pengaruh pemberian edible coating kitosan mikrokristalin ...repository.ub.ac.id/4647/1/mikho imam...
TRANSCRIPT
Pengaruh Pemberian Edible Coating Kitosan Mikrokristalin
pada Tahu Bulat Terhadap Kadar Air, Kadar Protein dan
Kadar Lemak Asam Bebas (FFA)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains dalam bidang Kimia
oleh:
MIKHO IMAM FAUZI
115090200111023
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
i
Pengaruh Pemberian Edible Coating Kitosan Mikrokristalin
pada Tahu Bulat Terhadap Kadar Air, Kadar Protein dan
Kadar Lemak Asam Bebas (FFA)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains dalam bidang Kimia
oleh:
MIKHO IMAM FAUZI
115090200111023
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Pengaruh Pemberian Edible Coating Kitosan Mikrokristalin
pada Tahu Bulat Terhadap Kadar Air, Kadar Protein dan
Kadar Lemak Asam Bebas (FFA)
oleh:
Mikho Imam Fauzi
115090200111023
Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji
pada tanggal 1 Agustus 2017
dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains dalam bidang Kimia
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Darjito, S.Si., M.Si
NIP. 197007081995031001
Menyetujui,
Dosen Pembimbing II
Dr. Tutik Setianingsih, M.Si
NIP. 196912221994022001
Menyetujui,
Ketua Jurusan Kimia
Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Masruri, S.Si.,M.Si.,Ph.D
NIP. 197310202002121001
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Mikho Imam Fauzi
NIM : 115090200111023
Jurusan : Kimia
Penulis skripsi berjudul :
Pengaruh Pemberian Edible Coating Kitosan Mikrokristalin
pada Tahu Bulat Terhadap Kadar Air, Kadar Protein dan
Kadar Lemak Asam Bebas (FFA)
Dengan ini menyatakan bahwa :
1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya sendiri
dan tidak menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang
termaktub di isi dan tertulis di daftar pustaka dalam skripsi ini.
2. Apabila di kemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti
hasil jiplakan, maka saya akan bersedia menanggung segala
resiko yang akan saya terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang, 1 Agustus 2017
Yang menyatakan,
(Mikho Imam Fauzi)
NIM. 115090200111023
iv
Pengaruh Pemberian Edible Coating Kitosan Mikrokristalin
pada Tahu Bulat Terhadap Kadar Air, Kadar Protein dan
Kadar Lemak Asam Bebas (FFA)
ABSTRAK
Tahu bulat merupakan jajanan yang digemari akhir akhir ini.
Satu pabrik tahu bulat mampu menjual sekitar 500.000 butir tahu
bulat dalam satu hari. Namun terdapat kelemahannya, yaitu masa
basinya yang cepat sekitar satu hari diluar kulkas. Oleh karena itu
dibutuhkan cara agar dapat memperlama masa basi diluar kulkas,
salah satu caranya dengan edible coating. Teknik ini dilakukan
dengan membuat edible coating dari kitosan yang dilarutkan
kedalam asam asetat dua persen kemudian tahu bulat dicelupkan
kedalam edible coating selama sepuluh menit dan diuji kadar air,
kadar protein, kadar FFA, dan warna fisik tahu bulatnya. Dari
penelitian yang sudah dilakukan didapatkan hasil tidak terjadi
perubahan yang signifikan terhadap uji protein dari masing masing
variasi jumlah kitosan dari hari ke hari. Dari uji kadar air dan kada
FFA tahu bulat yang dilapisi edible coating dengan kitosan 4 g
cenderung tetap atau tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan
dari hari ke hari, sedangkan tahu bulat yang tidak dilapisi dan
dilapisi dengan edible coating 2 g dan 3 g terdapat perbedaan yang
signifikar dari hari ke harinya. Dilihat dari uji warna tahu bulat yang
tidak dilapisi edible coating dari hari kehari berupah warna menjadi
lebih coklat kehitaman, sendangkan tahu bulat yang dilapisi edible
coating 2 g, 3g, dan 4 g pada hari pertama dan kedua tetap warnanya
dan pada hari ke 3 sudah mulai ada sedikit jamur. Dari hasil yang
diperoleh disimpulkan bahwa tahu bulat yang dilapisi dengan edible
coating 4 g lebih tahan lama diluar kulkas dibanding tahu bulat yang
tidak dilapisi edible coating dan dilapisi edible coating 2 g dan 3 g.
Kata Kunci ; Edible Coating, Kitosan, Asam asetat, Kadar air, Kadar
protein, Asam Lemak Bebas (FFA)
v
The Influence of Edible Coating Chitosan Microkrystalin on
Round Knowledge of Water Content, Protein Content and Fat
Free Acid Fat (FFA)
ABSTRACT
Round tofuis a popular snack. A factory is able to sell about 500,000
the round tofu in per day. However there are disadvantages, such as
the fast basin time if putting the tofu outside refrigerator. Therefore
a way is needed to make it longer by applying edible coating. This
technique was conducted by dipping the tofu for ten minutes into the
chitosan solution which contained 2% acetic acid. The treated tofu
was analyzed to determine moisture content, protein content, FFA
levels, and physical color. Result the research showed that addition
of 4 g chitosan caused no significant changing of protein content,
moisture content, and FFA levels. In other side, addition of both 2 g
and 3 g caused the significant ones. The coated tofu 2 g and 3 g
showed no changing of color, where as the uncoated tofu showed
changing of color from white to black brown. Mushroom was
emerged for all treatment after three days. From this research, it is
concluded that treatment of the tofu using 4 g of edible coating
caused the tofu more durable outside refrigerator than without and
both 2 g and 3 g edible coating and coated edible coating 2 g and 3 g.
