bab ii tinjauan pustaka a. kepuasan pernikahan pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/350/1/bab...

26
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Pernikahan Pada Suami Istri 1. Pengertian kepuasan pernikahan pada Suami Istri Perkawinan diyakini sebagai langkah ibadah sesuai dengan Surat Al-Nisa [4] ayat 21, Dan bagaimana kalian akan mengambilnya kembali, padahal kalian telah bergaul satu sama lain dan mereka telah mengambil janji yang kuat dari kalian. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan atau pernikahan pasal 1 tentang perkawinan disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_74.htm). Menurut Santrock (2002), pernikahan merupakan penyatuan dua pribadi yang unik, dengan membawa pribadi masing-masing berdasar latar belakang budaya serta pengalamannya. Hal tersebut menjadikan pernikahan bukanlah sekedar bersatunya dua individu, tetapi lebih pada persatuan dua sistem keluarga secara keseluruhan dan pembangunan sebuah sistem yang baru. Artinya, perbedaan-perbedaan yang ada perlu disesuaikan satu sama lain untuk membentuk sistem baru bagi keluarga mereka. Perkawinan menurut hukum islam adalah ikatan atau akad yang

Upload: doanbao

Post on 16-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepuasan Pernikahan Pada Suami Istri

1. Pengertian kepuasan pernikahan pada Suami Istri

Perkawinan diyakini sebagai langkah ibadah sesuai dengan Surat

Al-Nisa [4] ayat 21, “Dan bagaimana kalian akan mengambilnya kembali,

padahal kalian telah bergaul satu sama lain dan mereka telah mengambil

janji yang kuat dari kalian“. Menurut Undang-Undang Republik

Indonesia No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan atau pernikahan pasal 1

tentang perkawinan disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir

bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri

dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

(http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_74.htm).

Menurut Santrock (2002), pernikahan merupakan penyatuan dua

pribadi yang unik, dengan membawa pribadi masing-masing berdasar latar

belakang budaya serta pengalamannya. Hal tersebut menjadikan

pernikahan bukanlah sekedar bersatunya dua individu, tetapi lebih pada

persatuan dua sistem keluarga secara keseluruhan dan pembangunan

sebuah sistem yang baru. Artinya, perbedaan-perbedaan yang ada perlu

disesuaikan satu sama lain untuk membentuk sistem baru bagi keluarga

mereka. Perkawinan menurut hukum islam adalah ikatan atau akad yang

12

sangat kuat (mitsaqan ghalizhan) dalam ketentuan sebagai ikatan lahir-

batin antara suami dan istri.Sehubungan dengan firman Allah “Dan

bagaimana kalian akan mengambilnya kembali, padahal kalian telah

bergaul satu sama lain dan mereka telah mengambil janji yang kuat dari

kalian”, dalam arti yang lebih transcendental, perkawinan diyakini sebagai

langkah ibadah sesuai dengan firman Allah Swt, Surat Al-Nisa [4] ayat 21.

Perkawinan menurut Lestari (2012), adalah pintu gerbang

kehidupan yang wajar atau biasa dilalui umat manusia pada umumnya. Di

segala pelosok permukaan bumi, sampai kepada sudut paling jauh yang

pernah ditempuh penyelidik pengembaraan didapati orang laki-laki dan

perempuan yang hidup sebagai suami istri. Perkawinan dapat dirumuskan

sebagai akad pertalian antara pria dan wanita yang berisi persetujuan

hubungan, dengan maksud menyelenggarakan kehidupan yang lebih akrab,

menurut syarat-syarat dan hukum susila yang dibenarkan Tuhan

Khaaliqul’alam.

Menurut Gullota, Adams dan Alexander (1986), kepuasan

pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya

mengenai hubungan pernikahannya. Duval & Miller (1985) mengatakan

bahwa kepuasan pernikahan adalah suatu perasaan yang subjektif akan

kebahagiaan, kepuasan dan pengalaman menyenangkan yang dialami oleh

masing-masing pasangan suami istri dengan mempertimbangakan

keseluruhan aspek dalam pernikahan. Olson, Defrain & Skogran (2010),

kepuasan perkawinan adalah perasaan yang bersifat subjektif dari

13

pasangan suami istri mengenai perasaan bahagia, puas, dan menyenangkan

terhadap perkawinannya secara menyeluruh. Menurut Dowlatabadi, Sadaat

dan Jahangiri (2013) kepuasan perkawinan adalah perasaan bahagia

terhadap perkawinan yang dijalani, kepuasan perkawinan berhubungan

dengan kualitas hubungan dan pengaturan waktu, juga bagaimana

pasangan mengelola keuangannya.

