakarta.
Sedangkan model penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metodologi fenomenologi. Istilah fenomenologi secara etimologis berasal dari kata fenomenadan
logos. Fenomena berasal dari kata kerja Yunani “phainesthai” yang berarti menampak, dan
terbentuk dari akar kata fantasi, fantom, dan fosfor yang artinya sinar atau cahaya. Dari kata itu
terbentuk kata kerja, tampak, terlihat karena bercahaya. Dalam bahasa kita berarti cahaya. Secara
harfiah fenomena diartikan sebagai gejala atau sesuatu yang menampakkan.
Fenomena dapat dipandang dari dua sudut. Pertama,fenomena selalu “menunjuk ke luar”
atau berhubungan dengan realitas di luar pikiran. Kedua,fenomena dari sudut kesadaran kita,
karena fenomenologi selalu berada dalam kesadaran kita. Oleh karena itu dalam memandang
fenomena harus terlebih dahulu melihat “penyaringan” (ratio), sehingga mendapatkan kesadaran
yang murni (Denny Moeryadi, 2009).
Dimana model penelitian fenomenologi ini merupakan pandangan berfikir yang
menekankan pada pengalaman-pengalaman manusia dan bagaimana manusia
menginterpretasikan pengalamannya. Ditinjau dari hakekat pengalaman manusia dipahami
bahwa setiap orang akan melihat realita yang berbeda pada situasi yang berbeda dan waktu yang
bebeda.
Ada beberapa ciri-ciri pokok fenomenologis yang dilakukan oleh peneliti fenomenologis
menurut Moleong( 2008:8) yaitu: (a) mengacu kepada kenyataan, dalam hal ini kesadaran
tentang sesuatu benda secara jelas (b) memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap
orang-orang yang berada dalam situasi –situasi tertentu. (c) memulai dengan diam.
Langkah pertama dalam penelitian fenomenologi melakukan penelitian fenomenologi adalah
meneliti fenomena yang akan dikembangkan. Selanjutnya peneliti mengembangkan pertanyaan
penelitian. Dalam mengajukan pertanyaan penelitian ada dua hal yang perlu dipertimbangkan
yaitu : (a) apakah unsur yang penting dari pengalaman atau perasaan, (b) apakah keberadaan
pengalaman menentukan hakikat manusia. Sumber data dari penelitian ini adalah fenomena yang
sedang dipelajari yang berupa pengalaman subjek yang diteliti. Data akan dikumpulkan melalui
wawancara langsusng, observasi, menggunakan video, catatan lapangan. Data yang dikumpulkan
diperoleh dari wawancara mendalam antara peneliti dengan informan (subjek).
Dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian yang menggunakan
pendekatan fenomenologi adalah sebuah penelitian yang mengamati tentang fenomena yang
terjadi dalam kehidupan manusia Dimana para peneliti berusaha masuk ke dalam dunia
konseptual para subjek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan
bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka disekitar peristiwa dalam
kehidupan sehari-hari.
Berkaitan dengan penelitian ini, maka penulis akan meneliti dan mengobservasi serta
wawancara secara alamiah terhadap para pembuat jamu tradisional di Dusun Sukoharjo di daerah
Condong Catur, Sleman, Yogyakarta yang merupakan dusun pembuatan jamu tradisional.
Sementara periodesasi dalam penelitian ini diambil pada April 2017- Juli 2017 .Dalam
penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah para pembuat jamu di Dusun Sukoharjo di
daerah Condong Catur, Sleman, Yogyakarta.
1.7.2 Teknik pengumpulan data
Wawancara
Metode wawancara merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data
atau keterangan lisan dari seseorang yang disebut responden melalui suatu
percakapan yang berlangsung secara sistematis dan terorganisasi, hasil percakapan
tersebut dicatat atau direkam oleh pewawancara. Wawancara dimaksudkan untuk
mendapatkan informasi dari narasumber seperti pendirian, pandangan, persepsi,
sikap, atau perilaku yang berkaitan dengan masalah atau isu yang diangkat.
Wawancara ini bersifat wawancara tidak terstruktur karena wawancara yang
dilakukan tidak memiliki setting wawancara dengan sekuensi pertanyaan yang
direncanakan yang dia akan tanyakan kepada narasumber. Dengan kata lain
pewawancara dalam wawancara tak terstruktur secara khas hanya mempunyi satu
daftar tentang topik atau isu, sering dinamakan sebagai satu interview guide yang
secara khas dicakup.
Wawancara juga akan melihat narasumber secara fungsinya, yakni narasumber
utama dan narasumber pendukung. Narasumber utama adalah pembuat jamu, dan
narasumber pendukung adalah konsumen jamu tradisional dan jamu modern.
Observasi
Observasi yang dilakukan penulis adalah dengan melihat secara langsung lokasi
salah satu sentra jamu tradisional secara langsung yaitu di Dusun Sukoharjo di
daerah Condongcatur, Sleman, Yogyakarta yang merupakan dusun pembuatan jamu
tradisional dan melihat bagaimana aktivitas keseharian dari para pembuat jamu.
Pengertian observasi merupakan suatu aktivitas penelitian dalam rangka
mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah penelitian melalui proses
pengamatan langsung di lapangan. Dalam hal ini pengamatan dilakukan dalam
lingkungan kegiatan ilmiah.
Studi Kepustakaan
Penelitian ini juga akan mengunakan studi kepustakaan (studi literatur) atau
dokumentasi yang berasal dari data penelitian terdahulu atau dari data sumber-
sumber pustaka yang lain yang relevan dengan masalah yang diteliti sehingga data
yang diperoleh sesuai dengan yang diinginkan.
1.7.3 Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian deskriptif, dengan lebih banyak
bersifat uraian dari hasil wawancara dan studi dokumentasi. Data yang peneliti
peroleh akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif.
Menurut Patton (Moleong, 2008:103), analisis data adalah “proses mengatur urutan
data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan uraian dasar”.