Key words: Edible coating, Chitosan, Acetic acid, Moisture content,
Protein content, Free Faty Acid (FFA)
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat, hidayah serta karuniaNya sehingga
penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Edible
Coating Kitosan Mikrokristalin pada Tahu Bulat Terhadap
Kadar Air, Kadar Protein dan Kadar Lemak Asam Bebas
(FFA)” dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana sains dalam
bidang kimia fakultas MIPA Universitas Brawijaya.
Penyusunan skripsi ini tidaklah lepas dari berbagai bantuan
yang banyak diberikan oleh berbagai pihak, maka dalam kesempatan
ini mengucapkan terima kasih banyak kepada:
1. Darjito, S.Si., M.Si selaku dosen Pembimbing I, atas segala
perhatian, pengarahan, bimbingan, dukungan, ketelatenan
kesabaran serta doa yang diberikan kepada penulis selama
menyusun skripsi ini.
2. Dr. Tutik Setianingsih, M.Si Selaku dosen Pembimbing II atas
Pengarahan, perhatian, bimbingan serta doa yang diberikan
kepada penulis.
3. Masruri, S.Si.,M.Si.,Ph.D selaku Ketua Jurusan Kimia yang telah
memberikan fasilitas kepada penulis untuk memperbolehkan
penelitian di seluruh laboratorium kimia.
4. Bapak/Ibu dosen penguji, atas segala perhatian serta masukan dan
saran yang diberikan kepada penulis untuk perbaikan naskah
skripsi ini.
5. Kedua orang tua, is t r i , beser ta keluarga besar tercinta yang
selalu mengiringi penulis dengan semangat, perhatian, kasih
sayang, dukungan serta doa hingga terselesaikannya tugas akhir
ini.
6. Semua teman-teman di jurusan Kimia dan segenap pihak atas
dukungan, semangat serta doanya.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu dengan kerendahan hati, penulis
mengharap kritik dan saran guna perbaikan dan penyempuraan
naskah ini sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................. iii
ABSTRAK ................................................................................ iv
ABSTRACT ............................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................ vii
DAFTAR TABEL .................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ........................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................... 2
1.3 Batasan Masalah ........................................................... 2
1.4 Tujuan ........................................................................... 2
1.5 Manfaat ........................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................. 5
2.1 Tahu .............................................................................. 5
2.2 Edible Coating .............................................................. 6
2.3 Kitosan .......................................................................... 7
2.4 Asam Asetat .................................................................. 10
2.5 Uji Kadar Protein .......................................................... 11
2.6 Uji Kadar Air ................................................................ 11
2.7 Uji Ketengikan/ FFA .................................................... 12
BAB III METODE PENELITIAN ......................................... 13
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................... 13
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ............................................ 13
3.3 Tahapan Penelitian ....................................................... 13
3.4 Metode Kerja ................................................................ 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................. 15
4.1 Menentukan Komposisi Kitosan Optimum Untuk
Proses Edible Coating .................................................. 15
4.2 Pengaruh Edible Coating Terhadap Kadar Air............. 16
4.3 Pengaruh Edible Coating Terhadap Sifat Kimia …..... 17
viii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................... 25
4.4 Kesimpulan ................................................................... 25
4.5 Saran ............................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 27
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Standart Kualitas Tahu Berdasarkan SNI
01-3142-1998 ....................................................... 6
Tabel 2.2 Sifat Fisik dan Kimia Asam Asetat ....................... 10
Tabel 4.1 variasi jumlah kitosan terhadap daya simpan ....... 15
Tabel 4.2 Uji Kadar Air Pada Tahu Bulat ............................ 16
Tabel 4.3 Uji Kadar Protein Tahu Bulat ............................... 17
Tabel 4.4 Uji Kadar FFA Pada Tahu Bulat ........................... 19
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Uji Kadar Air Tahu Bulat ..................................... 16
Gambar 4.2 Uji Kadar Protein Tahu Bulat ............................... 18
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang melimpah akan kekayaan
alam. Hasil pertanian beraneka ragam, salah satunya adalah kedelai
yang memiliki nama ilmiah Glycine max. Kedelai sendiri dapat
dijadikan berbagai bahan olahan seperti kecap, tahu, dan tempe.
Apalagi tahu dan tempe merupakan makanan yang hampir seluruh
rakyat Indonesia mengkonsumsinya. Dikarenakan harga terjangkau,
mudah didapat, dan memiliki kandungan protein tinggi. Sekarang
dapat ditemukan banyak variasi tahu, diantaranya tahu sutra, tahu
susu, tahu kuning, tahu bakso, tahu bulat, dan lain lain.
Pada penelitian ini penulis akan fokus pada olahan tahu variasi
tahu bulat karena sedang booming. Pada bulan november 2016, satu
home industry tahu bulat di Tasikmalaya mampu menjual 500.000
butir per hari dengan rincian 15.000 butir diluar jawa dan sisanya
terjual di pulau jawa (radartasikmalaya.com, 2016). Namun terdapat
kekurangan pada tahu bulat, yaitu masa basinya yang cepat sekitar 1
hari diluar kulkas. Hal ini menjadi salah satu penyebab penjualan
tahu bulat susah untuk menembus sekala nasional. Jika dipaksakan
untuk menjual tahu bulat sekala nasional, ada kemungkinan tahu
bulat basi dipertengahan jalan karena lama waktu perjalanan lebih
dari dua hari. Jika dikirim lewat pesawat, maka biaya transportasinya
bisa lebih mahal dari tahu bulat.