Kepuasan pernikahan menurut Berk (2012) adalah menjalin rasa

kebersamaan yang memungkinkan masing-masing untuk berkembang

sebagai seorang individu. Kesabaran, kepedulian, nilai bersama,

kegembiraan saat bersama, berbagi pengalaman pribadi melalui

percakapan, bekerja sama dalam tanggung jawab rumah tangga, dan

kerampilan penyesuaian konflik yang baik pada suami istri. Lestari (2012)

menambahkan kepuasan perkawinan merujuk pada perasaan positif yang

dimiliki pasangan suami istri dalam perkawinan yang maknanya lebih luas

dari pada kenikmatan, kesenangan dan kesukaan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan

pernikahan yaitu perasaan yang bersifat subjektif dari pasangan suami istri

mengenai perasaan bahagia, puas, dan menyenangkan terhadap

perkawinannya secara menyeluruh dan kebahagiaan yang mereka miliki

dalam hubungan pernikahannya.

14

2. Aspek-aspek Kepuasan Pernikahan

Kepuasan pernikahan dapat diukur dengan melihat aspek-aspek

dalam perkawinan sebagaimana yang dikemukakan oleh Clayton (1975).

Adapun aspek-aspek tersebut antara lain:

a. Kemampuan Sosial Suami Istri

Kemampuan sosial suami istri, yaitu kemampuan suami istri dalam

bergaul dengan lingkungan sosial. Meskipun bukan indikasi yang

menentukan, bisa diasumsikan bahwa dengan terciptanya

kenyamanan dalam rumah tangga akan memunculkan sikap-sikap

positif dalam pasangan suami istri tersebut bergaul dengan

masyarakat.

b. Persahabatan Dalam Perkawinan

Persahabatan dalam perkawinan, artinya suami istri harus bisa

menjalin komunikasi, merasakan kegembiraan, kebahagiaan dan

pergaulan yang menyenangkan. Jadi ketika suami ataupun istri

mampu merasakan kegembiraan, kebahagiaan, ataupun perasaan

menyenangkan dari pergaulan antar keduanya, bisa

menggambarkan adanya rasa puas dalam perkawinannya.

c. Urusan Ekonomi

Urusan ekonomi yaitu segala urusan ekonomi dan keuangan dalam

rumah tangga yang meliputi penggunaan uang untuk kebutuhan

keluarga, pribadi, rekreasi serta pekerjaan suami maupun istri.

Pasangan suami istri yang memiliki manajemen keuangan yang

15

baik, tidak akan dipusingkan dengan persoalan-persoalan sepele

yang berkaitan dengan pengeluaran rumah tangga. Kondisi seperti

ini tidak akan terwujud tanpa adanya suasana yang nyaman dalam

keluarga.

d. Kekuatan Perkawinan

Kekuatan perkawinan yaitu kelekatan suami istri terhadap

perkawinan yang dijalani, pengaruh suami terhadap istri atau

sebaliknya, adanya rasa ketertarikan dan ekspresi suami istri.

Dengan demikian bisa dikatakan bahwa salah satu hal yang mampu

menandai diperolehnya kepuasan dalam perkawinan seseorang

yaitu fondasi perkawinan yang kokoh.

e. Hubungan Dengan Keluarga Besar

Hubungan dengan keluarga besar yaitu hubungan dengan keluarga

yang ada di luar keluarga inti. Pasangan suami istri yang mampu

menciptakan kepuasan dalam perkawinannya akan memiliki

hubungan yang baik dengan keluarga besar. Hal ini dikarenakan

mereka tidak disibukkan dengan persoalan-persoalan dalam rumah

tangganya sehingga mampu menjalin kedekatan dengan anggota

keluarga besar yang lain.

f. Persamaan Ideologi

Persamaan ideologi yaitu kesamaan tujuan dan pandangan hidup

yang mencangkup kesamaan pandangan tentang perilaku yang baik

dan benar. Semakin banyak kesamaan yang dimiliki oleh pasangan

16

suami istri dalam hal tujuan serta pandangan hidup, bisa dikatakan

bahwa suami ataupun istri cukup puas dengan pasangannya.

g. Keintiman Perkawinan

Keintiman perkawinan yaitu keintiman antara suami istri yang

meliputi ekspresi kasih sayang dalam hubungan seksual. Pasangan

suami istri yang berhasil membangun kepuasan dalam

perkawinannya bisa ditandai dengan munculnya keintiman dari

keduanya.

h. Taktik Interaksi

Taktik interaksi yaitu cara suami dalam berinteraksi dan

menyelesaikan masalah dalam perkawinan diantara penyatuan

perbedaan, kerjasama, dan pembagian tugas dalam rumah tangga.

Ketika sebuah keluarga mampu mewujudkan interaksi yang sehat,

dapat diyakini bahwa pasangan tersebut mampu menciptakan

perkawinan yang memuaskan.