Definisi tersebut memberikan gambaran tentang betapa pentingnya kedudukan
analisis data dilihat dari segi tujuan penelitian. Prinsip pokok penelitian kualitatif
adalah menemukan teori dari data. Langkah pengumpulan data menurut Burhan
Bungin (2003:70) diawali dengan pengumpulan data dengan menggunakan
wawancara dan studi dokumentasi, reduksi data, reduksi data, display data, verifikasi
dan dan penegasan kesimpulan.
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
Pada BAB IV ini, penulis akan memaparkan data-data informasi yang diperoleh selama
melaksanakan penelitian di Dusun Sukoharjo, Condongcatur, Sleman, Yogyakarta. Data tersebut
berupa data wawancara, observasi langsung serta dokumen-dokumen sebagai data tambahan dalam
penyusunan penelitian ini. Fokus yang diteliti terkait eksistensi jamu tradisional di tengah kehadiran
obat herbal terstandar pada modernisasi zaman di Yogyakarta. Selain itu, pada BAB ini data akan
dianalisis sesuai dengan teori yang dipaparkan pada BAB II.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif karena peneliti
ingin memaparkan situasi atau peristiwa, mendeskripsikan secara rinci dan mendalam mengenai
kondisi yang sebenarnya terjadi menurut kejadian apa adanya di lapangan. Penelitian ini juga
menggunakan perspektif sosiologi komunikasi, dimana penulis meneliti tentang struktur sosial dan
proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial didalam masyarakat di Dusun Sukoharjo,
Condongcatur, Yogyakarta.
Penulis juga meneliti tentang bagaimana masyarakat yang ada di Dusun Sukoharjo, dan
bagaimana mereka berkomunikasi dengan sesamanya maupun dengan pembeli jamu tradisional.
Masyarakat dan komunikasi merupakan salah dua dari ruang lingkup sosiologi komunikasi, dimana
menurut Ralph linton (Soekanto:24:2003), masyarakat merupakan sekelompok manusia yang telah
hidup dan bekerja sama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan
menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan
dengan jelas.
Sedangkan komunikasi menurut Onong Uchyana (2002:11), mengatakan bahwa komunikasi
sebagai proses, pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran ata perasaan seseorang
(komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informas atau
opini yang muncul dari benak komunikator. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keraguan,
kekhawatiran, kemarahan, keberanian, maupun kegairahan yang muncul dari dalam hati.
Masyarakat yang ada di Dusun Sukoharjo berasal dari Dusun Sukoharjo Makmur,
Sukoharjo, Solo. Mayoritas pekerjaan masyarakat yang ada di Dusun Sukoharjo adalah pembuat
dan penjual jamu tradisional. Sumber data penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara yang
dilakukan dengan pembuat dan penjual jamu tradisional di Dusun Sukoharjo, Condongcatur,
Apoteker di Apotik Hidayah, dan konsumen jamu tradisional dan konsumen obat herbal terstandar.
3 Hasil Penelitian
3.1 Deskripsi Jamu Tradisional
3.1.1 Pengertian Jamu Tradisional
Di Indonesia, jamu sudah dikenal sejak lama. Merupakan obat tradisional, jamu
berasal dari kata jampi yang berarti ‘ramuan ajaib’ dalam karma Jawa Kuno. Jampi berarti
penggunaan mantera oleh dukun, sedangkan menjampi berarti ‘menyembuhkan dengan
magis atau mantera’ (Tilaar, 2010). Artinya, saat dukun membuat jamu, dia harus berdoa
meminta restu dari Tuhan.
Ada berbagai pendapat mengenai pernyataan ini. Orang Sunda mendefinisikan jampi
sebagai penyakit, roh, wabah/gangguan, atau pengaruh jahat. Di Bali, penjampi berarti
mengucapkan suatu mantra yang digunakan pada luka dan guna-guna magis. Menurut orang
Jawa, jampi (karma regional), selain japa, berarti ‘suatu magis/mantera, terutama untuk
menyembuhkan’.
Pendapat lain menyebutkan bahwa kata jamu berasal dari gabungan dua kata, yaitu
jampi dan oesodho. Di sini, jampi berarti usaha untuk mencari kesembuhan dan agar tubuh
tetap sehat, caranya dengan mantra (doa) atau tumbuhan obat. Sedangkan oesodho berarti
kesehatan atau sehat yang diperoleh melalui pengobatan atau tindakan lainnya. (Tilaar,
2010)
Jamu adalah obat tradisional yang mengandung seluruh bahan tanaman yang ada
dalam resep dan disajikan secara tradisional dalam bentuk seduhan, serbuk, cair, pil, atau
kapsul. Kriteria yang harus dipenuhi untuk kategori ini adalah aman sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan, memenuhi persyaratan mutu yang berlaku, dan klaim khasiat harus dapat
dibuktikan berdasarkan data empiris. (BPOM, 2005)
Pengolahan dan pemanfaatan jamu pun dilakukan secara turun-temurun berdasarkan
resep warisan leluhur, kepercayaan, budaya dan kebiasaan bangsa ini. Masyarakat Indonesia
telah menggunakan pengobatan tradisional jauh sebelum ada pelayanan kesehatan formal
dan obat-obatan modern.