Terdapat beberapa hal yang menyebabkan makanan basi, salah
satunya yaitu masuknya mikroba kedalam bahan pangan melalui
media dudara, debu, tangan, atau media lainnya. Oleh karena itu
dibutuhkan solusi yang dapat memperlama masa basi tahu bulat
sehingga tahu bulat masih dalam kondisi baik ketika diterima oleh
pembeli. Salah satu cara aman yang dapat dilakukan untuk
memperlama masa basi yaitu dengan memberikan edible coating
pada tahu bulat.
Teknologi edible coating merupakan teknologi yang dapat
dijadikan suatu pilihan untuk memperpanjang masa simpan suatu
produk yang berasal dari bahan baku mudah diperbaharui, seperti
lipid, polisakarida, dan protein. Beberapa keuntungan produk yang
dilapisi dengan edible coating berbasis pati yaitu (1) menurunkan
2
aktivitas air pada permukaan bahan, sehingga kerusakan oleh
mikroorganisme dapat dihindari karena terlindung oleh lapisan edible
coating, (2) menjadikan permukaan bahan terlihat mengkilat, (3)
meminimalisir terjadinya dehidrasi sehingga susut bobot dapat
dicegah, (4) mengurangi terjadinya kontak oksigen dengan produk
sehingga mengurangi terjadinya ketengikan, dan (5) sifat asli produk
seperti flavour tidak mengalami perubahan oleh Widyaningrum,
2015 [1]
Pada penelitian kali ini edible coating akan dibuat dengan bahan
kitosan dan asam asetat 2% dengan parameter yang diuji yaitu kadar
air, kadar protein, dan kadar asam lemak bebas (FFA).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang dibahas dalam
skripsi ini sebagai berikut:
1. Bagaimana menentukan komposisi optimum edible coating
untuk tahu bulat?
2. Bagaimana pengaruh edible coating pada sifat kimia dan
sifat fisik pada tahu bulat?
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dari skripsi adalah sebagai berikut:
1. Bahan bahan yang digunakan yaitu tahu, dan asam asetat
dengan takaran yang tetap.
2. Bahan utama pembuat edible coating adalah kitosan.
3. Pelarut yang digunakan adalah asam asetat 2%.
4. Waktu diping tahu bulat selama 10 menit.
5. Pengujian berdasar sifat fisik dan kimia.
1.4 Tujuan
Tujuan dari skripsi adalah sebagai berikut:
1. Menentukan komposisi optimum edible coating untuk tahu
bulat.
2. Mengetahui pengaruh edible coating pada sifat kimia dan
sifat fisik pada tahu bulat.
3
1.5 Manfaat
Manfaat penulisan skripsi adalah sebagi berikut:
1. Mengaplikasi edible coating pada tahu bulat untuk
memperpanjang masa basi.
4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA.
2.1 Tahu
Kedelai merupakan salah satu komoditi pertanian yang banyak
dikonsumsi oleh aneka industri pangan dan rumah tangga di
Indonesia. Di Indonesia, kedelai telah banyak diolah menjadi aneka
produk makanan bernilai tinggi seperti tahu, tempe, kecap, tauco,
oncom, susu kedelai, dan lain-lain oleh Salim, 2012 [2]
Tahu diprooduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu
akan menggumpal bila bereaksi dengan asam (cuka). Penggumpalan
protein oleh asam cuka akan berlangsung secara cepat dan serentak
di seluruh bagian cairan sari kedelai, sehingga sebagian besar air
yang semula tercampur dalam sari kedelai akan terperangkap
didalamnya. Pengeluaran air yang terperangkap tersebut dapat
dilakukan dengan memberikan tekanan. Semakin besar tekanan yang
diberikan, semakin banyak air dapat dikeluarkan dari gumpalan
protein.Gumpalan protein itulah yang kemudian disebut sebagai tahu
oleh Ida, 2015 [3]
Tahu bersifat mudah rusak. Pada kondisi normal (suhu
kamar) daya tahannya rata-rata sekitar 1 – 2 hari saja. Setelah lebih
dari batas tersebut rasanya menjadi asam dan terjadi penyimpangan
warna, aroma, dan tekstur sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.
Hal ini disebabkan oleh kadar air dan protein tahu relatif tinggi,
masing-masing 86% dan 8%-12%. Tahu mengandung lemak 4,8%
dan karbohidrat 1,6%. Dengan komposisi nutrisi tersebut, tahu
merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme
pembusuk, terutama bakteri oleh Koswara, 2011 [4]
6
Tabel 2.1 Standar Kualitas Tahu Berdasarkan SNI 01-3142-1998
Sumber: Koswara 2011
2.2 Edible Coating Edible coating adalah suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan
yang dapat dimakan, dibentuk melapisi makanan (coating) yang
berfungsi sebagai penghalang terhadap perpindahan massa (seperti
kelembaban, oksigen, cahaya, lipid, zat terlarut) dan atau sebagai
pembawa aditif serta untuk meningkatkan penanganan suatu
makanan oleh Latifah, 2008 [5]
Edible coating adalah suatu lapisan tipis, terbuat dari bahan
yang dapat dikonsumsi, dan dapat berfungsi agar tidak kehilangan
kelembaban, bersifat permeabel terhadap gas-gas tertentu, serta
mampu mengontrol migrasi komponen-komponen larut air yang
dapat menyebabkan perubahan pigmen dan komposisi nutrisi sayuran
oleh Krochta, 2002 [6]
7
Metode untuk aplikasi coating pada buah dan sayuran terdiri
dari beberapa cara, yakni metode pencelupan (dipping), pembusaan,
penyemprotan (spraying), penuangan (casting) dan aplikasi
penetesan terkontrol. Metode dipping merupakan metode yang paling
banyak digunakan terutama untuk sayuran, buah, daging, dan ikan,
dimana melalui 14 metode ini produk akan dicelupkan ke dalam
larutan yang digunakan sebagai bahan coating oleh Donhowe dan
Fennema, 1994 [7]
Ada beberapa teknik aplikasi edible coating pada produk, yaitu :
a. Pencelupan (Dipping)
Biasanya teknik ini digunakan pada produk yang memiliki
permukaan kurang rata. Setelah pencelupan, kelebihan bahan
coating dibiarkan terbuang. Produk kemudian dibiarkan dingin
hingga edible coating menempel. Teknik ini telah diaplikasikan
pada daging, ikan, produk ternak, buah dan sayuran.