Aspek-aspek yang digunakan dalam menentukan gambaran

kepuasan pernikahan, pada teori Robinson dan Blanton (2003), antara lain:

a. Keintiman

Keintiman antara pasangan di dalam pernikahan mencakup aspek

fisik, emosional, dan spiritual. Hal-hal yang terkandung dalam

keintiman adalah saling berbagi baik dalam minat, aktivitas,

pemikiran, perasaan, nilai serta suka dan duka. Keintiman akan

tercipta melalui keterlibatan pasangan satu sama lain baik dalam

17

situasi yang menyenangkan maupun menyedihkan. Selain itu,

keintiman dapat ditingkatkan melalui kebersamaan, saling

ketergantungan atau inter independensi, dukungan dan perhatian.

Meskipun pasangan memiliki keintiman yang sangat tinggi, bukan

berarti pasangan selalu melakukan berbagai hal bersama. Suami

atau istri juga berhak melakukan aktivitas dan minat yang berbeda

dengan pasangannya.

b. Komitmen

Salah satu karakteristik pernikahan yang memuskan adalah

komitmen yang tidak hanya ditujukan terhadap pernikahan sebagai

sebuah intuisi, tetapi juga terhadap pasangannya. Beberapa

pasangan berkomitmen terhadap perkembangan hubungan

pernikahannya, antara lain kematangan hubungan, penyesuaian diri

dengan pasangan, perkembangan pasangan, serta terhadap

pengalaman dan situasi baru yang dialami pasangan.

c. Komunikasi

Kemampuan berkomunikasi yang baik mencakup berbagi pikiran

dan perasaan, mendiskusikan masalah bersama-sama, dan

mendengarkan sudut pandang satu sama lain. Pasangan yang

mampu berkomunikasi secara konstruktif, mereka dapat

mengantisipasi kemungkinan terjadi konflik dan dapat

menyesuaikan kesulitan yang dialaminya.

18

d. Kongruensi

Untuk dapat mencapai pernikahan yang memuaskan, pasangan

harus memiliki kongruensi atau kesesuaian dalam mempersepsi

kekuatan dan kelemahan dari hubungan pernikahannya. Pasangan

yang mempersepsikan hubungan pernikahannya kuat, cenderung

merasa lebih nyaman dengan pernikahannya.

e. Keyakinan Beragama

Sebagian besar pasangan meyakini bahwa keyakinan beragama

merupakan komponen penting dalam pernikahan. pasangan yang

dapat berbagi dalam nilai-nilai agama yang dianutnya dan

beribadah secara bersama-sama dapat menciptakan ikatan kuat dan

nyaman diantara mereka serta berpengaruh positif bagi kepuasan

pernikahan pasangan memperoleh dukungan sosial, emosional, dan

spiritual melalui agama yang dianutnya.

Berdasarkan beberapa teori di atas, pernyataan ini menggunakan

aspek-aspek kepuasan pernikahan menurut Clayton (1975) yang

menjelaskan aspek-aspek kepuasan pernikahan yaitu, aspek kemampuan

sosial suami istri, persahabatan dalam perkawinan, urusan ekonomi,

kekuatan perkawinan, hubungan dengan keluarga besar, persamaan

ideologi, keintiman perkawinan dan taktik interaksi. Aspek-aspek dari

Clayton tersebut dapat dilihat dengan detail dalam mengungkapkan

kepuasan pernikahan pada setiap pasangan suami istri.

19

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan

Terdapat beberapa tokoh yang mengemukakan faktor-faktor

yang mempengaruhi kepuasan pernikahan. Menurut Duvall dan Miller

(2002), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan

adalah sebagai berikut :

a. Adanya Kebijaksanaan

Merupakan suatu kepandaian dalam menggunakan akal budinya

dalam menghadapi setiap permasalahan yang muncul yaitu selalu

memakai pengalaman, pengetahuan dan selalu berhati-hati serta

teliti.

b. Saling Pengertian

Suami istri berusaha untuk saling memahami keadaan kedua belah

pihak baik secara fisik maupun psikologis sehingga setiap ada

permasalahan yang muncul dapat diatasi dengan baik.

c. Kerjasama Yang Baik, dapat dilakukan melalui sikap tolong

menolong antar suami istri sehingga segala permasalahan yang ada

dapat di atas bersama sehingga kemungkinan tercapainya kepuasan

perkawinan akan lebih besar.

d. Kemampuan Komunikasi

Komunikasi merupakan kunci untuk saling mengerti keadaan

masing-masing pribadi, sehingga apabila komunikasinya lancar

maka dalam menghadapi semua permasalahan akan berjalan

dengan lancar juga.

20

e. Kesamaan Latar Belakang (baik dalam pendidikan, sosial ekonomi

dan suku bangsa

Semakin sama latar belakang yang dimiliki suami istri maka maka

dalam membina kehidupan perkawinan akan lebih mudah karena

sudah mempunyai pandangan yang sama.

f. Kemampuan Menyesuaikan Diri

Dengan adanya kemampuan menyesuaikan diri yang baik antar

suami istri akan mempengaruhi terciptanya kepuasan dalam

perkawinan.

g. Tekad yang Sama dalam Perkawinan

Suami istri yang sudah memiliki tekat sama dalam perkawinan

maka dalam mencapai kepuasan perkawinan akan lebih mudah

karena sudah mempunyai arah atau keinginan arah yang sama.