3.1.2 Bahan-Bahan Jamu Tradisional
Ramuan jamu tradisional dibuat untuk berbagai keluhan penyakit. Selain itu jamu
tradisional yang dibuat oleh Buk Sum Gito juga menyediakan bermacam-macam pilihan
jamu seperti:
1) Kunyit Asam
Kunyit Asam merupakan paduan dari tumbuhan Curcuma domesticae dan Tamarindi
pulpa, yang berkhasiat untuk menjaga badan tetap sehat, ramping, dan wangi. Kunyit
seringkali ditambahkan ke dalam ramuan beras kencur untuk meningkatkan kebugaran
dan daya tahan tubuh. Kunyit aman dikonsumsi karena hasil uji toksisitas akut
menunjukkan nilai LD50 simplisia sebesar 2,5g/kg bb. Tidak ada efek toksik dan tidak
ada perubahan berat organ (National Toxicology Program, 1993)
2) Beras Kencur
Beras Kencur sebagai minuman jamu tradisional, selain mengandung beras dan
kencur, seringkali ditambahkan juga jeruk nipis dan kunyit. Beras mengandung tinggi
karbohidrat, protein dan vitamin B1. Sedangan kencur memiliki kandungan pati,
mineral dan minyak atsiri, yang antara lain berupa sineol, asam sinamat, borneol,
kamphene, dan asam anisat. Jeruk nipis ditambahkan ke dalam ramuan beras kencur
untuk penyegar karena mengandung vitamin C.(Anonim,2005)
3) Jahe
Mual dan muntah pada kehamilan dapat diatasi dengan jahe. Rimpang jahe
mengandung minyak esensial dan oleoresin, monoterpen aldehid dan alkohol. Rasa
pedas dan tajam yang berfungsi sebagai antiemetik adalah gingerol dan shogaol
(Balittro,2011)
4) Temulawak
Temulawak berfungsi untuk pembangkit nafsu makan, membersihkan perut dan
melancarkan ASI, temulawak juga berfungsi sebagai obat maag, susah buang air besar,
bisul, exim, sebagai obat radang hati dan menurunkan kolestrol. Temulawak
mengandung minyak astiri yang dapat menghambat perkembangan bakteri.
Temulawak (Curcuma scanthorriza juga populer di kalangan masyarakat (terutama di
Jawa), karena dipercaya mampu meningkatkan stamina tubuh, sebagai antiradang,
menambah nafsu makan, juga untuk mencegah dan mengobati penyakit lever
3.1.3 Cara Membuat Jamu Tradisional
Ramuan jamu tradisional dibuat sama untuk mengatasi berbagai keluhan penyakit.
Bahan-bahan tersebut dicuci bersih kemudian dikupas. Bahan-bahan yang sudah dikupas
dan dicuci tersebut ditumbuk kemudian direbus hingga mendidih atau hingga matang.
Rebusan yang sudah matang dibiarkan sampai agak dingin, kemudian disaring dengan
saringan. Rebusan yang sudah disaring dibiarkan dalam panci selanjutnya siap untuk dijual.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Buk Sum Gito yang menyatakan bahwa:
“.....Prosesnya ya ditumbuk, cuma kan semua bahan-bahan harus di cuci bersih ya. Kalau sudah biasa kan cuma dikira-kira bisa, gausah ditimbang atau ditakar,ya di
kira-kira aja, nanti soalnya kan ga mesti dapet berapa botol, mba...” (wawancara dengan Buk Sum Gito pada tanggal 17 Mei 2017 pukul 15:25 di rumah Buk Sum Gito)
Hal ini bertujuan agar jamu yang dihasilkan dalam keadaan segar dan mengutaman
kualitas jamu. Hal ini dipertegas kembali oleh Buk Sum Gito yang mengatakan membeli
bahan-bahan jamu setiap hari sekali, dan paling lama menyimpan barang-barang tersebut
selama dua hari.
“......Belanjanya kalo dari Solo ga setiap hari, soalnya beli banyak sekalian, kalo pas sudah habis ya nanti tergantung bikinnya. Kalo misalkan habis beli setiap hari, kadang dua hari sekali di Pasar Colombo....” (wawancara dengan Buk Sum Gito pada tanggal 17 Mei 2017 pukul 15:25 di rumah Buk Sum Gito)
Pernyataan diatas menyatakan bahwa jamu tradisional buatan Bum Sum Gito selalu
menyajikan jamu dalam keadaan segar dan mengutamakan kualitas jamu. Jika ada jamu
yang tidak habis terjual, sisa jamu akan dibuang. Menurut Buk Sum Gito menjaga kualitas
jamu dan cita rasa jamu sangatlah penting karena pembelipun bisa merasakan jamu yang
dijual dalam keadaan segar.
3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Eksistensi Jamu Tradisional
a. Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang muncul dari dalam diri pemilik dan pembuat jamu
tradisional. Faktor-faktor tersebut meliputi:
1) Melestarikan Warisan Leluhur
Jamu tradisional dapat bertahan hingga sekarang. Jamu tradisional ini dapat bertahan
salah satunya karena pemilik dan pembuat jamu tradisional ini yaitu Buk Sum Gito tetap
mempertahankan warisan tradisional leluhurnya. Keinginan Buk Sum Gito mempertahankan
jamu tradisional sudah menjadi prinsipnya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Buk Sum
Gito yang menyatakan bahwa:
“.....pengennya jamu tradisional itu tetep dilestarikan , biar engga mati, dan dipatenkan. Nanti juga usaha jamu ini bakal diteruskan oleh anak ibu, agar turun
temurun. Kalau misalkan saya udah tua, pengen anaknya yang nerusin, biar warisan jamu tradisional tetap ada...” (wawancara dengan Buk Sum Gito pada tanggal 17 Mei 2017 pukul 15:25 di rumah Buk Sum Gito)
Adanya kesadaran bahwa jamu merupakan warisan leluhur yang wajib untuk
dilestarikan menjadikan jamu tradisional Buk Sum Gito masih bertahan sampai sekarang.
Sebuah langkah kecil yang dilakukan Buk Sum Gito namun punya arti yang besar bagi
pelestarian jamu sebagai warisan budaya bangsa.
Jika dikaitkan dengan teori perubahan sosial, hal tersebut termasuk dalam proses
perubahan sosial yang dikemukakan oleh Roy Bhaskar, bahwa perubahan sosial terjadi
secara wajar. Proses perubahan sosial meliputi proses reproduction dan transformation.