b. Penyemprotan (Spraying)
Teknik ini menghasilkan produk dengan lapisan yang lebih tipis
atau seragam daripada teknik pencelupan. Teknik ini digunakan
untuk produk yang mempunyai dua sisi permukaan.
c. Pembungkusan (Casting).
Teknik ini digunakan untuk membuat film yang berdiri sendiri,
terpisah dari produk. Teknik ini diadopsi dari teknik yang
dikembangkan untuk nonedibel coating.
d. Pengolesan (Brushing).
Teknik ini dilakukan dengan cara mengoles edible coating pada
produk. Pengolesan dilakukan dengan bantuan kuas
Pada dasarnya edible coating dan edible film memiliki definisi
dan karakteristik yang sama. Perbedaan keduanya hanya terletak
pada cara pengaplikasikannya pada produk pangan. Perbedaan edible
coating dan edible film yaitu edible coating langsung digunakan pada
permukaan produk, sedangkan edible film biasanya dibuat terpisah
berupa lembaran tipis atau pencetakan/casting kemudian
diaplikasikan pada produk oleh Robertson, 1992 [8]
2.3 Kitosan
Kitosan adalah senyawa polimer alam turunan kitin yang
diisolasi dari limbah perikanan, seperti kulit. udang dan cangkang
kepiting dengan kandungan kitin antara 65%-70%. Sumber bahan
8
baku kitosan yang lain di antaranya kalajengking, jamur, cumi,
gurita, serangga, laba - laba dan ulat sutera dengan kandungan kitin
antara 5%-45%. Kitosan merupakan bahan kimia multiguna
berbentuk serat dan merupakan kopolimer berbentuk lembaran tipis,
berwarna putih atau kuning, tidak berbau. Kitosan merupakan produk
deasetilasi kitin melalui proses kimia menggunakan basa natrium
bidroksida atau proses enzimatis menggunakan enzim chitin
deacetylase. Serat ini bersifat tidak dicerna dan tidak diserap tubuh.
Sifat menonjol kitosan adalah kemampuan mengabsorpsi lemak
hingga 4-5 kali beratnya oleh Rismana, 2006 [9]
Kitosan adalah senyawa kimia yang berasal dari bahan hayati
kitin, suatu senyawa organik yang melimpah di alam ini setelah
selulosa. Kitin ini umumnya diperoleh dari kerangka hewan
invertebrata dari kelompok Arthopoda sp, Molusca sp, Coelenterata
sp, Annelida sp, Nematoda sp, dan beberapa dari kelompok jamur
Selain dari kerangka hewan invertebrata, juga banyak ditemukan
pada bagian insang ikan, trakea, dinding usus dan pada kulit cumi-
cumi. Sebagai sumber utamanya ialah cangkang Crustaceae sp, yaitu
udang, lobster, kepiting, dan hewan yang bercangkang lainnya,
terutama asal laut. Sumber ini diutamakan karena bertujuan untuk
memberdayakan limbah udang oleh Hawab, 2005 [10]
Kitosan merupakan senyawa turunan kitin, senyawa penyusun
rangka luar hewan berkaki banyak seperti kepiting, ketam, udang dan
serangga. Kitosan dan kitin termasuk senyawa kelompok
polisakarida. Senyawa – senyawa lain yang termasuk kelompok
polisakarida yang sudah tidak asing bagi kita adalah pati dan
sellulosa. Polisakarida – polisakarida ini berbeda dalam jenis
monosakarida penyusunnya dan cara monosakarida – monosakarida
berikatan m\embentuk polisakarida oleh Rismana, 2006 [9]
Adapun struktur kitosan sebagai berikut:
2.3.1. Sifat Kimia dan Biologi Kitosan
Sebagian besar polisakarida yang terdapat secara alami
seperti sellulosa, dekstran, pektin, asam alginat, agar,
9
karangenan bersifat netral atau asam di alam, sedangkan kitosan
merupakan polisakarida yang bersifat basa oleh Kumar, 2000
[11]
Sifat alami kitosan dapat dibagi menjadi dua sifat besar
yaitu, sifat kimia dan biologi. Sifat kimia kitosan antara lain:
1. Merupakan polimer poliamin berbentuk linear.
2. Mempunyai gugus amino aktif.
3. Mempunyai kemampuan mengikat beberapa logam.
Sifat biologi kitosan antara lain:
1. Bersifat biokompatibel artinya sebagai polimer alami
sifatnya tidak mempunyai akibat samping, tidak
beracun, tidak dapat dicerna, mudah diuraikan oleh
mikroba (biodegradable).
2. Dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba
secara agresif.
3. Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal,
antitumor, antikolesterol.
4. Bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat.
Berdasarkan kedua sifat tersebut maka kitosan mempunyai sifat
fisik khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, pasta,
membran, dan serat. yang sangat bermanfaat. Gugus amino aktif
pada kitosan ampu mengikat ion logam membentuk senyawa
kompleks oleh Rismana, 2006 [9]
2.3.2. Kelarutan Kitosan
Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih
kekuningan. Kelarutan kitosan yang paling baik ialah dalam
larutan asam asetat 2%. Kitosan yang disebut juga dengan β-1,4-
2 amino-2-dioksi-D-glukosa merupakan senyawa yang sedikit
larut dalam HCl, HNO3, dan H3PO4 dan tidak larut dalam
H2SO4. Kitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi
dan bersifat polielektrolitik. Disamping itu kitosan dapat dengan
mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti
protein. Oleh karena itu, kitosan relatif lebih banyak digunakan
pada berbagai bidang industri terapan dan industri kesehatan.
Kitosan tidak larut dalam air, pelarut-pelarut organik, juga tidak
larut dalam alkali dan asam-asam mineral pada pH di atas 6,5.
Dengan adanya sejumlah asam, maka dapat larut dalam air-
10
metanol, air-etanol, air-aseton, dan campuran lainnya. Kitosan
larut dalam asam formiat dan asam asetat dan menurut Peniston
dalam 20% asam sitrat juga dapat larut. Asam organik lainnya
juga tidak dapat melarutkan kitosan, asam-asam anorganik
lainnya pada pH tertentu setelah distirer dan dipanaskan dan
asam sitrat juga dapat melarutkan kitosan pada sebagian kecil
setelah beberapa waktu akan terbentuk endapan putih yang
menyerupai jelly oleh Widodo. A, 2005 [12]
2.4. Asam Asetat
2.4.1. Pengertian asam asetat
Asam asetat atau lebih dikenal sebagai asam cuka adalah
suatu senyawa berbentuk cairan, tak berwarna, berbau
menyengat, memiliki rasa asam yang tajam dan larut dalam air,
alkohol, gliserol, dan eter. Pada tekanan atmosferik, titik
didihnya 118,1°C. Senyawa ini mempunyai aplikasi yang sangat
luas di bidang industri dan pangan. Oleh Koswara, 2011 [4]
Asam asetat berwarna putih dan mempunyai bau yang
cukup menyengat dan rasa asam. Merupakan pelarut yang baik
untuk komponen organik dan dapat larut dalam air, alkohol,
gliserol, dan lemak oleh Marshal, dkk, 2000 [13]
Tabel 2.2 Sifat Fisik dan Kimia Asam Asetat
Sifat Fisik Nilai
Berat molekul 60,05
Rumus molekul
Konstanta disosiasi (pKa) 4,74
Tegangan permukaan
(Dyne/cm)
10°C=28,8
20°C=27,8
30°C=24,8
Titik leleh °C 16,6
Titik didih °C 117,9
Densitas
1,05
Kelarutan Larut air, alkohol, gliserol, eter
dan karbon tetraclorida
Warna/bentuk Cair, bau menyengat
Sumber: Marshal et al., 2000
11
2.5 Uji Kadar Protein
Tahu merupakan makanan yang memiliki kadar
protein yang tinggi. Uji protein dilakukan untuk mengetahui
pengaruh proses edible coating pada saat sebelum dan sesudah
dilakukan proses edible coating pada tahu bulat dari hari ke hari.
Proses Analisa kadar protein disini menggunakan metode
kjehdahl yakni, Sampel tahu bulat di timbang dan dimasukkan labu
destruksi kemudian ditambahkan asam sulfat 10 ml, ditambah tablet
kjehdahl 1 jam lalu dipanaskan pada alat destruksi sekitar 200-300˚C
sampai warna larutan jadi bening kurang lebih 1 jam, ditambahkan
aquadest 50 ml, dinetralkan dengan NaOH 30% sampai warna
menjadi hijau muda kemudian di destilasi kemudian penampung
hasil destilasi ditambahkan asam borat 3% 30ml. Larutan
hasildestilasi ditambahkan dengan metil orange sebanyak 2 tetes,
Kemudian dititrasi dengan asam sulfat sampai berwarna merah
muda, dicatat hasil oleh Setiawan, 2007 [14]
Reaksi yang terjadi dalam uji kadar protein metode kjedahl
yaitu:
Destruksi:
Protein Norganik/ anorganik + H2SO4 → (NH4)2SO4 + H2O + CO2
Ditambahkan NaOH:
(NH4)2SO4 + NaOH → 2NH3 + Na2SO4 + 2H2O
Hasil destilasi ditambahkan asam borat:
NH3 +H3BO3 → NH4+ + H2BO3
- + H3BO3
Dititrasi dengan H2SO4:
2NH4H2BO3- + H2SO4 → NH4+
+ H2BO3- + H3BO3
2.6 Uji Kadar Air
Tahu bulat yang mengalami peningkatan pesat pada kadar airnya
dapat dipastikan akan mengalami ketengikan. Untuk itu perlu
dilakukan uji kadar air pada tahu bulat sebelum proses maupun
sesudah proses edible coating oleh Marshal, dkk, 2000 [13]
Proses Analisa kadar air menggunakan metode oven dilakukan
dengan cara, Dihitung berat awal sampel. Di oven pada temperatur
80˚C selama 1 hari. Ditimbang berat akhir sampel sampai konstan.
Dilakukan duplo.