Menurut Hendrick & Hendrick (1992), ada dua faktor yang

dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan, yaitu:

a. Premarital Factors:

1) Latar Belakang Ekonomi, dimana status ekonomi yang

dirasakan tidak sesuai dengan harapan dapat menimbulkan

bahaya dalam hubungan pernikahan.

2) Pendidikan, dimana pasangan yang memiliki tingkat pendidikan

yang rendah, dapat merasakan kepuasan yang lebih rendah

karena lebih banyak menghadapi stressor seperti pengangguran

atau tingkat penghasilan rendah.

21

3) Hubungan dengan orangtua yang akan mempengaruhi sikap

anak terhadap romantisme, pernikahan dan perceraian.

b. Postmarital Factors:

1) Kehadiran Anak, sangat berpengaruh terhadap menurunnya

kepuasan pernikahan terutama pada wanita (Bee & Mitchell,

1984). Penelitian menunjukkan bahwa bertambahnya anak bisa

menambah stress pasangan, dan mengurangi waktu bersama

pasangan (Hendrick & Hendrick, 1992). Kehadiran anak dapat

mempengaruhi kepuasan pernikahan suami istri berkaitan

dengan harapan akan keberadaan anak tersebut.

2) Lama Pernikahan, dimana dikemukakan oleh Duvall bahwa

tingkat kepuasan pernikahan tinggi di awal pernikahan,

kemudian menurun setelah kehadiran anak dan kemudian

meningkat kembali setelah anak mandiri. Holahan dan Levenson

(dalam Lemme, 1995) menyatakan bahwa pria lebih puas

dengan pernikahannya daripada wanita. Pada umumnya wanita

lebih sensitif daripada pria dalam menghadapi masalah dalam

hubungan pernikahannya.

Menurut Hurlock (2012) faktor yang dapat mempengaruhi

kepuasan pernikahan dalam penyesuaian terhadap pasangan, yaitu:

a. Konsep Pasangan Yang Ideal

Dalam memilih pasangan, baik pria maupun wanita sampai sejauh

tertentu dibimbing oleh konsep pasanagan ideal yang dibentuk

22

selama masa dewasa. Semakin orang tidak terlatih menyesuaikan

diri terhadap realitas semakin sulit penyesuaian dilakukan terhadap

pasangan.

b. Pemenuhan Kebutuhan

Apabila penyesuaian yang baik dilakukan, pasangan harus

memenuhi kebutuhan yang berasal dari pengalaman awal. Apabila

orang dewasa perlu pengenalan, pertimbangan prestasi dan status

sosial agar bahagia, pasangan harus membantu pasanagan lainnya

untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

c. Kesamaan Latar Belakang

Semakin sama latar belakang suami dan istri, semakin mudah

untuk saling menyesuaikan diri. Bagaimana juga apabila latar

belakang mereka sama, setiap orang dewasa mencari pandangan

unuk tentang kehidupan. Semakin berbeda pandangan hidup ini,

makin sulit penyesuaian diri dilakukan.

d. Minat dan Kepentingan Bersama

Kepentingan yang saling bersamaan tentang suatu hal yang dapat

dilakukan pasangan cenderung membawa penyesuaian yang baik

dari kepentingan bersama yang sulit dilakukan dan dibagi bersama.

e. Keserupaan Nilai

Pasangan yang menyesuaikan diri dengan baik mempunyai nilai

yang lebih serupa daripada mereka yang penyesuaian dirinya

23

buruk. Barangkali latar belakang yang sama menghasilkan nilai

yang sama pula.

f. Konsep Peran

Setiap lawan pasangan mempunyai konsep yang pasti mengenai

bagaimana seharusnya peranan seorang suami dan istri, atau setiap

orang mengharapkan pasangannya memainkan perannya. Jika

harapan terhadap peran tidak terpenuhi, akan mengakibatkan

konflik dan penyesuaian yang buruk.

g. Perubahan dalam Pola Hidup

Penyesuaian terhadap pasanagannya berarti mengorganisasikan

pola kehidupan, mengubah persahabatan dan kegiatan-kegiatan

sosial, serta mengubah persyaratan pekerjaan, terutama bagi

seorang istri.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi kepuasan pernikahan menurut Duvall dan Miller

(2002), yaitu adanya kebijaksanaan, saling pengertian, kerjasama yang

baik, kemampuan komunikasi, kesamaan latar belakang (baik dalam

pendidikan, sosial ekonomi dan suku bangsa), kemampuan menyesuaikan

diri, tekad yang sama dalam perkawinan.Terdapat juga faktor lain

premarital factors: latar belakang ekonomi, pendidikan, hubungan dengan

orangtua,dan postmarital factors: kehadiran anak, dan lama pernikahan.