Proses reproduction ini adalah proses mengulang, menghasilkan kembali segala hal yang
diterima sebagai warisan budaya dari nenek moyang kita sebelumnya. Warisan budaya
dalam kehidupan keseharian meliputi material atau kebendaan, teknologi dan immaterial
atau non benda, adat, norma, dan nilai-nilai, begitu juga dengan Buk Sum Gito yang masih
menjual dan membuat jamu tradisional dan menghasilkan kembali segala hal yang diterima
sebagai warisan budaya.
Roy Bhaskar menyatakan reproduction berkaitan dengan masa lampau perilaku
masyarakat, yang berhubungan dengan masa sekarang dan masa yang akan datang (Salim,
2002: 20)., sedangkan proses Transformation, adalah suatu proses penciptaan hal yang baru
yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi (Salim, 2002: 21). Proses
transformation dapat dikaitkan dengan perkembangan produksi jamu di Indonesia. Ilmu
pengetahuan dan teknologi menjadikan pabrik-babrik jamu di Indonesia kian berkembang.
Jamu tradisional diolah menjadi jamu-jamu modern dan dikemas lebih praktis.
2) Menggunakan Bahan-Bahan Tradisional
Jamu tradisional buatan Buk Sum Gito sangat mempertahankan nilai-nilai
tradisionalnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dijelaskan oleh Buk Sum Gito yakni:
“...prosesnya ya ditumbuk, cuma kan semua bahan-bahan harus di cuci bersih ya, dimasaknya juga pakai kwali dan arang karena lebih bagus daripada pakai kompor dan panci. Saya juga pernah ikut arisan di Lembaga Studi Kesehatan, bikin jamu-jamu instant itu, instant tapi kan ga ada campuran lain-lain loh mba, ga ada campuran kimia-kimia nya. Jadi ramuan alam semua...” (wawancara dengan Buk Sum Gito pada tanggal 17 Mei 2017 pukul 15:25 di rumah Buk Sum Gito)
Hal ini dapat dianalisis menggunakan teori perubahan sosial yang dikemukakan oleh
Max Weber, yang dapat berpengaruh dalam perubahan sosial adalah dari bentuk
rasionalisme yang dimiliki. Pemikiran Weber tentang rasionalitas meliputi empat macam
model yang ada di kalangan masyarakat. Keberadaan rasionalitas itu dapat berdiri sendiri
tetapi juga simultan yang bersama-sama menjadi acuan perilaku masyarakat. Empat macam
model rasionalitas tersebut menurut Weber adalah: tradisional rationality, value oriented
rationality, effective rationality, purposive rationality (rationality instrumental).
Dalam penelitian ini bahwa pemilik dan pembuat jamu tradisional masih
menggunakan tradisional rationality yaitu yang menjadi tujuan adalah perjuangan nilai yang
berasal dari tradisi kehidupan masyarakat, yang masih ingin melestarikan kebudayaan jamu
tradisional sehingga ada yang menyebut sebagai tindakan yang non-rational.
Tradisional rationality terlihat juga pada jamunya sendiri yang masih tradisional
dengan menggunakan bahan-bahan atau ramuan dari alam tanpa campuran obat-obatan
kimia dan cara pembuatan jamu juga terlihat tradisional yaitu dengan menggunakan kwali
dan arang yang dipercaya akan lebih bagus khasiatnya jika memasak menggunakan kompor
dan panci.
Jamu tradisional buatan Buk Sum Gito adalah salah satu bentuk tradisional
rasionality yang juga merupakan usaha untuk mempertahankan nilai-nilai kultur budaya
Jawa. Buk Sum Gito merupakan salah seorang dari pembuat dan penjual jamu tradisional
yang berusaha mewariskan nilai-nilai tradisional Jawa secara utuh sehingga rasionalitas nilai
adalah apa yang mereka pertahankan dengan cara dan rasionalitas tradisional.
b. Faktor Eksternal
1) Adanya Kepercayaan Masyarakat pada Jamu Tradisional
Jamu tradisional merupakan warisan budaya dari nenek moyang. Banyak beredarnya
obat herbal terstandar di tengah-tengah kehidupan masyarakat, tetapi hal ini tidak
mempengaruhi masyarakat untuk tetap memilih jamu. Hal ini diperkuat dengan pernyataan
Mba Wulan sebagai Apoteker, yakni:
“...kadang saya menawarkan pasien misalkan ada mahasiswi yang sakit datang bulan, saya menawarkan Mefinal, tapi mereka cenderung ke Kiranti. Mungkin mereka lebih cenderung ke tradisional daripada obat modern ini...” (wawancara dengan Mba Wulan pada tanggal 3 Juni 2017 pukul 13:05 di Apotik Hidayah)
Masyarakat yang membeli jamu tradisional buatan Buk Sum Gito karena mereka
percaya akan khasiat jamu tradisional yang dapat mengatasi masalah kesehatan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan salah seorang konsumen jamu tradisional buatan Buk Sum Gito,
yakni Dwi yang merasa cocok dan percaya akan khasiat jamu tradisional, yang menyatakan
bahwa:
“...waktu pertama tau menstruasi kan katanya orang tua minum jamu coba, nah setelah itu ngerasain loh kok agak enakan, perutnya jadi ga sakit-sakit gitu.oh yaudah semenjak itu jadinya suka minum jamu. kalau misalkan untuk di menstruasi , pada saat di menstruasi itu menghilangkan, tapi sebenarnya kunyit asam ga cuma buat itu aja sih khasiatnya banyak, apalagi kalau misalnya kadang saya juga pernah beli jamu bukan sama Buk Sum itu kan, ada beberapa tukang jamu yang bertanya mba mau pake mint ga? Biar ga masuk angin. Mau pake daun sirih ga mba, biar ga bau, katanya gitu. Nah sebenernya sih tergantung dari kitanya ingin seperti apa, gitu...” (wawancara dengan Dwi pada tanggal 16 Mei 2017 pukul 17:00 di Kompleks Prayan Wetan, Gejayan)