12
2.7 Uji Ketengikan / FFA (Penentuan Asam Lemak Bebas)
Tahu bulat yang berbau tengik, menandakan bahwa kualitas tahu
bulat sudah menurun, demikian juga dengan kandungan gizinya.
Ketengikam merupakan proses rusaknya lipid karena teroksidasi
sehingga menghasilkan bau yang tidak sedap. Uji ketengikan
(rancidity) atau uji peroksida digunakan untuk mengidentifikasi lipid
yang sudah tengik dengan yang belum tengik yang disebabkan oleh
oksidasi lipid. Ketengikan pada lipid dapat terjadi dengan beberapa
proses.
Proses ketengikan dapat terjadi secara oksidasi, hidrolisis, dan
ketonik.
1. Ketengikan oksidasi merupakan ketengikan yang disebabkan
oleh adanya reaksi oksidasi pada ikatan-ikatan rangkap dari
jenis lemak tidak jenuh. Reaksi ini terjadi karena zat asam,
dan dapat berlangsung relatif cepat bila terkena sinar
matahari atau panas.
2. Ketengikan hidrolisis merupakan ketengikan yang
disebabkan oleh terjadinya reaksi air (kebasahan) yang tidak
bersamaan dengan proses ketengikan oleh proses lainnya.
Proses hidrolisis berlangsung bila terjadi reaksi kimia antara
gliserol dan asam-asam bebas dengan tahu bulat.
3. Ketengikan ketonik merupakan ketengikan yang disesbkan
oleh jamuryang tumbuh dalam tahu bulat.
Ketengikan disebabkan oleh adanya satu atau lebih ikatan
rangkap yang mudah dioksidasi oleh oksigen. Cara menghindari
penurunan mutu akibat proses oksidasi yaitu dengan
penambahan antioksidan (Gordon 1990). Cara antioksidan
mencegah atau menghentikan proses oksidasi yaitu menurunkan
konsentrasi O2, menangkap senyawa yang dapat mengionisasi
terbentuknya peroksida dengan pemindahan hidrogen,
menetralkan oksigen untuk mencegah terbentuknya peroksida,
dan mengikat ion logam yang dapat mengkatalisis reaksi
pembentukan radikal. Proses analisa FFA adlah sebagai berikut,
Tahu bulat di timbang dimasukkan dalam Erlenmeyer, di
tambah alcohol 50 ml Alkohol di tambahkan indikator phenol
ptalein (PP) kemudian dititrasikan dengan NaOH 0,1 N yang
baku oleh Pratt, 1992 [15].
13
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian kali ini dilaksanakan di laboratorium Kimia
Anorganik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan ilmu
pengetahuan alam (FMIPA) Universitas Brawijaya Malang,
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 2017.
3.2 Alat dan bahan Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian kali ini yaitu spatula,
gelas arloji, corong gelas, pipet tetes, pipet ukur, bola hisap, labu
takar, stirer, hot plate, botol sampel, gelas kimia. Sedangkan bahan
yang digunakan adalah tahu bulat, asam asetat, kitosan, asam sulfat,
NaOH 30%, Asam borat 3%, indicator MO (Metil Orange), indikator
PP (phenol ptalein), alkohol, NaOH 0,1 N dan aquadest.
3.2 Tahapan Penelitian
Adapun tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai
berikut;
1. Pengumpulan alat dan bahan
2. Pembuatan edible coating dari kitosan
3. Optimasi metode
a. Uji sifak kimia dan sifat fisik tahu bulat
b. Penentuan lama simpan tahu bulat yang sudah dilakukan
edible coating.
3.4 Metode Kerja
3.4.1 Pembuatan Larutan
a. Larutan Edible Coating dengan Kitosan
Di timbang kitosan dengan variasi 2 g, 3 g, dan 4 g
dilarutkan ke asam asetat (2 %) 100 ml, kemudian di stirer
selama beberapa menit dengan temperatur 60 C sampai larut
sempurna.
b. Membuat Asam Asetat 2 %
Di pipet sebanyak 2 mL asam asetat pekat, kemudian
dilarutkan dengan aquadest sampai 100 mL pada labu takar
100 mL.
14
c. Larutan NaOH 30 %
Di timbang 30 g NaOH, dilarutkan dalam 100mL
aquadest pada labu takar 100 mL.
d. Larutan Asam Borat 3 %
Di timbang 3 g asam borat, dilarutkan dalam 100mL
aquadest pada labu takar 100 mL.
3.4.2 Optimasi kerja
a. Menentukan Komposisi Kitosan Optimum untuk
Proses Edible Coating
Dilakukan edible coating pada tahu bulat
menggunakan kitosan yang bervariasi dengan komposisi dari
penambahan kitosan pada saat pembuatan edible coating
yakni 0 g, 2 g, 3 g dan 4 g. Kemudian dari hasil dipping di
pilih yang memberikan ketahanan paling lama terhadap tahu
bulat.