Penelitian yang akan dilaksanakan ini akan menggunakan salah satu faktor

dari Duvall & Miller yaitu komunikasi, sejalan dengan hasil penelitian

24

yang dilakukan oleh Defrain dan Olson menyimpulkan bahwa 90%

pasangan suami istri merasa bahagia dalam hubungannya dengan

berkomunikasi satu dengan lainnya sehingga mereka dapat merasakan dan

mengerti keinginan dan perasaan pasangan, dan apabila terdapat suatu

perbedaan atau masalah dapat diselesaikan dengan saling berkomunikasi

(dalam Pratiwi, 2006). Dari penelitian tersebut komunikasi menjadi salah

satu faktor yang dapat meningkatkan kepuasan pernikahan pada pasangan

suami-istri.

B. Komunikasi Interpersonal

1. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Komunikasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu

pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih

sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami hubungan kontak. Menurut

Walgito (2003) komunikasi merupakan proses penyampaian dan

penerimaan lambang-lambang yang mengandung arti, baik yang berujud

informasi-informasi, pemikiran-pemikiran, pengetahuan ataupun yang

lain-lain dari penyampaian atau komunikator kepada penerima atau

komunikan.

Komunikasi yang sering digunakan suami istri dalam berinteraksi

adalah komunikasi interpersonal. Menurut Devito (1997) komunikasi

interpersonal merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima

oleh orang lain dengan efek dan umpan balik yang langsung. Menurut

25

Wiryanto (2004) komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang

berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik

secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang. Komunikasi

interpersonal merupakan komunikasi antara orang-orang secara tatap

muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain

secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal (Mulyana, 2008).

Komunikasi interpersonal yang digunakan dalam berinteraksi pada

pasangan suami istri adalah yang bersifat diadik yaitu melalui komunikasi

dalam situasi yang lebih intim, lebih dalam dan personal. Komunikasi

interpersonal yang terjalin antar suami istri mempunyai peranan yang

penting untuk menjaga kelangsungan berumah tangga.

Sastropoetro (1986) menyatakan bahwa dengan komunikasi yang

baik berarti memelihara hubungan yang telah terjalin sehingga

menghindari diri dari situasi yang dapat merusak hubungan. Komunikasi

yang baik adalah komunikasi yang efektif, yang mempunyai ciri saling

terbuka, empati, saling mendukung, sikap positif dan kesetaraan (Devito,

1997).

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai komunikasi

interpersonal maka disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal yaitu

proses penyampaian dan penerimaan pesan terhadap orang lain yang

dilakukan secara tatap muka antara dua orang atau lebih secara langsung

baik secara verbal maupun nonverbal, komunikasi yang lebih intim, lebih

dalam dan personal.

26

2. Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal

Menurut Kumar (2000) bahwa ciri-ciri komunikasi interpersonal

mempunyai lima ciri, yaitu:

a. Keterbukaan (openess)

Yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang

diterima di dalam menghadapi hubungan interpersonal.

b. Empati (empathy)

Yaitu merasakan apa yang dirasakan orang lain.

c. Dukungan (supportiveness)

Yaitu situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung

efektif.

d. Rasa positif (positivenes)

Yaitu seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya,

mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan

situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif.

e. Kesetaraan atau kesamaan (equality)

Yaitu pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak

menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk

disumbangkan.

Julia Wood (2013), menyebutkan ada delapan ciri dari komunikasi

interpersonal, yaitu:

27

1. Selektif

Komunikasi interpersonal tidak bisa dilakukan dengan semua orang. Kita

tentu akan memilih-milih orang, karena komunikasi interpersonal

memerlukan lebih banyak energi, waktu dan usaha yang kita berikan pada

orang lain.

2. Sistematis

Komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh sistem, situasi, waktu,

masyarakat, budaya, latar belakang personal, namun kita meski memehami

seluruh sistem tersebut saling berkaitan dengan kata lain tiap bagian dalam

sistem komunikasi saling terkait satu sama lain.

3. Unik

Mengutip dari Nicholson dalam buku komunikasi interpersonal. Setiap

orang selalu unik, begitu pula dengan persahabatan. Sekelompok sahabat

pasti menciptakan pola unik sendiri dan bahkan istilah-istilah yang hanya

memiliki oleh kelompok mereka sendiri. Berdasarkan hal tersebut maka

sertiap komunikasi interpersonal adalah unik karena kita berkomunikasi

pada orang yang berbeda-beda dengan komunikan mereka masing-masing.