Tidak hanya Dwi sebagai konsumen jamu tradisional yang percaya akan khasiat jamu tradisional, Mba Widia salah satu konsumen obat herbal terstandar juga percaya akan khasiat jamu tradisional. Hal itu dibuktikan dengan wawancara saya dengan Mba Widia:
“...kalau efeknya untuk jamu itu rasanya kalau diminum secara langsung saat itu juga rasanya seger banget dan enak banget, dan efeknya yang saya rasakan juga cepat sekali untuk meredakan nyeri di perut gitu, mba. Tapi kalau untuk Kiranti itu ga seseger jamu, terus rasanya juga kaya ada pahit-pahit gitu, efeknya pun yang saya
rasakan ga secepet ketika saya mengonsumsi jamu tradisional, mba...” (wawancara dengan Mba Widia pada tanggal 16 Juli 2017 pukul 14:10 di Kos Rara Prayan Wetan, Gejayan)
Salah satu alasan Mba Widia mengonsumsi Kiranti dibanding jamu tradisional karena Kiranti mudah ditemui dan bisa ditemui kapan dan dimana saja. Hal ini tertuang dalam pernyataan Mba Widia ketika saya mewawancarainya:
“...kemarin saya kan kebetulan lagi menstruasi, untuk cari tukang jamu kan adanya di pagi hari, dan itu juga jarang saya ngeliatnya. Paling kalo ada tuh agak lumayan jauh dan itu juga adanya sore. Nah makanya kemarin saya mengonsumsi Kiranti tuh karena mudah ditemui dan bisa diminum kapan saja, mba...” (wawancara dengan Mba Widia pada tanggal 16 Juli 2017 pukul 14:10 di Kos Rara Prayan Wetan, Gejayan)
2) Harga yang Terjangkau
Jamu tradisional buatan Buk Sum Gito mempunyai banyak konsumen, salah satunya
Dwi. Selain dapat menyembuhkan beberapa penyakit, jamu juga harganya sangat
terjangkau. Buk Sum Gito tidak pernah mematuk harga yang mahal. Jamu dijual rata-rata
dengan harga Rp 6.000,- sampai Rp 10.000. masyarakat memilih jamu selain adanya
kepercayaan dari masyarakat akan khasiat jamu sendiri juga harganya yang dapat dijangkau
dengan lapisan masyarakat manapun. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Dwi:
“...kalau untuk biaya sih biasanya tergantung dari kecil besarnya jamu yang saya beli itu. Kan ada yang pake botol 1 liter, yang botol 500ml, sama yang di gelas, nah itu biasanya harganya beda-beda, biasanya saya beli harganya Rp 5.000, dan efek sampingnya ya mungkin yang saya dapet info pas lagi menstruasi itu ga merasakan sakit itu lagi, ya dan juga aroma darahnya itu tidak bau amis...” (wawancara dengan Dwi pada tanggal 16 Mei 2017 pukul 17:00 di Kompleks Prayan Wetan, Gejayan)
3) Khasiat Jamu Lebih Cepat Terasa di Badan Dibanding Obat Herbal Terstandar
Khasiat jamu lebih cepat terasa di badan daripada obat herbal terstandar. Karena
jamu dibuat dengan berdasarkan bahan-bahan herbal alami dan diramu oleh herbalis yang
ahli dan berpengalaman. Hal inilah yang menjadikan masyarakat lebih memilih jamu
dibandingkan dengan obat herbal terstandar. (menurut wawancara saya dengan konsumen
jamu tradisional dan obat herbal terstandar)
“...kalau jamu-jamu tradisional kan lebih aman ketika dikonsumsi setiap hari. Katanya ya kalau obat ada kimianya, kalau dikonsumsi jangka panjang ga baik. Jamu kunyit asam tuh, langgananku lambungnya kan gendut ya, sekarang jadi kecil karena minum kunyit asam setiap hari. (wawancara dengan Buk Sum Gito pada tanggal 17 Mei 2017 pukul 15:25 di rumah Buk Sum Gito)
3.3 Eksistensi Jamu Tradisional
Keberadaan jamu tradisional buatan Buk Sum Gito yang ada di Dusun Sukoharjo,
Condongcatur, Sleman, Yogyakarta masih eksis sampai sekarang. Jamu tradisional buatan
Buk Sum Gito tidak surut meski digempur arus modernisasi saat ini. Terbukti dari tahun
1992 sampai sekarang, Buk Sum Gito masih membuat dan menjual jamu tradisional dan
masih berdiri hingga saat ini
Berdasarkan dampak positif modernisasi yang diungkapkan oleh Affandi Kusuma,
yakni Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (Dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas dan
mendorong untuk berpikir lebih maju). Seiring dengan arus perubahan sosial teknologi kini
semakin canggih membawa perubahan dalam dunia kesehatan. Perubahan teknologi
memasuki era industrialisasi yang menjadikan jamu-jamu tradisional diproduksi secara
modern.
Terbukti dengan banyaknya pabrik-pabrik jamu besar di Indonesia, seperti jamu
galian singset, pegel linu dan lain-lain. Tidak hanya jamu-jamu orang dewasa saja yang
diproduksi secara modern tetapi jamu untuk anak-anak pun juga di produksi secara modern.
Keunggulan jamu-jamu modern adalah jamu modern dikemas secara praktis dan rasa jamu
sudah tidak lagi pahit.
Maraknya jamu yang dikemas secara modern yang kian bersaing dalam dunia
kesehatan tidak membuat jamu tradisional buatan Buk Sum Gito ini tergeser. Jamu
tradisional buatan Buk Sum Gito tetap mampu bertahan oleh arus globalisasi. Buk Sum Gito
pun tidak gentar menghadapi obat-obatan modern yang kian menjamur.