b. Menentukan Lama Simpan Tahu Bulat yang Telah di
Lakukan Edible Coating
Penentuan Aplikasi edible coating pada tahu bulat
perlu dilakukan proses uji ketengikan pada tahu bulat serta
mengetahui pengaruh kadar air, kadar protein, dan kadar
asam lemak bebas (FFA) pada tahu bulat yang tidak
dilakukan proses edible coating dan tahu bulat yang telah
dilakukan proses edible coating. yakni dengan melihat hasil
reaksi oksidasi pada asam amino dalam tahu, sebelum dan
sesudah dilakukan edible coating. Kemudian diharapkan
hasil reaksi oksidasi dari asam amino dalam tahu mengalami
penurun setelah dilakukan proses edible coating, serta tidak
terjadi kenaikan signifikan pada kadar air yang telah
dilakukan edible coating dan kadar protein serta kada FFA
tetap stabil pada saat dilakukan edible coating
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Komposisi Kitosan Optimum Pada Proses
Edible Coating Tahu Bulat Berdasarkan Perubahan Warna
Terhadap Lama Simpan
Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat perubahan
warna pada masing masing tahu bulat dengan variasi tanpa edible
coating, edible coating kitosan 2 g, edible coating kitosan 3 g, dan
edible coating kitosan 4 g disajikan pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Variasi jumlah kitosan terhadap daya simpan tahu bulat
didasarkan pada perubahan warna
No Lama simpan Variasi jumlah kitosan
Tanpa 2 g 3 g 4 g
1 Hari pertama Putih Putih Putih Putih
2 Hari kedua Kuning Putih Putih Putih
3 Hari ketiga Kuning
kecoklatan
Ada
bintik
jamur
Ada
bintik
jamur
Ada
bintik
jamur
4 Hari keempat Hitam Bintik
jamur
semakin
banyak
Bintik
jamur
semakin
banya
Bintik
jamur
semakin
banyak
Berdasarkan uji visual warna dapat diketahui bahwa tahu
bulat tanpa edible coating mulai mengalami perubahan warna
menjadi kuning pada hari kedua sedangkan tahu bulat yang diberi
edible coating tidak mengalami perubahan warna. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian edible coating
pada tahu bulat terhadap lama simpan maksimal dua hari.
Berdasarkan uji visual tersebut juga terdapat dugaan sementara
bahwa jumlah kitosan yang optimum pada edible coating yaitu
sebanyak 2 g. Hal ini dikarenakan lebih menghemat jumlah kitosan
yang diberikan sehingga dapat mengurangi biaya pengeluaran dalam
pembuatan edible coating.
16
4.2 Pengaruh Proses Edible Coating Tahu Bulat Terhadap Sifat
Fisik (Kadar Air)
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui kadar
air dari masing masing variasi perlakuan tahu bulat yang diberi
edible coating dan tanpa edible coating salama penyimpanan tiga
hari disajikan pada Tabel 4.2
Tabel 4.2. Uji kadar air pada tahu bulat.
No Sampel Kadar Air (%)
Hari 1 Hari 2 Hari 3
1
Tahu
tanpa
edible
63,29
62,345
62
62,595
63,06
63,71
61,40 63,19 64,36
2 Tahu +
edible 2 g
62,22 62,64
62,23 61,935
62,71 62,825
63,06 61,64 62,94
3 Tahu +
edible 3 g
62,88 62,98
61,43 62,21
64,29 63,86
63,08 62,99 63,43
4 Tahu +
edible 4 g
57,02 62,60
61,90 62,325
61,9 62,14
68,18 62,75 62,38
Dari Tabel 4.2 dapat dibuat grafik pengaruh perbedaan kadar air
dari masing masing variasi tahu bulat tanpa edible coating dan
dengan edible coating selama 3 hari disajikan pada Gambar 4.1
Gambar 4.1. Perbedaan massa kitosan pada uji kadar air tahu bulat
Berdasarkan Tabel 4.2 dan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa
terdapat tiga pola perubahan kadar air, yaitu pada tahu bulat tanpa
edible coating kadar air dari hari ke hari cenderung naik, pada tahu
bulat dengan edible coating kitosan 2 g dan 3 g terjadi penurunan
60,000
61,000
62,000
63,000
64,000
65,000
Hari 1 Hari 2 Hari 3
0 g kitosan
2 g kitosan
3 g kitosan
4 g kitosan
17
kadar air pada hari kedua sedangkan pada hari ketiga terjadi
kenaikan kadar air, pada tahu bulat dengan edible coating kitosan 4
g jumlah kadar air dari hari pertama hingga hari ketiga cenderung
menurun sedikit/ tetap. Berdasarkan hal tersebut dapat dianalisa
bahwa edible coating dengan kitosan 2 g dan 3 g hanya mampu
melindungi tahu bulat selama dua hari, sedangkan edible coating
dengan kitosan 4 g mampu melindungi tahu bulat selama tiga hari
diluar kulkas.
4.3 Pengaruh Proses Edible Coating Pada Tahu Bulat Terhadap
Sifat Kimia (Kadar Protein Dan Asam Lemak Bebas)
4.3.1 Pengaruh Proses Edible Coating Pada Tahu Bulat
Terhadap Kadar Protein
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat perubahan
kadar protein dari masing masing variasi tahu bulat dengan edible
coating dan tanpa edible coating disajikan pada Tabel 4.3
Tabel 4.3 Uji kadar protein pada tahu bulat.
No Sampel Kadar Protein %
Hari 1 Hari 2 Hari 3
1 Tahu tanpa edible 15,38 14,93 14,94
2 Tahu + edible 2 g 15,36 15,62 15,24
3 Tahu + edible 3 g 15,59 15,55 15,63
4 Tahu + edible 4 g 15,36 15,22 14,84
18
Dari Tabel 4.3 dapat dibuat grafik yang disajikan pada Gambar 4.2
Gambar 4.2. Perbedaan massa kitosan pada uji kadar air tahu bulat.
Berdasarkan Tabel 4.3 dan Gambar 4.2 dapat dianalisa
bahwa pemberian edible coating pada tahu bulat tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap perubahan kadar protein, hal ini
dikarenakan metode yang digunakan untuk menguji kadar protein
pada penelitian ini menggunakan metode kjedahl yang merupakan
metode untuk menguji protein berdasarkan N total, sedangkan N
total yang di hitung tidak hanya berasal dari protein melainkan dari
asam amino, nitrit, nitrat, dan lainnya. Sehingga protein yang rusak
menjadi asam aminopun jumlah N totalnya tetap sama dengan
protein yang tidak rusak.