4. Processual

Komunikasi interpersonal adalah proses yang berkelanjutan. Komunikasi

interpersonal akan berkembang seiring berjalannya waktu. Hubungan

komunikasi interpersonal dapat menjadi renggang atau lebih dekat

nantinya, tergantung bagaimana komunikasi interpersonal tersebut

berlangsung.

28

5. Transaksional

Komunikasi interpersonal adalah hubungan timbal balik, sifat komunikasi

interpersonal berdampak pada tanggung jawab komunikator untuk

menyampaikan pesan secara jelas.

6. Individual

Komunikasi interpersonal hanya terjadi jika kita dapat memahami diri

sendiri sebagai manusia yang unik, kita belajar untuk memahami

ketakutan, harapan, masalah dan kegembiraan dalam berinteraksi secara

utuh bersama orang lain. Ketika kepercayaan sudah terbangun maka kita

bisa berbagi privasi pada orang lain.

7. Pengetahuan personal

Komunikasi interpersonal membantu perkembangan pengetahuan personal

dan wawasan kita terhadap interaksi manusia. Ketika berinteraksi kita

membuka pemahaman terhadap kepribadian orang lain. Ketika

berinteraksi kita membuka pemahaman terhadap kepribadian orang lain.

Kita dapat belajar dan mengetahui karakter seseorang.

8. Menciptakan makna

Mengutip Duck dalam buku Komunikasi Interpersonal inti dari

komunikasi interpersonal adalah berbagi makna dan informasi antara dua

belah pihak. Dalam berkomunikasi kita dapat bertukar pikiran, yang

didalamnya mengandung pesan, tujuan dan makna yang ingin dicapai.

Komunikasi interpersonal merupakan jenis komunikasi yang

frekuensi terjadinya cukup tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Apabila

29

diamati dan dikomprasikan dengan jenis komunikasi lainnya, maka dapat

dikemukakan ciri-ciri komunikasi interpersonal (Aw, 2011), antara lain:

1. Arus pesan dua arah

Komunikasi interpersonal menempatkan sumber pesan dan penerima

dalam posisi yang sejajar, sehingga memicu terjadinya pola penyebaran

pesan mengikuti arus dua arah.

2. Suasana nonformal

Komunikasi interpersonal biasanya berlangsung dalam suasana nonformal.

Sebuah komunikasi yang terkekang oleh aturan dan hierarki membuat

suasana komunikasi menjadi terbatas dan kaku.

3. Umpan balik segera

Oleh karena komunikasi interpersonal biasanya mempertemukan para

pelaku komunikasi secara tatap muka, maka umpan balik dapat diketahui

dengan segera. Seorang komunikator dapat segera memperoleh balikan

atas pesan yang disampaikan dari komunikan, baik secara verbal maupun

nonverbal.

4. Peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat

Komunikasi interpersonal merupakan metode komunkasi antarindividu

yang menuntut agar peserta komunikasi berada dalam jarak dekat, baik

jarak dalam arti fisik maupun psikologis. Sebuah komunikasi bisa disebut

sebagai komunikasi interpersonal apabila dua orang atau lebih saling

melihat dan bertatap muka. Artinya mereka harus berada dalam sebuah

tempat dan saling berdekatan. Bukan hanya dekat soal jarak, dua orang

30

atau lebih tersebut haruslah memiliki kedekatan hubungan seperti teman,

pasangan, atau keluarga.

5. Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan

spontan, baik secara verbal maupun nonverbal

Untuk meningkatkan keefektifan komunikasi interpersonal, peserta

komunikasi dapat memberdayakan pemanfaatan kekuatan pesan verbal

maupun nonverbal secara stimulant. Peserta komunikasi berupaya saling

meyakinkan, dengan mengoptimalkan penggunaan pesan verbal maupun

nonverbal secara bersamaan, saling mengisi, saling memperkuat sesuai

tujuan sesuai komunikasi. Komunikasi yang berlangsung antara

komunikator dan komunikan akan terasa lebih tulus karena apa yang

dipikirkan akan langsung dikirimkan secara spontan.

Menurut Rongers dalam Depari (1991), ada beberapa ciri komunikasi

interpersonal, yaitu:

1. Arus pesan yang cenderung dua arah

2. Konteks komunikasi tatap muka

3. Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi

4. Kemampuan mengatasi tingkat selektivitas (terutama “selective exposure)

yang tinggi.

5. Kecepatan jangkauan terhadap audience yng besar relative lambat

6. Efek yang mungkin terjadi ialah perubahan sikap

Berdasarkan dari beberapa aspek atau ciri-ciri yang telah dijelaskan

oleh Kumar (2000), maka dapat disimpulkan ciri-ciri komunikasi

31

interpersonal yaitu, keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif, dan

kesetaraan atau kesamaan. Dimensi atau ciri yang akan digunakan dalam

penelitian menggunakan ciri-ciri menurut Kumar (2000), karena ciri-ciri

tersebut mencakup tentang hubungan komunikasi pada pasangan suami

istri.

C. Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal dengan Kepuasan

Pernikahan pada Suami Istri

Pasangan yang menikah pasti mengharapkan kebahagiaan dalam

pernikahannya dan berharap pernikahannya berjalan memuaskan. Kepuasan

pernikahan sendiri dapat diartikan sebagai evaluasi subjektif berdasarkan

komponen-komponen tertentu dalam hubungan pernikahan, juga berdasarkan

faktor-faktor intraindividual yang mempengaruhi kualitas pernikahan. Olson

dan Flowers (1993) menjabarkan hal-hal yang menentukan kepuasan

pernikahan yaitu, komunikasi, resolusi konflik, menejemen keuangan,

aktivitas waktu luang, hubungan seksual, anak dan pengasuhan, keluarga dan

teman, agama, dan kesetaraan peran.

Bentuk ketidakpuasan dalam perkawinan antara lain terciptanya

suasana murung, kecewa, bosan, hampa, kesepian, masa bodoh, tidak ada

keintiman, kurangnya perhatian antara suami istri, jarang membuat rencana

dari kegiatan bersama, komunikasi tidak mendalam, lebih memperhatikan

kedudukan, uang, selalu berusaha untuk menjauhkan diri dan kemempuan

untuk saling mengagumi menurun (Suardiman, 1991). Tercapainya kepuasan

32

pernikahan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah

adanya kebijaksanaan, saling pengertian, kerjasama yang baik, kesamaan latar

belakang, kemampuan menyesuaikan diri, dan tekad yang sama dalam

perkawinan.

Komunikasi dalam kehidupan pernikahan merupakan faktor yang

cukup penting untuk dibicarakan, karena komunikasi merupakan faktor

penentu bagi tercapai atau tidaknya kepuasan dalam pernikahan. Hal tersebut

sesuai dengan hasil penelitian Weuss dan Heyman (dalam Christensen,

elridge, Bohem dkk, 2016) yang menyatakan bahwa kualitas berkomunikasi

sangat berhubungan erat dengan stabilitas dan kepuasan sebuah hubungan.

Donan dan Jhonson (dalam, Stanley, Markman, dan Whitton, 2002) juga

menjelaskan bahwa pasangan yang dapat menyelesikan masalah dengan

komunikasi yang baik akan dapat menciptakan suatu keadaan yang lebih

terbuka dan dapat menerima kekurangan satu dengan yang lainnya. Adanya

kegiatan komunikasi antara suami dan istri juga akan menciptakan suasana

saling pengertian, rasa aman dan nyaman pada masing-masing anggota

pasangan sehingga akan lebih mudah tercapai kepuasan dalam pernikahannya

(Basri, 2001).

Komunikasi pada suami istri merupakan proses interaksi tatap muka

langsung antara suami dengan istri melalui percakapan dengan saling memberi

dan menerima informasi atau pesan, membahas masalah yang muncul

sekaligus penyelesaian, berbagi ide dan pengambilan keputusan. Komunikasi

antara suami istri termasuk dalam bentuk komunikasi interpersonal (Devito,

33

1995). Ciri-ciri komunikasi interpersonal menurut Kumar (2000), meliputi

keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif dan kesamaan. Ciri pertama

keterbukaan, yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang

diterima di dalam menghadapi hubungan interpersonal. Keterbukaan dapat

melihat bagaimana perasaan dan sikap individu terhadap komunikasi dalam

hubungan suami-istri. Laswell (1991) membagi komunikasi pernikahan

menjadi lima eleman dasar, yaitu salah satunya adalah keterbukaan diantara

pasangan. Keterbukaan pasangan terhadap isu-isu pasangan mengenai

eksistensi dan resolusi terhadap konflik dalam hubungan pernikahan (Olson &

Flower). Menurut Trisna (2000) antara suami dan istri harus ada keterbukaan

yang dalam sehingga saling mengetahui keadaan masing-masing. Keterbukaan

komunikasi akan membuat hubungan suami-istri tetap terbina dengan

harmonis dan baik-baik saja, dampak keterbukaan dalam komunikasi terhadap

hubungan interpersonal yaitu hubungan akan menjadi lebih baik dan adanya

timbal balik antara suami-istri (Johnson, 1986). Keterbukaan memudahkan

suami atau istri untuk mengungkapkan keluhan-keluhan dan permasalahan

yang muncul dalam keluarga, sehingga dapat ditemukan solusi yang tepat.

Keterbukaan mendasari munculnya usaha-usaha pemecahan masalah secara

langsung dan demokratis, setiap pihak dapat menyampaikan pendapat dan

pemikirannya, hal ini pada akhirnya akan membawa kepuasan lebih besar

pada masing-masing pihak, baik suami maupun istri terhadap hubungan

perkawinannya (Suardiman, 1991).