“...tetap optimis mba. Semangat pokoknya mba. Ga takut saya mba. Yang penting saya semangat. Ya mau gimana lagi mba. Ya harus dilestarikan...” (wawancara dengan Buk Sum Gito pada tanggal 17 Mei 2017 pukul 15:25 di rumah Buk Sum Gito)
Animo masyarakat memilih jamu sebagai obat masih jelas terlihat. Terbukti dengan
banyaknya pembeli yang membeli jamu tradisional buatan Buk Sum Gito. Artinya sebagaian
masyarakat masih percaya akan warisan nenek moyang.
“...mungkin karena sudah terbiasa pake jamu kali ya mba, soalnya kan kalo pake modern itu pake kimia,takut ketergantungan, nantinya efeknya kan buat ke badan saya juga kan ga tahu karena pake bahan kimia itu, mba...” (wawancara dengan Dwi pada tanggal 16 Mei 2017 pukul 17:00 di Kompleks Prayan Wetan, Gejayan)
Hasil penelitian ini menunjukkan jamu tradisional buatan Buk Sum Gito masih dapat
eksis sampai sekarang salah satunya juga masyarakat yang percaya akan khasiat jamu
tradisional
Pembeli jamu tradisional buatan Buk Sum Gito ini bukan orang dewasa saja. Jamu
untuk anak-anak yaitu jamu untuk mengatasi masalah nafsu makan juga tersedia. Buk Sum
Gito menjual jamu tradisionalnya setiap hari dengan berkeliling di daerah Gejayan-
Sanggrahan-Soropadayan-Prayan-Cepit-Jembatan Merah. Setiap hari, Buk Sum Gito
berjualan mengendarai sepeda motor merahnya. Pertama kali Buk Sum Gito menjual jamu
tradisionalnya dengan menggunakan bakul/di gendong pada tahun 1992, namun karena ada
kejadian yang tidak mengenakkan, Buk Sum Gito beralih ke sepeda motor.
Buk Sum Gito berkeliling dari jam 7 sampai jam 12 siang. Konsumen Buk Sum Gito
kebanyakan perempuan. Biasanya ibu menyusui, anak kost juga ada. Konsumennya juga ada
yang membeli di jalan. Pembeli orang dewasa kebanyakan dari mereka membeli jamu pegel
linu, beras kencur, dan jamu kunyit asam untuk ibu menyusui. Pembeli yang datang sehari
tidak menentu. Untuk harga, Buk Sum Gito tidak mematok harga jamunya terlalu tinggi.
“...kalau botol aqua itu Rp 6.000, kalau dulu mah Cuma Rp 1.000, terus yang 1 liter itu Rp 10.000, kalau 1,5liter itu se botol aqua itu Rp 15.000. Harganya sama tuh
kalau kencur, kunyit. Kalau misalkan mintanya spesial itu baru beda, kalau minta dibanyakin ini nya, apa minta kentel itu beda lagi...” (wawancara dengan Buk Sum Gito pada tanggal 17 Mei 2017 pukul 15:25 di rumah Buk Sum Gito)
Eksistensi jamu tradisional buatan Buk Sum Gito tidak hanya terbukti dari
banyaknya pembeli saja, tetapi adanya pembeli dari luar negeri yang ingin belajar secara
khusus bagaimana cara membuat jamu tradisional, untuk kemudian membawa dan
menjualnya di negara Amerika. Hal ini sesuai dengan pernyataan Buk Sum Gito yang
menyatakan bahwa:
“...ya pas kemarin saya juga disuruh untuk minta ajarin bikin jamu, di langganan saya yang asli orang Arab, tinggal di Tasman, itu mau jualan di Amerika apa di mana gitu, terus mereka bayar saya untuk melatih bikin jamu , untuk ngajarin bikin jamu, saya tidak keberatan. Saya dulu juga pernah sekolah mahal mba, karena pengen tahu dan ngerti khasiat dari jamu ini...” (wawancara dengan Buk Sum Gito pada tanggal 17 Mei 2017 pukul 15:25 di rumah Buk Sum Gito)
Selain itu, sebelum adanya peristiwa Gunung Merapi, orang Jerman pernah meminta
Buk Sum Gito untuk dilatih membuat jamu tradisional.
“...Sekarang kayanya sudah habis mba. Itu loh karena Merapi meletus itu. Itu berenti dulu kayanya soalnya ada yang meninggal juga, terus ada yang ditugaskan ke mana gitu, jadi sampai sekarang belum berjalan lagi. Kadang kesini satu bis, itu orang-orang Jerman itu, yang pintu belakang belum ditutup, jadi kita belajar bareng-bareng gitu...” (wawancara dengan Buk Sum Gito pada tanggal 17 Mei 2017 pukul 15:25 di rumah Buk Sum Gito)
3.4 Strategi Eksistensi Jamu Tradisional
Eksistensi jamu tradisional menjadi suatu bukti kultur Jawa yang masih
dipertahankan oleh sebagian kalangan masyarakat. Jamu sebagai produk ilmu pengobatan
masyarakat Jawa tidak hanya mengandung manfaat bagi kesehatan akan tetapi juga
mengandung nilai-nilai falsafah yang menjadi acuan bertindak masyarakat khususnya para
penikmat jamu itu sendiri.
Weber berpendapat bahwa dalam perubahan sosial tergantung pada rasionalitasnya.
Jamu tradisional yang dipertahankan sebagian masyarakat merupakan pertahanan nilai
kultur lokal dari modernisasi teknologi. Pendapat Weber tentang rasionalitas tradisional
mengandung maksud bahwa aplikasi nilai pada sebuah kultur agar tetap kokoh. Produk lokal
(jamu tradisional) yang tetap dijaga keaslianya dari segi kualitas dan produksinya adalah
wujud dari acuan berfikir masyarakat sebagai upaya menjaga nilai-nilai leluhur tetap
dipertahankan.
Jamu tradisional Buk Sum Gito tidak hanya membawa pola pikir yang tradisional
akan tetapi memiliki dasar rasionalitas nilai. Pemilik usaha ini dengan sengaja
mempertahankan produk dari segi bahan , cara memproduksi cara penyajian, dan cita rasa.