4.3.2 Pengaruh Proses Edible Coating Pada Tahu Bulat
Terhadap Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui kada
FFA masing masing variasi tahubulat dengan edible coating dan
tanpa edible coating disajikan pada Tabel 4.4
14.4
14.6
14.8
15
15.2
15.4
15.6
15.8
Hari 1 Hari 2 Hari 3
0 g kitosan
2 g kitosan
3 g kitosan
4 g kitosan
19
Tabel 4.4 Uji Kadar FFA Tahu Bulat
No Sampel Kadar FFA %
Hari 1 Hari 2 Hari 3
1 Tahu tanpa edible 1,514 2,995 19,419
2 Tahu + edible 2 g 1,676 3,149 14,471
3 Tahu + edible 3 g 1,668 3,144 14,301
4 Tahu + edible 4 g 1,668 3,140 8,104
Dari Tabel 4.4 dapat dianilisa bahwa tahu bulat tanpa edible
coating dan tahu bulat dengan edible coating dari hari pertama ke
hari kedua mengalami sedikit kenaikan persen FFA. Sedangkan dari
hari kedua ke hari ketiga tahu bulat tanpa edible coating dan tahu
bulat dengan edible coating kitosan 2 g dan 3 g mengalami kenaikan
persen FFA lebih dari 10% sedangkan tahu bulat dengan edible
coating kitosan 4 g tidak mengalami kenaikan persen FFA lebih dari
5%. Hal ini selaras dengan uji kadar air pada tahu bulat dengan
edible coating kitosan 4 g cenderung tetap dibanding dengan tahu
bulat tanpa edible coating dan dengan edible coating kitosan 2 g dan
3 g yang cenderung naik, karena semakin banyak kandungan air
maka potensi berkembangnya mikroba semakin besar sehingga
potensi ketengikannya juga semakin besar.
20
21
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Komposisi kitosan optimum yang digunakan untuk proses
edible coating adalah 4 g dengan lama simpan 2 hari
2. Edible coating pada tahu bulat berpengaruh terhadap sifat
fisik tahu bulat yaitu semakin banyak kitosan yang
ditambahkan mampu mempertahankan kadar air, seperti
dalam penelitian ini dengan kitosan 4 g kadar air relatif tetap
sebesar 62,14% sampai hari ke 3
3. Edible coating tidak berpengaruh terhadap perubahan kadar
protein tahu bulat
4. Edible coating berpengaruh terhadap kadar asam lemak
bebas dengan kondisi optimum kitosan 4 g dengan persen
FFA 8,104% dengan lama simpan 3 hari diluar kulkas.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian secara organoleptis pada tahu bulat
untuk memastikan kualitas tahu tetap baik
22
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Widianingrum. 2015. Edible Coating Berbasis Pati Sagu dengan
Penambahan Anti Mikroba Minyak Sereh Pada Paprika:
Preferensi Konsumen dan Mutu Vitamin C. Bogor.
2. Salim, E., 2012. Kiat Cerdas Wirausaha Aneka
Olahan Kedelai. Andi Offset.
3. Ida, 2015. Teknologi Pembuatan Tahu Yang Ramah Lingkungan
(Bebas Limbah). Fakultas Teknik Universitas Muhammadiah
Ponorogo.
4. Koswara, S., 2011. Nilai Gizi, Pengawetan dan Pengolahan
Tahu. http://www.ebookpangan.com.
5. Latifah, D.N. 2008. Perlakuan Pre Cooling Metode Contact
Icing dan suhu Penyimpanan terhadap Kualitas Jeruk
Keprok. Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas Sains Teknologi
Universitas Islam Negeri Malang.
6. Krochta, J. M. and Mulder-Johnston, C. D. 1997. Edible and
biodegradable polymer films: challenges and opportunities.
Food Technology 51(2): 61-74.
7. Donhowe, I. G. and Fennema, O. R. 1993. The effects of
plasticizers on crystallinity, permeability, and mechanical
properties of methylcellulose films. Journal of Food
Processing and Preservation 17: 247-257
8. Robertson,L.G., 1992. Food Packaging Principles and Practice.
Marcell Dekker .Inc.New York.
9. Rismana, 2006. Serat Kitosan Mengikat Lemak.
http://www.kompas.com. (10 Agustus 2012).
10. Hawab, H.M., 2005. Pengantar Biokimia Edisi Revisi.
Bayumedia. Medan.
24
11. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. 7 nd ed ,
Vol. 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007 :
189-1
12. Widodo, A. 2005. Potensi Kitosan dari Sisa Udang Sebagai
Koagulan Logam Berat Limbah Cair Industri Tekstil.
Jurnal. Surabaya : ITS
13. Marshall WE, Mitchell MJ. 2000. Agriculture by-product as
metal adsorbent: Sorption properties and resistence to
mechanical abrasion. J Chem Technol Biotechnol 66:192-
198.
14. Setiawan, L. dan Irvani, A. 2007. Pembuatan Asam Asetat
dengan Cara Murni. Jakarta.
15. Pratt, D. E. 1992. Natural Antioxidant from Plant Material. Di
dalam Huang, M. T., Ho, C. T. dan Lee, C. Y. (eds). Effect
on Health II : Antioxidant and Cancer Prevention.
American Chem. Soc., Washington, DC.