34

Kedua empati, yaitu merasakan apa yang dirasakan orang lain. Empati

salah satu sikap individu terhadap komunikasi dalam hubungan suami istri,

Laswell (1991) membagi komunikasi pernikahan menjadi lima eleman dasar,

yaitu salah satunya adalah empati terhadap pasangan. Suami istri yang mampu

menunjukkan empati dan simpati terhadap pasangannya berarti dirinya tidak

hanya memfokuskan diri pada permasalahan yang dihadapinya namun juga

terhadap orang-orang di sekitarnya. Pada pasangan suami istri perlu sekali

menunjukkan rasa empati dan peduli terhadap pasangannya. Empati didasari

oleh rasa sayang, ingin mengerti dan bekerja sama dengan orang lain (Uripni

dkk, 2003). Dengan adanya rasa pengertian akan dapat meringankan beban

dari pasangan, suami istri berusaha untuk saling memahami keadaan kedua

belah pihak baik secara fisik maupun psikologis sehingga setiap ada

permasalahan yang muncul dapat diatasi dengan baik (Duvall dan Miller,

2002). Melalui kerjasama yang baik segala permasalahan yang ada dapat

diatasi bersama, kerjasama merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

besarnya kepuasan pernikahan (Duvall, 2002).

Ketiga dukungan (supportiveness), yaitu situasi yang terbuka untuk

mendukung komunikasi berlangsung efektif. Dukungan suami atau istri

terhadap tindakan atau sikap pasangannya akan memperkuat hubungan

sekaligus meyakinkan pasangan terhadap tindakan yang diambil. Saling

mendukung antara suami dengan istri secara tidak langsung akan

meningkatkan kualitas hubungan antara suami dan istri, sehingga masing-

masing pihak merasa adanya perhatian, kasih sayang yang diberikan pasangan

35

secara tulus. Saling mendukung, percaya dan tulus dalam berhubungan akan

membangkitkan suasana persahabatan dan keakraban antara suami dan istri,

sehingga kepuasan pernikahan dapat tercapai (Clatyton, 1975)

Keempat rasa positif (positivenes), seseorang harus memiliki perasaan

positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan

menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif. Sikap

merupakan cara pandang seseorang dalam memahami sebuah keadaan, cara

pandang yang kaku dan negatif cenderung mengakibatkan perasaan cemas dan

khawatir, sebaliknya cara pandang yang positif dan fleksibel membuat

seseorang lebih cermat menangkap adanya hal-hal positif atau menarik akan

membuat individu lebih tenang dan optimis dalam menyikapi keadaan

(Hambly dalam Subandi, 1998). Tercipta hubungan timbal balik yang baik dan

kepercayaan antara suami atau istri pada pasangannya, pada akhirnya akan

membangkitkan perasaan tenang, percaya diri dan yakin ketika menghadapi

permasalahan maupun menyelesaikan tugas dan kewajiban masing-masing

sehingga baik suami maupun istri dapat berperan dengan baik dan tepat.

Seperti diungkapkan oleh Clayton (1975), bahwa kewajiban, dan pembagian

tugas dalam rumah tangga merupakan hal yang diperlukan bagi terciptanya

kepuasan perkawinan.

Kelima kesetaraan atau kesamaan (equality), yaitu pengakuan secara

diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai

sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Menurut Spanier (1976)

penyesuaian dalam pernikahan mencakup kebahagiaan dan kepuasan dalam

36

pernikahan. Penyesuaian pernikahan ini ditentukan oleh seberapa besar

perbedaan-perbedaan dalam pernikahan yang menimbulkan masalah

(troublesome dyadic different), ketegangan-ketegangan interpersonal dan

kecemasan pribadi (interpersonal tension and personal anxiety), kepuasan

dalam hubungan pernikahan (dyadic satisfaction), kedekatan hubungan

(dyadic cohesion), serta kesepakatan pada hal-hal penting bagi

kelangsungan/fungsi pernikahan (consensus on matters of importance to

dyadicfunctioning). Perbedaan-perbedaan yang ada pada masa penyesuaian

tersebut membutuhkan kemampuan-kemampuan agar pasangan suami istri

merasa terpenuhi kepuasan dalam hubungan pernikahan, kedekatan hubungan,

dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa suami/istri yang

memiliki kemampuan komunikasi interpersonal tinggi akan merasakan

kepuasan pernikahan yang baik, dibandingkan suami/istri yang kemampuan

komunikasi interpersonal rendah.

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan adalah adanya hubungan positif antara

komunikasi interpersonal dengan kepuasan pernikahan pada pasangan suami

istri. Semakin tinggi komunikasi interpersonal pada suami istri maka tingginya

kepuasan pada pernikahan. Sebaliknya semakin rendah komunikasi

interpersonal pada pasangan suami istri maka rendahnya kepuasan pada

pernikahan.