Nilai-nilai usaha dan nilai-nilai ekonomis sengaja dihindarkan karena rasionalitas nilai yang
menjadi acuan afeksi terhadap sesama ingin tetap mereka pertahankan. Perubahan sosial
yang memiliki cakupan lembaga nilai, norma, struktur dan sistem sosial adalah konsekuensi
dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Produk lokal ini (jamu tradisional)
adalah satu dari sekian banyak kultur jawa yang masih benar-benar asli. Terpaan produk
modern, seperti obat-obatan hasil pabrikasi tidak berubah dan mempengaruhi satu nilai
keaslian ini.
Jadi dapat disimpulkan bahwa strategi eksistensi jamu tradisional adalah:
a. Mempertahankan keaslihan bahan, cara pengolahan, dan cara penyajian.
b. Walaupun mereka sungguh tradisional, namun hal itu mereka gunakan untuk menjadi
satu nilai tambah kualitas produk yang langka dan spesial sehingga jamu tradisional
dikenal banyak kalangan baik secara nasional maupun internasional.
c. Menjual jamu tradisional dengan harga yang merakyat. Walaupun Buk Sum Gito bisa
saja menjual dengan harga tinggi, mengingat cara membuatnya membutuhkan waktu
yang lama, namun Buk Sum Gito masih memegang teguh bahwasanya jamu ini untuk
semua kalangan masyarakat, jadi agar semua masyarakat dapat membeli dan mencoba
jamu tradisionalnya.
Tiga hal diatas, adalah bentuk strategi bagaimana kultur dan nilai-nilai Jawa tetap
bertahan dibawah arus modernisasi dan teknologi modern. Produk yang akhirnya menjadi
kekuatan tawar menawar pada persaingan bebas pada masa ini.
3.5 Pokok-Pokok Temuan
Berdasarkan hasil penelitian tentang eksistensi jamu tradisional di tengah kehadiran obat
herbal terstandar pada modernisasi zaman di Yogyakarta diperoleh pokok-pokok temuan sebagai
berikut:
1. Eksistensi jamu tradisional masih jelas terlihat yaitu terbukti dengan Buk Sum Gito yang
menjual jamu dari tahun 1992 dan masih bertahan sampai saat ini. Selain itu jamu
tradisional Buk Sum Gito terkenal oleh warga luar negeri, seperti warga dari negara
Arab yang ingin diajarkan bagaimana membuat jamu tradisional, untuk kemudian jamu
tersebut akan dijual di Amerika.
2. Jamu tradisional Buk Sum Gito masih mempertahankan keaslihan bahan, cara
pengolahan, dan cara penyajian. Terbukti dengan penyajiannya yang ditumbuk, dan
dimasaknya menggunakan kwali dan arang
3. Efek samping jamu lebih cepat terasa di badan daripada obat herbal terstandar..
4. Menjual jamu tradisional dengan harga yang merakyat. Buk Sum Gito masih memegang
teguh bahwasanya jamu ini untuk semua kalangan masyarakat, jadi agar semua
masyarakat dapat membeli dan mencoba jamu tradisionalnya.
5. Jamu tidak tahan lama. Sekali membuat segera diminum, karena jamu yang terlalu lama
disimpan menjadikan bakteri atau racun.
6. Jamu tradisional Buk Sum Gito tidak hanya terkenal secara nasional tetapi terkenal juga
secara internasional.
7. Masyarakat di Jogja lebih memilih jamu tradisional dibanding obat herbal terstandar
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian tentang eksistensi jamu tradisional di tengah kehadiran obat herbal
terstandar pada modernisasi zaman di Yogyakarta pada studi Fenomenologi di Dusun Sukoharjo,
Condongcatur, Sleman, Yogyakarta maka dapat diambil kesimpulan bahwa jamu tradisional
merupakan warisan budaya nenek moyang yang patut untuk dijaga dan dilestarikan.
1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Eksistensi Jamu Tradisional
A. Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang muncul dari dalam diri pemilik warung jamu
tradisional sendiri. Faktor-faktor tersebut meliputi
- Melestarikan Warisan Leluhur karena ingin tetap mempertahankan warisan tradisional
leluhurnya dan sudah menjadi prinsipnya.
- Menggunakan Bahan-Bahan Tradisional karena menggunakan kwali dan arang yang
dipercaya akan lebih bagus khasiatnya dibanding jika memasak menggunakan kompor
dan panci
B. Faktor Eksternal
- Adanya Kepercayaan Masyarakat pada Jamu Tradisional karena merek percaya akan
khasiat jamu tradisional yang dapat mengatasi masalah kesehatan
- Harga yang terjangkau karena dapat dijangkau dengan lapisan masyarakat manapun
2. Bentuk-Bentuk Eksistensi Jamu Tradisional Yaitu :
- Jamu Tradisional berdiri dari tahun 1992 hingga saat ini.
- Tidak hanya masyarakat lokal yang membeli jamu tradisiona, tapi juga warga luar
negeri.
- Konsumen yang meningkat setiap tahunnya.
3. Strategi Pemilik Warung Jamu Tradisional Agar Tetap Eksis:
a. Mempertahankan keaslihan bahan, cara pengolahan, dan cara penyajian.
b. Walaupun mereka sungguh tradisional, namun hal itu mereka gunakan untuk menjadi
satu nilai tambah kualitas produk yang langka dan spesial sehingga jamu tradisional
dikenal banyak kalangan baik secara nasional maupun internasional.
c. Menjual jamu tradisional dengan harga yang merakyat.
Tiga hal diatas, adalah bentuk strategi bagaimana kultur dan nilai-nilai Jawa tetap bertahan
dibawah arus modernisasi dan teknologi modern. Produk yang akhirnya menjadi kekuatan tawar
menawar pada persaingan bebas pada masa ini.
B. SARAN
Berdasarkan penelitian tentang eksistensi jamu tradisional di tengah kehadiran obat herbal
terstandar pada modernisasi zaman di Yogyakarta dengan studi Fenomenologi di Dusun Sukoharjo,
Condongcatur, Sleman, Yogyakarta maka diperoleh beberapa saran terkait dengan eksistensi jamu
tradisional Buk Sum Gito. Saran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Harus ada bantuan atau perhatian dari Pemerintah untuk membantu agar jamu tradisional
masih bisa bertahan ditengah kehadiran obat herbal terstandar. Mengingat, Pemerintah
belum pernah turun tangan untuk melestarikan jamu tradisional
2. Masyarakat hendaknya lebih selektif memilih jamu-jamu tradisional yang dikemas secara
modern.
3. Kita sebagai generasi bangsa hendaknya ikut melestarikan warisan nenek moyang dengan
memilih jamu sebagai pengobatan tradisional.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku:
Agus Salim. 2002. Perubahan Sosial; Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus di Indonesia. Yogyakarta: Tiara Wacana yogya.
Alvin Y.So, Suwarsono. 1990. Perubahan Sosial dan Pembangunan di. Indonesia.: LP3ES
BPS Kota Yogyakarta. 2010. Kota Yogyakarta Dalam angka 2010. Yogyakarta: BPS Kota Yogyakarta.
Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif . Jakarta: PT Raja. Grafindo Persada.
Burhan Bungin. 2006. Sosiologi Komunikasi. Surabaya: Kencana Prenada Media Group
Denny Moeryadi. 2009. Pemikiran Fenomenologi menurut Edmund Husserl. Dipublikasi oleh jurnalstudi.blogspot
Depdikbud RI. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka.
Dwiyanto dan Tim. 2009. Ramuan Tradisional. Yogyakarta: Mitra Sejati.
Faisal Ismail. 1998. Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis. Yogyakarta: Titian Ilahi Press
Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: PT Kencana Prenada Media Group
Laswell, Harold. 1948. The Structure and Function of Communication in Society. New York: Harper
Lauer, H. Roberti. 1993. PERSPEKTIF TENTANG PERUBAHAN SOSIAL. Jakarta: PT RINEKA CIPTA
Lesamana, S. 2014. Pamor Jamu Kian Memikat Para Pesohor. Majalah Sains Indonesia Edisi 34 Oktober 2015
Lexy J. Moleong. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Maclver, Robert M. 1961. The Web of Government dalam Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Martha Tilaar, Bernard T.Widjaja,MM. 2014. The Power of Jamu Kekayaan dan Kearifan Lokal Indonesia. Gramedia.
Maryam Jameelah. 1982. Islam dan Modernisme. Surabaya: Usaha Nasional.
Moore, Wilbert. E (1974). Social Change (Second Edition)
Mustofa Arrir. Sosiologi Modernisasi: Perpustakaan Daerah Yogyakarta)
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Ning Harmanto dan M.Ahkam Subroto. 2007. Pilih Jamu dan Herbal Tanpa Efek Samping. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Nurcholish Madjid. 1997. Islam Kemodernan dan Keindonesiaan. Bandung: Mizan
Selo Soemardjan. Perubahan Sosial di Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Sevilla,dkk. 1993. Pengantar Metode Penelitian. UI Press, Jakarta
Soekadijo. 1991. MODERNISASI Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-Negara Sedang Berkembang. Jakarta:PT Gramedia
Soerjono Soekanto. 1984. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV.Rajawali.
Suharmiati, Apt. Sehat dengan Ramuan Tradisional . Menguak Tabir & Potensi Jamu Gendong. Agromedia Pustaka
Sumaatmadja, Nursid. 1981. Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan. Bandung : Alumni
Wasito Hendri. 2011. Obat Tradisional Kekayaan Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Weiner Myron. 1994. MODERNISASI dinamika pertumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press..
Yasyin, Sulchan. 1995. Kamus Pintar Bahasa Indonesia. Amanah. Surabaya
Yuliarti, Nurheti (2008). Food Supplement:Panduan Mengonsumsi Makanan Tambahan Untuk Kesehatan Anda. Yogyakarta: Banyu Meida
B. Website
http://jamuindonesia.com/shop/index.php?route=news/article&news_id=15 diakses pada tanggal 9 Maret pukul 17.15
Joko Prasetiyo, “Jamu-Nusantara”, http://www.bursaide.com/ide/143/jamu-nusantara . diakses pada tanggal 9 Maret Pukul 19.00
Hendrawan, P. 2012. Jamu Sidomuncul Masuk Pasar Singapura dan Australia.EdisiSabtu,25Februari2012. http://bisnis.tempo.co/read/news/2012/02/25/090386338/jamu-sidomuncul-masuk-pasar-singapura-dan-australia (diakses pada tanggal 15 Juli 2017 pukul 15:30)
Amirullah. 2014. Ny Meneer Buat Minyak Telon di Malaysia dan Vietnma. EdisiSenin,17November2014. http://bisnis.tempo.co/read/news/2014/11/17/090622566/ny-meneer-buat-minyak-telon-di-malaysia-dan-vietnam (diakses pada tanggal 15 Juli 2017 pukul 16:00)
Tempo.2014. Herbal Lokal yang diminati di Mancanegara Edisi Sabtu 11 Januari2014. http://www.tempo.co/read/news/2014/01/11/140543917/herbal-lokal-yang-diminati-di-mancanegara (diakses pada tanggal 15 Juli 2017 2017 pukul 17:22)
Trip, B. 2012. Situs Time Mengulas Jamu. Edisi Kamis 1 Maret 2012. http://tekno.tempo.co/read/news/2012/03/01/061387342/situs-time-mengulas-jamu (diakses pada tanggal 15 juli 2017 pukul 20:20 )
https://maggo.co.id/blog/jamu/pengobatan-tradisional-jamu-kian-diakui-masyarakat-luas/ diakses pada tanggal 15 Juli 2017 Pukul 22:02